Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sumber-sumber Akhlak
2. Mengetahui perbedaan akhlak , moral dan etika
3. Mengetahui kedudukan Akhlak didalam Islam’
4. Mengetahui hubungan aqidah,ibadah,dan akhlak
5. Mengetahui Akhlak Mahmudah dan Mazmumah
BAB II
PEMBAHASAN
Al- qur’an dan hadits merupakan sumber dari akhlak karena didalam al-
qur’an dan hadits mengajarkan bagaimana cara seseorang berbuat baik. Dengan
itu menjelaskan bahwa dengan mempelajari keduanya seseorang akan mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk. Al-qur’an bukan lah hasil dari pemikiran
para manusia, melainkan langsung dari firman Allah swt sehingga diyakini
kebenarannya sedangkan hadits merupakan perkataan dan tingkah laku Rasulullah
saw. Dijelaskan dalam surat Al- Ahzab: 21 dan Al-Qalam: 4
Secara etimologis, etika berasal dari bahasa latin, etos, yang berarti
kebiasaan. Berasal dari bahasa yunani, yaitu ethos yang memiliki pengertian adat
istiadat (kebiasaan), perasaan batin kecenderungan hati untuk melakukan
perbuatan. Dalam kajian filsafat, etika merupakan bagian dari filsafat yang
mencakup meta fisika, kosmologi, psikologi, logika, hukum, sosiologi, ilmu
sejarah dan estetika.
Pandangan yang berhubungan dengan pengertian etika di atas, dapat
diambil sebagai suatu pemahaman bahwa etika adalah cara pandang manusia
tentang tingklah laku yang baik dan benar, dan dari cara pandang itu dapat digali
dari beberapa sumber, kemudian dijadikan sebagaio tolak ukur bagi suatu
tindakan dengan pendekatan yang rasional dan filosofis.
Dari bebearapa definisi etika tersebut, dapat diketahui bahwa etika
berhubungan dengan 4 hal sebagai berikut
1. Dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang
dilakukan oleh manusia.
2. Dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.
3. Dari segi fungsinya etika berfungsi sebagai penilai, penentu, dan penetap
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
4. Dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni sesuai dengan tuntutan zaman
Kata moral berasal dari bahasa latin “mores” kata jama’ dari “mos” berarti
adat kebiasaan. Dalam bahasa indonesia, moral diterjemahkan dengan arti tata
susila. Moral adalah perbuatan baik dan buruk yang didasarkan pada kesepakatan
masyarakat. Moral merupakan istilah tentang perilaku atau akhlak yang
diterapkan kepada manusia sebagai individu maupun sebagai sosial.
Sidi gazalba mengatakan, moral ialah sesuai dengan ide-ide yang umum
diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan yang wajar. Untuk itu dia,
menyimpulkan bahwaa moral itu adalah suatu tindakan yang sesuai dengan
ukuran tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan
tertentu.
Fran magnis suseno menjelaskan bahwa kata moral selalu mengacu
kepada baik buruknya sebagai seorang manusia. Bidang moral adalah kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.
Rasa malu merupakan rem atau pengekang dari segala bentuk kemaksiatan.
Sepanjang rasa malu ini ada terpelihara pada jiwa seseorang maka dirinya akan
terjaga dari segala godaan syetan yang mengajak kepada perbuatan dosa. Dengan
memiliki rasa malu, orang akan terjaga akhlaknya. Oleh karena itu semua agama
samawi mengajarkan kepada umatnya untuk berakhlak mulia yang salah satunya
adalah memlihara rasa malu.
Sabda Rosulullah s.a.w, "Sesungguhnya setiap agama mampunyai akhlak,
dan akhlak Islam adalah rasa malu," (Riwayat Imam Malik)
Allah berfirman :
ِ علَ ْينَا أَفَ َم ْن يُ ْلقَى فِي ال َّن ِار َخي ٌْر أ َ ْم َم ْن يَأْتِي
آمنا يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة ا ْع َملُوا َما َ َِإنَّ الَّ ِذينَ يُ ْل ِح ُدونَ فِي آ َياتِنَا ال يَ ْخفَ ْون
ٌ شئْت ُ ْم ِإنَّهُ ِب َما ت َ ْع َملُونَ َب ِص
ير ِ
Kalau tidak merasa malu, manusia dipersilakan oleh Allah untuk berbuat
apa saja, tapi harus ingat bahwa segala perbuatan itu tidak ada yang terlepas dari
pengawasan Allah SWT dan kelak akan dimintakan pertanggungjawaban.
Dengan kurangnya rasa malu, orang akan berbuat apa saja tanpa
mempertimbangkan halal dan haram. Hilangnya rasa malu akan mengakibatkan
rusaknya akhlak dan rusaknya akhlak mengakibaatkan rusaknya iman. Itulah
sebabnya dikatakan oleh Rosululla s.a.w, "Malu itu bagian dari iman."
Orang yang tidak memiliki rasa malu, sering disebut dengan ungkapan tebal
kulit muka. Karena kalau orang merasa malu, biasanya akan memerah mukanya.
Orang yang tidak pernah memerah mukanya adalah orang yang kurang rasa
malunya karena itu disebut tebal kulit muka. Tentu ini hanya peribahasa saja,
bukan berarti bahwa kulit mukanya setebal kulit badak.
Rosulullah bersabda: "Malu itu bagian dari keimanan, dan keimanan itu
dapat memasukkan seseeorang ke surga, sedangkan sifaat yang keji adalah sifat
kasar, dan sifaat kasar itu menyebabkan masuk neraka (Riwayat Imam Ahmad
dan Tirmidzi).
Timbulnya berbagai penyakit sosial di tengah-tengah masyarakat kita, tentu
disebabkan karena orang tidak atau kurang memiliki rasa malu. Tidak malu
dijatuhi hukuman oleh negara, bahkan penjara hanya dianggap sebagai tempat
istirahat dan rekreasi. Keluar dari penjara, tidak malu berbuat pelanggaran lagi
karena sudah siap masuk penjara berulang kali.
Kalau masih memiliki rasa malu, berarti orang akan terhindar dari segala
tindakan kejahatan, keserakahan, korupsi, mengambil yang bukan haknya dan
lain-lain. Marilah kita jaga diri kita dari segala bentuk kema'siatan yang akan
membawa kepada kehancuran pribadi dan kehancuran masyarakaat, bangsa dan
nengara.
4. Ghadab
Ghadab (pemarah) artinya orang yang suka marah. Sedangkan marah
artinya berontaknya jiwa dalam menghadapi sesuatu yang tidak disenangi atau
marah adalah luapan hawa nafsu, baik dengan perkataan maupun dengan
perbuatan yang tidak terkendali.
Dalam pergaulan hendaknya manusia jangan mudah marah. Apabila arah
karena hal-hal yang sepele, yang sebenarnya tidak perlu marah,tetapi menjadi
marah besar (murka). Hal yang demikian tidak sesuai dengan pribadi muslim yang
sebenarnya. Sebab selain menganjurkan agar kita menjadi pemaaf, suka maafkan
kesalahan atau kehilafan orang lain agar persaudaraan dapat terpelihara dengan
sebaik-baiknya.
Disekolah ada seorang guru yang sabar dalam menghadapin perilaku
siswanya. Meskipun siswanya tidak memeperdulikannya, namun ia tetap
melaksanakan kewajibannya sebagai guru dengan baik, bahkan ia tetap
menyayangi siswanya. Pada suatu ketika ia mendadak marah, anak-anak tidak ada
yang berani berbicara dan mereka tidak mengerti apa penyebabnya, sehingga
mereka diam semuanya.
Sikap guru tersebut sangat bertentangan dengan norma agama, padahal
islam menganjurkan kepda umatnya untuk bersabar bila mengadapi ujian atau
cobaan. Permasalahan tidak boleh dihadapi dengan marah. akan tetapi harus
dihadapi dengan penuh kesabaran.
Sabda Rasulullah SAW. “Janganlah kamu memutuskan suatu perkara antara yang
bersengketa ketika engkau dalam keadaaan marah.” (HR. Bukhari)
Al Ghazali juga mengatakan bahwa orng tyang sabar ialah orang yang
sanggup bertahan dalam mengadapi gangguan dan rasa sakit, yang sanggup
memikul beban yang tidak disukainya, yang sanggup mengendalikan kemarahan.
Firman Allah SAW. “Hai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan
dengan sabar dan sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang sabar.” (QS
Al Baqarah: 153)
Allah SWT juga menjanjikan kepada orang-orang yang sanggup menahan
amarahnya dengan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. “…..dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disedikan untuk orang-orang
yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memanfaatkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (Qs Ali Imran : 133 –134)
Jika terlajur marah, maka sikap yang diajarkan Rasulllah SAW adalah
“Sesungguhnya marah itu dari syetan dan sesungguhnya setan itu dijadikan dari
api dan pai akan mati dengan (disiram) air, maka apabila marah seseorang di
antara kamu, maka berwudhulah.” (HR Abu Dawud)
Demikianlah, kita harus mampu menahan amarah, karena amarah itu
datangnya dari syetan yang akan senantiasa menyesatkan kita, sehingga kita akan
berbuat yang tidak seharusnya kita lakukan. Orang yang kuat bukanlah orang
yang kuat dan menang dalam bergulat melainkan orang yang sanggup menahan
marahnya.
5. Namimah
Namimah atau mengadu domba adalah usah atau perbuatan seseorang baik
berupa ucapan atau perbuatan yang bertujuan mengadu domba satu orang dengan
orang lain, satu golongan dengan golongan yang lain, dan lain
sebagainya.Perbutan namimah adalah perbuatan yang dibenci orang Allah SWT.
Sebagaimana firman-Nya.
ٍ َم ِهينٍ َه َّم ٍاز َمشَّاءٍ ِبنَ ِم- ٍَوال ت ُ ِط ْع ُك َّل حَالف
يم
“dan janganlah engkau patuhi orang – orang yang suka bersumpah dan suka
menghina , suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah.” ( QS. Al
Qalam : 10- 11)
Orang yang terbiasa dengan sifat naminah akan slau berbuat kerusakan
dimana pun dan kapanpun, apalagi sifat ini sudah terpatri kuat dalam hati. Orang
– orang seperti akan selsu menggunakn siasat buruknya untuk kepentingan
pribadinya. Selain itu, ia akan selalu mencela orang lain dengan kesana kemari
menyebar fitnah, mereka adalah orang yang selalu bersama – sama berada
ditengah – tengah dengan tujuan untuk menghasut, membuat huru – hara, dan
kerusakan .
4.4.3 Akhlak Mahmudah yang melainkan insan yang berdakwa
Sifat Mahmudah atau juga dikenali dengan akhlak terpuji ialah sifat yang
lahir didalam diri seseorang yang menjalani pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang
keji dan hina (sifat mazmumah). Sifat Mazmumah boleh dianggap seperti racun-
racun yang boleh membunuh manusia secara tidak disedari dan sifat ini
berlawanan dengan sifat mahmudah yang sentiasa mengajak dan menyuruh
manusia melakukan kebaikan. Oleh itu, dalam Islam, yang menjadi pengukur
bagi menyatakan sifat seseorang itu sama ada baik atau buruk adalah berdasarkan
kepada akhlak dan perilaku yang dimilik oleh seseorang.
Dalam mengamalkan sifat-sifat mahmudah atau etika hidup yang murni, ia
merangkumi banyak aspek antaranya :
1. Akhlak Terhadap Diri Sendiri, seperti menjaga kesihatan diri, membersih jiwa
daripada akhlak yang buruk dan keji serta tidak melakukan perkara-perkara
maksiat.
2. Akhlak Terhadap Keluarga, seperti pergaulan dan komunikasi yang baik antara
suami isteri, berbuat baik kepada kedua ibu bapa, menghormati yang lebih tua dan
mengasihi orang-orang muda daripada kita.
3. Akhlak Terhadap Masyarakat, seperti sentiasa menjaga amanah, menepati janji,
berlaku adil, menjadi saksi yang benar dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Bermula dari zaman Nabi Adam a.s, manusia sudah ditakdirkan untuk
menjalani peringkat hidup duniawi di atas muka bumi ini. Sedari detik itu
sehingga kini, manusia terus menjalani hidup dengan berbagai cara dan peristiwa
yang membentuk sejarah dan tamaddun manusia. Sifat dan keperibadian manusia
penuh pertentangan dan beraneka ragam. Manusia bukan makhluk sosial semata-
mata malah bukan jua diciptakan untuk mementingkan diri sendiri semata-mata.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam diutuskan kepada manusia untuk
menyempurnakan akhlak sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis Rasulullah
SAW. Dengan akhlak Rasulullah memenuhi kewajiban dan menunaikan amanah,
menyeru manusia kepada tauhid dan dengan akhlak jualah baginda menghadapi
musuh di medan perang.
DAFTAR PUSTAKA
Haris, Dr. Abd. 2010. Etika Hamka. Yogyakarta : PT. LkiS Printing Cemerlang.
Saebani, Drs. Beni A., M.Si. 2010. Ilmu Akhlak. Bandung : CV Pustaka Setia.