Sie sind auf Seite 1von 72

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA


SETELAH PERUBAHAN UNDANG -UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN
KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT

Penulisan Hukum
( Skripsi )

Disusun dan Diajukan untuk


Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :
SANDHI PRAKOSO
NIM. E 0006220

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

P
ERNYATAAN
commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Nama : SANDHI PRAKOSO


NIM : E 0006220

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) berjudul


PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH
PERUBAHAN UNDANG -UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN
AMERIKA SERIKAT adalah betul -betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan
hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 8 Maret 2011


yang membuat pernyataan

SANDHI PRAKOSO
NIM. E 0006220

ABSTRAK
commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sandhi Prakoso. E0006220. 2011. PERBANDINGAN KEKUASAAN


PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN
KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT. Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam


kekuasaan-kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden
Amerika Serikat, dengan cara menganalisis menggunakan metode perbandingan
yaitu dengan melihat konstitusi kedua negara. Dari perbandingan konstitusional
itulah akan menjadi dasar bagi penulis untuk mengetahui kekuasaan yang dimiliki
dan yang tidak dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat komparatif atau
perbandingan. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder yang
terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer
berupa UUD 1945 dan juga Konstitusi Amerika Serikat, bahan hukum sekunder
yang berupa buku, teks dan juga jurnal-jurnal hukum, sedangkan bahan hukum
tersier yang penulis gunakan adalah bahan dari media internet yang berupa artikel-
artikel. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengumpulan data
sekunder yaitu dilakukan dengan cara pengumpulan bahan hukum dengan studi
dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektronik. Dari
bahan hukum tersebut, kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum
penunjang di dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan bahan hukum tersebut
disebut studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data
kualitatif, karena data yang diperoleh bukan berupa angka atau tidak diwujudkan
dalam bentuk statistik, namun merupakan informasi naratif yang tidak
mementingkan banyaknya data tetapi detail dan terperincinya data.
Berdasarkan hasil penelitian maka secara garis besar dapat ditarik
kesimpulan mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia dengan
Presiden Amerika Serikat yaitu secara konstitusional persamaan kekuasaan yang
dimiliki oleh kedua presiden adalah sama-sama memiliki kekuasaan
penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan di bidang legislasi, kekuasaan di
bidang yudisial, kekuasaan dalam hubungan luar negeri dan kekuasaan di bidang
militer yaitu presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas angkatan
bersenjata. Sedangkan perbedaannnya, di Amerika Serikat, presiden tidak
mempunyai kekuasaan menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Hal ini tentu
saja berbeda dengan kekuasaan yang dimiliki Presiden Indonesia, tecantum dalam
pasal 12 UUD 1945 yang isinya Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-
syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Kata kunci: Perbandingan, kekuasaan presiden, perubahan undang-undang


dasar

ABSTRACT
commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sandhi Prakoso, E0006220. 2011. COMPARISON OF INDONESIAN


PRESIDENT POWER AFTER CHANGING OF REPUBLIC OF
INDONESIA CONSTITUTION YEAR 1945 WITH THE UNITED STATES
PRESIDENT POWER. LAW FACULTY SEBELAS MARET UNIVERSITY

The purpose of this study is to investigate deeper powers held by the


Indonesian president and United States president, by analyzing the comparative
method is by looking at both the state constitution. From the constitutional
comparative that will be the basis for the writer to know the power is held and not
owned by the Indonesian president and United States president.
This research is normative research that is comparative or comparison,
study was conducted by analyzing secondary data consisting of primary,
secondary, and tertiary legal materials. Primary legal materials in the form of the
UUD 1945 and also the United States constitution, secondary legal materials such
as books, text, as well as legal journals, while the tertiary legal materials that the
writer use the ingredient of the internet media in the form of articles. Data
collection technique was done by using secondary data collection is done by
collecting material with the documents study or law materials from print or
electronic media. From the legal material, then be analyzed and formulated as law
material support in this research. Data collection techniques of law material called
literary study. Data analyzing that be used are qualitative data analysis, because
the data obtained is not a number or not realized in the form of statistics, however
are narrative information that is not concerned with the wealth of data but detailed
and elaborate data.
Based on research results, the outline can be drawn conclusions about the
comparative power of the President of Indonesia and president of the United
States is a constitutional equality of power held by both the president is both the
organizer of government power, power in the field of legislation, in the field of
judicial power, power in foreign relations, and military power in the presidency as
the highest authority over the armed forces. While the difference, in the United
States, the president has no authority stating the country in danger. This is of
course different from the power and control the President of Indonesia, stated in
Article 12 of UUD 1945 whose contents the President declared a state of danger.
The terms and consequently of danger situation specified by law.

Key words: comparison, the president's powers, changing the constitution

MOTTO
commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bacalah! Dan Tuhanmu sangat pemurah (Q. S. Al Alaq : 3)


Yang mengajarkan menggunakan pena (Q. S. Al Alaq : 4)
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang
tersusun kokoh (Q. S. Ash Shaff : 4)

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Penulis dengan sepenuh hati mempersembahkan karya ini kepada :

Untuk Orang tua penulis yang tak kenal lelah mendidik, membimbing dan
memberikan pendidikan yang terbaik serta do’a yang tak pernah terputus
bagi penulis

Sahabat-sahabat dan teman-teman penulis yang telah memberi kesan


mendalam bagi penulis akan berharganya hidup ini

Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan


menyelesaikan karya ini

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini dengan judul “PERBANDINGAN
KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN
UNDANG -UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT”.
Penulisan Hukum ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan
guna meraih gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Bapak
Mohammad jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi)
ini tidak terlepas dari dukungan serta bantuan yang telah diberikan oleh berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia hidup serta nikmat keimanan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan
tinggi ini.
2. Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi besar yang memberikan suri teladan
yang sempurna bagi seluruh umat-nya
3. Bapak Muhammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Ibu Aminah Surakarta.
4. Ibu Sasmini, S.H., L.L.M selaku Pembimbing Akademik penulis di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Ibu Aminah, S.H, M.H Ibu M. Madalina, S.H, M.H. selaku Pembimbing I dan
Ibu M. Madalina, S.H, M.H selaku Pembimbing II penulis yang telah
memberikan bimbingan, nasehat, semangat, arahan, bantuan dan selalu
menyempatkan maupun meluangkan waktu untuk penulis berkonsultasi
dengan tangan terbuka.
commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6. Bapak Suranto,S.H.,M.H, Ibu Aminah, S.H, M.H Ibu M. Madalina, S.H, M.H
selaku penguji penulis dalam ujian skripsi yang telah penulis laksanakan
7. Segenap Pimpinan Fakultas hukum, Dosen dan seluruh Staff Administrasi
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Untuk kedua orang tua penulis, Bapak Soehartono, S.H., M.Hum dan Ibu Sri
Sumardiyanti. S.Pd. yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran
dan kasih sayang, mendoakan, mendidik, dan mencurahkan segalanya demi
terwujudnya segala hal yang terbaik bagi diri penulis dan juga seluruh kelurga
penulis yang senantiasa memberikan bimbingan dan dukungan kepada
penulis.
9. Teman-teman di Fakultas hukum (Eko, Agung, Ari, Harris, Mahendra, Ega
Pratami, Reza dan teman-teman yang lain) yang membantu penulis dalam
menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan
menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan
saran yang membangun. Semoga Penulisan Hukum (Skripsi) ini bermanfaat bagi
diri pribadi penulis maupun para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 8 Maret 2011


Penulis

SANDHI PRAKOSO

commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
MOTTO .......................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xv
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 7
E. Metode Penelitian .................................................................... 8
1. Jenis Penelitian ................................................................... 9
2. Sifat Penelitian ..................................................................... 9
3. Pendekatan Penelitian .......................................................... 10
4. Konsep Perundang-Undangan ............................................. 11
5. Jenis Data ............................................................................. 12
6. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 13
7. Teknik Analisis Data ........................................................... 13
F. Sistematika Penulisan Hukum..................................................... 14
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 16
A. Kerangka Teori ......................................................................... 16
1. Tinjauan umum mengenai Kekuasaan ................................. 16
commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Tinjauan umum mengenai lembaga kepresidenan ............... 18


3. Tinjauan umum mengenai sejarah UUD 1945 ................... 24
4. Tinjauan umum mengenai sistem Ketatanegaraan
Indonesia.............................................................................. 25
5. Tinjauan umum mengenai Demokrasi Konstitusional
Amerika Serikat ................................................................... 26
6. Tinjauan umum mengenai Negara Hukum ......................... 31
7. Tinjauan tentang Demokrasi ................................................ 33
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 35
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 38
A. Persamaan dan Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik
Indonesia Setelah Amandemen UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dengan Kekuasaan Presiden Amerika
Serikat........................................................................................ 38
a. Kekuasaan Presiden RI Setelah Amandemen UUD 1945 .. 38
b. Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ................................ 42
1. Persamaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia
dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ............ 44
2. Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia
dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ............ 47
B. Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Republik
Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 dengan
Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ....................................... 51
BAB IV: PENUTUP ........................................................................................ 55
A. Kesimpulan .............................................................................. 55
B. Saran ........................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 57

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Persamaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan


Kekuasaan Presiden Amerika Serikat.............................................. 46

Tabel 2 : Perbedaan Kekuasaan Presiden Indonesia dengan Kekuasaan


Presiden Amerika Serikat ................................................................ 50
Tabel 3 : Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Indonesia
dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ................................. 52

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR BAGAN

Bagan : Kerangka Pemikiran ........................................................................... 35

commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menurut tata bahasa, kata ” Presiden ” adalah derivative dari to preside
(verbum) yang artinya memimpin atau tampil di depan. Kalau dicermati dari
bahasa latin, yaitu prae yang artinya di depan dan sedere yang artinya menduduki.
Presiden adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpimpinan suatu
organisasi, perusahaan, perguruan tinggi, atau negara. pada awalnya, istilah ini
digunakan untuk seseorang yang memimpin suatu acara atau rapat (ketua), tetapi
kemudian secara umum berkembang menjadi istilah bagi seseorang yang memiliki
kekuasaan eksekutif. Lebih spesifiknya, istilah ”Presiden” terutama digunakan
untuk kepala negara bagi negara yang berbentuk republik, baik dipilih secara
langsung, ataupun tidak langsung. Sejarah mencatat, untuk pertama kalinya di
dunia, jabatan presiden di eropa berasal dari negara Perancis, yang dibentuk pada
era Republik Kedua Perancis (1848-1851). Ketika itu yang menjabat sebagai
presiden adalah Louis-Napoleon Bonaparte. Namun, presiden pertama yang
diakui oleh masyarakat internasional adalah Presiden Amerika Serikat yaitu
George Washington yang menjabat pada 30 April 1789 sampai 3 Maret 1797.
Menurut A. Hamid S. Attamimi kata ”Presiden” di Indonesia adalah gelar
kepala negara dan kepala pemerintahan. Posisi presiden sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan secara otomatis didapatkan oleh seorang presiden di negara
yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia dan Amerika
Serikat (Abdul Ghoffar, 2009 : 14).
Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik yang merupakan
negara hukum. Pengertian itu adalah salah satu prinsip dasar yang mendapatkan
penegasan dalam UUD 1945 sebagai prinsip negara hukum, prinsip tersebut
tertuang dalam pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara
Indonesia adalah negara hukum. Secara historis, negara hukum adalah negara
commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

yang diidealkan oleh pendiri bangsa sebagaimana dituangkan dalam penjelasan


umum UUD 1945 tentang sistem pemeritahan yang menyatakan bahwa Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (Machtsstaat). Dengan demikian, segala tindakan pemerintahan harus
didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan
perundang-undangan tersebut harus ada dan berlaku terlebih dahulu atau
mendahului perbuatan yang dilakukan.
Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam penyelengaraan
negara Republik Indonesia seperti diamanahkan dalam UUD 1945 yaitu dalam
pasal 4 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Presiden Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena itu
presiden memiliki tanggung jawab penuh dalam hal sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden
dibantu oleh seorang wakil presiden yang kemudian bertindak sebagai lembaga
eksekutif negara. Pembagian kekuasaan di Indonesia menempatkan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah(DPD) sebagai lembaga
legislatif dan menempatkan Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi
(MK) dan Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga yudikatif. Pembagian
kekuasaan negara tersebut bertujuan memenuhi mekanisme check and balance.
Mekanisme ini berwujud saling mengawasi satu sama lain sehingga
pertanggungjawaban setiap lembaga negara kepada rakyat transparan.
Melihat ke belakang, sejak kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sampai
sekarang telah terjadi pasang surut dalam kekuasaan Presiden Republik Indonesia.
Berdasarkan ketentuan pasal 4 UUD 1945, pada awal kemerdekaan RI yang saat
itu masih disebut aturan peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945), presiden memiliki kekuasaan yang
sangat besar karena memegang kekuasaan dalam arti luas, ketika itu presiden
dalam menjalankan kekuasaannya hanya dibantu oleh sebuah komite nasional.
Kekuasaan yang diberikan oleh pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 secara formal
menyerupai kekuasaan seorang penguasa dalam pemerintahan autokrasi.
Kekuasaan yang begitu besar tersebut berakhir dengan dikeluarkannya Maklumat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

No X oleh wakil presiden yang ditetapkan pada tanggal 16 Oktober 1945. Inti dari
maklumat tersebut, presiden bersama-sama dengan komite nasional menjalankan
kekuasaan legislatif dan berhak ikut serta dalam menetapkan garis-garis besar
daripada haluan negara.
Pada 2 September 1945, presiden membentuk kabinet pertama berdasarkan
usul Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kabinet ini tercatat dalam
sejarah sebagai kabinet presidensial pertama. Dalam susunan kabinet presidensial,
presiden memegang kekuasaan eksekutif. Namun, fungsi presiden selaku
pemegang kekuasaan eksekutif tersebut menjadi goyah ketika ada usul Badan
Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) yang menghendaki adanya
perubahan sistem pertanggungjawaban kepada parlemen. Usul tersebut diterima
oleh pemerintah dengan keluarnya maklumat pemerintah pada 14 November
1945, yang berisikan perubahan sistem dari presidensial menjadi parlementer.
Dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, presiden tidak lagi berkedudukan
sebagai kepala pemerintahan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 4 Ayat (1)
UUD 1945, melainkan hanya berkedudukan sebagai kepala negara (presiden
konstitusional), hal ini berarti untuk kedua kalinya terjadi pengurangan kekuasaan
presiden. Kekuasaan menjadi presiden menjadi besar kembali setelah mengambil
alih kekuasaan eksekutif, pengambilalihan ini terjadi karena sehubungan dengan
dinyatakannya negara dalam keadaan bahaya oleh Menteri Pertahanan Amir
Syarifuddin dan penculikan Perdana Menteri Sutan Syahrir.
Pada masa berlakunya konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun
1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, sistem pemerintahan yang
dianut adalah sistem parlementer, sehingga menempatkan presiden hanya sebagai
kepala negara, hal ini berarti kekuasaan presiden berkurang kembali. Kemudian
ketika Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali, presiden sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan berfungsi kembali sehingga memberikan peluang
yang besar bagi presiden untuk menjalankan kekuasaannya. Kekuasaan presiden
RI menurut UUD 1945 lebih besar daripada kekuasaan presiden Amerika Serikat.
Sebagai contoh, presiden AS tidak mempunyai kekuasaan untuk membentuk

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

undang-undang sebagaimana yang dimiliki oleh presiden RI, presiden AS hanya


mempunyai kekuasaan untuk memveto suatu rancangan undang-undang.
Pada perkembangan selanjutnya, UUD 1945 mengalami perubahan setelah
lengsernya presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 akibat protes yang bertubi-tubi
dan terus menerus dari rakyat pada umumnya dan dari mahasiswa pada
khususnya, ditengah merosotnya keadaan sosial dan ekonomi. Setelah Soeharto
lengser dari kursi jabatan kepresidenan, atas desakan dari berbagai masyarakat,
MPR untuk pertama kalinya dalam sejarah republik ini, melakukan perubahan
terhadap UUD 1945 yang dilakukan dalam empat tahapan.
Pada perubahan tahap pertama pada tahun 1999, tepatnya tanggal 19
Oktober 1999 telah terjadi perubahan dalam sembilan pasal di UUD 1945. Hal-
hal subtantif yang mengalami perubahan adalah sebagai berikut: pertama, terjadi
pembatasan masa jabatan presiden. Sebelum dilakukan perubahan, ada peluang
bagi presiden dapat menjabat terus-menerus sebagaimana yang dilakukan oleh
Soekarno dan Soeharto, karena bunyi pasal tentang masa jabatan presiden sangat
terbuka untuk dilakukan interprestasi. Sesudah dilakukan perubahan tahap
pertama, seorang Presiden Indonesia paling lama menjabat sebagai presiden
selama 10 tahun. Kedua, pembatasan kekuasaan presiden dalam bidang legislasi.
Dalam perubahan tahap pertama ditegaskan bahwa kekuasaan legislasi ada
ditangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sekalipun demikian presiden dapat
mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Ketiga, adanya usaha untuk
membangun meknisme cheks and balances. Dalam perubahan yang pertama ini,
ada usaha untuk membangun mekanisme cheks and balances antara lembaga
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Pada tahun 2000, tepatnya tangal 18 Agustus 2000 terjadi perubahan tahap
kedua, pada perubahan tahap kedua ini ada 25 pasal yang mengalami perubahan
dengan enam materi pokok, yaitu: menyangkut pemerintahan daerah atau
desentralisasi, wilayah negara, kedudukan warga negara dan penduduk, hak asasi
manusia, pertahanan dan keamanan negara, dan menyangkut bendera, bahasa dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dari sejumlah perubahan tersebut, ada
dua hal yang mengalami perubahan paling mendasar, yaitu: pertama,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

pemerintahan daerah yang terdapat pada pasal 18, dalam pasal ini ada penegasan
yang kuat melalui konstitusi bahwa negara Indonesia menjamin dilaksanakannya
pemberian otonomi yang luas kepada daerah. Kedua, mengenai HAM yang diatur
dalam pasal 28, pasal ini mengalami penambahan jika dilihat dari jumlah ayatnya
dan sekaligus juga mengalami penegasan.
Pada November 2001, tepatnya tanggal 9 November 2001 MPR melakukan
perubahan UUD 1945 tahap ketiga, dalam perubahan tahap ketiga ini terjadi
perubahan yang sangat mendasar terhadap UUD 1945 yaitu yang berkaitan
dengan kedaulatan, perombakan parlemen, pemilihan presiden secara langsung,
membentuk lembaga baru yang bernama Mahkamah Konstitusi (MK) dan
mengatur prosedur perubahan UUD 1945.
Pada Agustus 2002, tepatnya tanggal 10 Agustus 2002 MPR kembali
melakukan perubahan tahap keempat. perubahan tersebut memfokuskan pada
persoalan susunan MPR, cara pemilihan presiden, penyelesaian jika presiden
mangkat, berhenti atau diberhentikan atau tidak bisa menjalankan kewajibannya,
pemberian hak kepada presiden untuk membentuk suatu Dewan Pertimbangan
Presiden, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung, serta ketentuan mengenai
independensi Bank Indonesia. Selain itu, pada perubahan tersebut juga
menetapkan batas minimal untuk anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN,
serta adanya ketentuan yang mengharamkan perubahan pada bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Perubahan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah mengikuti
sistem amandemen, sungguhpun secara material jumlah muatan materi lebih besar
daripada naskah aslinya, akan tetapi dalam sistem amandemen yang utama adalah
berlakunya konstitusi yang telah diubah itu tetap didasarkan pada saat berlakunya
konstitusi asli (Taufiqurrahman Syahuri.2004:157).
Hasil dari perubahan tersebut kalau dicermati telah terjadi pengurangan
kekuasaan presiden. Namun sebaliknya, kekuasaan legislatif DPR semakin besar
dan kita bisa melihat perihal kekuasaan legislatif yang dimiliki presiden sebelum
perubahan, pasal 5 ayat (1) UUD 1945, sebelum perubahan tegas menyatakan
bahwa presiden mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

persetujuan DPR. Selanjutnya pasal 20 ayat (1) juga menegaskan bahwa DPR
memegang kekuasaan membentuk undang-undang, sehingga berdasarkan
perubahan tahap pertama dan kedua UUD 1945, kekuasaan membentuk undang-
undang itu dialihkan dari Presiden kepada DPR. Selain itu, beberapa hak mutlak
(prerogatif) presiden yang tercantum dalam UUD 1945 setelah perubahan telah
terjadi sedikit pengurangan. Pengurangan tersebut bisa dilihat dari adanya
pelibatan DPR, baik harus mendapatkan persetujuan DPR atau sekedar minta
pertimbangan saja.
Dari uraian diatas, jelas sekali terjadi pasang surut kekuasaan presiden yang
terjadi di Indonesia, mulai zaman kemerdekaan sampai sekarang. Meskipun
kekuasaan presiden Indonesia sekarang dinilai banyak kalangan kekuasaanya
lebih kecil daripada sebelum perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002, namun tidak
menutup kemungkinan di lain waktu, akan dilakukan perubahan lagi yang
menambah kekuasaan presiden, atau bahkan akan kembali kepada UUD 1945
sebelum perubahan, sebagaimana yang dituntut oleh banyak kalangan beberapa
tahun terakhir ini. Untuk itu, perlu dikaji secara mendalam sebagaimana
kekuasaan presiden sebelum dan sesudah perubahan, apakah memang telah terjadi
pengurangan atau tidak. Jika dibandingkan dengan negara Amerika Serikat,
apakah kekuasaan Presiden Indonesia lebih kecil atau masih lebih besar. Untuk
itu, diperlukan kajian mendalam dengan cara membandingkan kekuasaan Presiden
Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat agar diperoleh
pengetahuan yang mendalam.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil judul
”PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN
AMERIKA SERIKAT”.

B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang dapat
diidentifikasi dan dirumuskan berkenaan dengan masalah pokok yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

menyangkut perbandingan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah


perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002 dengan kekuasaan Presiden Amerika
Serikat adalah sebagai berikut:
1. Apa persamaan dan perbedaan kekuasaan Presiden Republik Indonesia
setelah amandemen dengan Presiden Amerika Serikat?
2. Apa kelebihan dan kekurangan kekuasaan Presiden Republik Indonesia
setelah amandemen dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat?

A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Obyektif :
a. Untuk mengetahui sejarah perkembangan sejarah ketatanegaraan dan
kekuasaan Presiden Indonesia sebelum dan sesudah perubahan UUD
1945.
b. Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan mengenai perbandingan
kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan kekuasaan Presiden
Amerika Serikat.
2. Tujuan Subyektif:
a. Untuk memperdalam dan mengembangkan pengetahuan penulis di
bidang Hukum Tata Negara khususnya terkait dengan perbandingan
kekuasaan presiden yaitu kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah
amandemen UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat
sebagai negara yang disebut sebagai negara pertama kali menggunakan
sistem pemerintahan kepresidenan.
b. Guna memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar akademik
sarjana strata satu dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian
Di dalam penelitian ini diharapkan adanya manfaat dan kegunaan, karena
nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang diperoleh dari

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

penelitian tersebut. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Praktis
a. Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan penulis
serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu
hukum yang diperoleh penulis dalam bangku perkuliahan;
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta pengetahuan
semua pihak yang bersedia menerima dan bagi para pihak yang terkait
dengan masalah yang diteliti serta bermanfaat bagi para pihak yang
berminat bagi permasalahan yang sama.
2. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di ilmu hukum pada umumnya dan
hukum tata negara pada khususnya;
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur
kepustakaan hukum tata negara berkaitan dengan kajian mengenai
perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia setelah perubahan UUD 1945
dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat;
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitian
sejenis untuk tahap berikutnya.

E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa
dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; Sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem; Konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu
yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu
dengan jalan menganalisanya (Soerjono Soekanto, 1986: 42-43). Dalam arti yang
lain, penelitian (research) berarti pencarian kembali. Pencarian yang dimaksud
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

adalah pencarian terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah), karena hasil dari
pencarian ini akan dipakai untuk menjawab permasalahan tertentu. Dengan kata
lain, penelitian merupakan upaya pencarian yang amat bernilai edukatif, karena
melatih kita untuk selalu sadar bahwa di dunia ini banyak yang kita tidak ketahui
dari apa yang coba kita cari, temukan dan ketahui itu tetaplah bukan kebenaran
mutlak, oleh karena itu, masih perlu diuji kembali. Dengan demikian, pengertian
metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik
dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan,
mengembangkan, maupun guna menguji kebenaran maupun ketidak benaran dari
suatu pengetahuan, gejala atau hipotesis. Metode yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah: .
1. Jenis Penelitian
Sebelum saya hendak membandingkan kekuasaan presiden Indonesia
dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat, maka perlu diketahui jenis
penelitian ini. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (penelitian
hukum kepustakaan) atau doktrinal. Menurut Soerjono Soekanto penelitian
hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan kepustakaan (data sekunder) yang terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam hal ini bahan-bahan
tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan
dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 1985
:15).
Menurut Hutchinson sebagaimana dikutip Peter Mahmud Marzuki
mendefinisikan penelitian hukum doktrinal sebagai berikut, “Doctrinal
Research: Research wich provides a systematic exposition of rules governing a
particular legal category, analyses the relationship between rules, explain
areas of difficulty and perhaps, predict future development” (Peter Mahmud
Marzuki, 2008:32).
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum ini adalah perbandingan (comparative). Pentingnya
perbandingan (comparative) dalam ilmu hukum karena dalam bidang hukum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

tidak memungkinkan dilakukan suatu eksperimen, sebagaimana yang biasa


dilakukan dalam ilmu empiris. Perbandingan merupakan salah satu cara yang
dilakukan dalam penelitian normatif untuk membandingkan salah satu lembaga
hukum (legal institutions) dari sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum
lain.
Dari perbandingan itu dapat ditemukan unsur-unsur persamaan dan
perbedaan antara lembaga hukum tersebut. Persamaan-persamaan akan
menunjukkan inti dari lembaga hukum yang diselidiki, sedangkan perbedaan-
perbedaan disebabkan oleh adanya perbedaan iklim, suasana dan sejarah
masing-masing bangsa yang bersangkutan dengan system hukum yang
berbeda. Menurut Sunaryati Hartono, dengan melakukan perbandingan hukum
akan ditarik kesimpulan bahwa (Dr. Jonny Ibrahim, 2005:313-314):
a. Kebutuhan-kebutuhan yang universal (sama) akan menimbulkan cara-cara
pengaturan yang sama pula;
b. Kebutuhan-kebutuhan khusus berdasarkan perbedaan suasana dan sejarah
itu menimbulkan cara-cara yang berbeda pula.
Berdasarkan penjelasan diatas dikaitkan dengan upaya penulis untuk
menemukan jawaban mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia
dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat maka pendekatan perbandingan
ini menurut saya tepat digunakan dalam penelitian ini.
3. Pendekatan Penelitian
Didalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan
menggunakan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari
berbagai aspek mengenai isu yang coba dicari jawabannya. Pendekatan-
pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan
perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan kasus (Case Approach),
pendekatan historis (Historical Approach), pendekatan perbandingan
(Comparative Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach)
(Peter Mahmud Marzuki. 2008: 93).
Adapun dalam penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan
beberapa pendekatan yang relevan dengan permasalahan penelitian yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

dihadapi. Pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam


penelitian ini adalah Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach),
Pendekatan historis (Historical Approach), Pendekatan perbandingan
(Comparative Approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan
menelaah undang-undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang
sedang ditangani(Peter Mahmud Marzuki. 2008: 93-95). . Pendekatan historis
dilakukan dengan menelaah latar belakang yang dipelajari dari perkembangan
pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi. Selanjutnya, pendekatan
perbandingan yaitu salah satu cara yang digunakan dalam penelitian normative
untuk membandingkan suatu lembaga negara dari suatu sistem hukum yang
satu dengan lembaga negara yang lain. Dari perbandingan tersebut dapat
ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan antara kedua lembaga negara
dari dua sistem hukum yang berbeda tersebut.
Digunakannya pendekatan perundang-undangan oleh penulis dengan dasar
bahwa permasalahan penelitian berawal dari pengaturan yang mengenai
persamaan dan perbedaan pengaturan di dalam pasal dalam undang-undang
dasar yang mengatur mengenai kekuasaan presiden antara Indonesia dengan
Amerika Serikat. Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan historis
(sejarah) penulis akan temukan bagaimana sejarah dari kedua negara dan
bagaimana perkembangan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia
dan Presiden Amerika Serikat dimasa lalu sampai masa sekarang, hal itu juga
merujuk kepada berbagai usaha untuk mencermati masalah dengan mengkaji
peraturan perundang-undangan dan teori hukum yang terkait dengan konsep
demokrasi yang dianut oleh Indonesia dan Amerika Serikat. Sedangkan dengan
pendekatan perbandingan, penulis akan mampu menguraikan perbandingan
kekuasaan presiden, dengan meneliti persamaan dan perbedaan kekuasaan
yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat (Peter
Mahmud Marzuki. 2008: 93-95).
4. Konsep Perundang-Undangan
Konsep Perundang-Undangan dalam penelitian hukum doktrinal yang
penulis gunakan dalam penelitian hukum ini adalah konsep perundang-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

undangan dalam penelitian hukum doktrinal menurut Prof. Soetandyo


Wignjosoebroto.
Konsep Perundang-Undangan dalam penelitian hukum doktrinal menurut
Prof. Soetandyo Wignjosoebroto antara lain (Bambang Sunggono, 1997: 68-
69):
a. Konsep perundang-undangan dalam penelitian hukum dengan hukum yang
dikonsepkan sebagai asas keadilan dalam sistem moral menurut doktrin
aliran hukum alam;
b. Konsep perundang-undangan dalam penelitian hukum dengan hukum yang
dikonsepkan sebagai kaidah perundang-undangan menurut doktrin aliran
positivisme dalam ilmu hukum;
c. Konsep perundang-undangan dalam penelitian hukum dengan hukum yang
dikonsepkan sebagai keputusan hakim in concreto menurut doktrin
fungsionalisme kaum realis dalam ilmu hukum.
5. Jenis Data
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data
sekunder yaitu data pustaka yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-
buku hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan sebagainya yang
berkaitan dengan pokok bahasan yang dikaji oleh penulis. Menurut Soerjono
Soekanto, penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder
mencakup tiga hal yaitu:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam
penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari perundang-
undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-
undangan;
b. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi
buku-buku, teks, hasil penelitian dan jurnal-jurnal hukum;
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif


dan sebagainya (Soerjono Soekanto, 2001:13).
Dalam hal ini penulis menggunakan semua bahan baik bahan hukum
primer yang berupa UUD 1945 dan Konstitusi Amerika Serikat, bahan hukum
sekunder yang berupa buku, teks dan juga jurnal-jurnal hukum, sedangkan
bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah bahan dari media internet
yang berupa artikel-artikel (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 141).
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian hukum ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan
penulis adalah teknik pengumpulan data sekunder yaitu dilakukan dengan cara
pengumpulan bahan hukum dengan studi dokumen atau bahan pustaka baik
dari media cetak maupun elektronik. Dari bahan hukum tersebut, kemudian
dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang di dalam penelitian
ini. Teknik pengumpulan bahan hukum tersebut disebut studi pustaka.
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis untuk mengolah hasil
penelitian menjadi laporan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
analisis kualitatif dengan interaktif model, yaitu komponen reduksi data dan
penyajian data dilakukan secara bersama dengan mengumpulkan data,
kemudian setelah data terkumpul,maka tiga komponen tersebut berinteraksi
dan bila kesimpulan dirasa kurang maka perlu ada varifikasi dan penelitian
kembali dengan mengumpulkan data di lapangan.
Menurut HB. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis, yang
merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi
dari data fieldnote;
b. Penyajian Data
Merupakan rakitan organisasi informasi, deskriptif dalam bentuk narasi
yang memungkinkan kesimpulan research dapat dilakukan. Sajianini
merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

sistematis,sehingga mudah dipahami. Sajian dapat meliputi berbagai jenis


matriks,gambar/skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga table; 
c. Kesimpulan dan Verifikasi
Merupakan sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.
Kesimpulan ini diambil dari penyajian data yang telah diuraikan sebelumnya.
Peneliti sudah memahami arti berbagai hal yang ditemui dengan melakukan
pencatatan-pencatatan dalam pengumpulan data, konfigurasi-konfigurasi yang
mungkin serta arahan sebab akibat dan berbagai presepsi kesimpulan dan
verifikasi . (HB. Sutopo.2002:8).
Ketiga komponen tersebut (proses analisis interaktif) dimulai pada waktu
pengumpulan data penelitian, peneliti selalu membuat reduksi data dansajian
data. Tahap selanjutnya peneliti mulai menarik kesimpulan dengan
memverifikasikan berdasarkan apa yang terdapat dalam sajian data. Aktivitas
yang dilakukan dengan suatu siklus antara komponen-komponen tersebutakan
didapatkan data yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan masalah yang
diteliti.
Di sini penulis juga menggunakan teknik interpretasi, teknik ini
merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan
yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah
dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Interpretasi yang
digunakan penulis antara lain, interpretasi sistematis yaitu dengan menafsirkan
undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan
dengan cara menghubungkannya dengan undang-undang lain. Interpretasi
historis yaitu makna undang-undang dapat dijelaskan dan ditafsirkan dengan
jalan menelusuri sejarah yang terjadi.

F. Sistematika Penulisan Hukum


Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan gambaran secara
keseluruhan tentang isi dari penelitian sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam
penulisan hukum. Sistematika penulisan hukumdalam penelitian ini meliputi :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai tinjauan mengenai
kekuasaan, kepresidenan, sistem ketatanegaraan Indonesia,
demokrasi konstitusional Amerika Serikat, perbandingan
kekuasaan Presiden Indonesia dengan Presiden Amerika Serikat.
BAB III : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan
hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan
masalah yang diteliti, terdapat hal pokok permasalahan yang
dibahas dalam bab ini yaitu perbandingan kekuasaan Presiden
Indonesia dengan kekuasaan Presden Amerika Serikat.
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang
dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan hasil
penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, serta
saran –saran yang dapat penulis kemukakan terhadap beberapa
kekurangan yang ditemukan dan sekiranya perlu diperbaiki
dalam penelitian.
Daftar Pustaka

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Mengenai Kekuasaan
a. Teori sumber kekuasaan
Banyak teori yang mencoba menjelaskan darimana kekuasaan berasal.
Menurut teori teokrasi, asal atau sumber kekuasaan adalah dari Tuhan.
Teori ini berkembang pada zaman abad pertengahan, yaitu dari sejak abad
V sampai pada abad XV. Penganut teori ini adalah Augustinus, Aquinas,
dan Marsilius.
Sementara itu menurut teori hukum alam, kekuasaan itu berasal dari
rakyat. Pendapat seperti itu dimulai dari aliran monarkomaken yang
dipelopori oleh Johannes Althusius yang mengatakan kekuasaan itu
berasal dari rakyat dan asal kekuasaan yang ada pada rakyat tersebut tidak
lagi dianggap dari Tuhan, melainkan dari alam kodrat, kemudian
kekuasaan yang ada pada rakyat ini diserahkan kepada seseorang yang
disebut raja, untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat. Berkaitan
dengan penyerahan tersebut dalam teori hukum alam ada perbedaan
pendapat, menurut J.J. Rousseau yang mengatakan bahwa kekuasaan
tersebut ada pada masyarakat, kemudian melalui perjanjian kekuasaan
tersebut diserahkan kepada raja, mekanisme penyerahan kekuasaan
tersebut dimulai dari penyerahan masing-masing orang kepada masyarakat
sebagai suatu kesatuan, kemudian melalui perjanjian masyarakat
kekuasaan tersebut diserahkan kepada raja, penyerahan kekuasaan disini
sifatnya bertingkat. Sedangkan menurut Thomas Hobbes, penyerahan
kekuasaan tersebut dilakukan langsung dari masing-masing orang
langsung diserahkan kepada raja dengan melalui perjanjian masyarakat.
b. Teori Pemisahan Kekuasaan
Teori pemisahan kekuasaan, yang oleh Immanuel Kant disebut sebagai
doktrin ”Trias Politika, ” dikemukakan oleh Montesquieu dalam bukunya
commit to user

16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

”L’esprit des Loi”. Dasar pemikiran doktrin Trias Politika sudah pernah
dikemukakan oleh Aristoteles dan kemudian juga pernah dikembangkan
oleh Jhon Locke. Dengan demikian ajaran ini bukan ajaran yang baru bagi
Montesquieu. Secara garis besar ajaran Montesquieu sebagai berikut:
Pertama, terciptanya masyarakat yang bebas, keinginan seperti ini muncul
karena Montesquieu hidup dalam kondisi sosial dan politik yang tertekan
di bawah kekuasaan Raja Lodewijk XIV yang memerintah secara absolut.
Kedua, jalan untuk mencapai masyarakat yang bebas adalah pemisahan
antara kekuasaan legislatif dengan kekuasaan eksekutif, Montesquieu tidak
membenarkan jika kedua fungsi berada di satu orang atau badan karena
dikhawatirkan akan melaksanakan pemerintahan tirani. Ketiga, kekuasaan
yudisial harus dipisahkan dengan fungsi legislatif, hal ini dimaksudkan
agar hakim dapat bertindak secara bebas dalam memeriksa dan
memutuskan perkara. Ketiga kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu,
harus terpisah satu sama lain, mulai dari fungsi maupun mengenai alat
perlengkapannya. Montesquieu memandang kekuasaan yudikatif harus
berdiri sendiri karena kekuasaan tersebut dianggapnya sangat penting.
Sebaliknya oleh Montesquieu kekuasaan hubungan luar negeri
dimasukkannya ke dalam kekuasaan eksekutif.
c. Teori Kekuasaan Negara
Mengapa negara membutuhkan kekuasaan? Apa alasannya sehingga
negara berhak memperoleh kekuasaannya? Pertanyaan-pertanyaan seperti
itu sudah muncul sejak zaman Yunani. Sampai sekarang, pertanyaan atas
persoalan tersebut masih menjadi pembahasan. Munculnya rezim otoriter
di negara-negara ”Dunia Ketiga” membuat mereka mencari alasan yang
kuat untuk dijadikan dasar bagi kekuasaannya. Inilah yang menyebabkan
teori kekuasaan negara tidak pernah mati. Teori kekuasaan negara sudah
diperbincangkan sejak zaman Yunani kuno, misalnya Plato dan Aristoteles
dua pemikir besar di zaman itu menyatakan bahwa negara memerlukan
kekuasaan yang mutlak, kekuasaan ini diperlukan untuk mendidik
warganya dengan nilai-nilai moral yang rasional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

Pada zaman pertengahan, dalam bentuk yang sedikit berlainan pemikiran


ini muncul kembali. Para pemikir pada saat itu menyatakan bahwa negara
harus tunduk kepada gereja (Katolik). Negara adalah wakil gereja di dunia,
karena itu sudah sepatutnya kalau negara mempunyai kekuasaan yang
mutlak
Ada juga pemikiran yang memisahkan antara negara dengan gereja. Para
pemikir baru ini lebih menjelaskan kekuasaan negara secara rasional dan
pragmatis. Misalnya Thomas Hobbes yang menekankan pentingnya
kekuasaan pada negara, karena kalau tidak para warga negara akan saling
berkelahi dalam memperjuangkan kepentingan mereka. Di sini mulai
muncul hipotesis bahwa negara adalah wakil daripada kepentingan umum,
sedangkan masyarakat hanya mewakili kepentingan pribadi atau kelompok
secara terpecah-pecah. Pendapat ini memperoleh penguatan dari Hegel
ketika mengembangkan filsafatnya tentang dialektika dari yang ideal dan
yang real. Karl Marx memiliki tafsiran yang baru mengenai negara dan
kekuasaan, dia memakai teori Hegel tetapi teori ini diubahnya dengan
menyatakan bahwa tujuan sejarah adalah terciptanya masyarakat sosialis,
bukan masyarakat demokratis, dia menunjukkan bahwa perjuangan kelas
adalah motor penggerak sejarah. Negara setelah diambil oleh kelas buruh,
memiliki kekuasaan yang besar untuk merealisasikan masyarakat sosialis
ini. Teori ini kemudian dihidupkan lagi di zaman modern melalui teori
negara organis.
2. Tinjauan Umum Mengenai Lembaga Kepresidenan
a. Jabatan Presiden
Menurut tata bahasa, kata ”Presiden” adalah derivative dari to preside
(verbum) yang artinya memimpin atau tampil di depan dan dicermati dari
bahasa latin, yaitu prae yang artinya di depan dan sedere yang berarti
menduduki. Lembaga Kepresidenan adalah bagian dari lembaga negara.
Lembaga Negara secara definitif bermakna alat-alat kelengkapan suatu
negara atau lazimnya disebut sebagai lembaga negara yaitu institusi-
institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara (M.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Kusnardi dan Bintan Siragih, 2000:24). Lembaga negara atau bisa disebut
sebagai alat-alat kelengkapan negara menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan keberadaan negara. Keberadaan alat kelengkapan
negara menjadi keniscayaan untuk mengisi dan menjalankan negara.
Lembaga negara sendiri merupakan manifestasi dari mekanisme
perwakilan rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan, tapi kemudian
secara umum berkembang menjadi istilah untuk seseorang yang memiliki
kekuasaan eksekutif. Lebih spesifiknya istilah ”Presiden” terutama untuk
kepala negara bagi negara yang berbentuk republik, baik dipilih secara
langsung, ataupun tidak langsung.
Sejarah mencatat, untuk pertama kalinya di dunia, jabatan presiden di
Eropa berasal dari negara Perancis yang di bentuk pada era Republik
Kedua Perancis (1848-1851), ketika itu yang menjabat sebagai presiden
adalah Louis Napoleon Bonaparte, tetapi masa jabatan ini hanya bertahan
setahun kemudian diubah statusnya menjadi Kaisar Napoleon III (1852),
jabatan presiden baru kembali muncul pada era Republik Ketiga Perancis.
Namun, presiden pertama yang diakui oleh masyarakat internasional
adalah Presiden Amerika Serikat sewaktu revolusi Amerika yaitu George
Washington yang menjabat pada 30 April 1789 sampai 3 Maret 1797.
Sementara di Asia, jabatan ”ditularkan” oleh Amerika Serikat ketika
memberikan kemerdekaan yang terbatas kepada Filipina pada 1935.
Sedangkan di Afrika, Presiden Liberia yang hadir pada 1848 adalah
presiden pertama yang diakui dunia internasional.
Menurut A. Hamid S. Attamimi, kata ”Presiden” di Indonesia adalah
gelar bagi kepala negara. Selain itu, presiden juga sebagai kepala
pemerintahan. Posisi presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan secara otomatis didapatkan oleh seorang presiden di negara
yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia dan
Amerika Serikat (A. Hamid. S. Attamimi, 1990 : 139-140).
Kepala negara adalah sebuah jabatan individual atau kolektif yang
mempunyai peranan sebagai wakil tertinggi daripada sebuah negara seperti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

republik, monarki, federasi, persekutuan atau bentuk-bentuk lainnya.


Negara dengan sistem presidentil biasanya berbentuk republik dengan
presiden sebagai kepala negara merupakan pemimpin dari perangkat
negara pada kementerian-kementerian pada negara sekaligus sebagai
kepala pemerintahan merupakan pemimpin dari perangkat pemerintahan
yang direpresentasi pada bagian dari kementerian negara kepada
kementerian-kementerian yang ada pada kabinet. Di sini, presiden
mempunyai hak yang lebih luas sebagai kepala birokrasi/ aparatur negara,
mewakili negara ke luar negeri dan kepala negara dan kepala pemerintahan
sebagaimana diatur berdasarkan konstitusi negara dan perundang-
undangan negara menjalankan kebijakan dalam negeri. Namun tentunya
ada pengecualian bagi beberapa negara berbentuk monarki absolut seperti
Arab Saudi, di mana raja biasanya merangkap sebagai kepala
pemerintahan (http://id.wikipedia.org).
b. Peran Utama Seorang Presiden
Dalam kaitannya dengan peran utama seorang presiden, penulis
mencoba untuk melihat bagaimana peran utama seorang presiden di
Amerika Serikat, sebuah negara yang pertama kali memperkenalkan
jabatan presiden kepada dunia. Clinton Rossiter mencatat sedikitnya ada
empat peran utama presiden di Amerika Serikat yang dalam
perkembangannya diadopsi oleh negara-negara yang memiliki jabatan
presiden di negaranya. Pertama, presiden adalah kepala negara. posisi
kepala negara adalah lambang dari sebuah negara. Kedua, posisi presiden
sebagai kepala pemerintahan atau eksekutif. Dia memegang mahkota, akan
tetapi dia juga memerintah. Dia menjadi lambang rakyat, tetapi dia juga
memimpin pemerintahan rakyat. Hanya presiden yang berhak mengangkat
dan memberhentikan jutaan pegawai pemerintah, kekuasaan ini adalah
lambang dari kekuasaan tertinggi dari kedudukannya sebagai kepala
pemerintahan.
Ketiga, presiden sebagai diplomat utama. Peran ini sebagai wujud dari
tugas presiden dalam melakukan fungsi sebagai perwakilan negaranya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

dalam melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara asing.


Biasanya presiden menjalankan fungsi ini dengan dibantu oleh menteri
luar negeri, namun dalam hal-hal tertentu presiden mengambil peranan ini
sendiri. Keempat, presiden sebagai legislator utama, peranan seorang
presiden yang selalu mengesahkan sebuah undang-undang. Dalam
praktiknya di Amerika Serikat, seorang presiden dianggap sebagai
pemimpin kongres dalam pembuatan sebuah undang-undang. Kelima,
presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata, dalam masa
damai maupun masa perang seorang presiden adalah panglima tertinggi
angkatan perang, ini adalah merupakan jaminan yang hidup dari
kepercayaan Amerika Serikat dalam keutamaan kekuasaan sipil atas
kekuasaan militer. Selain kelima peran utama tersebut, Clinton Rossiter
juga mencatat ada beberapa peran lagi yang dimiliki oleh Presiden
Amerika Serikat. Pertama, presiden sebagai pemimpin partai politik.
Kedua, presiden sebagai ”suara rakyat” yang menjelaskan pendapat umum
di Amerika Serikat. Ketiga, presiden bertindak atas dasar kemauan umum.
Keempat, presiden berperan sebagai pelindung perdamaian, dan Kelima,
presiden berperan sebagai manajer kemakmuran(Abdul Ghoffar, 2009: 14-
15).
Dalam hal ini yaitu peran utama seorang presiden, setelah melihat peran
utama Presiden Amerika diatas, maka penulis juga melihat peran presiden
di Indonesia khususnya setelah amandemen UUD 1945, kalau diteliti
hasil amandemen UUD 1945 maka dapat dikatakan bahwa MPR hasil
pemilu tahun 1999 sudah berhasil memperkuat sistem pemerintahan
presidensial di dalam UUD 1945, hal ini dapat dilihat dari dihapusnya
beberapa ketentuan-ketentuan UUD 1945 lama yang memuat prinsip-
prinsip sistem pemerintahan parlementer, dipertegasnya lima prinsip
sistem pemerintahan presidensial seperti yang dibuat oleh Jimly
Asshiddiqie diatas diantaranya (Jimly Asshiddiqie, 2006: 60):
a. Walaupun pasal 4 ayat (1) UUD 1945 hanya menyebutkan kekuasaan
pemerintahan dipegang oleh presiden, tetapi berdasarkan pasal 4 ayat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

(2) UUD 1945 dapat dilihat bahwa presiden dan wakil presiden
merupakan institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang
tertinggi di bawah UUD 1945, karena apabila presiden berhalangan,
baik berhalangan tetap maupun sementara, maka kekuasaan presiden
dijalankan oleh wakil presiden;
b. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung,
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dalam pemilu
oleh rakyat ini menurut Jimly Asshiddiqie sesuai dengan prinsip
presidensial, karena itu secara politik presiden dan wakil presiden yang
dipilih langsung oleh rakyat tidak bertanggung jawab kepada
parlemen, melainkan bertanggung jawab langsung kepada pemilihnya;
c. Presiden dan/atau wakil presiden tidak dapat diberhentikan dalam
masa jabatannya.Presiden dan/atau wakil presiden hanya dapat diminta
pertanggung jawabannya secara hukum dalam masa jabatannya apabila
melakukan pelanggaran hukum berat, perbuatan tercela dan mengalami
perubahan sehingga tidak dapat lagi memenuhi syarat sebagai presiden
dan/atau wakil presiden;
d. Para menteri merupakan pembantu presiden, menteri diangkat dan
diberhentkan oleh presiden, oleh karena itu menteri bertanggung jawab
kepada presiden bukan bertanggung jawab kepada parlemen;
e. Ditentukannya masa jabatan presiden selama lima tahun, dan tidak
boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan.
Dengan demikian, sistem pemerintahan Indonesia dibawah UUD 1945
hasil amandemen dapat disebut dengan sistem pemerintahan
presidensial.
Selanjutnya kalau kita teliti hasil sidang panitia Ad Hod MPR dan
risalah sidang tahunan MPR, maka kita tidak akan menemukan mengapa
MPR lebih cenderung memilih memperkuat sistem pemerintahan
presidensial hal ini menurut penulis sudah tepat dan benar karena:
Pertama, Masyarakat Indonesia menganut paham politik aliran sehingga
terbentuk multi partai berdasarkan aliran yang ada dalam masyarakat,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

kemudian setelah diadakan pemilu maka terbentuklah parlemen


berdasarkan aliran politik yang ada dalam masyarakat, konsekuensinya
tidak ada partai politik yang dominan bisa mengusai kursi parlemen.
Kedua, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia multi partai tidak pernah
menghasilkan pemenang mayoritas yang dapat menguasai kursi parlemen,
karena tidak ada satupun partai yang dapat menguasai mayoritas kursi
parlemen, jika tidak ada koalisi yang kuat ditambah pemerintahan yang
kuat maka instabilitas pemerintahan akan terjadi seperti pada tahun 50-an
dan 2001. Koalisi antar partai tampaknya merupakan sesuatu hal yang
rapuh karena masing-masing partai politik mempunyai ideologi dan
platform yang berbeda-beda antara satu sama lain. Ketiga, untuk kondisi
seperti di atas sistem pemerintahan presidential lebih tepat karena ada
jaminan masa jabatan presiden sehingga stabilitas pemerintahan lebih
terjamin.
Seperti disebutkan di atas, ketika UUD 1945 diterapkan baik pada masa
pemerintahan Orde Lama maupun pada masa Orde Baru stabilitas
pemerintahan terjadi, namun itu bukanlah semata-mata karena UUD 1945
tetapi ditopang oleh rezim yang berkuasa saat itu maupun menguasai
DPR/MPR. Berbeda halnya dengan masa pemerintahan Abdurrahman
Wahid ( Gus Dur), walaupun yang berlaku pada masa itu juga UUD 1945
lama (dalam proses amandemen), tetapi karena Presiden Abdurrahman
Wahid tidak bisa mempengaruhi atau menguasai DPR/MPR dan karena
terjadi pertentangan antara Presiden Abdurrahman Wahid dengan
DPR/MPR maka jalannya pemerintahan tidak stabil, dan bahkan Presiden
Abdurrahman Wahid dijatuhkan dalam masa jabatannya oleh DPR/MPR
melalui sidang istimewa MPR pada tanggal 23 Agustus 2001, kemudian
MPR mengangkat Megawati Soekarno Putri yang saat itu menjabat
sebagai Wakil Presiden menjadi Presiden sampai habis masa jabatannya.
Belajar dari pengalaman tersebut, melalui proses amandemen UUD 1945,
MPR berkeinginan memperkuat sistem pemerintahan presidential di dalam

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

UUD 1945 dan sekarang sudah empat kali dilaksanakan amandemen UUD
1945 yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.
3. Tinjauan Umum Mengenai Sejarah Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar yang dibuat
pada masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Oleh
karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 dalam gerak pelaksanaannya juga
mengalami pasang surut.
Secara garis besar gerak pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 di
Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kurun waktu, yaitu:
a. Kurun waktu antara tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 27
Desember 1948;
b. Kurun waktu antara tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang. Kurun waktu
yang kedua ini dibagi menjadi dua sub kurun waktu, yakni masa 5 Juli
1959-11 Maret 1966 dan masa 11 Maret 1966 sampai sekarang.
Dari dua kurun waktu tersebut ada kurun waktu dimana UUD 1945 tidak
berlaku, yaitu antara tanggal 27 Desember 1949 sampai 5 Juli 1959. Dalam
kurun waktu tersebut, UUD 1945 secara resmi dinyatakan tidak berlaku di
Negara Kesatuan RI, hal ini dikarenakan terjadi pergantian bentuk negara
serta UUD negara. Dalam kurun waktu itu berlaku dua macam UUD sebagai
pengganti UUD 1945, masing-masing berlaku pada kurun waktu yang
berbeda, yaitu:
a. Tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan tanggal 17 Agustus 1950
Negara Kesatuan RI berubah bentuk menjadi Negara Serikat, sehingga
Indonesia terpecah-pecah menjadi beberapa negara bagian. UUD yang
berlaku sebagai UUD Republik Indonesia Serikat adalah KRIS 1949
sedangkan UUD 1945 hanya berlaku di negara bagian RI;
b. Tanggal 17 Agustus 1950 sampai tanggal 5 Juli 1959 diberlakukan
UUDS 1950, perubahan ini ádalah akibat logis dari perubahan bentuk
Negara Serikat menjadi Negara Kesatuan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

Itulah gambaran sekilas tentang perjalanan berbagai Undang-Undang


Dasar di Negara Republik Indonesia. Dari gambaran itu dapat dijabarkan
kurun-kurun waktu berlakunya UUD tersebut, sebagai berikut:
a. Tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 17 Desember 1949 berlaku
Undang-Undang Dasar 1945;
b. Tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 berlaku
Konstitusi RIS 1949;
c. Tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 berlaku Undang-
Undang Dasar Sementara 1950;
d. Tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang berlaku kembali Undang-Undang
Dasar 1945.
4. Tinjauan Umum Mengenai Sistem Ketatanegaraan Indonesia.
Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik dengan
menjalankan sistem pemerintahan presidensiil. Penegasan mengenai bentuk
negara, bentuk pemerintahan dan sistem pemerintahan Negara Republik
Indonesia tersebut tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) dan Ayat (3), dan Pasal 4
Ayat (1) UUD 1945. Konstitusi yang berlaku di Negara Indonesia saat ini
adalah UUD 1945 yang merupakan hasil amandemen tahun 1999-2002.
Sejak terjadinya reformasi di tahun 1998, tonggak sejarah baru dalam
perjalanan ketatanegaraan Indonesia dimulai dari awal. Dari tahun 1999
sampai 2002 UUD 1945 telah mengalami perubahan mendasar sebanyak
empat kali, seperti telah dijelaskan di atas, bangsa Indonesia telah
mengadopsikan prinsip-prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan, mulai dari
pemisahan kekuasaan dan ”check and balances” sampai dengan penyelesaian
”konflik politik” melalui jalur hukum. Melalui perubahan UUD 1945, MPR
telah mendekonstruksi diri dari lembaga DPR dan DPD yang hampir mirip
dengan politik bikameral. Disamping itu, telah lahir lembaga baru yang
bernama Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi (MK) (Ni’matul
Huda, 2006: vii-viii).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

Menurut Daniel Lev unsur fundamental pertama dalam republik yaitu


kerangka-kerangka dasar republik yang terdiri dari pranata-pranata sebagai
berikut:
1. Pemisahan antara pemerintah dengan masyarakat dengan pengertian
bahwa masyarakat primer dan pemerintah didirikan untuk melayani
keperluan masyarakat;
2. Lembaga-lembaga pemerintah yang mempunyai fungsi terbatas dan
ditetapkan oleh hukum dan antara satu sama lain saling mengawasi;
3. Lembaga pemilihan dan kepartaian politik untuk menyalurkan pendapat
umum;
4. Pers yang berfungsi baik sebagai sumber penerangan dan pengawasan
lembaga negara (Robertus Robert, 2008: 14).
5. Tinjauan Umum Mengenai Demokrasi Konstitusional Amerika Serikat.
a. Sistem Checks and Balances Dalam Ketatanegaraan Amerika Serikat.
Amerika Serikat (United States of America) merupakan negara federasi
yang terdiri dari 50 negara bagian didalamnya, masing-masing negara
bagian memiliki kekuasaan ke dalam untuk mengatur mereka sendiri
dengan tidak melepaskan kontrol dari pemerintahan pusat, masing-masing
negara bagian dipimpin oleh seorang Gubernur (Governoor) yang dipilih
langsung secara demokratis oleh penduduk negara bagian. Konstitusi
Amerika Serikat article I (legislative) Section I (Legislative Power Vested)
“ All legislative powers herein granted shall be vested in a Congress of the
United States, which shall consist of a Senate and House of Representative
“. Konsep demokratisasi Amerika Serikat sebagaimana tertuang dalam
kutipan di atas melahirkan sistem perwakilan yang terdiri dari dua kamar
(bicameral) yang terdiri dari Senate (senat) sebagai majelis rendah (lower
house) dan House of Representative sebagai majelis tinggi (upper house).
Sistem bicameral Amerika Serikat merupakan hasil kompromi dari negara
bagian yang berpenduduk sedikit dengan negara bagian yang berpenduduk
banyak, setiap negara bagian diwakili sesuai jumlah penduduk. House of
Representative sebagai kamar pertama yang mewakili seluruh rakyat dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

setiap negara bagian diwakili sesuai jumlah penduduk sedangkan Senat


sebagai kamar kedua mewakili negara bagian yang didalamnya terdiri dari
senator-senator dari negara bagian dan disini setiap negara bagian diwakili
oleh dua orang senator tanpa membedakan jumlah penduduk dinegara
bagian. Apabila Senat dan House of Representative bergabung untuk
menyelenggarakan sidang maka berubah fungsi parlemen sebagai lembaga
perwakilan bernama Kongres (Congress).
Amerika Serikat sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan
presidensiil menempatkan presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Sesuai dengan pembagian kekuasaan yang diatur secara
eksplisit didalam United States of America’s Constitution, kekuasaan
yudikatif dipegang oleh Supreme Court yang bertindak sebagai puncak
pengadilan konvensional sekaligus pengadilan Judicial Review. Masing-
masing lembaga negara baik executive power, judicial power, dan
legislative power memiliki wewenang terpisah antara satu dengan yang
lainnya dalam mewujudkan checks and balances yang artinya saling
mengawasi sehingga tercipta keseimbangan kekuasaan. Dari penjelasan
mengenai keseimbangan kekuasaan negara itu diketengahkan batasan-
batasan lembaga negara dalam menjalankan wewenangnya. presiden
sebagai lembaga eksekutif negara memiliki otoritas menolak rancangan
peraturan perundang-undangan yang diusulkan oleh Senat dan House of
Representative, namun presiden tidak bisa mengintervensi kongres ketika
bersidang mengesahkan peraturan perundang-undangan. Dalam hal
tertentu, kongres dapat mengajukan judicial review atas tindakan presiden
yang melebihi batas kewenangannya kepada Supreme Court, bahkan
dimungkinkan adanya amandemen konstitusi apabila pelanggaran yang
dilakukan oleh lembaga negara belum terdapat yurisdiksi yang
mengaturnya.
b. Konsep Demokrasi Dalam Konstitusi Amerika Serikat.
Sistem pemerintahan Amerika Serikat sepanjang kemerdekaan yang
sudah melebihi 200 tahun itu berbentuk republik berdasarkan federasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

dengan konstitusi tertulis sebagaimana ditetapkan tanggal 17 September


1787 dan mulai berlaku kemudian secara efektif pada tanggal 4 Maret
1789 yang terdiri dari Preambule dan batang tubuh yang telah beberapa
kali diamandemen, konstitusi tersebut antara lain mengatur tentang
pengakuan dan jaminan tentang hak-hak dan kebebasan dasar manusia
sebagaimana tertuang dalam Konstitusi Amerika Serikat adalah sebagai
berikut (Munir Fuady, 2009:33-36):
1) Undang-undang tidak boleh mengatur tentang membatasi
perkembangan agama, larangan untuk menjalankan perintah agama,
membatasi kebebasan berbicara, membatasi kebebasan pers,
membatasi hak untuk berkumpul, membatasi hak rakyat untuk
mendapatkan ganti rugi dari pemerintah (Amandemen ke-1, tahun
1791);
2) Hak anggota masyarakat untuk memiliki senjata api tidak boleh
dibatasi (Amandemen ke-2, tahun 1791);
3) Di masa damai, tentara tidak boleh mendirikan pos di tempat-tempat
milik pribadi kecuali atas persetujuan dengan yang punya tempat.
Dalam masa perang, mendirikan pos di tempet-tempat milik pribadi
hanya sebatas yang telah diatur oleh undang-undang (Amandemen ke-
3, tahun 1791);
4) Hak rakyat untuk hidup secara aman terhadap pribadinya, kediaman,
dokumen dan surat-surat berharga, tidak boleh dilanggar dengan jalan
melakukan penggeledahan, penyitaan atau penangkapan secara tidak
rasional (Amandemen ke-4, tahun 1791);
5) Seseorang tidak boleh disuruh untuk menjawab pertanyaan penyidik
jika yang bersangkutan disangka telah melakukan kejahatan yang
mendapat perhatian publik atau kejahatan yang mendapatkan ancaman
hukuman mati jika tanpa kehadiran atau pemeriksaan oleh Grand Jury,
kecuali dalam kasus yang melibatkan militer dalam suasana perang dan
dalam kasus yang berbahaya bagi kepentingan umum. Berlaku prinsip
bahwa seseorang tidak dapat dituduh kedua kali terhadap kejahatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

yang sama. Seseorang tidak dapat dipaksa untuk menjadi saksi untuk
dirinya sendiri yang berhubungan dengan kejahatan yang diduga telah
dilakukannya. Seseorang tidak bisa digrogoti kehidupan, kemerdekaan
atau kepemilikan tanpa suatu proses hukum yang adil (due process of
law). Hak milik pribadi seseorang tidak boleh diambil untuk
kepentingan umum tanpa ganti rugi yang layak (just compensation).
(Amandemen ke-5, tahun 1791);
6) Hak-hak tersangka yang harus dipenuhi oleh pengadilan dalam proses
acara pidana yaitu Pertama, seorang tersangka harus dipenuhi haknya
untuk menjalani proses peradilan yang cepat dan terbuka untuk umum.
Kedua, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk diperiksa oleh
jury di tempat kejahatan yang disangka telah dilakukan. Ketiga,
seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk diinformasikan tentang
hakekat dari kejahatan yang disangka kepadanya. Keempat, seorang
tersangka harus dipenuhi haknya untuk dapat dikonfrontir dengan saksi
yang memberatkannya. Kelima, seorang tersangka harus dipenuhi
haknya untuk memperoleh suatu upaya paksa untuk membawa saksi
yang meringankannya. Keenam, seorang tersangka harus dipenuhi
haknya untuk mendapatkan pembelaan dari advokat dalam rangka
membela diri (self defense). (Amandemen ke-6, tahun 1791);
7) Hak tersangka untuk diperiksa oleh sistem peradilan jury untuk kasus-
kasus yang melibatkan uang lebih dari 20 $ US. Pemeriksaan oleh jury
ini tidak dapat diperiksa ulang lagi oleh pengadilan yang lain
(Amandemen ke-7, tahun 1791);
8) Besarnya uang denda dan besarnya uang jaminan untuk melepaskan
seorang tersangka tidak boleh berlebih-lebihan. Demikian juga
diberlakukan hukuman yang lazim. (Amandemen ke-8, tahun 1791);
9) Jaminan hak-hak tertentu bagi seorang warga tidak boleh melanggar
hak-hak masyarakat lainnya. (Amandemen ke-9, tahun 1791);
10) Kewenangan yang oleh konstitusi tidak diberikan kepada pemerintah
federal dan tidak dilarang untuk diberikan kepada negara bagian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

menjadi milik negara bagian atau masyarakat. (Amandemen ke-10,


tahun 1791);
11) Kerja paksa dan perbudakan dilarang, kecuali terhadap seseorang yang
telah dihukum pidana. (Amandemen ke-13, tahun 1865);
12) Semua orang yang lahir atau naturalisasi di USA menjadi warga
negara USA dan warga negara setempat. Tidak boleh ada aturan
hukum yang dapat menggrogoti hak-hak dan kekebalan (previleges
and immunities) dari warga negara. Tidak boleh menggrogoti
kehidupan, kemerdekaan, dan kepemilikan tanpa suatu proses hukum
yang adil. Tidak boleh menggrogoti pelaksanaan hak untuk dilindungi
secara sama oleh hukum (equal protection of the laws). (Amandemen
ke-14, tahun 1868);
13) Hak rakyat untuk memilih tidak dapat dihilangkan karena alasan yang
berkenaan dengan ras, warna kulit, atau kondisi perbudakan.
(Amandemen ke-15, tahun 1870);
14) Hak rakyat untuk memilih tidak dapat dihilangkan karena alasan jenis
kelamin (gender). (Amandemen ke-19, tahun 1920);
15) Hak rakyat untuk memilih atau dipilih sebagai presiden/wakil presiden
atau sebagai senator/representatif, tidak dapat dihilangkan karena
alasan yang bersangkutan telah lalai membayar pajak poll atau pajak
lainnya. (Amandemen ke-24, tahun 1964);
16) Setiap orang yang sudah berumur 18 tahun berhak untuk memilih
dalam pemilihan umum. (Amandemen ke-26, tahun 1971);
17) Persamaan hak menurut hukum tidak dapat digrogoti karena jenis
kelamin (gender). (Amandemen ke-27, diajukan tahun 1972);
18) Hak-hak istimewa dari Habeas Corpus tidak dapat digrogoti kecuali
jika dilakukan untuk kepentingan umum. (Pasal 1, bagian 9 dari
Konstitusi Negara Amerika Serikat);
19) Bill of attainder tidak boleh dijatuhkan lagi. (Pasal 1, bagian 9 dan 10
Konstitui Negara Amerika Serikat);

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

20) Undang-undang tidak boleh berlaku surut. (Pasal 1, bagian 9 dan 10


Konstitui Negara Amerika Serikat);
21) Tidak boleh ada hukum yang dapat membatasi kewajiban-kewajiban
berdasarkan kontrak. (Pasal 1, bagian 10 Konstitui Negara Amerika
Serikat);
22) Kecuali dalam kasus impeachment, semua kasus pidana harus
diperiksa oleh jury. (Pasal 3, bagian 2 dari Konstitui Negara Amerika
Serikat);
23) Tidak boleh ada tes yang bersifat agama yang boleh dilakukan sebagai
kualifikasi terhadap kantor-kantor pemerintahan atau jabatan politik.
(Pasal 6, angka 3 dari Konstitui Negara Amerika Serikat).
Melihat amandemen –amandemen di atas, maka menurut tradisi
Amerika Serikat, perubahan dilakukan terhadap materi tertentu dengan
menetapkan naskah amandemen yang terpisah dari naskah asli UUD dan
dalam tradisi Amandemen Konstitusi Amerika Serikat, materi yang
diubah biasanya selalu menyangkut satu ”issue” tertentu, bahkan
Amandemen I sampai dengan Amandemen X pada pokoknya
menyangkut ”issue” Hak Asasi Manusia.
6. Tinjauan Umum Mengenai Negara Hukum.
a. Pengertian Negara Hukum
Istilah Rule of law atau Rechtsstaat yang dalam bahasa Indonesia
diartikan bahwa negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum
(supremacy of law) dengan pemerintahan yang berdasarkan atas hukum
(government by law). Kekuasaan negara dan politik dalam negara hukum
jelas memiliki batasan-batasan untuk menghindari kesewenang-wenangan
dari pihak penguasa. Dengan kata lain , hukum memiliki peranan sangat
penting yang berada diatas kekuasaan negara dan politik (Munir Fuady,
2009 : 2) .
Melihat penjelasan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
negara hukum adalah suatu negara yang di dalam wilayahnya terdapat alat-
alat perlengkapan negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

dalam tindakan-tindakannya terhadap para warga negara dan dalam


hubungannya dengan warga negara tidak boleh sewenang-wenang,
melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku,
dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada
peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
b. Prinsip-Prinsip Negara Hukum
Konsep negara hukum atau Rule of law menurut A. V. Dicey memiliki
arti sebagai berikut:
1) Supremasi absolute ada pada hukum, bukan pada tindakan
kebijaksanaan atau prerogative penguasa;
2) Berlakunya prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law),
dimana semua orang harus tunduk kepada hukum dan tidak seorang
pun di atas hukum (above the law);
3) Konstitusi merupakan dasar dari segala hukum bagi negara yang
bersangkutan. Dalam hal ini, hukum yang berdasarkan konstitusi harus
melarang setiap pelanggaran terhadap hak dan kemerdekaan rakyat
(Munir Fuady, 2009 : 4).
Menurut Jimmly Assiddiqie terdapat 12 prinsip pokok negara hukum
dizaman modern sekarang ini. Kedua belas prinsip pokok tersebut
merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu negara
modern sehingga dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang
sebenarnya. Kedua belas prinsip pokok negara hukum tersebut antara lain
(Jimmly Asshiddiqie, 2006: 122-128):
1. Supremasi Hukum.
2. Persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law).
3. Asas Legalitas.
4. Pembatasan Kekuasaan.
5. Organ Eksekutif Independen.
6. Peradilan yang bebas dan tidak memihak (Independent and Impartiality).
7. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.
8. Peradilan Tata Negara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia.


10. Bersifat Demokratis.
11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara.
12. Adanya Transparasi dan kontrol sosial.
Secara garis besar ada 2 (dua) konsep negara hukum. Konsep yang
pertama adalah konsep negara hukum formal, konsep negara hukum formal
ini muncul bersamaan dengan negara ”modern” sekitar abad ke 18,
diketahui bahwa negara modern muncul sebagai sebuah konfigurasi
kekuasaan yang bersifat hegemonistik, artinya kekuasaan yang ada
sebelumnya ada di dalam masyarakat ditarik dan dimasukkan ke dalam
kekuasaan negara. Kemudian, negara dengan kekuasaan yang dimilikinya
itu membuat peraturan untuk melindungi hak-hak warganya. Karena itu,
dalam kehidupan masyarakat timbul kecemasan yang luar biasa sehingga
muncul lagi ebuah konsep negara hukum yang terkenal dengan
”Government of Law, Not of Men” atau konsep ” Rule of Law”. Tetapi di
dalam praktiknya kemudian, negara hukum seperti itu kurang bermanfaat,
sehingga munculah konsep negara hukum yang kedua, yaitu konsep negara
hukum substansial. Pada dasarnya konsep negara hukum substansial ini
adalah sebuah konsep negara hukum yang berintikan dan mencerminkan
keadilan dan kebenaran obyektif. Negara hukum substansial ini bertujuan
tidak saja melindungi masyarakat terhadap kekuasaan negara, tetapi aktif
meningkatkan martabat warga dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan
politik.
Dari sejumlah pandangan di atas, dapat dianalisis bahwa
konstitusionalisme merupakan pemikiran untuk menghendaki pembatasan
kekuasaan negara, terutama melalui konstitusi, yang berorientasi untuk
menentukan batas penggunaan kekuasaan politik.
7. Tinjauan Umum Mengenai Demokrasi
a. Arti Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang artinya
rakyat dan kratein yang artinya kekuasaan. Demokrasi dalam bahasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

Yunani tersebut ditafsirkan oleh R. Kranenburg yang maknanya adalah


pemerintahan oleh rakyat. Menurut Durverger, demokrasi itu termasuk cara
pemerintahan di mana golongan yang memerintah dan golongan yang
diperintah itu adalah sama dan tidak terpisah-pisah. Artinya suatu sistem
pemerintahan negara yang dalam pokoknya rakyat berhak sama untuk
memerintah dan juga untuk diperintah, (Ni’matul Huda, 2006: 242).
b. Negara Hukum yang Demokratis
Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para
filsuf dari zaman Yunani Kuno. Plato dalam bukunya ”the statesman” dan
”the law” menyatakan bahwa negara hukum merupakan bentuk paling baik
kedua guna mencegah kemerosotan kekuasaan. Konsep negara hukum
modern di Amerika Serikat masih menggunakan tradisi Anglo Saxon,
konsep negara hukum dikembangkan dengan sebutan ”The Rule of Law”
yang dipelopori oleh A. V. Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga
terkait dengan istilah nomokrasi yang berarti bahwa penemu dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara adalah hukum, (Jimmly Asshiddiqie,
2005:154-162) .
Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa
pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas
kewenangannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap
warga negaranya. Kekuasaan negara dibagi sedemikian rupa sehingga
penyalahgunaan dapat diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya
kepada beberapa orang atau badan yang tidak memusatkan kekuasaan
pemerintahan dalam satu tangan atau satu badan. Perumusan yuridis dari
prinsip ini dikenal dengan Rechtstaat dan Rule of Law (Negara Hukum).
(Miriam Budiharjo, 1991:52).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

B. Kerangka Pemikiran
Perbandingan Kekuasaan

Indonesia Amerika Serikat

Presiden

Kekuasaan

Persamaan/perbedaan

Kelebihan/kelemahan

Adopsi

Keterangan:
Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung berarti bahwa ia
merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami suatu obyek atau
masalah yang outentik ( Barda Nawawi 2002; 4). Dalam hal ini penulis tidak
secara langsung membandingkan hukum kedua negara yang menjadi obyek
penulisan yaitu negara Indonesia dan Amerika Serikat, tetapi penulis
membandingkan kekuasaan presiden dalam hal-hal yang penulis tetapkan sebagai
kriteria untuk membandingkan kekuasaan presiden kedua negara tersebut.
Amerika serikat sebagai negara yang pertama kali memperkenalkan jabatan
presiden kepada dunia, yaitu sewaktu revolusi Amerika yaitu George Washington
yang menjabat pada tanggal 30 April 1789 s/d 3 maret 1797. Menurut A. Hamid
S. Attamimi kata ”presiden” di Indonesia adalah gelar diganti kepala negara dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

kepala pemerintahan. Posisi presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan


otomatis di dapatkan presiden di negara yang menganut sistem pemerintahan
presidensial seperti Amerika Serikat dan Indonesia, (A. Hamid S. Attamimi, 1990
: 139-140).
Akan tetapi walaupun Indonesia dan Amerika serikat sama-sama menganut
sistem presidensial, tentu saja sistem presidensial antara Presiden Indonesia dan
Presiden Amerika Serikat. tentu saja ada persamaan dan juga perbedaan diantara
keduanya, hal ini dikarenakan adanya perbedaan hukum yang mengatur presiden
dikedua negara tersebut, terutama dalam hal kekuasaan yang dimiliki oleh masing
– masing presiden, hukum yang dimaksud ini di sini adalah kontitusi kedua
negara. Persamaan kekuasaan antara Presiden Indonesia dengan Presiden Amerika
Serikat antara lain dalam hal kekuasaan penyelenggaraan pemerintah, kekuasaan
dalam bidang ini baik Indonesia maupun Amerika Serikat sama – sama dipegang
oleh Presiden, di bidang peraturan perundang–undangan kedua presiden sama –
sama mempunyai kekuasaan untuk menolak rancanangan undang – undang yang
telah disetujui oleh parlemen.
Sedangkan perbedaan kekuasaan antara Presiden Indonesia dengan Presiden
Amerika Serikat antara lain, kekuasaan dalam bidang yudisial di Indonesia
presiden mempunyai kekuasaan memberikan grasi, amnesti, rehabilitasi, dan
Abolisi. Sementara itu Presiden Amerika Serikat hanya memiliki kekuasaan
memberi grasi dan pengesahan penangguhan penahanan. Kekuasaan dalam
hubungan dengan luar negeri perbedaannya antara lain presiden Indonesia
mempunyai kekuasaan untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain, sedangkan presiden amerika serikat tidak
mempunyai kekuasaan menyatakan perang dan membuat perdamaian.
Kelebihan sistem presidensial menurut Arend Lijphart adalah akan terjadi
strabilitas eksekutif yang didasarkan pada masa jabatan presiden. Pemilihan
kepala pemeritahan oleh rakyat dapat dipandang lebih demokratis dari pemilihan
tak langsung dari sistem palamenter. Sementara itu kelemahan sistem presidensial
menurut Arend lijphart adalah dalam sistem presidensial akan mudah terjadi
kemandekan dalam hubungan eksekutif dan legistatif, dalam sistem ini terjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

kekakuan temporal, hal ini terlihat dari masa jabatan presiden yang pasti
menguraikan periode-periode yang di batasi secara kaku dan tidak berkelanjutan
(Abdul Ghoffar, 2009: 51-53).
Melihat hal–hal yang telah diuraikan mengenai sistem presidensial di atas maka
dapat dilihat bahwa sistem presidensial yang dilaksanakan di Indonesia secara
garis besar menganut sistem presidensial yang ada di Amerika Serikat, karena
jabatan presiden pertama kali yang diakui oleh masyarakat Internasional adalah
Presiden Amerika Serikat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian hukum yang penulis lakukan mengenai perbandingan kekuasaan


Presiden Indonesia setelah amandemen UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden
Amerika Serikat. Dalam BAB III ini penulis akan menyajikan hasil penelitian
dan pembahasan yang akan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
Hasil penelitian yang penulis peroleh ketika melakukan penelitian, akan
penulis sajikan dalam sub bab hasil penelitian ini yang terdiri atas :
1. Persamaan dan perbedaan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah
amandemen UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat;
2. Kelebihan dan kekurangan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah
amandemen dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat.
Sebelum membahas kedua sub bab diatas, maka penulis akan menyajikan
terlebih dahulu kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan
kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat. Dalam pembahasan
ini bidang kekuasaan yang penulis bandingkan antara presiden kedua negara
adalah bidang eksekutif, bidang legislatif dan bidang yudisial. Kekuasaan-
kekuasaan yang dimiliki oleh presiden kedua negara antara lain: Setelah
melihat kedua sub bab diatas, penulis akan sajikan secara singkat sub bab
tersebut yaitu sebagai berikut:
A. Persamaan dan Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia
Setelah Amandemen UUD 1945 dengan Kekuasaan Presiden
Amerika Serikat
Sebelum menganalisis persamaan dan perbedaan kekuasaan yang
dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia dengan kekuasaan yang dimiliki
oleh Presiden Amerika Serikat, maka penulis akan sajikan terlebih dahulu
kekuasaan yang dimiliki oleh kedua presiden yaitu sebagai berikut:
a. Kekuasaan Presiden RI Setelah Amandemen UUD 1945
UUD 1945 sebelum perubahan memberikan kekuasaan yang sangat
besar kepada Presiden RI. Besarnya kekuasaan tersebut dalam praktinya
commit to user

38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

ternyata disalahgunakan sehingga menimbulkan pemerintahan otoriter,


sentralistis, tertutup dan penuh dengan KKN, baik pada masa Presiden
Soekarno maupun pada masa Presiden Soeharto. Kenyataan seperti
itulah yang banyak menimbulkan banyak tuntutan agar UUD 1945
dilakukan perubahan, tuntutan tersebut semakin mengurucut ketika
Presiden Soeharto turun dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998
akibat krisis ekonomi tahun 1997 dan adanya gelombang unjuk rasa
dari berbagai kelompok masyarakat dan mahasiswa.
Tuntutan dari berbagai elemen masyarakat tersebut direspons oleh
MPR. Pada sidang istimewa tahun 1998, MPR mengeluarkan 3
Ketetapan MPR yaitu Ketetapan MPR No VIII/MPR/1998 tentang
pencabutan Ketetapan MPR No IV/MPR/1983 tentang referendum,
Ketetapan MPR No XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan
Presiden dan Wakil Presiden RI, dan Ketetapan MPR No
XVII/MPR/1998 tentang HAM. Setelah terbitnya ketiga ketetapan
tersebut, kehendak dan kesepakatan untuk melakukan perubahan UUD
1945 semakin kuat di kalangan masyarakat dan kekuatan sosial politik
dan akhirnya MPR melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebanyak
empat kali.
Khusus mengenai ketentuan yang berkaitan dengan presiden, MPR
melakukan perubahan sebanyak tiga kali yaitu pada tahun 1999, 2001
dan 2002. Pada tahun 1999 terdapat sembilan pasal yang berhasil
diubah oleh MPR dan semuanya berkaitan dengan presiden yaitu; Pasal
5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 13 Ayat (2) dan
(3), Pasal 14 Ayat (1) dan (2), Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal
20 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), dan Pasal 21. Pada tahun 2001
pasal-pasal yang berhasil diubah MPR yaitu; Pasal 6, Pasal 6A, Pasal
7B, Pasal 7C, Pasal 8, Pasal 11 dan Pasal 17. Sementara pada tahun
2002 MPR melakukan perubahan pasal yaitu; Pasal 6A Ayat (4), Pasal
8 Ayat (3), Pasal 11 Ayat (1), dan pasal 16.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

Setelah terjadi perubahan terhadap pasal-pasal yang berkaitan


dengan presiden dalam UUD 1945 seperti diatas maka kekuasaan yang
dimiliki oleh presiden antara lain:
a. Kekuasaan di Bidang Eksekutif.
Menurut pasal 4 Ayat (1) UUD 1945 baik sebelum maupun
setelah amandemen, Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar, pasal 4
Ayat (1) UUD 1945 ini menjadi dasar presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan.
Dalam bidang pemerintahan menurut Bagir Manan ditinjau dari
teori pembagian kekuasaan, yang dimaksud kekuasaan
pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan
eksekutif, penyelenggaraan yang dilaksanakan presiden dapat
dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang
bersifat umum dan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang
bersifat khusus.
Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum
adalah kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara.Presiden
adalah pimpinan tertinggi penyelenggaraan administrasi negara,
tugas-tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan administrasi
negara tersebut antara lain:
1) Tugas dan wewenang administrasi di bidang keamanan dan
ketertiban umum;
2) Tugas dan wewenang menyelenggarakan tata usaha
pemerintahan mulai dari surat-menyurat sampai dengan
dokumentasi;
3) Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang pelayanan
umum;
4) Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang
penyelenggaraan kesejahteraan umum (Bagir Manan, 2003: 122-
123).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

Sedangkan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang


bersifat khusus adalah penyelenggaraan tugas dan wewenang
pemerintahan secara konstitusional berada ditangan presiden yang
memiliki sifat prerogatif (di bidang pemerintahan), yaitu presiden
sebagai pimpinan tertinggi angkatan bersenjata, dalam hubungan
dengan luar negeri dan hak memberi gelar dan tanda jasa. Meskipun
kekuasaan tersebut bersifat prerogatif, tetapi karena berada dalam
lingkungan pemerintahan maka menjadi bagian dari objek
administrasi negara (Bagir Manan, 2003: 127-128).
b. Kekuasaan di Bidang Legislasi.
Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan
presiden memegang kekuasaan untuk membentuk UU dengan
persetujuan DPR. Namun setelah perubahan, kekuasaan membentuk
UU dipegang oleh DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Ayat
(1) UUD 1945 setelah perubahan menyatakan ”DPR membentuk
UU.” Meskipun begitu, presiden tetap mempunyai hak untuk
mengajukan RUU kepada DPR (pasal 5 Ayat (1) UUD 1945).
Kekuasaan lain yang dimiliki presiden terdapat di dalam Pasal 22
Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan ”Dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti UU.”
Dengan adanya perubahan kekuasaan pembentukan undang-
undang yang semula dimiliki oleh presiden berganti menjadi milik
DPR berdasarkan amandemen UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945 terutama pasal 5 ayat (1) maka yang disebut lembaga
eksekutif adalah Presiden sedangkan lembaga legislatif adalah DPR
( Jimly Asshiddiqie.2006:17).
c. Kekuasaan di Bidang Yudisial
Menurut ketentuan di dalam Pasal 14 UUD 1945 sebelum
perubahan, presiden mempunyai kewenangan untuk memberi grasi,
amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Namun setelah terjadi perubahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

UUD 1945 ketentuan tersebut sedikit mengalami perubahan, yaitu


dalam hal memberi grasi dan rehabilitasi presiden memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung (MA) dan dalam hal memberikan
abolisi dan amnesti presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat DPR).
Dalam hal perlunya presiden memperoleh pertimbangan dari
MA untuk memberikan grasi dan rehabilitasi, serta pertimbangan
DPR dalam hal memberikan amnesti dan abolisi sebagaimana yang
tercantum di dalam Pasal 14 UUD 1945 setelah perubahan, menurut
Bagir Manan untuk grasi pertimbangan MA diperlukan karena grasi
menyangkut putusan hakim, tetapi kalau rehabilitasi tidak selalu
terkait dengan putusan hakim. Sementara mengenai amnesti dan
abolisi yang memerlukan pertimbangan DPR, menurut Bagir Manan
dalam pandangan yang lazim berlaku grasi, amnesti, abolisi dan
rehabilitasi dipandang sebagai kekuasaan konstitusional presiden di
bidang yudisial, karena itu senantiasa dikaitkan dengan MA, kalau
dikaitkan dengan DPR menunjukkan adanya unsur politik dalam
pemberian amnesti dan abolisi, tentu saja hal itu kurang sesuai
dengan sifat kekuasaan presiden yaitu kekuasaan presiden di bidang
yudisial. Selain itu, pemberian amnesti dan abolisi tidak selalu
terkait dengan pidana politik, sehingga kalau pun diperlukan
pertimbangan cukup dari MA, hal ini karena DPR adalah badan
politik sedangkan yang diperlukan adalah pertimbangan hukum
(Bagir Manan, 2003:164-165).
b. Kekuasaan Presiden Amerika Serikat
Setelah melihat kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia di
atas, maka sekarang penulis akan memperlihatkan kekuasaan yang
dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat, hal ini perlu karena untuk
mengetahui kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat dan
untuk membandingkan kekuasaan Presiden Indonesia dengan Presiden

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

Amerika Serikat. Kekuasaan-kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden


Amerika Serikat, menurut konstitusi Amerika Serikat antara lain:
a. Kekuasaan di Bidang Eksekutif
Konstitusi Amerika Serikat secara tegas mengatakan bahwa
presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi. Dalam
menjalankan kekuasaan tersebut, presiden dibantu oleh wakil
presiden. Kekuasaan Presiden Amerika secara tegas diatur di dalam
Pasal 2 Angka1 Konstitusi Amerika yang biasa disebut “The
Executive Article.”
Dalam jajaran eksekutif sendiri, Presiden Amerika Serikat
memiliki kekuasaan yang luas untuk mengatur masalah-masalah
nasional dan menjaga jalannya pemerintahan federal. Presiden bisa
mengeluarkan ketetapan-ketetapan, maupun peraturan dan instruksi
yang seluruhnya disebut perintah eksekutif (executive orders),
perintah semacam ini tidak memerlukan persetujuan Kongres,
namun memiliki kekuatan hukum yang mengikat atas perwakilan
federal.
b. Kekuasaan di Bidang Legislatif
Meski dalam ketentuan konstitusional seluruh kekuasaan
legislatif dipegang oleh kongres, presiden sebagai penentu utama
kebijakan publik memiliki peran legislatif yang besar. Presiden
dapat memveto rancangan undang-undang yang diajukan oleh
kongres, dan rancangan tersebut hanya akan dapat disahkan menjadi
undang-undang bila dua pertiga anggota majelis setuju untuk
menolak veto tersebut (Pasal 1 Bagian 7 Angka 2) .
Selama ini banyak perundang-undangan yang ditangani oleh
kongres didaftarkan atas inisiatif dari pihak eksekutif. Bahkan dalam
pidato tahunan dan pidato khusus presiden, presiden dapat
mengajukan perundangan yang dianggap perlu. Jika kemudian
kongres menunda dengan tanpa memproses proposal tersebut,
presiden mempunyai kekuasaan untuk mengadakan sesi khusus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

Akan tetapi diluar tugas resminya ini, presiden sebagai ketua partai
politik dan kepala pemerintahan di Amerika Serikat mempunyai
posisi untuk mempengaruhi opini publik dan oleh karena itu dapat
mempengaruhi jalannya proses perundangan di kongres.
c. Kekuasaan di Bidang Yudisial
Konstitusi Amerika Serikat dengan jelas memberikan
kekuasaan kepada presiden untuk melakukan penunjukan para
pejabat publik yang penting, termasuk hakim federal dan anggota
Mahkamah Agung dan untuk melakukan penunjukan tersebut harus
mendapat persetujuan dari senat. Selain itu, presiden juga dapat
memberikan ampunan penuh atau bersyarat kepada siapa pun yang
melanggar hukum federal, kecuali dalam kasus impeachment. Kuasa
pengampunan ini termasuk juga mengurangi masa tahanan dan
mengurangi denda (pasal 2 bagian 2 angka 1).
Setelah melihat kedua sub bab diatas, penulis akan sajikan secara
singkat sub bab tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Persamaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan
Kekuasaan Presiden Amerika Serikat.
Persamaan kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan
kekuasaan Presiden Amerika Serikat dalam beberapa bidang antara lain:
a. Kekuasaan di Bidang Eksekutif
Kekuasaan ini adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan atau
menjalankan roda pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan tersebut
dipegang oleh Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1)
UUD 1945 yaitu Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UUD 1945. Sementara itu di Amerika
Serikat, kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan juga dipegang
oleh presiden, hal ini sebagaimana tercantum dalam pasal 2 angka 1
konstitusi Amerika Serikat yaitu kekuasaan eksekutif harus tunduk
kepada Presiden Amerika Serikat, kekuasaan tersebut
diselenggarakan tugasnya oleh presiden dan wakil presiden selama 4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

tahun. Dari sini terlihat jelas persamaan kekuasaan dalam hal


penyelenggaraan pemerintahan diantara kedua Presiden tersebut;
b. Kekuasaan di Bidang Legislasi.
Di Indonesia, presiden mempunyai kekuasaan untuk mengajukan
Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR (pasal 5 UUD
1945) dan dalam hal rancangan undang-undang tentang pendapatan
dan belanja negara, presiden adalah satu-satunya lembaga negara
yang mempunyai kewenangan untuk mengajukan rancangannya.
Selain mempunyai kewenangan untuk mengajukan RUU, Presiden
juga mempunyai kekuasaan untuk membahas rancangan tersebut
bersama DPR untuk memperoleh persetujuan bersama, serta
mengesahkan RUU yang sudah mendapatkan persetujuan bersama
tersebut menjadi undang-undang. Presiden Republik Indonesia juga
mempunyai kekuasaan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah (PP)
untuk melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya dan
dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa presiden menetapkan
PP sebagai pengganti UU. Sedangkan di Amerika Serikat, Presiden
mempunyai kekuasaan untuk memveto RUU yang disetujui oleh
kongres, dan rancangan tersebut hanya akan dapat disahkan menjadi
UU apabila duapertiga anggota majelis (kongres) setuju untuk
menolak veto tersebut (pasal 1 bagian 7 angka 2). Dari sini terlihat
adanya sedikit persamaan kekuasaan dalam bidang peraturan
perundang-undangan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dengan
Presiden Amerika Serikat, yaitu sama-sama bisa menolak RUU yang
telah disetujui oleh parlemen, tetapi penolakan tersebut dengan
mekanisme yang berbeda;
c. Kekuasaan di Bidang Yudisial.
Di Indonesia, presiden mempunyai kekuasaan untuk memberikan
grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi (pasal 14 UUD 1945). Dalam
hal memberikan grasi dan rehabilitasi, Presiden memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung (MA), sedangkan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

memberikan amnesti dan abolisi Presiden memperhatikan


pertimbangan DPR. Sementara itu di Amerika Serikat, Presiden
mempunyai kekuasaan untuk mengesahkan penangguhan penahanan
dan memberikan pengampunan penuh atau bersyarat kepada
siapapun yang melanggar hukum Amerika, termasuk mengurangi
masa tahanan dan denda, hak untuk memberikan ampunan tersebut
tidak berlaku dalam kasus impeachment. (pasal 2 bagian 2 angka 1).
Di sini bisa diketahui bahwa antara Presiden Republik Indonesia dan
Presiden Amerika Serikat sama-sama mempunyai kekuasaan untuk
memberikan grasi;
Selanjutnya untuk lebih memudahkan untuk memahami
perbandingan kekuasaan antara Presiden Indonesia dengan
kekuasaan Presiden Amerika Serikat tersebut, berikut akan disajikan
tabel yang di dalamnya berisi persamaan dan perbedaan kekuasaan
Presiden kedua negara tersebut.
Tabel 3.1
Persamaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan
Kekuasaan Presiden Amerika Serikat
No Kekuasaan Yang Presiden Republik Presiden Amerika
Dibandingkan Indonesia Serikat
1 Kekuasaan di Bidang Presiden memegang Presiden memegang
Eksekutif kekuasaan di bidang kekuasaan di bidang
pemerintahan (pasal 4 pemerintahan (pasal 2
ayat (1)UUD 1945) angka 1 Konstitusi
Amerika Serikat)
2 Kekuasaan di Bidang Presiden memiliki Presiden memiliki
Legislatif kekuasaan untuk kekuasaan untuk
menolak RUU yang menolak RUU yang
telah disetujui oleh telah disetujui oleh
DPR Parlemen (pasal 1

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

bagian 7 angka 2)
3 Kekuasaan di Bidang Presiden mempunyai Presiden mempunyai
Yudisial kekuasaan untuk kekuasaan untuk
memberikan grasi memberikan grasi
(pasal 14 UUD 1945 ) (pasal 2 bagian 2 angka
1 Konstitusi Amerika
Serikat)
Sumber: Abdul Ghoffar, S.Pd., S.H., M.H

2. Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan


Kekuasaan Presiden Amerika Serikat
Perbedaan kekuasaan antara Presiden Republik Indonesia dengan
kekuasaan Presiden Amerika Serikat antara lain:
a. Kekuasaan di Bidang Eksekutif
Kekuasaan di bidang penyelenggaraan pemerintahan yang
dimiliki Presiden Republik Indonesia dan Presiden Amerika Serikat
hampir tidak ada perbedaan sama sekali, hal ini dikarenakan sistem
pemerintahan yang dipakai oleh kedua negara tersebut adalah sama
yaitu sistem pemerintahan presidensial. Perbedaan yang muncul
adalah ruang lingkup (praktek) dari kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan tersebut. Di Indonesia, karena bentuk negaranya
adalah negara kesatuan maka kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan yang dimiliki oleh presiden menjangkau sampai
keseluruh daerah di Indonesia. Hal tersebut tidak terjadi di Amerika
Serikat dimana negaranya berbentuk federal, di sana presiden hanya
berwenang menjalankan roda pemerintahan di negara federal,
sementara itu di negara bagian adalah wewenang mutlak dari
gubernur-gubernur negara bagian tersebut;
b. Kekuasaan di Bidang Legislatif
Kekuasaan di bidang peraturan perundang-undangan yang
dimliki oleh Presiden Indonesia dengan kekuasaan dibidang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

peraturan perundang-undangan yang dimliki oleh Presiden Amerika


Serikat terdapat banyak perbedaan. Di Indonesia, presiden
mempunyai kekuasaan untuk mengajukan RUU kepada DPR dan
dalam hal RUU tentang anggaran dan pendapatan negara, presiden
adalah satu-satunya lembaga negara yang mempunyai kewenangan
untuk mengajukan RUU tersebut (DPR dan DPD tidak berhak).
Selain itu Presiden mempunyai kewenangan untuk membahas
rancangan tersebut dengan DPR untuk memperoleh persetujuan
bersama, serta mengesahkan RUU yang sudah mendapatkan
persetujuan bersama tersebut menjadi UU, Presiden Indonesia juga
memiliki kekuasaan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah (PP)
untuk melaksanakan UU sebagaimana mestinya dan hal ihwal
kegentingan yang memaksa presiden menetapkan PP sebagai
pengganti UU (Perpu). Sementara itu di Amerika Serikat, meskipun
dalam prakteknya berwenang mengajukan RUU kepada kongres,
tetapi hal itu tidak diatur didalam konstitusinya. Selain itu, Presiden
Amerika Serikat tidak berwenang melakukan pembahasan terhadap
rancangan tersebut untuk memperoleh persetujuan bersama dengan
kongres. Presiden hanya mempunyai hak veto terhadap RUU yang
telah disetujui oleh kongres, namun hak tersebut tidak berlaku jika
duapertiga dari anggota kongres menolak hak veto tersebut. Selain
itu, konstitusi Amerika Serikat juga tidak mengatur mengenai
kekuasaan presiden untuk mengajukan RUU tentang anggaran dan
pendapatan belanja negara sebagaimana yang dimiliki oleh Presiden
Indonesia. Selain itu, kekuasaan Presiden Indonesia untuk
menetapkan peraturan pemerintah dan peraturan perundang-
undangan tidak dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat. Memang
dalam praktiknya, Presiden Amerika Serikat mempunyai kekuasaan
untuk mengeluarkan ketetapan-ketetapan berbagai peraturan dan
interuksi yang seluruhnya disebut executive order. Namun,
kekuasaan tersebut tidak tertulis di dalam konstitusi Amerika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

Serikat, tidak seperti konstitusi Indonesia yang secara tegas


mencantumkan hal tersebut;
c. Kekuasaan di Bidang Yudisial.
Di Indonesia presiden mempunyai kekuasaan untuk memberikan
grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Dalam hal memberikan grasi
dan rehabilitasi, Presiden memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung (MA), sedangkan dalam memberikan amnesti dan abolisi
presiden memperhatikan pertimbangan DPR Sementara itu di
Amerika Serikat, presiden mempunyai kekuasaan untuk
mengesahkan penangguhan penahanan dan memberikan
pengampunan penuh atau bersyarat kepada siapapun yang melanggar
hukum Amerika, termasuk mengurangi masa tahanan dan denda, hak
untuk memberikan ampunan tersebut tidak berlaku dalam kasus
impeachment. Dari sini terlihat beberapa perbedaan:
• Di Indonesia dalam memberikan grasi dan rehabilitasi presiden
memerlukan pertimbangan MA dan dalam hal memberikan
amnesti dan abolisi Presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
Sedangkan di Amerika Serikat presiden tidak memerlukan
pertimbangan-pertimbangan tersebut, presiden dengan sesuka hati
bisa menggunakan kekuasaannya tersebut tanpa terlebih dahulu
meminta pertimbangan dari lembaga negara lainnya;
• Jika di Amerika Serikat kekuasaan untuk mengesahkan
penangguhan penahanan, memberikan pengampunan penuh atau
bersyarat kepada siapapun yang melanggar hukum AS termasuk
mengurangi masa tahanan dan denda tidak berlaku dalam kasus
impeachment, maka hal itu di Indonesia tidak terjadi, artinya
secara konstitusional kekuasaan tersebut bisa digunakan dalam
keadaan dan kondisi apapun termasuk impeachment;
• Presiden Amerika Serikat hanya memiliki kekuasaan grasi dan
pengesahan penangguhan penahanan. Sementara itu Presiden
Indonesia selain mempunyai kekuasaan untuk memberikan grasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

juga mempunyai kekuasaan memberikan amnesti, abolisi dan


rehabilitasi. Namun kekuasaan untuk memberikan penagguhan
penahanan secara konstitusional tidak dimiliki, karena kekuasaan
tersebut sesuai dengan KUHAP yang diberikan kepada penyidik,
penuntut dan hakim yang menyidangkan perkara tersebut.
Tabel 3.2
Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan
Kekuasaan Presiden Amerika Serikat
No Kekuasaan Yang Presiden Republik Presiden Amerika
Dibandingkan Indonesia Serikat
1 Kekuasaan di Bidang Presiden memegang Presiden memegang
Eksekutif kekuasaan di bidang kekuasaan di bidang
pemerintahan (pasal 4 pemerintahan (pasal 2
ayat (1) UUD 1945). angka 1 Konstitusi
Ruang lingkup Amerika Serikat).
kekuasaan presiden Ruang lingkup
menjangkau keseluruh kekuasaan presiden
wilayah Indonesia hanya berwenang
menjalankan roda
pemerintahan di negara
federal, sementara itu
di negara bagian adalah
wewenang mutlak dari
gubernur-gubernur
negara bagian tersebut;

2 Kekuasaan di Bidang presiden mempunyai Presiden mempunyai


Legislatif kekuasaan untuk hak veto terhadap RUU
mengajukan RUU yang telah disetujui
kepada DPR (pasal 5 oleh kongres (pasal 1

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

ayat (1) UUD 1945), bagian 7 angka 2)


Presiden Indonesia juga
memiliki kekuasaan
untuk menetapkan
Peraturan Pemerintah
(PP) untuk
melaksanakan UU
(pasal 5 ayat (2) UUD
1945)
3 Kekuasaan di Bidang Presiden mempunyai Presiden mempunyai
Yudisial kekuasaan untuk kekuasaan untuk
memberikan grasi dsn memberikan grasi
rehabilitasi dengan (pasal 2 bagian 2 angka
memperhatikan 1 Konstitusi Amerika
pertimbangan Serikat)
Mahkamah Agung
(pasal 14 Ayat (1)
UUD 1945 ) dan
memberi amnesti dan
abolisi dengan
memperhatikan
pertimbangan DPR
(pasal 14 Ayat (2)
UUD 1945 )
Sumber: Abdul Ghoffar, S.Pd., S.H., M.H
B. Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia
Setelah Amandemen UUD 1945 dengan Kekuasaan Presiden Amerika
Serikat
Setelah mengetahui persamaan dan perbedaan kekuasaan presiden
yang dimliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat yang
telah diuraikan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan kelebihan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

kekurangan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah amandemen


UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat di dalam bidang
eksekutif, legislatif, dan yudisial.
Selanjutnya untuk lebih memudahkan untuk memahami kelebihan
dan kekurangan kekuasaan presiden antara Presiden Indonesia dengan
kekuasaan Presiden Amerika tersebut, berikut akan disajikan tabel yang di
dalamnya berisi perbandingan kekuasaan presiden yang dimiliki oleh
presiden kedua negara tersebut.
Tabel 3.3
Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Indonesia
dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat

No Kekuasaan yang Presiden Republik Presiden Amerika


Dibandingkan Indonesia Serikat
1. Kekuasaan di bidang Presiden memegang Presiden memegang
Eksekutif kekuasaan pemerintahan kekuasaan eksekutif.
menurut UUD
2. Kekuasaan di Bidang Presiden mempunyai Presiden mempunyai
Legislatif kekuasaan untuk kekuasaan untuk
mengajukan RUU, memveto RUU yang
membahas bersama DPR, disetujui Kongres
dan mengesahkan RUU kurang dari 2/3
yang telah mendapatkan anggotanya.
persetujuan bersama. Jika
dalam waktu 30 hari RUU
yang telah mendapatkan
persetujuan bersama tidak
disahkan oleh presiden,
maka RUU tersebut sah
menjadi undang-undang.
Khusus mengenai RUU
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

APBN, hanya presiden


yang mempunyai
kekuasaan mengajukan
RUU tersebut (DPR dan
DPD tidak bisa). Selain
itu, presiden mempunyai
kekuasaan untuk
menetapkan peraturan
pemerintah, dan dalam
hal ihwal kegentingan
yang memaksa presiden
mempunyai kekuasaan
untuk menetapkan perpu
tersebut harus dicabut jika
DPR menolaknya.

3. Kekuasaan di Bidang Presiden memberi grasi Presiden mempunyai


Yudisial dan rehabilitasi dengan kekuasaan untuk
memperhatikan mengesahkan
pertimbangan Mahkamah penangguhan hukuman
Agung. Presiden juga dan pengampunan bagi
mempunyai kekuasaan pelanggar hukum
memberi amnesti dan terhadap Amerika
abolisi dengan Serikat, kecuali dalam
memperhatikan hal impeachment.
pertimbangan DPR
Sumber: Abdul Ghoffar, S.Pd., S.H., M.H
Setelah melihat kekuasaan-kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden
Republik Indonesia dan Presiden Amerika di atas maka penulis dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan kekuasaan yang dimiliki oleh
Presiden Republik Indonesia maupun kekuasaan yang dimiliki oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

Presiden Amerika Serikat, dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan


tersebut, penulis juga akan dapat membandingkan kekuasaan yang dimiliki
oleh kedua presiden tersebut.
Dari uraian dan tabel diatas yang membahas mengenai perbandingan
kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan kekuasaan Presiden
Amerika Serikat sekiranya sudah jelas kekuasaan yang dimiliki oleh kedua
presiden, baik kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia
maupun kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat hampir
sama. Menurut penulis, persamaan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden
Indonesia dan Presiden Amerika Serikat adalah karena kedua negara
menganut sistem pemerintahan yang sama yaitu sistem pemerintahan
presidensial.
Sedangkan yang membedakan kekuasaan yang dimiliki oleh kedua
presiden negara tersebut menurut penulis adalah dikarenakan kedua
negara tersebut berbeda bentuk negaranya dimana Indonesia adalah negara
berbentuk kesatuan, dimana didalam negara yang berbentuk kesatuan yang
berkuasa adalah pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah.
Sedangkan Amerika Serikat adalah negara berbentuk federal, menurut
Soehino negara federal adalah negara yang tersusun dari beberapa negara
yang semula berdiri sendiri-sendiri, kemudian negara-negara tersebut
mengadakan kerja sama yang efektif, akan tetapi meskipun sudah melebur
dalam suatu negara konfederasi, negara-negara tersebut masih mempunyai
wewenang-wewenang tertentu yang masih diurus sendiri, tidak semua
wewenangnya diberikan kepada negara federal (Soehino, 1980:225).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis uraikan pada
bab III, maka dalam penelitian dan penulisan hukum ini yang berjudul
”Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang
Dasar 1945 dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat” penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut:
a. Setelah melihat tiga kekuasaan presiden yang dijadikan perbandingan
kekuasaan antara Presiden Republik Indonesia dengan Presiden Amerika
Serikat yaitu kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan di bidang
legislatif, dan kekuasaan di bidang yudisial. Walaupun Presiden Amerika
Serikat mempunyai kekuasaan yang hampir sama dengan kekuasaan Presiden
Indonesia, akan tetapi kekuasaan yang dimiliki Presiden Amerika Serikat itu
tidak semuanya diatur didalam konstitusi. Hal ini tentu saja berbeda dengan
kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia, dimana seluruh kekuasaan
presiden Indonesia tercantum didalam UUD 1945.
b. Presiden Amerika Serikat hanya memiliki kekuasaan grasi dan pengesahan
penangguhan penahanan. Sementara itu Presiden Indonesia selain mempunyai
kekuasaan untuk memberikan grasi juga mempunyai kekuasaan memberikan
amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Namun kekuasaan untuk memberikan
penagguhan penahanan secara konstitusional tidak dimiliki, karena kekuasaan
tersebut sesuai dengan KUHAP yang diberikan kepada penyidik, penuntut
dan hakim yang menyidangkan perkara tersebut.

B. Saran
Kepala negara dan/atau kepala pemerintahan dalam sebuah negara memegang
peranan yang sangat penting, untuk itu diperlukan posisi yang kuat dalam
menjalankan tugas-tugasnya. Akan tetapi, jika kekuasaan tersebut tidak diimbangi
dengan mekanisme checks and balances , akan berubah menjadi petaka. Sejarah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

membuktikan di Indonesia, pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno dan


Presiden Soeharto, kedua pemimpin tersebut akhirnya menjadi pemimpin otoriter
karena UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar. Sedangkan di
Amerika Serikat, sebagai salah satu negara yang konstitusinya tidak memberikan
kekuasaan yang besar kepada pemimpinnya, sebagai konsekuensi dianutnya
mekanisme check and balances yang ketat antar lembaga negara ternyata menjadi
negara maju.
Untuk itu, perubahan UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR pada tahun 1999-
2002 adalah langkah yang tepat agar tidak muncul lagi pemimpin-pemimpin
otoriter seperti masa lalu. Melihat kekuasaan Presiden Indonesia dan kekuasaan
Presiden Amerika Serikat yang dibandingkan di atas, maka sudah jelas kekuasaan
yang dimiliki oleh Presiden Indonesia sudah cukup besar jika dibandingkan
dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat. Kekuasaan
presiden sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 hasil amandemen sudah
proporsional sehingga diharapkan proses checks and balances antarlembaga
negara terwujud.
Menurut penulis, saat ini yang seharusnya diubah atau dibenahi bukan UUD-
nya, melainkan peraturan pelaksana dari UUD tersebut. Misalnya UU, sekarang
ini banyak UU yang ”mengambilalih” kekuasaan eksekutif untuk diberikan
kepada DPR. Misalnya dalam hal pengangkatan Panglima TNI dan Kapolri yang
membutuhkan persetujuan DPR, ketentuan seperti itu tidak diatur di dalam UUD
1945 melainkan di dalam UU, padahal jabatan-jabatan tersebut adalah murni
wilayah eksekutif. Setelah melihat hal-hal tersebut, maka menurut penulis selain
membenahi UU yang bermasalah, perlu dipikirkan juga membuat UU yang
mengatur hubungan antar lembaga negara, UU seperti itu penting untuk dibuat
agar tidak terkesan lembaga-lembaga negara tertentu menzalimi lembaga negara
lainnya. Selain itu perlu ada reformasi dari kelembagaan negara supaya checks
and balances antarlembaga negara terwujud.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Abdul Ghoffar. 2009. Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia setelah
Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju. Jakarta: Predana
Media Group.
Abraham Amos. 2005. Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Bagir Manan. 2006. Lembaga Kepresidenan. Yogyakarta: UII Press
__________dan Kuntana Magnar. 1993. Beberapa Masalah Hukum Tata Negara
Indonesia. Bandung: Alumni.
Bisri Mustofa. 2009. Pedoman Menulis Proposal Skripsi dan Tesis. Yogyakarta:
Panji Pustaka.
Chairul Anwar. 2001. Konstitusi dan Kelembagaan Negara. Jakarta: CV.
Novindo Pustaka Mandiri.
Cholid Nurbuko dan Abu Achmadi. 1999. Metodologi Penelitian. Jakarta. PT
Bumi Aksara.
Dahlan Thaib. 1988. Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945.
Yogyakarta: Liberty.
Henny Saida Flora Taringan.1996. Perbandingan Sistem pemerintahan
Presidensial di Indonesia dan Amerika Serikat. Medan: Medika Unika
Santo Thomas.
HB. Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta. UNS Press.
Jimly Asshiddiqie. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata negara (Jilid I). Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.
Mahmuzar. 2010. Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945 Sebelum
dan Sesudah Amandemen. Bandung: Nusa Media.
Marid. S.W. Sumardjono. 2001. Pedoman Pembuatan Usulan penelitian (Sebuah
Panduan dasar). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Masri Maris. 2004. Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat. Jakarta: Biro
Program Informasi Internasional Departemen Luar Negeri.
Maswadi Rauf dkk. 2009. Sistem Presidensial dan sosok presidensial ideal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moh. Mahmud MD. 2000. Dasar dan Struktur ketatanegaraan Indonesia (Edisi
Revisi). Jakarta: Renika Cipta.
Mohammad Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Muhammad Ridwan Indra. 1987. Kedudukan lembaga-lembaga negara dan hak
menguji menurut UUD 1945. Jakarta: Sinar grafika.
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ni’matul Huda. 2003. Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian Terhadap
Dinamika Perybahan UUD 1945. Yogyakarta: FH UII Press.
Saldi Isra. 2010. Fungsi Legislasi Menguatnya Model Legislasi Parlementer
dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sjahran Basah. 1994. Hukum Tata Negara Perbandingan. Bandung: Alumni.
Tatang M. Amirin. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: CV Rajawali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

Taufik Asi Susilo. 2009. Mnegenal Amerika Serikat. Yogyakarta: Garasi.

Makalah :
Harris Fadillah Wildan. 2010. Analisis Konstitusional Pengaturan Impeachment
Presiden dan Wakil Presiden antara Republik Indonesia dengan Amerika
Serikat dalam mewujudkan demokrasi”. Makalah disampaikan pada
seminar profesi, pada bulan April di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta (Makalah).
Jurnal:
Jimly Asshiddiqie .2006. Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Perspektif
Perubahan UUD 1945. Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Hukum dan HAM.
Taufiqurrahman Syahuri. 2004. Hukum Konstitusi, Proses dan Prosedur
Perubahan UUD 1945. Bogor. Ghalia Indonesia.
http://id.wikipedia.org /Kepala Negara. diakses 6 April 2011.

Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen
Konstitusi Amerika Serikat

Internet :
http://wikisource.org/wiki/konstitusi amerika serikat. diakses 13 Oktober 2010

commit to user

Das könnte Ihnen auch gefallen