Sie sind auf Seite 1von 16

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep medik
1. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada saluran pernapasan. ( Lewis, 2011)
Asma adalah gangguan pada bronkus yang ditandai adanya bronkospasme periodik
yang reversibel (kontraksi berkepanjangan saluran napas bronkus). (Black,2009)
Asma bronkial adalah obstruksi intermiten dan reversibel yang menyebabkan
terhambatnya aliran udara pada jalan nafas tetapi bukan di alveoli
(Ignatavicius,2010)
Klasifikasi asma sesuai tanda dan gejala ( Guidelines for diagnosis and
management of asthma,2007)

Step clasification Clinical manifetations


STEP I : Mild intermitent  Gejala atau episode asma terjadi
kurang dari 1 kali seminggu
 Episode asma terjadi pendek
hanya beberapa jam
 Gejala asma dapat muncul di
malam hari namun frekuensinya
2 kali dalam 1 bulan
 PFT ( Pulmonary Function Test)
masih dalam batas normal
 FEV (Force Expiratory Volume
in the first second) atau volume
ekspirasi paksa dalam 1 detik dan
PEF ( Peak Expiratory Flow)
atau volume ekspirasi paksa

1
Step clasification Clinical manifetations
80% dalam batas normal
 Variabilitas PEF dan FEV
kurang dari 20 %
STEP II : Mild persistent  Gejala dan episode terjadi
beberapa kali setiap minggu
tetapi tidak setiap hari.
 Gejalan yang muncul pada
malam hari dapat terjadi lebih
dari 2 kali dam 1 bulan
 Gejala mempengaruhi aktivitas
dan tidur
 FEV dan PEF 80% dari normal
 Variability PEF dan FEV 20
hingga 30%
STEP III : Moderate persisten  Gejala asma muncul setiap hari
 Episode mempengaruhi aktivitas
dan istirahat
 FEV dan PEF 60-80% dari
normal
 Variabilitas dari FEV dan PEV
lebih dari 30%
STEP IV : Severe persistent  Gejala muncul setiap hari
 Episode muncul sangat sering
 Gejala sering muncul di malam
hari
 Keterbatasan aktivitas
 FEV dan PEF 60% kurang dari
nilai normal
 Variabilitas dari PEF dan FEV
lebih dari 30%

2
2. Anatomi fisiologi

Saluran napas bawah tersusun atas trakea, bronki primer dekstra dan sinistra,
bronki segmentalis, dan bronkiolus subsegmentalis dan bronkiolus terminalis.
Otot polos yang mengelilingi secara spiral bertumpuk searah jarum jam dan
berlawanan dengan arah jarum jam ditemukan pada semua struktur ini. Susunan
ini memungkinkan kontraksi otot polos untuk mengurangi diameter saluran
napas, meningkatkan tahanan pada aliran udara. Bronkus utama kanan lebih
pendek dan lebih luas berjalan lebih vertikal ke bawah dibandingkan bronkus
utama kiri. Dengan demikian benda asing lebih mudah masuk ke bronkus kanan
dibandingkan dengan bronkus kiri. Bronki segmental dan subsegmental adalah

3
subdivisi dari bronki utama dan menyebar ke masing-masing paru. Kartilago
menyelubungi jalan napas di bronki tetapi pada bronkioli. Kartilago menghilang
sehingga bronkioli dapat mengalami kolaps dan mengandung udara selama
ekshalasi aktif.Bronkus memiliki susunan struktural mukosa yang mirip dengan
trakea, kecuali susunan tulang rawan dan otot polosnya. Lapisan mukosa terdiri
dari lapisan sel-sel epitel silindris berlapis semu bersilia dengan lamina propria
yang tipis (dengan banyak serabut elastin). Sedangkan tulang rawan bronkus
berbentuk lebih tidak teratur daripada tulang rawan trakea. Pada bagian bronkus
yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen. Dengan
mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh lempeng-
lempeng atau pulau-pulau tulang rawan hialin.Histologi bronkiolus meliputi
lapisan mukosa, submukosa dan adventitia. Lapisan mukosa bronkiolussama
seperti pada lapisan mukosa bronkus, namun bedanya dengan sedikit sel goblet.
Pada bronkiolus terminalis, epitelnya kubus bersilia dan mempunyai sel-sel Clara.
Sel Clara tidak memiliki silia, tetapi memiliki granul sekretori didalam apeksnya
dan diketahui menyekresi protein yang melindungi lapisan bronkiolus terhadap
polutan oksidatif dan inflamasi.

3. Etiologi (Lewis,2011)
a) Faktor pencetus
a.1. Alergi inhalasi
Merupakan pencetus dari gejala asma yang dapat muncul. Yang paling
banyak mencetuskan asma adalah alergi binatang (kucing, debu rumah,
serbuk sari.
a.2. Polusi udara
Berbagai polusi udara seperti asap okok, asap kendaraan yang
mengandung sulfur dioxide dan nitrogen dioxide dapat menyebabkan
asma.
a.3. Aktivitas
Asma yang dipicu oleh karena aktivitas disebut Exercise Induced Asma
(EIA). Aktivitas tersebut seperti joging, aerobik, dan mendaki. Obstruksi
saluran napas dapat terjadi akibat hiperventilasi saat aktivitas.

4
a.4. Stres
Stres emosional yang berlebihan seperti menangis, tertawa, marah, takut,
panik dapat menyebabkan hiperventilasi, dan hypercapnia yang dapat
menimbulkan penyempitan jalan nafas.
a.5. Efek pekerjaan
Pekerjaan seperti spray painting, pekerja di pabrik plastik, pekerja di
cleaning service merupaka orang – orang yang beresiko tinggi terkena
asma akibat paparan dari pekerjaan.
a.6. Alergi obat dan makanan
Sensitivitas terhadap makanan dan obat terjadi pada sebagian orang.
Kandungan obat dan makanan yang dapat memicu asma, yakni Salicy
acid. Monosodium glutamat, dan tartrazine yang terdapat pada obat,
makanan, minuman, dan perasa makanan. Obat aspirin atan NSAID
(ibuprofen), memicu wheezing 2 jam stelah mengkonsumsinya. Obat
beta adrenergic bloker (metoprolol, bisoprolol), tetes mata
(timolol/timpotic) dapat menyebabkan bronkospasme, sehingga memicu
asma.

b) Faktor resiko
b.1. Genetik
Riwayat asma dipacu oleh genetik, dimana terdapat atopy pada
seseorang yang diturunkan riwayat penyakit asma. Atopy merupakan
kelainan pada seseorang dengan kondisi hipersensitivitas yang
diturunkan secara genetik berupa kecenderungan untuk membentuk
antibodi IgE dan rentan terhadap terjadinya penyakit seperti asma
bronkial dan rinitis alergik.
b.2. Infeksi respirasi
Terdapatnya infeksi saluran napas seperti RSV dan rhinovirus dapat
memacu perkembangan serta tingkat beratnya asma. Infeksi dapat
meningkatkan hiperresponsif pada saluran bronkial
b.3. Gangguan pada daerah sinus

5
Gangguan sinus yang kronis menyebabkan inflamasi pada membran
mukosa.

4. Tanda dan gejala


a) Tachipnea
b) Dispnea
c) Sesak
d) Batuk
e) Terdengar suara wheezing
f) Chest tightness

5. Patofisiologi
Suatu serangan asma timbul karena seseorang terpapar allergen, infeksi, latihan
serta gen atopic (genetic) yang dapat menimbulkan proses peradangan. Saat
terjadi proses peradangan limfosit B memproduksi IgE. IgE berikatan dengan sel
mast dan basofil dan melekat pada dinding bronkus. Ikatan ini melepas mediator
peradangan yaitu histamine, bradikinin, prostaglandin, cytokinin, neutrofil dan
eusinofil. Mediator peradangan ini menyebabkan fasodilatasi pembuluh darah,
peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan
peningkatan produksi mucus. Hal ini menyebabkan edema pada saluran nafas
yang berakibat terjadinya penyempitan saluran nafas. Saluran nafas yang
menyempit menyebabkan aliran udara menjadi menurun sehingga terjadinya
peningkatan volume paru dan terjadi peningatan tekanan gas alveolar. Aliran
darah yang menurun juga mengakibatkan hipoksemia sehingga suplai darah dan
oksigen ke jantung dan seluruh tubuh berkurang. Kompensasi tubuh terhadap hal
ini yaitu dengan cara meningkatkan frekuensi nafas sehingga suplai oksigen ke
seluruh tubuh terpenuhi. Kondisi ini dapat menurunkan PCO2 dan meningkatkan
PH yang disebut asidosis respiratori. Apabila keadaan ini tidak tertangani maka
akan menyebabkan gagal nafas akut.

6. Test diagnostik
a) Pengukuran fungsi paru ( spirometri )
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara objektif fungsi paru.
Bertujuan untuk mengukur volume paru secara statik dan dinamik, serta untuk

6
mengetahui gangguan pada fungsi paru. Pada orang asma ditemukan hasil
spirometri terdapat penurunan aliran udara ekspirasi puncak, volume ekpirasi
paksa, kapasitas vital paksa, kapasitas residu fungsional, kapasitas total paru
dan volume residual meningkat karena adanya udara yang terperangkap di
paru-paru.

b) Tes provokasi bronkus


Tes ini untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus ( histamin, metakolin,
alergen, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi)

c) Pemeriksaan laboratorium
c.1. Analisa gas darah
c.2. Sputum
c.3. Sel eosinofil
c.4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia

d) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat adanya komplikasi seperti
pneumothoraks, pneumomediastinum, dan atelektasis.

7. Komplikasi
a) Emphysema
b) Atelektasis
c) Gagal nafas
d) Bronkitis
e) Status asmaticus

8. Penatalaksanaan medik
a) Penatalaksanaan non farmakologi
a.1. Penyuluhan
Ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakit
asma, sehingga klien bisa menghindari faktor – faktor pencetus,
menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
a.2. Menghindari faktor pencetus

7
Klien dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor
pencetus.
a.3. Fisioterapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus dengan cara
postural drainage, perkusi, dan fibrasi dada.
a.4. Senam asma
Senam asma merupakan senam yang diciptakan untuk penderita asma
yang gerakannya disesuaikan dengan kemampuaan dan kebutuhan
penderita berdasarkan berat ringannya penyakit asma. Menurut Angela
(dalam Widjanegara,2014) dengan senam asma frekuensi serangan
asma dapat dikurangi pada penderita asma. Senam asma merupakan
salah satu pilihan olahraga yang tepat bagi penderita asma. Senam
asma bermanfaat untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan juga
meningkatkan kemampuan pernafasan, juga merupakan salah satu
penunjang pengobatan asma. Bagi penderita asma, olahraga diperlukan
untuk memperkuat otot-otot pernafasan dan meningkatkan kapasitas
ventilasi. Senam asma bertujuan untuk melatih cara bernafas yang
benar, melenturkan dan memperkuat otot pernafasan, melatih
ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi, mempercepat asma
terkontrol serta mempertahankan asma tetap terkontrol dan senam asma
tidak boleh dilakukan sembarangan. Jika senam asma rutin dilakukan
selama 8 minggu selama 45 menit hal ini akan dapat mengurangi
frekuensi kekambuhan asma baik kekambuhan ringan, sedang dan berat
(Widjanegara,2014)

b) Penatalaksanaan farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi, menurut Guideline For The Diagnosis And
Management Of Asthma (2007) sesuai klasifikasi asma
Step classification Treatment recommendations
Step 1 : Mild intermittent a.5. Tidak memerlukan obat
harian

8
Step classification Treatment recommendations
a.6. Menggunakan obat hirup
beta agonis short acting saat
terjadi episode asma
Step 2 : Mild persistent  Menggunakan obat anti
inflamasi harian seperti obat
hirus kortikosterois dalam
dosis rendah yakni inhlaled
cromolyn, dan leukotriene
antagonis
Step 3 : moderate persistent  Menggunakan obat beta
agonis long acting dari dosis
rendah hingga ke dosis sedang
dengan tambahan inhaled
corticosteroid seperti
leukotriene receptor antagonis,
theophylline, zileuton
Step 4 : severe persistent  Menggunakan dosis sedang
dari inhaled corticosteroid dan
long acting beta agonis atau
dosis sedang inhaled
corticosteroid dan leukotriene
receptor antagonis atau
theophyline

Menurut Black (2009), pendekatan terapi farmakologis merujuk pada


perawatan bertahap yang berarti spengobatan yang diberikan dan frekuensi
pemberian disesuaikan dengan tingkat keparahan asma pada klien.
Pengobatan asma dklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu pertama
pengobatan jangka panjang, yang digunakan untuk mengontrol asma
persistent da kedua pengobatan untuk meringankan gejala yang digunakan
untuk mengatasi obstruksi aliran udara akut serta gejala yang lain. Terapi
jangka panjang yang paling efektif adalah yang dapat mengurangi inflamasi,

9
steroid inhalasi, sedangkan terapi untuk meringankan gejala yakni agonis
beta short acting dan oral steroid.

B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. PKPK :
1) Pengkajian apakah ada riwayat penyakit yang diderita terdahulu seperti
adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, tonsillitis,
sinusitis dan polip hidung.
2) Pengkajian bagaimana serangan asma, frekuensi, waktu dan alergen-
alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat
pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.
3) Pengkajian mengenai umur pasien, serangan asma pada usia dini
memberikan implikasi terdapat status atopic. Sedangkan serangan pada
usia dewasa dimungkinkan adanya factor non-atopic.
4) Pengkajian adanya riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain
pada keluarga karena hipersensitivitas pada penyakit asma lebih
ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan.

b. Nutrisi dan metabolic :


Pengkajian terhadap jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam
pemenuhan nutrisi karena saat terjadi dispnea akan mengganggu pemenuhan
nutrisi dan laju metabolisme. Berkeringat banyak, syanosis, Kaji adanya
tanda-tanda infeksi pada ekstremitas yang dapat merangsang serangan asma.
Kaji permukaan kulit yang kasar, kering kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim dan adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis.

c. Eliminasi :
Pengkajian terhadap volume output urine karena berkaitan dengan intake
cairan. Monitor ada tidaknya oliguri untuk mengkaji tanda awal dari syok.

d. Aktifitas dan latihan :

10
Kelemahan, kesulitan bernapas dan memerlukan usaha untuk bernapas
(cuping hidung, bernapas melalui mulut, penggunaan otot bantu pernapasan
dan sianosis), batuk (terutama dimalam hari), batuk berdahak dengan lendir
yang lengket dan berwarna kuning dan hijau.
Hasil auskultasi didapatkan mengi (wheezing) terutama pada ekspirasi. Hasil
pemeriksaan oksimetri menunjukan saturasi oksigen yang rendah, dan hasil
pemeriksaan AGD menunjukan beberapa derajat hipoksemia, pada kasus yang
berat terjadi peningkatan parsial karbondioksida arteri (PaCO2).

e. Tidur dan istirahat :


Sering terbangun dari tidur karena batuk atau kesulitan bernafas, insomnia,
episode asma yang tejadi pada malam hari

f. Persepsi kognitif :
Stress dan kecemasan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b/d terganggunya ekshalasi dan kecemasan.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus dan spasme jalan nafas.
c. Gangguan pertukaran gas b/d udara yang terjebak

3. Perencanaan Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b/d terganggunya ekshalasi dan kecemasan

Tujuannya:

Pola nafas klien akan membaik ditandai dengan:

1) Turunnya laju respirasi ke batas normal


2) Dipsnea berkurang, nafas cuping hidung berkurang, dan penggunaan otot
bantu nafas berkurang.
3) Berkurangnya tanda-tanda kecemasan.
4) Kembalinya AGD kebatas normal
5) Saturasi oksigen lebih dari 95%.
6) Pengukuran kapasitas vital kembali ormal.

11
Intervensi:

1) Kaji Klien secara berkala, amati kecepatan, irama, kedalaman pernapasan


dan usaha respirasi.
R/ Memantau pola pernapasan harus dilakukan terutama pada klien
dengan gangguan pernapasan.
2) Auskultasi suara nafas, serta kaji adanya sesak, bibir yang mengerucut,
nafas cuping hidung, retraksi sternum dan intercostals atau fase ekspirasi
yang memanjang.
R/ Melakukan pemeriksaan fisik pada paru dapat mengetahui kelainan
yang terjadi pada klien.
3) Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan (posisi semi fowler).
R/ Posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses
ekspirasi paru.
4) Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas dan tersengal-sengal.
R/ Ansietas dapat memicu pola pernapasan seseorang.
5) Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distress
pernapasan.
R/ Teknik distraksi dapat merileksasikan otot-otot pernapasan.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian bronkodilator.
R/ pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area
bronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan AGD dan cek saturasi
oksigen.
R/ mengetahui keefektifan terapi yang sudah diberikan.

b. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi secret dan bronkospasme

Tujuannya :

Klien memiliki bersihan jalan napas efektif, ditandai dengan

1) Berkurangnya mengi saat inspirasi dan ekspirasi.


2) Menurunnya ronki
3) Berkurangnya batuk kering yang tidak produktif

12
4) Pernapasan klien normal ( 16-20x/mnt ) tanpa adanya penggunaan otot
bantu napas.

Intervensi

1) Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan (posisi semi fowler).


R/ Posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses
ekspirasi paru dan meningkatkan ekspansi paru.
2) Kaji warna, jumlah dan konsistensi sputum dan catat.
R/ Karakteristik sputum dapat menunjukan berat ringannya obstruksi.
3) Ajarkan klien untuk batuk efektif
R/ Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran
secret yang melekat di jalan napas.
4) Bantu klien latihan napas dalam.
R/ ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan meningkatkan
gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
5) Bantu suction apabila klien tidak dapat mengeluarkan sputum sendiri
R/ membantu mengeluerkan secret yang lengket dan melekat di jalan
napas.
6) Pertahankan intake cairan sedikitnya 2,5 lt/ hari, kecuali ada indikasi
tertentu.
R/ Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan
mengefektifkan pembersihan jalan napas.
7) Lakukan fisiotherapi dada dengan teknik postural drainage, clapping dan
fibrasi.
R/ Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.
8) Berikan perawatan oral setiap 2-4 jam
R/ Untuk menghilangkan rasa dari secret dan melembapkan membrane
mucosa mulut yang kering.
9) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat bronkodilator.
R/ pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area
bronkus yang mengalami spame sehingga lebih cepat berdilatasi.

13
10) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat agen mukolitik dan
ekspektoran.
R/ agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru
untuk memudahkan pembersihan. Agen ekspektoran akan memudahkan
secret lepas dari perlengketan jalan napas.
11) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat kortikostiroid
R/ Kortikostiroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan
menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dinding bronkus

c. Gangguan pertukaran gas b.d udara yang terjebak


Tujuannya :
Klien memiliki pertukaran gas yang adekuat, ditandai dengan
1) Berkurangnya mengi saat inspirasi dan ekspirasi
2) Berkurangnya ronki
3) Saturasi oksigen >90%
4) PaO2 > 60 mm Hg
5) pH 7,35 – 7,45
6) Warna kulit normal ( tidak sianosis )
7) Berkurangnya batuk kering dan tidak produktif

Intervensi

1) Kaji suara paru setiap jam selama episode akut untuk memastikan
pertukaran gas adekuat.
R/ Ronki pada jalan nafas besar dapat mengganggu pertukaran gas yang
adekuat
2) Kaji warna kulit dan membran mukosa untuk sianosis
R/ untuk menunjukkan manifestasi lambat dari hipoksia untuk
menunjukan adanya gangguan pertukaran gas.
3) Kaji saturasi oksigen
R/ Mengetahui pemenuhan oksigen di dalam darah.
4) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ Menjaga saturasi oksigen optimal.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan AGD
R/ untuk memonitor adanya penurunan oksigen dalam darah.

14
Discharge planning
1. Kenali allergen yang dapat menimbulkan asma
2. Fokuskan pada perawatan mandiri dirumah
3. Jelaskan penanganan pertama pada Asma
4. Jelaskan cara-cara penggunaan obat-obat Asma (Inhalasi)
5. Hindari factor pemicu: kebersihan lantai rumah, debu, karpet, bulu
binatang dsb.
6. Jelaskan tanda-tanda bahaya yang akan muncul
7. Ajarkan penggunaan nebulizer
8. Keluarga perlu memahami tentang pengobatan, nama obat, dosis, efek
samping, waktu pemberian.
9. Ajarkan strategi control kecemasan, takut, stress.
10. Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan, termasuk latihan nafas.
11. Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat
12. Hubungi dokter jika serangan asma masih timbul sesudah diobati dengan
kortikosteroid oral atau inhalasi (Nanda, 2013).

15
Daftar pustaka

Black And Hawks (2009). Medical Surgical Nursing: Cilinical Management For Positive
Outcomes : Saunders Elsevier. Singapore

Christensen And Kockrow. (2009). Foundation And Adult Health Nursing. Mosby Elsevier :

Kummar, Dkk. (2005). Robbins And Cotran Pathologic Basis Of Disease : Elsevier Saunders
: Philadeplhia

Lewis,Dkk (2011). Medical Surgical Nursing : Assesment And Management Of Clinical


Problems : Elsevier Mosby . St.Louis Missouri

Ignatavicius And Workman (2010). Medical Surgical Nursing : Patient Centered


Collaborative Care : Saunders Elsevier . St. Louis Missouri

Wilson & Price. (2006) . Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 6 Vol.2.
EGC : Jakarta

Kamitsuru & Herdman. (2014). NANDA International Nursing Diagnosis : Definitions &
Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell

Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA Nic Noc, Edisi Revisi julid 1. MediAction: Jogjakarta

16

Das könnte Ihnen auch gefallen