Sie sind auf Seite 1von 29

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI

Dosen : Hansen, M.KL

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1
Anita Wahyuni 17111024130150
Riska Ayu Triana 17111024130234
Sri Ayuningsih 17111024130250

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit cacingan dapat ditularkan melalui tangan.
Kebanyakan telur cacing parasit bertebaran di permukaan
tanah, debu dan menempel di karpet perumahan. Telur
cacing yang mencemari tangan seseorang akan dapat
tertelan, jika orang tersebut memegang makanan dan tidak
mencuci tangan terlebih dulu sebelum makan. Telur cacing
yang tertelan dapat tumbuh menjadi cacingdewasa dalam
usus manusia dan berkembang biak denganmengeluarkan
banyak telur; seekor cacing betina bertelur sampai puluhan
ribu per hari (Miller, 1998).
Telur ini selanjutnya dapat dikeluarkan bersama-sama
tinja penderita. Tinja yang mengandung telur ini menjadi
sumber penularan penyakit cacingan. Infeksi pada anak-
anak usia sekolah dapat mengganggu kemampuan belajar,
dan pada orang dewasa mengganggu produktivitasnya
(Nadesul, 2000).
Prevalensi cacingan di Indonesia, menurut
PerkumpulanPemberantasan Penyakit Parasit Indonesia
(P4I), tahun 1992untuk cacing gelang 70–90%, cacing
cambuk 80–95%, dancacing tambang 30–59%. Sedangkan
data dari DepartemenKesehatan (1997) menyebutkan,
prevalensi pada anak usiaSD 60–80% dan dewasa 40–60%
(Kompas, 2002).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mampu membuat preparat
dengan spesimen telur cacing pada kuku.
2. Untuk mendapatkan spesimen telur cacing pada kuku.

C. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui dan mampu membuat preparat
dengan spesimen telur cacing pada kuku.
2. Mahasiswa mampu mendapatkan spesimen spesimen
telur cacing pada kuku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecacingan
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh parasit berupa cacing. Cacing umumnya tidak
menyebabkan penyakit berat sehingga sering kali diabaikan
walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan.
Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar
biasa, kecacingan cenderung memberikan analisa keliru ke arah
penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal
(Margono,2008)
Infeksi cacingan adalah penyakit yang ditularkan melalui
makanan minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai
media penularannya yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris
lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing
tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
(Jawetz et al,1996)
B. Nematoda
Nematoda berasal dari bahasa Yunani nema yang artinya
benang. Nematoda memiliki besar dan panjang yang beragam,
ada yang panjangnya beberapa milimeter dan adapula yang
melebihi satu meter. Cacing ini mempunyai kepala, ekor,
dinding dan rongga badan. Biasanya sistem pencernaan,
sistem saraf, ekskresi dan reproduksi terpisah. Pada umumnya
cacing bertelur, tetapi adapula yang vivipar dan yang
berkembang biak secara partenogenesis. Cacing dewasa tidak
bertambah banyak didalam badan manusia. Seekor cacing
betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 20 sampai 200.000
butir sehari. Telur atau larva ini dikeluarkan dari badan
hospes dengan tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan
dengan pergantian kulit. Stadium infektif masuk kedalam
tubuh manusia dapat secara aktif, tertelan, atau dimasukkan
oleh vektor dengan tusukan dan gigitan (Inge S dkk,2009)
Spesies Nematoda yaitu:
1. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides termasuk kelas Nematoda usus yang
berbentuk panjang, silindris dan tidak bersegmen. Cacing
betina dapat menghasilkan telur sebanyak 200.000 butir
sehari dan cacing dewasa hidup didalam usus halus.
Pertumbuhan telur diluar host dipengaruhi oleh suhu,
kelembapan dan cukup tersedianya oksigen (Garcia
Lynnes,1996).
Klasifikasi Ascaris lumbricoides yaitu :
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Oscoridida
Super Famili : Ascoridciidea
Genus : Ascaris
Cacing dewasa bentuknya mirip cacing tanah, cacing yang
merupakan Nematoda usus terbesar pada manusia. Ukuran
cacing betina lebih besar dibandingkan dengan yang jantan,
panjang cacing betina antara 22 cm sampai 35 cm, sedangkan
yang jantan antara 10 cm – 31 cm. Cacing yang berwarna
tubuh kuning kecoklatan ini mempunyai kutikulum yang rata
dan bergaris halus. Kedua ujung badan cacing membulat,
mulut cacing mempunyai bibir sebanyak 3 buah, satu dibagian
dorsal yang lain sub ventral.
Telur yang dihasilkan oleh cacing betina dikeluarkan
bersama-sama tinja. Type telur sudah ada yang dibuahi (fertil)
dan yang tidak dibuahi (infertile). Apabila semua telur tidak
berarti didalam usus ada cacing betina saja. Telur Ascaris
lumbricoides dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
a) Telur yang dibuahi (fertil) mempunyai ukuran ± 45 x 60 mikron,
berbentuk oval berdinding tebal dengan 3 lapisan dan berisi
embrio, berwarna kuning kecoklatan. Dibagian luar ada lapisan
albuminoid yang berbenjol-benjol dan mempunyai fungsi sebagai
penambah rintangan dalam hal permibilitasnya. Telurnya sendiri
mempunyai hialin yang tebal, jernih dengan lapisan luar yang
relative tebal (Sudarto,1990)
b) Telur yang dibuahi tanpa lapisan protein (Dekortikasi) yaitu
Kulit tunggal, halus, tebal, dan tidak berwarna. Suatu mosa
tunggal bulat, berganda, tidak berwarna terletak ditengah
(Purnomo,1996)
c) Telur yang tidak dibuahi (infertile) memiliki ciri-ciri berbentuk
bulat atau oval memanjang dengan kedua ujungnya agak datar.
Mempunyai dinding dua lapis yaitu albumin dan hialin dimana
lapisan albumin berkelok-kelok sangat kasar atau tidak teratur.
Telur ini berisi protoplasma yang mati. Dari kedua jenis telur (fertil
dan infertil) tersebut terkadang dijumpai tanpa lapisan albumin
yang disebut telur dekortikasi sedangkan telur yang utuh disebut
kortikasi.
2. Trichuris trichiura
Trichuris trichiura termasuk juga kelas Nematoda usus yang
bentuknya seperti cambuk atau biasa juga disebut cacing cambuk.
Infeksi cacing ini lebih sering terjadi didaerah panas, lembab dan
sering terlihat bersama-sama dengan infeksi Ascaris. Jumlah
cacing dapat bervariasi apabila jumlahnya sedikit, pasien biasanya
tidak terpengaruh dengan adanya cacing ini. Penyakit yang
disebabkan oleh cacing ini disebut Trikuriasis.
Trikuriasis mempunyai prevalensi yang hampir sama dengan
infeksi oleh cacing tambang, atau diperkirakan lebih dari 500 juta
kasus didunia, tetapi infeksi ini sering asimtomatik karena
kebanyakan kasus gambaran klinisnya ringan (Sandjaja,2007)
a. Klasifikasi
Klasifikasi Trichuris trichiura
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super Famili : Trichinelloidea
Genus : Trichuris
Species : Trichuris trichiura
b. Morfologi
1) Cacing dewasa
Cacing dewasa menyerupai cambuk sehingga disebut cacing
cambuk. Tiga per-lima bagian anterior tubuh halus seperti
benang, pada ujungnya terdapat kepala (trix = rambut, aura =
ekor, cephalus = kepala), esophagus sempit berdinding tipis terdiri
dari satu lapis sel, tidak memiliki bulbus esophagus. Bagian
anterior yang halus ini akan menancapkan dirinya pada mukosa
usus 2/5 bagian posterior lebih tebal, berisi usus, dan perangkat
alat kelamin (Natadisastra D,2009)
Cacing jantan memiliki panjang 30-45 mm, bagian posterior
melengkung kedepan, sehingga membentuk satu lingkaran penuh.
Pada bagian posterior ini terdapat satu spikulum yang menonjol
keluar melalui selaput retraksi.
Cacing betina panjangnya 30-50 mm, ujung posterior tubuhnya
membulat tumpul. Organ kelamin tidak berpasangan (simpleks)
dan berakhir di vulva yang terletak pada tempat tubuhnya mulai
menebal.
2) Telur
Bentuk telur dari Nematoda ini mirip tempayan kayu atau
mirip biji melon. Berwarna coklat, mempunyai dua kutub yang
jernih menonjol dan berukuran sekitar 50 x 25 mikron. Telur-telur
menetas di usus kecil dan akhirnya melekat pada mukosa usus
besar. Telur dikeluarkan dalam stadium belum membelah dan
membutuhkan 10 sampai 14 hari untuk menjadi matang pada
tanah yang lembab. Distorsi telur menjadi jauh lebih besar dari
telur normal, dilaporkan terjadi setelah pengobatan dengan
mebendazole dan dengan obat yang lain (Soedarto,1991)
3.Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus)
Kedua parasit ini diberi nama “cacing tambang” karena pada
zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja
pertambangan yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang
memadai. Hospes parasit ini adalah manusia. Necator americanus
menyebabkan Necatoriasis dan Ancylostoma duodenale
menyebabkan Ancylostomiasis.
a. Klasifikasi
1) Klasifikasi Ancylostoma duodenale
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Rhabditida
Super Famili : Rhabditoidea
Genus : Ancylostoma
Spesies : Ancylostoma duodenale
2) Klasifikasi Necator americanus
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Strongiloidea
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Necator
Spesies : Necator americanus
Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 x 40 mikron
berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis, didalamnya
terdapat beberapa sel. Panjang larva rabditiform kira-kira 250
mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600
mikron (Gandahusada S.dkk,2004)
Enterobius vermucularis Syn. Oxyuris vermicularis/ Cacing kremi
Habitat : caecum, appendix, colon ascendes dan ileum
Hospes definitif : manusia tidak membutuhkan hospes perantara
Cacing dewasa : Cacing dewasa keputih-putihan, Ujung anterior
mempunyai pelebaran kutikulum seperti sayap disebut alae
cepphalic lateral. Mulut dikelilingi tiga bibir (1 bibir dorsal dan 2
lateroventral). Bulbus esophagus terlihat jelas.
a) Cacing betina :
i. Kecil dengan ukuran 8-13 mm x 0,4 mm
ii. Bulbus oesofagus nyata dan terlihat jelas
iii. Ekor panjang dan runcing sperti duri serta badan kaku
iv. Uterus pada cacing yang gravid melebar penuh telur
v. Vulva terletak ventral pada 1/3 bagian anterior tubuh.
Pada cacing hamil, uterus penuh berisi telur hampir mengisi
seluruh tubuh kecuali bagian ekor, vagina panjang menuju ke
belakang. Genitalia berpasangan (duplex), anus pada 1/3 posterior
tubuh.
b) Cacing jantan : panjangnya 2-5 mm x 0,1-0,3 mm, dengan ekor
melingkar dengan adanya spiculum yang terlihat jelas.
c) Telur : bentuk elips asymetris (salah satu sisi datar) di dalamnya
terdapat larva. Ukuran 50-60 x 20-30 mm. Dinding telur bening,
lebih tebal dari telur cacing tambang didalamnya berisi embrio
yang terlipat. Seekor cacing betina sehari dapat menghasilkan
11.000 telur
d) Larva rhabditiform berukuran 140-150 x 10 mm, memiliki
bulbus esophagus. Sebelum menjadi dewasa mengalami 2x
penyilihan kulit.
5. Strongyloides stercoralis
Habitat cacing betina di dalam mukosa deodenum dan
promaksimal jejunum. Hospes definitif manusia, anjing dan
kucing. Cacing betina berukuran 1 mm x 50 mm, esophagus
lonjong, bulbus esophagus di bagian posterior, ekor lurus
meruncing, vulva terletak dekat pertengahan tubuh yang
merupakan muara dari uterus bagian posterior. Cacing jantan,
berukuran 700 x 45 mm, ekor melengkung ke depan memiliki 2
buah spikula kecil kecoklatan , esophagus lonjong dilengkapi
dengan bulbus esophagus.
Telur

pemberian obat pencahar. Mirip telur cacing tambang, bebentuk


lonjong, ukuran 50-60 x 30-
35 mm, dindong tipis didalamnya mengandung embrio
C. Cestoda
Klas cestoidea yang terpenting ada 2 ordo, yaitu :
Ordo Pseudophyllidea, spesies yang terkenal Diphyllobothrium
latum.
Ordo Cyclophyllidea, yang terkenal spesies:
1. Hymenolepis nana
2. Hymenolepis diminuta
3. Taena saginata
4. Taenia solium
5. ’Echinococcus granulous
Morfologi umum
Bentuk pipih memanjang seperti pita, berwarna putih, ditutupi
kutikula halus,
dibaewah kutikula terdapat lapisan otot sirkuler, longitudinal
dan transversal.
Tidak memiliki rongga tubuh, sistem sirkulasi dan sistem
pencernaan makanan
masuk ke dalam tubuh parasit secara osmose.
Tubuh terdiri 3 bagian, yaitu :
1. Bagian kepala (scolex) berbentuk bulat atau lonjong.
Dilengkapi dengan
alat isap (sucker) disertai dengan /tanpa rostellum
dengan/tanpa kaitan,
berfungsi melekatkan diri pada hospes.
2. Bagian leher, merupakan bagian sempit yang terus tumbuh
(zone
proliferasi membentuk proglottid baru.
3. Bagian badan disebut strobilla dibentuk oleh segmen-segmen
disebut
proglottid. Proglottid dari proksimal ke distal meiliki kematangan
berlainan,
makin ke distal makin matang.
Ada 3 macam Proglottid:

mukan alat kelamin jantan dan


betina
lengkap

dibagian distal
Morfologi :
Kelamin hermaphrodite, alat kelamin akan jelas pada Proglottid
yang
matang. Kelamin jantan dimulai dari testis dengan jumlah
berbeda untuk tiap spesies, ke vas eferens, vas deferens
berkelok-kelok sampai cirrus yaitu
alat yang terdiri dari otot terbungkus dalam kantung cirrus,
digunakan untuk memasukan ke dalam vagina, akhirnya
bersama-sama vagina bermuara pada atrium genitalia. Kelamin
betina dimulai di ovarium (biasanya terdiri atas dua lobi terletak
di posterior ke ke oviduct) ke ootype (tempat telur dibuahi) ke
uterus. Pada beberapa spesies ordo Pseudophyllidea berakhir
pada porus uterinus yang merupakan tempat keluarnya telur,
sedangkan pada ordo Cc\yclophyllidea tidak memiliki lobang ini
sehingga keluarnya telur dengan pecahnya proglottid. Dari
ootype ini pula terdapat cabang menuju vagina, berakhir pada
atrium genitalis bersma-sama dengan kelamin jantan . terdapat
kelenjar tambahan , berupa kelenjar virellina dan kelenjar
mehlis yang bermuara pada ootype. Sistem eksretorius, terdiri
dari kanalis eksretorius yang berjalan memanjang pada bagian
lateral segmen mulai dari scolex sampai dengan proglottid
terakhir. Juga terdapat kanalis eksretorius yang berjalan
melintang pada bagian posterior dari tiap proglottid.
Sistem saraf terdiri dari ganglion pada scolex syaraf longitudinal
berjalan dri scolex ke tiap-tiap proglottid pada sisi lateral (lateral
nerve) dihubungkan dengan saraf transversal.
1. Diphyllobotharium latum
Habitat : usus halus terutama ileum , kadang-kadang jejunum
Hospes Definitif: manusia, anjing, kucing
Perantara I : N Cyclops atau diaptomus ( terutama diaptomus
vulgaris)
Perantara II : Ikan air tawar
Telur : Berwarna kuning coklat, berbentuk oval, ukuran 58 -76 x
40-51 mp
atau sekitar 66 x 44 mm
Mempunyai lapis kulit telur tipis dengan operculum pada satu
kutup yang kurang jelas, penebalan kelit telur pada kutub lainya
berbentuk tonjolan didalamnya berisi sel telur Setiap hari
dikeluarkan oleh satu proglottid sebanyak 1.000.000 telur.
2. Hymenolepis nana
Habitat : pada 2/3 atas ileum dengan scolex terbenam didalam
mukosa usus
Hospes definitive: manusia, tikus dan mencit
Tidak membutuhkan hospes perantara
Morfologi Cacing dewasa
Cacing pita pendek berukuran (25-40) x ( 0,1-0,5) mm dengan
200 buah proglottid Scolex bulat dengan 4 batik isap seperti
mangkuk memiliki rostellum pendek dan refraktil satu baris kait
kecil-kecil. Bagian leher panjang dan kurus.
Proglottid matang lebarnya ± 4 x panjang porus genitalis
unilateral
Proglottid gravid, uterusnya berbentuk kantong berisis 80-180
butir telur
Telur
Berbentuk oval atau bulat dengan ukuran 47 x 37 mm, memiliki
2 membran yang melindungi embrio heksakan didalamnya.Pada
membran sebelah dalam di kedua kutubnya terdapat 2 buah
penebalan diamna kelura 4-8 filamen halus.

3. Hymenolepis diminuta
Habitat : usus halus
Hospes definitive : tikus dan mencit, banyak dilaporkan pada
kasus manusia
Hospes perantara : pinjal tikus (larva) dan kumbang tepung
(dewasa),
Telur agak bulat, kuning atau kuning coklat, berukuran 58 x 86
mm dan mengandung oncosphere yang berukuran 28 x 35 mm
meiliki 3 pasang kait Pada membran sebelah dalam di kedua
kutubnya tidak ditemukan filamen Dalam air tahan 6 bulan,
tahan kekeringan, kebusukan, bahan kimia akan
mati diatas suhu 60°
4.Taena saginata
Habitat : jejunum bagian atas, dapat hidup sampai 25 tahun
biasanya ditemukan 1 ekor cacing .
Hospes definitif : tunggal manusia
Hospes perantara : sapi seperti binatang herbivora lain. ditemukan
larva
cysticercus bovis, pada otot masseter, paha belakang, kelosa serta
otot
lainnya.
Morfologi
Panjangnya 4-10 m, dapat mencapai 25m atau lebih .lebih
panjang dari
taenia solium karena lebih banyak memiliki Proglottid dengan
ukuran lebih
panjang. Memiliki 1.000 – 2.000 Proglottid
Telur
Telur Taenia Saginata tidak dapat dibedakan dengan telur
Taenia Solium.
Embriophore bergaris radier, ukuran (30-40) x (20-30) mm
mengelilingi
embrio heksakan .
5. Taenia solium
Habitat : jejunum bagian atas, dapat hidup sampai 25 tahun
dilaporkan ditemukan lebih dari 25 ekor.
Hospes : babi, babi hutan dan beruang .
Bentuk larva disebut cysticercus cellulose yang jernih berukuran
10 x 5 mm, larva terdapat di otot lidah, amsseter, diagfragma
dan jantung. Dapat pula menyerang hati, ginjal , paru, otak dan
mata. Morfologi Cacing dewasa Panjangnya 2-4 m, mencapai 7
m. memakan isi usus, Proglottid 800-1000 buah.
Scolex berbentuk globuler berdiameter 1 mm, 4 batil isap
(diameter 0,5 mm) berbentuk cawan, memiliki rostellum dengan
2 deretan kait berjumlah 25-30 buah. Telur Taenia Saginata
tidak dapat dibedakan dengan telur Taenia Solium. berbentuk
sferik atau subsferik, berdiameter 31-43 mm dinding tebal
menetasnya telur hanya terjadi pada saat telur tersebut kontak
dengan cairan lambung
6. Echinococcus granulosus
Habitat : usus halus
Hospes definitif: anjing, anjing hutan, jarang pada kucing , dapat
hidup 5
bulan-1 tahun
Hospes perantara : kambing, lembu, bintang peliharaaan
lainnya.
Manusia bertindak sebagai hospes paratenik, larva (kista
hydatid)
ditemukan pada berbagai organ tubuh.
Morfologi Cacing dewasa
Panjang 3-8 mm, merupakan cacing pita ukuran kecil
Telur menyerupai taenia lainnya dengan ukuran 30-37 mm
D.Trematoda
Bentuk umum dari cacing yang termasuk dalam klas Trematoda,
yaitu :
1. Bulat telur dan pipih seperti daun
2. Mempunyai oral sucker dan ventral sucker
3. Bersifat hemaphrodit, kecuali familia Schistoosomatidae
Untuk membedakan masing-masing jenis yang perlu diperhatikan
adalah :
a. Bentuk dan ukuran cacing Trematoda (dewasa)
b. Perbedaan ukuran dan letak oral sucker dan ventral sucker
c. Bentuk dan letak masing-masing alat reproduksi
Spesies Trematoda
1. Echinostoma ilocanum
Nama spesies : Echinostoma ilocanum
Genus : Echinostoma
Lokasi : usus halus
Hospes : tikus, anjung,kucing dan kaki manusia
Bentuk dewasa :
-spine 49-51 buah.
Panjang 0,25 – 0,65 cm , lebar 0,075 – 0,135 cm. Tubuhnya
tertutup sisik seperti dur. Oral sucker sepertiga dari ventral
sucker. Caecum 2 buah memanjang sampai subcaudal. Testis
berjumlah 2 buah, berlobus terletak pada pertengahan badan
dan tersusun satu dibelakang yang lain. Ovarium terletak di
linea mediana sebelah anterior testis. Uterius mengisi ruang
anatara testis sampai ventral sucker. Kelenjar vitellina diluar
caecum mengisi 2/3 posteriur badan. Telur mempunyai
operculum, ukuran 83 – 116 x 58 – 69 µ.

2. Echinostoma revolutum
Nama spesies : Echinostoma revolutum
Genus : Echinostoma
Lokasi : Rektum, Caecum, Intestinum
Hospes : Tikus, Itik, Angsa, Ayam, manusia
Bentuk dewasa :
– 22 mm, lebar
2 mm Disekitar oral sucker terdapat 37 spina Testis bercabang
terletak pada pertengahan badan. Ovarium terletak disebelah
anterior testis. Kantung cirrus terdapat diantara percabangan
caeca dan ventral sucker. Telur mempunyai operculum ukuran
83 – 116 x 58 – 69 µ.

3. Fasciola hepatica, F. gigantica


Nama spesies : Fasciola hepatica, F. gigantica
Genus : Fasciola
Lokasi : Saluran empedu, kadang dalam hepar
Hospes : Sapi, kambing, domba , babi
Bentuk dewasa :

cephalic conePanjang 30 mm, lebar 13 mm Caecum bercabang-


cabang Testis 2 buah, terletak di daerah pertengahan badan
( sebuah terletak 2/4 bagian badan, yang lain 3/4 bagian
badan ) . bentuk bercabangcabang tersusun cranio caudal
Ovarium bercabang-cabang dan terletak cranio lateral dari testis
Uterus disebelah anterior ovarium berkelok-kelok ke anterior
berakhir pada porus genitalis di sebelah cranial ventral sucker
kelenjar vitellina bercabang-cabang di daerah lateral dan
posterior badan.
Telur berukuran 130 – 150 x 63 - 90 µ, bentuk oval, warna
coklat kekuningan, mempunyai operculum kecil pada salahsatu
kutubnya, isi sel-sel granula berkelompok ( jika masih baru ),
berisi miracidium ( sesudah 1 -2 minggu dalam air ).
4. Fasciolopsis buski
Nama spesies : Fasciola buski
Genus : Fasciola
Bentuk dewasa :
Oral sucker 1/4 dari ventral sucker

– 75 mm, lebar 8 – 20 mm

– kecil
- cabang terletak di bagian posterior
pertengahan badan satu lebih ke anterior yang lain lebih ke
posterior Ovarium terletak di pertengahan badan pada sisi kanan
linea mediana Uterius terletak pada linea mediana berkelak kelok
ke sebelah anterior berakhir pada porus genitalis yang terletak di
sebelah cranio ventral sucker. Kelenjar vitellina bercabang-cabang
ke lateral dari ventral sucker sampai ujung posterior badan.
Telur : sama dengan F. hepatica.

5. Paragonimum westermani
Nama spesies : Paragonimum westermani
Genus : Paragonimum
Lokasi : paru-paru, kadang pada otak ,hati dan organ lainnya
Hospes : anjing, kucing, kera, manusia
Bentuk dewasa :
– 16 x 4 – 8 mm,
permukaan tertutup sisik seperti duri kecil Oral sucker sama
besar dengan ventra; sucker terletak pada satu garis pada libea
mediana Pharynx pendek dan globulair Caecum tubulair
berkelok-kelok tidak bercabang sampai subcaudal Testis 2 buah,
etrletak 1/3 bagian posterior badan . berlekuk-lekuk dalam tak
teratur saling berdampingan Ovarium terdiri atas 6 lobus
terletak sebelah anterior kanan testis, berlekuk dalam Glandula
vitellina tersebar di seluruh daerah latera; Telur : ukuran 80 –
118 x 48 – 60 µ, bentuk lonjong, beroperculum warna kuning isi
sel-sel ovum.
6. Schistosoma haematolium, S. japonicum, S. mansoni
Nama spesies : Schistosoma haematolium, S. japonicum, S.
mansoni
Genus : Schistosoma
Lokasi : vena mesenterium
Hospes : manusia, anjing , kucing , kera
Bentuk dewasa :

lebih besar seprti bentuk daun yang menggulug memanjang


memiliki ventral sucker. Sebelah ventral sucker membentuk
canalis gynaecophorus testis penting untuk identifikasi. Betina
bebentuk seperti filiform ramping, waktu kopulasi betina terletak
dalam canalis gynaecophorus yang dibentuk ke dua ujung sisi
lateralnya lebih kecil dari pada jantan.
E. Anatomi dan Fisiologi Kuku
Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal.
Bagian kuku terdiri dari:
1. Matriks kuku: merupakan pembentuk jaringan kuku yang
baru
2. Dinding kuku (nail wall): merupakan lipatan-lipatan kulit yang
menutupi bagian pinggir dan atas
3. Dasar kuku (nail bed): merupakan bagian kulit yang ditutupi
kuku
4. Alur kuku (nail grove): merupakan celah antar dinding dan
dasar kuku
5. Akar kuku (nail root): merupakan bagian proksimal kuku
6. Lempeng kuku (nail plate): merupakan bagian tengah kuku
yang dikelilingi dinding kuku
7. Lunula: merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih
didekat akar kuku berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh
kulit
8. Eponikium (kutikula): merupakan dinding kuku bagian
proksima, kulit arinya menutupi bagian permukaan lempeng
kuku
9. Hiponikium: merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku
yang bebas (free edge) menebal
Kuku mempunyai 2 fungsi utama. Fungsi pertama yang
diketahui secara umum ialah sebagai pelindung dari ujung jari.
Fungsi keduanya yang juga sangat penting adalah memberi
sensitifitas daya sentuh . Pada ujung jari terdapat banyak reseptor
yang berfungsi untuk menghantarkan rangsang sentuh saat kita
menyentuh suatu objek sehingga kita dapat merasakan
bersentuhan dengan objek yang kita sentuh.
Kecepatan pertumbuhan kuku rata- rata 1 mm / minggu.
Pembaruan total kuku jari tangan : 170 hari dan kuku kaki: 12-
18 bulan.
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu Pelaksanaan
Hari : Selasa
Tanggal : 16 – April – 2019
Pukul : 09.00 – 11.30 WITA
Materi Praktikum : Pemeriksaan parasit pada kuku.

B. Bahan
1. Naoh 15%
2. Formalin
3. Aquades
4. Kain Kasa
5. Kuku
6. Handscone
7. Tisu
C. Alat
1. Mikroskop Cahaya
2. Kaca Objek atau Object Glass
3. Cover Glass
4. Pipet Tetes.
5. Pinset
6. Beaker Glass
7. Glass Arlogi
8. Botol Centrifuge
D. Pelaksanaan Procedure
Cara kerja dari praktikum ini adalah :
1. Menyediakan semua alat yang akan digunakan
dilaboraturium dan juga bahan yang akan digunakan.
2. Celupkan kain kasa ke dalam larutan aquades,
kemudian letakkan kain kasa yang sudah dicelupkan
dan di taruh di atas glass arlogi.
3. Lalu letakkan kuku di atas kain kasa yang sudah
dicelupkan ke dalam aquades kemudian kemudian
bungkus menggunakan kain kasa tersebut.
4. Kuku yang sudah dibungkus menggunakan kain kasa
yang sudah direndam larutan aquades kemudian
dimasukkan kedalam glass arlogi kemudian direndam ke
dalam larutan Naoh 15% selama 10-20 menit.
5. Kemudian tarik kain kasa secara perlahan dan pisahkan
kuku yang direndam tersebut menggunakan pinset.
6. Tuangkan larutan Naoh yang sudah digunakan untuk
merendam kuku ke dalam botol centrifuge sebanyak 3
botol masing-masih dengan volume 10 ml dan
kemudian juga masukkan 1 botol larutan yang berisi
aquades ke dalam alat centrifuge dan ditempatkan
secara besebrangan lalu atur (speed level di no. 2) dan
(timer 10 menit).
7. Jika sudah selesai buang larutan Naoh yang bagian atas
sampai batas 1 ml, dan jangan sampai endapannya
terbuang karna telur cacing mengendap sebagian
dibawah.
8. Teteskan larutan menggunakan pipet tetes di atas object
glass kemudian tutup menggunakan cover glass.
9. Lalu letakkan preparat di atas mikroskop kemudian
lakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop
dengan perbesaran 2 kali yaitu ; 4 X 10, 10 x 10, sampai
mendapatkan hasil.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hasil pengamatan pada praktikum kali ini kami paparkan pada
tabel 1 dan tabel 2
Tabel 4.1. Gambar Pengamatan sediaan spesimen kuku

Gambar Keterangan

Gambar di samping merupakan


penampakan sediaan negatif di
bawah mikroskop dengan
sedimen spesimen kuku.

Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Lapang Pandang


I II III IV V VI VII VIII IX X
AL _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
OV _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
TT _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
PW _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
FH _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
ER _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
FB _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
SH _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
SJ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
SM _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
HW _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
EI _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
HW _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
SS _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Total

B. Pembahasan
1. Pembahasan Tabel 1
Tidak ditemukannya spesies telur cacing jenis apapun pada
sediaan spesimen kuku dengan 3x perbesaran pada kuku
sehingga dikatakan sediaan negatif.
2. Pembahasan Tabel 2
Tidak ditemukannya spesies telur cacing jenis apapun pada
sediaan spesimen kuku pada 10x lapang pandang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Mahasiswa sudah mampu membuat preparat dengan
spesimen telur cacing pada kuku untuk mendapatkan
spesimen telur cacing pada kuku dengan 3 kali perbesaran
dan 10 kali lapang pandang meskipun hasil sediaan negatif.
B. SARAN
Diharapkan mahasiswa pada praktikum selanjutnnya
dapat datang tepat waktu, menyediakan segala perlengkapan
alat dan bahan untuk praktikum serta telah mengetahui
prosedur praktikum dan mampu lebih baik dalam melakukan
praktikum. Semoga apa yang sudah diajarkan dan dijelaskan
oleh dosen dapat bermanfaat bagi mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman. 1995. Pengantar Statistik Kesehatan. Jakarta:
EGC
Brown, Harold W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis, Edisi lll.Jakarta:
PT. Gramedia
Dinkes Prov. Sultra. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2012,Kendari.
Gandahusada, dkk. 2004. Parasitologi Kedokteran Edisi
lll.Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
Garcia, LS. 2001. Diagnosa Medikal Parasitologi 4th Edition.
Washington: ASM
Hansen, M. KL. Bahan Ajar Parasitologi.
Inge, S. dkk. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta:
FKUI
Irianto, Koes. 2009. Panduan Praktikum Parasitologi Dasar untuk
Paramedis dan Non paramedis. Bandung: Yrama Widya.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Kemenkes Berkomitmen
Eliminasi Filariasis dan Kecacingan.Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2006. PendomanPengendalian
Cacingan. KementrianKesehatan Republik Indonesia.Hlm:
3.Jakarta.
Margono, S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran.Edisi 4. Jakarta: FKUI.
Natadisastra, D. dkk, 2009. Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari
Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Rineka Cipta.
Oemijati, 2006. Parasitologi MedikI Helmintologi. Jakarta: EGC.
Purnomo, G. J.dkk. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran, Cetakan
ke-lll. Jakarta: PT.Gramedia.
Sandjaja, Bernardus. 2007. Helmintologi Kedokteran Buku 2,
Cetakan ke-l. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Rahayu, Sofia. E., 2006, Keberadaan telur cacing parasite pada
siswa SD di sekitar instalasi pengolahan air limbah (IPAL) terpadu
Kota Malang dan hubungannya dengan kepdatan telur cacing
pada limbah perumahan di ipal terpadu. Berk. Penel. Hayati: 11
(105).
Rizka Yunidha Anwar, Nuzulia Irawati, Machdawaty Masri, 2016.
Hubungan antara Higiene Perorangan dengan Infeksi Cacing Usus
(Soil Transmitted Helminths) pada Siswa SDN 25 dan 28
Kelurahan Purus, Kota Padang, Sumatera Barat Tahun
2013.Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3).
Sri Kartini, 2016. Kejadian Kecacingan pada Siswa Sekolah Dasar
Negeri Kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru. Jurnal Kesehatan
Komunitas, Vol. 3, No. 2

Das könnte Ihnen auch gefallen