Sie sind auf Seite 1von 13

MAKALAH GERONTIK

" ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN


GANGGUAN ATROPI OTOT "

DISUSUN OLEH :

NANDANG SUHERMAN

Dosen Gerontik

Bapak. Teten Tresnawan S.Kep.M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI


2016/2017
KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum.wr.wb

Alhamdulilah hirabbilalamin,dengan memanjatkan puji dan syukur

kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat dan hidayahNya maka dengan ini kami

dapat menyelesaikan makalah dengan lancar.

Terselesainya makalah ini berkat kerja sama dari berbagai pihak untuk itu

kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Ns Teten , S.Kep.M.Kep selaku dosen

mata ajar gerontik,serta rekan–rekan yang memberikan masukan dan gagasan

tentang makalah yang saya susun.

Saya menyadari bahwa makalah Saya banyak terdapat kekurangan dan

kesalahan baik dari sisi tulisan maupun sistem penulisan, maka dari itu saya

mohon maaf dan mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Semoga apa yang kami sajikan pada makalah ini bisa bermanfaat bagi kita

semua.

Sukabumi,10 Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
C. Ruang Lingkup Penulisan............................................................ 2
D. Metode Penulisan......................................................................... 2
E. Sistematika Penulisan.................................................;;;;;;;;;........ 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Atropi………………………………….......................... 3
B. Macam – macam Atropi………………………..…………….... ,4
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PPOM
A. Pemeriksaan fungsi motorik...................................................... …6
B. Pemeriksaan tonus otot..................................................................7
C. Pemeriksaan luas garak sendi........................................................8
D. Pemeriksaan postur.................................................................... 9
BAB IV PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat
memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Dampak yang timbul
antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit Infeksi menurun,
sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler) meningkat.
Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih meninggi dan jumlah
anggota masyarakat yang berusia lanjut lehih banyak (Mangunegoro, 1992. Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan
yang lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal
perubahan itu mungkin merupakan homeostasis martial, kemudian bisa timbul
homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel
(Kumar et al, 1992). Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan
anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang adalah sistem
pernafasan.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul
pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit
yang diderita kelompok usia lanjut merupakan : (1) kelanjutan penyakit yang
diderita sejak umur muda; (2) akibat gejala sisa penyakit yang pernah diderita
sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu
(misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya); dan (4) penyakit-
penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang
diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola penyebab atau kejadian
tersebut (Mangunegoro, I992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)

Insidens. Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens


PPOM orang usia lanjut. Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr.
Kariadi tahun 1990 — 1991 adalah sebesar 5,6% (Rahmatullah, 1994. Didalam buku
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan sistem respirasi
pada usia lanjut, meliputi aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta
aspek klinik, dan terapi modalitas yang akan diberikan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan terapi modalitas ini adalah :
1. Mengetahui konsep dasar proses penuaan
2. Mengetahui perubahan fisiologis pada proses penuaan
3. Memahami perubahan anatomi dan fisiologis ,pengertian dan macam macam
Atropi pada lansia.
4. Mengetahui masalah-masalah pada perubahan sistem respiratori pada lansia.
5. Mengetahui dan dapat memberikan gambaran PPOM pada lansia
6. Memenuhi tugas mata kuliah “ Keperawatan Gerontik I”.
C. Ruang Lingkup Penulisan
Penyusunan ini hanya membahas tentang Atropi dan macam macam nya yang
terjadi pada lansia
D. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menjelaskan
pengertian dan macam macam atropi yang terjadi pada lansia dan asuhan
keperawatannya.dengan studi literature yang diperoleh dari buku-buku
perpustakaan, internet dan hasil dari diskusi kelompok yang disajikan dalam
bentuk makalah.
E. Sistematika Penulisan
Tulisan ini terdiri dari 3 (tiga) bab, yaitu :
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan, Ruang Lingkup dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Landasan teoritis
BAB III : Asuhan Keperawatan
BAB IV : Penutup
BAB II

LANDASAN TEORITIS

A.DEFINISI ATROPI

Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-
sel parenchym yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil.
Pada ekstrem yang lain, jika suatu otot tidak digunakan, kandungan aktin dan
miosinnya akan berkurang, serat-seratnya menjadi lebih kecil, dan dengan
demikian otot tersebut berkurang massanya (atrofi) dan menjadi lebih lemah.
Atrofi dapat terjadi melalui dua cara; Disuse atrophy dan Atrofi denervasi.
Disuse atrophy

Terjadi jika suatu otot tidak digunakan dalam jangka waktu lama
walaupun persarafannya utuh, seperti ketika seseorang harus menggunakan gips
atau berbaring untuk jangka waktu lama.

Atrofi denervasi

Terjadi setelah pasokan saraf ke suatu otot terputus. Apabila otot


dirangsang secara listrik sampai persarafan dapat dipulihkan, seperti pada
regenerasi saraf perifer yang terputus, atrofi dapat dihilangkan tetapi tidak dapat
dicegah seluruhnya. Aktifitas kontraktil itu sendiri jelas berperan penting dalam
mencegah atrofi; namun, faktor-faktor yang belum sepenuhnya dipahami yang
dikeluarkan dari ujung-ujung saraf aktif, yang mungkin terkemas bersama dengan
vesikel asetilkolin, tampaknya berperan penting dalam integritas dan pertumbuhan
jaringan otot.

Apabila suatu otot mengalami kerusakan, dapat terjadi perbaikan secara


terbatas, walaupun sel-sel otot tidak dapat membelah diri secara mitosis untuk
menggantikan sel-sel yang hilang. Di dekat permukaan otot terdapat populasi
kecil sel-sel yang tidak berdiferensiasi (seperti yang dijumpai pada masa
perkembangan mudigah), yaitu mioblas. Sewaktu sebuah serat otot rusak,
sekelompok mioblas melakukan fusi untuk mengganti otot tersebut dengan
membentuk sebuah sel besar berinti banyak yang segera mulai mensintesis dan
menyusun perangkat intrasel khas untuk otot. Pada cedera luas, mekanisme yang
terbatas ini tidak cukup untuk mengganti semua serat yang hilang, lalu serat-serat
yang tersisa sering mengalami hipertrofi sebagai kompensasinya.

B. Macam - macam atrofi :

1. Atrofi fisiologis : alat tubuh yang dapat mengecil atau menghilang sama sekali
selama masa perkembangan atau kehidupan . mis: pengecilan kelenjar
thymus, ductus omphalomesentricus , ductus thyroglossus.
2. Atrofi Senilis : mengecilnya alat tubuh pada orang yang sudah berusia lanjut
(aging process).
3. Atrofi setempat (local atrophy) : atrofi setempat akibat keadaan-keadaan
tertentu.
4. Atrofi inaktifitas (Disuse atrophy) : atropi yang terjadi akibat in aktifitas otot-
otot yang mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Mis. pada kelumpuhan
otot akibat hilangnya persarafan seperti pada poliomyelitis (atrophy
neurotrofik).
5. Atrofi Desakan (pressure atrophy) : yang terjadi karena desakan yang terus-
menerus atau desakan untuk wakru yang lama dan mengenai suatu alat tubuh
atau jaringan missal
a) Atrofi desakan fisiologis : pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh
(pada anak-anak).
b) Atrofi desakan patologis : pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran
aorta di daerah substernal akibat syphilis. Akibat desakan yang tinggi dan
terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
6. Atrofi Endrokin : terjadi pada alat tubuh yang aktifitasnya bergantung pada
rangsang hormon.
Pada sumber lain dikatakan bahwa berdasarkan penyebabnya, atrofi dibagi atas :
 Atrofi Neurogen : akibat dari kelumpuhan saraf mis. pada orang yang lumpuh.
 Atrofi Vaskuler : akibat dari gangguan sirkulasi darah, mis. pengecilan otak
karena arteriosklerosis, pada usia lanjut.
 Disuse Atrofi : akibat dari tidak dipergunakan dalam waktu yang lama, mis.
pada orangsakit yang harus berbaring lama di tempat tidur.
 Atrofi Endokrin : akibat dari pengaruh hormon, mis. pengecilan payudara pada
wanita lanjut karena produksi hormon yang berkurang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pemeriksaan fungsi motorik


• Pemeriksaan kekuatan otot
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan
pengujian otot secara manual (manual muscle testing MMT). Pemeriksaan
ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan mengontraksikan kelompok
otot secara volunter.
• Prosedur pelaksanan MMT
a) Lansia diposisikan sedemikan rupa sehingga otot mudah berkontraksi
sesuai
dengan kekuatannya
b) Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian
c) Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan
d) Lansia mengkontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan pada segmen
proksimal
e) Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi, baik palpasi
pada tendon atau perut otot
f) Memberikan tahanan pada otot yang bergerak dengan luas gerak sendi
penuh
g) Melakukan pencatatan hasil MMT
Kriteria hasil pemeriksaan MMT
a. normal (5) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh,
melawan gravitasi dan melawan tahan maksimal .
b. good (4) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh melawan
gravitasi dan melawan tahanan sedang (moderat)
c. fair (3) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan
melawan gravitasi tanpa tahanan.
d. poor (2) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa
melawan gravitasi
e. Trace (1) : tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat
dipalpasi
f. zero (0): kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

B. Pemeriksaan tonus otot


Tonus otot adalah ketegangan minimal suatu otot dalam keadaan istirahat.
Dapat diperiksa dengan beberapa cara yaitu dengan palpasi, gerakan pasien
dan vibrasi.

C. Pemeriksaan luas garak sendi

Luas gerak sendi (LGS) merupakan luas gerak sendi yang dapat dilakukan
oleh suatu sendi. Tujuan pemeriksaan LGS adalah untuk mengetahui besarnya
LGS suatu sendi dan membandingkannya dengan LGS sendi yang normal,
membantu diagnosis dan menentukan fungsi sendi.

Pengukuran LGS menggunakan Goniometer:

a) Posisi awal posisi anatomi, yaitu tubuh tegak, lengan lurus di samping
tubuh, lengan
bawah dan tangan menghadap bawah.

b) Sendi yang di ukur harus terbuka

c) Berikan penjelasan dan contoh gerakan

d) Berikan gerakan pasif 2 atau 3 kali

e) Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal

f) Tentukan aksis gerakan baik secara aktif/pasif

g) Letakkan tangkai goniometer yang static parallel dengan aksis longitudinal

h) Pastikan aksis goniometer tepat pada aksis gerakan sendi

i) Baca dan catat hasil pemeriksaan LGS


D. Pemeriksaan postur

Pemeriksaan postur di lakukan dengan cara inspeksi pada posisi berdiri. Pada
posisi tersebut postur yang baik/ normal dapat terlihat dengan jelas. Dari
samping, tampak telinga, akromium, trunk, trokanter mayor, patela bagian
posterior dan maleolus lateralis aada dalam satu garis lurus.

E. Pemeriksaan kemampuan fungsional

Ada beberapa system penilaian yang dikembangkan dalam pemeriksaan


kemampuan fungsional.

a) Indeks Barthel yang dimodifikasi.

b) Indeks Katz

c) Indeks kenny-self care

d) Indeks ADL
BAB IV
PENUTUP

Demikian makalah ini dibuat semoga bermanfaat dan dapat menjadi pelajaran
pengalaman khususnya bagi penulis umumnya bagi pembaca.
Penulis berharap akademik dapat lebih menyediakan lagi sumber buku dengan
tahun dan penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting dalam
pembuatan karya tulis ilmiah ini dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan
terutama dengan pembuatan asuhan keperawatan dalam praktek maupun teori

Das könnte Ihnen auch gefallen