Sie sind auf Seite 1von 8

Jurnal Kesehatan

Volume 9, Nomor 1, April 2018


ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

Bentuk Dukungan Puskesmas Sebagai Upaya Pencegahan Penularan


HIV/AIDS terhadap Wanita Pekerja Seksual

Rifatolistia Tampubolon1, Dary2


1,2
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana, Indonesia
Email: rifatolista.tampubolon@staff.uksw.edu

Abstract: Health Center Support in AIDS HIV Transmission Prevention Efforts for Women
Sexual Workers. Human Immuno-deficiency Virus (HIV) is a virus that affects the immune
system and causes Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS). In 2014, new cases of HIV in
Indonesia reached 32.711 cases and increased to 41.250 cases in 2016. One of many groups that
tend to be infected with HIV was commercial sex workers. This study was to describe kinds of
support from Primary Health Care Service in preventing sexually transmitted diseases and
decreasing the transmission of HIV AIDS to commercial sex workers. This study was a qualitative
research using phenomenological approach. Seven participants were involved, consist of five
commercial sex workers, one procurer, and one of a health worker as informants. Data were
collected using the in-depth interview. This study was done in Sexually Transmitted Infection
Clinic in Gambilangu localization. The result of the study showed the kinds of support in
preventing HIV/AIDS transmission were routine screening, delivery of condoms and medications,
and sustainable education to commercial sex workers. There was an obstacle in performing the
support, such as no policies for the consumer to wear a condom. Therefore, the government and
community should be involved in implementing the policies as an effort to prevent HIV/AIDS
transmission.

Keywords: HIV AIDS, Prevention, Support

Abstrak: Bentuk Dukungan Puskesmas Sebagai Upaya Pencegahan Penularan HIV/AIDS


terhadap Wanita Pekerja Seksual. Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan menyebabkan terjadinya Acquired
Immunodeficiency Syndrom (AIDS). Kasus baru HIV di Indonesia pada tahun 2014 dengan
jumlah penderita 32.711 kasus kemudian meningkat menjadi 41.250 kasus pada tahun 2016. Salah
satu kelompok yang rentan terjangkit HIV/AIDS adalah Wanita Pekerja Seks (WPS). Tujuan
penelitian mendeskripsikan bentuk dukungan Puskesmas sebagai upaya pencegahan penyakit
menular seksual dan menurunkan angka penularan HIV AIDS terhadap WPS. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif fenomenologi yang melibatkan tujuh partisipan yaitu satu orang
petugas Puskesmas, satu orang Mucikari dan lima orang WPS. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara mendalam. Penelitian dilaksanakan di Klinik Infeksi Menular
Seksual di lokalisasi Gambilangu. Bentuk dukungan Puskesmas dalam mencegah penularan
HIV/AIDS adalah dengan pelaksanaan screening rutin untuk WPS, pemberian kondom dan obat-
obatan, dan pendidikan kesehatan berkelanjutan untuk menambah pengetahuan sehingga
mengubah perilaku WPS. Adapun yang menjadi hambatan dalam upaya pencegahan penularan
HIV/AIDS adalah belum adanya kebijakan yang mengatur pengguna layanan seksual diwajibkan
menggunakan kondom untuk mencegah HIV/AIDS saat berhubungan seksual, sehingga
diharapkan pemerintah memperhatikan kembali kebijakan tersebut. Masyarakat juga perlu
dilibatkan dalam mengimplentasikan kebijakan yang terintegrasi pada upaya pencegahan
penularan HIV AIDS.

Kata kunci: HIV AIDS, Pencegahan, Dukungan

Human Immuno-deficiency Virus (HIV) seseorang menurun daya tahan tubuhnya dan
adalah virus yang menyebabkan terjadinya telah terinfeksi penyakit seperti penyakit penyerta
Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS), atau sering disebut infeksi oportunistic. Jumlah
dimana sebelum memasuki fase AIDS, penderita penderita HIV positif yang ada di masyarakat
terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. dapat diketahui melalui layanan konseling dan tes
AIDS sendiri sebenarnya adalah situasi dimana HIV. Jumlah kasus baru HIV positif di

105
106 Jurnal Kesehatan, Volume 9, Nomor 1, April 2018, hlm 105-112

Indonesia yang dilaporkan dari tahun ke tahun hubungan berganti-ganti pasangan merupakan
cenderung mengalami peningkatan dan pada faktor khusus yang perlu diwaspadai dan
tahun 2014 jumlah penderita 32.711 kasus mendapat perhatian bagi semua lapisan
kemudian pada tahun 2015 penurunan menjadi masayarakat. Seks komersial telah menjadi
30.935 kasus sebelum akhirnya tahun 2016 sebuah faktor yang penting di dalam penyebaran
dilaporkan kembali meningkat menjadi 41.250 infeksi HIV/AIDS.
kasus. Untuk kasus AIDS pada tahun 2014 Kebijakan pengendalian HIV/AIDS
terdapat 7.875 kasus, kemudian tahun 2015 mengacu pada kebijakan global Getting To Zeros,
menurun menjadi 6.081 kasus namun kemudian yaitu: 1. Menurunkan hingga meniadakan infeksi
mengalami peningkatan pada tahun 2016 menjadi baru HIV; 2. Menurunkan hingga meniadakan
7.491 kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2017). kematian yang disebabkan oleh keadaan yang
Fenomena gunung es Human berkaitan dengan AIDS; 3. Meniadakan
Immunodeficiency Virus (HIV) terungkap kurang diskriminasi terhadap ODHA (Orang dengan
dari 5% pada tahun 2006, dan telah meningkat HIV AIDS) (Kemenkes RI, 2016).
menjadi 33% di tahun 2014, diharapkan Peningkatan angka kejadian kasus baru
keberhasilan penemuan kasus HIV ini dapat penderita HIV di Jawa Tengah terus mengalami
meningkat hingga 90% pada tahun 2020. peningkatan. Terhitung sejak tahun 2014 terdapat
Keberhasilan penemuan kasus HIV tidak lepas 740 kasus, tahun 2015 terdapat 963 kasus, dan
dari ketersediaan layanan tes HIV yang pada tahun 2016 mencapai angka 1.402 kasus.
berjumlah 1.583 layanan pada tahun 2014, Kota Semarang menduduki peringkat pertama
dengan jumlah klien sebanyak 1.095.146. Angka pada kasus HIV dan AIDS di Jawa Tengah.
tersebut adalah hasil peningkatan pesat dari Pada tahun 2012 Dinas Kesehatan Kota
jumlah layanan tes HIV sebesar 390 pada tahun Semarang sudah memberikan pelatihan layanan
2010 dan hanya 100 pada tahun 2006, dengan komprehensif berkesinambungan Human
jumlah klien sebanyak 192.076 orang pada tahun Immunodeficiency Virus (HIV) dan Infeksi
2010 dan hanya 69.540 klien pada tahun 2006 Menular Seksual (IMS) di 5 puskesmas dan
(KPAN, 2016). pada tahun 2014 seluruh Puskesmas sekota
Layanan tes HIV merupakan salah satu Semarang sudah mendapatkan pelatihan
bentuk program pencegahan HIV/AIDS. Untuk mengenai Layanan Komprehensif
mengembangkan program pencegahan yang Berkesinambungan HIV-IMS (Fadhilah,
komprehensif, hal yang penting dilakukan adalah Anggraini, Patriajati, & Fatmasari, 2017).
pemetaan golongan yang rawan terjangkit Kota Semarang memiliki 3 wilayah
infeksi HIV. Pemetaan yang dimaksud adalah lokalisasi salah satunya adalah lokalisasi
membuat peta distribusi jumlah pengguna Napza Gambilangu yang berada dibawah pembinaan
suntik (Penasun), Wanita Pekerja Seks (WPS), Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Semarang.
Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) dan Pelanggan Pembinaan ini dilakukan untuk melindungi WPS
Pekerja Seks (Pelanggan). Khusus untuk agar tidak menularkan dan tidak tertular oleh
pelanggan, sejauh ini belum dapat dipetakan Penyakit Menular Seksual.
dengan baik mengingat sifat mereka yang sangat Berdasarkan data dari studi pendahuluan
berpindah-pindah. Pemetaan yang pernah yang dilakukan di Puskesmas Mangkang,
dilakukan pada tahun 2010 hanya menampilkan Lokalisasi Gambilangu membangun klinik
jalur-jalur mobilitas mereka (KPAN, 2010). Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun 2005.
Hasil pemetaan golongan yang rawan Klinik IMS ini dalam satu bulan bisa melayani
terjangkit infeksi HIV menunjukkan pola pemeriksaan sebanyak 200 WPS. Klinik ini
penularan penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa memiliki organisasi kepengurusan yang dibangun
hal yaitu faktor risiko dan faktor pekerjaan. oleh warga setempat. Terdapat 150 rumah tangga
Berdasarkan faktor risikonya, infeksi HIV di wilayah lokalisasi ini, namun yang murni tidak
dominan terjadi pada golongan heteroseksual, menyewakan rumahnya sebagai tempat
diikuti oleh kelompok lain yaitu pengguna napza penginapan hanya berjumlah 38 rumah tangga.
suntik (Napsun), dan kelompok LSL. Sedangkan Untuk jumlah WPS di wilayah ini ada 215 orang
berdasarkan faktor pekerjaan, risiko terjangkit yang terdiri dari 112 orang mucikari (orang yang
infeksi HIV banyak dialami oleh kelompok WPS. memiliki rumah sebagai penginapan) yang
WPS penderita AIDS di Indonesia sampai merupakan warga asli Gambilangu, dan sisanya
dengan tahun 2014 tercatat dengan jumlah kasus adalah 113 WPS. Sejumlah 80% status WPS
sebesar 2.052 kasus (Kemenkes RI, 2014). sudah menikah, dan alasan para WPS menjalani
Melihat fenomena peluang HIV ditularkan profesi tersebut adalah untuk menghidupi
melalui hubungan seksual cukup besar, maka keluarga mereka di kampung.
Tampubolon, Bentuk Dukungan Puskesmas sebagai Upaya Pencegahan Penularan HIV … 107

Berjalannya program pembinaan yang HASIL


sudah dilakukan oleh Puskesmas melalui Klinik
IMS ternyata belum berperan secara signifikan Berdasarkan data hasil wawancara
dalam membantu pengurangan angka penularan mendalam yang telah dilakukan, diperoleh hasil
kasus HIV/AIDS di Kota Semarang terlihat kota penelitian sebagai berikut:
Semarang masih menjadi penyumbang terbesar
meningkatnya angka kejadian HIV/AIDS di Jawa 1. Pemeriksaan (Screening) Rutin
Tengah. Melihat dari data-data yang ada diatas Kegiatan pemeriksaan ini rutin dilakukan
perlu diketahui bagaimana bentuk dukungan setiap 2 minggu sekali seperti yang dikemukan
Puskesmas sebagai upaya pencegahan penyakit oleh petugas Puskesmas sebagai berikut:
menular seksual terhadap WPS. “Pemeriksaan screening rutin untuk mereka,
Tujuan penelitian ini adalah maksudnya screening itu dilakukan 2 minggu
mendeskripsikan bagaimana bentuk dukungan sekali untuk mereka, baik mereka yang
Puskesmas dalam melakukan pemeriksaan teridentifikasi penyakit maupun yang tidak”
(screening) rutin, pemberian pendidikan Kewajiban untuk dilaksanakannya
kesehatan, dan pengadaan alat kontrasepsi screening sebagai upaya pencegahan juga
(kondom) dan obat-obatan dari pemerintah diapresiasi oleh WPS, hal ini sesuai dengan
sebagai upaya pencegahan penyakit menular pernyataan yang dikemukakan oleh WPS1:
seksual terhadap Wanita Pekerja Seks sehingga “Kita seminggu 2 kali itu harus ikut senam
diharapkan secara praktis dapat bermanfaat sehat mbak, setelah itu soalnya langsung
sebagai masukan bagi Pemerintah dalam upaya diwajibkan untuk ikut periksa apakah ada
meningkatkan bentuk-bentuk dukungan yang keputihan atau diliatlah mbak penyakitnya
akan diberikan kepada WPS dalam upaya ada atau tidak”
menurunkan angka penulran HIV/AIDS. Dukungan untuk melakukan pemeriksaan
juga berasal dari dukungan oleh mucikari, hal
seperti yang dikemukakan oleh WPS4 yang
METODE menyatakan:
“Kita kalo ada pemeriksaan seperti itu
Jenis penelitian ini merupakan penelitian merasa diperhatikan mbak, seneng dan rasa
kualitatif dengan tipe fenomenologi. Penelitian aman juga, apalagi mami nya lebih galak
fenomenologi berfokus pada pengalaman dari petugasnya mbak kalo kita ga ikut
manusia, memberi perhatian kepada makna dan periksa, bilangnya gini ikutan periksa sana,
kemunculannya serta mendeskripsikan relasi dari biar ga sakit atau bilang prikso nggo awak’e
hubungan timbal balik dan menginterpretasi dewe wae males. Jadi kita langsung ke klinik
hasilnya (Langdridge, 2007). Penelitian kalo udah gitu.
dilaksanakan di Klinik Infeksi Menular Seksual Dukungan terhadap dilakukannya
(IMS) yang ada di lokalisasi Gambilangu. Klinik screening untk WPS sebagai upaya pencegahan
ini didirikan oleh pemerintah dibawah tertular HIV juga dilakukan oleh mucikari.
pengawasan Puskesmas Mangkang. Penelitian Bentuk dukungan dilakukan dengan melaporkan
dilaksanakan pada bulan Desember 2012 - Juni jika mendapati WPS yang terlihat sakit, atau
2013. mengeluh sakit untuk segera dilakukan
Informan atau Partisipan dalam penelitian pemeriksaan agar mengetahui apakah tertular
ini berjumlah tujuh partisipan yang terdiri dari penyakit kelamin atau tidak. Hal ini sesuai
satu orang petugas Puskesmas, satu orang dengan yang diungkapkan oleh mucikari:
Mucikari dan lima orang WPS. Pengumpulan “Melapor kepada pihak puskesmas jika
data dilakukan melalui wawancara mendalam mendapati WPS yang sakit serta
menggunakan panduan wawancara dan observasi Mengingatkan WPS untuk mengikuti
(Sugiyono, 2007). Data yang telah didapatkan pemeriksaan screening maupun kegiatan lain
dianalisis dengan melakukan reduksi data dimana yang diadakan oleh pihak puskesmas
semua data dari lapangan akan disingkatkan,
direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, 2. Pemberian Pendidikan Kesehatan
difokuskan pada pokok-pokok yang penting, dan Pendidikan kesehatan diberikan sebagai
diberi susunan secara sistematis serta dilakukan bentuk dukungan dalam upaya untuk
member check untuk memastikan data yang menurunkan angka kasus WPS yang tertular
diperoleh sesuai dengan apa yang dimaksudkan HIV/AIDS di Kota Semarang. Hal tersebut
oleh partisipan atau sumber data (Langdridge, diungkapkan oleh petugas Puskesmas sebagai
2007). berikut:
108 Jurnal Kesehatan, Volume 9, Nomor 1, April 2018, hlm 105-112

“kita diharapkan sudah memberikan edukasi penyakit menular seksual, seperti yang
dan konseling tentang penggunaan alat dikemukan sebagai berikut:
kontrasepsi kondom 100% bagi mereka” “jadi sekarang semenjak ada klinik IMS,
Perubahan kesadaran dan pola pikir WPS minimal anak-anak itu dapet kondom gitu loh
yang berada di lokalisasi juga mengalami mbak, jadi adalah upaya pencegahannya”
perubahan hal tersebut dapat dilihat dari
pernyataan WPS5 yang mengatakan: 4. Hambatan
“gimana yaa mbak kita disini tuh udah tau Dalam praktiknya WPS banyak
sama tau, kerena setiap hari senin kita juga mengeluhkan tidak semua pelanggan seksual mau
digembleng untuk selalu pake kondom pake untuk menggunakan kondom saat berhubungan
kondom gitu” seksual. Hal ini seperti yang dikemukan oleh
Peran dari mucikari untuk ikut membantu WPS4:
petugas kesehatan untuk menggerakan partisipasi “Kadang, ga selalu sih menggunakan
WPS saat akan diadakan pemberian pendidikan kondom saat berhubungan seksual. Soalnya
kesehatan adalah memeriksa satu persatu kamar biasanya ada yang ga mau mbak, gak enak
dari WPS, hal ini seperti yang diungkapkan oleh katanya, kalau ga pasti bilang harganya tak
WPS5 yang mengatakan: turuni atau malah mau nyari cewek lain. Jadi
“iya mbak, jadi pas harinya orang saya mau ga mau ya tetep tak layani toh
puskesmas datang, mami yang ditempat ku mbak”
pasti periksa kamar kita satu-satu, ya kaya Hambatan dalam penggunaan kondom bagi
mastiin gitu kita melu atau nggak” mucikari sebagai pengelola tidak begitu
Menurut mucikari sendiri pendidikan bermakna, karena pengawasan yang dilakukan
kesehatan yang diberikan secara rutin untuk WPS terbatas, hal ini sesuai dengan pernyataan
pasti akan memberikan efek, seperti yang mucikari:
dikemukaan saat wawancara dilakukan: “kita kan ngawasinnya hanya istilahnya
“Iya, kita mau semuanya sehat, jadi kalo ada diluar kamar, jadi kalo didalam kamar yah
pemeriksaan atau penyuluhan ya semua setuju-setujuannya anak-anak dengan
harus ikut, biar sehat semua” kliennya, jadi terbatas gitu mbak akses kita,
Pemberian pendidikan kesehatan yang jadi kita ga tau juga ada yang mau make
secara langsung dan berkesinambungan akan atau ngga”
mempengaruhi pola pikir WPS. Hambatan yang sangat berimplikasi
terhadap penerapan penggunaan kondom bagi
3. Pengadaan Alat Kontrasepsi (Kondom) pelanggan seks adalah belum ada peraturan yang
dan Obat-Obatan Dari Pemerintah mengikat mengenai kewajiban pengguna jasa
Pengadaan obat untuk penanganan IMS untuk menggunakan kondom saat melakukan
sudah diberikan oleh pemerintah dengan hubungan seksual. Hal ini seperti yang
memberikan anggaran tersendiri. Hal ini sesuai dikemukakan oleh informan pertugas Puskesmas:
dengan pernyataan yang diungkapkan oleh “Kalau peraturan walaupun secara tidak
petugas Puskesmas yaitu: tertulis, memang kita selalumemberikan
“Ada, jadi kita didanain semua dari edukasi, baik saya maupun petugas
pemerintah dari APBD dan APBN, jadi kita kesehatan lain atau ketua resort nya itu kita
sudah dicukupi semua dari obat bahkan mengharuskan, kondom harus 100%”
rujukan jika ada yang terjangkit, dan sarana
lain semua itu dari APBN”
Pengadaan obat-obatan dan kondom yang PEMBAHASAN
diberikan oleh Puskesmas kepada WPS dirasakan
sangat membantu seperti yang dikemukan oleh Pemeriksaan (screening) awal seperti
WPS2: pemeriksaan lendir, identifikasi penyakit
“Jadi biasanya tuh mbak kan dibagi kondom kelamin, sampai kepada konseling secara pribadi
gratis, dijatah seminggu 7 biasanya, jadi kepada WPS merupakan upaya yang dilakukan
akhir minggu atau pertemuan selanjutnya oleh Pemerintah atau Puskesmas untuk
kita diperiksa lagi gitu kondomnya udah mendeteksi penularan HIV/AIDS. Penelitian lain
habis ngga, kalo belum kenapa apa ngga juga mengemukan hal yang sama bahwa tes,
dipake atau gimana” perawatan bahkan pengobatan untuk yang telah
Menurut Mucikari sendiri adanya klinik terjangkit HIV AIDS adalah sebuah kunci untuk
IMS membantu upaya pencegahan penularan menghambat populasi penularan HIV/AIDS
Tampubolon, Bentuk Dukungan Puskesmas sebagai Upaya Pencegahan Penularan HIV … 109

(Fleming, Barrington, Perez, Donastorg, & Pencegahan HIV AIDS melalui


Kerrigan, 2016). penggunaan kondom juga disampaikan oleh
Kota semarang sebagai penyumbang angka badan kesehatan dunia World Health
tertinggi untuk kasus HIV/AIDS di Jawa tengah Organization (WHO) bahwa kondom merupakan
dan merupakan daerah dengan epidemi komponen kunci dari pencegahan HIV yang
terkonsentrasi, dimana memiliki kawasan dengan komprehensif. WHO mendukung kombinasi
populasi kunci seperti WPS, waria, LSL dan pendekatan untuk mencegah penularan HIV
penasun. Maka perlu digiatkan dalam melakukan secara seksual dengan penggunaan kondom yang
tes HIV rutin di Kota Semarang. benar dan konsisten (WHO, 2009). Pernyataan
Tujuan dilakukannya screening bagi WPS ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
adalah agar dapat mendeteksi lebih awal Pinkerton yang mengatakan bahwa penelitian
seseorang atau pekerjaan tertentu yang dianggap seroconversion HIV menunjukkan bahwa
berpotensi untuk tertular HIV. Melalui kondom memiliki efektifitas 90 hingga 95%
pemeriksaan (screening) ini, seseorang yang dalam pencegahan penularan HIV/AIDS jika
terkena HIV terdeteksi lebih awal dan digukana secara konsisten. Pengguna kondom
mendapatkan pengobatan lebih awal pula, yang konsisten, 10 hingga 20 kali lebih kecil
sehingga dapat meningkatkan harapan hidup kemungkinannya untuk terinfeksi ketika terkena
seorang yang terinfeksi HIV/AIDS. virus daripada tidak konsisten atau yang bukan
Usaha untuk menjalankan pengguna. Hasil serupa diperoleh dengan
pemeriksaan/screening yang dilakukan oleh menggunakan teknik estimasi berbasis model,
pemerintah adalah bekerja sama dengan yang menunjukkan bahwa kondom menurunkan
populasi kunci, komunitas dan masyarakat probabilitas per-kontak penularan HIV dari pria
umum untuk meningkatkan kegiatan ke wanita sekitar 95%. Meskipun tidak
penjangkauan dan memberikan edukasi tentang sempurna, kondom memberikan perlindungan
manfaat tes HIV dan terapi ARV (Anti substansial terhadap infeksi HIV. Promosi
Retroviral) melalui fasilitas layanan kesehatan kondom oleh karena itu tetap menjadi prioritas
seperti Puskesmas secara gratis. internasional yang penting dalam perang
Dari pernyataan diatas dapat di analisis melawan AIDS (Pinkerton & Abramson, 1997).
bahwa tindakan screening rutin mendeteksi lebih Pencegahan penularan HIV AIDS yang
awal penularan HIV sehingga jika terdeteksi dilakukan pemerintah diawali dengan melakukan
positif tertular segera mendapatkan pengobatan analisis terhadap angka kejadian penularan dan
ARV yang kemudian berimplikasi meningkatnya jumlah yang teridentifikasi tertular oleh HIV. Hal
angka harapan hidup bagi penderita HIV. ini berimplikasi kepada dibuatnya kebijakan
Pemeriksaan difokuskan kepada WPS sebagai terkait dengan upaya pencegahan penularan virus
salah satu populasi kunci yang sangat rentan HIV, salah satunya adalah peningkatan layanan
untuk tertular atau menularkan virus HIV. kesehatan dalam melayani penderita ODHA
Hasil penelitian yang dilakukan oleh maupun yang tertular HIV.
Deering, dkk, mengatakan bahwa Wanita Pekerja Penyediaan kondom dan obat-obatan
Seks merupakan kelompok masyarakat yang merupakan salah satu upaya pemerintah yang
tergolong rentan terhadap infeksi HIV/AIDS sangat konsisten dilakukan untuk mencegah
sehingga perlu mendapat pengetahuan tentang penularan HIV/AIDS. Hal ini termasuk dalam
pentingnya penggunaan kondom sebagai langkah strategi dan rencana aksi nasional
awal pencegahan HIV/AIDS (Deering et al., penanggulangan HIV/AIDS Nasional yang
2015). menyatakan penapisan dan pengobatan IMS perlu
Kondom adalah alat kontrasepsi yang diperluas berintegrasi dengan layanan Kesehatan
dapat membantu pencegahan penularan HIV Seksual dan Reproduksi (KSR), yang secara
AIDS, karena bahan yang digunakan mampu otomatis akan meningkatkan jumlah puskesmas
penangkal virus HIV/AIDS. Studi laboratorium yang memberikan layanan IMS (SRAN, 2015).
menunjukkan bahwa bahan yang digunakan Pemberian edukasi dan konseling terkait
untuk membuat sebagian besar kondom seperti penggunaan alat kontrasepsi kondom didukung
lateks, nitril, poliuretan dan poliisoprena mampu oleh penelitian yang dilakukan oleh Dewi, 2008
menahan penularan virus HIV/AIDS yang masuk yang mengatakan bahwa ada pengaruh yang
melalui cairan tubuh seperti air mani dan cairan signifikan dari pemberian edukasi atau
vagina yang mengandung virus HIV/AIDS ke pendidikan kesehatan mengenai penyakit HIV
dalam vagina dan area sekitarnya maupun penis. terhadap sikap dan pengetahuan pada WPS,
(CATIE, 2018). dibandingkan kelompok WPS yang tidak
diberikan pendidikan kesehatan.
110 Jurnal Kesehatan, Volume 9, Nomor 1, April 2018, hlm 105-112

Hingga Desember 2010, laporan HIV dan AIDS; berfokus pada populasi kunci
Kemenkes menunjukkan telah tersedia 388 lokasi (termasuk remaja populasi kunci dan pekerja
untuk layanan Konseling dan Tes HIV secara migran) di daerah geografis yang paling berisiko;
Sukarela (KTS) di seluruh Indonesia, baik yang memperkuat dan mempertahankan layanan
dilakukan Rumah Sakit, Puskesmas, klinik terintegrasi yang efektif secara biaya dan
swasta, maupun klinik Lembaga Swadaya berkualitas tinggi; lingkungan kondusif yang
Masyarakat (LSM). Sedangkan dari kumulatif bebas stigma dan diskriminasi, sensitif gender
jumlah kunjungan, dilaporkan telah terjadi dan berorientasi pada Hak Asasi Manusia; serta
669.137 kunjungan ke layanan KTS, dengan menerapkan prinsip tata kelola yang baik,
kasus HIV positif sebanyak 55.848 atau 10,4%. transparansi dan akuntabilitas (Komisi
Pada layanan dukungan, pengobatan dan Penganggulangan HIV dan AIDS, 2015).
perawatan, hingga Desember 2010 terdapat 196 Pencegahan HIV menggunakan kondom
layanan perawatan di seluruh Indonesia. Selain menjadi hal yang sangat memungkinkan untuk
itu, pengobatan juga telah diberikan kepada mengurangi penyebaran HIV kepada WPS untuk
34.159 orang, dengan 19.572 diantaranya masih sekarang ini, namun usaha untuk menggunakan
aktif menerima ARV gratis. kondom saat berhubungan dengan klien juga
Dukungan pemerintah melalui penyediaan seringkali mendapat penola kan dari klien, yang
pengobatan dan kondom sebagai upaya pada akhirnya dapat membuat WPS menyerah
pencegahan penularan HIV/AIDS sangat pada pasangannya yang tidak mau menggunakan
dirasakan oleh WPS. Bahkan untuk WPS yang kondom, hal itu dikarenakan tidak semua klien
sekiranya sudah terjangkit HIV/AIDS akan menyukai penggunaan kondom saat berhubungan
difasilitasi untuk pemeriksaan lebih lanjut yaitu seksual. Namun seperti yang WPS sendiri
Voluntary Counselling and Testing VCT jika kemukakan, mereka akan tetap memberikan
memang hasil positif akan dikarantina atau layanan seksual tanpa menggunakan kondom
dipindahkan oleh pihak Puskesmas. Ketersediaan dengan alasan untuk mencukupi kebutuhan
kedua program bantuan tersebut menjadikan hidup.
WPS berupaya untuk selalu menggunakan Upaya membuat kebijakan yang mencakup
kondom dalam melayani klien sebagai upaya penanggulangan HIV/AIDS oleh pemerintah
untuk melindungi diri sendiri, dan membuat WPS Jawa Tengah adalah dengan
merasa bahwa pemerintah memperhatikan mengimplementasikan Peraturan Daerah Provinsi
kesehatan mereka. Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 di Jawa
Mengingat infeksi HIV merupakan kondisi Tengah yang didalamnya mengatur tentang upaya
kronis dengan di antaranya terjadi kondisi akut pencegahan, penanganan dan upaya pengobatan
maka pelayanannya membutuhkan perawatan atau rehabilitasi. Kebijakan ini dilaksanakan oleh
akut, kronis dan paliatif yang meliputi fase lembaga kepemerintahan yang sesuai dan
seseorang belum terpapar hingga masuk fase masyarakat sendiri.
terminal. Diperlukan paket pengobatan dan Permasalahan tidak sampainya informasi
perawatan kronis secara komprehensif termasuk tentang adanya peraturan penanggulangan HIV
pengobatan ARV dan layanan untuk mengurangi AIDS ke seluruh lapisan masyarakat di Jawa
penularan HIV, pencegahan penyakit dan Tengah menjadikan penerapan kebijakan kurang
meningkatkan kualitas hidup ODHA (Kemenkes maksimal. Hal ini dikemukan oleh Sagala, 2013
RI, 2016). bahwa dalam kenyataannya masih banyak
Tersedianya obat-obat dan kondom sebagai penerima kebijakan ini yang belum mengetahui
bentuk dukungan pemerintah sanggup mengubah akan adanya kebijakan penanggulangan HIV dan
perilaku WPS secara signifikan. Hal ini AIDS di Jawa Tengah (Sagala, Afriani Hanna,
dinyatakan oleh hasil penelitian yang dilakukan Sri Suwitri, 2013).
oleh Ratnaningsih yang mengatakan bahwa Kurangnya informasi yang diterima
dengan tersedianya kondom maka akan menyebabkan kesadaran pengguna jasa WPS
meningkatkan perilaku pencegahan terhadap menjadi kurang, serta belum adanya peraturan
HIV/AIDS(Ratnaningsih, 2015). Sehingga yang secara spesifik mengatur tentang kewajiban
diharapkan semakin mudah WPS mengakses seorang pengguna layanan untuk menggunakan
pelayan kesehatan, kesadaran penggunaan kondom saat menggunakan seorang WPS.
kondom dan perlindungan diri semakin tinggi. Sejauh ini penggunaan kondom bagi
Penanggulangan HIV dan AIDS di pelanggan hanya berupa himbauan saja, WPS
Indonesia bertujuan untuk memastikan memang mengatakan sudah melakukan negosiasi
tercapainya akses universal terhadap layanan namun tidak bisa memaksakan, begitu pula
pencegahan, pengobatan dan mitigasi dampak dengan mucikari dan petugas kesehatan
Tampubolon, Bentuk Dukungan Puskesmas sebagai Upaya Pencegahan Penularan HIV … 111

dikarenakan tidak ada peraturan yang mengikat. mengembangkan model layanan HIV-IMS
Dalam penelitian Fitriana (2008) mengatakan komprehensif dan berkesinamungan (LKB) untuk
bahwa seluruh WPS melakukan aktivitas seks memastikan terselenggaranya layanan
yang aktif menjadikan subyek termasuk salah komprehensif yang terdesentralisasi dan
satu kelompok berisiko untuk terjadi Kehamilan terintegrasi dalam sistem yang ada hingga ke
Tidak Diinginkan (KTD) maupun IMS-HIV & Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
AIDS sehingga komitmen untuk berperilaku seks (Kemenkes RI, 2016).
aman dengan menggunakan alat pelindung
(kondom) juga dirasakan subyek. Sebagian besar
masih terperangkap didalam mitos yang SIMPULAN
berkembang selama ini di masyarakat. Sebagai
contoh, masih ada yang memakai odol dan Berdasarkan hasil penelitian yang telah
minuman bersoda untuk mencuci alat kelamin dilakukan tentang bagaimana bentuk Dukungan
karena dipercaya dengan rasa perih yang Puskesmas Sebagai Upaya Pencegahan Penularan
ditimbulkan akan menghilangkan kuman. HIV AIDS Terhadap Wanita Pekerja Seksual
Perubahan pola pikir dan perilaku dapat disimpulkan bahwa dari segi kebijakan
masyarakat maupun populasi kunci untuk yang mengatur tentang pelaksanaan upaya
menghadapi hambatan yang seringkali terjadi penanggulangan penularan HIV kepada WPS
adalah dengan bersama-sama melakukan sebagai jenis pekerjaan yang paling rentan untuk
pendekatan kepada masyarakat dan terutama tertular dan menularkan HIV sudah cukup baik.
populasi kunci. Empat komponen yang harus ada Pendekatan yang sudah dilakukan juga
dalam pendekatan ini yaitu 1. peningkatan Peran sudah berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat
Positif Pemangku Kepentingan di Lokasi, 2. dari adanya upaya pemerintah untuk mengadakan
Komunikasi Perubahan Perilaku, 3. Manajemen klinik di lokalisasi yang dalam kegiatan nya rutin
Rantai Pasokan Kondom dan 4. Pelicin, serta memberikan pemeriksaan atau screening pada
Penatalaksanaan IMS. Dalam pelaksanaannya WPS salam rangka mengurangi penularan
keempat komponen ini harus berjalan secara HIV/AIDS dan didukung pula dari pengadaan
komprehensif dan mendukung satu sama lain. obat-obatan, penyediaan kondom gratis, sampai
Rekomendasi yang dihasilkan pada Kajian kepada tahap rujukan untuk dilakukan
Respon Sektor Kesehatan terhadap HIV dan pemeriksaan VCT bagi yang dicurigai positif
AIDS di Indonesia, 2011, menekankan perlunya HIV saat dilakukan screening rutin.
membangun layanan HIV yang
berkesinambungan dari layanan pencegahan,
perawatan, pengobatan dan dukungan, yang lebih SARAN
erat berkolaborasi dengan komunitas atau
masyarakat, dengan tujuan untuk mempercepat Diharapkan kedepannya pemerintah dapat
perluasan layanan pengobatan yang memperhatikan kembali dari segi kebijakan yang
terdesentralisasi, terpadu dan efektif. Selain itu mewajibkan semua pengguna layanan WPS
juga perlu memperluas kemitraan dengan pihak untuk menggunakan kondom sebagai bentuk
di luar sektor kesehatan, terutama LSM, pencegahan bagi pengguna dan pemberi layanan
komunitas/kader, ODHA dan kelompok populasi seksual. Masyarakat perlu untuk dilibatkan dalam
kunci sesuai dengan sistem pendukung yang ada mengimplentasikan kebijakan yang terintegrasi
di suatu daerah. Kementerian Kesehatan pada upaya pencegahan penularan HIV AIDS
berkolaborasi dengan berbagai pihak telah bagi WPS maupun masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

CATIE, canada’ssource for H. and H. C. regular, voluntary HIV testing for hidden
information. (2018). Condoms for the street- and off-street sex workers in
prevention of HIV transmission. Vancouver, Canada. AIDS Care -
http://www.catie.ca/sites/default/files/cond Psychological and Socio-Medical Aspects
oms EN 2018 03 12.pdf of AIDS/HIV, 27(4), 499–506.
Deering, K. N., Montaner, J. S., Chettiar, J., Jia, https://doi.org/10.1080/09540121.2014.97
J., Ogilvie, G., Buchner, C., … Shannon, 8730
K. 2015. Successes and gaps in uptake of Fadhilah, N., Dyah Anggraini, Sutopo Patriajati,
112 Jurnal Kesehatan, Volume 9, Nomor 1, April 2018, hlm 105-112

& Eka Yunila Fatmasari. 2017. Analisis /SRAN_2015_2019_FINAL.pdf


Peran Kepemimpinan Kepala Puskesmas KPAN. 2010. Laporan KPA Nasional 2010 (p.
dalam Pelaksanaan Layanan Komprehensif 61).
Berkesinambungan HIV-IMS di Kota KPAN. 2016. No Title. In Laporan Kegiatan
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, KPA Nasional 2015 (p. 109). Jakarta.
5(2), 9–16. Langdridge, D. 2007. Phenomenological
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm Psychology: Theory, Researh and Method.
/article/view/16350 England: Pearson Education Limited.
Fleming, P. J., Barrington, C., Perez, M., Pinkerton, S., & Abramson, P. 1997.
Donastorg, Y., & Kerrigan, D. 2016. HIV Effectiveness of condoms in preventing
testing, care, and treatment experiences HIV transmission. Effectiveness of
among the steady male partners of, 28(6), Condoms in Preventing HIV
699–704. Transmission., (4(9):1303-12), 12.
Kemenkes RI. 2014. Data Statistik HIV di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/914
Indonesia 2014. Kemenkes RI, 1163
(September), 1–3. Ratnaningsih, D. 2015. Faktor-Faktor yang
Kemenkes RI. 2016 . Program Pengendalian HIV Mempengaruhi Perilaku Pencegahan
AIDS dan PIMS. In Petunjuk Teknis HIV/AIDS pada Wanita Pekerja Seks
Program Pengendalian HIV AIDS dan Komersial. [Disertasi]. Universitas
PIMS Fasilitas Kesehatan Tingkat Sebelas Maret.
Pertama. Sagala, A. H., Suwitri, S., & Santoso, S. 2013.
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload Implementasi Kebijakan Penanggulangan
/4__Pedoman_Fasyankes_Primer_ok.pdf HIV dan AIDS di Jawa Tengah (Kajian
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Data dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Informasi Profil Kesehatan Indonesia Nomor 5 Tahun 2009). Journal of Public
2016. Kementerian Kesehatan RI, 100. Policy and Management Review, 2(4),
http://www.depkes.go.id/resources/downlo 116-126.
ad/pusdatin/lain-lain/Data dan Informasi
Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia Sugiyono. 2007. Metode penelitian pendidikan
2016 - smaller size - web.pdf pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan
Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS R&D. Bandung: Alfabeta.
Nasional. 2015. Strategi dan Rancangan WHO. 2009. Condoms for HIV prevention.
dan penanggulangan HIV AIDS 2015- Condoms for HIV Prevention.
2019, 196. http://www.who.int/hiv/topics/condoms/en
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload /

Das könnte Ihnen auch gefallen