Sie sind auf Seite 1von 16

UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU BEDAH

ISLAM
INDONESIA STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Lubabah Rizqiyah Tanda Tangan
NIM 13711091
Tanggal Ujian 17 November 2018
Rumah sakit RSUD Wonosari
Gelombang Periode September – Desember 2018

A. Identitas
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 53 Tahun
Alamat : Susukan IV, 01/11 Genjahan Ponjong
Agama : Islam
Mondok di bangsal : Cempaka
Pekerjaan :-
Tanggal masuk : 10 November 2018
Nomer CM : 498XXX

B. Anamnesis
Diberikan oleh : Pasien

Tempat/Tanggal/pukul : Bangsal Cempaka /11 November 2018/


pkl. 07.30

Keluhan Utama : Benjolan pada leher kiri

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan terdapat


benjolan pada leher bagian kiri sejak tiga bulan sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya benjolan terasa kecil, namun tidak lama kemudian benjolan semakin
membesar dan ukurannya menetap. Sekitar satu bulan sebelum masuk
rumah sakit, pasien merasakan benjolan terasa pegal jika dipakai
bekerja/beraktivitas dan berkurang jika pasien istirahat. Nyeri pada benjolan
disangkal, keluar cairan dari benjolan disangkal, pasien tidak mengalami
demam, mual dan muntah disangkal. Pasien sehari hari bekerja sebagai
petani, makan dan minum pasien dalam batas normal, penurunan nafsu
makan disangkal, penurunan berat badan disangkal. Riwayat batuk lama
disangkal, riwayat peradangan dalam jangka waktu lama disangkal, pasien
tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, namun suami pasien
merupakan perokok berat. Pasien belum pernah meminum obat untuk
mengurangi keluhan dan belum diperiksakan ke dokter. Tidak ada obat-
obatan rutin yang diminum pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat benjolan di leher kiri tiga bulan sebelum masuk rumah sakit
 Riwayat infeksi lama disangkal
 Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
 Riwayat gula darah tinggi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa
 Riwayat tekanan darah tinggi pada keluarga disangkal
 Riwayat gula darah tinggi pada keluarga disangkal

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :


Pasien sehari-hari bekerja sebagai buruh tani, kebiasaan makan pasien 2-3
kali sehari dan minum cukup banyak. BAK dan BAB pasien dalam batas
normal. Riwayat hygiene pasien dan lingkungan baik, mandi 2 kali sehari dan
selalu mebersihkan rumah setiap hari. pasien tidak pernah merokok dan
mengonsumsi alkohol namun suami pasien merupakan perokok berat, dapat
menghabiskan 1-2 bungkus rokok per hari.

Anamnesis Sistem

Sistem Cerebrospinal : Pasien sadar dan berorientasi baik, pusing (-),


sakit kepala (-), mual (-), muntah (-)

Sistem Cardiovaskular : Cor S1S2 reguler, dada berdebar-debar(-), nyeri


dada (-)

Sistem Respiratorius : Pulmo sdv +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, sesak
nafas (-)
Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), penurunan nafsu makan (-),
BAB teratur

Sistem Urogenitale : BAK normal berwarna kuning jernih

Sistem Integumentum : Tidak ada keluhan

Sistem Musculoskeletal : Nyeri sendi (-), nyeri tulang (-), kelemahan


anggota gerak (-)

Resume Anamnesis :
Pasien merupakan seorang perempuan datang dengan keluhan terdapat
benjolan pada leher yang dirasakan sejak tiga bulan sebelum masuk rumah
sakit. Benjolan awalnya kecil, namun tidak lama benjolan membesar dan
ukurannya menetap. Benjolan terasa pegal jika pasien bekerja dan pegal
berkurang jika pasien istirahat. Pasien tidak memiliki riwayat peradangan
dalam jangka waktu lama. Suami pasien merupakan perokok berat.

C. Pemeriksaan Fisik

I. Status Generalis

Kondisi Umum : Cukup


Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Normal
Status Antopometri : BB 55 kg, TB 155 cm, IMT 22,8 kg/m2
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 92 kali/menit
Respirasi : 19 kali/menit
Suhu : 36,9 C
Warna Kulit : Iktrerik (-), sianosis (-)
Cephal : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Collum :
 Inspeksi : benjolan (+), deviasi (-)
 Palpasi : pembesaran limfonodi (+)
pada limfonodi cervical sinistra ukuran 4x2 cm,
nyeri tekan (-), tidak ditemukan peningkatan JVP
 Auskultasi : bruit arteri carotis (-)

Thorax :
 Inspeksi : bentuk normal, dinding dada
sejajar dengan dinding abdomen, benjolan (-),
deformitas (-), hiperemis (-), gerakan dinding dada
simetris, ketinggalan gerak (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus taktil
normal, pengembangan paru simetris
 Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru (+)
 Auskultasi : suara dasar paru vesikuler
(+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-), cor S1S2 reguler,
bising jantung (-)

Abdomen :
 Inspeksi : flat, distensi (-),
 Auskultasi : BU (+) normal 8 kali/menit
 Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen
 Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

Urogenitale : nyeri tekan suprapubic (-)

Extremitas :
Inspeksi : benjolan (-), sikatrik (-), akral pucat (-)
Palpasi : akral hangat (+), edema (-)

II. Status Lokalis


A. Regio : colli sinistra
Inspectio : tampak massa (+), sekret dari massa (-), hiperemis (-),
sikatrik (-), ekskoriasi (-), benjolan pada limfonodi sekitar
(-)
Palpasi : teraba massa (+) pada limfonodi cervical berukuran 4x2
cm, konsistensi keras, permukaan rata tidak berbatas
tegas, immobile, nyeri tekan (-), benjolan di limfonodi colli
lainnya (-), benjolan di axilla (-)
B. Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening (-)

C. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium darah lengkap
 Tes MDT
 Urinalisis
 Radiologi (Ro. Thoraks, limfografi, USG)
 Biopsi

E. DIAGNOSIS BANDING

1. Tumor colli sinistra


2. Limfoma Hodgkin
3. Limfoma Non-Hodgkin
4. Limfadenitis colli sinistra

F. DIAGNOSIS KERJA

Tumor colli sinistra curiga ganas curiga limfoma Hodgkin / Non-Hodgkin.

G. USULAN TERAPI / TINDAKAN


Terapi non-farmakologis ;
 Kurangi aktivitas berat
 Hindari merokok / perokok dan tidak meminum alkohol
Perbaiki keadaan umum :
 Infus RL 20 tpm
 Puasakan
Pro Biopsi

H. PROGNOSIS

Tergantung jenis tumor yang ditemukan.


Ad Vitam : bonam
Ad Sanam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi dan Epidemiologi


Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup
system limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai
dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali,
hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai
ekstra nodul yaitu diluar system limfatik dan imunitas antara lain pada traktus
digestivus, paru, kulit dan organ lain. Limfoma juga sering dikaitkan dengan
paparan zat karsinogenik.
Dalam kepustakaan yang lain disebut bahwa Limfoma adalah setiap
kelainan neoplastik jaringan limfoid. Limfoma juga disebut sebagai penyakit
limfosit yang menyerupai kanker. Disebut penyakit limfosit karena menyerang
sel darah putih sehingga berkembang abnormal dengan cepat dan menjadi
ganas. Limfosit abnormal yang semakin banyak ini (kemudian disebut
limfoma) sering terkumpul di kelenjar getah bening dan membuat bengkak.
Karena sistem limfatik menyerupai peredaran darah yang bersikulasi ke
seluruh tubuh membawa getah bening, maka penyakit limfoma juga dapat
terbentuk di mana saja. Tak mesti di satu bagian tubuh saja.
Limfoma pada otak jarang dialami oleh orang dengan kadar sel CD4
yang tinggi. Gejala utama dari limfoma susunan saraf pusat (SSP) adalah
sakit kepala dan demam. Perasaan seperti meningkatnya tekanan di dalam
kepala atau bahkan serangan sakit kepala yang hebat juga sering terjadi.
Sepertiga orang yang mengalami limfoma SSP merasakan gangguan bicara
(aphasia), pandangan kabur dan gangguan kepekaan atau pun koordinasi
gerakan pada satu sisi tubuh. Tanda awal limfoma SSP bisa dideteksi di
mata. 11% dari orang yang belakangan diketahui terserang limfoma SSP
ternyata mengalami uveitis yang didahului dengan gejala lainnya selama
berbulan-bulan sampai tahunan. Jika terapi kortikosteroid tidak
menyembuhkan uveitis, maka diperlukan sebuah biopsi cairan vitreus pada
mata yang akan menunjukkan adanya infiltrasi sehingga diagnosa limfoma
SSP dengan secepatnya diketahui dan dapat segera diobati dengan
memeriksakan mata secara rutin. Maka limfoma SSP akan lebih cepat
dideteksi dibandingkan dengan pemeriksaan khusus yang bisa saja
terlambat. Lagipula pemeriksaan mata tidaklah begitu menakutkan bila
dibandingkan dengan biopsi otak.
Menurut Herzberg 2007, pasien Limfoma memiliki peluang untuk
sembuh dan produktif, meski tak semua orang mampu dan memiliki akses
terhadap pengobatan. Dengan diagnosis yang tepat, pengobatan juga bisa
spesifik dan tak makan biaya dibandingkan berobat tanpa arah.
Limfoma umumnya dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu : Limfoma
non-hodgkin (LNH) dan Limfoma hodgkin. Sekitar 85% dari keganasan
tersebut adalah LNH.

2. Anatomi sistem limfatik


Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang
memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi
dan kanker. Pembuluh limfe berisi cairan limfatik putih mirip susu yang
mengandung protein, lemak dan limfosit yang semuanya mengalir ke seluruh
tubuh melalui pembuluh limfatik. Ada dua macam sel limfosit yaitu: Sel B dan
Sel T. Sel B membantu melindungi tubuh melawan bakteri dengan jalan
membuat antibodi yang menyerang dan memusnahkan bakteri.
3. Klasifikasi Limfoma
a. Limfoma Non-Hodgkin
 Definisi
Limfoma non-hodgkin adalah kelompok keganasan primer limfosit
yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang)
berasal dari sel NK (natural killer) yang berada dalam sistem limfe yang
sangat heterogen, baik tipe histologist, gejala, perjalanan klinis, respon
terhadap pengobatan, maupun prognosis. Pada LNH sebuah sel limfosit
berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor.
Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam
tumor pasien LNH sel B memiliki immunoglobulin yang sama pada
permukaan selnya.
 Epidemiologi
Kasus LNH terjadi sekitar 50.000 kasus/tahun dengan usia biasanya >
50 tahun dan predominan pada laki-laki. Saat ini sekitar 1,5 juta orang di
dunia saat ini hidup dengan LNH dan tiap tahun sekitar 300.000 orang
meninggal karena penyakit ini.
 Etiologi
Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui. Namun terdapat
beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
 Imunodefisiensi : 25% kelainan herediter langka yang berhubungan
dengan terjadinya LNH antara lain adalah : severe combined
immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable
immunodeficiency, Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia.
Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut
seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan
jenisnya beragam.
 Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic.
Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV,
hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit
belum diketahui.
 Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering
dihubungkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan
dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan
pelarut organik.
 Diet dan paparan : Risiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang
terkena paparan UV4,5.
 Patogenesis Limfoma
Prekursor limfosit dalam sumsum tulang adalah limfoblas.
Perkembangan limfosit terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap yang tidak
tergantung antigen (antigent independent) dan tahap yang tergantung
anrigent (antigent dependent). Pada tahap I, sel induk limfoid berkembang
menjadi sel pre-B, kemudian menjadi sel B imatur dan sel B matur, yang
beredar dalam sirkulasi, dikenal sebagai naive B-cell. Apabila sel B terkena
rangsangan antigen, maka proses perkembangan akan masuk tahap 2 yang
terjadi dalam berbagai kopartemen folikel kelenjar getah bening, dimana
terjadi immunoglobuline gene rearrangement. Pada tahap akhir
menghasilkan sel plasma yang akan pulang kembali ke sumsum tulang.
Normalnya, ketika tubuh terpajan oleh zat asing, sistem kekebalan
tubuh seperti sel limfosit T dan B yang matur akan berproliferasi menjadi
suatu sel yang disebut imunoblas T atau imunoblas B. Pada LNH, proses
proliferasi ini berlangsung secara berlebihan dan tidak terkendali. Hal ini
disebabkan akibat terjadinya mutasi pada gen limfosit tersebut. Proliferasi
berlebihan ini menyebabkan ukuran dari sel limfosit itu tidak lagi normal,
ukurannya membesar, kromatinnya menjadi lebih halus, nukleolinya terlihat,
dan protein permukaan selnya mengalami perubahan.
 Jenis LNH
Terdapat lebih dari 30 sub-tipe NHL yang berbeda (90 persennya dari
jenis sel B), yang dapat dikelompokkan menurut beberapa panduan
klasifikasi. Klasifikasi tersebut mempertimbangkan beberapa faktor seperti
penampakan di bawah mikroskop, ukuran, kecepatan tumbuh dan organ
yang terkena. Secara umum dapat dikenali beberapa bentuk NHL yaitu amat
agresif (tumbuh cepat), menengah dan indolen (tumbuh lambat).
Penentuan ini dilakukan dengan mikroskop oleh dokter patologi di
laboratorium.
 Diagnosis
Anamnesis, keadaan penderita secara umum :
 Pembesaran kelenjar getah bening dan malaise umum
 Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan
 Demam tinggi 38 C selama 1 minggu tanpa sebab
 Keringat malam
 Keluhan anemia
 Keluhan organ lain (misalnya lambung, nasofaring).
Pemeriksaan fisik didapati :
 Adanya pembesaran kelenjar getah bening
 kelainan/pembesaran organ
 Tumor LNH dapat terjadi pada tulang, perut, hati, otak atau bagian
tubuh yang lain6.
 Stadium Penyakit
Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum
pegobatan dan setiap lokasi jangkitan harus didata dengan cermat, digambar
secara skematik dan didata tidak hanya jumlah juga ukurannya. Hal ini
sangat penting dalam menilai suatu pengobatan. Stadium berdasarkan
kesepakatan Ann Arbor yaitu:
 Stadium I : Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya 1 regio.
I E : jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak difus/batas tegas.
 Stadium II : Pembesaran 2 regio KGB atau lebih, tetapi masih satu sisi
diafragma.
II 2 : pembesaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II 3 : pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II E : pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi diafragma dan 1
organ ekstra limfatik tidak difus/batas tegas
 Stadium III : Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma
 Stadium IV : Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi
secara difus.
 Faktor Prognostik
LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik : Indolent Limfoma
dan Agresif Limfoma. LNH Indolent memiliki prognosis yang relatif baik,
dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan
pada stadium lanjut. Tipe Limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang
lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan
kemoterapi kombinasi intensif.
 Pengobatan
Pengobatan inti LNH saat ini meliputi kemoterapi, terapi antibodi
monoklonal, radiasi, terapi biologik dan cangkok sum-sum tulang. Penentuan
jenis terapi yang diambil amat bergantung kondisi individual pasien dan
bergantung pada 3 faktor utama :
 Stadium
 Ukuran
 Derajat keganasan
Limfoma Agresif (intermediate/derajat keganasan tinggi) cepat tumbuh
dan menyebar dalam tubuh dan bila dibiarkan tanpa pengobatan dapat
mematikan dalam 6 bulan. Angka harapan hidup rata-rata berkisar 5 tahun
dengan sekitar 30-40% sembuh. Pasien yang terdiagnosis dini dan langsung
diobati lebih mungkin meraih remisi sempurna dan jarang mengalami
kekambuhan. Karena ada potensi kesembuhan, maka biasanya pengobatan
lebih agresif. Standar terapi dahulu meliputi kemoterapi standar CHOP
dan/atau kemoterapi dosis tinggi dan cangkok sum-sum. Tetapi terapi
tersebut dianggap masih memiliki tingkat kekambuhannya 31,5 % sampai
56,8 % dimana Complete Response dan survival rate yang rendah. Pada
saat ini sebagai first line treatment digunakan rituximab yang dikombinasi
dengan CHOP. Rituximab ( suatu monoklonal antibodi/ antibodi anti CD20 )
yang bisa mengatasi kasus-kasus relaps LNH terhadap agen kemoterapi.
Sehingga baru-baru ini, penggunaan rituximab plus kemoterapi standar telah
direkomendasikan oleh para peneliti Eropa yang mengobati NHL agresif
berdasarkan uji klinisi yang menunjukkan perpanjangan harapan hidup
pasien ketika diobati dengan Rituximab ditambah CHOP dibandingkan hanya
CHOP.
Limfoma Indolen (derajat keganasan rendah) tumbuh lambat sehingga
diagnostik awal menjadi lebih sulit. Pasien dapat bertahan hidup selama
bertahun-tahun dengan penyakit ini, tetapi standar pengobatan yang ada
tidak dapat menyembuhkannya. Biasanya, pasien memberikan respon yang
baik pada terapi awal, tetapi sangat mungkin kanker tumbuh kembali. Pasien
dengan limfoma indolen bisa mendapatkan terapi sebanyak lima sampai
enam kali sepanjang hidup mereka. Meskipun demikian, pasien biasanya
memberikan respon terapi yang semakin rendah. Angka harapan hidup pada
limfoma jenis ini, dimana seringkali pasien terkalahkan oleh penyakit ini atau
komplikasi yang timbul, berkisar antara enam tahun.
b. Limfoma Hodgkin (Hodgkin disease)
 Definisi
Penyakit Hodgkin termasuk dalam keganasan limforetikular yaitu :
limfoma malignum yang terbagi dalam limfoma malignum Hodgkin dan
limfoma malignum non Hodgkin. Kedua penyakit tersebut dibedakan secara
histopatologis, dimana pada limfoma Hodgkin ditemukan sel Reed Sternberg.
Analisis PCR menunjukkan bahwa sel Reed Sternberg berasal dari folikel sel
B yang mengalami gangguan struktur pada immunoglobulin, sel ini juga
mengandung suatu faktor transkripsi inti sel. Kedua hal tersebut
menyebabkan gangguan apoptosis.
 Epidemiologi
Di Amerka Serikat terdapat 7500 kasus baru penyakit Hodgkin setiap
tahunnya, rasio kekerapan antara laki-laki dan perempuan adalah 1,3-1,4
berbanding 1. Terdapat distribusi umur, yaitu pada usia 15-34 tahun dan usia
diatas 55 tahun.
 Etiologi
Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui dengan pasti.
Pada penyakit ini beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat
menyebabkan terjadinya limfoma Hodgkin adalah infeksi virus; infeksi virus
onkogenik diduga berperan dalam menimbulkan lesi genetik, virus
memperkenalkan gen asing ke dalam sel target. Virus-virus tersebut adalah
Epstein-Barr, Sitomegalovirus, HIV, HHV-6. Faktor yang lain adalah defisiensi
imun, misalnya pada pasien transplantasi organ dengan pemberian obat
imunosupresif.
 Patogenesis Limfoma Hodgkin
Asal-usul penyakit Hodgkin tidak diketahui. Pada masa lalu, diyakini
bahwa penyakit Hodgkin merupakan reaksi radang luar biasa (mungkin
terhadap agen infeksi) yang berperilaku seperti neoplasma. Tetapi, kini
secara luas diterima bahwa penyakit Hodgkin merupakan kelainan neoplasi
dan bahwa sel Reed-Sternberg merupakan sel transformasi. Tetapi asal-usul
sel Reed-Sternberg tetap menjadi teka-teki. Sel Reed-Sternberg tidak
membawa penanda permukaan sel B atau T. Tidak seperti monosit, tidak
memiliki komplemen dan reseptor Fc. Beberapa pengkaji telah menentukan
berdasarkan dari penderita dengan jalur sel penyakit Hodgkin, yang agaknya
berasal dari sel Reed-Sternberg.
 Jenis Limfoma Hodgkin
WHO mengklasifikasikan limfoma Hodgkin ke dalam 2 jenis yaitu :
- Nodular Lymphobcyte predominance Hodgkin Lymphoma (Nodular
LPHL) : Tipe ini mempunyai sel limfosit dan histiosit, CD 20 positif
tetapi tidak memberikan gambaran sel Reed-Stenberg.
- Classic Hodgkin Lymphoma
 Diagnosis
Diagnosis pada penderita dilihat dari riwayat penyakit, gejala klinis,
dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit didapati pada penderita
umumnya terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri.
Gejala sistenmik berupa demam, berkeringat malam hari, penurunan berat
badan, dan pruritus, terdapat hepatosplenomegali juga adanya neuropati.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, juga dilakukan pemeriksaan
elektrolit. Selain itu dilakukan pemeriksaan biopsi sumsum tulang juga
pemeriksaan radiologis.
 Stadium
Penentuan staging sangat penting untuk terapi dan menilai prognosis.
Staging dilakukan menurut Cotswolds (1990) yang merupakan modifikasi dan
klasifikasi Ann Arbor (1971).
- Stadium I : Keterlibatan suatu region kelenjar getah bening atau
struktur jaringan limfoid (limpa, timus, cincin waldeyer) atau
keterlibatan satu organ ekstralimfatik.
- Stadium II : Keterlibatan ≥ 2 regio kelenjar getah bening pada sisi
diafragma yang sama.
- Stadium III : Keterlibatan regio kelenjar getah bening pada kedua sisi
diafragma.
- Stadium IV : Keterlibatan difus/diseminata pada satu atau lebih organ
ekstranodal atau jaringan dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar
getah bening.
 Pengobatan
Di dalam pengobatan Limfoma Hodgkin langkah pertama yang harus
dilakukan adalah penentuan stadium penyakit. Dapat dipastikan dengan
biopsi eksisi kelenjar getah bening. Setelah dilakukan penentuan stadium
barulah dilakukan pengobatan sesuai dengan stadium yang ada.
- Stadium I dan IIA: dapat dilakukan radiasi
- stadium III dan IV: kemoterapi (seperti: “ABVD” – doksorubisin
[Adriamisin], bleomisin, vinblastin.dan dakarbazin).
 Prognosis
Pada penyakit ini, jika masih terbatas maka memiliki angka kesembuhan ±
80%, sedang penyakit lanjut memiliki angka kesembuhan 50-70%.
DAFTAR PUSTAKA

Amori. 2007. Jurnal Nasional: Pengobatan tepat untuk


Limfoma. www.jurnalnasional/limfoma/44356.com. Diakses pada tanggal 14
November 2018.

Vinjamaran. 2007. Lymphoma, Non-Hodgkin. www.emedicine.com.


Diakses pada tanggal 14 November 2018.

Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. 2015. Buku


ajar ilmu penyakit dalam : LNH; Penyakit Hodgkin. Pusat penerbitan
departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Jakarta.

Das könnte Ihnen auch gefallen