Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
You can get a STD from vaginal, anal, or oral sex. You can also be infected with trichomoniasis through
contact with damp or moist objects such as towels, wet clothing, or toilet seats, although it is more
commonly spread by sexual contact.
Many STIs are spread through contact with infected body fluids such as blood, vaginal fluids, or semen.
They can also be spread through contact with infected skin or mucous membranes, such as sores in the
mouth. You may be exposed to infected body fluids and skin through vaginal, anal or oral sex. Anal sex is
very risky because it usually causes bleeding. Sharing needles or syringes for drug use, ear piercing,
tattooing, etc. can also expose you to infected fluids. Most STIs are only spread through direct sexual
contact with an infected person. However, pubic lice and scabies can be spread through close personal
contact with an infected person, or with infested clothes, sheets, or towels.
If you do decide to have sex, you should:
Use condoms 100% of the time. You need to make sure that you use a new latex condom (or dental
dam) correctly every time you have oral, anal, or vaginal sex. If you are allergic to latex, use a
polyurethane male or female condom.
Use a water-base lubricant with condoms. The lubricant will keep the condom from breaking. Never use
lubricants that contain oil or fat, such as petroleum jelly or cooking oil. These products weaken “latex”
and can cause the condom to break.
Lymphogranuloma venereum (LGV) adalah infeksi menular seksual yang diakibatkan oleh infeksi bakteri
Chlamydia trachomatis jenis tertentu. Penyakit ini merupakan penyakit endemik di daerah tropis,
khususnya di Asia Tenggara, Afrika, India, Amerika Selatan, dan Karibia. LGV seringkali terjadi pada
pasangan homoseksual, terutama sesama pria. Penyakit ini seringkali ditandai dengan pembengkakan
kelenjar getah bening di daerah lipat paha dan luka (ulkus) pada daerah genital atau kelamin yang
sembuh dengan sendirinya.
LGV dapat muncul bersamaan dengan infeksi menular seksual lainnya, contohnya pada penderita HIV.
Munculnya LGV dapat ditandai dengan diare yang diakibatkan oleh peradangan, luka, dan penyempitan
di daerah anus atau dubur, dan ujung usus besar atau rektum. Seringkali kondisi tersebut muncul pada
penerima hubungan seks anal pada pasangan sesama pria dan ditandai dengan munculnya nyeri pada
daerah anus serta keluarnya nanah dan darah, sehingga menyerupai infeksi saluran pencernaan.
Tanpa penanganan yang baik, LGV dapat menyebabkan ulkus yang membekas, pembesaran organ
genital, dan penyumbatan sistem pembuluh getah bening.
Munculnya gejala infeksi sistemik seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, lemas dan nyeri sendi.
Munculnya pembesaran kelenjar getah bening yang tidak hanya di lipat paha, namun di daerah panggul
dan dalam perut. Pembesaran ini terasa nyeri dan sekelilingnya terlihat kemerahan. Jika LGV terjadi
pada daerah mulut akibat seks oral, pembesaran kelenjar getah bening dapat terjadi di leher.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat pecah membentuk rongga (sinus) atau saluran abnormal
(fistula).
Kulit menjadi kemerahan.
Lymphogranuloma venereum tahap 3 dapat muncul hingga 20 tahun pasca infeksi terjadi. LGV tahap 3
seringkali terjadi pada wanita akibat tidak teridentifikasinya LGV stadium 1 dan 2. Secara umum, gejala-
gejala lymphogranuloma venereum tahap 3 adalah:
Kultur Chlamydia trachomatis. Metode ini dapat dilakukan dengan mengambil sampel cairan yang
diambil dari pembesaran kelenjar getah bening dengan aspirasi jarum atau dari cairan yang keluar dari
ulkus dan jaringan rektum. Meskipun cukup akurat, metode ini hanya memiliki tingkat keberhasilan
kultur sekitar 30%, serta cukup mahal dan sulit dilakukan.
CT scan. CT scan dapat berguna untuk mendeteksi jangkauan dan banyaknya limfadenopati yang terjadi.
Selain itu, CT scan dapat menunjukkan kemungkinan penyebab lain dari limfadenopati.
Kolonoskopi dan sigmoidoskopi. Metode ini dapat mengidentifikasi penyebab gejala anorektal yang
muncul pada terduga penderita LGV. Metode kolonoskopi dan sigmoidosopi dapat dikombinasikan
dengan biopsi jaringan rektum dan anus untuk memberikan hasil lebih akurat terkait kondisi anus
penderita.
Pengobatan Lymphogranuloma Venereum
Metode pengobatan LGV melibatkan pemberian antibiotik dan pembedahan. Pemberian antibiotik
bertujuan untuk membunuh bakteri yang menyebabkan terjadinya LGV. Antibiotik yang dapat diberikan,
antara lain adalah:
Doxycycline. Obat ini dapat diberikan kepada penderita LGV baik yang positif terkena HIV maupun yang
tidak terkena HIV. Doxycycline merupakan antibiotik primer yang harus diberikan kepada penderita LGV,
Erythromycin. Erythromycin memiliki kategori B pada kehamilan, yang artinya studi pada binatang
percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada
wanita hamil.
Pengobatan LGV dengan antibiotik dapat dikombinasikan dengan pembedahan untuk mengalirkan
nanah keluar atau untuk mengangkat kelenjar getah bening yang membesar.
SIFILIS
Nama lain: Lues venerea/ raja singa
Sifilis adalah IMS yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, merupakan penyakit kronis dan
dapat mengenai seluruh organ tubuh. Gambaran klinisnya dapat menyerupai penyakit lain (the great
imitator). Pada bayi ditularkan in utero atau karena kontak dengan lesi ibu pada waktu persalinan.
Selama perjalanan penyakitnya terdapat masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh.
KLASIFIKASI
Sifilis akuisita (klasifikasi epidemiologis)
Sifilis dini (sifilis yang terjadi dalam 1 tahun setelah terinfeksi)
i. Sifilis primer (S I)
ii. Sifilis sekunder (S II)
iii. Sifilis laten dini (early latent syphilis)
Sifilis lanjut (sifilis yang terjadi lebih dari 1 tahun setelah infeksi)
i. Sifilis laten lanjut (late latent syphilis)
ii. Sifilis tersier (S III)
GAMBARAN KLINIS
Sifilis primer
Sifilis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi infeksius. Treponema masuk melalui selaput lendir
yang utuh atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke pembuluh
darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Pada saat ini tanda-tanda klinis dan serologis belum jelas.
Tanda klinis yang pertama kali muncul adalah timbul lesi primer berupa ulkus di tempat inokulasi, 3
minggu (10-90 hari) setelah “coitus suspectus” (hubungan seksual yang dicurigai sebagai penyebab
infeksi). Ulkus ini disebut ulkus durum atau chancre (syphilitic ulcer), dapat di genital maupun ekstra
genital.
Gambaran karakteristik ulkus durum:
Biasanya soliter, tidak nyeri (indolen), bagian tepi lesi meninggi dan keras (indurasi), dasar bersih, tanpa
eksudat, ukuran bervariasi dari beberapa mm sampai 1-2 cm.
Terdapat limfadenopati inguinal medial unilateral/bilateral, tidak terdapat gejala konstitusi
Adanya ulkus disertai pembesaran kelenjar getah bening disebut kompleks primer
Bila tidak diobati, ulkus akan menetap selama 2-6 minggu, lalu sembuh spontan.
Pada ulkus dapat ditemukan gerakan T. pallidum.
Tes serologis untuk sifilis: non reaktif, namun makin lama lesi terjadi kemungkinan tes menjadi reaktif ( >
4 minggu)
Sifilis sekunder
Timbul 6 minggu sampai 6 bulan kemudian berupa ruam pada kulit, mukosa dan organ tubuh, dapat
disertai gejala konstitusi seperti demam, malaise, sakit kepala, atralgia dan anoreksia.
Pada stadium ini ulkus masih dapat ditemukan.
Kelainan antara lain:
– Manifestasi kulit pada sifilis sekunder (sifilid):
Sangat bervariasi, biasanya simetris, dapat berupa makula, papula, folikulitis, papulaskuamosa
(psoriasiform) dan pustul.
Ditemukan pada 75% kasus
Ruam kulit dapat sembuh spontan
– Papul basah pada daerah intertriginosa yang lembab disebut kondiloma lata
– Limfadenopati generalisata ( > 50% kasus)
– Hepatomegali
– Splenomegali
– Pada kasus yang tidak diobati dapat terjadi relaps 1-2 tahun setelah infeksi, lesi sering unilateral,
berbentuk arsiner.
Sifilis sekunder:
– Pitiriasis rosea– Tinea versikolor– Psoriasis– Skabies– Drug eruption
– Eksantema virus
Sifilis laten
Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa manifestasi klinis, dapat berlangsung bertahun-tahun atau
seumur hidup.
Masa laten ini terbagi dua yaitu:
– Laten dini, kurang dari 1 tahun, masih bisa menular
– Laten lanjut, lebih dari 1 tahun, jarang menular, kecuali pada wanita hamil dapat menularkan
sifilis pada bayi yang dikandungnya
Diagnosis hanya berdasarkan pada tes serologis. Pada laten dini titer tinggi, namun setelah diberi
pengobatan akan rendah atau non reaktif, sedangkan laten lanjut selalu dengan titer rendah dan sedikit
perubahan setelah diberikan pengobatan.
Sifilis lanjut
Lesi sifilis lanjut berupa endarteritis obliterans pada bagian ujung arteriol dan pembuluh darah kecil
yang menyebabkan peradangan dan nekrosis. Bila tidak diobati kerusakan akan semakin hebat pada
salah satu organ tubuh
Yang paling sering terjadi pada sifilis lanjut adalah: latensi, simtomatik neurosifilis, sifilis benigna lanjut
dan sifilis kardiovaskuler.
Tes serologis umumnya reaktif
PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
1 Tes Treponema : TPI (T. pallidum Immobilization), FTA-ABS (Fluorescent Antibody Absoption Test),
TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
2 Tes non Treponema : VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin)
VDRL: sensitivitas tinggi à skrining
TPHA: spesifisitas tinggi à konfirmasi diagnosis
PENGOBATAN
Sifilis lanjut (sifilis > 2 tahun, laten yang tidak diketahui lama infeksi, kardiovaskular, syphilis late benign
kecuali neurosifilis)
– Benzatin benzilpenisilin G 2,4 juta IU/ minggu, intramuskuler, selama 3 minggu berturut-turut,
atau
– Prokain benzilpenisilin 0,6 juta IU/ hari, intramuskuler selama 3 minggu berturut-turut.
Ulkus mole atau Chancroid atau soft chancre adalah IMS yang disebabkan oleh Haemophilus ducreyi,
dengan masa inkubasi 4-10 hari. Pada wanita sukar ditentukan masa inkubasinya karena sering
ditemukan kasus asimtomatis
Karakteristik:
– Ulkus multipel, nyeri pada > 50% kasus, tepi tidak rata, indurasi (-).
– Dasar ulkus kotor, mudah berdarah dan nekrotik, kulit sekitar ulkus kemerahan
– Terdapat limfadenopati inguinal uni/bilateral yang terasa nyeri pada 50% kasus à terjadi
supurasi à perforasi à fistula à ulkus
– Dapat terjadi autoinokulasi
– Lokasi lesi: sering pada daerah vulva, serviks, prepuce, sulkus koronarius, dan anal; oral pada
oral sexual contac; bagian tubuh lain (jarang) karena autoinokulasi
Pemeriksaan laboratorium:
Pewarnaan Gram dari ulkus (sensitivitas 40-60%)
è Basil kecil Gram negatif, yang berderet berpasangan seperti kumpulan ikan (school of swimming fish)
Kultur
PCR
PENGOBATAN
Siprofloksasin 2 x 500 mg/ hari per oral, selama 3 hari
Eritromisin base 4 x 500 mg/hari,per oral selama 7 hari
Azitromisin 1 gram per oral, dosis tunggal
Seftriakson 250 mg intramuskular, dosis tunggal
HERPES GENITALIS
Herpes genitalis adalah IMS yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) tipe 1 dan 2 (90% kasus
herpes genitalis disebabkan oleh HSV tipe 2), dengan gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan
dasar eritema dan bersifat rekuren.
Infeksi herpes genitalis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi atau sekret genital yang infeksius.
Transmisi terjadi pada saat viral shedding. Gejala yang timbul dapat berat, tetapi dapat pula
asimtomatis. Pada penelitian retrospektif 50-70% infeksi HSV tipe 2 adalah asimtomatis.
Pada penderita dengan imunodefisiensi, gejala akan lebih berat, lebih lama, rekurensi lebih sering
dengan penyembuhan yang lebih lama.
Manifestasi klinis
Merupakan infeksi primer sejati, mengenai seseorang yang belum pernah terpajan HSV sebelumnya
(seronegatif terhadap antibodi HSV)
Masa inkubasi 1 minggu (2-12 hari) setelah coitus suspectus
Pada episode ini gejala lebih berat, seringkali disertai gejala sistemik dan dapat mengenai banyak
tempat.
Kelenjar limfe regional dapat membesar dan nyeri pada perabaan.
Vesikel berkelompok pada dasar eritem, yang terasa nyeri à pustula à erosi à ulkus à krusta keabu-abuan
Lesi baru masih muncul sampai hari ke-10, reepitelisasi terjadi setelah 15-20 hari
Lokasi:
Wanita: introitus, meatus, labia, serviks (70%)
Laki-laki: Glans, sulkus koronarius, uretra, penile shaft, perineal region
Jarang: perineum, bokong, paha, perianal, skrotum, mons area
Komplikasi:
Neurologis (13-35%) : aseptic meningitis, transverse meningitis, sacral radiculitis (retensi urin)
Pada kehamilan: abortus, malformasi kongenital, lahir mati.
Episode pertama bukan primer
Pada orang yang pertama kali timbul gejala klinis, namun telah seropositif terhadap antibodi HSV
Gejala lebih ringan dari episode primer, tetapi lebih berat dari episode rekuren
Episode Rekuren
Gejala yang timbul biasanya lebih ringan, dapat diawali gejala prodromal seperti gatal, rasa terbakar,
disuria
Faktor pencetus : trauma, stress emosi, kelelahan, koitus yang berlebihan, demam, menstruasi, obat-
obatan (imunosupresif, kortikosteroid), alkohol.
Reepitelisasi + 10 hari
Rekurensi HSV-2 lebih sering dibandingkan HSV-1
DIAGNOSIS BANDING
– Chancroid
– Dermatitis kontak
LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium sederhana dengan apus Tzanck yang diwarnai dengan Giemsa atau Wright
akan tampak sel raksasa berinti banyak, namun pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
yang rendah.
PCR
Serologi
PENGOBATAN