Sie sind auf Seite 1von 7

PERSEPSI GURU DAN RESPON PESERTA DIDIK

TERHADAP MATA PELAJARAN IPS DI KABUPATEN SUMBAWA

Suharli
Dosen FKIP Universitas Samawa Sumbawa Besar-NTB
suharli@universitassamawa.ac.id

Abstract: Perception of Teachers and Student Responses to Social Studies Education


Subjects. This study aims to explore the teacher’s perception and students' responses to
social studies education subject at junior high school in Sumbawa Regency-NTB. This
research uses quantitative descriptive approach with survey research type. Data collection in
this study using a questionnaire. 27 junior high schools in three zones of Sumbawa Regency-
NTB are 9 junior high schools representing schools in western Sumbawa, 9 junior high
schools representing schools in central Sumbawa, and 9 junior high schools representing
schools in eastern Sumbawa as samples. Research subjects were 27 teachers of social studies
education and 450 students in grade VIII junior high schools of Sumbawa Regency. The
results showed, most teachers (74.07%) said that the subjects of social studies education are
very easy to teach because the material is directly related to the real conditions in society.
While most of the students also had a positive outlook, 82% of the students said that social
studies education materials is very easy to understand, 61% of the students said that the social
studies education materials were largely shaped memorization, 34% of the students said that
the social studies education material was too broad so difficult to master, 90% of students
said that the social studies education material is very useful, 93% of students stated very
interested in studying social studies education and 74% of students said always taking the
time to study the material of social studies.
Keywords: Teacher's Perception, Student Responses, and Social Studies Education Subject

Abstrak: Persepsi Guru dan Respon Peserta Didik terhadap Mata Pelajaran
Pendidikan IPS. Penelitian ini bertujuan untuk menggali pandangan guru dan respon peserta
didik terhadap mata pelajaran IPS di SMP Kabupaten Sumbawa-NTB. Penelitian ini
menggunakan pendekatan deskriptif quantitatif dengan jenis penelitian survey. Pengumpulan
data dalam penelitian menggunakan angket. 27 SMP di tiga zona Kabupaten Sumbawa-NTB
yaitu 9 SMP mewakili sekolah di Sumbawa bagian barat, 9 SMP mewakili sekolah di
Sumbawa bagian tengah, dan 9 SMP mewakili sekolah di Sumbawa bagian timur sebagai
sampel. Subjek penelitian sebanyak 27 guru IPS dan 450 peserta didik di kelas VIII SMP
Kabupaten Sumbawa. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar guru 74,07%
mengatakan bahwa mata pelajaran IPS termasuk mata pelajaran yang mudah diajarkan karena
materinya berhubungan langsung dengan kondisi nyata di masyarakat. Sedangkan sebagian
besar peserta didik juga memiliki pandangan positif yaitu 82% peserta didik menyatakan
bahwa materi IPS termasuk materi yang sangat mudah difahami, 61% peserta didik
menyatakan bahwa materi IPS sebagian besar adalah berbentuk hafalan, 34% peserta didik
menyatakan bahwa materi IPS terlalu luas sehingga sulit untuk dikuasai, 90% peserta didik
menyatakan bahwa materi IPS sangat bermanfaat, 93% peserta didik menyatakan sangat
berminat mempelajari IPS dan 74% peserta didik menyatakan selalu meluangkan waktunya
untuk belajar materi IPS.
Kata Kunci: Persepsi Guru, Respon Peserta Didik, dan Mata Pelajaran IPS
PENDAHULUAN
Pendidikan IPS di tengah arus globalisasi idealnya harus responsif dan menata diri. Ilmu
Pengetahuan Sosial (Social Sciences) menurut Daljoeni (1992 hlm 7) sebagai ilmu
pengetahuan tentang manusia di dalam kelompok yang disebut masyarakat dengan
menggunakan ilmu politik, ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi, antropologi, dan
sebagainya. Perkembangan dan berubahnya masyarakat yang begitu cepat pada abad
informasi ini, menuntut pembelajar harus menguasai beberapa keterampilan seperti
dinyatakan oleh Trilling B dan Fadel C (2009) antara lain Critical thinking and problem
solving (expert thinking); Communication and collaboration (complex communicating); dan
Creativity and innovation (applied imagination and invention). Agar mampu menghadapi
persaingan di era kemajuan informasi, dibutuhkan generasi yang mampu berpikir kritis yaitu
berpikir dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap
tidak tepat dengan cara yang baik. Untuk mampu berpikir reflektif kritis maka IPS di
persekolahan merupakan sala satu wadah yang harus dimaksimalkan.
Reflektif inquiry yang diajarkan dalam IPS merupakan sebuah tradisi yang
mengusulkan analisis dan pengambilan keputusan sebagai jantung dari kehidupan siswa di
kelas diterapkan pada konten dan proses tentang memahami dan menilai. Metode dan konten
yang terkait erat dengan kesimpulan, teori, dan penilaian yang didasarkan pada interpretasi
kritis. Pemecahan masalah dan berpikir kritis merupakan bagian integral dari tradisi inkuiri
reflektif. Siswa ditempatkan dalam situasi dan kondisi yang bermasalah sebagai upaya untuk
menanamkan rasa peduli terhadap dunia mereka (Zevin 2007 hlm 6).
Konsep IPS Mayhood dkk., (1991 hlm 10), adalah “The Social Studies are comprissed of
those aspests of history, geography, and pilosophy which in practice are selected for
instructional purposes in schools and collegs”. National Council for the Social Studies
(NCCS) (2010) memberikan definisi yang lebih tegas bahwa IPS sebagai “the study of
political, economic, culturals, and environment aspects of societies in the past, present
and future”. Pendidikan ilmu sosial telah didefinisikan sebagai bidang studi terpadu yaitu
gagasan interdisipliner pendidikan ilmu sosial diintegrasikan ke dalam kurikulum sebagai
hasil pemodelan standar NCSS (National Council for the Social Studies). Gerakan studi
sosial telah memilih pendekatan tematik dan berfokus pada pengembangan keterampilan dan
nilai dalam kurikulum (Mehmet Acikalin, 2014). Selanjutnya dijelaskan bahwa pendidikan
ilmu sosial sebagai bidang terpadu dari disiplin ilmu-ilmu sosial, mencakup tema
pembelajaran yang sangat paralel dengan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah,
dan pengambilan keputusan.
Minat dan ruang lingkup pendidikan ilmu pengetahuan sosial terbentuk sebagai hasil
interaksi individu dengan individu lain atau masyarakat. Individu bergabung dengan beberapa
kelompok dan institusi dalam berbagai tahap kehidupannya dan mulai menjalin hubungan
dengan orang lain. Hubungan tersebut membentuk esensi pendidikan ilmu pengetahuan
sosial. Pendidikan ilmu pengetahuan sosial dianggap sebagai wadah untuk menyiapkan
informasi dan temuan yang diperoleh dari disiplin ilmu sosial sesuai dengan prinsip-prinsip
pedagogis (Deniz Tonga, 2016).
Pendidikan ilmu pengetahuan sosial telah dilihat sebagai alat yang kuat dan efektif
yang dapat memfasilitasi pencapaian etika politik melalui penciptaan warganegara
bertanggung jawab yang akan memberikan kontribusi sepenuhnya terhadap pertumbuhan
masyarakat (Peter Dania, 2015).
Dalam Kurikulum 2013, Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki
kontribusi terhadap pembentukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta penguasaan
TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) peserta didik untuk menghadapi tantangan global
pada abad 21. Secara nasional, tujuan Pendidikan IPS adalah untuk mendukung tujuan
pendidikan yaitu m e n g embangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab
(UU Nomor 20 Sisdiknas Tahun 2003 pasal 3).
Pelaksanaan program PIPS dalam praktiknya di sekolah selama ini belum mendapatkan
respon yang menggembirakan. Tenaga pengajar lebih mementingkan dan memikirkan
bagaimana cara ia akan mengajar tetapi bukan pada bagaimana peserta akan mengalami
proses belajar. Keadaan ini akan menghambat terjadinya proses belajar yang memberi
motivasi untuk berkembangnya berbagai jenis dan mutu berpikir (Robard dalam Somantri,
2001 hlm 200). Sedangkan menurut Swarma Al-Muchtar (2014 hlm 42) menjelaskan bahwa
tenaga pendidik perlu menyadari terlebih dahulu perananya sebagai pendidik untuk
memerankan dirinya sebagai pendukung budaya belajar peserta didik. Perasaan malas peserta
didik terhadap pelajaran IPS yang over load sering diidentikan dengan pelajaran hafalan.
Simbol pelajaran hafalan menimbulkan emosi negatif sehingga kerap kali menghalangi
peserta didik untuk belajar efektif. Ketika guru memiliki persfektif global terhadap pelajaran
IPS, pembelajaran IPS dikelola secara bermakna, menantang, dan syarat dengan nilai, maka
pelajaran IPS akan mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Supardan (2015 hlm 47, Stahl
2008) mengatakan bahwa pengajar h a r u s mampu mengembangkan beberapa guidelines
NCCS 1993 tentang pengajaran IPS yang powerfull, yakni melakukan pengajaran IPS yang
bermakna, integratif, berbasis nilai, menantang dan aktif.
Belajar bermakna memfasilitasi anak untuk memahami bagaimana mereka harus
mengetahui yang seharusnya dipelajari. Oleh karena itu, maka guru harus memahami
bagaimana anak-anak belajar, menghubungkan informasi-informasi baru untuk memahami
informasi yang dipelajari berikutnya (Aan Stalheim-Smith, 1998 hlm 1). Pembelajaran
bermakna melibatkan interaksi yang menyesuaikan pengetahuan baru (konsep baru) denga
pengetahuan pelajar yang sudah ada atau pengetahuan sebelumnya dan tahan lama (Hong
Kwen, Boo dan Yin Kiong, Hoh, 2001 hlm 1). Ada tiga persyaratan dasar untuk belajar
bermakna menurut Joseph D Novak (2013 hlm 4) adalah: 1). Bahan yang dipelajari harus
inheren berpotensi bermakna; 2). Pelajar harus memiliki konsep dan proposisi yang relevan
dalam struktur kognitifnya; 3). Pelajar harus memilih untuk menghubungkan dan
mengintegrasikan ide-ide baru dengan ide-ide relevan yang keluar dari struktur kognitifnya.
Sedangkan pembelajaran bermakna menurut Ausubel sebagaimana yang dikutif oleh Antoni
Ballester Allori (2014 hlm 1) bahwa faktor paling penting yang mempengaruhi belajar adalah
pengetahuan awal yang dimiliki oleh anak. Belajar bermakna memiliki retensi yang lebih
lama dri menghafal ketika manusia menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep
familiar yang ada. Perubahan diproduksi dalam struktur kognitif, dimana konsep dimodifikai
dan hubungan baru diciptakan. Pembelajaran bermakna adalah alat yang berguna karena
memungkinkan belajar yang nyata dan menghasilkan retensi yang lebih besar serta
memfasilitasi terjadinya pemindahan untuk situasi nyata lainnya.
Agar proses pembelajaran yang bermakna dan powerful dapat terwujud dengan lebih
baik sangat dipengaruhi oleh pandangan guru dan peserta didik yang positif terhadap apa
yang akan dipelajari dan dikembangkan. Pandangan positif tersebut akan memberi pengaruh
secara signifikan pada percepatan pencapaian tujuan yang diinginkan secara lebih efektif.
Pandangan positif atau negatiif terhadap sesuatu bergantung pada stimulus yang lahir dari
proses penginderaan. Thoha (2011 hlm 141) menjelaskan bahwa setiap persepsi selalu
didahului oleh penginderaan yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
indera yang selanjutnya diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf dan
disinilah terjadi proses fisiologi yang menyebabkan individu dapat menyadari tentang apa
yang diterima dengan alat indera atau alat reseptornya. Dengan demikian, persepsi guru yang
positif terhadap mata pelajaran yang diajarkan memberi pengaruh pada kualitas dan tingkat
kreativitas proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan lebih kreatif
juga akan berpengaruh positif terhadap respon peserta didik yang lebih baik terhadap proses
belajar yang dialaminya di kelas.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif quantitatif dengan jenis penelitian survey.
Penelitian ini dilakukan pada 27 SMP di tiga zona Kabupaten Sumbawa-NTB yaitu 9 SMP
mewakili sekolah di Sumbawa bagian barat, 9 SMP mewakili sekolah di Sumbawa bagian
tengah, dan 9 SMP mewakili sekolah di Sumbawa bagian timur. Subjek Penelitian adalah
guru IPS dan peserta didik. Jumlah responden yang mejadi subjek dalam penelitian ini
berjumlah 27 guru IPS dan 450 peserta didik di kelas VIII SMP Kabupaten Sumbawa. Data
tentang persepsi guru dan peserta didik diperoleh dengan menggunakan angket tertutup dan
angket semi tertutup. Angket tertutup digunakan untuk memperoleh data tentang persepsi
peserta didik terhadap mata pelajaran IPS dan angket semi tertutup digunakan untuk
memperoleh data tentang persepsi guru terhadap mata pelajaran IPS. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik dekriptif persentase dengan tujuan untuk
mengorganisasi dan menganalisis data agar memberikan gambaran secara teratur, ringkas,
dan jelas mengenai suatu gejala, peristiwa atau keadaan, sehingga dapat ditarik pengertian
atau makna tertentu.
HASIL dan PEMBAHASAN
1. Pandangan Guru Terhadap Mata Pelajaran IPS
Pandangan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan merupakan salah suatu yang
harus diperhatikan, mengingat berhasil atau tidak suatu proses pembelajaran juga ditentukan
oleh bagaimana cara pandang guru terhadap apa yang akan dilaksanakan. Berkaitan dengan
cara pandang atau persepsi guru terhadap mata pelajaran IPS yang diajarkan selama ini,
terdapat persepsi yang berbeda-beda. Dari 27 guru yang menjadi responden, terdapat 6
(22,22%) guru yang menyatakan bahwa tujuan utama melaksanakan kegiatan pembelajaran
di kelas adalah melakukan transfer pengetahuan, 5 (18,52%) guru bertujuan mengubah
perilaku peserta didik, 1 (3,7%) bertujuan menyelesaikan target kurikulum, 8 (29,63%) guru
memiliki tujuan mengajar adalah melaksanakan tugas dan tanggung jawab, dan 7 (25,93%)
guru memilih lebih dari satu pilihan jawaban. Dari berbagai respon yang diberikan oleh guru
menunjukkan bahwa masih terdapat guru yang tujuan utama mengajar hanyalah sebagai
rutinitas dan melepaskan tanggung jawab saja. Data tersebut di atas menunjukkan bahwa
guru IPS masi dominan berpandangan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan masih
merupakan upaya menyelesaikan tanggung jawab dan merupakan upaya melakukan transfer
pengetahuan dari guru ke peserta didik. Sedangkan upaya untuk melakukan perubahan
pengetahuan dan perilaku peserta didik sebagai dampak dari proses pembelajaran masih
sangat minim. Dengan demikian maka proses pembelajaran IPS masih belum power full
sebagai wadah pembentuk generasi bangsa sebagaimana yang diharapkan.
Berkaitan dengan pandangan guru terhadap mata pelajaran IPS, terdapat 20 (74,07%)
guru mengatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mudah diajarkan karena berkaitan
dengan masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat. 4 (14,82%) guru mengatakan bahwa
IPS adalah mata pelajaran yang sulit dikuasai karena materinya terlalu luas dan berbentuk
hafalan. Sedangkan 3 (11,11%) guru menyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang sulit
diajarkan karena menggunakan pendekatan terpadu. Berdasarkan porsentase tersebut di atas,
memberi gambaran bahwa sebagian besar guru merasa tidak memiliki kendala yang berarti
selama melaksanakan proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS. Dengan demikian guru
beranggapan bahwa mata pelajaran IPS sangat erat muatan nilai sosial kemasyarakatan
sehingga konsep pembelajaran yang dilakukan sangat kontekstual dan relevan dengan
kehidupan peserta didik.
Pada aspek melaksanakan kegiatan pembelajaran IPS di kelas, terdapat 3 (11,11%)
guru yang lebih mengacu pada pengalaman mengajar yang dimiliki, 17 (62,96%) guru lebih
memilih kurikulum yang berlaku sebagai acuannya dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas, 7 (25,93%) guru lebih mengandalkan buku paket sebagai pegangan
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran IPS di kelasnya. Guru sudah lebih sistimatis
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran karena sebagian besar guru sudah menggunakan
kurikulum sebagai landasan acuan pembelajaran yang dilakukan meskipun masih terdapat
guru yang menggunakan buku paket sebagai acuan di dalam kegiatan pembelajarannya.
Sebelum melaksanakan proses pembelajaran di kelas, terdapat 7 (25,93%) guru yang
lebih mempertimbangkan karakteristik peserta didik sebagai salah satu hal yang harus
diperhatikan. Terdapat 5 (18,52%) guru memilih motivasi belajar peserta didik menjadi hal-
hal yang harus dipertimbangkan dalam melaksanakan proses pembelajaran IPS di dalam
kelas. 3 (11,11%) guru menilai bahwa kemajuan belajar peserta didiklah yang harus
dipertimbangkan sebelum melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Selanjutnya terdapat 5
(18,52%) guru memilih bahwa karakteristik, motivasi, perbedaan etnis dan kemajuan belajar
peserta didik yang lebih diperhitungkan. 3 (11,11%) guru menyatakan bahwa karakteristik,
motivasi dan kemajuan belajar peserta didik yang perlu dipertimbangkan. Karakteristik
peserta didik, sumber belajar dan fasilitas pembelajaran dipilih oleh 2 (7,41%) guru sebagai
bahan pertimbangan, terdapat 1 (3,7%) guru memilih motivasi belajar dan kemajuan belajar
peserta didik dan 1 (3,7%) guru memilih bahwa karakteristik dan perbedaan etnis peserta
didik menjadi hal yang harus dipertimbangkan.
2. Pandangan Peserta Didik Terhadap Mata Pelajaran IPS
Upaya meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS maka
terlebih dahulu harus difahami bagaimana padangan mereka terhadap mata pelajaran tersebut
atau materi yang akan dipelajarinya. Dengan mengetahui pandangan peserta didik terhadap
mata pelajaran IPS akan mempermudah guru dalam memilih dan menetapkan strategi yang
harus digunakan dalam proses pembelajaran. Pandangan peserta didik terhadap mata
pelajaran IPS terungkap dari jawaban angket yaitu 82% peserta didik menyatakan bahwa
materi IPS termasuk materi yang sangat mudah difahami, 61% peserta didik menyatakan
bahwa materi IPS sebagian besar adalah berbentuk hafalan, 34% peserta didik menyatakan
bahwa materi IPS terlalu luas sehingga sulit untuk dikuasai, 90% peserta didik menyatakan
bahwa materi IPS sangat bermanfaat, 93% peserta didik menyatakan sangat berminat
mempelajari IPS dan 74% peserta didik menyatakan selalu meluangkan waktunya untuk
belajar materi IPS. Berdasarkan data menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik
memiliki minat dan motivasi yang baik dalam mempelajari mata pelajaran IPS walaupun
masih terdapat peserta didik yang menganggap bahwa IPS adalah materi hafalan sehingga
terkesan mudah dikuasai, padahal memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap
perubahan sikap dan perilakunya terhadap daya kritis akan penomena-penomena yang terjadi
di lingkungan sekitarnya.
3. Respon Peserta Didik Terhadap Proses Pembelajaran IPS
Proses pembelajaran IPS di dalam kelas menempatkan guru dan peserta didik sebagai
bagian yang sangat penting. Keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan dapat dilihat dari
kesan positif selama peserta didik mengikuti peoses pembelajaran tersebut. Kesan peserta
didik terhadap proses pembelajaran IPS yang diikuti selama ini tergambar dari pernyataan-
pernyataan angket yang mengarah kepada kesan peserta didik terhadap materi IPS, kesan
terhadap metode yang digunakan oleh guru, kesan terhadap media, dan kesan terhadap proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Selama mengikuti proses pembelajaran IPS, terdapat 97% peserta didik menyatakan
bahwa guru selalu menggunakan metoode yang bervariasi, 100% peserta didik merasa senang
dengan cara guru IPS mengajar, 88% peserta didik menyatakan bahwa cara mengajar guru
IPS menghilangkan rasa bosan dalam mengikuti pembelajaran, 97% peserta didik
menyatakan cara mengajar guru IPS membuat mereka semangat dalam mempelajari materi
IPS, 98% menyatakan bahwa cara mengajar guru IPS membuat mereka mudah memahami
materi pelajaran, 75% peserta didik menyatakan cara mengajar guru IPS melatih mereka
berfikir kritis, 97% peserta didik menyatakan bahwa cara mengajar guru IPS membuat
mereka lebih aktif, 84% peserta didik menyatakan bahwa cara guru IPS mengajar membuat
melatih mereka dalam memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat, 90% peserta didik
menyatakan bahwa cara mengajar guru IPS membuat mereka semakin sering bekerja sama
dalam kelompok, 94% peserta didik menyatakan bahwa guru IPS selalu mengaitkan materi
yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya, 91% peserta didik menyatakan bahwa guru
IPS selalu mengaitkan materi dengan kondisi nyata yang terjadi di masyarakat, 98% peserta
didik merasa guru IPS memberikan dorongan agar semangat dalam belajar, 94% peserta didik
menyatakan bahwa guru IPS selalu menyampaikan tujuan pembelajaran, 87% peserta didik
menyatakan bahwa guru IPS selalu menyampaikan metode yang akan digunakan, 76%
peserta didik menyatakan bahwa guru IPS selalu menggunakan media dalam mengajar, 86%
peserta didik menyatakan bahwa media yang digunakan sangat membantu dalam memahami
materi, 97% peserta didik menyatakan bahwa guru IPS selalu menyampaikan materi secara
rinci dan jelas, 98% peserta didik menyatakan bahwa guru IPS menjelaskan materi dengan
bahasa yang mudah difahami, 92% peserta didik memahami materi IPS yang disampaikan
oleh gurunya, 71% peserta didik menyatakan bahwa guru IPS selalu memberikan tugas tang
harus diselesaikan dalam kelompok, 92% peserta didik menyatakan bahwa guru IPS selalu
memberikan bimbingan dalam mengerjakan tugas yang diberikan, 98% peserta didik
menyatakan bahwa guru IPS selalu memberikan kesempatan bertanya berkaitan dengan
materi yang belum difahami, 89% peserta didik menyatakan bahwa guru IPS selalu mengajak
peserta didik menyimpulkan materi diakhir pelajaran.
SIMPULAN
Berkaitan dengan proses pembelajaran IPS yang powerful, maka proses pembelajaran
harus bermakna dan menantang sehingga tidak terkesan hanya hafalan saja. Namun demikian
berdasarkan hasil penelitian masih terdapat 61% peserta didik yang menyatakan bahwa
materi IPS sebagian besar adalah berbentuk hafalan. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses
pembelajaran IPS masih belum sepenuhnya bersifat powerful. Disamping itu, masih terdapat
guru yang memiliki visi dalam melaksanakan proses pembelajaran IPS hanya sebagai transfer
pengetahuan dan menggugurkan tanggung jawab saja. Kondisi seperti ini memungkinkan
proses pembelajaran IPS masih belum optimal dalam mencapai hasil yang diharapkan yaitu
terjadinya perubahan pada peserta didik secara utuh yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan
perilaku. Walaupun demikian, respon positif peserta didik terhadap proses pembelajaran IPS
yang telah diikutinya merupakan salah satu modal dalam melaksanakan pembelajaran IPS
secara lebih bermakna, terintegrasi, menantang dan lebih aktif. Respon positif peserta didik
terhadap mata pelajaran IPS, dapat dimanfaatkan oleh guru dan pihak sekolah untuk
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar yang lebih maksimal. Dengan demikian maka
proses pembelajaran IPS harus diarahkan pada keterlibatan langsung peserta didik dalam
interaksi dengan lingkungan belajar secara lebih aktif. Langkah yang demikian dapat
menciptakan kesan yang lebih positif peserta didik terhadap mata pelajaran IPS yaitu bahwa
mata pelajaran IPS bukanlah semata-mata berbentuk hafalan yang akhirnya membuat peserta
didik merasa bosan terhadap proses pembelajaran yang akan diikutinya.
Daftar Rujukan
Smith, A. S. (1998). Focusing on Actif, Meaningful Learnig. Idea Paper No 34. Kansas State
University: Idea Center.
Supardan, D. (2015). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Persfektif, Filosofi, dan
Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Deniz Tonga. 2016. Social Studies Education in Turkey and Islam. International Online
Journal of Educational Sciences, 2016, 8 (1), 98-106 ISSN: 1309-2707.
Hong Kwen, Boo dan Yin Kiong, Hoh. 2001. Using Concept Maps to Enhamce Meaningful
Chemistry Learning. Journal Scien and Mathematics Education in S.E. Asia. Vol. xxiv,
No. 2.
Joseph D. Novak. 2013. Meaningful Learning is The Foundation for Creativity. Revista
Qurriculum, Marzo 26; 2013, PP. 27-38
M. Numan Somantri. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Rosda.
Mayhood, Wayne, et.al. 1991. Teaching Social Studies in Middle and Senior High Schools.
Macmillan, Toronto.
Mehmet Acikalin. 2014. Future of Social Studies Education in Turkey. Journal of
International Social Studies, Vol. 4, No. 1, 2014, 93-102.
N. Daljoeni. 1992. Dasar-dasar IPS. Bandung: Alumni.
NCCS. 1993. A Vision of Powerful Teaching and Learning in the Social Studies
Understanding and Civic Efficacy. Social Education Journal 57 no 5 (September
1993): 213-223, reprinted at the end of this volume. USA. NCSS.
Peter Dania. 2015. Civic Education as a Collaborative Dimension of Social Studies
Education in Attainment of Political Ethics in Nigeria. Journal of Education and
Practice www.iiste.org ISSN 2222-1735 (Paper) ISSN 2222-288X (Online) Vol.6,
No.28, 2015.
Stahl J. 2008. A Vision of Powerful Teaching and Learning in the Social Studies
Understanding and Civic Efficacy. Journal for Social Studies. USA: National Council
for Social Studies. Waldorf, Maryland.
Swarma Al Muchtar. 2014. Inovasi Transformasi Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung:
Gelar Pustaka Mandiri.
Thoha, Miftah. 2011. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajawali Pers.
Jakarta
Trilling B dan Fadel C. 2009. 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. Jossey-
Bass, San Francisco, CA.
Zevin., J. 2007. Social Studies for The Twenty-First Century. Method and Materials for
Teaching in Middle and Secondary Schools. Third Edition. New York: Routledge
Taylor and Francis Group.

Das könnte Ihnen auch gefallen