Sie sind auf Seite 1von 5

AL-QUR’AN DAN PERWUJUDAN EGALITERIANISME SOSIAL

Oleh:
Mas’udi

Berbicara tentang al-Qur’an, secara hakiki kehadirannya diperuntukkan


sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Al-Qur’an adalah kitab suci
yang menjadikan setiap muslim dalam perjalanan kehidupannya mampu mencapai
dan memilah di antara kebaikan yang harus dipilih dan keburukan yang harus
dihindari. Menurut Quraish Shihab (2001: 3) al-Qur’an yang secara harfiah berarti
“bacaan yang sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh
tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu
tahun yang lalu yang dapat menandingi al-Qur’an al-Karim, bacaan sempurna lagi
mulia. Tiada bacaan semacam al-Qur’an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang
tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan
dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja, dan anak-anak. Lebih lanjut
Quraish Shihab menjelaskan tiada bacaan melebihi al-Qur’an dalam perhatian
yang diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat demi ayat,
baik dari segi masa, musim, dan saat turunnya, sampai kepada sebab-sebab serta
waktu-waktu turunnya.
Al-Qur’an secara hakiki hadir untuk menyadarkan setiap pribadi akan
eksistensinya yang ingin menjelaskan tentang kedudukan manusia di antara
sesama manusia dan manusia terhadap eksistensi Allah swt., sebagai Pencipta. Di
atas kenyataan inilah, Harun Nasution mencatat dalam kuliah-kuliah di sekolah
menengah dan perguruan tinggi, dalam khutbah-khutbah shalat Jumat dan dalam
ceramah-ceramah serta dakwah di berbagai kesempatan, selalu diterangkan bahwa
al-Qur’an mencakup segala-galanya; tidak satu hal pun yang tidak disebut dan
dijelaskan di dalamnya. Al-Qur’an adalah kitab yang lengkap dan sempurna. Di
dalamnya terdapat penjelasan tentang sistem politik, sistem ekonomi, sistem
keuangan, sistem kemasyarakat, sistem pertanian, perindustrian dan sebagainya,
yang harus dipakai dan dilaksanakan umat Islam di dunia ini. Di dalamnya
terdapat ayat-ayat yang membahas tentang ilmu pengetahuan, dan yang dimaksud
ilmu pengetahuan bukan ilmu pengetahuan saja, tetapi ilmu pengetahuan dalam
arti science. Di samping itu terdapat ayat-ayat yang membicarakan masalah
teknologi modern (Nasution, 2000: 25).
Dilihat secara faktual, dalam realitasnya yang monumental al-Qur’an
memuat komprehensifitas kehidupan masyarakat. Hal ini dapat diamati dalam
catatan Nasr (2003: 27) bahwa al-Qur’an yang dalam bahasa Inggris disebut
Koran, adalah penampakan Tuhan (teofani) yang utama dalam Islam dan
merupakan sumber fundamental bagi konsepsi Islam tentang filsafat, kosmologi,
teologi, hukum, etika, dan sejarah sekaligus menjadi pandangan dunia
(worldview). Dari satu segi, jiwa seorang muslim dapat digambarkan sebagai
mosaik yang terdiri dari kalimat-kalimat al-Qur’an yang diulang-ulang sepanjang
hidupnya, seperti ucapan basmallah “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih
dan Penyayang”, yang dengan ucapan ini semua pekerjaan yang halal dimulai;
atau ucapan pujian alhamdulillah “Segala puji bagi Allah”, untuk mengakhiri
suatu perbuatan; dan menunjukkan sikap berterima kasih, insya Allah artinya
‘Semoga Allah Menghendaki’, yang mengiringi rencana pekerjaan yang akan
dilakukan karena hal yang di depan seorang muslim terletak di tangan Tuhan serta
tidak ada yang dapat terjadi kecuali melalui restu-Nya. Bahkan ucapan
Assalamualaikum ‘Selamat Atasmu’, yang diberitahukan Nabi kepada sahabatnya
sebagai salam penghuni surga berasal dari al-Qur’an. Seperti yang juga
disimpulkan oleh beberapa sarjana keislaman Barat, tidak ada satu kitab suci pun
yang memiliki pengaruh begitu besar bagi umatnya selain al-Qur’an bagi umat
Islam.
Analisis yang dibangun oleh Nasr di atas secara gamblang mengungkap
eksistensi murni al-Qur’an yang bernilai universal bagi kehidupan umat manusia.
Al-Qur’an dalam kehadirannya tiada bukti yang bisa menandingi keagungannya.
Berpijak kepada fakta ini, Harun Nasution (2000: 25) menjelaskan bahwa al-
Qur’an adalah kitab yang lengkap dan sempurna, mencakup segala-galanya,
timbul dari sifat al-Qur’an sebagai wahyu; kitab yang mengandung firman Tuhan
yang dikirimkan-Nya kepada manusia melalui Nabi Muhammad untuk menjadi
petunjuk dan pegangan, baik di dunia sekarang maupun di hari akhir nanti. Tuhan
sebagai pencipta dan pengatur alam semesta adalah sumber segala pengetahuan
dan Kitab yang dikirimkan-Nya untuk menjadi petunjuk dan pegangan manusia
selama ada tidak mungkin tidak sempurna. Al-Qur’an yang demikian sifatnya
tidak mungkin tidak mencakup dan tidak menjelaskan segala-galanya. Apalagi di
dalam al-Qur’an memang terdapat ayat-ayat yang artinya sepintas lalu dapat
memperkuat ayat di atas. Misalnya ayat-ayat, “Hari ini Aku sempurnakan bagimu
agamamu, Aku lengkapkan nikmat-Ku padamu dan Aku ridha Islam sebagai
agamamu (QS. al-Maidah, [5]: 3). Ayat lain menyatakan, “Tidak Kami lupakan
suatu apa pun dalam Kitab (al-Qur’an) itu (QS. Al-An’am, [6]: 38). Juga
difirmankan-Nya pada QS. An-Nahl, [16]: 89, “Dan Kami turunkan Kitab itu
untuk menjelaskan segala-galanya”.
Kemenyeluruhan al-Qur’an dalam dinamika kehidupan umat manusia
mengindikasi kepada usahanya untuk meneguhkan hakikatnya yang tiada pernah
memilih status sosial yang dimiliki oleh hamba-Nya. Menurut perkiraan para ahli
hanya kurang lebih 500 ayat dari seluruh ayat al-Qur’an, atau 8% yang
mengandung ketentuan-ketentuan tentang iman, ibadah dan hidup
kemasyarakatan. Ayat-ayat mengenai ibadah berjumlah 140, dan mengenai
kemasyarakatan 228. Perincian mengenai kelompok terakhir adalah sebagai
berikut:
NO PEMBAHASAN AYAT JUMLAH AYAT
1. Hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak 70 ayat
waris, dan sebagainya
2. Hidup perdagangan, gadai, perekonomian, jual- 70 ayat
beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam,
perseroan, kontrak, dan sebagainya
3. Soal pidana 30 ayat
4. Hubungan orang Islam dengan orang bukan Islam 25 ayat
5. Soal pengadilan 13 ayat
6. Hubungan orang kaya dengan orang miskin 10 ayat
7. Masalah ketatanegaraan 10 ayat

Mengutip lebih lanjut atas perincian bahasan di atas, Nasution (2000: 27)
mengungkapkan bahwa deskripsi pembahasan tentang akumulasi kandungan ayat
al-Qur’an sebagaimana dibahas di atas belum menyebut soal keuangan,
perindustrian, pertanian, dan sebagainya. Betul disebut soal
perdagangan/perekonomian dan kenegaraan, tetapi ayat-ayat itu tidaklah
menjelaskan sistem pemerintahan atau perekonomian yang dipakai umat Islam.
Tidak disebut umpamanya apakah sistem pemerintahan harus mengambil bentuk
kerajaan atau republik. Yang dijelaskan adalah dasar-dasar yang harus dipakai
dalam mengatur negara. Salah satu dasar itu ialah musyawarah. Musyawarah
dapat dijalankan baik dalam sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan
maupun dalam sistem pemerintahan yang berbentuk republik. Juga tidak
dijelaskan sistem perekonomian yang harus dilaksanakan umat Islam, apakah
sistem sosialisme, sistem komunisme, atau sistem kapitalisme. Yang dijelaskan
ialah ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi umat Islam dalam mengatur hidup
perekonomian.
Formulasi demi formulasi yang dikupas oleh al-Qur’an secara niscaya
mengukuhkan bahwa manifestasi dari keberadaannya betul-betul ingin
menjelaskan ekseptasi egalitarianisme dalam kehidupan sosial. Al-Qur’an secara
niscaya menjelaskan kepada setiap pribadi bahwa kenyataannya dihadirkan demi
menciptakan nilai-nilai kemanusiaan dan kesetaraan dalam kehidupan bersama.
Melalui al-Qur’an pula setiap pribadi akan sampai kepada pengetahuan bahwa
semua bentuk dari dinamika kehidupan ini tidak terlewatkan dari perwujudan al-
Qur’an dalam kehidupan umat manusia. Al-Qur’an memberikan warna dominan
dari titik terdasar kehidupan bahkan sampai kepada pangkal dari kehidupan itu
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Seyyed Hossein Nasr, 2003. The Heart of Islam (Pesan-Pesan Universal


Islam untuk Kemanusiaan). Bandung: Mizan.
Harun Nasution, 2000. Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr.
Harun Nasution, Bandung: Mizan.
Quraish Shihab, 2001. Wawasan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung: Mizan.

Das könnte Ihnen auch gefallen