Sie sind auf Seite 1von 6

“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan

petunjuk serta rahmah dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl:
89)

“Sesungguhnya Al-Qur’an akan menemui sahabatnya pada hari kiamat kelak, yaitu disaat ia
dipisahkan dari kuburnya, seperti seseorang yang pucat, maka Al-Qur’an berkata: Apakah kau
mengenalku? Maka ia menjawab: Aku tidak mengenalmu. Lalu ia berkata: Aku adalah
sahabatmu, Al-Qur’an yang membuatmu haus akan diriku sepanjang malam dan menghidupkan
malam harimu. Sesungguhnya setiap pedagang berada dibelakang barang dagangannya. Dan
sungguh aku pada hari ini sebagai orang yang berada di belakang setiap perniagaan. Maka iapun
diberikan kerajaan di tangan kanannya, dan diberi keabadian di tangan kirinya. Diatas kepalanya
diberikan mahkota kehormatan. Kedua orang tuanya dikenakan perhiasan yang tidak pernah
dimiliki oleh mereka berdua selama di dunia, sehingga mereka berkata: Apa yang kami kenakan
ini? Maka dijawab: karena putera kalian berdua telah berpegang pada Al-Qur’an. Kemudian
dikatakan: Bacalah dan naikilah tangga-tangga surga serta masukilah kamar-kamarnya. Lalu ia
naik menurut apa yang dibacanya, baik dibaca dengan cepat ataupun dibaca dengan tartil.” (HR.
Ibnu Majjah, hadits ke 3781, juz 2 hal 1242)

Al-Qur’an adalah kitab Allah. Ia adalah tali Allah yang kuat. Ia adalah pengingat yang bijaksana
dan jalan yang lurus. Ia adalah kitab yang tidak tercampur hawa nafsu, tidak susah diucapkan
lisan, tidak membuat ulama merasa kenyang membacanya, tidak menciptakan banyaknya
penolakan, dan keajaiban-keajaibannya tidak pernah putus. Ia adalah kitab Allah yang tidak
membuat jiin mau berhenti mendengarnya, sampai mereka berkata, “Sesungguhnya kami
mendengar Al-Qur’an yang menakjjubkan, yang menunjukkan pada kebenaran.” Siapa yang
berkata dengannya ia benar, siapa yang mengamalkannya mendapat pahala, siapa yang
menghukumi dengannya pasti adil, dan siapa yang mengajak kepadanya maka ia ditunjukkan ke
jalan yang lurus. (At-Taaj Al-Jaami’ 4/7)

Menurut filsafat ilmu, kebenaran itu ada dua, yang pertama kebenaran relatif, dan yang kedua
kebenaran mutlak. Kebenaran relatif adalah kebenaran yang terbentuk dari pola pikir manusia
dan disetujui oleh lingkungannya, bersifat subjektif, dan dikuasai ruang dan waktu. Contohnya
ada kebenaran yang diyakini masyarakat Melanesia di Papua Nugini dan suku Wari di Brazil dalam
memperlakukan mayat nenek moyangnya. Jika ada salah seorang diantara mereka yang
meninggal dunia, keluarga sang mayat akan mengadakan pesta besar, lalu merebus atau
memanggang sang mayat secara terpotong-potong dan kemudian memakannya. Bagi mereka,
menyatukan diri sang mayit ke dalam diri mereka adalah lebih baik dan lebih menghormati si
mayit daripada meninggalkan si mayat sendiri di dalam tanah yang dingin dan sepi, hingga
kemudian dimakan cacing dan hewan-hewan tanah. Yang benar menurut masyarakat A, belum
tentu benar menurut masyarakat B.

Berbeda dengan kebenaran mutlak. Kebenaran mutlak adalah kebenaran yang hakiki dan sejati,
sesuatu yang dapat melihat dan menyatakan keseluruhan realitas secara objektif, apa adanya.
Kebenaran mutlak ini harus hanya ada satu saja dan merupakan suatu acuan atau standar bagi
apa yang disebut dengan kebenaran relatif. Kebenaran mutlak itu mempunyai sifat universal (
berlaku bagi semua orang, tidak ada perkecualian ), kekal ( lintas waktu dan ruang, tidak berubah-
ubah, tidak berganti ), integral (tidak ada konflik di dalamnya ) dan tanpa salah ( bermoral tinggi,
suci ). Kebenaran mutlak inilah yang dimiliki oleh Allah SWT. Dan darimana kita bisa bersentuhan
dengan kebenaran-kebenaran mutlak milik Allah SWT? Al-Qur’an lah jawabannya. Jika
diibaratkan mesin yang diciptakan manusia, pasti manusia menyertakan manual book atau buku
petunjuk penggunaan mesin yang diciptakan, agar orang lain tau fungsi maksimal dan guna mesin
ini untuk apa. Sama halnya dengan Al-Qur’an yang merupakan manual book dari Allah untuk
manusia dapat menentukan arah hidupnya. Menjalankan hidupnya semaksimal mungkin sesuai
dengan tujuannya diciptakan. Maka bisa dipastikan, manusia yang jauh dari kalam Allah pastilah
akan tersesat.

Fungsi dan Peranan Al-Qur’an

1. Al Qur’an adalah manhajul hayah (pedoman hidup) bagi seluruh manusia.


“Kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
QS. Al Baqarah: 2
2. Al-Qur’an adalah ruh bagi orang-orang yang beriman.
Al-Qur’an adalah ghidza’ ruhi (santapan ruhani). Sebagaimana tubuh kita membutuhkan
makanan, dan bisa sakit jika kurang makan, maka ruhani pun bisa sakit jika kurang
terpenuhi santapannya. Ruhani yang sehat dan kuat terkadang melebihi kekuatan tubuh
yang sehat dan kekar. Apalagi kalau keduanya sehat, maka sungguh sempurnalah
manusia tersebut dalam hidupnya. Orang-orang munafik yang enggan berjihad,
sebenarnya bukan karena tubuhnya yang sakit, melainkan karena ruhnya yang lemah dan
tidak memiliki kemauan.
3. Al-Qur’an sebagai adz dzikr (Peringatan).
“Dan Al-Qur’an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah
Kami turunkan. Maka mengapa kamu mengingkarinya.” (QS. Al Anbiya: 50)
4. Al-Qur’an sebagai sumber ilmu.
Al-Qur’an menjelaskan tentang pendidkan, ekonomi, politik. Al-Qur’an juga banyak
menyinggung persoalan ilmiah walaupun secara garis besarnya saja, seperti masalah
ruang angkasa, anatomi tubuh manusia, dan bumi. Ini memicu para ulama dan kaum
muslimin untuk menyelidiki secara mendalam dalam rangka menambah keimanan
mereka terhadap Allah dan Al-Qur’an.

Keutamaan Membaca Al-Qur’an

1. Al-Qur’an menjanjikan kebaikan, berkah, dan kenikmatan.


“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an.”
2. Merupakan ciri orang yang diberi ilmu
QS. Al Ankabut: 49
3. Menjadi penolong (syafa’at) bagi pembacanya
“Dari Abi Umamah ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Al-
Qur’an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafaat pada hari kiamat bagi
pembacanya.” (HR. Muslim)
4. Meninggikan derajat manusia di dunia dan di surga
“Dari Ibnu Mas’ud RA Rasulullah SAW berkata: “Barang siapa yang membaca satu huruf
dari Al-Qur’an, maka dia mendapatkan satu kebaikan dan satu kebaikan akan dibalas
dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, melainkan alif
satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR Tirmidzi, no. 997, hlm. 416)
Bacaan Al-Qur’an, pemahaman, dan hafalannya dijadikan ukuran keutamaan oleh
Rasulullah. Bahkan, beliau mengukur keutamaan para syuhada dengan hafalan Al-Qur’an.
Yang menghafal Al-Qur’an lebih banyak didahulukan penguburannya daripada yang lebih
sedikit hafalan Al-Qur’annya. Dari jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah SAW
mengumpulkan dua orang lelaki yang terbunuh di perang Uhud dalam satu pakaian. Lalu
beliau bertanya, “Mana diantara keduanya yang lebih banyak menghafal Al-Qur’an?”
Ketika beliau ditunjukkan pada seseorang, maka beliau mendahulukan dalam liang lahat
dan bersabda, “Aku menjadi saksi atas mereka pada hari Kiamat.” (Shahiihul Bukhaari
Matn Fathul Baari 8/378)
5. Orang-orang yang membaca Al-Qur’an adalah orang yang akan mendapatkan untung
dalam perdagangannya dan tidak akan merugi.
QS. Faathir: 29.

Komitmen Muslimah terhadap Al-Qur’an

1. Mengimani
Yakni bahwa ia adalah kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Kita wajib
mengimani semua ayat-ayat yang kita baca. Baik yang menurut kita terasa masuk akal,
maupun yang belum dapat kita pahami, yang nyata maupun yang ghaib.
QS. Al Maidah: 83
2. Membaca
QS. Al baqarah: 121
3. Mentadaburi
QS. An Nisaa: 82
4. Menghapal
“ Rasulullah SAW mengatakan barangsiapa yang di dalam rongga tubuhnya tidak ada
sedikitpun Al-Qur’an, tak ubahnya bagai rumah yang bobrok.” (HR. At Tarmidzi, no. 998,
hlm. 417)
5. Mengamalkan
Mengamalkan berawal dari memahami ilmu-ilmunya serta berpegang teguh pada
hokum-hukumnya, kemudian menyelaraskan hidup dan tingkah laku serta akhlaknya,
sebagaimana akhlak Rasulullah SAW dalam Al-Qur’an.
QS. Al Jumah: 5
Untuk menjadi seorang muslim yang senantiasa komitmen terhadap Al-Qur’an bisa
dicapai melalui proses pembinaan diri. Hal ini dilakukan tidak hanya sekali sajamelainkan
secara berkesinambungan dan bertahap.

Adab Membaca Al-Qur’an

1. Tujuannya demi meraih ridha Allah SWT.


2. Tidak mengharapkan manfaat duniawi dan gaji atas bacaannya.
3. Hendaknya membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci, artinya dalam keadaan telah
berwudhu. Jika membaca dalam keadaan hadats boleh dengan ijma’ kaum muslimin.
Hadits-hadits tentang hal ini banyak sekali. Imam al-Juwaini berkata, “Tidak dikatakan
melakukan hal makruh, akan tetapi ia meninggalkan yang lebih utama (afdhal).”
4. Hendaknya meminta perlindungan Allah dari godaan setan yang terkutuk.
5. Tempat untuk membaca hendaknya suci. Tempat yang paling suci dan bersih adalah
masjid. Karenanya, para ulama mensunnahkan membaca Al-Qur’an di dalam masjid.
Karena masjid selain suci dan mulia juga mendatangkan banyak keutamaan. Diantaranya
keutamaan I’tikaf. Orang yang duduk di dalam Masjid disunahkan niat I’tikaf, baik ia lama
atau sebentar berada di dalam masjid. Adapun membaca Al-Qur’an di jalan, pendapat
yang dipilih adalah boleh, tidak makruh. Ini jika pembacanya tidak hilang konsentrasinya.
6. Hendaknya membersihkan mulut dengan siwak dan memakai wangi-wangian. Karena ia
bermunajat pada Tuhannya dan membaca kala-Nya.
7. Hendaknya membaca Al-Qur’an dengan khusyu, dengan penuh tadabur, dan sungguh-
sungguh.
8. Hendaknya ia menghormati Al-Qur’an dengan penuh penghormatan, dan menjauhi hal-
hal yang menafikan penghormatan kepada Al-Qur’an seperti tertawa, bergurau,
meremehkan, dan berbicara di tengah-tengah membaca Al-Qur’sn. Di dalam Al-Qur’an
Allah berfirman,
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah
dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204)
9. Menghadap kiblat ketika membaca Al-Qur’an. Dalam hadits dikatakan,
“Sebaik-baik majelis adalah yang menghadap kiblat.” (Ibid, 42)
10. Hendaknya membaca Al-Qur’an dengan sebenar-benar bacaannya.
QS. Al-Baqarah: 121
11. Hendaknya ia bersujud di tengah-tengah membaca jika ia membaca ayat yang ada
sajdahnya.
12. Hendaknya ia duduk dengan merendahkan hati (tawadhu) ketika membaca dan
mendengarkan Al-Qur’an, dan hendaknya ia khusy dan merendah di hadapan Allah SWT.

Waktu uang Dipilih untuk membaca Al-Qur’an

“Bacalah Al-Qur’an selama hati kalian bulat. Jika hati kalian mulai pecah, maka tinggalkanlah.”
(HR Bukhari dan Muslim)

Imam Nawawi menuturkan bahwa membaca Al-Qur’an paling utama adalah pada waktu malam
dan pada setengah malam terakhir. Ia berkata, “Adapun membaca Al-Qur’an selain dalam shalat
yang paling utama adalah pada waktu malam. Setengah terakhir dari waktu malam lebih utama
dari setengah pertama. Membaca Al-Qur’an antara Maghrib dan Isya’ disunnahkan. Adapun
membaca Al-Qur’an di siang hari, maka paling utama setelah shalat subuh. Dan tidak ada
kemakruhan membaca Al-Qur’an dalam segala waktu. Hari-hari yang dipilih adalah hari Jumat,
Senin, kamis, Arafah, sepuluh terakhir bulan suci Ramadhan, sepuluh pertama bulan Dzul hijjah,
dan hari-hari bulan Ramadhan.” (At-Tibyaan, 86).

Das könnte Ihnen auch gefallen