Sie sind auf Seite 1von 118

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TINGKAT PENDAPATAN USAHA TANAMAN HIAS


(Kasus Pedagang di Kota Bogor, Jawa Barat)

Oleh:
BINARIA ARITONANG
A14105657

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
BINARIA ARITONANG. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Pendapatan Usaha Tanaman Hias di Kota Bogor, Jawa Barat. (Dibawah
bimbingan RAHMAT YANUAR).

Bisnis hortikultura telah memberikan sumbangan dalam menghasilkan


devisa Negara. Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk
mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh subsektor hortikultura
terhadap pendapatan nasional adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto
(PDB). Tanaman hias itu sendiri berada pada urutan keempat dari seluruh
tanaman hortikultura sebagai penghasil Produk Domestik Bruto, selama beberapa
tahun terakhir menunjukkan rata-rata peningkatan yang signifikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik usaha
tanaman hias di daerah penelitian, menganalisis tingkat pendapatan pedagang
tanaman hias di daerah penelitian, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pendapatan pedagang tanaman hias di daerah penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Jalan Pajajaran dan Jalan Dadali, Kota Bogor,
Jawa Barat pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2008. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan pengamatan langsung dengan
pedagang tanaman hias. Data primer diperoleh dari literatur instansi-instansi
terkait, seperti Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor, Dinas Agribisnis
Kota Bogor, Badan Pusat Statistik, dan sebagainya. Responden dalam penelitian
ini terdiri dari 23 orang pedagang di Jalan Pajajaran dan 7 orang pedagang di
Jalan Dadali.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum usaha
tanaman hias sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usaha
tanaman hias, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan
usaha tanaman hias.
Usaha penjualan tanaman hias di sepanjang jalur hijau di Kota Bogor
merupakan usaha yang turun temurun dari orangtua atau saudara-saudara
pedagang yang telah merintis usaha ini puluhan tahun yang lalu dan menjual
tanaman hias berbunga maupun tanaman hias daun. Daerah pembelian tanaman
hias dari daerah Bogor sendiri, yaitu: Puncak, Ciapus dan Parung. Sedangkan
daerah di luar Bogor, yaitu: Ciledug, Bandung, Madura, bahkan Malang.
Pedagang tanaman hias di Kota Bogor, mayoritas berusia 31 – 50 tahun, tingkat
pendidikan terakhir rata-rata SD – SLTP, pengalaman menjual tanaman hias lebih
dari 10 tahun, jumlah anggota keluarga 1 – 5 orang, dan mempunyai luas lahan
100 – 150 m2.
Berdasarkan hasil analisis pendapatan, pedagang tanaman hias di Kota
Bogor mengalami keuntungan walaupun pesaing sudah semakin banyak. Secara
ekonomis keuntungan ini dapat diidentifikasi dari nilai imbangan penerimaan atas
biaya (R/C) tunai sebesar 1,40 dan R/C atas biaya total sebesar 1,19 untuk lokasi
di Jalan Pajajaran sedangkan R/C atas biaya tunai di Jalan Dadali adalah sebesar
1,46 dan R/C atas biaya total sebesar 1,19.
Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa, secara bersama-sama variabel
bebas dapat mempengaruhi variabel tidak bebas pendapatan pada tingkat
kepercayaan 95 persen. Pengujian variabel bebas secara parsial dilakukan dengan
uji-t, hasil pengujian ini menunjukkan bahwa variabel pakis (X7), Obat (X8), dan
TKLK (X9), berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen. Variabel
pupuk NPK (X5), dan sekam (X6), berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95
persen. Variabel luas lahan (X2), dan transportasi (X11), berpengaruh nyata pada
tingkat kepercayaan 80 persen. Koefisien determinan (R2) sebesar 87,9 persen,
artinya 87,9 persen keragaman dapat diterangkan oleh variabel bebas dalam model
dan masih perlu diterangkan oleh variabel lain di luar model yang digunakan
sebesar 12,1 persen. Jumlah koefisien yang signifikan sebanyak delapan variabel,
sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan tidak terdapat masalah
multikolinearitas. Analisis sisaan menunjukkan bahwa sisaan telah menyebar
normal, kenormalan sisaan ditunjukkan oleh tebaran titik-titik sisaan yang
menyebar membentuk garis lurus. Plot antara sisaan dengan nilai dugaan juga
telah menunjukkan bahwa titik-titik telah menyebar secara acak dan tidak
membentuk pola. ). Berdasarkan analisis faktor, (uji parsial) variabel yang dapat
meningkatkan pendapatan adalah variabel yang bertanda positif yaitu: harga jual
Krisan, pupuk NPK, sekam dan pakis. Sedangkan variabel yang dapat
menurunkan pendapatan adalah: TKLK, harga beli Aglaonema, harga beli Krisan,
dan pot. Artinya pedagang tanaman hias di Kota Bogor dapat meningkatkan
penggunaan input yang bertanda positif serta mengurangi penggunaan input yang
bertanda negatif hingga batas tertentu. Saran yang diberikan dalam penelitian ini
adalah: Agar variabel pendapatan yang mempunyai nilai elastisitas positif
ditingkatkan, terutama harga jual tanaman hias Krisan (X10) dengan meningkatkan
kualitas tanaman tersebut. Dan mengurangi penggunaan variabel pendapatan yang
bernilai negatif hingga batas tertentu. Agar pedagang tanaman hias mencari
sumber komoditi tanaman hias dengan harga yang lebih murah dengan
mempertimbangkan biaya transportasi. Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh
pedagang tanaman hias adalah biaya pembelian tanaman hias itu sendiri, jika
memungkinkan pedagang melakukan produksi sendiri
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TINGKAT PENDAPATAN USAHA TANAMAN HIAS
(Kasus Pedagang di Kota Bogor, Jawa Barat)

Oleh:
BINARIA ARITONANG
A 14105657

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


TINGKAT PENDAPATAN USAHA TANAMAN HIAS
(Kasus Pedagang di Kota Bogor, Jawa Barat)
Nama : Binaria Aritonang
NRP : A14105657

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Rahmat Yanuar SP, MSi


NIP. 132 321 442

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof.Dr.Ir. Didy Sopandie, M. Agr


NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan: 28 Januari 2009
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL


“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
PENDAPATAN USAHA TANAMAN HIAS (KASUS PEDAGANG DI
KOTA BOGOR, JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Januari 2009

Binaria Aritonang
A14105657
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Siborongborong, Sumatera Utara, pada tanggal 29

Mei 1982. penulis merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan

Sahat Manganar Aritonang dan Nurbaya Sihombing.

Penulis mengikuti pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 173275

Siborongborong, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 1995. Kemudian penulis

melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 2

Siborongborong dan lulus pada tahun 1998. Pendidikan tingkat atas diikuti penulis

di SMK Negeri 1 Bogor, dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2002, penulis

diterima di Institut Pertanian Bogor, pada Program Studi Diploma III Manajemen

Bisnis dan Koperasi, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian. Penulis lulus program diploma pada tanggal 16 September 2005. Pada

bulan Mei tahun 2006, penulis diterima pada Program Studi Ektensi Manajemen

Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur yang sebesar-besarnya kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa atas semua berkat, rahmat, kasih dan perlindungan yang diberikan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dalam waktu yang telah ditentukan.

Skripsi yang ditulis mengambil topik mengenai “Analisis Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Usaha Tanaman Hias (Kasus Pedagang

di Kota Bogor, Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat

pendapatan pedagang tanaman hias di Kota Bogor serta faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pendapatan pedagang tanaman hias di Kota Bogor.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak

yang memerlukan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah memberikan masukan sehingga skripsi ini selesai.

Bogor, Januari 2009

Binaria Aritonang
A14105657
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Tuhan, atas berkat dan penyertaanNya akhirnya penulisan skripsi ini

dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Penyelesaian

penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada bagian ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan

sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua Orangtuaku yang tercinta dan semua saudara-saudaraku tersayang

yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan moril maupun moral

serta semangat selama penulis menyelesaikan studi.

2. Rahmat Yanuar SP, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan solusi

sehingga penulis diberikan kemudahan dalam melakukan dan

menyelesaikan penelitian serta dalam penulisan skripsi.

3. Muhammad Firdaus, PhD, sebagai dosen evaluator pada kolokium yang

telah memberikan masukan dan arahan dalam proposal penelitian.

4. Dr. Ir. Heny K. Daryanto MEc, sebagai dosen penguji utama. Terima kasih

atas ilmu, kritik serta masukan berharga bagi kesempurnaan skripsi ini.

5. Ir. Narni Farmayanti, MSc, selaku dosen Komisi Pendidikan. Terima kasih

atas waktu yang diluangkan bagi berjalannya proses sidang dengan lancar.
6. Bapak Sukamto, Bapak Faisal serta pedagang tanaman hias di sepanjang

Jalan Pajajaran dan Jalan Dadali yang telah bersedia meluangkan waktu

untuk diwawancarai oleh penulis.

7. Putri atas kesediaannya sebagai pembahas pada seminar penulis.

8. Simon Audry Halomoan Siagian S.H, M.H atas kasih sayang, kesetian,

kesabaran dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

9. Sahabat sejatiku Jean dan Donny, atas bantuan dan dukungannya selama

penelitian hingga penulisan skripsi.

10. Teman-teman di ekstensi, Septina, Sandra, Lisma, Indra, Arfan, Imel,

Junita, Nova, Dowe, Siti yang telah memberikan bantuan dan dukungan

bagi penulis.

11. Teman-temanku, Lita, Elsa, Betni, K’Krista, yang senantiasa menjadi

tempat berbagi suka dan duka.

12. Pihak Sekretariat Ektensi MAB yang telah membantu penulis.

13. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhirnya, terima kasih atas segala bantuan serta dukungannya dan Tuhan

Memberkati. Amin.

Bogor, Januari 2009

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................... x


DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 7
1.3. Tujuan .......................................................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Karakteristik dan Penggolongan Tanaman Hias ......................... 12
2.2. Penelitian Terdahulu ................................................................... 18

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN


3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................... 25
3.1.1. Pendapatan Usahatani........................................................ 25
3.1.2. Fungsi Pendapatan ............................................................. 28
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 30
3.3. Hipotesis Penelitian..................................................................... 34

BAB IV. METODE PENELITIAN


4.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 36
4.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 36
4.3. Metode Penentuan Responden ................................................... 37
4.4. Metode Analisis Data ................................................................. 38
4.1.1. Analisis Pendapatan ......................................................... 39
4.1.2. Analisis Regresi ............................................................... 41
4.5. Pengujian Asumsi Regresi ......................................................... 42
4.6. Definisi Operasional .................................................................. 45

BAB V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN


5.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian .............................................. 49
5.2. Karakteristik Responden ............................................................ 52
5.2.1. Umur Pedagang Tanaman Hias........................................ 52
5.2.2. Tingkat Pendidikan Pedagang Tanaman Hias ................. 52
5.2.3. Pengalaman Pedagang Tanaman Hias ............................. 53
5.2.4. Jumlah Anggota Keluarga................................................ 54
5.2.5. Luas Lahan ....................................................................... 55
5.3. Gambaran Umum Usaha Tanaman Hias ................................... 56
5.4. Pemasaran Tanaman Hias.......................................................... 59
Halaman

BAB VI. ANALISIS PENDAPATAN PEDAGANG TANAMAN HIAS


6.1. Aspek Permodalan ..................................................................... 62
6.2. Analisis Pendapatan Usaha Tanaman Hias ................................ 63
6.2.1. Penerimaan Usaha ............................................................ 64
6.2.2. Biaya Usaha...................................................................... 66
6.2.2.1 Biaya Tunai .......................................................... 66
6.2.2.2 Biaya Diperhitungkan .......................................... 74
6.2.3. Analisis Keuntungan Usaha............................................. 80

BAB VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PENDAPATAN USAHA TANAMAN HIAS
7.1. Analisis Faktor-faktor ............................................................... 82
7.2. Penjelasan Masing-masing Faktor ............................................ 85

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


8.1. Kesimpulan .............................................................................. 91
8.2. Saran ........................................................................................ 93

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 94

LAMPIRAN ..................................................................................................... 96
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2004-2006 .................................. 2


2. Volume Ekspor dan Impor Tanaman Hias di Indonesia
Tahun 2003-2006 ......................................................................................... 3
3. Jumlah Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2003-2007................ 4
4. Jumlah Produksi Tanaman Hias di Kota Bogor Tahun 2005-2007 ............ 6
5. Jumlah Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor,
Tahun 2002 dan 2006 .................................................................................. 7
6. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................ 22
7. Tabel Penentuan Responden ....................................................................... 38
8. Tabel Perhitungan Penerimaan, Pengeluaran dan Pendapatan ................... 41
9. Umur Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor Tahun 2008 ...................... 52
10. Tingkat Pendidikan Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor
Tahun 2008 ................................................................................................ 53
11. Pengalaman Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor Tahun 2008 ........... 54
12. Jumlah Anggota Keluarga Pedagang Tanaman Hias
di Kota Bogor Tahun 2008......................................................................... 54
13. Luas Lahan Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor Tahun 2008 ............ 55
14. Rata-rata Penerimaan Usaha Sampingan Pedagang
Tanaman Hias di Kota Bogor, Periode Agustus 2008 ............................... 64
15. Rata-rata Penggunaan TKLK Usaha Tanaman Hias di Jalan
Pajajaran, Periode Agustus 2008 ............................................................... 72
16. Rata-rata Penggunaan TKLK Usaha Tanaman Hias di Jalan Dadali,
Periode Agustus 2008 ................................................................................ 72
17. Rata-rata Biaya Tunai Usaha Tanaman Hias di Kota Bogor,
Periode Agustus 2008 ................................................................................ 73
18. Rata-rata Penggunaan TKDK Usaha Tanaman Hias di Jalan
Pajajaran, Periode Agustus 2008 ............................................................... 75
19. Rata-rata Penggunaan TKDK Usaha Tanaman Hias di Jalan Dadali,
Periode Agustus 2008 ................................................................................ 75
20. Penerimaan, Pengeluaran, Pendapatan serta R/C ratio Usaha
Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor, Periode Agustus 2008 ............... 78
Halaman

22. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat


Pendapatan Usaha Tanaman Hias di Kota Bogor, Periode Agustus
Tahun 2008 ................................................................................................ 83
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Total Revenue, Total Cost dan Laba Maksimum ......................................... 30


2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................... 33
3. Saluran Pemasaran Tanaman Hias di Kota Bogor ...................................... 60
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sentra Produksi Tanaman Hias di Jawa Barat ............................................ 96


2. Jumlah Produksi Tanaman Hias Anthurium di Jawa Barat ........................ 97
3. Jumlah Produksi Tanaman Hias di Kota Bogor .......................................... 98
4. Penerimaan Penjualan Tanaman Hias Pedagang Tanaman Hias
di Kota Bogor, Periode Agustus 2008.......................................................... 99
5. Modal Awal, Luas Lahan, Jumlah Jenis Tanaman Hias, Pembelian,
Jam Kerja, Penerimaan, Jumlah TKLK, Jumlah TKDK
Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor, Periode Agustus Tahun
2008 ............................................................................................................ 107
6. Penerimaan Total Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor, Periode
Agustus 2008 .............................................................................................. 108
7. Penerimaan, Biaya-biaya Perawatan Tanaman Hias, dan Pendapatan
Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor, Periode Agustus 2008 ............... 109
8. Penerimaan, Biaya-biaya, dan Pendapatan Bersih Usaha Sampingan
Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor, Periode Agustus 2008 ............... 110
9. Persentase Perbandingan Pendapatan Usaha Tanaman Hias dengan
Pendapatan Usaha Sampingan .................................................................... 111
10. Hasil Output Minitab ................................................................................ 112
11. Gambar Lokasi Penjualan Tanaman Hias .................................................. 114
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hortikultura berasal dari bahasa Latin, yaitu Hortus dan Colere. Hortus

bermakna kebun, sedangkan Colere berarti membudidayakan (to Cultivate).

Dengan demikian hortikultura mengandung arti membudidayakan tanaman di

kebun atau di sekitar tempat tinggal. Hortikultura dalam terjemahan bebas dapat

diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang budidaya tanaman

yang intensif dan produknya digunakan manusia sebagai bahan pangan, bahan-

bahan obat (empon-empon), bahan bumbu (tanaman rempah), bahan penyegar

atau penyedap dan sebagai pelindung serta memberikan kenyamanan pada

lingkungan (tanaman hias). Menurut Rahim dan Hastuti (2007), subsektor

tanaman hortikultura (horticulture) merupakan cabang ilmu pertanian yang

membicarakan masalah budidaya tanaman yang menghasilkan buah, sayuran,

tanaman hias serta rempah-rempah dan bahan baku obat tradisional.

Bisnis hortikultura telah memberikan sumbangan dalam menghasilkan

devisa negara. Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk

mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh subsektor hortikultura

terhadap pendapatan nasional adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto

(PDB). Tanaman hias itu sendiri berada pada urutan keempat dari seluruh

tanaman hortikultura sebagai penghasil Produk Domestik Bruto, selama beberapa

tahun terakhir menunjukkan rata-rata peningkatan yang signifikan. Data

perkembangan PDB Hortikultura berdasarkan kelompok komoditi dapat dilihat

pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Berdasarkan Kelompok Komoditi Tahun 2003 –
2006
Nilai PDB (Milyar Rp) Persentase
Kelompok Komoditi Peningkatan
2003 2004 2005 2006
(%)
Buah-buahan 28.246 30.765 31.694 35.448 7,23
Sayuran 20.573 20.749 22.630 24.694 5,83
Tanaman Biofarmaka 565 722 2.806 3.762 40,48
Tanaman Hias 4.501 4.609 4.662 4.734 1,67
Hortikultura 53.885 56.845 61.792 68.639 13.80
Sumber: Dirjen Hortikultura, (2003-2006)

Berdasarkan Tabel 1, nilai PDB tanaman hias pada tahun 2006 paling

tinggi dari periode tiga tahun sebelumnya, dengan nilai Rp 4.734 miliar pada

tahun tersebut atau meningkat dari tahun 2005, 2004, dan 2003 yakni masing-

masing Rp 4.662 miliar, Rp 4.609 miliar, dan Rp 4.501 miliar. Rata-rata

peningkatan PDB tersebut sekitar 1,67 persen, untuk buah-buahan meningkat 7.23

persen, sayuran 5.83 persen dan komoditi tanaman biofarmaka meningkat sebesar

40,48 persen.

Tanaman hias adalah jenis tanaman tertentu baik yang berasal dari

tanaman daun atau tanaman bunga yang dapat ditata untuk memperindah

lingkungan sehingga suasana menjadi lebih artistik dan menarik (Sudarmono,

1997). Jadi tanaman dapat dikelompokkan sebagai tanaman hias apabila tanaman

itu memiliki keindahan. Secara umum keindahan suatu tanaman terletak pada

organ tanaman itu sendiri, terutama pada daun dan bunganya. Sehingga muncul

istilah tanaman hias daun dan tanaman hias bunga.

Tanaman hias mempunyai manfaat sebagai sumber pendapatan petani

tanaman hias maupun pedagang tanaman hias, serta memperluas lapangan kerja.

Manfaat lain dari tanaman hias, yaitu menciptakan kesegaran (kenyamanan),

kesejukan dan keindahan maupun kesehatan lingkungan. Tanaman hias

mempunyai nilai keindahan tajuk juga bentuk, warna bunga dan kerangka
tanaman. Selanjutnya, tanaman sebagai sumber oksigen yang diperlukan untuk

kehidupan. Selain itu penataan tanaman dan jenis pada tanaman yang tepat akan

menghantarkan estetikanya. Jadi, tanaman hias itu sendiri mempunyai banyak

manfaat bagi kehidupan manusia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003-2006, jumlah

ekspor tanaman hias (tanaman Anggrek, Krisan, dan tanaman hias lainnya) di

Indonesia mengalami fluktuasi. Data tahun 2003 menunjukkan jumlah volume

ekspor sebesar 681.928 kg, tahun 2004 sebesar 14.065.154 kg dan sampai dengan

tahun 2005 jumlah ekspor menjadi sebesar 18.259.265 kg, atau meningkat rata-

rata 59,06 persen per tahun. Pada tahun 2006 jumlah ekspor mengalami

penurunan sebesar 3.211.916 kg, atau 17,5 persen dari tahun sebelumnya. Pada

periode yang sama jumlah impor juga meningkat, tahun 2003 sebesar 123.999 kg,

tahun 2004 sebesar 806.647 kg dan tahun 2005 sebesar 1.009.391 kg, serta tahun

2006 jumlah impor sebesar 1.076.953, atau meningkat rata-rata 37,1 persen per

tahun. Namun demikian jumlah ekspor tetap lebih besar dari impor, artinya

Indonesia sampai dengan tahun 2006 masih termasuk negara pengekspor tanaman

hias. Adapun perkembangan volume ekspor impor tanaman hias dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Volume Ekspor dan Impor Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2003-2006
Ekspor Impor
Tahun
Volume (kg) Nilai (US$) Volume (kg) Nilai (US$)
2003 681.928 1.387.337 123.999 376.295
2004 14.065.154 12.914.439 806.647 1.185.705
2005 18.259.265 15.027.410 1.009.391 1.848.998
2006 15.047.349 16.331.671 1.076.953 1.563.464
Sumber : Badan Pusat Statistik (2003-2006)
Berdasarkan Tabel 2, volume ekspor tanaman hias dari tahun 2003 sampai

dengan tahun 2005 mengalami peningkatan dan tahun 2006 volumenya menurun,

namun nilainya tetap meningkat. Hal ini karena nilai tukar mata uang rupiah

meningkat dari Rp 9.640,- per dolar pada tahun 2005, meningkat menjadi Rp

10.545,- per dolar pada tahun 2006. Tanaman hias merupakan komoditi yang

unik. Semakin unik jenis tanaman hias tersebut, maka harganya akan cenderung

semakin mahal.

Jumlah permintaan akan tanaman hias setiap saat berubah, tergantung

dengan trend dan selera konsumen sejalan dengan tingkat pendapatan masyarakat.

Perubahan jumlah permintaan juga dipengaruhi oleh adanya perayaan-perayaan

hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, Natal, Tahun Baru dan Imlek atau hari-

hari besar lainnya. Potensi pasar yang cukup bagus, baik itu pasar domestik

maupun internasional membuat petani berusaha meningkatkan produksinya. Data

jumlah total produksi tanaman hias di Indonesia tahun 2003-2007, dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2003-2007


Produksi
NO KOMODITAS ( Tangkai )
2003 2004 2005 2006 2007
1 Anggrek 6.904.109 8.027.720 7.902.403 10.903.444 10.166.276
2 Anthurium 1.263.770 1.285.061 2.615.999 2.017.534 1.975.682
3 Anyelir 2.391.113 1.566.931 2.216.123 1.781.046 1.981.308
4 Gerbera ( Herbras ) 3.071.903 3.411.126 4.065.057 4.874.098 4.826.233
5 Gladiol 7.114.382 16.686.134 14.512.619 11.195.483 9.625.047
6 Heliconia 681.920 804.580 1.131.568 1.390.117 1.312.181
7 Krisan 27.406.464 27.683.449 47.465.794 63.716.256 77.115.151
8 Mawar 50.766.656 61.540.963 60.719.517 40.394.027 43.788.396
9 Sedap Malam 16.139.563 37.516.879 32.611.284 30.373.679 63.292.795
JUMLAH 115.739.880 158.522.843 173.240.364 166.645.684 214.083.069
10 Dracaena 1) 2.553.020 1.082.596 1.131.621 905.039 1.910.270
11 Melati 2) 15.740.955 29.313.103 22.552.537 24.795.996 29.822.895
12 Palem 3) 668.154 530.325 751.505 986.340 922.639
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 - 2007
1
Ket: ) Satuan Produksi dalam Batang
2
) Satuan Produksi dalam Kg
3
) Satuan Produksi dalam Pohon
Pada Tabel 3, tercatat bahwa jumlah produksi dari setiap jenis tanaman

hias cenderung fluktuatif. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan konsumen

terhadap jenis-jenis tanaman hias berubah-ubah, artinya bunga yang ramai

diminati oleh konsumen bersifat musiman. Jumlah produksi tanaman hias yang

cenderung meningkat adalah jenis Krisan. Sedangkan untuk jenis Gerbera

(Herbras) cenderung stabil, artinya permintaan konsumen terhadap Gerbera

(Herbras) relatif stabil.

Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang merupakan sentra

produksi tanaman hias. Hal ini disebabkan Jawa Barat mempunyai keadaan alam

yang mendukung dan topografi yang cocok untuk budidaya tanaman hias. Pusat

atau sentra produksi tanaman hias di Jawa Barat antara lain: Bogor, Garut,

Bandung dan Sukabumi. Jenis tanaman hias yang banyak diproduksi di Kota

Bogor antara lain: Anggrek, Mawar, Melati, Krisan, Heliconia, dan daerah Garut

biasanya banyak memproduksi tanaman hias, seperti: Anggrek, Palem, Melati,

Kaktus, Krisan, Gladiol, Anthurium, Dracaena, Cordeline. Bandung memproduksi

tanaman hias seperti: Mawar, Anggrek, Kaktus, Krisan, Gladiol, Anthurium,

Palem, Bougenville, Heliconia, Gerbera, dan daerah Sukabumi banyak

memproduksi tanaman hias seperti: Mawar, Melati, Sedap Malam, Kaktus,

Krisan, Gladiol, Gerbera, Dracaena, Heliconia, Cycas, Pakis. Untuk lebih jelasnya

mengenai jenis-jenis tanaman hias yang diproduksi masing-masing daerah di Jawa

Barat dapat dilihat pada Lampiran 1. Anthurium merupakan salah satu jenis

tanaman hias yang banyak diproduksi di Jawa Barat, karena banyak diminati

konsumen. Jumlah produksi tanaman hias Anthurium dari masing-masing daerah

di Jawa Barat dapat dilihat pada Lampiran 2.


Kota Bogor mempunyai banyak tempat wisata, sehingga Kota Bogor

disebut juga sebagai Kota Wisata. Hal ini merupakan peluang bagi pedagang

tanaman hias untuk menjual tanaman hias kepada para wisatawan domestik

maupun wisatawan internasional. Kota Bogor, selain sebagai Kota Wisata juga

merupakan sentra produksi tanaman hias, karena didukung dengan iklim dan

topografi yang cocok untuk membudidayakan tanaman hias. Hal ini juga salah

satu faktor pendukung dalam usaha penjualan tanaman hias yang dilakukan para

pedagang tanaman hias yang memanfaatkan jalan di sepanjang jalur hijau di Kota

Bogor. Data jumlah produksi tanaman hias di Kota Bogor tahun 2005 sampai

dengan 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Produksi Tanaman Hias di Kota Bogor Tahun 2005-2007


Jumlah Produksi
NO. KOMODITI
2005 2006 2007
1. Anggrek 65.215 26.460 17.150
2 Anthurium 49.871 43.200 42.600
3. Anyelir 30.752 9.000 7.350
4. Gerbera 39.025 28.700 17.150
5. Gladiol 39.017 30.618 25.950
6. Heliconia 27.693 45.080 35.175
7. Krisan 17.163 23.450 15.750
8. Mawar 26.247 17.100 12.750
9. Sedap Malam 69.390 24.850 27.300
Jumlah 364.373 248.458 201.175
10. Dracaena1) 4.200 10.500 39.200
11. Melati2) 45.437 6.300 21.350
12. Palem3) 9.925 15.200 5.800
Sumber: Dinas Agribisnis Kota Bogor, 2005-2007 (data diolah)
1
Ket: ) Satuan Produksi dalam Batang
2
) Satuan Produksi dalam Kg
3
) Satuan Produksi dalam Pohon

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa jumlah produksi tanaman hias di Kota

Bogor tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 mengalami penurunan. Jenis

tanaman yang jumlah produksinya meningkat, adalah jenis Dracaena. Hal ini

merupakan peluang bagi petani tanaman hias di Kota Bogor agar meningkatkan

kembali jumlah produksi seperti tahun-tahun sebelumnya.


1.2 Perumusan Masalah

Para pelaku usaha yang bergerak dalam bidang usaha perdagangan

tanaman hias di Kota Bogor semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan adanya

pedagang tanaman hias di sepanjang jalan yang ada di Jalan Raya Bogor. Jumlah

pedagang tanaman hias yang berada di Kota Bogor pada tahun 2002 adalah 188

orang meningkat menjadi 215 orang pada tahun 2006. Data jumlah pedagang

tanaman hias di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor, Tahun 2002 dan 2006
No. Lokasi Jumlah (2002) Jumlah (2006)
1. Jalan Dadali 31 34
2. Jalan Pajajaran 107 118
3. Jalan Semeru 20 20
4. Jalan Baru Cifor 27 33
5. Jalan Ahmad Yani 3 10
Total 188 215
Sumber : Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor, 2002 dan 2006

Pertambahan jumlah pedagang tanaman hias di Kota Bogor, tentu akan

mempengaruhi tingkat pendapatan masing-masing pedagang. Selain itu, pedagang

tanaman hias juga dihadapkan pada tingginya biaya produksi yaitu biaya

pembelian tanaman hias, biaya transportasi akibat kenaikan Bahan Bakar Minyak

(BBM), biaya pemeliharaan tanaman hias, dan biaya tenaga kerja yang berdampak

pada meningkatnya harga jual. Harga jual yang tinggi menyebabkan daya beli

konsumen semakin berkurang.

Selain masalah di atas, pedagang tanaman hias juga mempunyai pesaing

dari luar, yaitu masyarakat di perumahan-perumahan yang pada awalnya berniat

untuk mengoleksi tanaman hias hanya sebagai hobbi. Semakin lama jumlah

tanaman hias mereka tersebut bertambah, akhirnya mereka ada yang mengubah
hobbinya menjadi lahan bisnis baru. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap

pendapatan pedagang tanaman hias di sepanjang jalur hijau di Kota Bogor.

Pesaing-pesaing lain pedagang tanaman hias adalah adanya pedagang-

pedagang yang menjajakan dagangannya langsung ke pasar-pasar atau ke rumah-

rumah dengan harga yang sama atau bahkan lebih murah. Menurut pedagang

tanaman hias di daerah penelitian, hal ini karena pedagang tersebut membeli

langsung dari petani atau tanaman tersebut mempunyai kualitas yang kurang baik.

Pelaku bisnis lain juga ada yang melakukan promosi dengan mengadakan

pameran-pameran di mall.

Masalah-masalah di atas tentu akan mempengaruhi tingkat pendapatan

pedagang tanaman hias di Kota Bogor. Selain itu, keadaan ekonomi Indonesia

yang tidak stabil, harga-harga kebutuhan pokok semakin meningkat sedangkan

pendapatan (gaji bagi karyawan) tetap. Keadaan tersebut memicu masyarakat

untuk mencari pendapatan lain, salah satunya dengan terjun ke dunia bisnis

tanaman hias. Hal ini juga mempengaruhi tingkat pendapatan pedagang tanaman

hias di Kota Bogor.

Upaya mengatasi pendapatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan rumah

tangga pedagang tanaman hias, mereka melakukan kegiatan penjualan produk

diluar tanaman hias, yaitu: penjualan pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk

organik, sekam, pakis, penyewaan tanaman, dan pembuatan taman. Usaha yang

dilakukan pedagang tanaman hias ini merupakan komplementer dari tanaman

hias, sehingga usaha penjualan tanaman hias maupun penjualan produk selain

tanaman hias ini saling mendukung. Rata-rata pendapatan penjualan produk diluar

tanaman hias, dapat membantu kebutuhan rumah tangga pedagang tanaman hias,
bahkan bisa mencapai jumlah yang lebih besar dari penjualan tanaman hias itu

sendiri.

Dengan kondisi-kondisi tersebut, maka pertanyaan yang pertama muncul

adalah seberapa besar tingkat pendapatan pedagang tanaman hias di Kota Bogor,

kemudian apakah sebenarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha

tanaman hias sehingga jumlah pendapatan pedagang mengalami peningkatan atau

penurunan? Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, penulis merasa perlu

melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pendapatan usaha atau pedagang tanaman hias di Kota Bogor, sehingga pedagang

tanaman hias dapat meningkatkan pendapatannya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1. Bagaimana karakteristik usaha tanaman hias di Kota Bogor?

2. Bagaimana tingkat pendapatan usaha pedagang tanaman hias di Kota

Bogor?

3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha pedagang

tanaman hias di Kota Bogor?

1.3 Tujuan

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai adalah :

1. Menganalisis karakteristik usaha tanaman hias di Kota Bogor.

2. Menganalisis tingkat pendapatan usaha pedagang tanaman hias di Kota

Bogor.
3. Menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat pendapatan

usaha pedagang tanaman hias di Kota Bogor.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memecahkan masalah-

masalah dan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi pedagang, dapat membantu pedagang untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang sehingga dapat

meningkatkan kembali pendapatannya.

2. Bagi pembaca, menjadi sumber informasi dan bahan studi literatur serta

perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi penulis, menambah keterampilan, kemampuan pengetahuan dalam

membuat karya ilmiah yang baik dan benar.

1.5. Ruang lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada masalah tingkat pendapatan dan faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat pendapatan pedagang tanaman hias di Kota Bogor.

Tingkat biaya yang dianalisis adalah biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.

Termasuk biaya tunai yaitu: biaya pembelian tanaman hias, biaya pupuk kandang,

biaya pupuk kompos, biaya pupuk NPK, biaya sekam, biaya pakis, biaya obat-

obatan, biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK), biaya transportasi, biaya pot,

dan biaya lain-lain (sampah dan listrik). Biaya yang termasuk dalam biaya

diperhitungkan, yaitu: biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), dan biaya

bunga modal.
Analisis pendapatan pada penelitian ini adalah analisis terhadap

pendapatan usaha penjualan tanaman hias dan produk selain tanaman hias.

Pendapatan yang dihitung adalah pendapatan bulanan dengan periode usaha bulan

Agustus 2008. Analisis ini dilakukan dengan menghitung penerimaan usaha dan

mengurangkannya dengan total biaya yang dikeluarkan. Sedangkan analisis faktor

pada penelitian ini adalah analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

pendapatan penjualan tanaman hias.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik dan Penggolongan Tanaman Hias

Tanaman hias adalah jenis tanaman tertentu baik yang berasal dari

tanaman daun atau tanaman bunga yang dapat ditata untuk memperindah

lingkungan sehingga suasana menjadi lebih artistik dan menarik (Sudarmono,

1997). Tanaman hias dapat memberikan suasana indah mempesona, dan

melembutkan pandangan. Memberikan kecemerlangan sepanjang waktu.

Memberikan kesejukan dan rasa nyaman serta mampu menurunkan suhu pada saat

udara panas sekaligus dapat mencuci udara karena tanaman merupakan sumber

O2.

Lakitan (1995) dalam Saepuloh (2005), mendefinisikan bahwa tanaman

hias adalah komoditi yang dibudidayakan dalam kehidupan sehari-hari untuk

dinikmati keindahannya. Menikmati keindahan tanaman hias dapat dilakukan

dengan cara menghadirkan tanaman tersebut secara utuh di lingkungan

pemukiman manusia. Salah satu cara misalnya dengan menanam tanaman hias di

halaman rumah atau taman-taman umum. Tanaman hias selain ditanam langsung

di tanah juga dapat ditanam dalam pot. Panen tanaman hias dapat dilakukan

secara fisik dan dapat hanya dengan menikmati keindahannya dengan tidak secara

fisik memanen tanaman atau bagian dari tanaman tersebut.

Ashari (1995), menyatakan bahwa industri tanaman hias meliputi

budidaya tanaman dalam pot, bunga potong dan bunga hias lainnya yang

kebanyakan dilakukan di areal tertentu seperti rumah kaca atau green house.
Keindahan tanaman tersebut dapat dipancarkan dari keseluruhan tajuk tanaman

juga bentuk, warna bunga dan kerangka tanaman.

Menurut Sudarmono (1997), tanaman hias dapat dibedakan menjadi dua

golongan yaitu :

1. Tanaman hias daun

Tanaman hias daun dipilih karena penampilan aneka ragam daunnya yang

berwarna-warni. Mulai dari yang berwarna tunggal merah, hijau, kuning,

orange, perak, warna kombinasi, warna strip-strip, warna zebra, warna bintik-

bintik, totol-totol merah-ungu, dan warna mengkilap. Daya tarik lainnya

adalah penampilan bentuk tajuknya, bentuk batangnya, bentuk daunnya, dan

teksturnya.

Selain daya tarik karena keindahannya, tanaman hias daun disukai orang

karena persyaratan tumbuhnya ringan, perawatannya mudah, dan tahan lama

dibandingkan dengan tanaman hias bunga. Di dalam ruangan, tanaman hias

daun misalnya, Suplir keriting dapat bertahan sampai 10 tahun. Contoh lain

tanaman hias daun adalah: Palem kol, Perilepta dyerianus, Palem merah,

Palem kuning, Palem botol, Asoka, Aglaonema, Lantana camara, dan Sikas.

2. Tanaman hias bunga

Tanaman hias bunga dipilih karena penampilan bunganya berwarna-warni,

bentuk dan ukurannya beraneka ragam, ada yang kecil mungil, ada yang

raksasa, dan ada yang baunya harum. Tanaman hias bunga menuntut

persyaratan yang lebih berat daripada tanaman hias daun. Pembentukan bunga

memerlukan penyinaran dan suhu malam yang sejuk. Tanaman hias bunga,

sifatnya hanya sementara, mungkin hanya bertahan 1-2 minggu. Bahkan pada
musim hujan bunga akan mampu bertahan dalam tiga hari saja. Contoh

tanaman hias bunga adalah: Mawar, Melati, Krisan, Euphorbia, Bougenville,

Anggrek, dan Adenium.

Menurut Ratnasari (2007), berdasarkan struktur dan bentuknya tanaman

hias dapat digolongkan menjadi tanaman pohon, liana dan herba, perdu, semak,

dan sukulen. Struktur tanaman ini akan mempengaruhi fungsi tanaman pada saat

digunakan. Berikut penggolongan tanaman hias:

1. Tanaman Pohon

Tanaman pohon adalah jenis tanaman berkayu yang biasanya mempunyai

batang tunggal dan dicirikan dengan pertumbuhan yang sangat tinggi. Tanaman

berkayu adalah tanaman yang membentuk batang sekunder dan jaringan xylem

yang banyak. Biasanya, tanaman pohon digunakan sebagai pelindung dan centre

point. Selain itu, ada juga tanaman pohon yang bisa digunakan sebagai tanaman

hias pot, tetapi jenisnya sangat terbatas. Flamboyan dan Dadap merah termasuk

jenis tanaman pohon.

2. Tanaman Liana dan Herba

Tanaman golongan liana lebih banyak digunakan untuk tanaman rambat

atau tanaman gantung. Liana dicirikan dengan batang yang tidak berkayu dan

tidak cukup kuat untuk menopang bagian tanaman lainnya. Termasuk dalam

golongan liana adalah bunga Alamanda. Sedangkan golongan herba (herbacaous)

atau terna merupakan jenis tanaman dengan sedikit jaringan sekunder atau tidak

sama sekali. Termasuk dalam jenis ini adalah bunga Kana dan bunga Tapak darah.
3. Tanaman Perdu

Tanaman golongan perdu merupakan tanaman berkayu yang pendek

dengan batang yang cukup kaku dan kuat untuk menopang bagian-bagian

tanaman. Golongan perdu biasanya dibagi menjadi tiga, yaitu perdu rendah, perdu

sedang, dan perdu tinggi. Termasuk jenis tanaman ini adalah bunga Sikat botol,

Krossandra, dan Euphorbia.

4. Tanaman Semak

Tanaman golongan semak dicirikan dengan batang yang berukuran sama

dan sederajat. Termasuk dalam jenis ini adalah Bambu hias.

5. Tanaman Sukulen

Tanaman sukulen adalah jenis tanaman “lunak” yang tidak berkayu

dengan batang dan daun yang mampu menyimpan cadangan air dan tahan

terhadap kondisi yang kering. Termasuk dalam jenis ini adalah Kaktus.

Menurut Ratnasari (2007), tanaman hias memiliki habitat yang berbeda

satu sama lain. Secara umum, habitat tanaman hias dicirikan dengan

perbedaannya akan lingkungan hidup yang mencakup ketinggian tempat dari

permukaan air laut, kebutuhan air, dan kebutuhan cahaya.

Ketinggian Tempat

Biasanya, faktor ketinggian tempat lebih dikenal dengan faktor suhu.

Sebagai negara yang berada di daerah khatulistiwa, keragaman iklim di masing-

masing daerah relatif sedikit. Perbedaan suhu di sini lebih banyak dipengaruhi

oleh ketinggian tempat, yaitu dataran tinggi dan dataran rendah.

Suhu udara di dataran tinggi relatif dingin sehingga beberapa jenis

tanaman subtropis dapat dibudidayakan dengan baik. Sementara suhu udara di


dataran rendah relatif panas sehingga tidak banyak tanaman hias yang berasal dari

daerah subtropis bisa dibudidayakan dengan baik.

Berdasarkan ketinggian tempat, tanaman hias dikelompokkan menjadi

tiga, yaitu tanaman hias dataran tinggi, dataran rendah, dan dataran sedang.

Sebagai acuan, suatu daerah dikatakan sebagai dataran tinggi jika berada pada

ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl). Dataran rendah berada pada

ketinggian < 200 m dpl. Daerah yang berada pada kisaran ketinggian 200-700 m

dpl merupakan dataran sedang.

Kebutuhan Air

Air merupakan salah satu kebutuhan utama tanaman. Tanpa air, tanaman

tidak akan dapat mengolah bahan makanannya sehingga akan layu, kemudian

mati. Tanaman yang mengalami kelayuan harus segera diberi air agar dapat segar

kembali. Jika tidak, kondisi tersebut dapat menyebabkan kelayuan permanen yang

akhirnya akan membuat tanaman mati. Kebutuhan air untuk setiap tanaman sangat

beragam, tergantung pada jenis tanaman, fase pertumbuhan, ukuran tanaman,

ukuran pot (jika tanaman ditanam dalam pot), kondisi media tanam, kondisi akar,

pencahayaan, serta suhu dan kelembapan lingkungan.

Jenis tanaman sukulen atau kaktus-kaktusan membutuhkan air yang sedikit

untuk dapat tumbuh dengan baik, sedangkan jenis tanaman air justru

membutuhkan keadaan jenuh air untuk dapat tumbuh dengan baik. Pada

umumnya, kebutuhan air pada tanaman hias bunga berada di antara kedua jenis

tanaman tersebut.

Selain jenis, umur dan ukuran tanaman juga sangat berpengaruh terhadap

kebutuhan air. Tanaman yang lebih tua dan berukuran lebih besar membutuhkan
air lebih banyak daripada tanaman yang masih muda dan kecil. Faktor lingkungan

juga mempengaruhi kebutuhan tanaman tanaman akan air, diantaranya tempat

tumbuh tanaman. Kebutuhan air pada tanaman yang tumbuh di dalam pot jauh

lebih tinggi dibandingkan tanaman yang ditanam langsung di tanah. Peletakan

tanaman juga mempengaruhi kebutuhan air. Tanaman yang diletakkan di dalam

ruangan ber-AC membutuhkan air lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman

yang diletakkan di ruangan tanpa AC.

Kebutuhan Cahaya

Berdasarkan kebutuhan cahaya, tanaman dapat dikelompokkan menjadi

jenis tanaman yang toleran terhadap sinar matahari langsung atau tanaman yang

membutuhkan naungan. Namun, adapula tanaman yang dapat tumbuh baik di

tempat yang terkena cahaya langsung maupun ternaungi.

Tanaman yang toleran terhadap sinar matahari sebaiknya ditempatkan di

tempat-tempat yang terkena sinar matahari secara penuh sehingga dapat tumbuh

secara optimal. Sementara tanaman yang toleran terhadap naungan sebaiknya

diletakkan di tempat yang teduh atau tidak terkena sinar matahari, contohnya di

bawah pohon, diberi naungan paranet, atau bisa juga di teras rumah. Jika tidak

terdapat naungan, tanaman jenis ini juga bisa diletakkan di tempat-tempat yang

hanya terkena sinar matahari pagi atau sore saja.

Tanaman hias di lingkungan sekitar sangat beragam. Untuk mempermudah

dalam pengenalan, perlu dilakukan penggolongan pada tanaman hias. Masing-

masing golongan tanaman hias tersebut memiliki habitat yang berbeda-beda.

Mengenal penggolongan dan habitatnya akan mempermudah dalam perawatan

tanaman hias tersebut.


2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pendapatan dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diduga mempunyai pengaruh terhadap

pendapatan pedagang tanaman dengan menggunakan uji-uji tertentu. Faktor atau

Variabel yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan pedagang tanaman hias

bisa dijadikan acuan untuk mengembangkan pertanian melalui peningkatan

pendapatan yang diperoleh pedagang tanaman hias. Faktor-faktor yang

berpengaruh berbeda-beda tergantung jenis dan lokasi usaha tanaman hiasnya.

Saepuloh (2005) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan usaha

dan pemasaran tanaman hias di Kota Bogor. Usaha yang dilakukan oleh pedagang

pengecer tanaman hias di Kota Bogor mengalami keuntungan walaupun relatif

kecil. Secara ekonomis keuntungan ini dapat diidentifikasi dari nilai imbangan

penerimaan atas biaya (R/C) tunai sebesar 1.34 dan R/C atas biaya total ebesar

1.23. Nilai elastisitas transmisi untuk masing-masing tanaman yang diteliti adalah

0.94 untuk Euphorbia, 0.66 untuk tanaman Bougenville, 0.75 untuk tanaman

Aglaonema, dan 0.60 untuk jenis tanaman Palem. Berdasarkan nilai nilai tersebut

dapat diidentifikasikan bahwa perubahan harga sebesar 1 persen di tingkat

pedagang pengecer mengakibatkan perubahan harga di tingkat petani sebesar

kurang dari 1 persen. Perbedaan dengan penelitian ini adalah: Lokasi penelitian

Saepuloh (2005) hanya di Jalan Pajajaran dengan jumlah responden 10 orang.

Sedangkan lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Jalan Pajajaran dan

Jalan Dadali dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Selain itu dalam

analisis data, Saepuloh (2005) menggunakan analisis elastisitas transmisi karena

lebih mengarah pada aspek pemasaran tanaman hias. Sedangkan analisis data
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Regresi (regression

analysis), karena lebih mengarah pada aspek faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat pendapatan pedagang tanaman hias.

Penelitian Anggrayni (2006), tentang analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pendapatan usaha tanaman hias di Kecamatan Sawangan,

Depok memasukkan beberapa faktor yang diduga mempengaruhi terhadap tingkat

pendapatan usaha tanaman hias di daerah penelitian. Faktor-faktor tersebut

meliputi faktor yang berpengaruh positif terhadap pendapatan dan faktor yang

berpengaruh negatif terhadap pendapatan. Faktor yang berpengaruh positif

terhadap pendapatan adalah: harga jual tanaman hias Euphorbia, harga jual

tanaman hias Walisongo, pupuk kandang, pupuk kompos dan pupuk Urea.

Variabel yang bertanda negatif adalah tenaga kerja, harga beli tanaman hias

Euphorbia, harga beli tanaman hias Walisongo, dan harga beli tanaman hias

Kamboja Jepang. Dari hasil analisis pendapatan, rata-rata tingkat pendapatan

pedagang tanaman hias adalah sebesar Rp 5.065.454,- per bulan dan pendapatan

di luar usaha sebesar Rp 2.950.000,- artinya pedagang tanaman hias mempunyai

pendapatan yang cukup besar. Perbedaan dengan penelitian Anggrayni (2006)

adalah: variabel yang digunakan dalam penelitian Anggrayni (2006), beberapa

variabel diantaranya berbeda dengan variabel yang digunakan dalam penelitian

ini. Selain itu, lokasi daerah penelitian juga berbeda dengan penelitian.

Penelitian Sumiyati (2006), tentang analisis pendapatan dan efisiensi

penggunaan faktor-faktor produksi usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya,

Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hasil analisis pendapatan,

petani bawang daun memperoleh keuntungan yang cukup besar. Hal ini dapat
terlihat dari Nilai R/C atas biaya tunai sebesar 5,62, dan nilai R/C atas biaya total

sebesar 2,17. Berdasarkan analisis fungsi produksi, setelah melakukan pendugaan

dan pengujian serta pemeriksaan asumsi OLS dengan melihat masalah

multikolinear, MSE dan autokorelasi maka model fungsi produksi yang dipilih

adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Hasil analisis fungsi produksi Cobb-

Douglas menunjukkan bahwa nilai VIF lebih kecil dari 1, MSE terkecil, yaitu

sebesar 0,0297, dan nilai DW sebesar 2,28. Hal ini berarti tidak ada masalah

multikolinear, MSE maupun masalah autokorelasi. Perbedaan dengan penelitian

Sumiyati (2006), selain komoditi yang berbeda, lokasi penelitian juga berbeda.

Penelitian Nadhwatunnaja (2008), tentang analisis pendapatan usahatani

dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di Desa Pasir

Langgu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Berdasarkan analisis

pendapatan usahatani diperoleh bahwa pendapatan petani anggota Koptan Mitra

Sukamaju lebih tinggi dibandingkan petani non anggota. Nilai R/C atas biaya

tunai petani anggota Koptan Mitra Sukamaju adalah 1.74 dan nilai R/C atas biaya

total adalah 1.21. Sedangkan nilai R/C petani non anggota adalah 1.62 untuk biaya

tunai dan 1.11 untuk biaya total. Lebih besarnya pendapatan dan nilai R/C petani

anggota Koptan adalah karena pada saat penelitian harga paprika di pasar sedang

turun, sehingga petani anggota Koptan lebih diuntungkan karena harga paprika

pada koptan stabil. Berdasarkan analisis fungsi produksi, faktor produksi luas

lahan (X1), nutrisi (X3), pestisida (X4), dan tenaga kerja (X5) secara bersama-sama

berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen terhadap produksi paprika

hidroponik. Dengan melakukan uji-t, hasil uji ini menunjukkan faktor produksi

nutrisi (X3) dan pestisida (X4) berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99
persen, dan faktor produksi luas lahan(X1) berpengaruh nyata pada selang

kepercayaan 95 persen. Sedangkan faktor produksi tenaga kerja (X5) tidak

berpengaruh nyata. Perbedaan dengan penelitian Nadhwatunnaja (2008) adalah:

jenis komoditi yang akan diteliti. Nadhwatunnaja (2008), meneliti tentang paprika

hidroponik sedangkan komoditi yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah

tanaman hias.

Penelitian Nugroho (2008), tentang analisis pendapatan dan faktor-faktor

yang mempengaruhi hasil produksi pembenihan ikan gurami bersertifikasi SNI di

Desa Beji, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, pendapatan yang diterima oleh

petani bersertifikat SNI lebih besar dibandingkan dengan yang diterima oleh

petani non sertifikat. Hal tersebut tergambarkan oleh nilai R/C, R/C yang

diperoleh petani bersertifikat lebih tinggi dibandingkan petani non sertifikat. Dari

hasil analisis faktor-faktor menggunakan fungsi Cobb-Douglas semua variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi ikan

gurami dimana hasil tersebut didapatkan dari uji F dengan tingkat kepercayaan

95%. Pengaruh faktor produksi secara parsial dengan menggunakan uji t

menunjukkan bahwa faktor luas kolam (X1), kepadatan (X2), dosis pupuk (X3)

berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih ikan gurami pada tingkat

kepercayaan 95%. Sedangkan faktor pakan benih (X4), tenaga kerja (X5) dan

variabel dummy sertifikat tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi benih

ikan gurami pada tingkat kepercayaan 95%. Usaha pembenihan ikan ikan gurami

di Desa Beji berada pada kondisi increasing return to scale atau kenaikan hasil

yang meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penjumlahan koefisien dari
masing-masing faktor produksi. Perbedaan dengan penelitian Nugroho (2008),

selain perbedaan komoditi juga lokasi penelitian yang berbeda. Untuk lebih

jelasnya ringkasan hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu


Peneliti/ Metode/
No Topik Hasil Penelitian
Tahun Variabel
1. Saepuloh Analisis 1. Analisis ratio 1. Dari hasil analisis ratio, usaha yang
(2005) Pendapatan dan keuntungan dilakukan oleh pedagang tanaman hias
Pemasaran 2. Analisis di Jalan Pajajaran masih mengalami
Tanaman Hias elastisitas keuntungan walaupun relatif kecil.
di Kota Bogor transmisi Secara ekonomis keuntungan ini dapat
diidentifikasi dari nilai imbangan
penerimaan atas biaya (R/C) tunai
sebesar 1.34 dan R/C atas biaya total
sebesar 1.23
2. Dari hasil analisis elastisitas transmisi
diperoleh bahwa, perubahan harga
sebesar 1 persen di tingkat pedagang
pengecer mengakibatkan perubahan
harga di tingkat petani sebesar kurang
dari 1 persen. Nilai elastisitas
transmisi untuk masing-masing
tanaman yang diteliti adalah 0.94
untuk Euphorbia, 0.66 untuk tanaman
Bougenville, 0.75 untuk tanaman
Aglaonema, dan 0.60 untuk jenis
tanaman palem.
2. Anggrayn Analisis 1. Analisis 1. Dari hasil analisis pendapatan, rata-
i (2006) Faktor-faktor pendapatan rata tingkat pendapatan pedagang
yang 2. Analisis tanaman hias adalah sebesar Rp
Mempengaruhi regresi 5.065.454,- per bulan dan pendapatan
Tingkat di luar usaha sebesar Rp 2.950.000,-
Pendapatan artinya pedagang tanaman hias
Usaha mempunyai pendapatan yang cukup
Tanaman Hias besar.
di Kecamatan 2. Dari hasil analisis faktor bahwa,
Sawangan model yang terbaik untuk
Depok menunjukkan bahwa sudah tidak
adanya multikolonieritas, koefisien
determinan (R2) sebesar 84.3 persen
sedangkan nilai F-hitung sebesar
19.13. Faktor yang berpengaruh positif
terhadap pendapatan adalah: harga jual
tanaman hias Euphorbia, harga jual
tanaman hias walisongo, pupuk
kandang, pupuk kompos dan pupuk
Urea. Variabel yang bertanda negatif
adalah tenaga kerja, harga beli
tanaman hias Euphorbia, harga beli
tanaman hias walisongo, dan harga
beli tanaman hias kamboja jepang.
3. Sumiyati Analisis 1. Analisis 1.Berdasarkan analisis pendapatan,
(2006) Pendapatan dan pendapatan petani bawang daun memperoleh
Efisiensi 2. Analisis keuntungan yang cukup besar. Hal ini
Peneliti/ Metode/
No Topik Hasil Penelitian
Tahun Variabel
Penggunaan fungsi dapat diketahui dari Nilai R/C atas
Faktor-faktor produksi biaya tunai sebesar 5,62, dan nilai R/C
Produksi atas biaya total sebesar 2,17.
Usahatani 2. Berdasarkan analisis fungsi produksi,
Bawang Daun setelah melakukan pendugaan dan
di Desa pengujian serta pemeriksaan asumsi
Sindangjaya, OLS dengan melihat masalah
Kecamatan multikolinear, MSE dan autokorelasi
Pacet, maka model fungsi produksi yang
kabupaten dipilih adalah model fungsi produksi
Cianjur, Jawa Cobb-Douglas. Hasil analisis fungsi
Barat produksi Cobb-Douglas menunjukkan
bahwa nilai VIF lebih kecil dari 1,
MSE terkecil, yaitu sebesar 0,0297,
dan nilai DW sebesar 2,28. Hal ini
berarti tidak ada masalah
multikolinear, MSE maupun masalah
autokorelasi.
1. Dari hasil analisis ratio keuntungan,
4. Nadhwatu Analisis 1. Analisis nilai R/C atas biaya tunai petani
nnaja Pendapatan pendapatan anggota Koptan Mitra Sukamaju
(2008) Usahatani dan 2. Analisis adalah sebesar 1.74 dan nilai R/C atas
Faktor-faktor fungsi biaya total adalah sebesar 1.21,
yang produksi sedangkan nilai R/C petani non
Mempengaruhi anggota adalah sebesar 1.62 untuk
Produksi biaya non tunai dan 1.11 untuk biaya
Paprika total.
Hidroponik di 2. Berdasarkan analisis fungsi produksi,
Desa Pasir faktor produksi luas lahan (X1), nutrisi
Langgu, (X3), pestisida (X4), dan tenaga kerja
Kecamatan (X5) secara bersama-sama
Cisarua, berpengaruh nyata pada selang
Kabupaten kepercayaan 99 persen terhadap
Bandung produksi paprika hidroponik. Dengan
melakukan uji-t, hasil uji ini
menunjukkan faktor produksi nutrisi
(X3) dan pestisida (X4) berpengaruh
nyata pada selang kepercayaan 99
persen, dan faktor produksi luas
lahan(X1) berpengaruh nyata pada
selang kepercayaan 95 persen.
Sedangkan faktor produksi tenaga
kerja (X5) tidak berpengaruh nyata.
1.Berdasarkan hasil analisis pendapatan
5. Nugroho Analisis 1. Analisis usahatani, pendapatan yang diterima
(2008) Pendapatan pendapatan oleh petani bersertifikat SNI lebih
dan Faktor- 2.Analisis besar dibandingkan dengan yang
faktor yang fungsi diterima oleh petani non sertifikat. Hal
Mempengaruhi produksi tersebut tergambarkan oleh nilai R/C,
Hasil Produksi R/C yang diperoleh petani bersertifikat
Pembenihan lebih tinggi dibandingkan petani non
Ikan Gurami sertifikat.
2.Dari hasil analisis faktor-faktor
menggunakan fungsi Cobb-Douglas
Peneliti/ Metode/
No Topik Hasil Penelitian
Tahun Variabel
Petani semua variabel independen secara
Bersertifikasi bersama-sama berpengaruh nyata
SNI di Desa terhadap hasil produksi ikan gurami
Beji, dimana hasil tersebut didapatkan dari
Kecamatan uji F dengan tingkat kepercayaan 95%.
Kedung Pengaruh faktor produksi secara parsial
Banteng, dengan menggunakan uji t
Kabupaten menunjukkan bahwa faktor luas kolam
Banyumas, (X1), kepadatan (X2), dosis pupuk (X3)
Jawa Tengah berpengaruh nyata terhadap hasil
produksi benih ikan gurami pada
tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan
faktor pakan benih (X4), tenaga kerja
(X5) dan variabel dummy sertifikat
tidak berpengaruh nyata terhadap hasil
produksi benih ikan gurami pada
tingkat kepercayaan 95%.
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi (1986), ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan

cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal,

waktu, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Ilmu usahatani

juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang

mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan

memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila

petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai)

sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut

menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi,

2002).

Tingkat keuntungan dapat diukur dengan pendapatan usahatani yang

umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usahatani dengan tujuan

untuk membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Analisis pendapatan usahatani

bertujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan

dapat menggabarkan keadaan yang akan datang.

Dalam usahatani tentunya para petani memperhitungkan biaya-biaya yang

dikeluarkan serta memperhitungkan penerimaan yang diperoleh. Menurut

Soekartawi et, al (1986), biaya atau pengeluaran total usahatani adalah semua

nilai masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi
usahatani. Biaya usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang

diperhitungkan.

1. Biaya tunai

Biaya tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan

untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

2. Biaya yang diperhitungkan

Biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang

dikeluarkan oleh petani, biaya ini dapat berupa faktor produksi yang

digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang

diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam

keluarga, dan penyusutan peralatan.

Berdasarkan sifatnya biaya produksi usahatani biasanya diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu: (a) Biaya tetap (fixed cost); dan (b) Biaya tidak tetap

(variabel cost).

(a) Biaya tetap

Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap

jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh sedikit

atau banyak. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya

produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap: sewa tanah, pajak dan alat-alat

pertanian.

(b) Biaya variabel

Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai

biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.

Contohnya biaya untuk sarana produksi: tenaga kerja, pupuk, pestisida. Jika
ingin menambah jumlah produksi, maka jumlah sarana produksi juga harus

ditambah.

Menurut Tjakrawiralaksana (1983), biaya adalah semua pengeluaran,

dinyatakan dengan uang, yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk

dalam satu periode produksi. Biaya disebut pula “ongkos-ongkos” yang

merupakan nilai dari seluruh pengorbanan (unsur produksi) yang disebut pula

“input”. Termasuk biaya-biaya tersebut adalah: sarana produksi yang habis

terpakai, lahan, biaya alat-alat produksi tahan lama, tenaga kerja, dan biaya lain-

lain.

Soekartawi, et al (1986), menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah

nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu yaitu jumlah komoditi

dikalikan dengan harga satuan komoditi. Sedangkan pengeluaran usahatani adalah

nilai semua input yang habis dipakai dalam proses produksi.

Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi, et al

(1986) mengemukakan beberapa definisi yaitu :

a. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt): nilai uang yang diterima dari

penjualan produk usahatani.

b. Pengeluaran tunai usahatani (farm payment): jumlah uang yang dibayarkan

untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

c. Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow): selisih antara penerimaan

tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani.

d. Penerimaan kotor usahatani (gross return): produk total usahatani dalam

jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
e. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses): nilai semua masukan

yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya-biaya

yang diperhitungkan.

f. Pendapatan bersih usahatani (net farm income): selisih antara penerimaan

kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani.

Secara harafiah pendapatan usahatani dapat didefinisikan sebagai sisa dari

pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan.

Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar

nilainya semakin baik.

Menurut Tjakrawiralaksana (1983), pendapatan usahatani adalah jumlah

yang tersisa setelah biaya, yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang

benar-benar dibayar maupun yang hanya diperhitungkan, telah dikurangkan dari

penerimaan. Pendapatan pengelola itu sendiri terdiri dari 2 unsur, yaitu:

1. Imbalan jasa manajemen, ”upah” atau honorarium petani sebagai

pengelola.

2. Sisanya atau laba, yaitu net profit, merupakan imbalan bagi resiko usaha.

Inilah yang sebenarnya merupakan keuntungan atau laba, dalam pengertian

ekonomi perusahaan.

3.1.2 Laba/Pendapatan Maksimum


Nicholson (2001), menyatakan bahwa dalam melakukan aktivitasnya,

perusahaan akan menjual barang pada berbagai tingkat output (Q). Dari penjualan

pengusaha akan menerima pendapatan (revenue) sebanyak P (Q).Q = R (Q).

Terlihat bahwa besar penerimaan tergantung pada jumlah barang yang terjual.

Dalam produksinya, dibutuhkan biaya besar C (Q), yang jumlahnya juga


tergantung dari jumlah barang yang diproduksi. Perbedaan antara penerimaan

total dengan biaya inilah yang disebut laba. Lebih jelas lagi, laba yang diterima

adalah: π (Q) = P (Q). Q – C (Q) = R (Q) – C (Q). (3.1)

Kondisi syarat pertama untuk memilih nilai Q yang memberikan laba yang paling

maksimum adalah apabila derivative, atau turunan pertama dari equasi terhadap Q

sama dengan nol, yaitu:

dπ dR dC
= π’ (Q) = - =0 (3.2)
dQ dQ dQ
sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi syarat pertama untuk laba maksimum

adalah:

dR dC
= (3.3)
dQ dQ
Secara sederhana ini berarti bahwa untuk memperoleh laba yang paling

maksimum, maka peneriman ekstra, atau marjinal revenue atau (MR) yang

diterima dari penjualan 1 unit barang terakhir harus sama dengan biaya ekstra

(marginal cost = MC) untuk memperoduksi 1 unit barang terakhir tersebut.

Artinya untuk memperoleh laba yang paling maksimum perusahaan akan memilih

tingkat output pada saat mana penerimaan marjinal (Marginal Revenue = MR)

sama dengan biaya marjinal (Marginal Cost = MC),

MR = dR/dQ = dC/dQ = MC (3.4)

Bila perusahaan memutuskan untuk menghasilkan output pada saat MR >

MC, maka laba yang diterima tidaklah maksimum, sebab dengan menghasilkan 1

unit output tambahan akan menghasilkan MR yang lebih besar dari ongkos yang

harus dikeluarkan. Begitu juga jika MR < MC, ongkos yang harus dikeluarkan
untuk memproduksi 1 unit barang terakhir lebih besar dari penerimaan yang akan

diperoleh seandainya barang tersebut dijual. Hubungan di atas bisa dilihat

ilustrasinya pada Gambar 1.

C.R
C (Q) = TC

R (Q) = TR

0 Q (Output)

Gambar 1. Total Revenue, Total Cost, Laba Maksimal


(Nicholson, 2001)

Gambar 1, memperlihatkan fungsi-fungsi biaya dan penerimaan (C dan R).

Jika kita hanya memproduksi sedikit output, biaya yang mesti dikeluarkan yaitu C

(Q), lebih besar dari penerimaan R (Q). Makin banyak barang diproduksi, jarak

antara biaya dengan penerimaan makin kecil dan kalau terus ditambah, kita akan

memperoleh laba yang positif, sebab R (Q) > C (Q). Laba yang maksimum

dicapai ketika garis singgung TR dan MR sejajar.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Langkah pada penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor apa saja yang

dapat mempengaruhi pendapatan kemudian dianalisis dengan menggunakan alat


analisis regresi (regression analysis). Analisis fungsi pendapatan adalah analisis

yang menjelaskan hubungan antara pendapatan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan. Fungsi pendapatan ini digunakan untuk menduga

parameter tidak bebas (Y) dan parameter bebas (X).

Usaha tanaman hias merupakan usaha yang telah lama digeluti pedagang

tanaman hias di Kota Bogor. Pedagang tanaman hias ini telah menekuninya

sekitar sepuluh tahun bahkan ada yang lebih. Berdasarkan data dari Dinas Tata

Kota dan Pertamanan Kota Bogor, jumlah pedagang tanaman hias di Kota Bogor

bertambah. Selain masalah tersebut, pedagang tanaman hias juga mempunyai

pesaing baru, yaitu: pedagang di perumahan-perumahan dan pedagang yang

menjajakan langsung tanaman hias ke rumah penduduk atau ke pasar tradisional.

Sebelum melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pendapatan pedagang tanaman hias, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap

tingkat pendapatan pedagang tanaman hias di Kota Bogor. Analisis pendapatan ini

dilakukan dengan mengurangkan biaya yang dikeluarkan dari penerimaan. Biaya

pembelian tanaman hias merupakan biaya yang paling besar diperlukan untuk

usaha tanaman hias. Peningkatan harga beli tanaman hias itu sendiri menyebabkan

pedagang untuk memikirkan kembali usahanya.

Kemudian, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat pendapatan pedagang tanaman hias. Analisis faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan pedagang tanaman hias dilakukan

dengan analisis regresi. Keberhasilan usaha tanaman hias di Kota Bogor

dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: luas lahan, tenaga kerja, harga beli

tanaman hias, harga jual tanaman hias, pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk
NPK, pakis, sekam, obat-obatan, transportasi, dan pot. Dengan melakukan analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan akan diketahui faktor-faktor

yang berpengaruh dan faktor-faktor yang tidak berpengaruh. Dari hasil analisis

tersebut, pedagang tanaman hias dapat mencapai tujuan akhir usahanya yaitu

untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Dari hasil uraian tersebut kerangka

pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.


Usaha Tanaman Hias Masalah:
di Kota Bogor 1. Jumlah Pedagang
Bertambah
2. Adanya Persaingan

Biaya-biaya: Penerimaan:
1. Biaya tunai 1. Penjualan tanaman hias
2. Biaya 2. Produk diluar tanaman hias
diperhitungkan

Faktor-faktor yang
Analisis Pendapatan Mempengaruhi Pendapatan
R/C Usaha Tanaman Hias:
1. Luas lahan
2. TKLK
3. Harga beli Puring
4. Harga beli
Aglaonema
5. Harga beli Anggrek
6. Harga beli Krisan
7. Harga jual Puring
8. Harga jual
Aglaonema
9. Harga jual Anggrek
10. Harga jual Krisan
11. Pupuk kandang
12. Pupuk kompos
13. Pupuk NPK
14. Sekam
15. Pakis
Model Fungsi Pendapatan 16. Obat-obatan
Y = f (X1,X2,….Xm) 17. Transportasi
18. Pot

Analisis Regresi Berganda

Faktor-faktor yang Faktor-faktor yang


Berpengaruh nyata Tidak berpengaruh nyata

Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian.


3.3 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan beberapa hipotesis. Hipotesis penelitian

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha tanaman hias

adalah :

1. Luas lahan

Luas lahan mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan. Karena

semakin luas lahan yang digunakan untuk usaha tanaman hias, maka

semakin besar pendapatan yang diperoleh. Asumsi kenaikan luas lahan

harus diikuti oleh bertambahnya jumlah tanaman hias yang dijual.

2. Tenaga kerja

Tenaga kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap pendapatan. Karena

semakin bertambah jumlah tenaga kerja yang dipakai, maka biaya yang

digunakan untuk mengupah tenaga kerja akan semakin besar dan ini juga

akan berpengaruh terhadap pendapatan usaha tanaman hias.

3. Harga beli tanaman hias

Harga beli tanaman hias mempunyai pengaruh negatif terhadap

pendapatan. Karena semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk

pembelian tanaman hias, maka akan berdampak pada penurunan

pendapatan.

4. Harga jual tanaman hias

Harga jual tanaman hias mempunyai pengaruh positif terhadap

pendapatan. Karena semakin tinggi harga jual dari tanaman hias, maka

pendapatan yang diterima akan semakin besar.


5. Biaya pupuk (pupuk kandang, pupuk kompos dan pupuk NPK)

Biaya pupuk merupakan salah satu komponen dari biaya total. Semakin

besar biaya pupuk yang digunakan, maka pendapatan yang diperoleh akan

semakin menurun. Artinya biaya pupuk berpengaruh negatif terhadap

pendapatan.

6. Biaya media tanam (pakis dan sekam)

Biaya pakis dan sekam diduga berpengaruh negatif terhadap pendapatan.

Karena semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk pakis dan sekam,

maka akan berdampak pada penurunan pendapatan.

7. Biaya obat-obatan

Biaya obat-obatan diduga berpengaruh negatif terhadap pendapatan.

Karena semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk obat-obatan, maka

akan berdampak pada penurunan pendapatan.

8. Biaya transportasi

Biaya transportasi diduga berpengaruh negatif terhadap pendapatan.

Karena semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk transportasi, maka

akan berdampak pada penurunan pendapatan.

9. Biaya pot

Biaya pot diduga berpengaruh negatif terhadap pendapatan, karena

semakin besar biaya pembelian pot, pendapatan akan mengalami

penurunan.
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini

dilakukan secara sengaja (purposive), karena banyak pedagang yang

menggunakan lokasi sepanjang jalur hijau di Kota Bogor sebagai tempat mereka

untuk menjual tanaman hias. Selain itu, Kota Bogor adalah salah satu sentra

produksi tanaman hias di Jawa Barat yang didukung dengan iklim dan topografi

yang cocok untuk membudidayakan tanaman hias. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam:

1. Data Primer

Untuk memperoleh data primer ini dilakukan dengan metode :

a. Metode wawancara, yaitu melakukan wawancara dengan menggunakan

pedoman daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terhadap responden

(pedagang tanaman hias).

b. Metode observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara pengamatan

langsung di lokasi penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Tata Kota dan

Pertamanan Kota Bogor, Dinas Agribisnis Kota Bogor serta lembaga-

lembaga lain yang terkait. Data-data yang diperlukan seperti data jumlah
pedagang tanaman hias, data-data jumlah produksi tanaman hias, data

jumlah ekspor impor tanaman hias dan lain-lain.

4.3 Metode Penentuan Responden

Metode penarikan sampel terhadap pedagang tanaman hias dilakukan

dengan metode random sampling (Saoekartawi, 2002), yaitu dengan memilih

secara acak pedagang yang ada di sepanjang Jalan Pajajaran dan Jalan Dadali,

Kota Bogor. Sampai sekarang teknik ini dipandang sebagai teknik yang paling

baik dalam penelitian bahkan mungkin dianggap satu-satunya teknik yang terbaik.

Tentu saja persyaratan untuk teknik ini harus dipatuhi yaitu diketahuinya populasi

dan sifat homogenitas sifat populasi. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam

random sampling adalah semua individu dalam populasi (anggota populasi) diberi

kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Karena itu tidak

ada alasan bahwa sampel yang terpilih secara random sampling adalah sampel

yang kurang baik.

Prosedur yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah dengan cara

undian, yaitu dengan cara mendaftar semua anggota populasi kemudian dipilih

sampel yang diinginkan. Pendaftaran anggota populasi ini dapat di lembaran

kertas; kemudian diundi (ditunjuk pada daftar nama) atau anggota populasi satu

persatu ditulis di satu lembar kertas kemudian diundi dan diambil sejumlah yang

diinginkan. Adapun jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30

orang pedagang. Sehingga dari total 118 pedagang tanaman hias yang ada di Jalan

Pajajaran, diambil sampel (responden) sebanyak 23 responden, dan dari total 34


pedagang yang ada di Jalan Dadali, diambil sebanyak 7 responden. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Tabel Penentuan Jumlah Responden


Lokasi Populasi Sampel
Jalan Pajajaran 118 23
Jalan Dadali 34 7
Jumlah 152 30

Pemilihan kedua lokasi ini (Jalan Pajajaran dan Jalan Dadali), karena

merupakan lokasi pedagang tanaman hias yang paling banyak dibandingkan

tempat-tempat lainnya. Data yang diambil adalah data ”cross section” atau

”causal model”, yaitu menemukan bentuk pola hubungan yang saling

mempengaruhi antara variabel yang dicari dan variabel-variabel yang

mempengaruhinya, serta menggunakannya untuk meramalkan nilai-nilai dari

variabel untuk masa yang akan datang. Setelah mendapatkan (pedagang tanaman

hias) kemudian dilakukan wawancara dengan dipandu oleh seperangkat kuisioner.

4.4 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif

digunakan untuk mengetahui gambaran umum tentang usaha tanaman hias di Kota

Bogor. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui tingkat

pendapatan pedagang tanaman hias di Kota Bogor, dan faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan usaha tanaman hias dengan metode analisis regresi

(regression analysis) dan menggunakan program Microsoft Office Excel 2003,

program MINITAB release 13.20 for windows serta alat hitung kalkulator,

kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data.


4.4.1 Analisis Pendapatan

Untuk mengukur keberhasilan usahatani biasanya dilakukan dengan

melakukan analisis pendapatan usahatani. Dengan melakukan analisis pendapatan

usahatani dapat diketahui gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat

melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan

datang.

Untuk menganalisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai

keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.

Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu

tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah komoditi total dengan harga

satuan dari komoditi tersebut. Sedangkan biaya atau pengeluaran usahatani adalah

nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses produksi

usahatani.

Analisis pendapatan berguna untuk mengetahui dan mengatur apakah

kegiatan usaha yang dilakukan berhasil atau tidak. Tujuan dilakukan analisis

pendapatan ini adalah untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari

perencanaan atau tindakan. Tingkat pendapatan selain dipengaruhi oleh keadaan

harga faktor komoditi dan harga hasil komoditi, juga dipengaruhi oleh manajemen

pemeliharaaan. Untuk mengetahui tingkat pendapatan usaha tanaman hias di Kota

Bogor akan dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan dengan rumus

(Soekartawi, 2002):

Pd = TR – TC
Keterangan:
Pd = Pendapatan dari usaha tanaman hias (Rp)
TR = Penerimaan Total yaitu berapa banyak output yang terjual
dikalikan dengan harga output tersebut (Rp)
TC = Biaya Total (Rp)

Pendapatan usahatani juga dapat dibedakan menjadi pendapatan atas biaya

tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan

pendapatan yang diperoleh atas biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh

petani. Sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan pendapatan setelah

dikurangi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.

R/C menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai

manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Analisa R/C dibedakan atas jenis

biaya yang dikeluarkan, yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C

atas biaya tunai diperoleh dari rasio penerimaan usahatani dengan pengeluaran

tunai usahatani. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh dari rasio penerimaan

usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Secara matematis R/C dirumuskan

sebagai berikut:

R/C = TR
TC
dimana:
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)
TC = Total Cost (Total Biaya)
Tabel 8. Perhitungan Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan
Jl. Pajajaran Jl. Dadali
No. Indikator
Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)
I. ARUS PENERIMAAN
1. Penerimaan penjualan tanaman hias
2. Penerimaan usaha penjualan di luar produk
tanaman hias:
TOTAL PENERIMAAN (1) (1)
II. ARUS PENGELUARAN
A. Biaya Tunai:
Biaya tunai usaha penjualan tanaman hias:
1. Biaya pembelian tanaman hias
2. Biaya perawatan tanaman hias
3. Biaya pot
4. Biaya transportasi
5. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK)
6. Biaya lain-lain
Jumlah biaya tunai usaha penjualan tanaman
hias
Biaya tunai produk diluar tanaman hias:
1. Biaya pembelian pupuk kandang
2. Biaya pembelian pupuk kompos
3. Biaya pembelian pupuk organik
4. Biaya pembelian sekam
5. Biaya pembelian pakis
6. Biaya akomodasi pembuatan taman
7. Biaya akomodasi penyewaan
Jumlah biaya produk diluar tanaman hias
Total biaya tunai (2) (2)
B. Biaya Diperhitungkan:
1. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK)
2. Biaya penyusutan
3. Biaya bunga modal
4. Biaya sewa
Total biaya diperhitungkan (3) (3)
TOTAL SELURUH PENGELUARAN (2+3) = 4 (2+3) = 4
III. PENDAPATAN
1. Pendapatan atas biaya tunai (1-2) = 5 (1-2) = 5
2. Pendapatan atas biaya total (1-4) = 6 (1-4) = 6
IV. PERHITUNGAN EFISIENSI (R/C)
A. R/C Atas Biaya Tunai (1) / (2) (1) / (2)
B. R/C Atas Biaya Total (1) / (4) (1) / (4)

4.4.2 Analisis Regresi

Menurut Rahim dan Hastuti (2007), untuk menguji faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan usaha tanaman hias, digunakan analisis fungsi

berpangkat yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:


Y = b0 X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 X7b7 X8b8 X9b9 X10b10 X11b11 X12 X13b13

X14b14 X15b15 X16b16 X17 b17


X18 b18
e

Dalam bentuk Ln menghasilkan persamaan regresi linear berganda (multiple

linear regression) sebagai berikut:

Ln Y = Ln b0 + b1 LnX1 + b2 LnX2 + b3 LnX3 + b4 LnX4 + b5 LnX5 + b6 LnX6 +


b7 LnX7 + b8 LnX8 + b9 LnX9 + b10 LnX10 + b11 LnX11 + b12 LnX12 + b13
LnX13 + b14 LnX14 + b15 LnX15 + b16 LnX16 + b17 LnX17 + b18 LnX18 + e

Keterangan:
Y = Pendapatan (Rp/bulan)
b0 = Intersep
bi = Koefisien regresi penduga variabel ke-i
X1 = Luas Lahan (m2)
X2 = TKLK (HOK)
X3 = Harga beli tanaman hias Puring (Rp)
X4 = Harga beli tanaman hias Aglaonema (Rp)
X5 = Harga beli tanaman hias Anggrek (Rp)
X6 = Harga beli tanaman hias Krisan (Rp)
X7 = Harga jual tanaman hias Puring (Rp)
X8 = Harga jual tanamana hias Aglaonema (Rp)
X9 = Harga jual tanaman hias Anggrek (Rp)
X10 = Harga jual tanaman hias Krisan (Rp)
X11 = Pupuk Kandang (Kg)
X12 = Pupuk Kompos (Kg)
X13 = NPK (Kg)
X14 = Sekam (Kg)
X15 = Pakis (Kg)
X16 = Obat-obatan (ml)
X17 = Transportasi (Rp)
X18 = Pot (Buah)
e = Gangguan stokhastik atau kesalahan

4.5 Pengujian Asumsi-asumsi Regresi

a. Pengujian Asumsi OLS

Metode pendugaan model yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil

(ordinary least square, OLS), sehingga agar model yang digunakan sesuai dengan

asumsi OLS maka dilakukan pengujian-pengujian (Sulaiman, 2004):


1. Normalitas

Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan plot Probabilitas

Normal. Melalui plot ini, masing-masing nilai pengamatan dipasangkan

dengan nilai harapan pada distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila

titik-titik (data) terkumpul di sekitar garis lurus.

2. Homoskedastisitas

Suatu model memenuhi asumsi homoskedastisitas jika memiliki varians

eror yang sama, yaitu nilai-nilai Y bervariasi dalam satuan yang sama baik

untuk nilai X yang tinggi maupun nilai X yang rendah, hal ini dapat dilihat

dari plot antara sisaan dengan nilai dugaan telah menunjukkan bahwa titik-

titik telah menyebar secara acak dan tidak membentuk pola.

3. Multikolinearitas

Multikolinieritas berarti ada hubungan linier yang “sempurna” (pasti) di

antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi.

Adapun cara pendeteksiannya adalah jika multikolinearitas tinggi, jika

nilai R2 tinggi tetapi tidak satu pun atau sangat sedikit koefisien yang

ditaksir yang signifikan/penting secara statistik.

4. Autokorelasi

Autokorelasi merupakan kondisi linier antara anggota serangkaian

observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Untuk mendeteksi ada

atau tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin-Watson

(DW) dengan ketentuan sebagai berikut:

1. 1,65 < DW < 2,35 tidak ada autokorelasi

2. 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 tidak dapat disimpulkan
3. DW < 1,21 atau DW > 2,79 terjadi autokorelasi

Masalah autokorelasi ini pada umumnya terjadi pada data time series,

sehingga pada penelitian ini tidak dilakukan. Karena data yang digunakan adalah

data cross section.

b. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi adalah besaran yang dipakai untuk menunjukkan

sampai sejauh mana keragaman pendapatan (Y) dapat diterangkan oleh model

dugaan. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu, jika nilai

koefisien determinasi semakin mendekati satu berarti semakin besar keragaman

hasil pendapatan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya.

c. Pengujian Paramater Secara Keseluruhan (Uji-F)

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas

yang digunakan dalam model mempunyai pengaruh secara nyata terhadap

variabel yang ingin dijelaskan atau tidak. Dalam hal ini, pengujian hipotesa secara

statistik menggunakan uji F, yaitu :

Fhit = JKT/(k-1)
JKG/(n-1)
Keterangan :
JKT = Jumlah kuadrat tengah regresi
JKG = Jumlah kuadrat galah/sisa regresi
n = Jumlah pengamatan
k = Jumlah variabel bebas
Sedangkan kaidah pengujiannya adalah sebagai berikut :
Fhit>Ftabel (k-1 :n-k)---------------------Tolak H0
Fhit<Ftabel (k-1 :n-k)---------------------Terima H0
Jika H0 ditolak, maka model dugaan dapat digunakan untuk diramalkan

hubungan antara variabel dependen dengan variabel penjelas (explanatory

variabel) pada tingkat signifikan atau tingkat kepercayaan tertentu ( α persen).

d. Pengujian Parameter Secara Individu (Uji-t)

Pengujian koefisien regresi secara individual dilakukan dengan

mengetahui apakah variabel-variabel yang digunakan satu per satu berpengaruh

nyata terhadap besarnya variabel-variabel tak bebas. Dalam hal ini, pengujian

yang digunakan adalah uji T, yaitu :

Thit = bi-0
Sbi
Keterangan :
bi = Nilai koefisien regresi dugaan
Sbi = Simpangan baku koefisien dugaan
Adapun kriteria pengujian hipotesis tersebut di atas adalah :
Thit > Ttabel (α/2 : n-k)…………….. tolak H0
Thit < Ttabel (α/2 : n-k)……………… terima H0

Apabila H0 ditolak, artinya adalah variabel yang digunakan berpengaruh

secara nyata terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya, apabila H0 diterima, maka

variabel yang digunakan tidak berpengaruh secara nyata.

4.6 Definisi Operasional

Untuk menghindari ketidaksamaan pandangan dalam pengertian, maka

terdapat beberapa hal yang perlu diberi batasan sesuai dengan tujuan yang

diinginkan dari penelitian. Batasan-batasan tersebut meliputi :

1. Pedagang tanaman hias adalah pedagang yang menjual tanaman hias, tetapi

juga melakukan tindakan perawatan tanaman hias serta melakukan

budidaya tanaman hias sendiri, dengan satuan orang.


2. Luas lahan adalah area atau tempat yang digunakan untuk menjual tanaman

hias, dalam hal ini adalah untuk meletakkan tanaman hias yang akan dijual,

dengan satuan m2.

3. Modal adalah barang ekonomi berupa peralatan, tanaman hias, sarana

produksi dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan,

dengan satuan rupiah.

4. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tanaman

hias baik untuk pemeliharaan atau penjualan tanaman hias. Tenaga kerja ini

dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar

keluarga. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan Hari Kerja Pria (HKP)

dengan lama kerja 8 jam per hari.

5. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran usaha,

yang merupakan ukuran imbalan yang diperoleh keluarga pengelola usaha.

Jadi besarnya pendapatan tergantung pada besarnya penerimaan dan

pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan dengan satuan rupiah per

bulan.

6. Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik

berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun air

kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada

jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang

dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi

penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya2. Pupuk kandang dipakai

untuk kesuburan tanaman hias. Besarnya pupuk yang digunakan pedagang

2
http://nasih@ugm.ac.id
tanaman hias selama satu bulan perawatan tanaman hias, dengan satuan kg

per bulan.

7. Pupuk kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran

bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi

berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab,

dan aerobik atau anaerobik3. Besarnya pupuk yang digunakan pedagang

tanaman hias selama satu bulan perawatan tanaman hias, dengan satuan kg

per bulan.

8. Pupuk NPK adalah pupuk yang terdiri dari 3 unsur, yaitu: Unsur Nitrogen

(N), Unsur Phospor (P), dan Unsur Kalium (K) yang berfungsi untuk

menjadikan daun tanaman lebih hijau dan segar, sehingga mempermudah

proses fotosintesis. Besarnya pupuk yang digunakan pedagang tanaman

hias selama satu bulan perawatan tanaman hias, dengan satuan kg per

bulan.

9. Sekam merupakan limbah dari penggilingan padi. Sekam padi merupakan

lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah, terdiri atas dua

belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan4. Sekam ini

dapat digunakan sebagai media tanaman hias seperti, Lili paris dan Puring.

Besarnya sekam yang digunakan pedagang tanaman hias selama satu bulan

perawatan tanaman hias, dengan satuan kg per bulan.

10. Pakis haji atau populer juga dengan nama Sikas adalah sekelompok tumbu-

tumbuhan berbiji terbuka yang tergabung dalam marga pakis haji atau

3
http://balitpa.litbang.deptan.go.id;
4
balitpasca2001@hotmail.com
cycas dan juga merupakan satu-satunya genus dalam pakis haji-pakis hajian

(cycadaceae), dan pakis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah batang

tanaman pakis yang diolah untuk dijadikan sebagai media tanaman hias

seperti Aglaonema. Besarnya pakis yang digunakan pedagang tanaman hias

selama satu bulan perawatan tanaman hias, dengan satuan kg per bulan.

11. Obat-obatan adalah obat pembasmi hama tanaman. Banyaknya obat-obatan

yang digunakan pedagang tanaman hias selama satu bulan perawatan

tanaman hias, dengan satuan botol (100 ml).

12. Transportasi adalah sarana pengangkutan tanaman dari daerah petani ke

lokasi penelitian, dengan satuan rupiah per bulan.

13. Pot adalah yang digunakan sebagai wadah tanaman hias, biasanya terbuat

dari plastik atau keramik, dengan ukuran kecil, sedang, dan besar.

Banyaknya pot yang digunakan pedagang tanaman hias selama satu bulan,

dengan satuan biji (buah) per bulan.


BAB V
GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kota Bogor, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota

ini terletak 54 km sebelah Selatan Jakarta, dan wilayahnya berada di tengah-

tengah wilayah Kabupaten Bogor, dengan luas 21,56 km². Bogor dikenal dengan

julukan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota Bogor

terdiri atas 6 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan. Pada masa

kolonial Belanda Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg (berarti "tanpa

kecemasan" atau "aman tenteram").

Hari jadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor diperingati setiap tanggal 3

Juni, karena tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari penobatan Prabu Siliwangi

sebagai raja dari Kerajaan Pajajaran. Bogor (berarti "enau") telah lama dikenal

dijadikan pusat pendidikan dan penelitian pertanian nasional. Di sinilah berbagai

lembaga dan balai-balai penelitian pertanian dan biologi berdiri sejak abad ke-19

dan Institut Pertanian Bogor, berdiri sejak awal abad ke-20.

Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT - 106°51’00”BT dan 6°

30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter,

maksimal 350 meter dengan jarak dari ibu kota kurang lebih 60 km. Kota Bogor

mempunyai luas wilayah 118,5 km² dan mengalir beberapa sungai yang

permukaan airnya jauh di bawah permukaan dataran, yaitu: Ci (Sungai) Liwung,

Ci Sadane, Ci Pakancilan, Ci Depit, Ci Parigi, dan Ci Balok. Topografi yang

demikian menjadikan Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir alami. Kota
Bogor berbatasan dengan kecamatan-kecamatan dari Kabupaten Bogor sebagai

berikut:

a. Utara: Kecamatan Sukaraja, Bojonggede, dan Kemang

b. Timur: Kecamatan Sukaraja dan Ciawi

c. Selatan: Kecamatan Cijeruk dan Caringin

d. Barat: Kecamatan Kemang dan Dramaga

Kota Bogor terletak pada ketinggian 190 sampai 330 m dari permukaan laut.

Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26°C

dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu rata-rata terendah di Bogor

adalah 21,8°C, paling sering terjadi pada Bulan Desember dan Januari. Arah mata

angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin

muson barat.

Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15% dan sebagian kecil

daerahnya mempunyai kemiringan antara 15–30%. Jenis tanah hampir di seluruh

wilayah adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih

dari 90 cm dan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi.

Bogor terletak pada kaki Gunung Salak dan Gunung Gede sehingga sangat kaya

akan hujan orografi. Angin laut dari Laut Jawa yang membawa banyak uap air

masuk ke pedalaman dan naik secara mendadak di wilayah Bogor sehingga uap

air langsung terkondensasi dan menjadi hujan. Hampir setiap hari turun hujan di

kota ini dalam setahun (70%) sehingga dijuluki "Kota Hujan". Keunikan iklim

lokal ini dimanfaatkan oleh para perencana kolonial Belanda dengan menjadikan

Bogor sebagai pusat penelitian botani dan pertanian, yang diteruskan hingga

sekarang.
Kedudukan geografi Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten

Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara, Jakarta, membuatnya

strategis dalam perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kebun Raya

dan Istana Bogor merupakan tujuan wisata yang menarik. Kedudukan Bogor di

antara jalur tujuan Puncak/Cianjur juga merupakan potensi strategis bagi

pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor5.

Kondisi Kota Bogor sebagai salah satu kota penyangga Ibu Kota Jakarta,

dan sebagai kota wisata membuat tingkat dinamika masyarakat yang berkunjung

ke kota ini begitu tinggi. Banyaknya masyarakat yang berkunjung ke kota ini

membuat tumbuhnya sektor perekonomian masyarakat, terutama dalam bidang

perdagangan. Potensi inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian warga Kota Bogor

untuk menjual tanaman hias di beberapa jalur hijau yang ada di kota ini.

Data terakhir yang ada di Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor

menunjukkan bahwa sekitar 215 pedagang tanaman hias yang memanfaatkan

beberapa ruas jalan kota, seperti Jalan Pajajaran, Jalan Ahmad Yani, Jalan Dadali

dan beberapa ruas jalan lainnya. Pemerintah Kota Bogor sendiri merasa

diuntungkan dengan keberadaan pedagang-pedagang tersebut, selain disatu sisi

memperindah kota juga memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Dukungan yang baik dari pemerintah Kota Bogor membuat kondisi yang kondusif

bagi keberadaan pedagang tanaman hias di sepanjang jalur hijau di Kota Bogor.

5
(Http://www.kotabogor.go.id)
5.2 Karakteristik Pedagang Tanaman Hias

5.2.1 Umur Pedagang Tanaman Hias

Umur rata-rata pedagang tanaman hias dari hasil penelitian

dikelompokkan dalam lima kelompok, yaitu pedagang tanaman hias usia 20 – 30

tahun, 31 – 40 tahun, 41 – 50 tahun, 51 – 60 tahun, dan lebih dari 60 tahun.

Pembagian masing-masing kelompok umur dapat dilihat dalam Tabel 9.

Berdasarkan Tabel 9, pada umumnya pedagang tanaman hias kebanyakan berusia

31 tahun ke atas, dan kelompok umur 20-30 tahun menempati jumlah terkecil

hanya 2 orang atau sekitar 7 persen saja.

Tabel 9. Umur Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor Tahun 2008


Umur Pedagang Jumlah Pedagang (Orang) Persentase (%)
20-30 2 6,67
31-40 11 36,66
41-50 8 26,67
51-60 6 20
>60 3 10
Jumlah 30 100,00

5.2.2 Tingkat Pendidikan Pedagang Tanaman Hias

Pedagang tanaman hias (responden) yang ada di lokasi penelitian ini

mempunyai tingkat pendidikan formal yang tidak terlalu tinggi, pendidikan

pedagang tanaman hias yang paling tinggi adalah SLTA, dan bahkan ada beberapa

pedagang tanaman hias yang tidak sekolah sama sekali. Berdasarkan data di

lapangan, pedagang tanaman hias yang tidak sekolah sebanyak 10 persen, tamat

SD 36,67 persen, tamat SLTP 36,67 persen dan tamat SLTA hanya 16,66 persen.

Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan pedagang tanaman hias, dapat

dilihat pada Tabel 10.


Tabel 10. Tingkat Pendidikan Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor Tahun 2008
Tingkat Pendidikan Pedagang Jumlah Pedagang (Orang) Persentase (%)
Tidak Sekolah 3 10
Tamat SD/Sederajat 11 36,67
Tamat SLTP/Sederajat 11 36,67
Tamat SLTA/Sederajat 5 16,66
Jumlah 30 100,00

Tabel 10 menggambarkan bahwa, tingkat pendidikan pedagang tanaman

hias akan menunjang dalam pengelolaan usaha yang mereka geluti. Pedagang

tanaman hias dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung mempunyai

manajemen atau pengelolaan lebih baik dalam menjalankan usahanya

dibandingkan pedagang tanaman hias dengan tingkat pendidikan rendah.

Biasanya, pedagang tanaman hias dengan pendidikan lebih tinggi akan melakukan

pencatatan dalam setiap transaksi yang mereka lakukan, sedangkan pedagang

tanaman hias dengan tingkat pendidikan lebih rendah akan lebih mengandalkan

ingatan saja.

5.2.3 Pengalaman Pedagang Tanaman Hias

Pengalaman atau lamanya usaha tanaman hias terbanyak antara 10-20

tahun yaitu sebanyak 50 persen, sedangkan yang terendah adalah antara 31-40

tahun, yaitu sebesar 16,67 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pedagang tanaman

hias yang berjualan di sepanjang jalur hijau di Kota Bogor sudah cukup lama,

yaitu minimal sepuluh tahun. Artinya, pedagang tanaman hias rata-rata sudah

mempunyai pengalaman yang cukup dalam usaha penjualan tanaman hias.

Pengetahuan tentang tanaman hias didapat secara turun temurun dari orangtua

mereka dan ada juga dari penyuluhan-penyuluhan tentang tanaman hias. Untuk
lebih jelasnya mengenai lamanya pedagang tanaman hias menggeluti usaha

penjualan tanaman hias ini dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengalaman Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor Tahun 2008
Pengalaman Pedagang Jumlah Pedagang (Orang) Persentase (%)
10-20 15 50
21-30 10 33,33
31-40 5 16,67
Jumlah 30 100,00

5.2.4 Jumlah Anggota Keluarga Pedagang Tanaman Hias

Jumlah tanggungan keluarga menjadi salah satu aspek yang perlu

diperhitungkan. Hal ini menunjukkan besar kecilnya beban yang harus ditanggung

oleh pedagang tanaman hias. Besar kecilnya tanggungan keluarga akan sangat

berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga. Semakin banyak jumlah

anggota keluarga yang dimiliki maka akan semakin besar pula tanggungan kepala

keluarga. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah tanggungan keluarga pedagang

tanaman hias dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah Anggota Keluarga Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor Tahun 2008
Jumlah Anggota Keluarga Pedagang Jumlah Pedagang (Orang) Persentase (%)
Belum Berkeluarga 3 10
1-5 18 60
6-10 8 26,67
>10 1 3,33
Jumlah 30 100,00

Berdasarkan Tabel 12, jumlah anggota keluarga pedagang tanaman hias

yang terbanyak adalah 1-5 orang yaitu sebanyak 60 persen. Sedangkan yang

terkecil adalah yang mempunyai jumlah anggota keluarga yang lebih dari 10

orang, yaitu sebanyak 3,33 persen. Tenaga kerja yang terlibat dalam usaha yang

dilakukan oleh pedagang tanaman hias juga menggunakan tenaga kerja dari dalam

keluarga. Hal ini dilakukan dalam upaya menghemat biaya tenaga kerja.
Partisipasi keluarga dalam usaha disesuaikan dengan bobot kerja dan

keterampilan kerja yang dimiliki oleh anggota keluarga. Tenaga kerja pria

biasanya bekerja dalam hal pembelian tanaman, pengangkutan tanaman, dan

pemangkasan. Sedangkan tenaga wanita biasanya diperlukan dalam penyiraman,

bersih-bersih maupun kegiatan penjualan.

5.2.5 Luas Lahan

Pedagang pedagang tanaman hias menggunakan lahan milik pemerintah.

Dalam hal ini pedagang tanaman hias tidak dikenakan biaya ataupun sewa lahan.

Pedagang tanaman hias hanya diwajibkan untuk menjaga kebersihan lokasi

mereka menjual tanaman hias. Untuk lebih jelasnya mengenai luas lahan yang

digunakan pedagang tanaman hias dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Luas Lahan Pedagang Tanaman Hias di Kota Bogor Tahun 2008
Luas Lahan Pedagang Jumlah Pedagang (Orang) Persentase (%)
50-100 12 40
101-150 13 43,33
151-200 4 13,34
>200 1 3,33
Jumlah 30 100,00

Berdasarkan Tabel 13, pedagang tanaman hias yang menggunakan luas

lahan rata-rata 50-100 m2 sebanyak 40 persen. Jumlah pedagang tanaman hias

yang menggunakan luas lahan 101-150 m2 sebanyak 43,33 persen, yang

merupakan jumlah terbesar. Sedangkan jumlah pedagang tanaman hias yang

menggunakan luas lahan terkecil atau menggunakan lahan yang lebih besar dari

200 m2 sebanyak 3,33 persen. Di lokasi penelitian, lahan digunakan hanya untuk

meletakkan tanaman hias. Pengaturan tata letak tanaman hias yang baik tidak akan

memerlukan lahan yang luas. Kebanyakan pedagang tanaman hias menggunakan


kerangka untuk meletakkan tanaman. Kerangka ini biasanya terbuat dari bambu

atau besi. Dengan kerangka ini, dapat membuat tata letak tanaman lebih indah dan

menghemat penggunaan lahan.

5.3 Gambaran Umum Usaha Tanaman Hias

Usaha penjualan tanaman hias di sepanjang jalur hijau di Kota Bogor

merupakan usaha yang telah dilakukan oleh para pedagang selama bertahun-

tahun. Usaha ini merupakan usaha yang turun temurun dari orangtua atau saudara-

saudara mereka yang telah merintis usaha ini puluhan tahun yang lalu.

Memanfaatkan perkembangan Kota Bogor dan banyaknya arus perputaran

masyarakat di Kota Bogor, bisnis penjulan tanaman hias di sepanjang jalur hijau

menjadi bisnis alternatif yang menjanjikan bagi para pedagang tanaman hias.

Kebutuhan konsumen, terutama kalangan menengah ke atas yang tertarik akan

jenis tanaman hias ini memberikan jaminan tersendiri bagi pedagang tanaman hias

dalam melakukan usahanya.

Jenis tanaman yang dijual para pedagang tanaman hias, secara umum

dapat dikelompokkan ke dalam tanaman hias berbunga dan tanaman hias daun.

Jenis tanaman hias yang dijual oleh masing-masing pedagang relatif sama,

walaupun ada beberapa pedagang yang menjual jenis tanaman hias lain, seperti

tanaman hias air. Termasuk dalam tanaman hias bunga yang dijual adalah:

Mawar, Anggrek, Bougenville dan Petonia. Sedangkan jenis tanaman hias daun

yang dijual adalah: Aglaonema, Puring, Asoka, Keladi, Lantana camara, Lili

paris, dan sebagainya.


Beragamnya jenis tanaman yang dijual oleh pedagang tanaman hias

didasarkan karena konsumen mereka adalah konsumen akhir, yaitu konsumen

yang membeli tanaman hias untuk dimiliki sendiri atau tidak untuk dijual lagi.

Sehingga biasanya konsumen seperti ini akan cenderung membeli jenis tanaman

yang bervariasi tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit. Perbedaan selera

konsumen juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi pedagang tanaman hias

untuk menentukan jenis dan jumlah tanaman yang akan dijual.

Tanaman hias yang dijual oleh pedagang tanaman hias kebanyakan berasal

dari petani tanaman hias, tetapi sebagian pedagang tanaman hias juga

membudidayakan tanaman hias dengan pembibitan atau melakukan stek dan

pemotongan tunas-tunas dari tanaman sebelumnya sehingga mereka mempunyai

untung yang lebih besar. Tanaman hias yang langsung dibeli dari petani seperti

Aglaonema, Lili paris, Puring, Anthurium, Petonia, Mawar dan lain-lainnya.

Kegiatan usaha penjualan tanaman hias di daerah penelitian meliputi

beberapa proses, diantaranya adalah: pembelian tanaman hias, penyiraman,

pemupukan, bersih-bersih, pemberian obat, pemangkasan dan melayani

konsumen. Input tambahan yang digunakan pedagang tanaman hias adalah: pupuk

kandang, pupuk kompos, pupuk NPK, sekam, pakis, obat-obatan, sarana

pengangkutan (transportasi), dan pot untuk tanaman tertentu. Artinya tidak semua

tanaman hias menggunakan pot yang baru.

Kegiatan pembelian tanaman hias dari petani merupakan awal dari

kegiatan proses penjualan ke konsumen. Kegiatan pembelian ini biasanya

dilakukan minimal satu kali dalam satu bulan. Tetapi jika penjualan meningkat

atau ada pesanan dari konsumen dalam jumlah yang cukup banyak, maka
pembelian bisa dilakukan lebih dari satu kali per bulan. Dalam kegiatan

pembelian tanaman hias, biasanya petani tanaman hias datang untuk menawarkan

tanaman hias ke pedagang tanaman hias. Pada saat-saat tertentu, pedagang

tanaman hias datang sendiri ke lokasi petani. Hal ini dilakukan karena pedagang

tanaman hias ingin lebih puas untuk memilih jenis tanaman yang ingin dibeli.

Tetapi dengan mendatangi petani tanaman hias tentu akan menambah biaya

transportasi pedagang tanaman hias itu sendiri.

Daerah pembelian tanaman hias daun diperoleh pedagang tanaman hias

dari Parung seperti: Aglaonema, Palem kuning, Sikas, Lantana camara, Lili paris,

Puring dan jenis tanaman lainnya. Sedangkan untuk jenis tanaman hias bunga,

biasanya pedagang tanaman hias memperoleh dari Ciapus, seperti: Mawar,

Anggrek, Euphorbia, Petonia, Bougenville dan tanaman jenis lainnya. Selain

kedua wilayah tersebut para pedagang tanaman hias sesekali mencari pasokan ke

luar Bogor, seperti: Ciledug, Bandung, Madura, bahkan Malang.

Jenis tanaman yang dibeli disesuaikan dengan stok tanaman yang dimiliki

pedagang tanaman hias. Kondisi ini sangat tergantung dari besarnya permintaan

konsumen terhadap suatu jenis tanaman, sehingga jenis dan jumlah tanaman yang

sering dibeli pedagang tanaman hias merupakan permintaan turunan dari

konsumen. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pedagang tanaman hias

terhadap petani adalah dengan sistem pembayaran tunai.

Kegiatan perawatan tanaman hias merupakan tahap lanjutan setelah

pembelian dalam usaha penjualan tanaman hias. kegiatan ini dilakukan agar

kondisi tanaman hias tetap sehat dan prima mulai dari pembelian hingga tanaman

tersebut dibeli oleh konsumen akhir. Termasuk dalam kegiatan perawatan, yaitu:
penyiraman, penataan dan bersih-bersih, pemupukan, pemberian obat, dan

pemangkasan.

Penyiraman dilakukan dua kali sehari apabila tidak turun hujan, yaitu pada

pagi dan sore hari, agar tanaman terlihat segar dan tercukupi kebutuhan air.

Penataan dan bersih-bersih dilakukan terutama pada saat terjadi transaksi dalam

jumlah yang besar dengan konsumen. Pemupukan dilakukan hanya untuk menjaga

kondisi tanaman saja, sehingga dosis yang diberikan per tanaman sangat kecil.

Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, pupuk kompos dan pupuk

NPK dengan pemberian seminggu sekali. Kegiatan pemberian obat juga dilakukan

satu kali dalam seminggu.

Kegiatan pemangkasan atau prunning dimaksudkan untuk menjaga

kondisi tanaman agar tumbuh proporsional. Pemangkasan juga dilakukan untuk

merangsang agar tanaman dapat tumbuh tidak terlalu tinggi, tetapi tanaman

mempunyai percabangan yang harmonis dan menarik. Pemangkasan juga

dilakukan untuk membuang bagian tanaman yang terserang hama dan penyakit.

5.4 Pemasaran Tanaman Hias

Kegiatan pemasaran dalam usaha penjualan tanaman hias adalah

bagaimana menjual tanaman hias hingga sampai ke tangan konsumen akhir.

Transaksi penjualan bisanya terjadi di lokasi pedagang. Artinya konsumen datang

langsung ke lokasi penjualan tanaman hias. Sehingga untuk menarik minat

konsumen adalah dengan pelayanan dan kemampuan atau keterampilan pedagang

tanaman hias dalam menjelaskan tentang tanaman hias yang dijual ke konsumen.
Pembeli atau konsumen yang datang ke lokasi penjualan adalah orang-orang

dengan golongan ekonomi menengah ke atas.

Salah satu hal yang berpengaruh terhadap keberhasilan pemasaran suatu

produk pertanian adalah keberadaan saluran pemasaran, yang didefinisikan

sebagai serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses

pemasaran untuk menjadikan produk atau jasa siap digunakan atau dikonsumsi

(Kotler, 2000). Adanya saluran pemasaran inilah kegiatan bisnis dapat

berlangsung mulai di tingkat petani sebagai produsen tanaman sampai ke

konsumen akhir. Sehingga saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.

Pedagang Pedagang di Konsumen


Petani Kota Bogor
Perantara Akhir

Gambar 3. Saluran Pemasaran Tanaman Hias di Kota Bogor.

Pada gambar saluran pemasaran tanaman hias di Kota Bogor, pedagang

tanaman hias membeli tanaman hias melalui pedagang perantara atau langsung

dari petani tanaman hias. Proses pembayaran dilakukan secara tunai. Penentuan

harga merupakan hasil tawar menawar antara pedagang tanaman hias dengan

pedagang perantara, tetapi biasanya harga terjadi adalah harga yang menjadi

kesepakatan tidak tertulis atau harga yang telah biasa mereka sepakati sejak

beberapa waktu yang lalu, karena harga tanaman hias biasanya relatif stabil,

kecuali jenis tanaman yang tiba-tiba lagi trend atau booming.

Pada umumnya pedagang tanaman hias tidak hanya mempunyai satu

pedagang perantara atau petani tanaman hias yang menjadi langganan tetap, tetapi

mereka bebas membeli tanaman yang mereka inginkan dari semua pedagang
perantara ataupun petani tanaman hias. Hubungan yang terjalin dengan baik

antara pedagang tanaman hias dengan semua pedagang perantara dan petani

tanaman hias tidak mengakibatkan dampak yang kurang baik bagi ke dua belah

pihak dengan sistem pembelian seperti ini.

Biasanya, pedagang tanaman hias membeli tanaman hias dengan jumlah

yang relatif berfluktuasi, tergantung stok tanaman yang masih ada. Dalam setiap

kali pembelian, pedagang tanaman hias membeli bermacam-macam jenis

tanaman. Waktu yang diperlukan pedagang tanaman hias untuk melakukan

kegiatan pembelian tanaman hias tergantung lokasi pembelian. Jika lokasi

pembelian tanaman hias tidak terlalu jauh, maka pembelian tanaman hias dapat

dilakukan dalam sehari. Tetapi jika lokasi pembelian tanaman hias cukup jauh,

maka pembelian tanaman hias bisa dua hari atau lebih.

Pembayaran tanaman hias oleh pedagang tanaman hias dilakukan dengan

tunai. Harga yang terjadi didasarkan pada harga tawar-menawar. Untuk setiap

pembelian tanaman hias biasanya pedagang tanaman hias ditemani oleh salah satu

tenaga kerja yang membantu dalam proses pembelian tanaman hias dan bongkar

muat tanaman, serta seorang sopir yang disediakan oleh pemilik kendaraan yang

mereka sewa.
BAB VI
ANALISIS PENDAPATAN PEDAGANG TANAMAN HIAS

6.1 Aspek Permodalan

Modal adalah merupakan hal yang pokok dalam melakukan kegiatan

bisnis. Tanpa adanya modal, bisnis yang akan dilakukan tidak akan bisa berjalan

dengan lancar. Pedagang tanaman hias mengeluarkan modal untuk usahanya ini

memang tidak terlalu besar, melainkan dimulai dengan usaha kecil-kecilan. Tetapi

ada juga beberapa pedagang tersebut yang meneruskan usaha orangtuanya,

sehingga modal yang dikeluarkan bukan modal sendiri melainkan modal orangtua.

Modal awal untuk melakukan usaha tanaman hias bervariasi mulai dari Rp

1.000.000,- sampai dengan Rp 10.000.000,-.

Modal yang digunakan untuk melakukan usaha perdagangan tanaman hias

adalah modal yang berasal dari pedagang sendiri. Komponen modal tersebut

berupa uang tunai atau asset lainnya seperti pompa air. Modal berupa uang tunai

dibutuhkan sebagai biaya membeli tanaman, biaya perawatan seperti: pupuk

kandang, pupuk kompos, sekam, pakis, dan obat-obatan. Modal berupa uang tunai

tersebut dikeluarkan secara bertahap dan dalam jangka waktu yang relatif lama.

Modal lainnya yang tidak dikeluarkan secara tunai adalah tanah yang digunakan

untuk berdagang tanaman hias. Pada saat penelitian dilakukan, para pedagang

tanaman hias tidak dikenakan biaya sewa tetapi diperoleh dari hasil kesepakatan

antara pedagang dengan pihak Pemerintah Kota Bogor. Menurut informasi dari

pedagang tanaman hias, terhitung mulai bulan Desember 2008 kemungkinan besar

mereka akan dikenakan biaya sewa sebesar Rp 400,- per meter oleh Pemerintah

Kota Bogor, dalam hal ini Dinas Perdagangan dan Perindustrian.


6.2 Analisis Pendapatan Usaha Tanaman Hias

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya pembelian

tanaman hias atau biaya-biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan usaha,

sehingga besarnya pendapatan sangat ditentukan oleh nilai penerimaan, dan

berapa besar biaya yang dikeluarkan. Semakin kecil biaya yang dikeluarkan maka

semakin besar pendapatan yang diterima.

Analisis mengenai pendapatan usaha tanaman hias diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi pedagang khususnya, yaitu menggambarkan kondisi

sekarang atas kegiatan usaha perdagangan tanaman hias dan menggambarkan

keadaan yang akan datang dari perencanaan suatu usaha penjualan tanaman hias.

Analisis pendapatan usaha ini juga bermanfaat untuk mengukur berhasil atau

tidaknya usaha yang dilakukan.

Pedagang tanaman hias selain memiliki pendapatan dari penjualan

tanaman hias yang merupakan pendapatan utama, rata-rata pedagang tanaman hias

juga mendapatkan penghasilan tambahan dari usaha penjualan produk diluar

tanaman hias yang mereka geluti. Usaha penjualan produk diluar tanaman hias

pedagang tanaman hias banyak digeluti mengingat banyak dari konsumen yang

tidak hanya mencari tanaman hias saja, tetapi mereka juga banyak yang mencari

barang-barang komplemen dari tanaman hias itu sendiri, seperti pupuk, sekam,

pakis dan sebagainya. Pendapatan pedagang tanaman hias dari usaha penjualan

produk diluar tanaman hias ini cukup besar, bahkan hampir sama dengan dari

usaha pokok mereka sendiri, yaitu menjual tanaman hias. Untuk lebih jelasnya

mengenai pendapatan usaha penjualan produk diluar tanaman hias pedagang

tanaman hias dapat dilihat pada Lampiran 8.


Perhitungan pendapatan utama yang diperoleh dari penjualan tanaman hias

dilakukan dengan menghitung semua pendapatan kerja keluarga. Pendapatan ini

berasal dari penjualan tanaman dikurangi dengan semua biaya yang dikeluarkan,

baik biaya tunai, ataupun biaya yang diperhitungkan, termasuk biaya bunga

modal. Bunga modal disertakan karena dianggap bahwa modal itu diperoleh

pedagang dengan cara meminjam atau karena modal itu tersedia untuk beberapa

alternatif penggunaan.

6.2.1 Penerimaan Usaha

Faktor penentu keberhasilan suatu usaha dapat dilihat dari berapa besar

pendapatan yang diperoleh. Pendapatan adalah nilai sisa penerimaan setelah

dikurangi seluruh total biaya. Penerimaan usaha pedagang tanaman hias diperoleh

dari banyaknya tanaman yang terjual, dikalikan dengan harga jual masing-masing

tanaman.

Harga jual dari masing-masing tanaman hias harus disesuaikan dengan

berapa harga beli dari masing-masing tanaman hias dan besarnya biaya yang

dikeluarkan untuk merawat tanaman hias tersebut. Ada beberapa tanaman hias

yang memerlukan biaya perawatan yang cukup besar seperti Aglaonema dan

Anthurium. Harga masing-masing tanaman berbeda, untuk tanaman hias Puring

rata-rata dijual Rp 15.000,- per batang, tanaman hias Lili Paris dijual dengan

harga Rp 500,- per batang, tanaman hias Mawar dengan harga Rp 5.000,- per

batang. dan tanaman hias Aglaonema Rp 75.000,- per batang. Harga masing-

masing tanaman di Jalan Pajajaran dan jalan Dadali relatif sama.


Pada analisis pendapatan ini, diambil pedagang tanaman hias sebanyak 30

orang, masing-masing dari Jalan Pajajaran sebanyak 23 pedagang tanaman hias

dan dari Jalan Dadali sebanyak 7 pedagang tanaman hias. Untuk lebih jelasnya

mengenai jumlah penerimaan pedagang tanaman hias di Kota Bogor dapat dilihat

pada Lampiran 7. Rata-rata penerimaan pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran

sebesar Rp 6.080.434,78,- per bulan dan di Jalan Dadali sebesar Rp

5.235.714,29,- per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan usaha

penjualan tanaman hias pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran lebih besar

dibandingkan dengan penerimaan usaha penjualan tanaman hias pedagang di

Jalan Dadali. Adanya perbedaan penerimaan ini karena lokasi Jalan Pajajaran

lebih strategis daripada Jalan Dadali. Besarnya penerimaan yang diperoleh akan

sangat menentukan berapa pendapatan yang diterima. Selain penerimaan

penjualan tanaman hias, pedagang juga mempunyai penerimaan lain dari usaha

penjualan produk diluar tanaman hias. Untuk lebih jelasnya rata-rata jumlah

penerimaan usaha penjualan produk diluar tanaman hias pedagang tanaman hias

di Kota Bogor, dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rata-rata Penerimaan Usaha Penjualan Produk diluar Tanaman Hias Pedagang
Tanaman Hias di Kota Bogor, Periode Agustus 2008
Jl. Pajajaran Jl. Dadali
Jenis Penerimaan
Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)
Penjualan Pupuk Kandang 265.565,22 775.000,00
Penjualan Pupuk Kompos 420.869,57 685.714,29
Penjualan Pupuk Organik 361.304,35 14.285,71
Penjualan Sekam 131.304,35 764.285,71
Penjualan Pakis 206.739,13 667.857,14
Pembuatan Taman 239.130,43 114.285,71
Dekorasi/Penyewaan 273.913,04 292.857,14
Total Penerimaan 1.898.826,09 3.314.285,71

Berdasarkan Tabel 14, jumlah penerimaan usaha penjualan produk diluar

tanaman hias pedagang tanaman hias di Jalan Dadali lebih besar dibandingkan
penerimaan penjualan produk diluar tanaman hias pedagang tanaman hias di Jalan

Pajajaran. Jumlah penerimaan pedagang tanaman hias di Jalan Dadali sebesar Rp

3.314.285,71,- per bulan, sedangkan jumlah penerimaan penjualan produk diluar

tanaman hias pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran sebesar Rp 1.898.826,09,-

per bulan.

6.2.2 Biaya Usaha

Pengeluaran usaha pedagang tanaman hias terbagi ke dalam dua variabel

biaya, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Uraian selengkapnya dari

masing-masing biaya adalah sebagai berikut:

6.2.2.1 Biaya Tunai

Biaya tunai yang dikeluarkan pedagang tanaman hias terdiri dari biaya

untuk pembelian tanaman hias, biaya perawatan tanaman hias, biaya pembelian

pot, biaya sewa angkutan, biaya tenaga kerja luar keluarga, dan biaya lain-lain.

Hal ini biaya lain-lain adalah: biaya pembayaran rekening listrik dan biaya

sampah. Termasuk dalam biaya perawatan tanaman hias; biaya pupuk kandang,

biaya pupuk kompos, biaya pupuk NPK, biaya sekam, biaya pakis, dan biaya

obat-obatan.

1. Biaya Pembelian Tanaman Hias

Biaya pembelian tanaman hias merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan

oleh pedagang. Biasanya tanaman hias yang didapat berasal dari petani yang

khusus membudidayakan tanaman hias atau dari pedagang perantara. Harga


tanaman hias yang berasal dari petani itu relatif murah, sehingga pedagang

tanaman hias dapat menjual tanaman tersebut dengan keuntungan yang cukup

besar. Keuntungan yang diambil dari setiap tanaman berbeda-beda. Untuk

tanaman Puring biasanya dibeli dengan harga Rp 7.500,- per batang, Lili Paris Rp

350,- per batang, Mawar Rp 2.000,- per batang, Aglaonema ada yang Rp 17.500,-

per batang dan untuk Aglaonema jenis Pride Sumatera Rp 50.000,- per batang.

Rata-rata pengeluaran pembelian tanaman hias untuk lokasi di Jalan Pajajaran

mencapai Rp 3.084.476,09,- per bulan dan rata-rata pengeluaran pembelian

tanaman hias untuk lokasi di Jalan Dadali mencapai Rp 2.700.178,57 per bulan.

Pembayaran pembelian tanaman hias ini biasanya dilakukan secara tunai atau

cash.

2. Biaya Perawatan Tanaman Hias

Pupuk kandang merupakan pupuk yang dinilai keharusan bagi pedagang

tanaman hias ataupun petani tanaman hias dalam menjalankan usahanya. Hal ini

disebabkan pupuk kandang menjadi pupuk dasar dalam memberikan kesuburan

bagi tanaman. Pupuk kandang ini merupakan pupuk yang digunakan sebagai

media tanam dari tanaman hias, terutama tanaman hias yang besar atau dalam

bentuk pohon.

Pengadaan pupuk kandang di lokasi penelitian relatif tersedia dengan

lancar karena banyak supplier yang mengirimkan pupuk kandang ke lokasi

penelitian. Rata-rata pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran menghabiskan

pupuk kandang ini sebanyak 4,8 karung per bulan (48 kg), dengan harga beli Rp

8.000 per karung, sedangkan di Jalan Dadali sebanyak 3,4 karung per bulan (34

kg) dengan harga yang sama Rp 8.000,- per karung atau Rp 800,- per kg. Jika
dikonversikan dalam nilai rupiah adalah Rp 38.608,70,- per bulan untuk lokasi di

Jalan Pajajaran dan Rp 27.428,37 per bulan di lokasi Jalan Dadali. Penggunaan

pupuk kandang tergantung jumlah varietas tanaman dan ukuran polybag tanaman.

Pupuk kompos digunakan pedagang sebagai campuran dengan pupuk

kandang untuk menanam tanaman yang baru dipindahkan. Pedagang tanaman hias

memperoleh pupuk kompos ini dengan cara berlangganan. Harga dari pupuk

kompos ini sama dengan pupuk kandang yaitu Rp 8.000,- per karung, dengan isi

10 kg. Pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran menghabiskan pupuk kompos ini

sebanyak 3,9 karung (39 kg) per bulan, sedangkan pedagang tanaman hias di Jalan

Dadali menghabiskan pupuk kompos ini sebanyak 3 karung (30 kg) per bulan.

Jika dikonversikan dalam nilai rupiah adalah Rp 30.956,52,- per bulan untuk

lokasi di Jalan Pajajaran dan Rp 24.000,- per bulan di lokasi Jalan Dadali.

NPK digunakan untuk merangsang pertumbuhan tanaman; pertumbuhan

batang akar; terutama untuk pertumbuhan daun. Pupuk ini digunakan satu kali

dalam seminggu terutama pada tanaman yang membutuhkan banyak pupuk

seperti bunga Mawar. Rata-rata pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran

menghabiskan NPK sebanyak 1,08 kg per bulan, sedangkan pedagang tanaman

hias di Jalan Dadali menghabiskan NPK ini sebanyak 1 kg per bulan. Jika

dikonversikan dalam nilai rupiah adalah Rp 10.260,87,- per bulan untuk lokasi di

Jalan Pajajaran dan Rp 9.500,- per bulan di lokasi Jalan Dadali.

Sekam adalah sampah dari penggilingan padi. Pedagang tanaman hias

mendapatkan dengan cara dikirim. Harga sekam juga hampir sama dengan harga

pupuk kandang dan kompos yaitu Rp 7.500,- per karung dengan isi 10 kg. Sekam

juga tersedia dalam ukuran yang berbeda, yaitu dengan ukuran 3 kg. Penggunaan
sekam masing-masing pedagang berbeda-beda sesuai dengan jenis tanaman yang

mereka jual, karena tidak semua tanaman hias menggunakan sekam sebagai media

tanam. Rata-rata pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran menghabiskan sekam

sebanyak 4,6 karung (46 kg) per bulan, sedangkan pedagang tanaman hias di Jalan

Dadali menghabiskan sekam sebanyak 2,7 karung (27 kg) per bulan. Jika

dikonversikan dalam nilai rupiah adalah Rp 34.891,30,- per bulan untuk lokasi di

Jalan Pajajaran dan Rp 20.357,14,- per bulan di lokasi Jalan Dadali.

Pakis diolah dari batang pakis (cycas) yang direbus kemudian dijemur

selama beberapa menit. Pakis juga digunakan sebagai media tanam untuk tanaman

hias. Penggunaan pakis setiap bulannya tidak terlalu banyak, karena pakis ini

digunakan pada tanaman tertentu seperti Aglaonema dan Anthurium. Harga pakis

adalah Rp 850,- per kilogram. Rata-rata pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran

menghabiskan pakis sebanyak 3,3 karung (33 kg) per bulan, sedangkan pedagang

tanaman hias di Jalan Dadali menghabiskan pakis sebanyak 3 karung (30 kg) per

bulan. Jika dikonversikan dalam nilai rupiah adalah Rp 27.717,39,- per bulan

untuk lokasi di Jalan Pajajaran dan Rp 25.500,- per bulan di lokasi Jalan Dadali.

Penggunaan obat-obatan juga dilakukan sebagai langkah preventif untuk

mencegah datangnya serangan hama seperti penyakit kutu daun, penyakit layu

daun, penyakit jamur, dan penyakit-penyakit lainnya. Bagi pedagang tanaman

hias, kegiatan penyemprotan merupakan suatu keharusan dengan tujuan untuk

mencegah serangan hama. Penyemprotan biasanya dilakukan pada pagi atau sore

hari, karena pada waktu itu hama menyerang tanaman. Penyemprotan dilakukan

satu kali dalam seminggu. Pedagang tanaman hias biasanya menggunakan obat

Kurakron dengan harga Rp 84.000.,- per botol atau Decis dengan harga Rp
38.000,- per botol, tetapi karena harga Kurakron lebih mahal pedagang tanaman

hias kebanyakan lebih memilih menggunakan Decis. Penggunaan obat ini harus

sesuai dengan dosis yang telah ditentukan, dengan cara dicampur dengan air

kemudian disemprotkan pada tanaman hias. Rata-rata pedagang tanaman hias di

Jalan Pajajaran menghabiskan obat-obatan ini sebanyak 0,28 botol per bulan,

sedangkan pedagang tanaman hias di Jalan Dadali menghabiskan obat-obatan

sebanyak 0,27 botol per bulan. Jika dikonversikan dalam nilai rupiah adalah Rp

10.891,30,- per bulan untuk lokasi di Jalan Pajajaran dan Rp 10.285,71,- per bulan

di lokasi Jalan Dadali.

3. Biaya Pembelian Pot

Biaya pembelian pot tanaman hias adalah biaya yang dikeluarkan terkait

dengan fisik tanaman, yaitu biaya untuk pemakaian media sebagai tempat tumbuh

tanaman hias. Biaya untuk pembelian pot bervariasi tergantung dari jenis pot yang

digunakan. Untuk pot plastik berukuran sedang pedagang mengeluarkan biaya Rp

2.000,-/buah. Penggunaan pot tergantung jenis tanaman. Artinya tidak semua

tanaman menggunakan pot yang baru, hanya tanaman tertentu saja. Tanaman yang

menggunakan pot yang baru adalah tanaman yang harganya relatif mahal dan

berukuran sedang, seperti Aglaonema, Anthurium dan Petonia. Sedangkan untuk

tanaman kecil seperti Lili paris dan Sutra bombay biasanya hanya menggunakan

polybag yang sudah digunakan sejak pembelian tanaman hias dari petani. Rata-

rata penggunaan pot di Jalan Pajajaran sebesar Rp 147.391,30,- per bulan,

sedangkan di Jalan Dadali sebesar Rp 119.285,71,- per bulan.


4. Biaya Transportasi

Dalam menjalankan usaha tanaman hias ini tentu memerlukan biaya untuk

transportasi atau pengangkutan. Biasanya pedagang tanaman hias ada yang

dibebani biaya transportasi karena mereka membeli langsung tanaman hias dari

petani dengan cara mendatangi ke lokasi petani. Biaya transportasi dikeluarkan

untuk penyewaan alat angkut dan sopir kendaraan. Besarnya biaya sewa

kendaraan disesuaikan dengan lokasi tempat pembelian tanaman hias. Sewa

kendaraan untuk ke Cipanas sebesar Rp 200.000,- dan ke Parung atau Ciapus

sebesar Rp 150.000,- biaya tersebut belum termasuk biaya akomodasi selama

perjalanan yang bisa mencapai Rp 50.000,- setiap satu kali pembelian. Biasanya

pedagang tanaman hias melakukan pembelian tanaman hias satu kali dalam satu

bulan, tetapi jika ada pesanan yang mendadak tidak menutup kemungkinan

pedagang melakukan pembelian tanaman hias lebih dari satu kali. Rata-rata

pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran dibebani biaya transportasi sebesar Rp

167.391,30,- per bulan. Sedangkan rata-rata pedagang tanaman hias di Jalan

Dadali dibebani biaya transportasi sebesar Rp 128.571,43,- per bulan. Pedagang

tanaman hias yang hanya menunggu tanaman hias diantar langsung oleh petani

tidak dibebani biaya transportasi.

5. Biaya TKLK

Biaya tenaga kerja adalah biaya tenaga kerja yang sifatnya tetap dan harus

dibayar tunai. Dalam hal ini tenaga kerja adalah tenaga kerja dari luar keluarga

(TKLK), yang dibayar berupa gaji. Rata-rata gaji tenaga kerja luar Rp 20.000,-

per hari atau jika dikonversikan dalam sebulan adalah Rp 600.000,-. Cara

pembayaran gaji, tidak dilakukan secara tunai Rp 600.000,- per bulan tetapi setiap
hari dibayar Rp 10.000,- dan sisanya dibayar pada saat hari Lebaran. Untuk lebih

jelasnya rata-rata penggunaan tenaga kerja luar keluarga dalam usaha tanaman

hias di Kota Bogor, periode bulan Agustus 2008 dapat dilihat pada Tabel 15 dan

16.

Tabel 15. Rata-rata Penggunaan TKLK Usaha Tanaman Hias di Jl. Pajajaran, Periode
Agustus 2008
Upah Nilai Upah
Jumlah TKDK
Jenis Pekerjaan (HKP, HKW) TKLK
(HKP, HKW)
(Rp) (Rp)
Pembelian 3,00 (HKP) 20.000 60.000
Pemupukan 1,00 x 4 (HKW) 15.000 60.000
Penataan dan bersih-bersih 2,50 x 4 (HKW) 15.000 150.000
Penyiraman 0,80 x 30 (HKW) 15.000 360.000
Pemangkasan 2,50 x 4 (HKP) 20.000 200.000
Bongkar Muat 3,00 (HKP) 20.000 60.000
Jumlah TKDK 57,5 HOK 890. 000

Tabel 16. Rata-rata Penggunaan TKLK Usaha Tanaman Hias di Jl. Dadali, Periode Agustus
2008
Upah Nilai Upah
Jumlah TKDK
Jenis Pekerjaan (HKP, HKW) TKLK
(HKP, HKW)
(Rp) (Rp)
Pembelian 1,00 (HKP) 20.000 20.000
Pemupukan 0,50 x 4 (HKW) 15.000 30.000
Penataan dan bersih-bersih 0,50 x 4 (HKW) 15.000 30.000
Penyiraman 0,50 x 30 (HKW) 15.000 225.000
Pemangkasan 0,50 x 4 (HKP) 20.000 40.000
Bongkar Muat 2,00 (HKP) 20.000 40.000
Jumlah TKDK 28,75 HOK 385.000

Berdasarkan Tabel 15, rata-rata jumlah biaya penggunaan tenaga kerja luar

keluarga (TKLK) pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran sebesar Rp 890.000,-

per bulan. Sedangkan rata-rata penggunaan TKLK oleh pedagang tanaman hias di

Jalan Dadali adalah sebesar Rp 385.000,- per bulan. Total penggunaan TKLK

sebanyak 57,5 HOK di Jalan Pajajaran, yang terdiri dari tenaga kerja laki-laki 15

Hari Kerja Pria (HKP) dan 41,5 hari Kerja Wanita (HKW). Sedangkan

penggunaan TKLK di Jalan Dadali sebanyak 28,75 HOK, yang terdiri dari 5 HKP

dan 23,75 HKW. Hal ini menunjukkan angka yang cukup berbeda, pedagang
tanaman hias di Jalan Pajajaran lebih banyak menggunakan TKLK dibadingkan

pedagang tanaman hias di Jalan Dadali.

6. Biaya Lain-lain

Setiap bulan pedagang tanaman hias juga dipungut biaya sampah, sekitar

Rp 5.000,- sampai dengan Rp 15.000,-. Biaya ini dipungut untuk menjaga

kebersihan lokasi penjualan tanaman hias. Sedangkan biaya listrik terutama

adalah untuk penyiraman tanaman hias pada pagi atau sore hari. Biaya listrik

sekitar Rp 20.000,- sampai dengan Rp 200.000,- per bulan. Besarnya biaya listrik

tergantung penggunaan masing-masing pedagang tanaman hias. Rata-rata biaya

lain-lain di Jalan Pajajaran sebesar Rp 69.2717,30,- per bulan, sedangkan di Jalan

Dadali sebesar Rp 86.428,57,- per bulan. Rincian selengkapnya untuk total biaya

tunai rata-rata yang dikeluarkan pedagang tanaman hias dapat dilihat pada Tabel

17.

Tabel 17. Rata-rata Biaya Tunai Usaha Tanaman Hias di Kota Bogor, Periode Agustus 2008
Jl. Pajajaran Jl. Dadali
Keterangan Jumlah Persent Jumlah Persent
(Rp) ase (%) (Rp) ase (%)
1. Biaya Pembelian Tanaman Hias 3.084.476,09 68,35 2.700.178,57 76,30
2. Biaya Perawatan:
Biaya Pupuk Kandang 38.608,70 0,86 27.428,57 0,76
Biaya Pupuk Kompos 30.956,52 0,69 24.000,00 0,68
Biaya Pupuk NPK 10.260,87 0,23 9.500,00 0,27
Biaya Sekam 34.891,30 0,77 20.357,14 0,58
Biaya Pakis 27.717,39 0,61 25.500,00 0,72
Biaya Obat-obatan 10.891,30 0,24 10.285,71 0,29
3. Biaya Pot 147.391,30 19,70 119.285,71 10,90
4. Biaya Transportasi 167.391,30 3,70 128.571,43 3,63
5. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga 890.913,04 3,20 385.714,29 3,37
6. Biaya Lain-lain (Listrik, Sampah) 69.217,39 1,53 86.428,57 2,40
Jumlah Biaya Tunai 4.512.715,22 100 3.537.250,00 100

Berdasarkan Tabel 17, biaya yang paling besar dikeluarkan dalam usaha

tanaman hias ini baik pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran, maupun
pedagang tanaman hias di Jalan Dadali adalah biaya pembelian tanaman hias itu

sendiri yaitu: masing-masing sebesar 68 persen dan 76 persen dari jumlah biaya

tunai. Besarnya biaya pembelian tanaman hias dapat menyebabkan rendahnya

tingkat pendapatan yang diterima oleh pedagang tanaman hias. Kondisi seperti ini

akan dijadikan acuan bagi pedagang tanaman hias menentukan berapa harga jual

yang sesuai dengan tanaman hias tersebut. Harga masing-masing jenis tanaman

berbeda satu sama lain. Selain biaya tunai yang digunakan untuk usaha tanaman

hias, pedagang juga mengeluarkan biaya tunai untuk penjualan produk diluar

tanaman hias, yaitu penjualan pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk organik,

sekam, pakis, pembuatan taman dan dekorasi. Biaya tersebut mencapai 20 persen

dari total biaya tunai usaha tanaman hias. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 20.

6.2.2.2 Biaya yang Diperhitungkan

Pengeluaran usaha yang berupa biaya diperhitungkan digunakan untuk

menghitung berapa besarnya pendapatan kerja pedagang kalau bunga modal dan

nilai tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan. Nilai biaya yang diperhitungkan

terdiri dari tenaga kerja dalam keluaraga (TKDK), bunga modal yang

diperhitungkan sebagai pinjaman dengan asumsi tingkat suku bunga bank

pemerintah yang berlaku pada saat tertentu. Berikut ini merupakan komponen-

komponen biaya yang harus diperhitungkan untuk menghitung pendapatan

pedagang tanaman hias:


1. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK)

Biaya tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga merupakan salah satu

komponen dari jenis biaya biaya yang diperhitungkan dalam satu usaha. Penilaian

TKDK didasarkan atas upah tenaga kerja yang berlaku pada waktu anggota

keluarga menyumbangkan kerja dan pada tempat mereka bekerja, yaitu sebesar

Rp 15.000,-/HKW dan Rp 20.000,-/HKP. Rata-rata biaya TKDK di Jalan

Pajajaran diperhitungkan sebesar Rp 948.913,30,- per bulan dan untuk lokasi di

Jalan Dadali, rata-rata penggunaan TKDK diperhitungkan sebesar Rp

1.242.857,14 . Untuk lebih jelasnya rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam

keluarga di Jalan Pajajaran dan Jalan Dadali dapat dilihat pada Tabel 19 dan 20.

Tabel 18. Rata-rata Penggunaan TKDK Usaha Tanaman Hias di Jalan Pajajaran, Periode
Agustus 2008
Upah
Jumlah TKDK Nilai Upah TKDK
Jenis Pekerjaan (HKP, HKW)
(HKP, HKW) (Rp)
(Rp)
Pembelian 3,00 (HKP) 20.000 60.000
Pemupukan 0,70 x 4 (HKW) 15.000 42.000
Penataan dan bersih-bersih 2,50 x 4 (HKW) 15.000 150.000
Penyiraman 1,00 x 30 (HKW) 15.000 450.000
Pemangkasan 2,60 x 4 (HKP) 20.000 208.000
Bongkar Muat 2,00 (HKP) 20.000 40.000
Jumlah TKDK 68,9 HOK 950.000

Tabel 19. Rata-rata Penggunaan TKDK Usaha Tanaman Hias di Jalan Dadali, Periode
Agustus 2008
Upah
Jumlah TKDK Nilai Upah TKDK
Jenis Pekerjaan (HKP, HKW)
(HKP, HKW) (Rp)
(Rp)
Pembelian 3,00 (HKP) 20.000 60.000
Pemupukan 0,70 x 4 (HKW) 15.000 42.000
Penataan dan bersih-bersih 2,50 x 4 (HKW) 15.000 150.000
Penyiraman 1,40 x 30 (HKW) 15.000 630.000
Pemangkasan 4,00 x 4 (HKP) 20.000 320.000
Bongkar Muat 2,00 (HKP) 20.000 40.000
Jumlah TKDK 89,5 HOK 1.242.000

Berdasarkan Tabel 18, rata-rata jumlah biaya penggunaan tenaga kerja

dalam keluarga (TKDK) pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran sebesar Rp

950.000,- per bulan. Sedangkan rata-rata penggunaan TKLK oleh pedagang


tanaman hias di Jalan Dadali adalah sebesar Rp 1.242.000,- per bulan. Total

penggunaan TKLK sebanyak 68,9 HOK di Jalan Pajajaran, yang terdiri dari

tenaga kerja laki-laki 15,4 Hari Kerja Pria (HKP) dan 53,5 Hari Kerja Wanita

(HKW). Sedangkan penggunaan TKDK di Jalan Dadali sebanyak 89,5 HOK,

yang terdiri dari 21 HKP dan 68,5 HKW. Hal ini menunjukkan bahwa pedagang

tanaman hias di Jalan Dadali lebih banyak memanfaatkan TKDK sendiri, daripada

harus membayar tenaga dari luar.

2. Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan dilakukan pada peralatan yang dimiliki dan digunakan

pedagang tanaman hias dalam usahanya. Adapun peralatan yang sering digunakan

dalam usaha ini, yaitu gunting pangkas dan golok. Kedua alat tersebut menurut

pengakuan pedagang tanaman hias relatif awet dan tahan lama, sehingga biaya

penyusutan tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Hal yang menjadi

pertimbangan tidak dimasukkannya komponen biaya penyusutan adalah nilai alat

yang digunakan relatif kecil, umur ekonomis dari alat yang awet, bisa mencapai 5

tahun lebih.

3. Biaya Bunga Modal

Biaya bunga modal merupakan salah satu komponen biaya yang

diperhitungkan. Biaya bunga modal ini dihitung dengan asumsi biaya bunga bank

pada tahun tertentu dikalikan dengan biaya tunai. Asumsi bunga modal untuk

menganalisa pendapatan pedagang tanaman hias ini adalah sebesar 1,5

persen/bulan (Bank Mandiri), sehingga besarnya biaya bunga modal atas biaya

tunai diperoleh rata-rata sebesar Rp 67.690,73,- per bulan di Jalan Pajajaran,

sedangkan bunga modal atas biaya tunai di Jalan Dadali sebesar Rp 53.058,75,-
per bulan. Manfaat menghitung biaya bunga modal ini adalah sebagai

pembanding atau biaya korbanan atas sejumlah uang yang dialokasikan pada

cabang usaha pedagang tanaman hias. Sehingga dapat dilihat apakah dengan

menanamkan uang pada usaha tanaman hias di Kota Bogor tersebut akan

menguntungkan atau tidak.

4. Biaya Sewa

Komponen lain yang masuk dalam biaya yang diperhitungkan adalah biaya

sewa lahan. Karena lahan yang digunakan oleh para pedagang yaitu di sepanjang

jalan jalur hijau di Kota Bogor merupakan tanah milik pemerintah kota dan pihak

pemerintah kota sendiri tidak menarik biaya sewa, maka biaya sewa ini juga tidak

dihitung dalam komponen biaya diperhitungkan dalam penelitian ini.

Analisis pendapatan usaha tanaman hias diperoleh dengan cara

mengurangkan antara jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran total, yang

semuanya dihitung dalam satu bulan. Tingkat pendapatan usaha tanaman hias di

Kota Bogor sangat bervariasi. Hal ini disebabkan perbedaan besar biaya yang

digunakan untuk pembelian tanaman hias dan beberapa harga jual dari masing-

masing tanaman hias tersebut. Pendapatan atas biaya tunai jauh lebih besar jika

dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya total ini

kisaran nilainya bisa positif dan bisa juga negatif. Data selengkapnya dapat dilihat

pada Tabel 20.


Tabel 20. Penerimaan, Pengeluaran, Pendapatan serta R/C Usaha Pedagang Tanaman Hias
di Kota Bogor, Periode Agustus 2008
No Jl. Pajajaran Jl. Dadali
Indikator
Jumlah (Rp) Jumlah (Rp)
I. ARUS PENERIMAAN
1. Penerimaan penjualan tanaman hias 6.080.434,78 5.235.714,29
2. Penerimaan produk diluar tanaman hias:
a. Penjualan pupuk kandang 265.565,22 775.000,00
b. Penjualan pupuk kompos 420.869,57 685.714,29
c. Penjualan pupuk organik 361.304,35 14.285,71
d. Penjualan sekam 131.304,35 764.285,71
e. Penjualan pakis 206.739,13 667.857,14
f. Pembuatan taman 239.130,43 114.285,71
g. Penyewaan/dekorasi 273.913,04 292.857,14
Total penerimaan 7.979.260,87 8.550.000,00
II. ARUS PENGELUARAN
A. Biaya Tunai:
Biaya tunai usaha penjualan tanaman hias:
1. Biaya pembelian tanaman hias 3.084.476,09 2.700.178,57
2. Biaya perawatan tanaman hias
a. Biaya Pupuk kandang 38.608,70 27.428,57
b. Biaya Pupuk kompos 30.956,52 24.000,00
c. Biaya Pupuk NPK 10.260,87 9.500,00
d. Biaya Sekam 34.981,30 20.357,14
e. Biaya Pakis 27.717,39 25.500,00
f. Biaya Obat-obatan 10.891,30 10.285,71
3. Biaya pot 147.391,30 119.285,71
4. Biaya transportasi 167.391,30 128.571,43
5. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) 890.913,04 385.714,29
6. Biaya lain-lain 69.217.39 86.428,57
Jumlah biaya tunai usaha penjualan 4.512.715,22 3.537.250,00
tanaman hias
Biaya tunai produk diluar tanaman hias:
1. Biaya pembelian pupuk kandang 203.152,17 605.714,29
2. Biaya pembelian pupuk kompos 352.391,30 534.285,71
3. Biaya pembelian pupuk organik 293.478,26 7.857,14
4. Biaya pembelian sekam 102.717,39 567.857,14
5. Biaya pembelian pakis 158.543,48 550.000,00
6. Biaya akomodasi pembuatan taman 32.391,30 12.857,14
7. Biaya akomodasi penyewaan 30.869,57 29.285,71
Jumlah biaya produk diluar tanaman hias 1.173.543,48 2.307.857,14
Total biaya tunai 5.686.258,70 5.845.107,14
B. Biaya Diperhitungkan:
1. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) 948.913,04 1.242.857,14
2. Biaya penyusutan - -
3. Biaya bunga modal 67.690,73 53.058,75
4. Biaya sewa - -
Total biaya diperhitungkan 1.016.603,77 1.295.915,89
TOTAL SELURUH PENGELUARAN 6.702.862,47 7.141.023,03
III. PENDAPATAN
1. Pendapatan atas biaya tunai 2.293.002,17 2.704.892,86
2. Pendapatan atas biaya total 1.276.398,40 1.408.976,97
IV. PERHITUNGAN EFISIENSI (R/C)
A. R/C Atas Biaya Tunai 1,40 1,46
B. R/C Atas Biaya Total 1,19 1,19
Berdasarkan Tabel 20, tingkat pendapatan rata-rata pedagang tanaman hias

atas biaya tunai di Jalan Pajajaran diperoleh Rp 2.293.002,17,- per bulan atau jika

dikonversikan untuk setiap tahunnya memperoleh Rp 27.516.026,04,- per tahun.

Sedangkan pendapatan pedagang tanaman hias atas biaya total adalah sebesar Rp

1.276.398,48,- per bulan, atau jika dikonversikan untuk setiap tahunnya

memperoleh Rp 15.316.781,76,- per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa biaya

diperhitungkan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pendapatan,

angkanya hampir mencapai lima puluh persen dari biaya total. Usaha yang

dilakukan oleh pedagang tanaman hias melibatkan anggota keluarga yang lain,

maka berdasarkan kriteria pendapatan usaha yang paling sesuai digunakan adalah

konsep pendapatan kerja keluarga, dimana pendapatan keluarga ini diperoleh

dengan menambah penghasilan kerja pedagang dengan nilai kerja keluarga. Untuk

penelitian ini maka pendapatan kerja keluarga pedagang tanaman hias di Jalan

Pajajaran sebesar Rp 2.225.311,52,- per bulan, atau sebesar Rp 26.703.738,24,-

per tahunnya. Sedangkan tingkat pendapatan rata-rata pedagang tanaman hias atas

biaya tunai di Jalan Dadali diperoleh Rp 2.704.892,86,- per bulan atau jika

dikonversikan untuk setiap tahunnya memperoleh Rp 32.458.714,32,- per tahun.

Sedangkan pendapatan pedagang tanaman hias atas biaya total adalah sebesar Rp

1.408.976,97,- per bulan, atau jika dikonversikan untuk setiap tahunnya

memperoleh Rp 16.907.723,64,- per tahun. Pendapatan kerja keluarga pedagang

tanaman hias di Jalan Dadali diperoleh sebesar Rp 2.651.834,11,- per bulan, atau

jika dikonversikan dalam setahun sebesar Rp 31.822.009,32,- per tahun. Dengan

lebih besarnya jumlah pendapatan kerja keluarga pedagang tanaman hias di Jalan

Dadali menunjukkan bahwa mereka lebih banyak menggunakan tenaga kerja


dalam keluarga (TKDK) dibandingkan pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran.

Dari segi pendapatan penjualan tanaman hias, pedagang tanaman hias di Jalan

Pajajaran lebih unggul dibandingkan pedagang tanaman hias di Jalan Dadali. Hal

ini karena lokasi Jalan Pajajaran lebih strategis dibandingkan Jalan Dadali. Tetapi

dari pendapatan total, pedagang tanaman hias di Jalan Dadali lebih unggul

dibandingkan Jalan Pajajaran. Hal ini karena pendapatan produk diluar tanaman

hias pedagang tanaman hias di Jalan Dadali lebih besar dibadingkan pendapatan

produk diluar tanaman hias pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran.

6.2.3 Analisis Keuntungan Usaha

Dari analisis R/C usaha pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran,

diperoleh angka R/C atas biaya tunai sebesar 1,40 dan R/C atas biaya total

sebesar 1,19. Pengertian R/C atas biaya tunai sebesar 1,40 adalah untuk tiap

Rp1,00 yang dikeluarkan oleh pedagang maka akan memperoleh penerimaan

sebesar Rp1,40,00. Untuk R/C atas biaya total sebesar 1,19 berarti untuk setiap

pengeluaran Rp1,00 akan diperoleh penerimaan sebesar Rp1,19,00. Sedangkan

analisis R/C usaha pedagang tanaman hias di Jalan Dadali, diperoleh angka R/C

atas biaya tunai sebesar 1,46 dan R/C atas biaya total sebesar 1,19. Pengertian

R/C atas biaya tunai sebesar 1,46 adalah untuk tiap Rp1,00 yang dikeluarkan oleh

pedagang maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1,46,00 . Untuk R/C atas

biaya total sebesar 1,19 berarti untuk setiap pengeluaran Rp1,00 akan diperoleh

penerimaan sebesar Rp1,19,00. Berdasarkan analisis di atas, maka dapat

diidentifikasi bahwa usaha penjualan tanaman hias yang dilakukan oleh pedagang
tanaman hias di Kota Bogor secara ekonomis masih menguntungkan walaupun

pesaing sudah semakin banyak.


BAB VII
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENDAPATAN USAHA TANAMAN HIAS

7.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usaha

tanaman hias digunakan analisis regresi berganda (multiple regression). Metode

ini digunakan karena dalam menentukan pendapatan ada banyak variabel-variabel

yang dianggap dapat mempengaruhinya. Peubah-peubah yang dimasukkan dalam

persamaan pendapatan tanaman hias adalah peubah yang berhubungan langsung

maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha tanaman hias yaitu: Lahan (X1),

Tenaga Kerja (X2), harga beli tanaman hias Puring (X3), harga beli tanaman hias

Aglaonema (X4), harga beli tanaman hias Anggrek (X5), harga beli tanaman hias

Krisan (X6), harga jual tanaman hias Puring (X7), harga jual tanaman hias

Aglaonema (X8), harga jual tanaman hias Anggrek (X9), harga jual tanaman hias

Krisan (X10), pupuk kandang (X11), pupuk kompos (X12), pupuk NPK (X13),

sekam (X14), pakis (X15), Obat (X16), transportasi (X17), pot (X18). Pengujian

terhadap ketepatan model fungsi pendapatan dengan melihat koefisien determinasi

(R2), Fhitung, Thitung, maupun Pvalue dari masing-masing parameter (Tabel 22),

sehingga menghasilkan model linear sebagai berikut:

Ln Y = 11,8 - 0,076 Ln Lahan - 0,192 Ln TK - 0,142 Ln HBPuring - 0,460 Ln

HBAglonema - 0,171 Ln HBAnggrek - 0,508 Ln HBKrisan + 0,057 Ln

HJAglaonema - 0,285 Ln HJAnggrek + 1,49 Ln HJKrisan + 0,212 Ln

P.kandang + 0,101 Ln P.Kompos + 0,247 Ln P.NPK + 0,349 Ln


Sekam + 0,907 Ln Pakis - 0,250 Ln Obat - 0,0086 Ln Transport -

0,639 Ln Pot

Tabel 21. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Tanaman
Hias di Kota Bogor, Periode Agustus 2008
Simpangan
Variabel Koefisien Baku Thitung Pvalue VIF
Regresi Koefisien
Constant 11,79 12,24 0,96 0,355
Ln Lahan (X1) -0,0760 0,1603 -0,47 0,644 5,9
Ln TKLK (X2) -0,19194 0,03443 -5,58 0,000* 2,8
Ln HB. Puring (X3) -0,1418 0,9908 -0,14 0,889 4,1
Ln HB. Aglaonema (X4) -0,4599 0,3765 -1,22 0,245**** 4,6
Ln HB. Anggrek (X5) -0,1710 0,2447 -0,70 0,498 1,7
Ln HB. Krisan (X6) -0,5078 0,3848 -1,32 0,212**** 2,9
Ln HJ. Aglaonema (X8) 0,0567 0,5886 0,10 0,925 3,2
Ln HJ. Anggrek (X9) -0,2846 0,3764 -0,76 0,464 2,2
Ln HJ. Krisan (X10) 1,4872 0,8353 1,78 0,100** 2,3
Ln Pupuk Kandang (X11) 0,2124 0,2254 0,94 0,365 7,4
Ln Pupuk Kompos (X12) 0,1014 0,1326 0,76 0,459 3,2
Ln Pupuk NPK (X13) 0,2473 0,1544 1,60 0,135*** 2,2
Ln Sekam (X14) 0,3492 0,2094 1,67 0,121*** 5,5
Ln Pakis (X15) 0,9073 0,2835 3,20 0,008* 6,3
Ln Obat (X16) -0,2504 0,4327 -0,58 0,574 4,4
Ln Transportasi (X17) -0,00858 0,01144 -0,75 0,468 2,9
Ln Pot (X18) -0,6392 0,3612 -1,77 0,102*** 4,3
S = 0,2219 R-Sq = 87,9% R-Sq(adj) = 70,7%
Keterangan:
* = Nyata pada tingkat kepercayaan 99%
** = Nyata pada tingkat kepercayaan 90%
*** = Nyata pada tingkat kepercayaan 85%
**** = Nyata pada tingkat kepercayaan 75%

Berdasarkan Tabel 22, hasil pendugaan analisis regresi diperoleh koefisien

determinan (R2) sebesar 87,9 persen dan koefisien determinasi terkoreksi (Radj)

sebesar 70,7 persen. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 87,9 persen

mempunyai arti bahwa 87,9 persen keragaman pendapatan usaha tanaman hias

dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebas: Lahan (X1), Tenaga Kerja (X2),

harga beli tanaman hias Puring (X3), harga beli tanaman hias Aglaonema (X4),

harga beli tanaman hias Anggrek (X5), harga beli tanaman hias Krisan (X6), harga

jual tanaman hias Puring (X7), harga jual tanaman hias Aglaonema (X8), harga

jual tanaman hias Anggrek (X9), harga jual tanaman hias Krisan (X10), pupuk

kandang (X11), pupuk kompos (X12), pupuk NPK (X13), sekam (X14), pakis (X15),
Obat (X16), transportasi (X17), pot (X18). Keragaman pendapatan usaha tanaman

hias di Kota Bogor juga masih perlu diterangkan oleh variabel lain di luar model

yang telah digunakan sebesar 12,1 persen.

Dari hasil dugaan terlihat bahwa uji F signifikan pada selang kepercayaan

95 persen. Sehingga dapat dihipotesiskan bahwa secara bersama-sama variabel

bebas yaitu: Lahan (X1), Tenaga Kerja (X2), harga beli tanaman hias Puring (X3),

harga beli tanaman hias Aglaonema (X4), harga beli tanaman hias Anggrek (X5),

harga beli tanaman hias Krisan (X6), harga jual tanaman hias Puring (X7), harga

jual tanaman hias Aglaonema (X8), harga jual tanaman hias Anggrek (X9), harga

jual tanaman hias Krisan (X10), pupuk kandang (X11), pupuk kompos (X12), pupuk

NPK (X13), sekam (X14), pakis (X15), Obat (X16), transportasi (X17), pot (X18),

berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha tanaman hias. Pengujian varibel

bebas secara parsial dilakukan dengan uji-t, hasil ini menunjukkan bahwa

variabel-variabel yang berpengaruh nyata adalah: Tenaga Kerja (X2), dan pakis

(X15), nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen. harga jual tanaman hias Krisan

(X6), nyata pada tingkat kepercayaan 90 persen. NPK (X13), sekam (X14), dan pot

(X18), nyata pada tingkat kepercayaan 85 persen. Harga beli tanaman hias

Aglaonema (X4), dan harga beli tanaman hias Krisan (X6) nyata pada tingkat

kepercayaan 75 persen.

Dari pendugaan model tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap asumsi

OLS. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai R2 dan banyaknya

jumlah koefisien yang signifikan. Jumlah R2 yang diperoleh adalah sebesar 87,9

persen dengan jumlah koefisien yang signifikan sebanyak delapan variabel,

sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan tidak terdapat masalah
multikolinearitas. Analisis sisaan menunjukkan bahwa sisaan telah menyebar

normal, kenormalan sisaan ditunjukkan oleh tebaran titik-titik sisaan yang

menyebar membentuk garis lurus. Plot antara sisaan dengan nilai dugaan juga

telah menunjukkan bahwa titik-titik telah menyebar secara acak dan tidak

membentuk pola.

Dalam model regresi berganda nilai koefisien regresi adalah merupakan

nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut. Berdasarkan Tabel 22 nilai

koefisien regresi dari masing-masing faktor pendapatan yang bertanda positif

adalah variabel: harga jual tanaman hias Krisan (X10), NPK (X13), sekam (X14),

dan pakis (X15). Sedangkan variabel yang bertanda negatif adalah: TKLK (X2),

harga beli tanaman hias Aglaonema (X4), harga beli tanaman hias Krisan (X6), dan

pot (X18). Angka positif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang

searah antara pendapatan dengan penggunaan faktor-faktor pendapatan usaha

tanaman hias. Sedangkan angka negatif pada koefisien regresi menunjukkan

hubungan yang berkebalikan antara pendapatan dengan penggunaan faktor-faktor

pendapatan usaha tanaman hias.

7.2 Penjelasan Masing-masing Faktor

a). TKLK (X2)

Variabel Tenaga kerja secara parsial berpengaruh nyata terhadap

pendapatan. Faktor tenaga kerja luar keluarga dalam model mempunyai pengaruh

negatif terhadap pendapatan. Nilai elastisitas tenaga kerja luar keluarga dalam

fungsi pendapatan tanaman hias sebesar -0,19194 yang artinya bahwa setiap

penambahan tenaga kerja luar keluarga sebesar 1 persen akan menurunkan


pendapatan sebesar 0,19194 dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap

(cateris paribus).

Dengan semakin banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga akan

menambah biaya, sehingga akan mengurangi pendapatan keluarga pedagang

tanaman hias. Pedagang tanaman hias di Jalan Pajajaran lebih banyak

menggunakan tenaga kerja luar keluarga dibandingkan pedagang tanaman hias di

Jalan Dadali. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga di Jalan Pajajaran sudah

tidak efisien karena pada kenyataan usaha penjualan tanaman hias tidak

membutuhkan tenaga kerja luar keluarga yang banyak. Artinya penjualan tanaman

hias pada dasarnya masih bisa dilakukan oleh keluarga pedagang tanaman hias.

b). Harga Beli Tanaman Hias Aglaonema (X4)

Harga beli tanaman hias Aglaonema berpengaruh negatif terhadap

pendapatan pedagang tanaman hias. Nilai elastisitas harga beli tanaman hias

Aglaonema dalam fungsi pendapatan usaha tanaman hias sebesar -0,4599. Artinya

bahwa setiap penambahan harga beli tanaman hias Aglaonema sebesar 1 persen,

maka pendapatan usaha tanaman hias akan menurun sebesar -0,4599 dengan

asumsi faktor-faktor lain dianggap (cateris paribus).

Oleh karena itu pedagang tanaman hias harus hati-hati atau

memperhatikan harga dari tanaman hias Aglaonema. Harga beli tanaman hias

Aglaonema mempunyai pengaruh secara nyata terhadap pendapatan usaha

tanaman hias. Semakin tinggi harga beli dari tanaman hias tersebut jika tidak

diikuti, dengan semakin tingginya harga jual, maka pendapatan yang dihasilkan

akan semakin menurun.


c. Harga Beli Tanaman Hias Krisan (X6)

Harga beli tanaman hias Krisan berpengaruh negatif terhadap pendapatan

pedagang tanaman hias. Nilai elastisitas harga beli tanaman hias Krisan dalam

fungsi pendapatan usaha tanaman hias sebesar -0,5078. Artinya bahwa setiap

penambahan harga beli tanaman hias Krisan sebesar 1 persen, maka pendapatan

usaha tanaman hias akan menurun sebesar -0,5078 dengan asumsi faktor-faktor

lain dianggap (cateris paribus).

Oleh karena itu pedagang tanaman hias harus hati-hati atau

memperhatikan harga beli dari tanaman hias Krisan. Harga beli tanaman hias

Krisan mempunyai pengaruh secara nyata terhadap pendapatan usaha tanaman

hias. Semakin tinggi harga beli dari tanaman hias tersebut jika tidak diikuti,

dengan semakin tingginya harga jual, maka pendapatan yang dihasilkan akan

semakin menurun.

d. Harga Jual Tanaman Hias Krisan (X10)

Harga jual tanaman hias dalam hal ini adalah tanaman hias Krisan

berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang tanaman hias. Nilai elastisitas

harga jual tanaman hias Krisan dalam fungsi pendapatan usaha tanaman hias

sebesar 1,4872, yang mempunyai arti bahwa setiap penambahan harga jual

tanaman hias Krisan sebesar 1 persen, maka pendapatan usaha tanaman hias akan

meningkat sebesar 1,4872 persen dengan asumsi faktor-faktor lain tetap (cateris

paribus).

Tanaman hias Krisan banyak diminati konsumen, terutama konsumen

yang menyukai tanaman hias berbunga. Hal ini karena jenis tanaman hias Krisan

mempunyai warna yang bervariasi. Di samping harga yang tidak terlalu tinggi,
perawatan tanaman hias Krisan juga relatif lebih mudah dibandingkan tanaman

hias bunga lainnya. Oleh karena itu pedagang tanaman hias harus semakin

meningkatkan kualitas dari tanaman hias Krisan, supaya harga jual dari tanaman

hias tersebut semakin meningkat. Apabila harga jual tanaman hias Krisan semakin

tinggi, maka pendapatan usaha tanaman hias juga akan semakin meningkat.

e). NPK (X13)

Variabel pupuk NPK secara parsial berpengaruh nyata terhadap

pendapatan. Variabel bebas NPK dalam model mempunyai pengaruh positif

terhadap pendapatan yang berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85

persen. Nilai elastisitas NPK dalam fungsi pendapatan sebesar 0,2473 yang

artinya bahwa setiap penambahan pupuk NPK sebesar 1 persen, maka pendapatan

akan meningkat sebesar 0,2473 dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap

(cateris paribus).

Penggunaan pupuk NPK terhadap tanaman hias adalah untuk merangsang

pertumbuhan akar dan batang serta daun, sehingga terlihat lebih sehat dan segar.

Dengan penampilan tanaman yang bagus dan sehat, tentu konsumen akan tertarik

untuk membeli tanaman hias tersebut. Kondisi di lapangan, pedagang tanaman

hias cenderung menggunakan pupuk NPK hanya untuk tanaman yang sudah mulai

layu saja. Artinya tidak semua tanaman hias diberi pupuk NPK.

f). Sekam (X14)

Variabel sekam secara parsial berpengaruh nyata terhadap pendapatan.

Sekam dalam model mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan dan

berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85 persen. Nilai elastisitas sekam

dalam fungsi pendapatan tanaman hias mempunyai nilai sebesar 0,3492 yang
artinya bahwa setiap penambahan sekam sebesar 1 persen akan maka pendapatan

akan meningkat sebesar 0,3492 dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap

(cateris paribus. Sekam digunakan untuk menambah sekam yang sudah ada pada

polybag sebelumnya, sehingga tanaman terlihat lebih terawat dan menarik.

Dengan kondisi seperti ini, konsumen akan lebih tertarik untuk membeli tanaman

hias.

g). Pakis (X15)

Pedagang tanaman hias menggunakan pakis sebagai media tanaman hias.

pakis terutama digunakan untuk tanaman hias Aglonema dan Anthurium. Rata-rata

penggunaan pakis dalam 1 bulan adalah sebesar 32 kg. Variabel pakis secara

parsial berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Pakis dalam model mempunyai

pengaruh positif terhadap pendapatan dan berpengaruh nyata pada tingkat

kepercayaan 99 persen. Nilai elastisitas pakis dalam fungsi pendapatan sebesar

0,9073 yang artinya bahwa setiap penambahan pakis sebesar 1 persen, maka

pendapatan akan meningkat sebesar 0,9073 persen dengan asumsi faktor-faktor

lain dianggap tetap (cateris paribus). Pakis mempunyai pengaruh positif terhadap

pendapatan, karena penggunaan pakis terutama adalah untuk tanaman Aglaonema

dan Anthurium. Harga Aglaonema dan Anthurium rata-rata lebih tinggi dari

tanaman hias lainnya. Selain itu juga Aglaonema dan Anthurium adalah tanaman

yang cenderung diminati masyarakat.

h). Pot (X18)

Variabel pot secara parsial berpengaruh nyata terhadap pendapatan.

Variabel pot dalam model mempunyai pengaruh negatif terhadap pendapatan. Hal

ini karena penggunaan pot terhadap tanaman hias, jika tidak diikuti penambahan
harga tanaman hias, tentu hanya akan menambah biaya dan di sisi lain tidak

meningkatkan penerimaan. Sehingga akan mengurangi pendapatan pedagang

tanaman hias. Besarnya pengaruh pot terhadap pendapatan usaha tanaman hias

adalah adalah sebesar -0,6392 yang artinya setiap penambahan penggunaan pot

sebesar 1 persen akan menurunkan pendapatan sebesar 0,6392 persen dengan

asumsi faktor lain tetap (cateris paribus).


BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

1. Usaha penjualan tanaman hias di sepanjang jalur hijau di Kota Bogor

merupakan usaha yang turun temurun dari orangtua atau saudara-saudara

pedagang yang telah merintis usaha ini puluhan tahun yang lalu. Jenis

tanaman yang dijual para pedagang tanaman hias, secara umum dapat

dikelompokkan ke dalam tanaman hias berbunga dan tanaman hias daun.

Tanaman hias yang dijual oleh pedagang tanaman hias kebanyakan berasal

dari petani tanaman hias, tetapi sebagian pedagang juga membudidayakan

tanaman hias dengan pembibitan atau melakukan stek dan pemotongan

tunas-tunas dari tanaman sebelumnya sehingga mereka mempunyai untung

yang lebih besar. Daerah pembelian tanaman hias dari Bogor sendiri, yaitu:

Puncak, Ciapus dan Parung. Sedangkan daerah di luar Bogor, yaitu:

Ciledug, Bandung, Madura, bahkan Malang. Pedagang tanaman hias di Kota

Bogor, mayoritas berusia 31 – 50 tahun, tingkat pendidikan terakhir rata-

rata SD – SLTP, pengalaman menjual tanaman hias lebih dari 10 tahun,

jumlah anggota keluarga 1 – 5 orang, dan mempunyai luas lahan 100 – 150

m2.

2. Tingkat pendapatan usaha tanaman hias di Kota Bogor untuk usaha

penjualan tanaman maupun penjualan produk diluar tanaman hias, masih

tergolong sedang. Jika melihat pendapatan bersih dari biaya tunai dan biaya

diperhitungkan, maka pendapatan rata-rata pedagang tanaman hias di Jalan

Pajajaran adalah Rp 1.276.398,40,- per bulan. Jika dilihat dari rata-rata


pendapatan yang hanya mengurangkan biaya tunai, maka pedagang

memperoleh pendapatan sebesar Rp 2.293.002,17,- per bulan. Analisis

keuntungan usaha menunjukkan bahwa, R/C atas biaya tunai sebesar 1,40

dan R/C atas biaya total sebesar 1,19. Sedangkan rata-rata pendapatan bersih

pedagang tanaman hias di Jalan Dadali adalah sebesar Rp 1.408.976,97,-

dan rata-rata pendapatan atas biaya tunai, mencapai Rp 2.704.892,86,-.

Analisis keuntungan usaha menunjukkan bahwa, R/C atas biaya tunai

sebesar 1,46 dan R/C atas biaya total sebesar 1,19. sehingga dapat

disimpulkan bahwa usaha tanaman hias di Kota Bogor masih tergolong

menguntungkan walaupun pesaing sudah semakin banyak.

3. Berdasarkan hasil analisis regresi fungsi pendapatan model menunjukkan

bahwa sudah tidak ada masalah multikolinearitas, koefisien determinansi

(R2) sebesar 87,9 persen sedangkan nilai F hitung sebesar 5,12. Nilai

koefisien determinansi (R2) sebesar 87,9 persen mempunyai arti bahwa 87,9

persen keragaman dapat diterangkan oleh variabel dalam model dan masih

perlu diterangkan oleh variabel di luar model yang telah digunakan sebesar

12,1 persen. Variabel-variabel yang mempunyai pengaruh nyata adalah:

Tenaga Kerja (X2), dan pakis (X15), nyata pada tingkat kepercayaan 99

persen. harga jual tanaman hias Krisan (X6), nyata pada tingkat kepercayaan

90 persen. NPK (X13), sekam (X14), dan pot (X18), nyata pada tingkat

kepercayaan 85 persen. Harga beli tanaman hias Aglaonema (X4), dan

harga beli tanaman hias Krisan (X6) nyata pada tingkat kepercayaan 75

persen.
8.2 Saran

1. Agar variabel pendapatan yang mempunyai nilai elastisitas positif

ditingkatkan, terutama harga jual tanaman hias Krisan (X10) dengan

meningkatkan kualitas tanaman tersebut. Dan mengurangi penggunaan

variabel pendapatan yang bernilai negatif hingga batas tertentu.

2. Agar pedagang tanaman hias mencari sumber komoditi tanaman hias

dengan harga yang lebih murah dengan mempertimbangkan biaya

transportasi.

3. Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh pedagang tanaman hias adalah

biaya pembelian tanaman hias itu sendiri, jika memungkinkan pedagang

melakukan produksi sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Angggrayni. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat


Pendapatan Usaha Tanaman Hias Kasus di Kecamatan Sawangan, Kota
Depok, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Ashari, Semeru. 1995. Hortikultura, Aspek Budidaya. Penerbit UI. Jakarta

Assauri. 1984. Teknik dan Metoda Peramalan, Penerapannya dalam Ekonomi dan
Dunia Usaha. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta

Badan Pusat Statistika. 2003-2006a. Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun


2003-2006. Jakarta. Indonesia
-----------------------------. 2003-2006b. Jumlah Ekspor dan Impor Tanaman Hias di
Indonesia Tahun 2003-2006. Jakarta. Indonesia
Badan Pusat Statistika Jawa Barat. 2004-2008. Jumlah Produksi Tanaman Hias
Anthurium di Jawa Barat Tahun 2004-2006. Bandung. Indonesia
Dinas Tata Kota dan Pertamanan. 2002 dan 2006. Jumlah Pemakai Jalur Hijau di
Kota Bogor. Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor Tahun 2002 dan
2006. Bogor
Dinas Agribisnis Kota Bogor. 2005-2007. Jumlah Produksi Tanaman Hias di Kota
Bogor. Dinas Agribisnis Kota Bogor Tahun 2005-2007. Bogor
Kotler. P. 2000. Manajemen Pemasaran. PT.Ikrar Mandiri Abadi. Jakarta
Nadhwatunnaja. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Produksi Paprika Hidroponik di Desa Pasir Langu,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Nicholson.W. 2001. Teori Ekonomi Mikro, Prinsip Dasar dan Pengembangannya.
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Nugroho. 2008. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil
Produksi Pembenihan Ikan Gurami Petani Bersertifikat SNI di Desa Beji,
Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Skripsi.
Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor
Rahim dan Hastuti. 2007. Pengantar Teori, dan Kasus Ekonomika Pertanian.
Penebar Swadaya. Jakarta
Ratnasari. 2007. Galeri Tanaman Hias Bunga. Penebar Swadaya. Jakarta
Saepuloh. 2005. Analisis Pendapatan Usaha dan Pemasaran Tanaman Hias
(Florikultur) Kasus Pedagang Pengecer Tanaman Hias Bunga dan Daun di
Kota Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Soekartawi, Soeharjo. A. dan Haedaker, J. B. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian
untuk Perkembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia. Jakarta
Soekartawi, 2002. Analisis Usahatani. Penerbit UI. Jakarta
Sudarmono, A. S. 1997. Tanaman Hias Ruangan : Mengenal dan Merawat.
Kanisius. Yogyakarta
Sulaiman. W. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS Contoh Kasus dan
Pemecahannya. ANDI. Yogyakarta
Sumiyati. 2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor
Produksi Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Tjakrawiralaksana. A. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen Sosek. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Lampiran 1. Sentra Produksi Tanaman Hias di Jawa Barat
Kabupaten/ Kota Jenis Tanaman

Mawar, Anggrek, Kaktus, Krisan, Gladiol,


Kab. Bandung Anthurium, Palem, Bougenville, Heliconia,
Gerbera.

Mawar, Sedap Malam, Kaktus, Anggrek, Krisan,


Cianjur Gladiol, Gerbera, Dracaena, Zingeberase,
Aspharagus.

Mawar, Melati, Sedap Malam, Kaktus, Krisan,


Sukabumi Gladiol, Gerbera, Dracaena, Heliconia, Cycas,
Pakis.

Anggrek, Mawar, Melati, Krisan, Zingiberaceae,


Bogor Heliconia, Pakis, Adenium,Ficus, Aglaonema,
Euphorbia.

Kerawang dan Kab. Cemara, Palem, Melati, Zingiberaceae, Anggrek,


Bekasi Adenium, Aglaonema dan Dracaena.

Anggrek, Palem, Melati, Kaktus, Krisan, Gladiol,


Garut
Anthurium, Dracaena, Cordeline.

Kota Bandung Palem, Cemara, Bougenville, Ficus, Anthurium.

Anggrek, Bougenville, Cemara, Palem, Dracaena,


Depok
Cordeline. Aglaonema, Adenium, Anthurium.
Lampiran 2. Jumlah Produksi Tanaman Hias Anthurium di Jawa Barat Tahun 2004-2006
Jumlah Produksi
No. Kabupaten/Kota
(2004) (2005) (2006)
1. Bogor 129.983 204.049 76.239
2. Sukabumi 241.939 253.883 264.500
3. Cianjur 2.768 9.907 17.066
4. Bandung 88.216 230.200 191.739
5. Garut 149.662 80.374 338.058
6. Tasikmalaya 35.808 52.429 4.757
7. Ciamis 33.153 36.875 44.839
8. Kuningan 812 7.995 4.286
9. Cirebon 1.190 314 402
10. Majalengka 2.040 1.761 0
11. Sumedang 84 1.610 4.760
12. Indramayu 187 0 13
13. Subang 42.850 15.455 475
14. Purwakarta 2.672 2.946 2.035
15. Karawang 4.482 3.063 2.750
16. Bekasi 0 800 0
17. Kota Bogor 57.980 53.608 95.450
18. Kota Sukabumi 0 0 0
19. Kota Bandung 5 250 37
20. Kota Cirebon 109 771 325
21. Kota Bekasi 4.606 25.125 20.750
22. Kota Depok 6.000 39.700 10.500
23. Kota Cimahi 0 0 0
24. Kota Tasikmalaya 269 18 65
25. Kota Banjar 62 33.385 1.821
JUMLAH 804.877 1.054.518 1.080.867
Sumber: BPS, Jawa Barat (2004-2006)
112

Lampiran 10. Hasil Output Minitab

Regression Analysis: Ln Y versus Ln Lahan; Ln TK; ...

* Ln HJpuring is (essentially) constant


* Ln HJpuring has been removed from the equation

The regression equation is


Ln Y = 11,8 - 0,076 Ln Lahan - 0,192 Ln TK - 0,142 Ln
HBpuring - 0,460 Ln HBaglonema - 0,171 Ln
HBanggrek - 0,508 Ln HBkrisan + 0,057 Ln HJaglo -
0,285 Ln HJanggrek + 1,49 Ln HJkrisan + 0,212 Ln
P.kandang + 0,101 Ln P.Kompos + 0,247 Ln P.NPK +
0,349 Ln Sekam + 0,907 Ln Pakis - 0,250 Ln Obat -
0,0086 Ln Transport - 0,639 Ln Pot

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant 11,79 12,24 0,96 0,355
Ln Lahan -0,0760 0,1603 -0,47 0,644 5,9
Ln TK -0,19194 0,03443 -5,58 0,000 2,8
Ln HBpur -0,1418 0,9908 -0,14 0,889 4,1
Ln HBagl -0,4599 0,3765 -1,22 0,245 4,6
Ln HBang -0,1710 0,2447 -0,70 0,498 1,7
Ln HBkri -0,5078 0,3848 -1,32 0,212 2,9
Ln HJagl 0,0567 0,5886 0,10 0,925 3,2
Ln HJang -0,2846 0,3764 -0,76 0,464 2,2
Ln HJkri 1,4872 0,8353 1,78 0,100 2,3
Ln P.kan 0,2124 0,2254 0,94 0,365 7,4
Ln P.Kom 0,1014 0,1326 0,76 0,459 3,2
Ln P.NPK 0,2473 0,1544 1,60 0,135 2,2
Ln Sekam 0,3492 0,2094 1,67 0,121 5,5
Ln Pakis 0,9073 0,2835 3,20 0,008 6,3
Ln Obat -0,2504 0,4327 -0,58 0,574 4,4
Ln Trans -0,00858 0,01144 -0,75 0,468 2,9
Ln Pot -0,6392 0,3612 -1,77 0,102 4,3

S = 0,2219 R-Sq = 87,9% R-Sq(adj) = 70,7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 17 4,28489 0,25205 5,12 0,003
Residual Error 12 0,59080 0,04923
Total 29 4,87569
113

Lampiran 11. Hasil Uji Normalitas dan Uji Homoskedastisitas

Normal Probability Plot

,999
,99
,95
Probability

,80
,50

,20
,05
,01
,001

-0,5 -0,4 -0,3 -0,2 -0,1 0,0 0,1 0,2 0,3


RESI1
Average: -0,0000000 Kolmogorov-Smirnov Normality Test
StDev: 0,142732 D+: 0,087 D-: 0,131 D : 0,131
N: 30 Approximate P-Value > 0.15

Residuals Versus the Fitted Values


(respons e is Ln Y)

0,3

0,2

0,1

0,0
Residual

-0,1

-0,2

-0,3

-0,4

-0,5

13,5 14,5 15,5

Fitted Value
110

Lampiran 12. Gambar Tanaman Hias

Bunga Anggrek

Bunga Krisan
111

Bunga Puring
112

Bunga Mawar

Gambar Pupuk Kompos

Das könnte Ihnen auch gefallen