Sie sind auf Seite 1von 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengertian Akhlak secara etimologi , perkataan “akhlak” berasal dari baha
sa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan :
budi pekerti,perangai,tingkah laku atau tabiat.Kalimat tersebut mengandung segi-
segi persesuaian dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadia,serta erat
hubungan “Khaliq” yang artinya pencipta dan “Makhluk” yang berarti diciptakan.
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka
kebiasaannya itu disebut akhlak. Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang
mengerti benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata-
mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya.Oleh karena itu seseorang yang
sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil
perpaduan antara hati nurani , pikiran,dan perasaan. Dengan demikian memahami
akhlak adalah masalah fundamental dalam kehidupan seseorang itulah yang dapat
menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang menghasilkan
akhlak yang baik,yakni pembuatan itu selalu diulamg-ulang dengan kecendrungan
hati. Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati
nurani,pikiran,perasaan,bawaan dan kebiasaan yang menyatu sehingga
membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian. Semua yang telah dialkukan itu akan melahirkan perasaan moral yang
terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah,sehingga ia mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja sumber – sumber Akhlak ?
2. Apakah perbedaan akhlak,moral dan etika ?
3. Bagaimana kedudukan Akhlak dalam Islam?
4. Apa hubungan Aqidah,Ibadah dengan akhlak ?
5. Apa itu akhlak Mahmudah dan Akhlak Mazmumah ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui sumber-sumber Akhlak
2. Mengetahui perbedaan akhlak , moral dan etika
3. Mengetahui kedudukan Akhlak didalam Islam’
4. Mengetahui hubungan aqidah,ibadah,dan akhlak
5. Mengetahui Akhlak Mahmudah dan Mazmumah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sumber-sumber Akhlak

Al- qur’an dan hadits merupakan sumber dari akhlak karena didalam al-
qur’an dan hadits mengajarkan bagaimana cara seseorang berbuat baik. Dengan
itu menjelaskan bahwa dengan mempelajari keduanya seseorang akan mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk. Al-qur’an bukan lah hasil dari pemikiran
para manusia, melainkan langsung dari firman Allah swt sehingga diyakini
kebenarannya sedangkan hadits merupakan perkataan dan tingkah laku Rasulullah
saw. Dijelaskan dalam surat Al- Ahzab: 21 dan Al-Qalam: 4

َّ ‫اخ َر َوذَك ََر‬


‫ٱَّللَ َكثِ ٌۭيرا‬ ِ ‫ٱَّللَ َوٱ ْل َي ْو َم ٱ ْل َء‬
َّ ‫وا‬۟ ‫سنَ ٌۭةٌ ِل َمن كَانَ يَ ْر ُج‬ ْ ُ ‫ٱَّللِ أ‬
َ ‫س َوةٌ َح‬ ُ ‫لَّقَ ْد كَانَ لَ ُك ْم فِى َر‬
َّ ‫سو ِل‬
Artinya:
“sesungguhnya telah ada pada( diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.” (QS. Al-Ahzab:
21)

‫يم‬ ٍ ُ‫َوإِنَّكَ لَعَلَ ٰى ُخل‬


ٍ ‫ق ع َِظ‬
Artinya:
“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti
(akhlak) yang Agung.”(QS. Al-Qalam: 4)

Juga dijelaskan dalam sabda Nabi:

‫إنما بعثت ألتمم مكارم األخالق‬


Artinya:
“bahwasanya aku bangkitkan(utus) adalah untuk menyempurnakan
keluhuran akhlak.”(HR. Baihaqy).
‫أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا‬
Artinya:
“orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin
yang paling baik akhlaknya.”(HR. Tirmidzi).

Dari keterangan hadits diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak sangat


dipentingkan berkaitan dengan masalah kerisalahan (utusan) Nabi Muhammad
SAW dan juga berkaitan dengan masalah keyakinan (keyakinan teguh bagi
seluruh umat manusia).
2.2 Perbedaan Akhlak , Moral dan Etika

2.2.1 Pengertian Akhlak

Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlaq” berasal dari


bahasa arab jama’ dari bentuk mufrodnya ‫ خلق‬yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat.

Menurut ibnu athir dalam bukunya an-nihayah menerangkan bahwa


hakikat makna khuluq ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan
sifat-sifatnya), sedangkan khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (yaitu
yang berhubungan dengan jasad/badan).
Menurut abd. Hamid Yunus akhlaq adalah
‫االخالق هي صفاة االنسان االدابية‬
“akhlaq ialah segala sifat manusia yang mendidik.”
Adapun untuk definisi akhlak secara istilah adalah sebagai berikut
1. Menurut ibnu miskawaih, yang dimaksud dengan akhlaq adalah
‫حال للنفس داعية لها الى افعالها من غير فكر والروية‬
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”

2. Menurut Imam Al-Ghazali, yang dimaksud dengan akhlaq adalah


‫فالخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنها تصدر االفعال‬
‫بسهولة ويسر من غير حاجة الى فكر ورؤية‬
“Akhlaq ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan
pikiran (lebih dulu).”
3. Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin, yang dimaksud dengan akhlaq adalah
‫عرف بعضهم الخلق بأنه عادة االرادة يعنى ان االرادة اذا‬
‫اعتادت شيئا فعادتها هي المسماة الحق‬
“Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlaq ialah kehendak yang
dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu
dinamakan akhlaq.”
Menurut beberapa pengertian di atas, ilmu akhlaq itu mengandung unsur-
unsur sebagai berikut:
a. Menjelaskan baik dan buruk.
b. Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan seseorang serta bagaimana cara
kita bersikap antar sesama.
c. Mmenjelaskan mana yang patut kita perbuat.
d. Menunjukkan jalan lurus yang hendak kita lewati
Dari beberapa pengertian di atas juga dapat disimpulkan bahwa terdapat 4
ciri-ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
a. Perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang sehingga telah menjadi kepribbadiannya
b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa
pemikiran.
c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
d. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya,
bukan main-main atau karena sandiwara.
e. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas ssemata-
mata karena Allah.
Berdasarkan beberapa bahasan yang berkaitan dengan ilmu akhlaq, maka
dapat dipahami bahwa objek (lapangan/sasaran) pembahasan ilmu akhlaq itu ialah
tindakan-tindakan seseorang yang dapat di berikan nilai baik atau buruknya, yaitu
perkataan dan perbuatan yang termasuk ke dalam kategori perbuatan akhlaq

2.2.2 Pengertian Etika

Secara etimologis, etika berasal dari bahasa latin, etos, yang berarti
kebiasaan. Berasal dari bahasa yunani, yaitu ethos yang memiliki pengertian adat
istiadat (kebiasaan), perasaan batin kecenderungan hati untuk melakukan
perbuatan. Dalam kajian filsafat, etika merupakan bagian dari filsafat yang
mencakup meta fisika, kosmologi, psikologi, logika, hukum, sosiologi, ilmu
sejarah dan estetika.
Pandangan yang berhubungan dengan pengertian etika di atas, dapat
diambil sebagai suatu pemahaman bahwa etika adalah cara pandang manusia
tentang tingklah laku yang baik dan benar, dan dari cara pandang itu dapat digali
dari beberapa sumber, kemudian dijadikan sebagaio tolak ukur bagi suatu
tindakan dengan pendekatan yang rasional dan filosofis.
Dari bebearapa definisi etika tersebut, dapat diketahui bahwa etika
berhubungan dengan 4 hal sebagai berikut
1. Dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang
dilakukan oleh manusia.
2. Dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.
3. Dari segi fungsinya etika berfungsi sebagai penilai, penentu, dan penetap
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
4. Dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni sesuai dengan tuntutan zaman

2.2.3 Pengertian Moral

Kata moral berasal dari bahasa latin “mores” kata jama’ dari “mos” berarti
adat kebiasaan. Dalam bahasa indonesia, moral diterjemahkan dengan arti tata
susila. Moral adalah perbuatan baik dan buruk yang didasarkan pada kesepakatan
masyarakat. Moral merupakan istilah tentang perilaku atau akhlak yang
diterapkan kepada manusia sebagai individu maupun sebagai sosial.

Sidi gazalba mengatakan, moral ialah sesuai dengan ide-ide yang umum
diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan yang wajar. Untuk itu dia,
menyimpulkan bahwaa moral itu adalah suatu tindakan yang sesuai dengan
ukuran tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan
tertentu.
Fran magnis suseno menjelaskan bahwa kata moral selalu mengacu
kepada baik buruknya sebagai seorang manusia. Bidang moral adalah kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.

2.2.4 Perbedaan Akhlak , Moral , dan Etika


Peredaan antara akhlak, etika, moral dan susila adalah terletak pada
sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam
etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moran dan
susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku secara umum dimasyarakat, maka
pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalah
berdasarkan al-Qur’an dan al Hadits.
Perbedaan lain antara etika, moral, dan susila terlihat pula pada sifat dan
kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada
moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah
laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran
tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian akhlak, etika, moral dan susila tetap saling berhubungan
dan membutuhkan. Etika, moral dan susila berasal dari manusia, sedangkan
akhlak berasal dari Tuhan.
Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batas-batas umum,
agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral dan susila tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat. Dengan kata
lain penjabaran etika, moral dan susila akan tetap sejalan apabila tetap
mengedepankan akhlak.

3.1 Kedudukan Akhlak di dalam Islam

1. Akhlak adalah tujuan utama diangkatnya Nabi Muhammad menjadi nabi


yang diutus kepada manusia

2. Akhlak merupakan bagian tak terpisahkan dari iman dan akidah


3. Akhlak berkaitan dengan semua bentuk ibadah

4. Banyak keutamaan dan pahala besar yang diberikan Allah kepada


orang yang berakhlak mulia

 Akhlak mulia menjadi pemberat timbangan amal shalih pada hari


kiamat

 Akhlak mulia merupakan sebab utama bagi seseorang untuk masuk


surga
 Pada Hari Kiamat , Orang yang berakhlak mulia adalah orang yang
paling dekat tempatnya dari Rasulullah

 Di surga nanti, orang yang berakhlak mulia akan berada di tempat


paling tinggi dan dijamin oleh Rasulullah

4.1 Akhlak Mahmudah dan Akhlak Mazmumah

4.4.1 Akhlak Mahmudah

Akhlak mahmudah (terpuji) adalah perbuatan yang dibenarkan oleh agama


(Allah dan RasulNya). Contohnya : disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun,
syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, percaya diri, kasih
sayang, taat, rukun, tolong-menolong, hormat dan patuh, sidik, amanah, tablig,
fathanah, tanggung jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis,
qana’ah, dan tawakal, ber-tauhiid, ikhlaas, khauf, taubat, ikhtiyaar, shabar, syukur,
tawaadu', husnuzh-zhan, tasaamuh dan ta’aawun, berilmu, kreatif, produktif,
akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu, adil,
rida, amal salih, persatuan dan kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja,
serta pengenalan tentang tasawuf.
1. Contoh-Contoh Akhlak Mahmudah
Dalam pembahasan ini kami akan menjabarkan akhlak mahmudah yang
meliputi ikhlas, sabar, syukur, jujur, adil dan amanah.
a. Ikhlas
Kata ikhlas mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas
pada dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk.
Abu Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan
sebuah riwayat dari Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas.
Lalu Jibril berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah
berfirman, “(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam
hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.”
b. Amanah
Secara bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah
(titipan) sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang
dititipkankan kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
َّ ‫اس أَ ْن تَحْ ُك ُموا ِب ْال َعدْ ِل ِإ َّن‬
ُ ‫َّللاَ ِن ِع َّما يَ ِع‬
‫ظ ُك ْم ِب ِه ِإ َّن‬ ِ ‫َّللاَ يَأ ْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن ت ُ َؤدُّوا األ َمانَا‬
ِ َّ‫ت ِإلَى أ َ ْه ِل َها َو ِإذَا َح َك ْمت ُ ْم َبيْنَ الن‬ َّ ‫ِإ َّن‬
‫يرا‬
ً ‫ص‬ َ َ‫َّللاَ َكان‬
ِ ‫س ِمي ًعا َب‬ َّ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk mengembalikan
titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia
agar menghukumi dengan adil…” (QS 4:58).
Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman:
ُ‫سان‬ ْ َ ‫ض َوا ْل ِج َبا ِل فَأ َ َب ْينَ أ َ ْن يَحْ ِم ْلنَهَا َوأ‬
َ ‫ش َف ْقنَ ِم ْنهَا َو َح َم َلهَا اإل ْن‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬ َ َ‫ض َنا األ َمانَة‬
َّ ‫علَى ال‬ ْ ‫ِإنَّا ع ََر‬
‫ِإنَّهُ كَانَ َظلُوما َج ُهوال‬
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka mereka semua enggan memikulnya karena mereka
khawatir akan mengkhianatinya, maka dipikullah amanah itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh…” (QS. 33:72).
c. Adil.
Adil berarti menempatkan/meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga
tidak lain ialah berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama
menempatkan adil kepada beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri,
bawahan, atasan/ pimpinan dan sesama saudara. Nabi Saw bersabda, “Tiga
perkara yang menyelamatkan yaitu takut kepada Allah ketika bersendiriaan dan di
khalayak ramai, berlaku adil pada ketika suka dan marah, dan berjimat cermat
ketika susah dan senang; dan tiga perkara yang membinasakan yaitu mengikuti
hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang dengan dirinya sendiri.” (HR.
Abu Syeikh).
d. Bersyukur
Syukur menurut kamus “Al-mu’jamu al-wasith” adalah mengakui adanya
kenikmatan dan menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat
tersebut.Sedangkan makna syukur secara syar’i adalah : Menggunakan nikmat
AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya. Lawannya syukur
adalah kufur. Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau
menggunakannya pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT.
e. Rasa malu
”Berbuatlah sekehendakmu, tapi ingatlah bahwa segala perbuatan itu akan
dimintakan pertanggungjawaban”

Rasa malu merupakan rem atau pengekang dari segala bentuk kemaksiatan.
Sepanjang rasa malu ini ada terpelihara pada jiwa seseorang maka dirinya akan
terjaga dari segala godaan syetan yang mengajak kepada perbuatan dosa. Dengan
memiliki rasa malu, orang akan terjaga akhlaknya. Oleh karena itu semua agama
samawi mengajarkan kepada umatnya untuk berakhlak mulia yang salah satunya
adalah memlihara rasa malu.
Sabda Rosulullah s.a.w, "Sesungguhnya setiap agama mampunyai akhlak,
dan akhlak Islam adalah rasa malu," (Riwayat Imam Malik)
Allah berfirman :
ِ ‫علَ ْينَا أَفَ َم ْن يُ ْلقَى فِي ال َّن ِار َخي ٌْر أ َ ْم َم ْن يَأْتِي‬
‫آمنا يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة ا ْع َملُوا َما‬ َ َ‫ِإنَّ الَّ ِذينَ يُ ْل ِح ُدونَ فِي آ َياتِنَا ال يَ ْخفَ ْون‬
ٌ ‫شئْت ُ ْم ِإنَّهُ ِب َما ت َ ْع َملُونَ َب ِص‬
‫ير‬ ِ

“ Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka


tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke
dalam neraka lebih baik ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa
pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Fushshilat Ayat : 40)

Kalau tidak merasa malu, manusia dipersilakan oleh Allah untuk berbuat
apa saja, tapi harus ingat bahwa segala perbuatan itu tidak ada yang terlepas dari
pengawasan Allah SWT dan kelak akan dimintakan pertanggungjawaban.
Dengan kurangnya rasa malu, orang akan berbuat apa saja tanpa
mempertimbangkan halal dan haram. Hilangnya rasa malu akan mengakibatkan
rusaknya akhlak dan rusaknya akhlak mengakibaatkan rusaknya iman. Itulah
sebabnya dikatakan oleh Rosululla s.a.w, "Malu itu bagian dari iman."
Orang yang tidak memiliki rasa malu, sering disebut dengan ungkapan tebal
kulit muka. Karena kalau orang merasa malu, biasanya akan memerah mukanya.
Orang yang tidak pernah memerah mukanya adalah orang yang kurang rasa
malunya karena itu disebut tebal kulit muka. Tentu ini hanya peribahasa saja,
bukan berarti bahwa kulit mukanya setebal kulit badak.
Rosulullah bersabda: "Malu itu bagian dari keimanan, dan keimanan itu
dapat memasukkan seseeorang ke surga, sedangkan sifaat yang keji adalah sifat
kasar, dan sifaat kasar itu menyebabkan masuk neraka (Riwayat Imam Ahmad
dan Tirmidzi).
Timbulnya berbagai penyakit sosial di tengah-tengah masyarakat kita, tentu
disebabkan karena orang tidak atau kurang memiliki rasa malu. Tidak malu
dijatuhi hukuman oleh negara, bahkan penjara hanya dianggap sebagai tempat
istirahat dan rekreasi. Keluar dari penjara, tidak malu berbuat pelanggaran lagi
karena sudah siap masuk penjara berulang kali.
Kalau masih memiliki rasa malu, berarti orang akan terhindar dari segala
tindakan kejahatan, keserakahan, korupsi, mengambil yang bukan haknya dan
lain-lain. Marilah kita jaga diri kita dari segala bentuk kema'siatan yang akan
membawa kepada kehancuran pribadi dan kehancuran masyarakaat, bangsa dan
nengara.

4.4.2 Akhlak Mazmumah


Akhlak Mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh
agama (Allah dan RasulNya). Contohnya : hidup kotor, berbicara jorok/kasar,
bohong, sombong, malas, durhaka, khianat, iri, dengki, membangkang, munafik,
hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asa, marah, fasik, dan murtad, kufur, syirik,
riya, nifaaq, anaaniah, putus asa, ghadlab, tamak, takabbur, hasad, dendam,
giibah, fitnah, dan namiimah, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa besar
(seperti mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), israaf,
tabdzir.
Dalam konteks pembahasan Akhlak itu, maka akhlak dapat di bagi kepada 3
(tiga) bagian yaitu :
1. Akhlak kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah adalah perbuatan hambaNya terhadap Allah SWT.
2. Akhlak kepada MakhlukNya
Akhlak kepada MakhlukNya adalah perbuatan hambaNya terhadap makhluk
Allah, seperti Malaikat, Jin, Manusia, dan Hewan.
3. Akhlak kepada Lingkungan
Akhlak kepada lingkungan adalah perbuatan hambaNya terhadap
lingkungan (semesta alam), seperti : tumbuh-tumbuhan, air (laut, sungai, danau),
gunung, dan sebagainya.
Contoh Sifat Mazmumah (Tercela) yaitu:
1. Riya’ dan Sum’ah
Diantara penyakit hati yang tidak hanya menimpa orang umum tetapi juga
kader dakwah adalah riya dan sum’ah. Mulai dari definisi riya dan sum’ah,
faktor penyebab, dampak buruk, fenomena riya dan sum’ah, sampai kiat
mengatasinya. Insya Allah.
Definisi Riya secara Etimologi.
Kata riya berasal dari kata ru’yah, yang artinya menampakkan. Dikatakan
arar-rajulu, berarti seseorang menampakkan amal shalih agar dilihat oleh
manusia. Makna ini sejalan dengan firman Allah SWT:
َ‫الَّذِينَ ُه ْم ي َُرا ُءون‬
“…Orang-orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan barang
berguna.” (QS. Al-Maa’uun : 6-7).
“… dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia.” (QS.
Al-Anfal : 47)
Definisi Riya secara Terminologi.
Pengertian riya secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang
menampakkan amal shalihnya kepada manusia lain secara langsung agar dirinya
mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan
keuntungan materi.
Pengertian Sum’ah secara Etimologi
Kata sum’ah berasal dari kata samma’a (memperdengarkan). Kalimat
samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan amalnya
kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.
Definisi Sum’ah secara Terminologi.
Pengertian sum’ah secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim
yang membicarakan atau memberitahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak
diketahui atau tersembunyi- kepada manusia lain agar dirinya mendapatkan
kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan
materi.
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.”
Para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan syirik kecil itu, wahai
Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Riya.” “Allah akan berfirman pada hari
kiamat nanti ketika Ia memberi ganjaran amal perbuatan hamba-Nya, ‘Pergilah
kalian kepada orang yang kalian berlaku riya terhadapnya.’ Lihat Apakah kalian
memperoleh balasan dari mereka?” Kemudian Rasulullah mendengar seseorang
membaca dan melantunkan dzikir dengan suara yang keras. Lalu beliau
bersabda, “Sesungguhnya dia amat taat kepada Allah.” Orang tersebut ternyata
Miqdad bin Aswad. (HR. Ahmad)
Demikianlah riya dan sum’ah akan membawa petaka di akhirat. Namun,
tidak semua yang diperdengarkan berarti sum’ah. Dalam hal ini suara dzikir
Miqdad bin Aswad tidak dikategorikan demikian. Karena riya dan sum’ah adalah
penyakit hati, maka perbuatan fisik yang sama bukan berarti berangkat dari
hati/niat yang sama
2. Takabur dan Tahasud
‫ الَيَدْ ُخ ُل ْال َجنَّةَ من كان فىقَ ْلبِ ِه ِمثْقَا َل‬: ‫وعن عبدهللا بن مسعود رضي هللا عنه عن النبي صلىاهلل عليه وسلم قال‬
}‫ذَ َّرةٍ ِم ْن ِكب ٍْر {رواه مسلم‬
“Dari Abdillah ibn Mas’ud r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda : tidak akan
masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong, walaupun hanya
sebesar atom”. (HR. Muslim)
Takabur artinya : sombong, congkak atau merasa dirinya lebih tinggi dari
orang lain, baik kedudukan, keturunan, kebagusan, petunjuk, dan lain-lain.
Takabur itu terbagi atas 2 macam yaitu :
Takabur batin : yang merupakan pekerti di dalam hati
Takabur lahir : yang merupakan kelakuan-kelakuan yang keluar dari
anggota badan, kelakuan-kelakuan ini amat banyak sekali bentuknya dan oleh
karena itu sukar untuk dihitung dan diperinci satu persatu.
Jelasnya ialah orang yang menghinakan saudaranya sesama muslim
melihatnya dengan mata ejekan, menganggap bahwa dirinya lebih baik dari yang
lain, suka menolak kebenaran, sedangkan ia telah mengetahui bahwa itulah yang
sesungguhnya benar, maka jelaslah bahwa orang tersebut dihinggapi penyakit
kesombongan dan mengabaikan hak-hak Allah, tidak mentaati apa yang
diperintahkan olehnya serta melawan benar-benar pada zat yang maha kuasa.
Takabur itu hukumnya haram, kecuali pada 2 tempat :
1. Sombong terhadap orang yang sombong
2. Sombong diwaktu peperangan terhadap orang-orang kafir.
3. Hasad
Hasad artinya menaruh perasaan benci, tidak senang yang amat sangat
terhadap keberuntungan atau kenikmatan yang di peroleh.
Hasad merupakan akhlak yang tercela, harus dihindari dalam kehidupan sehari-
hari. Wujudnya seperti memusuhi, menjelek- jelekan, mencemkan nama baik
orang lain, dan lain- lain. Sabda Rasullah “Telah masuk kedalam tubuhmu
penyakit – penyakit umat dahulu, ( yaitu ) benci dan dengki. Itulah yng
membinasakan agama, buakan sengki mencukur rambut.” ( Hr. Abu Daud
Tirmidzi ).
Hadits diatas menjelaskan apabila manusia apabila manusia saling
mendengki, maka ajaran agama dan segala tatanan hukum tidak akan
mengaturnya. Sehingga Rasulullah SAW mengibaratkan sifat dengki bagaikan api
yang membakar kayu bakar.
2. Bahaya Sifat Hasad
Rasulullah SAW menggambarkan buruknya sifat hasad seprti api yang
membakar kayu bakar, sebagia perusak dan penghancur Sendi-sendi agama,
artinya orang bersikap dan berbuat dengki pada dasarnya sama dengan
penghancur agama. Hasad harus dihindari karena merugikan diri sendiri ataupun
orang lain. Adapun bahaya hasad antara lain:

a. Menimbulkan permusuhan dan pertikain


b. Menimbulkan perasaan dendam
c. Menghilangkan persahabatan
d. Tidak disenangi oleh orang banyak
e. Menghilangkan semua aml baik yang telah dilakukan
f. Dibenci Allah SWT ( mendapat dosa )

4. Ghadab
Ghadab (pemarah) artinya orang yang suka marah. Sedangkan marah
artinya berontaknya jiwa dalam menghadapi sesuatu yang tidak disenangi atau
marah adalah luapan hawa nafsu, baik dengan perkataan maupun dengan
perbuatan yang tidak terkendali.
Dalam pergaulan hendaknya manusia jangan mudah marah. Apabila arah
karena hal-hal yang sepele, yang sebenarnya tidak perlu marah,tetapi menjadi
marah besar (murka). Hal yang demikian tidak sesuai dengan pribadi muslim yang
sebenarnya. Sebab selain menganjurkan agar kita menjadi pemaaf, suka maafkan
kesalahan atau kehilafan orang lain agar persaudaraan dapat terpelihara dengan
sebaik-baiknya.
Disekolah ada seorang guru yang sabar dalam menghadapin perilaku
siswanya. Meskipun siswanya tidak memeperdulikannya, namun ia tetap
melaksanakan kewajibannya sebagai guru dengan baik, bahkan ia tetap
menyayangi siswanya. Pada suatu ketika ia mendadak marah, anak-anak tidak ada
yang berani berbicara dan mereka tidak mengerti apa penyebabnya, sehingga
mereka diam semuanya.
Sikap guru tersebut sangat bertentangan dengan norma agama, padahal
islam menganjurkan kepda umatnya untuk bersabar bila mengadapi ujian atau
cobaan. Permasalahan tidak boleh dihadapi dengan marah. akan tetapi harus
dihadapi dengan penuh kesabaran.
Sabda Rasulullah SAW. “Janganlah kamu memutuskan suatu perkara antara yang
bersengketa ketika engkau dalam keadaaan marah.” (HR. Bukhari)
Al Ghazali juga mengatakan bahwa orng tyang sabar ialah orang yang
sanggup bertahan dalam mengadapi gangguan dan rasa sakit, yang sanggup
memikul beban yang tidak disukainya, yang sanggup mengendalikan kemarahan.
Firman Allah SAW. “Hai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan
dengan sabar dan sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang sabar.” (QS
Al Baqarah: 153)
Allah SWT juga menjanjikan kepada orang-orang yang sanggup menahan
amarahnya dengan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. “…..dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disedikan untuk orang-orang
yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memanfaatkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (Qs Ali Imran : 133 –134)
Jika terlajur marah, maka sikap yang diajarkan Rasulllah SAW adalah
“Sesungguhnya marah itu dari syetan dan sesungguhnya setan itu dijadikan dari
api dan pai akan mati dengan (disiram) air, maka apabila marah seseorang di
antara kamu, maka berwudhulah.” (HR Abu Dawud)
Demikianlah, kita harus mampu menahan amarah, karena amarah itu
datangnya dari syetan yang akan senantiasa menyesatkan kita, sehingga kita akan
berbuat yang tidak seharusnya kita lakukan. Orang yang kuat bukanlah orang
yang kuat dan menang dalam bergulat melainkan orang yang sanggup menahan
marahnya.
5. Namimah
Namimah atau mengadu domba adalah usah atau perbuatan seseorang baik
berupa ucapan atau perbuatan yang bertujuan mengadu domba satu orang dengan
orang lain, satu golongan dengan golongan yang lain, dan lain
sebagainya.Perbutan namimah adalah perbuatan yang dibenci orang Allah SWT.
Sebagaimana firman-Nya.
ٍ ‫ َم ِهينٍ َه َّم ٍاز َمشَّاءٍ ِبنَ ِم‬- ٍ‫َوال ت ُ ِط ْع ُك َّل حَالف‬
‫يم‬
“dan janganlah engkau patuhi orang – orang yang suka bersumpah dan suka
menghina , suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah.” ( QS. Al
Qalam : 10- 11)
Orang yang terbiasa dengan sifat naminah akan slau berbuat kerusakan
dimana pun dan kapanpun, apalagi sifat ini sudah terpatri kuat dalam hati. Orang
– orang seperti akan selsu menggunakn siasat buruknya untuk kepentingan
pribadinya. Selain itu, ia akan selalu mencela orang lain dengan kesana kemari
menyebar fitnah, mereka adalah orang yang selalu bersama – sama berada
ditengah – tengah dengan tujuan untuk menghasut, membuat huru – hara, dan
kerusakan .
4.4.3 Akhlak Mahmudah yang melainkan insan yang berdakwa
Sifat Mahmudah atau juga dikenali dengan akhlak terpuji ialah sifat yang
lahir didalam diri seseorang yang menjalani pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang
keji dan hina (sifat mazmumah). Sifat Mazmumah boleh dianggap seperti racun-
racun yang boleh membunuh manusia secara tidak disedari dan sifat ini
berlawanan dengan sifat mahmudah yang sentiasa mengajak dan menyuruh
manusia melakukan kebaikan. Oleh itu, dalam Islam, yang menjadi pengukur
bagi menyatakan sifat seseorang itu sama ada baik atau buruk adalah berdasarkan
kepada akhlak dan perilaku yang dimilik oleh seseorang.
Dalam mengamalkan sifat-sifat mahmudah atau etika hidup yang murni, ia
merangkumi banyak aspek antaranya :
1. Akhlak Terhadap Diri Sendiri, seperti menjaga kesihatan diri, membersih jiwa
daripada akhlak yang buruk dan keji serta tidak melakukan perkara-perkara
maksiat.
2. Akhlak Terhadap Keluarga, seperti pergaulan dan komunikasi yang baik antara
suami isteri, berbuat baik kepada kedua ibu bapa, menghormati yang lebih tua dan
mengasihi orang-orang muda daripada kita.
3. Akhlak Terhadap Masyarakat, seperti sentiasa menjaga amanah, menepati janji,
berlaku adil, menjadi saksi yang benar dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Bermula dari zaman Nabi Adam a.s, manusia sudah ditakdirkan untuk
menjalani peringkat hidup duniawi di atas muka bumi ini. Sedari detik itu
sehingga kini, manusia terus menjalani hidup dengan berbagai cara dan peristiwa
yang membentuk sejarah dan tamaddun manusia. Sifat dan keperibadian manusia
penuh pertentangan dan beraneka ragam. Manusia bukan makhluk sosial semata-
mata malah bukan jua diciptakan untuk mementingkan diri sendiri semata-mata.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam diutuskan kepada manusia untuk
menyempurnakan akhlak sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis Rasulullah
SAW. Dengan akhlak Rasulullah memenuhi kewajiban dan menunaikan amanah,
menyeru manusia kepada tauhid dan dengan akhlak jualah baginda menghadapi
musuh di medan perang.
DAFTAR PUSTAKA

AR, Drs. Zahrudin. M.M.Si dan Hasanuddin S. 2004. Pengantar Studi


Akhlak. Jakarta : PT. Raja Grafindo.

Haris, Dr. Abd. 2010. Etika Hamka. Yogyakarta : PT. LkiS Printing Cemerlang.

Mustofa, Drs. H. A. 2007. Akhlak Tasawuf. Bandung : CV Pustaka Setia.

Nata, Prof. Dr. H. Abiddin, M.A. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT


Rajagrafindo Persada,.

Saebani, Drs. Beni A., M.Si. 2010. Ilmu Akhlak. Bandung : CV Pustaka Setia.

Das könnte Ihnen auch gefallen