Sie sind auf Seite 1von 10

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol.

18 (1): 29-38_______________________ ISSN 1410-8356

KONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA MINANGKABAU ATAS PASAR


1 2
Damsar , Indrayani
Received Article: 9 Agustus 2016 Accepted Article:15 November 2016

Abstract

One of the ethnicities most commonly found as a trader, merchant, or other seller at
markets all over Indonesia, starting from Sabang to Merauke, was the Minangkabau
people. Minangkabau people engaged in various activities of commerce or trade all
goods needs. In addition Minangkabau people known for their culinary efforts, in
particularly Padang buffet. An interesting question about it is how the Minangkabau
people can present almost in all markets that exist in the archipelago? How social and
cultural structures of the Minangkabau society form the market? As well as how the
economic behavior of the Minangkabau people in relation to the market? To answer
the above questions done field research with qualitative approach. Research data
obtained from various sources such as in-depth interviews on various market actors
and indigenous experts Minangkabau, observation of reality and literature on socio-
cultural structures of the Minangkabau. The results showed that there is a qualitative
relationship between socio-cultural structures of the Minangkabau, migration out (
merantau ) and markets. The market, culturally, is not separate from space
Minangkabau people, because he was part of the prerequisites of the existence of a
nagari. Migration out of the nagari or merantau is a cultural encouragement to become
a useful person. One of the main roads traveled to become a useful person is to
become entrepreneur, where the market is a place suitable for those options.

Keywords : Minangkabau, Migration, Social Construction of the Market, Entrepreneur

Abstrak
Salah satu suku bangsa yang paling sering ditemukan di pasar sebagai pedagang
atau penjual, di seluruh Indonesia dari Sabang sampau Merauke, adalah orang
Minangkabau. Mereka terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau
perdagangan barang dan jasa yang diperlukan. Mereka dikenal dengan dalam usaha
kuliner, khususnya restoran Padang. Pertanyaan menarik terkait fenomena di atas
adalah bagaimana orang Minangkabau bisa hadir pada hampir semua pasar yang
terdapat di Nusantara ini? Bagaimana struktur sosial dan budaya Minangkabau
membentuk pasar? Dan bagaimana perilaku ekonomi orang Minangkabau dalam
hubungannya dengan pasar? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan
penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dari berbagai
sumber seperti wawancara mendalam terhadap berbagai aktor pasar dan ahli adat
Minangkabau, pengamatan lapangan, dan kepustakaan tentang struktur sosial budaya
Minangkabau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap hubungan kualitatif
antara struktur sosial budaya Minangkabau, merantau dan pasar. Pasar, secara
budaya, tidak terpisah dari ruang kehidupan orng Minangkabau; karena ia menjadi
persyaratan bagi keberadaan suatu nagari. Sedangkan merantau merupakan suatu
mekanisme sosial budaya Minangkabau untuk suatu pengakuan diri dan sosial dalam
nagari melalui menjadi orang berguna. Salah satu jalan untuk menjadi orang berguna
adalah menjadi entrepreneur, di mana pasar sebagai tempat yang cocok untuk
meraihnya.
Kata Kunci: Minangkabau, Migrasi, Kontruksi Sosial Pasar, Wirausaha

1
Penulis adalah Guru besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Andalas
2
Penulis adalah Dosen Sumberdaya Manusia Pascasarjana Universitas Batam

Konstruksi Sosial Budaya Minangkabau Atas Pasar 29 | P a g e


JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 29-38_______________________ ISSN 1410-8356

A. PENDAHULUAN masyarakat Minangkabau membentuk


pasar? Serta bagaimana perilaku ekonomi

P
asar merupakan salah satu institusi orang Minangkabau dalam kaitannya
terpenting dalam ekonomi. Dinamika dengan pasar?
kehidupan ekonomi digerakkan oleh Untuk menjawab pertanyaan
pasar. Lambat atau cepatnya pergerakan tersebut di atas dilakukan penelitian
ekonomi tergantung pada lambat atau lapangan dengan pendekatan kualitatif.
cepatnya pergerakan pasar. Pergerakan Data penelitian diperoleh dari berbagai
pasar tidak sama pada setiap masyarakat. sumber seperti wawancara mendalam
Ada pasar yang pergerakannya cepat dan terhadap berbagai aktor pasar dan ahli adat
juga ada yang lambat. Lambat atau Minangkabau, pengamatan terhadap
cepatnya pergerakan pasar tergantung realitas dan literatur tentang struktur sosial
salah satunya pada struktur sosial budaya budaya Minangkabau.
masyarakat.
Pasar dalam masyarakat tertentu B. KERANGKA TEORITIS
dikonstruksi sebagai wilayah yang kumuh,
hina, jorok, atau kotor. Konstruksi seperti

D
alam bahasa latin, pasar dapat
itu menyebabkan tidak semua kelompok ditelusuri melalui akar dari kata
atau lapisan masyarakat diperbolehkan “mercatus”, yang bermakna
untuk datang atau beraktivitas di pasar berdagang atau tempat berdagang.
karena akan mencemari marwah status Terdapat tiga makna yang berbeda di dalam
sosial mereka. Masyarakat mengonstruksi pengertian tersebut: satu, pasar dalam
berbagai tuntunan budaya dalam bentuk artian secara fisik; dua, dimaksudkan
pepatah-petitih, mamangan adat, aturan, sebagai tempat mengumpulkan; tiga, hak
dan larangan adat dalam hubungan dengan atau ketentuan yang legal tentang suatu
pasar. Konsekuensi logis dari hal tersebut pertemuan pada suatu market place. Pada
adalah pasar tidak dikunjungi oleh semua abad ke-16, pengertian pasar, menurut
anggota lapisan masyarakat. Sebaliknya Swedberg seperti yang dikutip Zusmelia
hanya anggota kelompok masyarakat (2007: 10), menemukan arti baru, yaitu
tertentu saja datang ke pasar. “membeli dan menjual secara umum” dan
Pada sisi lain, ada masyarakat yang “penjualan (interaksi pertukaran) yang
menjadikan pasar bagian tidak terpisahkan dikontrol oleh demand dan supply”.
dari struktur sosial budaya masyarakat, Kelihatannya definisi yang disebut terakhir
sehingga tidak terjadi eksklusi kelompok inilah yang dirujuk oleh ilmu ekonomi sampai
atau lapisan sosial tertentu terhadap pasar. saat sekarang ini.
Pada masyarakat seperti ini, pasar terbuka Dalam bukunya Penjaja dan Raja,
bagi seluruh lapisan dan kelompok dalam Clifford Geertz (1973: 30-31) mencoba
masyarakat. Tidak ada larangan adat atau menelusuri pengertian pasar sebagai kata
hambatan budaya bagi suatu kelompok bila serapan dari bahasa Parsi, yaitu “bazar”,
ingin masuk atau beraktivitas ke pasar lewat bahasa Arab bermakna suatu pranata
Salah satu etnik yang paling sering ekonomi dan sekaligus cara hidup, suatu
ditemukan sebagai pedagang, saudagar, gaya umum dari kegiatan ekonomi yang
atau penjual pada pasar-pasar di seluruh mencapai segala aspek dari masyarakat,
Indonesia, mulai dari Sabang sampai dan suatu dunia sosial-budaya yang lengkap
Merauke, adalah orang Minangkabau. dalam sendirinya. Jadi dalam pandangan
Orang Minangkabau bergerak dalam Geertz, merupakan gejala gejala alami dan
berbagai kegiatan perniagaan atau gejala kebudayaan, di mana keseluruhan
perdagangan semua barang kebutuhan. dari kehidupan masyarakat pendukungnya
Selain itu orang Minangkabau dikenal dibentuk oleh pasar.
dengan usaha kulinernya, khususnya rumah Dalam ekonomi klasik, seperti
makan Padang. pandangan Adam Smith, melihat pasar
Pertanyaan yang menarik tentang sinonim dengan baik tempat jualan (market-
hal ini adalah bagaimana orang place) maupun sebagai suatu daerah
Minangkabau bisa hadir hampir di semua geografis. Sedangkan ekonom yang datang
pasar yang ada di nusantara ini? kemudian, seperti Alfred Marshal melihat
Bagaimana struktur sosial dan budaya
Konstruksi Sosial Budaya Minangkabau Atas Pasar 30 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 29-38_______________________ ISSN 1410-8356

pasar sebagai suatu mekanisme dalam Sementara pakan (pekan) merujuk


penciptaan harga. pada tempat pertemuan antara penjual dan
Berbeda dengan pandangan pembeli yang diselenggarakan pada salah
ekonomi, sosiologi memandang pasar seba satu hari dalam sepekan. Oleh sebab itu
gai fenomena sosial yang kompleks dengan pakan merupakan kegiatan pasar yang
berbagai macam perangkatnya. Pasar dapat berlangsung dalam sekali seminggu pada
dipandang dari sudut yang beragam hari tertentu dan dilaksanakan secara
misalnya pasar merupakan suatu suatu berulang dan tetap. Nama pekan, oleh
struktur yang padat dengan jaringan sosial karena itu, selalu dihubungkan dengan
atau yang penuh dengan konflik dan nama hari sepekan, yaitu pakan sinayan
persaingan. Pasar, dalam hal ini tempat (pasar senen), pakan salasa (pasar selasa),
pasar (market-place), dapat dilihat sebagai paka rabaa (pasar rabu), pakan kamih
cermin dari kompleksitas sosial. Pasar, oleh (pasar kamis), pakan jumat (pasar jumat),
sebab itu kata Mai dan Buchholt (1987: 2), pakan sabtu (pasar sabtu), dan pakan akad
mengandung berbagai informasi tentang (pasar minggu).
barang yang diperdagangkan, tipe peda Sedangkan balai (balai) merupakan
gang, perusahaan dan pembeli, juga tempat pertemuan para penghulu (pemimpin
organisasi sosial ekonomi perdagangan, adat) untuk melakukan musyawarah dan
harga pasar, kredit, strategi jual beli, etos mufakat dalam memutuskan sesuatu yang
kerja, kewiausahaan, serta aspek sosial dan berkaitan dengan kebijakan publik atau
komunikatif dari hari pasar. kemaslahatan anak nagari. Pada saat
pertemuan melakukan musyawarah dan
C. PASAR DAN STRUKTUR SOSIAL mufakat di balai, maka para anak
BUDAYA MINANGKABAU kemenakan (masyarakat nagari) dapat
melihat dan mendengarkan kegiatan
ebelum mendiskusikan bagaimana tersebut di luar balai. Karena balai

S kedudukan pasar dalam struktur


sosial Minangkabau, terlebih dahulu
didiskusikan bagaimana konsep pasar
merupakan tempat pertemuan, maka
permintaan terhadap suatu barang dan jasa
muncul. Ketika dahaga dan lapar muncul
dalam masyarakat Minangkabau, sehingga pada saat melihat dan mendengarkan
pemahaman tentang pasar dalam struktur musyawarah dan mufakat para pemimpin
sosial budaya Minangkabau dapat lebih nagari, maka pada saat itulah dimungkinkan
tajam. terjadinya penawaran terhadap barang dan
jasa dalam kaitannya dengan pelepas
1. Konsep Emik Pasar dahaga dan lapar.
Kalau ditelusuri konsep pasar, Bagaimana hubungan antara ketiga
dalam konteks etimologis dan emik konsep tersebut sehingga ketiganya bisa
masyarakat Minangkabau, ternyata terdapat dipahami sebagai tiga konsep menunjukkan
tiga konsep yang berbeda yaitu pasa, satu kenyataan yaitu pasar dalam konteks
pakan, dan balai. Konsep pasa dalam etimologis dan emik? Pertemuan para
masyarakat Minangkabau menunjuk pada penghulu (pemimpin adat) untuk melakukan
suatu keadaan dan situasi keramaian yang musyawarah dan mufakat tentang sesuatu
berkelanjutan. Hal itu diterangkan oleh kaitannya dengan adat dilakukan di balai
mamangan adat Minangkabau, yaitu “pasa adat, sahingga daerah sekitar tersebut
jalan dek ditampuah, hapa kaji dek diulang“ disebut balai. Sedangkan pertemuan itu
(pasar jalan karena ditempuh, hapal kaji sendiri dilakukan sekali sepekan, sesuai
karena diulang). Makna mamangan adat ini dengan hari dalam sepekan. Sehingga
menegaskan bahwa jalan menjadi pasar daerah pertemuan para penghulu (pemimpin
karena dilalui secara berulang kali dan adat) untuk melakukan musyawarah dan
berkelanjutan. Adapun maksud pasar di sini, mufakat tersebut disebut juga pakan.
seperti maknanya bahasa Melayu dan Selanjutnya, jalan menuju daerah
Minangkabau, adalah sebagai jalan. Jadi, pertemuan para penghulu (pemimpin adat)
jalan menjadi pasar apabila terus menerus untuk melakukan musyawarah dan mufakat
dilewati. yang dilakukan sekali sepekan tersebut
ditempuh terus menerus sehingga menjadi
31 | P a g e Konstruksi Sosial Budaya Minangkabau Atas Pasar
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 29-38_______________________ ISSN 1410-8356

pasa. Oleh karena itu, pada umumnya 2. Pasar dalam Struktur Sosial Budaya
nagari yang memiliki pasarnya sendiri, tidak Minangkabau
berserikat dengan nagari lain, lokasi di Dalam struktur sosial budaya
mana tempat pasar berada adalah lokasi di Minangkabau, pasar dinyatakan sebagai
mana terdapat balai. salah satu persyaratan terhadap
Bagaimana pemahaman sosiologis keberadaan dari sebuah nagari, yaitu
terhadap ketiga konsep pasar tersebut? babalai bamusajik (mempunyai balai dan
Dalam disertasinya tentang “Ketahanan masjid). Balai, seperti telah dikemukakan di
(persistence) Pasar Nagari Minangkabau“, atas, dapat memiliki dua makna yaitu balai
Zusmelia (2007: 135-145) melihat bahwa sebagai kerapatan adat dan sebagai
balai, pakan dan pasa merupakan suatu (tempat) pasar. Kedua makna tersebut bisa
garis kontinum perkembangan tempat pasar muncul pada waktu yang bersamaan karena
(market place) dan mekanisme transaksi proses permintaan menciptakan penawaran,
antara penjual dan pembeli, di mana balai di mana kehadiran balai sebagai kerapatan
dipandang sebagai bentuk yang sederhana adat memerlukan atau menciptakan
sedangkan pasa sebagai bentuk yang paling kehadiran balai sebagai (tempat) pasar.
komplit. Pasar, oleh sebab itu, merupakan
Fungsi pasar dalam nagari (balai, institusi penting dalam nagari, karena ia
pakan dan pasa) terdiri dari fungsi layanan terkait dengan keberadaan nagari itu sendiri.
kultural (pertukaran sosial), layanan Artinya nagari wajib memiliki pasar. Apabila
ekonomi (pertukaran ekonomi), dan layanan suatu nagari tidak memiliki pasarnya sendiri,
personal (pertukaran barang dan jasa). karena tidak mampu membangun suatu
Fungsi layanan kultural pada balai pasar, maka jalan keluar terhadap
terdiri dari arena sosialisasi sosial-politik, persyaratan keberadaan nagari adalah
kontrol sosial, pertukaran sosial, pembuatan melakukan persekutuan dalam membangun
kontrak tenurial, kontrak perkawinan, dan pasar bersama dengan nagari lain yang
sumber gosip. Sementara pada pakan, berdekatan letaknya. Persekutuan nagari
kesemua fungsi yang terdapat pada balai dalam mendirikan pasar menghasilkan
dimiliki kecuali fungsi pertukaran sosial dan pasar serikat. Pasar Baso di Kabupaten
pembuatan kontrak tenurial dan kontrak Agam, misalnya, merupakan pasar serikat
perkawinan. Fungsi layanan kultural pada dari persekutuan 4 nagari yaitu Nagari
pasa lebih sedikit lagi dibandingkan dengan Tabek Panjang, Padang Tarok, Simarasok,
balai dan pakan, yaitu hanya berfungsi dan Koto Tinggi.
sebagai kontrol sosial dan sumber gosip. Pasar nagari dalam sistem
Fungsi layanan ekonomi pada balai pemerintahan nagari sekarang ini
meliputi pertukaran barang dan jasa dan merupakan suatu hal yang sangat penting.
outlet promosi keterampilan (skill) dan hasil Karena salah satu sumber utama
kerajinan. Sedangkan pada pakan dan pasa pendapatan nagari adalah berasal dari
meliputi semua sub fungsi yang ada, yaitu pengelolaan pasar. Pengelolaan pasar
pertukaran barang dan jasa, memperkuat nagari dilakukan oleh Badan Perwakilan
kelompok (klientisasi) jaringan bisnis, Pemilik Pasar, yang dibentuk oleh
informasi harga dan kualitas, dan outlet Kerapatan Adat Nagari (KAN) di bawah
promosi keterampilan (skill) dan hasil pengaturan pemerintahan nagari.
kerajinan. Pasar nagari merupakan cermin dari
Fungsi layanan personal pada balai kompleksitas sosial. Pasar nagari tidak
terdiri dari pemenuhan kebutuhan amenities hanya mencakup tempat transaksi ekonomi
dan hiburan serta membangun networking antara penjual pembeli tetapi lebih dari itu,
untuk kepentingan sosial ekonomi. Pada meliputi berbagai aspek persoalan
pasa juga memiliki dua fungsi yaitu kehidupan masyarakat nagari seperti tempat
pemenuhan kebutuhan amenities dan mencari jodoh, wisata, silaturahmi dengan
hiburan serta mencari peluang (opportunity) teman atau kerabat yang lama tidak bersua,
dan kesempatan bisnis. Sedangkan pakan menikmati santapan enak, gudang informasi
memiliki kesemua fungsi yang ada. sosial budaya dan poltik lokal, dan
sebagainya.

Konstruksi Sosial Budaya Minangkabau Atas Pasar 32 | P a g e


JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 29-38_______________________ ISSN 1410-8356

D. MERANTAU, KAPITAL SOSIAL, DAN pengetahuan karena di rumah belum


PASAR berguna.
Merantau, menurut Kato (1989),

B
agaimana orang Minangkabau bisa secara historis dapat dibagi atas tiga jenis,
hadir hampir di semua pasar yang yaitu segmentasi kampung, merantau
ada di nusantara ini? Ada tiga sirkuler, dan merantau Cino (Cina).
variabel kunci yang berhubungan dalam Merantau dalam segmentasi kampung
menjawab pertanyaan ini, yaitu merantau, merupakan perpindahan untuk membentuk
kapital social, dan pasar. Merantau suatu pemukiman baru. Merantau jenis ini,
merupakan suatu proses dan pola migrasi pada umumnya, didorong oleh kekurangan
suku bangsa Minangkabau. Merantau, tanah untuk bertani dan tekanan penduduk
menurut Mochtar Naim (1984: 3), adalah yang semakin meningkat jumlahnya.
institusi sosial pada masyarakat Perpindahan ini dilakukan oleh satu
Minangkabau yang build in dalam budaya kelompok nasab ibu (matrilineal) atau
mereka. Merantau merupakan proses sebagian kelompok keturunan, yang
meninggalkan kampung halaman dengan dipimpin oleh ketua kelompok keturunan.
kemauan sendiri untuk jangka waktu lama Perpindahan ini bersifat permanen. Adapun
atau tidak, dengan tujuan mencari tipe pekerjaan yang dilakukan adalah
penghidupan menuntut ilmu atau mencari kegiatan yang berhubungan dengan tanah
pengetahuan, biasanya dengan maksud dan pertanian.
kembali pulang. Merantau sirkuler, dikenal juga
Sosialisasi merantau telah terjadi dengan merantau pipit, merupakan proses
pada saat seorang anak berusia sekitar 7 migrasi ulang-alik yang dilakukan oleh pria,
tahun. Pada usia tersebut seorang anak baik yang masih bujang maupun yang
didorong untuk tidak tidur di rumah. Ia sudah kawin. Merantau jenis ini disebabkan
dituntun pergi tidur ke surau. Apabila ia tidak oleh kekurangan tanah sebagai faktor
tidur di surau, ia akan diperolok oleh teman- pendorong dan terdapatnya beragam
teman sebayanya (St. Iskandar, 1960; kesempatan yang ada di luar sebagai
Radjab, 1950). Perpindahan tempat tidur faktor penarik serta adanya ambisi pribadi.
sang anak dari rumah gadangnya ke surau, Adapun pekerjaan yang dilakukan adalah
secara simbolik, dilihat sebagai proses pekerjaan yang tidak terikat dengan tanah
perantauan pertama seorang anak ke dunia dan pertanian seperti pedagang, tukang,
luar (surau). Para pemuda yang tidur di dan guru. Walaupun seorang pria telah
surau bukan sekedar tidur, tetapi lebih jauh menikah, namun istri dan anak-anaknya
dari itu, mereka dipersiapkan untuk ditinggalkan di kampung. Oleh karena itu,
menghadapi dunia luar yang lebih luas lagi, migrasi ulang-alik rantau - kampung
yaitu rantau. halaman dilakukan seiring dengan dengan
Di suraulah mereka diperkenalkan kepulangan ke kampung halaman untuk
gambaran tentang rantau oleh para senior melihat sanak saudara nasab ibunya serta
mereka yang telah pernah merantau atau anak-anak dan istrinya kemudian kembali ke
perantau yang sedang pulang kampung. rantau. Mobilitas geografis jenis ini, oleh
Gambaran tentang rantau yang dipaparkan sebab itu, tidak bersifat permanen.
melalui penuturan para senior atau perantau Selanjutnya merantau Cino
yang sedang pulang kampung semuanya merupakan migrasi geografis permanen
menarik hati dan memotivasi untuk segera yang dilakukan oleh pada umumnya
pergi merantau (Radjab, 1950). Kesemua keluarga inti. Keluarga inti sebagai suatu
proses tersebut memperkuat ajaran adat unit pergi bersama merantau. Ketika
bahwa. “karatau madang di hulu, babuah seorang suami merantau, misalnya, setelah
babungo balun, marantau bujang dahulu, di ia merasa bisa bertahan hidup di
rumah baguno balun” (Karatau madang di perantauan, hal yang pertama dilakukan
hulu, berbuah berbunga belum, merantau adalah menjemput atau meminta istri dan
bujang dahulu, di rumah berguna belum). anak-anaknya datang ke tempat dia
Adapun makna fatwa adat tersebut adalah merantau.
para pemuda diharapkan pergi merantau Bila ia adalah seorang bujang,
untuk menuntut ilmu atau mecari ketika ia telah dipandang berhasil, hal
33 | P a g e Konstruksi Sosial Budaya Minangkabau Atas Pasar
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 29-38_______________________ ISSN 1410-8356

selanjutnya yang dilakukan adalah pulang dimiliki sehingga menimbulkan kepercayaan


kampung untuk menikah dan langsung pihak lain, dimungkinkan diberi kesempatan
membawa istrinya ke daerah di mana dia untuk mengelola suatu usaha atau modal
merantau. Migrasi jenis ini terkait dengan uang dan barang untuk berusaha.
jarak yang jauh dari kampung halaman dan Dalam masyarakat Minangkabau
pada umumnya dengan tujuan kota-kota jaringan hubungan tersebut dikonstruksi
besar di Indonesia seperti Banda Aceh, melalui sistem kekerabatan matrilineal yang
Jakarta, Bogor, Depok, Bandung, bermula dari hubungan semande, seperut,
Tangerang, Bekasi, Pekanbaru, Medan, senenek, seninik, sekaum dan sesuku.
Lampung, Makasar, dan lainnya. Faktor Semande menunjuk pada hubungan yang
pendorong dan penarik dari merantau Cino tercipta karena mereka dilahirkan dari
sama dengan merantau sirkuler. Mobilitas seorang ibu yang sama. Seperut merupakan
merantau Cino yang bersifat permanen ini jaringan hubungan yang muncul karena
sebenarnya bukan tujuan mereka tetapi sekelompok orang memiliki satu nenek yang
akibat dari perpindahan tersebut. sama. Senenek merujuk pada suatu
Proses merantau meninggalkan jaringan hubungan yang timbul karena
kampung halaman sebenarnya bukan sekelompok orang mempunyai satu nenek
merupakan keputusan pribadi, tetapi sering buyut (gaek). Sementara seninik mencakup
menjadi suatu keputusan dari kelompok, jaringan hubungan yang muncul dari
misalnya keluarga, ketetanggaan atau kenyataan bahwa mereka berasal dari
persahabatan. Hal ini dikarenakan niniek yang sama. Sekaum adalah jaringan
keputusan merantau terkait dengan modal hubungan dari suku (marga/klan) yang sama
serta jaringan hubungan sosial budaya dan dan dapat ditelusuri kaitan hubungan
politik yang dimiliki. Pergi merantau mereka. Sedangkan sesuku merupakan
meninggalkan kampung halaman jaringan hubungan yang terbentuk karena
diputuskan setelah paling tidak calon memiliki satu suku (marga/klan) yang sama,
migran telah memiliki modal dasar awal namun kaitan hubungannya sudah sukar
berupa ongkos ditambah bekal untuk dapat ditelusuri, misalnya sesama Caniago,
hidup beberapa hari. Modal dasar awal ini namun berasal dari nagari yang berbeda.
berasal baik dari keluarga inti seperti orang Sistem itu dapat diperluas dengan
tua, maupun keluarga luas seperti sanak hubungan horizontal lokalitas etnik seperti
saudara dan famili lainnya. menjadi hubungan senagari, seluhak
Modal dasar awal tersebut, terutama sampai seminangkabau. Senagari
bekal hidup beberapa hari di kota, merupakan jaringan hubungan lokalitas
cenderung tidak diperlukan jika sang calon yang mencakup jaringan hubungan dari
migran memiliki kapital sosial (social beberapa jorong (korong) atau desa dalam
capital). Kapital sosial dimaksud di sini, suatu nagari. Sedangkan seluhak
merujuk Alejandro Portes (1995:12-13), merupakan jaringan hubungan lokalitas
merupakan kemampuan individu-individu yang meliputi satu daerah inti budaya
untuk mengatur sumber-sumber langka Minangkabau.
berdasarkan keanggotaan mereka dalam Dalam konteks budaya
jaringan atau struktur sosial yang lebih luas. Minangkabau, daerah inti meliputi luhak
Kemampuan menggerakkan jaringan Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak
hubungan sosial budaya dan politik yang Limopuluh Koto. Dalam konteks
dimiliki di daerah tujuan merantau sebagai Minangkabau kontemporer, konsep luhak
keuntungan. Kepiawaian dalam telah digantikan oleh hubungan lokalitas
menggunakan modal sosial dapat administratif pemerintahan seperti
memberikan banyak peluang dan kabupaten, misalnya sesama orang
kesempatan. Ketika para pembentuk Kabupaten Pesisir Selatan. Sedangkan
jaringan hubungan yang dimiliki tersebut seminangkabau menunjuk pada hubungan
memiliki rasa saling percaya maka salah lokalitas atau cakupan wilayah budaya
satu pihak dapat saja memberikan modal Minangkabau. Pada konteks ini, makin kecil
uang dan barang kepada pihak lain. lingkaran semakin kohesif jaringan
Seorang migran yang baru datang hubungan dan semakin tinggi pula
ke kota, karena kemampuannya kemungkinan untuk terciptanya saling
menggerakkan jaringan hubungan yang percaya (lihat figur di bawah).
Konstruksi Sosial Budaya Minangkabau Atas Pasar 34 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 29-38_______________________ ISSN 1410-8356

Figur Sistem Jaringan Hubungan Masyarakat Minangkabau

3
2

Catatan (1) semande (2) seperut (3) senenek (4) seninik (5) sekaum (6) sesuku

Apa yang diperbuat oleh para sepananggungan sesama perantau


perantau pemula yang telah menautkan lainnya).
jaringan mereka pada sistem jaringan Adapun pekerjaan paling disukai
hubungan masyarakat Minangkabau? Pada oleh para perantau (pemula) adalah
umumnya para perantau yang baru datang pekerjaan yang berhubungan dengan
dari desa tersebut melakukan proses perdagangan dan keterampilan mandiri
pemagangan pada patron mereka di rantau, seperti penjahit. Kesemua pekerjaan
yaitu menjadi anak semang (anak buah) tersebut tidak terlepas dari keterkaitannya
pada orang yang dianggap berhasil dalam dengan pasar. Dengan demikian pergi
jaringan hubungan tersebut. merantau bagi orang Minangkabau, pada
Apa pula yang dilakukan perantau dasarnya, adalah pergi ke pasar.
(pemula) bilamana mereka tidak
menemukan jaringan hubungan masyarakat E. PASAR DAN PERILAKU EKONOMI
Minangkabau di perantauan? Memang tidak

B
jarang para perantau (pemula) menemukan agaimana perilaku ekonomi orang
kenyataan bahwa daerah yang mereka Minangkabau dalam kaitannya
datangi tidak ada orang Minangkabau, dengan pasar? Berikut beberapa
sehingga mereka harus menemukan atau perilaku ekonomi yang ditemukan pada
membuat jaringan hubungan selain jaringan orang Minangkabau dalam kaitannya
etnisitas Minangkabau. Mereka memetakan dengan pasar.
berbagai kemungkinan jaringan hubungan
yang potensial untuk digunakan, yaitu 1. Etos Kerja Minang
antara lain jaringan hubungan sealmamater Apa yang menjadi penggerak orang
(satu sekolah atau kampus), seagama, untuk melakukan sesuatu ? Pertanyaan ini
sesumatera, atau sesama perantau. Bila menyangkut dua hal yaitu berkait dengan
mereka merantau ke daerah pedalaman konsep penggerak dan konsep sesuatu.
Kalimantan atau Papua, misalnya, di mana Konsep penggerak dalam sosiologi bisa
mereka tidak menemukan orang dilihat dengan beragam sudut pandang,
Minangkabau, maka bisa saja mereka misalnya dari Marxian dan Weberian.
mencoba mendekatkan diri dalam Sedangkan sesuatu di sini, dimaksud
membangun jaringan hubungan berbasiskan sebagai wirausaha. Dalam perspektif
agama, almamater, kewilayahan Marxian, keberhasilan dalam wirausaha
(Sumatera), atau psikologi sosial (senasib- digerakkan oleh kemampuan seseorang
35 | P a g e Konstruksi Sosial Budaya Minangkabau Atas Pasar
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 29-38_______________________ ISSN 1410-8356

berkompetisi dalam merebut faktor-faktor kegiatan duniawi. Sedangkan kerja itu


produksi seperti tanah dan mesin-mesin sendiri harus dilakukan dengan sebaik dan
produksi. Sedangkan dalam perspektif sekeras mungkin seperti yang diajarkan
Weberian keberhasilan wirausaha dipenga lewat hadist Rasullullah SAW, “beramallah
ruhi oleh etos kerja yang dimiliki. kamu seolah-olah kamu mati esok pagi dan
Etos kerja, seperti yang dikutip oleh bekerjalah kamu seolah-olah kamu hidup
Taufik Abdullah (1979:3) dari Geertz, selama-lamanya”.
merupakan “sikap yang mendasar terhadap Selain itu, sebelum Weber
diri dan dunia yang dipancarkan hidup”. Etos mengemukakan teori organisasi dan
adalah aspek evaluatif, yang bersifat birokrasi modern, Islam telah lama
menilai. Oleh karena itu dalam kaitannya mengajarkan sikap berperhitungan dan
dengan topik di atas diajukan pertanyaan: prinsip akuntansi modern seperti yang
apakah kerja, dalam hal ini wirausaha, diamanatkan oleh QS 2:282, “Hai orang-
dipandang sebagai suatu keharusan hidup, orang yang beriman, apabila kamu
atau sesuatu yang imperatif dari diri, atau bermu’amalah tidak secara tunai untuk
sesuatu yang terikat pada identitas diri yang waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
telah bersifat sakral? Identitas diri dalam hal menuliskannya”. Prinsip ini dilihat sebagai
ini adalah suatu yang telah digariskan oleh kewajiban umat Islam untuk melaksa
agama. Berkaitan dengan itu, juga perlu nakannya. Seperti diketahui bahwa ilmuan
dipertanyakan, nilai etos kerja apa yang Islamlah yang mengembangkan teori
dikandung oleh budaya Minangkabau ? perhitungan modern melalui aljabar.
Apakah etos kerja yang dikandung tersebut Selanjutnya Islam juga mewajibkan
berkorelasi positip terhadap suatu aktifitas umatnya untuk berlaku sidik (jujur), amanah
ekonomi (wirausaha) ? (acountability), tabligh (informasi benar), dan
Max Weber, melalui The Protestant fathonah (cerdas) dalam setiap aktifitas
Ethic and the Spirit of Capitalism, hidupnya. Karena keempat nilai ini menjadi
memperlihatkan kemungkinan terdapatnya indikator nilai pembeda antara orang muslim
hubungan antara ajaran agama dan perilaku dan orang munafiq. Keempat nilai ini
ekonomi. Orang Minangkabau tidak merupakan landasan nilai utama bagi
memisahkan hidupnya dengan agama dan keberhasilan orang dalam semua aktifitas
adat. Orang Minangkabau tidak mau disebut kehidupan, termasuk dalam aktivitas bisnis.
sebagai orang yang tidak beradat juga tidak Keberhasilan hubungan-hubungan bisnis
mau pula dikatakan sebagai orang kafir. atau ekonomi, baik tradisional maupun
Jadi antara adat dan agama merupakan modern, dilandasi oleh keempat nilai
suatu kesatuan, dalam hal ini kesatuan yang tersebut. Hubungan bisnis tidak akan bisa
bersifat sintesis antara adat dan agama, berlanjut jika para aktor yang terlibat tidak
yaitu suatu perpaduan yang saling memiliki kejujuran, misalnya.
menguatkan antara agama dan adat. Bagaimana pula kaitan antara adat
Meskipun Weber beserta pengi dan etos kerja? Terdapat dua prinsip dasar
kutnya seperti Geertz juga berusaha perilaku ekonomi dalam falsafah adat
menjelaskan fenomena Islam namun tidak Minangkabau, yaitu keseimbangan (equali
berhasil dalam memahami (verstehen) brium) dan keadilan (justice). Prinsip
ajaran Islam tentang kerja dengan baik. keseimbangan (equalibrium) terdiri dari
Dalam ajaran Islam seluruh aktifitas kesederhanaan (moderation), berhemat
kehidupan, termasuk kegiatan ekonomi, (parsimony) dan menjauhi pemborosan
dipandang sebagai pengabdian kepada (extravagance). Dalam falsafah adat
Tuhan seperti yang dianjurkan oleh QS Minangkabau, nilai kesederhanaan (mode
6:162, “Sholatku, ibadatku, hidupku, dan ration) : “balabiah ancak-ancak, bakurang
matiku hanyalah untuk Allah, Rab semesta sio-sio, Diagak mangko diagiah, dibaliak
alam”. Pengabdian ini merupakan cara mangko dibalah, Bayang-bayang sapanjang
untuk memperoleh keberhasilan hidup di badan:” (“Berlebihan berarti ria, Kalau
dunia dan di akhirat kelak. Pengabdian tidak kurang sia-sia, Dihitung dulu baru dibagi,
hanya dalam bentuk ritual tetapi juga Dibalik dulu baru dibelah, Bayang-bayang
“kegiatan keduniaan” lainnya. Dengan sepanjang badan”). Arti filosofis hidup
demikian aktifitas religius tidak hanya ada sederhana dalam mamangan adat tersebut
dalam kegiatan ritual tetapi juga dalam adalah kesederhanaan diletakkan dalam
Konstruksi Sosial Budaya Minangkabau Atas Pasar 36 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 29-38_______________________ ISSN 1410-8356

tatanan proporsional dengan memper Menimbang sama berat”). Prinsip profit and
hatikan beban jangan melebihi dari lost sharing diakui oleh fatwa adat di atas.
kemampuan. Kesederhanaan dalam tatanan Bagaimana prinsip tersebut dilaksanakan ?
proporsional menempatkan perencanaan Menurut mamang adat dikatakan : “Gadang
dan hidup tidak konsumtif sebagai arahan kayu gadang bahannyo, Ketek kayu ketek
dalam berperilaku. bahannyo” (“Besar kayu besar bahannya,
Nilai berhemat (parsimony) diakui kecil kayu kecil bahannya”). Makna
dalam falsafah adat Minangkabau, yang mamangan adat ini adalah besar kecil suatu
dipetik dalam pepatah-petitih adat berikut : untung rugi didasarkan atas besar kecilnya
“Bahimat sabalum habih, Sadiokan payuang sumbangan yang diberikan pada suatu
sabalun hujan” (“Berhemat sebelum habis, usaha. Dengan kata lain, semakin besar
Sediakan payung sebelum hujan”). Makna kontribusi dalam perkongsian maka makin
sikap hidup hemat dilakukan untuk besar pula kemungkinan porsi meraih laba
menghindari “ketiadaan” atau kemelaratan atau sebaliknya menuai kerugian.
di masa tua atau akan datang. Nilai tersebut Nilai keadilan distribusi pendapatan
juga menempatkan perencanaan masa mendapat tempat dalam falsafah adat
depan sebagai tuntunan berperilaku. Minangkabau. Nilai tersebut terkandung
Selanjutnya nilai menjauhi pembo dalam fatwa adat berikut : “Nan lamah
rosan (extravagance), juga dikenal dalam makanan tueh, Nan condong makanan
falsafah adat Minangkabau berikut ini : tungkek” (“Yang lemah perlu ditunjang,
“Waktu ado jan dimakan, Lah abiah baru Yang miring perlu ditopang”). Arti fatwa ini
dimakan” (“Ketika ada jangan dimakan, adalah orang yang lemah (ekonomi) perlu
sudah bhabis baru dimakan”). Maksud fatwa ditolong. Siapa yang menolong ?
ini adalah ketika tenaga masih kuat dan usia Mamangan adat mengingatkan: “Adat
masih muda bekerjalah sekuat tenaga dan badunsanak, dunsanak patahankan; Adat
kumpulkan harta sebanyak mungkin, bakampuang, kampuang dipatahankan;
sedangkan pada waktu tua menikmati apa Adat banagari, nagari patahankan; Adat
yang diperoleh ketika muda. babangso, bangso dipatahankan” (“Adat
Prinsip keadilan (justice) terdiri dari bersaudara, saudara dipertahankan; Adat
nilai keadilan sosial, keadilan ekonomi dan berkampung, kampuang dipertahankan;
keadilan distribusi pendapatan. Nilai Adat bernagari, nagari dipertahankan; Adat
keadilan sosial dikandung dalam fatwa adat berbangsa, bangsa dipertahankan”). Jadi
berikut ini : “Gadang jan malendo, Panjang setiap orang Minangkabau yang memiliki
jan malindih, Cadiak jan manjua kawan, Nan kemampuan mempunyai kewajiban moral
tuo dihormati, nan ketek disayangi, samo untuk membela sanak-saudara, kampung,
gadang baok bakawan” (“Besar jangan nagari dan bangsa yang mengalami
melindas, Panjang jangan menindas, Cerdik “kelemahan”.
jangan menjual kawan, Yang tua dihormati, Kesemua nilai tersebut di atas
Yang kecil disayangi, Sama besar bawa menunjuk bagaimana adat Minangkabau
berkawan”). Ini dimaksudkan agar kita saling memberikan tuntunan bagaimana berpe
menghormati dan saling tenggang rasa di rilaku dalam aktivitas ekonomi. Tuntunan
antara sesama. Perbedaan kemampuan, tersebut dapat pula menjadi identitas diri
diingatkan, agar jangan menjadi penyebab dari seorang Minangkabau.
seseorang menjadi penindas atau
melakukan eksploitasi terhadap yang lain. 2. Kewirausahaan
Nilai keadilan ekonomi dikenal Berbicara tentang perdagangan
dalam falsafah adat Minangkabau. Nilai maka orang tidak akan melupakan
tersebut termuat dalam fatwa berikut ini : pembahasan kewirausahaan (entrepreneur
“Mandapek samo balabo, Kahilangan samo ship). Seperti penelusuran Berger (1991: 13-
marugi, Maukue samo panjang, Mambilai 14) ekonom memandang kewirausahaan
samo laweh, Baragieh samo banyak, sebagai suatu akibat dari suatu konstelasi
Manimbang samo barek” (“Mendapat sama pada kondisi ekonomi tertentu, daripada
berlaba, Kehilangan sama merugi, sebagai suatu penyebab bagi pertumbuhan
Mengukur sama panjang, Menyambung ekonomi. Berger melanjutkan bahwa para
sama lebar, Berbagi sama banyak, ekonom seperti Albert Hirschman dan
37 | P a g e Konstruksi Sosial Budaya Minangkabau Atas Pasar
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 29-38_______________________ ISSN 1410-8356

Alexander Gerschenkron cenderung interaksi dan transaksi bisnis. Kemampuan


mengabaikan arti dari kewirausahaan. melakukan hal ini sehingga kepercayaan
Mereka menyatakan, jika kondisi ekonomi bisa diperoleh dipandang sebagai modal
tidak cocok, maka kewirasusahaan tidak sosial. Kewiraswastaan merupakan produk
akan muncul dan masyarakat tetap akan dari suatu proses sosial budaya.
stagnan. Ini berarti para ekonom melihat
ekspresi sosial dan budaya (nilai, norma, D. Penutup
kepercayaan, dan sebagainya) sebagai

P
kekuatan eksternal. asar merupakan bagian yang tidak
Berbeda dengan para ekonom, terlepas (build in) dan melekat
sosiolog melihat kewirausahaan sebagai (embedded) dalam struktur sosial
suatu variabel yang melekat erat dalam Minangkabau, karena pasar adalah salah
sumber-sumber sosial budaya seperti pola satu prasyarat dari keberadaan dari nagari
tindakan yang diorientasikan secara sosial, itu sendiri. Pasar, oleh sebab itu, merupakan
jaringan sosial dan modal sosial (Ligh dan lokus ekspresif dan implementatif bukan
Rosenstein, 1995: 166). Oleh sebab itu hanya untuk aktivitas ekonomi tetapi juga
ketika membicarakan pola tindakan ekonomi bagi kegiatan adat masyarakat
yang diorientasikan secara sosial misalnya, Minangkabau. Keberadaan orang Minang
saat itu perbincangan kewirausahaan telah kabau di banyak pasar nusantara tidak
dimulai. Aktifitas ekonomi yang dimotivasi terlepas dari budaya merantau yang muara
oleh orientasi nilai baik bersumber dari utama dari aktivitasnya adalah pasar.
agama maupun dari adat seperti amanah Keberadaan perantau di pasar dirajut oleh
(accountability), tabligh (memberikan kemampuan membangunan jejaring sosial
informasi yang benar), sidik (jujur), fathonah dari berbagai basis seperti etnisitas, agama,
(cerdik dalam melihat sesuatu), keseder almamater, kewilayahan, dan psikologis
hanaan (moderation), berhemat (parsimony) serta dorongan etos kerja dan semangat
dan menjauhi pemborosan (extravagance) kewirausahaan yang berbasis adat dan
merupakan panduan bagi orang Minang agama. Pasar, oleh karena itu pula,
kabau dalam berbisnis. merupakan tempat saluran etos kerja dan
Orientasi nilai yang demikian akan semangat kewirausahaan orang Minang
menghasilkan kepercayaan (trust) dalam kabau.

Daftar Pustaka

Berger, B. ed. (1991). The Culture of Entrepreneurship. San Fransisco: ICS Press
Berger, P. L. dan T. Luckmann (1990) Tafsir Sosial Atas Kenyataan, Risalah tentang
Sosiologi Pengetahuan (terj.). Jakarta: LP3ES.
Mai, U. dan H. Buchholt (1987) Peasant Pedlars and Professional Traders. Singapore:
ISEAS
Geertz, C. (1977) Penjaja dan Raja, Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua
Kota Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Kato, T (1989) Nasab Ibu dan Merantau. Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka
Light, I dan C. Rosenstein (1995)”Expanding the Interaction Theory of Entreprenuership”
dalam A. Portes (eds.), The Economic Sociology of Immigration. New York:
Russel Sage Foundation
Naim, M. (1984) Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Portes, A. eds. (1995) The Economic of Immigration. New York: Russel Sage Foundation
St. Iskandar, N. (1960) Pengalaman Masa Kecil. Jakarta: Balai Pustaka.
Zusmelia (2005) Ketahanan (Persistence) Pasar Nagari di Minangkabau dalam Ekonomi
Dunia: Kasus Pasar Kayu Manis (Cassiavera) di Minangkabau Provinsi
Sumatera Barat. Proposal Disertasi Program Studi Sosiologi Pedesaan,
Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Konstruksi Sosial Budaya Minangkabau Atas Pasar 38 | P a g e

Das könnte Ihnen auch gefallen