Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
AKHLAK
Disusun Oleh :
Nama : Mochamad Bayu Aji
Nim : 165040201111062
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
Dalam kajian kali ini akan dibahas beberapa topik pentig mengenai akhlak
agar kita memiliki gambaan seperti apa ajaran akhlak dalam islam.
1. DEFINISI AKHLAK
Akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluk/khulukun (kho, lam, khof)
dijamakkan menjadi akhlakun (itu jamak bewazan af alun). Sebagaimana kata
"Tuflun" dijamakkan menjad at- aflun. Jadi dapat disimpulkan bahwa khulukun
dijamakkan menjadi akhlakun. Definisi khuluk diantara sumber yang cukup
bagus adalah diterangkan oleh Imam Al Ghazali dalam kitabnya (Ahya' middin),
juz 3 hal 53, beliau mengatakan bahwa :
" Akhlak adalah ungkapan untuk menyebut suat kondisi jiwa yang mana
kondsi tersebut itu bersifat kokoh yang membuat seseorang itu bisa
melakukan suatu perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan aktivitas
berfikir/ perenungan. "
Jadi akhlak itu merupakan suatu kondisi jiwa yang sudah mengakar dalam diri
seseorang yang membuat seseorang itu bisa melakukan perbuatan itu dengan
mudah (artinya dengan spontan) tanpa harus befikir keras, tanpa harus
menimbang nimbang dalam waktu yang lama. Pada dasarnya jika suatu perbuatan
itu memerlukan suatu pertimbangan dan masih menimbang-nimbangnya lama
tidak bisa disebut dengan akhlak. Misalnya ketika seseorang menemui seseorang
yang kelaparan, dengan otomatis orang tesebut mengeluarkan uang dari sakunya
dan memberikannya atau mengambilkan bungkusan makanan yang telah ia beli
dan langsung diberikan kepada orang yang kelaparan itu, maka kondsi spontan
semacam ini telah menjadikan akhlak bagi dia. Dapat disimpulkan bahwa
dermawan telah menjadi akhlak bagi dia. Tetapi ketika ada orang yang kelaparan
dan orang yang lapar ini meminta-minta kepada seseorang dan orang yang akan
memberinya tersebut masih merasa bimbang / berfikir (misalnya apakah nanti
uang saya ketika diberikan kepada orang tersebut apakah akan cukup dan saya
juga masih membutuhkan untuk keperluan lainnya.) Atau orang tersebut berfikir
bahwa apakah ketika akan memberikan makanannya dia masih berfikir keadaan
dirinya sendiri pada kondisi selanjutnya. Maka yang semacam ini belum menjadi
akhlak meskipun pada akhirnya orang tersebut akan memberi orang yang
kelaparan itu. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan dia ketika melakukan suatu
perbuatan baik/ memberi oang yang kelaparan itu, itu merupakan perbuatan
makhruf tapi belum menjadi akhlak.
Contoh lainnya adalah ketika seorang mahasiswa yang terlambat kemudian
masuk kelas dan ditanya oleh dosen, " Mengapa kamu terlambat? " kemudian
mahasiswa tersebut menjawab dengan spontan "Saya kesiangan, pak" dan jika hal
itu benar sesuai dengan kondisi aslinya maka jujur telah menjadi akhlak bagi dia.
Tetapi jika dia ketika itu untuk menjawab pertanyaan tersebut berfikir terlebih
dahulu akan berkata jujur atau bohong dengan membuat suatu alasan agar
dosennya tidak menjadi marah (misalnya ia memberi alasan “Mohon maaf pak,
jalannya macet” atau misalnya ban nya lagi bocor atau sedang menolong orang
dst.). Namun pada akhirnya dia memutuskan untuk berkata jujur. Maka saat itu
kejujuran bukanlah merupakan akhlak bagi dia meskipun dia telah melakukan
perbuatan yang ma’ruf. Tetapi pada saat ditanya oleh dosen mengapa dia
telambat kemudian dia menjawab dengan alas an bahwa jalannya macet padahal
dia kesiangan maka ini menunnjukkan bahwa bohong telah menjadi akhlak bagi
dia. Jadi akhlak merupakan suatu kondisi jiwa yang sudah mengakar dan
membuat seseorang telah melakukan suatu perbuatan dengan mudah, tanpa perlu
berfikir dan tanpa perlu menimbang-nimbang.
2. KEUTAMAAN AKHLAK
Akhak itu memiliki suatu keutamaan, maksud dalam hal ini adalah akhlak
yang baik. Keutamaannya jika dilacak dalam nash itu sangat banyak, dalam
pembahasan kali ini akan disebutkan 2 nash penting yang menjukkan bahwa
akhlak itu memiliki posisi penting dalam islam yaitu :
a. Jika dikaitkan dengan risalah nabi seakan-akan semua ajaran nabi itu adalah
tujuannya hanya untuk menyempurnakan akhlak.
Dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Al Qubra dari Abu
Hurairah beliau mengatakan bahwa, Rasulullah pernah bersabda :
" Sesungguhnya aku (Rasulullah) ini diutus untuk menyempurnakan akhlak
akhlak yang mulia. ”
Dalam hadist tersebut disebutkan bahwa Rasulullah itu diutus oleh Allah untuk
menyempurnakan akhlak- akhlak mulia (seakan-akan ajaran islam intinya adalah
menyempurnakan akhlak manusia). Dalam hal ini, tentu saja tidak bisa dikataka
bahwa ajaran dalam islam itu hanya mengajarkan tentang akhlak saja (tidak
dibatasi seperti itu). Tetapi ini untuk menunjukkan bahwa betapa pentingnya
posisi akhlak dalam islam.
Dalam suatu kisah, perlu diketahui bahwa orang Arab jahiliyah itu
sebenarnya memiliki sejumlah akhlak yang sangat mulia, hanya saja mereka salah
dalam motivasinya. Selain itu, ada pula akhlak-akhlak baik yang belum dilakukan
oleh mereka. Akhlak dari orang arab yang sangat baik dan terkenal diantaranya
adalah akhlak dermawan. Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa ada seseorang
laki-laki di Arab yang bernama Hatim At-tha’i, dia terkenal sebagai orang Arab
yang memiliki akhlak yang mulia yaitu dermawan (Kisah ini terdapat dalam kita-
kitab yang membahas orang Arab). Pada suatu hari ada seorang raja yang
mendengar kedermawanan Hatim At-tha’i , kemudian raja ini mengutus salah satu
bawahannya untuk mendarangi Hatim At Tha'i untuk meminta kudanya yang
sangat ia sayangi. (Hatim At Tha'i ini juga terkenal memiliki kuda yang sangat ia
sayangi). Dalam sejarah, kuda tersebut larinya sangat kencang dan tidak
terkalahkan. Kuda ini juga memiliki keistimewaan diantaranya adalah memiliki
bulu yang sangat halus sampai-sampai jika pelana diletakkan diatasnya maka
pelana tersebut akan jatuh (gambaran betapa licinnya bulu tersebut). Kuda ini
sangat disayangi oleh Hatim At Tha'i sampai dia mengetahui nasab dari kudanya
ini. Beberapa orang ingin membeli kuda ini tetapi Hatim At Tha'i menolaknya,
seraya berkata : "Semua yang ku miliki dapat kalian veli tetapi kuda ini tidak
dapat kalian beli" . Pada hari tertentu, utusan dari raja tersebut mendatangi Hatim
At Tha'i kemudian dia melayaninya, menyambutnya, dan menghormatinya dengan
baik seraya diajak mengobrol kemudian sesekali dia pergi ke belakang dengan
wajah yang gelisah (dengan keringatnya yang bercucuran) dan dia juga beberpa
kali datang ke dapurnya. Setelah itu, pada suatu waktu Hatim At Tha'i akhirnya
keluar dari belakang dengan membawa nampan yang berisi daging yang
mengepul asapnya dan mempersilahkan tamunya untuk memakan daging yang
telah dipersiapkan. Kemudian Hatim At Tha'i bercakap-cakap tentang sejarah
orang Arab dan lain sebagainya. Sampai pada akhirnya utusan raja itu ketika akan
pulang menyampaikan pesan dari rajanya, beliau berpesan kepadaku (utusan raja)
agar aku meminta kudamu (Hatim At-tha’i) yang paling kau sayangi itu.
Sebenarnya, tujuan raja tersebut semata-mata hanya ingin mengetes/ mengecek
seberapa dermawan Hatim At Tha'i seperti yang dikatakan oleh orang-orang.
Maka kemudian Hatim At Tha'i menepuk telapak tangan pada dahinya dan bekata
kepada " Ah, kenapa engkau tidak bilang dari tadi, sejak tadi aku bingung hendak
menyiapkan makanan yang akan dihidangkan karena tadi aku tidak memiliki
hidangan yang akan kuhidangkan sehingga saat itu aku menyembelih kuda
tersebut.” Sehingga dengan kisah-kisah tersebut, Hatim At Tha'i sangat terkenal
dengan kedermawanannya. Sampai-sampai jika ada seseorang yang dermawan
dikatakan sebagai Hatim At Tha'i.
Hatim At Tha'i memiliki putra yang beragama nasrani bernama Adi
kemudian dia akhirnya masuk islam dan memiliki nama Adi bin Hatim. Itulah
sahabat Rasulullah yang terkenal pada peristiwa ketika Rasulullah mengatakan
bahwa pendeta-pendeta nasrani itu dijadikan sebagai Tuhan selain Allah dan pada
saat itu, Adi bin Hatim protes kepada Rasulullah "Wahai Rasulullah, mereka tidak
mempertuhankan pendeta-pendeta mereka." Namun Rasulullah membantah,
"Sesungguhnya pendeta-pendeta tersebut menghalalkan yang diharamkan Allah
dan mengharamkan yang di halal kan Allah. Hal itulah yang kemudian ditaati oleh
para pengikutnya. Itulah bentuk penyembahan terhadap pendeta-pendeta mereka.”
Jadi, kesimpulannya, akhlak mulia yang dimiliki oleh orang Arab yaitu akhlak
menyambut tamu, memuliakan tamu, dermawan, akhlak beranidalam segala hal.
Hanya saja akhlak mulia tersebut, mereka masih salah dalam motivasinya.
Motivasi yang kebanyakan adalah untuk memperoleh nama yang harum dan
kebanggaan bagi masyarakat serta kebanggan bagi keluarga tersebut. Nah hal
inilah yang akan dikoreksi dalam islam.
Islam mengubah motivasi berakhlak mulia tersebut adalah untuk
menyenangkan Allah dan mencari ridho-Nya. Maka dapat dikatakan Lii utammi
yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Jadi akhlak yang baik itu sudah
hanya disempurnakan, diajarkan akhlak yang benar itu bagaimana motivasinya.
Ini merupakan keutamaan yang pertama. Jadi dikaitkan dengan risalah nabi
seakan-akan bahwa semua ajaran nabi itu adalah menyempurnakan akhlak (Hal
Itu yang menunjukkan tingginya keutamaan akhlak dalam islam.)
Contoh kisah lain adalah ketika Rasulullah pernah berjanji untuk memberi
kambing kepada salah seorang Arab (Badui) kemudian saat itu Rasulullah sedang
berperang dan hasil rampasnnya sangatlah banyak kemudian seorang laki laki
arab yang pernah dijanjikan nabi tersebut datang kepada nabi lalu berkata. “Hai
Muhammad, Engkau telah berjanji kepadaku untuk memberikan seekor kambing
jika engkau memperolehnya, sekarang aku menagih janjimu.” . Maka Rasulullah
langsung berkata bahwa “Lihat itu, yang terletak diantara dua bukit itu, semuanya
adalah milikmu.” Kemudian orang tersebut terkejut dan diserahkan semua
kambing-kambing itu oleh Nabi. Ia pulang dengan membawa kambing-kambing
yang banyak lalu dia berpropaganda kepada orang-orang se khabilahnya “Hai
kaumku! masuklah Islam karena Muhammad adalah orang yang tidak pernah
takut miskin”. Akhirnya berbondong-bondonglah mereka masuk islam. Akhlak
nabi yang mulia ini luar biasa karena bisa membuat orang masuk islam secara
berbondong-bondong. Orang-orang semacam ini tidak perlu diyakinkan dengan
pembuktian-pembuktian yang sulit-sulit (yang bersifat pemikiran) tetapi hanya
dapat dibuktikan dengan akhlak dermawan, akhlak menepati janji, maka mereka
bisa menerima ajaran Islam.
3. MACAM-MACAM AKHLAK
Macam-macam akhlak dalam islam, secara ringkas dapat dibagi menjadi
2, yaitu Akhlak yang baik (dinamakan Al Akhlak Al Hasnah atau Al Akhlak Al
Mahmudah) dan Akhlak yang buruk (dinamakan Al Akhlak Al Sayyi’ah atau Al
Akhlak Al Madzmumah). Tentu saja, Islam mengajarkan ada akhlak-akhlak
tertentu yang baik yang harus dilakukan oleh seorang muslim, dan akhlak-akhlak
buruk tertentu yang harus dijauhi oleh seorang muslim. Dalam hal akhlak ini
Islam memperinci dalam kondisi-kondisi seorang mukhalaf ketika melaksanakan
akhlak itu.
Sesuatu akhlak dikatakan baik itu ketika tidak didasarkan pada pertimbangan
akal secara rasional dalam pandangan islam. Namun, akhlak itu disasarkan
kepada dalil. Apa yang didasarkan pada dalil akhlak itu baik, maka itu harus
dipraktekkan. Apa yang dikatakan dalil sebagai akhlak buruk, maka hal itu harus
dijauhi. Ini berbeda dengan filsafah. Filsafah pun punya ajaran yang terkait
dengan akhlak juga, yang istilahnya adalah filsafat moral. Mereka juga
menyimpulkan bahwa ada moral-moral yang baik namun mereka juga
menyimpulkan ada juga moral-moral yang buruk. Tetapi Islam tidak
menggunakan standart itu. Standart islam adalah dalil. Sehingga bisa jadi, suatu
saat akhlak itu dikatakan baik tetapi dalam kondisi tertentu menjadi buruk.
Sebagai contoh, akhlak menahan emosi. Menahan emosi itu jika yang dimaksud
adalah ketika menahan emosi bila hak dirinya didzalimi orang lain maka akhlak
seperti ini baik. Tetapi ketika menahan emosi jika hak Allah itu dilanggar itu
menjadi buruk. Jadi hal itu tidak diperbolehkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
semata-mata sabar itu belum tentu baik. Sabar dari sisi sabar belum tentu baik
dapat dilihat dari kondisinya.
Dari sisi dalil sabar itu ada yang baik dan juga ada yang buruk karena
menerapkannya tidak benar. Termasuk kasih sayang, kasih sayang itu baik dalam
kondisi tertentu dan buruk dalam kondisi tertentu. Misalnya jika kasih sayang itu
ditunjukkan kepada orang yang lapar atau kepada orang yang kekurangan,
kemudian kita mengasihinya, membantunya dan menyayanginya. Hal tersebut
merupakan hal yang baik. Tetapi jika kasih sayang itu diberikan kepada orang
yang mestinya terkena hukuman (contohnya hukum cambuk, hukum rajam) dan
kita merasa kasihan serta tidak melaksanakan hukum itu, maka hal itulah yang
merupakan akhlak yang buruk. Karena, dianggap telah menghalangi perintah
Allah. Terkait dengan standar ini harus dipahami bahwa, ukuran akhlak dikatakan
baik atau buruk adalah dari nash/ dalili bukan akal manusia (perasaan manusia).