Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
2017
Tema:
“Kebangkitan Kristus
2017
Kata Pengantar
Pujian syukur ke hadirat Tuhan karena Bahan Paskah GMIT ini dapat dirampungkan.
Tema Paskah GMIT 2017 sesuai Tema Paskah PGI, yaitu “Kebangkitan Kristus
membebaskan kita dari kuasa kematian” (Roma 6:10). Tema ini mengajak kita untuk
sadari bahwa anugerah keselamatan Allah dinyatakan dalam kematian Kristus satu kali
untuk selama-lamanya. Kristus tidak mati berulangkali! Kematian-Nya satu kali adalah
kematian yang merangkum seluruh karya keselamatan Allah untuk seluruh kehidupan
umat manusia, sehingga harus direspons dengan pembaruan hidup.
Bahan yang disajikan dalam buku ini adalah kerangka khotbah, tata ibadah dan bahan
kategorial. Bahan ini dimulai dengan tujuh Minggu Sengsara, Kamis Putih, Jumat
Agung, Sabtu Sunyi, Paskah 1 dan Paskah 2, diakhiri dengan bahan kategorial anak,
remaja, pemuda, bapak dan ibu.
Kiranya Bahan Paskah GMIT 2017 ini dapat digunakan dengan baik dan memberikan
inspirasi bagi penyelenggaraan masa Paskah di Jemaat-jemaat, sehingga umat dapat
merasakan berkat Paskah.
Kami berharap dengan hadirnya bahan ini, penghayatan iman kita tentang kasih Kristus
yang menderita, mati dan bangkit – yang membebaskan kita dari kuasa kematian -
semakin mendorong kita untuk berkarya bagi keselamatan dunia di sekitar kita. Tuhan
memberkati!
Februari 2017
Daftar Isi
Pengantar ……………………………………………………………………. 2
Kerangka Khotbah
Bahan Kategorial
Pemuda ……………………………………………..….. 63
Ibu ……………………………………………………………………………
Bapak ………………………………………………………………………….
Bahan
Kerangka Khotbah
Keluaran 24:12-18
Pengantar
Perjalanan Umat Israel dari Mesir ke tanah perjanjian menyimpan banyak cerita. Kitab
Keluaran yang paling sering kita baca dan kita renungkan adalah kisah penderitaan.
Pasal pertama langsung bercerita tentang suasana penindasan di Mesir. Kisah Israel
yang menderita menjadi model untuk membangun iman umat masa kini. Bahwa
perjalanan Israel atau pengembaraannya di padang gurun sebelum sampai ke tanah
Kanaan memang menuai banyak penderitaan tetapi pada saat yang sama Tuhan tidak
tinggal diam. Penderitaan kerap dialami dalam perjalanan pengembaraan itu tetapi
pada saat yang sama tangan Tuhan yang kokok dan kuat itu menolong mereka keluar
dari berbagai kesulitan selama perjalanan itu.
Ulasan Teks
Teks Keluaran 24:12-18 menceritakan permintaan Tuhan Allah kepada Musa dan
Yosua naik ke atas gunung Sinai untuk menerima Loh Batu yang berisi hukum dan
perintah bagi umat Israel. Kalau kita membaca dengan baik teks ini, ternyata teks
berakhir tanpa kita mendapatkan informasi apakah Musa dan Yosua kembali membawa
Loh Batu yang dijanjikan oleh Tuhan atau tidak. Teks berakhir pada ayat 18 di mana
Tuhan Allah menjumpai Musa dalam awan yang tebal. Ia bahkan tinggal empat puluh
hari empat puluh malam di atas gunung. Justru Loh Batu baru diberikan oleh Tuhan
Allah di pasal 31.
Umat diminta untuk menunggu sedangkan Musa dan Yosua naik ke puncak gunung.
Meninggalkan umat dalam kondisi yang kurang kondusif bukan tanpa risiko. Di pasal-
pasal berikutnya, ternyata ketika Musa kembali dari gunung justru umat telah
menyimpang dari hadapan Tuhan. “Seluruh bangsa menanggalkan anting-anting emas
yang ada pada telinga mereka dan membawanya kepada Harun dan dibuatnya anak
lembu tuangan (32:3-4). Rupanya meninggalkan umat empat puluh hari empat puluh
malam bukan waktu yang pendek untuk tetap bertahan dalam iman dan pengharapan
menghadapi situasi sulit dan penderitaan karena perjalanan yang belum kenal
ujungnya. Musa belum turun dari gunung Sinai tetapi Tuhan Allah sudah tahu persis
apa yang dilakukan oleh Umat di bawah sana. “Pergilah, turunlah sebab bangsamu
yang engkau pimpin dari tanah Mesir telah rusak lakunya (32:7)”. Empat puluh hari
Musa bersama Tuhan dan masuk ke dalam kemuliaan Tuhan di atas gunung Sinai dan
selama itu umat tidak bertahan untuk menunggu. Durasi empat puluh hari itu terlalu
lama bagi umat untuk bertahan dalam iman kepada Tuhan Allah. Ketidaksabaran Umat
menunggu kembalinya Musa bukan saja mencederai iman mereka tetapi sekaligus
mengingkari akan pengakuan bahwa Tuhan Allahlah yang membawa mereka keluar
dari Mesir dan akan terus membawa mereka masuk ke tanah Kanaan , tanah
Perjanjian.
Transfigurasi yang dialami Musa di atas gunung Sinai kemudian terulang lagi pada
zaman Yesus. Petrus, Yakobus dan Yohanes menyaksikan bagaimana Musa hadir lagi
saat Yesus berubah rupa dengan pakaian putih berkilat-kilat (Mark 9:2,3). Sebuah
simbolisasi kepemimpinan Musa yang diagungkan oleh Israel turun-temurun terulang
kembali. Pada konteks Perjanjian Baru, kehadiran Musa dan Elia yang diakui sebagai
tokoh besar yang dijunjung dan dihormati pada saat Yesus dimuliakan dalam kisah Injil
Markus dapat juga dibaca sebagai simbolisasi baru kepemimpinan di dalam Israel.
Musa dan Elia telah tiada. Mereka meninggalkan kesan kepemimpinan yang kuat atas
Israel. Sekarang, model kepemimpinan itu mendapat format baru di dalam Yesus. Di
dalam Yesus, Israel dituntun menuju masa depan kehidupan yang menyelamatkan.
Yesus bukan saja wakil Allah yang memimpin Israel tetapi Ia adalah Tuhan yang
menjadi manusia. Di dalam Yesus kepemimpinan atas Israel mendapat format baru
yakni pemimpin yang menderita.
Musa marah kepada Israel yang menyimpang dari imannya ketika ia berada di atas
gunung Sinai. Kemarahannya diluapkan dengan melempar dua loh batu sampai hancur
di tanah. Yesus menghadapi umat yang ingkar imannya dengan memberi diri dan
menderita. Menanggung semua hukuman yang mesti ditanggung oleh umat karena
dosa mereka.
Relevansi
Iman kristiani terbuka terhadap penderitaan. Penderitaan tidak disangkal atau dihindari
tetapi selalu dihadapi. Bahkan kehidupan iman mengalami pertumbuhan kalau ada
pengalaman hidup penderitaan. Melaluinya orang Kristen belajar hidup dekat kepada
Allah. Selalu ada hikmat yang kita petik dari jalan hidup bergelimang penderitaan.
Kehidupan ini perlu tuntunan. Orang Kristen hidup dalam tuntunan Allah. Yang perlu
kita dalami adalah bahwa Tuhan tidak memperlakukan manusia seperti kanak-kanak.
Pada saat tertentu mungkin ada perasaan manusia dibiarkan berjalan sendiri seolah-
olah Tuhan menjauh. Justru pada saat seperti itulah Tuhan sedang memberi kita
kesempatan untuk bertumbuh dan beranjak dewasa. Karena itu, tetaplah teguh dalam
iman bahwa Tuhan selalu memimpin jalan hidupmu apapun situasinya. Jangan ingkar!
Kerangka Khotbah Minggu Sengsara 2
Roma 5:12-21
Pengantar
Bolehkah kita menikmati hasil tanpa usaha dan kerja keras? Boleh. Ini dia ceritanya.
Pohon-pohon besar yang ada di halaman rumah dan kebun-kebun kita, bisa jadi bukan
kita yang menanamnya. Tanaman-tanaman umur panjang ini sudah ditanam oleh kakek
nenek kita. Sekarang, anak cuculah yang menikmati hasilnya. Kita tidak berlelah dan
berusaha tetapi kita menikmati hasilnya. Warisan ini kita peroleh dengan cuma-cuma.
Karena ini adalah warisan maka anak dan cucu-cuculah yang berhak untuk
menikmatinya. Dalam hubungan dengan Dosa, manusia juga mengalami apa yang
sekurang-kurangnya, sama dengan ilustrasi di atas. Dosa satu orang menyebabkan
semua orang berdosa. Tetapi pada akhirnya semua orang diselamatkan oleh karena
pengorbanan satu orang.
Ulasan Teks
Teks Roma 5:12-21 mempersandingkan dua figure, yakni Adam dan Kristus yang
berhubungan dengan dosa dan anugerah. Adam adalah penyebab masuknya dosa ke
dalam dunia. Dari Adam semua manusia menjadi berdosa. Karena Adam, maka maut
menjadi berkuasa atas manusia. Sebaliknya karena satu orang yakni Yesus Kristus,
kasih karunia Allah dilimpahkan. Melalui Yesus Kristus, anugerah kebenaran hidup dan
berkuasa.
Harus juga dipahami bahwa Kasih Karunia Allah tidak dapat disandingkan dengan
dosa. Menurut Paulus dalam surat Roma, Kasih karunia Allah tidak sama dengan
pelanggaran karena dosa. Kasih karunia Allah jauh lebih besar dari dosa karena satu
orang. Antara Dosa dan Kasih karunia Allah ada Hukum Taurat. Menurut surat Roma,
Hukum Taurat ditambahkan supaya pelanggaran menjadi semakin banyak. Kita pasti
kaget dengan pernyataan ini. Bukankah Hukum Taurat menjadi pedoman yang
memungkinkan seseorang menjadi mawas diri dan bercermin untuk hidup dalam
kebenaran. Larangan dan perintah dalam hukum taurat yang menuntut ketaatan
manusia akan berujung pada prilaku manjauhkan diri dari pelanggaran dan dosa. Posisi
hukum Taurat dalam hubungan dengan Dosa menegaskan bahwa manusia pada
dirinya tidak mampu keluar dari lingkaran dosa. Tuntutan taurat sangat berat dan
kompleks sama sekali tidak memberi kemungkinan untuk manusia bisa memenuhinya
secara sempurna.
Relevansi
Pergumulan manusia dengan dosa tidak akan pernah berakhir sekiranya manusia
mengandalkan kekuatan dirinya saja. Hanya karena intervensi Allah (campur tangan
Allah) yang dapat membebaskan manusia dari dosa. Di pihak lain, kehidupan dalam
dosa seringkali sangat memikat. Dosa menampakkan wajahnya dengan cara yang
menggoda sehingga siapapun dapat hanyut di dalamnya. Tetapi segala hal yang
memikat karena dosa biasanya bersifat semu. Kesenangan yang tercipta karena dosa
biasanya tidak langgeng. Bahkan selalu berakhir dengan penderitaan dan maut.
Manusia tidak punya kekuatan yang penuh untuk melawan dosa. Manusia perlu di
tolong. Hanya saja tidak ada kekuatan apapun di dunia ini yang mumpuni untuk
menolong manusia. Surat Roma dengan tegas menyatakan bahwa dosa menjadi
berlimpah karena manusia tidak sanggup memenuhi tuntutan hukun taurat tetapi ada
Kasih Karunia Allah di dalam Yesus Kristus yang membebaskan manusia dari maut
karena dosa.
Mansusia menerima pembebasan dari dosa karena kasih anugerah Allah. Manusia
tidak berlelah, tidak berjuang tetapi menerima pembebasan itu karena anugerah Allah.
Kerangka Khotbah Minggu Sengsara 3
HIDUP BARU
DI DALAM KRISTUS
Yohanes 3:1-12
Pendahuluan
Seorang Kristen tidak memiliki tujuan pada dirinya sendiri. Menjadi pengikut Yesus
menuntut komitmen untuk hidup menurut jalan yang ditunjukkan Kristus, rela menderita
sampai mati demi menyelamatkan dunia dari ancaman kematian oleh dosa. Misi Kristen
menyatu pada misi Kristus yang tersalib untuk membaharui hidup. Dosa manusia
mengancam kehidupan yang diciptakan Allah. Manusia dicurangi dan disakiti oleh dosa.
Alam dikuras dan dihancurkan. Ketika semua ciptaan terancam kemalangan, karya
Kristus membaharui hidup dengan cara menunjukkan kasih Allah yang menjamin masa
depan kehidupan. Kekristenan muncul di atas panggung sejarah sebagai agen Allah
untuk membaharui kehidupan. Misi kekristenan bukan sekedar melekatkan diri pada
Kristus melainkan meneladani kristus yang berkarya bagi pembaharuan kehidupan di
dunia. Tiap orang dan komunitas Kristen dikaruniai panggilan hidup baru di dalam
Kristus, yakni menjadi agen Allah untuk pembaharuan hidup.
Tafsiran: Perjumpaan, percakapan dan keterlibatan
Nas kita, Yohanes 3:1-21, berisi kisah perjumpaan dan percakapan antara Nikodemus
dengan Yesus. Dalam nas kita disinggung beberapa hal tentang pribadi Nikodemus.
Pertama, Ia adalah seorang pemimpin agama Yahudi, dari golongan orang Farisi.
Dalam cerita Injil golongan Farisi sering disebut. Kesannya, bahwa di kalangan
masyarakat Yahudi golongan Farisi sangat dikenal dan dihormati. Golongan ini dekat
dengan kaum ahli Taurat, sebagai kelompok yang sangat berminat kepada penerapan
hukum Taurat. Mereka mendirikan sinagoge dan sekolah-sekolah. Mereka ingin
melindungi agama Yahudi dari pengeruh budaya asing dan ingin membaharuinya
dengan memberlakukan hukum Taurat secara ketat, misalnya tentang Sabat, puasa,
makanan yang halal dan haram. Nikodemus, seorang guru Yahudi, datang kepada
Yesus di malam hari, dengan membawa sebuah pernyataan keyakinan. Ia sangat yakin
bahwa Yesus adalah seorang guru yang diutus Allah. Keyakinannya itu didasarkan
pada tanda-tanda yang diadakan Yesus. Nikodemus berkeyakinan bahwa hanya orang
yang disertai Allah saja yang dapat melakukan tanda-tanda seperti yang Yesus
lakukan. Nikodemus telah melihat sejumlah tanda pada karya Yesus, tanda-tanda itulah
yang meyakinkan Nikodemus bahwa Yesus adalah seorang guru yang diutus Allah.
Perjumpaan Yesus dengan Nikodemus melahirkan sebuah percakapan mengenai
pernyataan keyakinan tentang Yesus.
Hingga saat ini penderitaan manusia dan alam sedang berlangsung di banyak tempat
dan bidang kehidupan. Dalam kasus perdagangan orang, misalnya. Para pelaku
mendagangkan sesamanya yang lemah. Mereka mengejar keuntungan dan
mengabaikan harkat para kurban. Di tengah arus modernisasi, industrilisme
mengancam kelestarian alam. Pertanyaan untuk direnungkan adalah bagaimana peran
orang Krsiten terhadap rupa-rupa penderitaan manusia dan alam di zaman ini?
Panggilan iman bagi umat Kristen, baik secara perorangan maupun secara kolektif,
tidak hanya untuk mengenal Tuhan Yesus. Di minggu sengara ini kita mempertegas
identitas Yesus sebagai Kristus yang menanggung sengsara. Tentu saja, untuk
mengenal Tuhan Yesus dibutuhkan kesungguh-sungguhan dan totalitas belajar.
Nikodemus memperhatikan, mengamati, sampai akhirnya berhasil membuat sebuah
rumusan pernyataan keyakinan bahwa Yesus adalah utusan Allah. Dalam hal belajar
mengenal Yesus maka masa raya 7 minggu sengsara ini dapat dimanfaatkan dengan
upaya maksimal untuk mengenal Tuhan Yesus. Kita harus sungguh-sungguh belajar
tentang Yesus agar bisa tiba pada rumusan pengakuan yang otentik: berdasarkan
pengalaman, pengamatan dan perenungan yang mendalam. Tuhan Yesus adalah
sosok kasih Allah yang sempurna, yang rela menderita bagi keselamatan dunia.
Penderitaan-Nya adalah tanda hakiki dari kasih Allah. Lebih dari sekedar mengenal
Yesus, orang Kristen terpanggil untuk mengenal dan meneladani-Nya.
Sebagaimana Tuhan Yesus telah menderita agar manusia dan dunia diselamatkan,
begitu pula misi kekristenan mesti mengambil jalan yang sama, jalan penderitaan, jalan
salib. Memang ada pepatah mengatakan bahwa “ada banyak jalan ke Roma”, tetapi
untuk meluputkan manusia dan alam dari kebinasaan hanya satu jalan yang
ditunjukkan Yesus. Jalan satu-satunya itu adalah “via dolorosa”, jalan penderitaan.
Tuhan Yesus menujukkan jalan itu sebagai jalan yang dipilih Allah untuk meluputkan
dunia dari kebinasaan oleh dosa. Setelah memahami jalan keselamatan itu, marilah kita
terus melangkah dijalan itu, menjadi pribadi, menjadi gereja dan menjadi masyarakat
yang rela menderita demi memperbaiki kerusakan, merawat kehidupan dan
menunjukkan harapan.
Mengenal Tuhan Yesus dan menaladaniNya berarti mempraktekan hidup secara baru
di tengah realitas permasalahan manusia dan alam. Lewat penyelenggaraan masa raya
sengsara Tuhan Yesus, kita mengaminkan lagi bahwa penderitaan Kristus merupakan
tanda kasih Allah yang menyelamatkan. Tanda kasih yang demikian diperlukan untuk
pembaharuan hidup manusia dan dunia. Hakekat keterlibatan Kristiani dalam
menganggapi berbagai permasalahan dan keprihatinan adalah ikutserta menanggung
kesengsaraan kaum lemah demi pembaharuan hidup agar makin terbuka, makin adil
dan makin berpengharapan.
Kerangka Khotbah Minggu Sengsara 4
1 Samuel 16:1-23
Pengantar
Pada awal Februari 2017 yang lalu atau yang santer disebut peristiwa 212, polisi
menangkap 10 orang terduga kasus makar. Makar adalah upaya menggulingkan
pemerintah (presiden dan wakil presiden) di luar jalur hukum. Ada sederet nama-nama
terkenal dalam kasus ini: Rachmawati Soekarno Putri, Sri Bintang Pamungkas, Ahmad
Dhani, Ratna Sarumpaet, Mayjend. (Purn) Kivlan Zen dan lainnya.
Kasus makar sebagaimana definisi di atas, merupakan kasus yang sangat berbahaya
dalam sebuah negara. Oleh karena itu ancaman hukuman kasus makar tidak main-
main. Dalam KUHP pasal 107 dan 207 ancaman hukumannya 20 tahun hingga
hukuman mati.
Dalam cerita pengutusan Samuel oleh Tuhan ke Betlehem untuk mengurapi salah
seorang anak Isai menggantikan Raja Saul yang masih berkuasa, sesungguhnya kita
menemukan salah satu contoh kasus tindakan ‘makar’ yang dikehendaki Tuhan oleh
karena raja Saul menolak menaati Tuhan.
Tafsiran
Ay. 1-5 Saul, raja pertama Israel gagal menjalankan tugas sesuai kehendak Tuhan.
Kegagalan itu mendukakan hati Samuel. Tuhan juga menyesal memilih Saul menjadi
raja atas Israel (Pasal 15:35). Apa tindakan Tuhan selanjutnya? Ia menghendaki
pergantian raja. Pergantian itu sangat mendesak. Tuhan tidak mau menunggu hingga
Saul wafat. Untuk tugas tersebut Tuhan mengutus Samuel ke Betlehem untuk menemui
Isai dan mengurapi salah satu dari anak-anaknya. Samuel terkejut dangan rencana dan
keputusan Tuhan tersebut. Ini ‘misi politik’ yang sangat berbahaya. Sebuah tindakan
makar. Bagaimana bisa mengangkat seorang raja baru secara diam-diam sementara
raja yang sah tidak tahu dan masih berkuasa? “Bila Saul mendengarnya, ia akan
membunuh aku,” protes Samuel kepada Tuhan.
Untuk menghindari kecurigaan terutama tua-tua atau pejabat-pejabat di kota Betlehem,
Tuhan mengutus Samuel dengan alasan kedatangannya ke Betlehem hendak
mempersembahkan ibadah korban. Dengan kata lain, tindakan Samuel tidak punya
dampak politis karena itu tidak usah dikuatirkan apalagi patut dicurigai.
Ayat 6-10 Tibalah Samuel di Betlehem. Seperti dugaan sebelumnya, para tua-tua kota
menyambut kedatangan Samuel dengan penuh tanda tanya. Samuel menerangkan
maksud kedatangan bertujuan mulia yakni menyembah Tuhan melalui ibadah korban.
Karena itu ‘misi politik’ berbaju agama itu berjalan mulus tanpa curiga sama sekali. Isai
dan anggota keluarga diundang. Proses seleksi pun dimulai. Eliab, putra sulung Isai,
seorang pemuda yang elok paras, tinggi besar dengan postur tubuh yang tegap.
Penampilannya memukau Samuel. Ia berpikir, pasti anak muda ini lah yang dimaksud
Tuhan. Ternyata tidak.
Melihat Eliab, Tuhan berfirman kepada Samuel, “Janganlah pandang parasnya atau
perawakannya yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia
yang dilihat Allah. Manusia melihat yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.”
Setelah Eliab, satu persatu adik-adiknya bernasib sama. Tidak ada yang berkenan di
mata Tuhan.
Ayat 11-13 Samuel heran dan tak menduga tujuh anak Isai yang gagah perkasa
tersebut tidak ada satu pun yang cocok di mata Tuhan. Lalu siapa? Ada di mana dia?
“Inikah anakmu semuanya?” Tanya Samuel pada Isai. “Masih tinggal yang bungsu tapi
sedang menggembalakan kambing domba,” jawab Isai. “Suruhlah memanggil dia,
sebab kita tidak akan duduk makan sebelum ia datang ke mari.” Kata Samuel.
Samuel mengurapi Daud menjadi raja dan kemudian ia pergi dari Betlehem sebab misi
rahasia Allah yang sangat berbahaya namun mengandung harapan itu telah usai. Bisa
jadi sepanjang perjalanan pulang segudang pertanyaan mengganjal di hatinya.
Bagaimana bisa seorang anak muda penggembala kambing domba, yang tidak punya
pengalaman berperang yang lebih banyak bergaul dengan hewan dipilih Tuhan menjadi
raja? Itu Bukan tanggung jawab Samuel, Tuhan yang nanti mengaturnya. Tuhan
menggunakan keahlian musik Daud sebagai pintu masuk menuju takhta istana. Bahkan
Tuhan mengaruniakan Roh-nya untuk melengkapi Daud.
Aplikasi
Penutup
Pepatah, “dalamnya laut dapat di duga dalamnya hati siapa yang tahu” menunjukan
bahwa tidak mudah mengetahui isi hati. Namun, justru di situlah segala yang baik dan
jahat berasal. Karena itu, tuntutan untuk mengenal hati ketimbang paras menjadi hal
yang urgen untuk diperhatikan dalam berbagai keputusan entah itu dalam soal memilih
pemimpin, teman, mitra kerja, pasangan hidup dan sebagainya.
Kerangka Khotbah Minggu Sengsara 5
Roma 8:1-17
Latar Belakang
Latar belakang terdiri atas tiga bagian yakni situasi sosial, tempat dan waktu penulisan
serta maksud dan tujuan surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma.
Situasi Sosial
Kitab ini ditulis oleh rasul Paulus ketika berada di negeri Yunani sekitar tahun 58M dan
ditujukan kepada jemaat Kristen di Roma.
Pada zaman Perjanjian Baru Kota Roma merupakan pusat kekaisaran Romawi dan
juga sebagai pusat dunia. Sebagai pusat dunia, kota Roma menjadi tempat tinggal
banyak bangsa. Penggalian-penggalian membuktikan bahwa, mula-mula kota Roma
adalah tempat bertemu dan bercampurnya bangsa-bangsa, bukan tempat satu suku
bangsa saja. Hal ini dipengaruhi oleh sistem pemerintahan dan sistem administrasi
Kekaisaran Romawi menyerap banyak kota, negara, dan bangsa.
Kota Roma disebut “Kota Abadi”. Ia dilimpahi dengan kemewahan, sejarah, dan
bangunan-bangunan megah, juga terdapat air mancur-air mancur sehingga disebut
sebagai “Selokan Kerajaan”. Kota yang luasnya 12 mil ini berpenduduk kira-kira satu
juta orang dan setengahnya terdiri atas para budak, sebab di kota tersebut praktek jual
beli budak sangat marak. Di kota ini terdapat orang-orang Yahudi kira-kira tetapi
menurut Witherington jumlahnya di antara 40.000 atau 50.000. Hal itu menandakan
bahwa orang Yahudi cukup banyak di kota itu. Terbukti karena adanya sinagoge yang
cukup banyak. Di Roma sedikit sekali golongan kelas menengah karena biasanya
orang-orang Roma kalau kaya, sangat kaya dan kalau miskin, sangat miskin.
Negara Roma mencakup segala macam daerah, iklim, suku bangsa, bahasa, dan
kebudayaan, tidak saja dipersatukan oleh politik Romawi tetapi juga oleh kebudayaan
Yunani. “Dalam pengetahuan umum, kesenian, kesusastraan, dan filsafat/logika
kebudayaan Yunanilah (Helenisme) yang menjadi alat pemersatu. Sedang-kan dalam
ilmu hukum, bidang administrasi, dan kemiliteran peranan Romawi yang
berpengaruh.” Sesungguhnya hal ini menyatakan bahwa ada dua kekuasaan yang
tetap eksis, secara politik oleh Romawi dan kebudayaan oleh Yunani. Keduanya secara
berturut-turut menguasai dunia.
Itulah sebabnya Jemaat Roma terdiri atas orang Yahudi (Rm. 4:1; 7:4-6) dan juga orang
non-Yahudi (Rm. 1:5,13; 11:13). Kemungkinan besar bahwa jemaat Roma didominasi
oleh orang-orang non-Yahudi. Hal ini dapat dimengerti dari latar belakang kota tersebut.
Berhubungan dengan tanggal penulisan surat ini, Paulus tidak menyatakan secara
langsung.
Dalam Kisah Para Rasul 18:1-2, Paulus berada di Korintus dan bertemu dengan
Priskila dan Akwila. Ia berada di Korintus selama satu tahun enam bulan (ayt. 11),
pada waktu Gallio menjadi gubernur di Akhaya (ayt. 12-14). Masa pemerintahan Gallio
yaitu antara Mei 51 dan Mei 52, hal ini deketahui dari sejarah Roma.[37] Sebuah
temuan arkeologis di Delfi memberi keterangan masa tinggal Paulus di Korintus dan
bahwa Galio pada waktu itu adalah gubernur di Akhaya pada tahun 52M.[38] Maka
dapat dikatakan, Paulus berada di Korintus pada tahun 51-53. Melalui Efesus ia
kembali ke Yerusalem (Kis. 18:19-21) dan menga-khiri perjalanannya di Antiokhia (Kis.
18:22). Setelah beberapa lama di Antiokhia, Paulus memulai perjalanan yang ketiga
dari situ dengan kunju-ngan pertamanya adalah Galatia dan Frigia (Kis. 18:23). Setelah
itu Paulus melanjutkan perjalanan ke Efesus. Di Efesus Paulus tinggal selama tiga
tahun (Kis. 20:31) yaitu pada tahun 54-57.[39] Hal itu cocok jika kita hitung dari
keberadaan Paulus di Korintus satu tahun enam bulan, katakan saja dua tahun
ditambah tiga tahun di Efesus. Dalam Kisah Para Rasul 20:1-3, Paulus berangkat ke
Makedonia, lalu ia tiba di tanah Yunani dan tinggal di situ selama tiga bulan. Di tanah
Yunani ini Paulus menulis surat-nya pada tahun 58. Masa ini adalah masa penegakkan
hukum dan tatanan seluruh wilayah pada masa Nero. Ini sesuai dengan nasihat Paulus
tentang “peme-rintah” (Rm. 13:1-13).[40] Demikianlah Paulus menulis suratnya kepada
je-maat di Roma setelah ia di Efesus dan sebelum ia berangkat ke Yerusalem.
Tujuan Penulisan
Dalam Roma 15:23 Paulus mengatakan bahwa ia “tidak lagi mem-punyai tempat di
daerah ini” yaitu dari Yerusalem sampai ke Ilirikum (ayt. 19). Sekarang Paulus mau
meluaskan daerah penginjilannya ke arah barat, ke Spanyol (ayt. 24). Bagi Paulus
kerinduannya untuk datang ke Roma bukanlah tujuan satu-satunya, melalui
perjalanannya ke Spanyol ia dapat singgah di Roma (Rm. 15:24, 28).
Jadi, Roma adalah titik tolak Paulus ke Spanyol. Melalui Roma ia akan meneruskan
perjalanannya. Maka kepada jemaat di Roma ia memohon bantuan untuk melanjutkan
perjalanan itu (Rm. 15:24). Duyverman menyatakan, “Sebagaimana dahulu Antiokhia
menjadi ‘pangkalan’ Paulus, sekarang Roma akan menjadi titik tolaknya. Hal itu nyata
dari kata-kata ‘kamu dapat mengantarkan aku ke sana. Surat Roma ditulis sebagai
ganti bertatap muka langsung seperti dikatakan oleh Tenney, dan sebagai persiapan
untuk menjadikan Roma sebagai pusat pelayanan di barat, seperti Antiokhia, Efesus,
Filipi, dan kota-kota lain di mana Paulus pernah bekerja di kawasan timur. Jadi,
sebelum hal itu dilakukan Paulus, ia terlebih dahulu memperkenalkan diri kepada
jemaat. Feine-Behm menga-takan bahwa kebutuhan akan perkenalan demikian
memberikan alasan bagi Paulus untuk menguraikan gagasan-gagasan teologisnya
pada peralihan baru pekerjaannya, yang diuraikan Paulus di sini adalah confessions-
nya.
Tafsiran
Untik menafsir perikop ini saya akan membaginya dalam beberapa bagian:
Sebenarnya bagian ini sangat sulit dimengerti sebab sangat padat dan berkaitan
dengan hal-hal yang dijelaskan sebelumnya. Ada dua kata kunci untuk mengerti bagian
ini yaitu kata Sarx (daging) dan Pneuma (Roh). Ada beberpa hal yang perlu dijelaskan
sehubungan kedua kata ini:
Pertama: sarx secara harafiah artinya daging. Dalam tulisan-tulisan Paulus kata ini
sering digunakan dalam pengertiannya sendiri. Secara luas Paulus memakainya dalam
tiga pengertian: a) ia memakainya dalam pengertian yang sama dengan ‘Sunat’ (sarka)
yang dapat diterjemahkan dengan “di dalam daging” (2:28). b) Berkali-kali ia memakai
ungkapan sarx yang dapat diterjemahkan dengan “menurut daging” yang berarti
“melihat sesuatu hal dari segi pandangan manusia.” Misalnya ia berkata bahwa
Abraham adalah nenek moyang kita maka yang dimaksudkan dengan kata sarx ialah
nenek moyang dari segi pandangan manusia. Ketika ia berkata bahwa Yesus adalah
anak Daud, maka kata sarx (1:3) berarti keturunan manusia, (c) Tetapi ketika ia
menggunakan kata sarx untuk berbicara dengan orang Kristen maka yang
dimaksudkan ialah saat-saat di mana kita masih hidup dalam daging (en sarki: 7:5). Ia
berbicara tentang mereka hidup menurut daging sebagai lawan dari mereka yang hidup
menurut roh (8:4), 5). Ia berkata bahwa mereka yang hidup dalam daging tidak
berkenan kepada Allah (8:8). Ia berkata juga bahwa keinginan daging ialah maut dan
itulah adalah perseturuan terhadap Allah (8:6, 8). Ia mengatakan bahwa orang-
orangkristen tidak hidup di dalam daging (8:9). Di situ sangat jelas bahwa Paulus
menggunkan kata sarx tidak saja dalam pengertian tubuh yaitu daging dan darah
melainkan ia memaknainya sebagai tabiat manusia dalam segala kelemahannya dan
mudah jatuh kedalam dosa. Apa yang ia maksudkan ialah tabiat manusia sebagai
pangkal dosa yang terpisah dari Kristus yakni segala sesuatu yang mengingatkan
manusia kepada dunia dan bukan kepada Allah. Hidup menurut daging ialah suatu
kehidupan yang dikuasai oleh suara dan keinginan tabiat manusia yang berdosa
sebagai ganti suatu kehidupan yang dikuasai oleh kasih Allah. Daging adalah bagian
yang rendah dari tabiat manusia.
Perlu juga dicatat dengan jelas bahwa ketika Paulus memikirkan tentang kehidupan
manusia yang dikuasai oleh sarx maka yang dimaksudkan bukanlah hanya dosa-dosa
yang berkaitan dengan jasmania tetapi juga termasuk didalamnya dosa penyembahan
berhala, perselisihan, kemarahan, sihir, iri hati dll. Jadi bagi Paulus sarx bukan hanya
dosa jasmiania melainkan juga rohaniah yaitu tabiat manusia dalam segala
kelemahannya atau sifat dari manusia tanpa Allah dan tanpa Kristus.
Kedua, Paulus menggunakan kata Pneuma (Roh) dalam pasal ini dengan latar
belakang yang berasal dari PL yakni kata Ibrani Ruach yang mempunyai dua arti dasar:
a) tidak hanya berarti ‘Roh’ tetapi juga angin yakni mengandung pengertian tentang
kuasa yang dahsyat. b) dalam PL kata ini dipakai dalam pengertian sesuatu yang
melebihi manusia. Bagi Paulus Roh menyatakan kuasa ilahi.
Oleh Karena, itu dalam bagian ini Paulus mengatakan bahwa pada saat tertentu di
mana orang-orang Kristen berada dalam keadaan kemanusiaannya yang dikuasai dosa
dalam keadaan demikian hukum taurat menjadi sesuatu yang justru mendorong
perbuatan dosa lalu menjadi buruk penuh frustasi dan putus asa. Tetapi setelah
menjadi orang Kristen dalam kehidupannya muncul kekuatan dari Roh Allah dan
sebagai akibatnya ia masuk dalam hidup yang penuh kemenangan.
Pada bagian berikutnya Paulus berbicara tentang akibat nyata karya Kristus bagi kita.
Apa yang ingin Paulus kemukakan di sini adalah bahwa dalam keadaan sebagai
keturunan Adam setiap manusia sudah berdosa dan konsekuensinya adalah kematian,
tetapi Yesus datang ke dalam dunia dan hidup dalam tabiat manusia telah
mempersembahakan kepada Allah suatu kehidupan yang sempurna dalam ketaatan
kepada Allah dan benar-benar memenuhi hukum Allah, maka sekarang oleh karena
Yesus telah benar-benar manusia sebagaimana kita menjadi satu dengan Adamm, kita
juga sekarang menjadi satu dengan Dia dan sebagaimana kita terlibat dalam dosa
Adam, maka sekarang kita terlibat juga dalam kesempurnaan Yesus. Di dalam Yesus
manusia dapat mempersembahkan ketaatan yang sempurna kepada Allah. Manusia
yang dahulu terlibat dalam dosa Adam sekarang diselamatkan karena terlibat di dalam
kebaikan Yesus.
Itulah argumentasi Paulus bahwa apa yang Yesus lakukan membuka jalan bagi orang-
orang Kristen suatu kehidupan yang tidak lagi dikuasai oleh daging melainkan oleh Roh
Allah, di dalam kehidupan manusia dengan kuasa yang berasal dari Allah. Hukuman
yang lama telah dihapuskan dan kekuatan yang baru diberikan untuk menyongsong
masa depan di dalam Kristus
Pada bagian ini Paulus menggambarkan dua macam prinsip yang berbeda, yakni:
Pertama, ada kehidupan yang dikuasai oleh tabiat manusia yang berdosa yang
mengarah dan berpusat pada diri-sendiri. Kehidupan yang demikian dikendalikan oleh
hawa nafsu, kesombongan dan ambisi dan hal-hal itu diingini manusia di luar Kristus,
Kedua, ada kehidupan yang dikuasai oleh Roh Allah. Sebagaimana manusia hidup di
dalam udara, begitulah ia hidup di dalam Kristus tidak pernah terpisah dari-Nya.
Sebagimana ia bernafas dengan udara yang memnuhinya, demikian Kristus semestinya
memenuhi kehidupannya. Pikirannya bukan pikirannya sendiri melainkan Kristus,
keinginannya bukan keinginannya sendiri melainkan keinginan Kristus. Ia dikendalikan
oleh Roh dan oleh Kristus serta difokuskan kepada Allah.
Menurut Paulus kedua macam kehidupan ini menuju arah yang berlawanan. Kehidupan
yang dikuasai keinginan dan aktivitas tabiat manusia yang berdosa menuju kepada
maut, yang dalam pengertian yang paling harfiah tidak ada masa depan di dalamnya
karena terpisah didalam Allah. Ia menjadi seteru Allah yang membenci hukum dan
campur tangan Allah.
Sedangkan kehidupan yang dikuasai oleh Roh berpusat pada Kristus dan tertuju
kepada Allah yang adalah kehidupan itu sendiri. Sama seperti Henokh yang hidup
bergaul dengan Allah yang diangkat oleh Allah. Menurut Paulus dosa datang ke dalam
dunia yang berakibat kepada maut dan kematian melalui tabiat manusia tetapi manusia
yang dikuasai oleh Roh yang tinggal didalam Kristus biarpun mati dia akan dibangkitkan
di dalam kebangkitan Kristus.
Pemikiran dasar Paulus di sini ialah bahwa kesatuan orang Kristen dengan Kristus tak
dapat dipisahkan oleh apapun. Kristus telah mati dan bangkit kembali sehingga orang
yang menjadi satu dengan Kristus, bersatu dengan dia yang telah mengalahkan maut
dan menerima bagian dalam kemenangan itu. Orang yang dikuasai oleh Roh dan
menjadi milik Kristus adalah orang yang menuju kehidupannya, sehingga kematian
hanyalah suatu selingan yang tak dapat dialahkan dalam perjalanan itu
Pada bagian ini Paulus memperkenalkan kepada kita sebuah kiasan yang
menggambarkan hubungan Kristen dengan Allah. Orang Kristen disebutnya sebagai
yang ‘diangkat’ (adopsi) menjadi anggota dari keluarga Allah. Kata ‘diangkat’ (adopsi)
memiliki latar belakang yang kuat dalam lingkungan tradisi orang-orang Romawi.
Dalam tradisi orang-orang Romawi pengangkatan anak (adopsi) dengan konsep patria
potestas yaitu kekuasaan ayah atas keluarganya. Ini adalah kekuasaan mutlak seorang
ayah membuang dan menguasai atas hidup mati anak-anaknya. Dalam hubungan
dengan ayahnya seorang anak laki-laki Romawi sebenarnya tidak pernah menjadi
dewasa. Tak peduli berapapun umurnya, ia berada di bawah patria potestas di dalam
pemelikan absolut dari ayahnya. Itulah sebabnya pengangkatan anak dalam keluarga
yang lain sangat sulit dan berat.
Konsekuensi dari pengangkatan ini yang lebih mengesankan dari Paulus ada tiga
pokok. Pertama, orang yang diangkat itu kehilangan seluruh hak dalam keluarga yang
lama dan mendapat hak alih waris sebagai anak yang sah dalam keluarga yang
baru. Kedua, secara hukum kehidupan yang lama dari anak yang diadopsi dihapuskan
misalnya semua hutang dibatalkan. Ia dianggap sebagi orang yang baru yang masuk
dalam kehidupan yang baru, yang lama sama sekali tidak berlaku lagi. Ketiga, dalam
pandangan hukum ia adalah mutlak anak dari ayah barunya.
Itulah yang Paulus pikirkan mengenai pengangkatan orang-orang Kristen menjadi anak-
anak Allah. Ia berkata bahwa Roh Allah bersaksi bersama-sama dengan Roh kita
bahwa kita benar-benar anak Allah, maka hak dari anak angkat itu terjamin dan betul-
betul menjadi alih waris.. Rasul Paulus berkata bahwa Roh Kudus sendiri menjadi saksi
untuk pengangkatan kita kedalam keluarga Allah dank arena itu kita menjadi benar-
benar pewaris kerajaan Allah bersamam-sama dengan Kristus, anak Allah yang sejati.
Apa yang Kristus warisi kita juga mewarisinya. Jika Kristus mewarisi penderiataan kita
juga meawarisi penderitaan itu tetapi jika Kristus dibangkitkan untuk kehidupan dan
kemuliaan kita juga akan mewarisi hal yang sama.
Dalam gambaran itu Paulus hendak mengatakan bahwa apabila seseorang menjadi
Kristen yang telah masuk ke dalam keluarga Allah, ia tidak berbuat sesuatu sehingga ia
layak menerimanya, sebab hal itu adalah anugerah semata dan Allah Bapa yang
Mahabesar di dalam kasih setia-Nya menakjubkan telah mengambil yang hilang, yang
tak berdaya, papa, berdosa, dan mengangkatnya menjadi anak-anak-Nya sehingga
hutangnya dibatalkan dan ia mewarisi kemuliaan
Saran Aplikasi
Beberapa pokok aplikasi yang bisa diberi perhatian sehubungan dengan tema “Hidup
dalam Roh”, yaitu:
Filipi 2:1-11
1. Jemaat Filipi merupakan jemaat hasil pekabaran injil oleh rasul Paulus
dansahabat-sahabatnya, termasukTimotius. Kedekatan rasul Paulus dengan
jemaat menjadikannya berani dan jujur mengungkapkan nasihat dan kritik
terhadap jemaat. Rasul Paulus hanya ingin yang terbaik bagi mereka.
2. Rasul Paulus mengetahui adanya konflik dalam jemaat yang dapat mengarah
kepada perpecahan. Itu sebabnya ia menasihatkan mereka, “sempurnakanlah
sukacita kudengan ini; hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu
jiwa, satu tujuan.” Dalam hal ini, sasul Paulus menyadari bahwa kesatuan hati
jemaat tidak terjadi dengan mudah, tidak terjadi dengan sendirinya. Kesatuan
harus diusahakan dan dikerjakan bersama-sama oleh semua jemaat.
3. Dalam konteks yang demikian, rasul Paulus mengingatkan jemaat bahwa yang
mereka butuhkan adalah perubahan sikap yang mendasar. Dan perubahan itu
sendiri pun bukanhal yang terjadi dengan sendirinya. Melainkan mesti
diupayakan dengan sengaja dan serius secara bersama-sama oleh semua
anggota jemaat, dalam kesadaran bahwa mereka hanya bisa bersatu jika mau
sungguh-sungguh berubah.
4. Pergumulan jemaat Filipi sangat mungkin menjadi pergumulan kita dan relevan
dengan kehidupan jemaat-jemaat GMIT yang bergumul dengan tantangan untuk
selalu mengerjakan dan memelihara kesatuan, sekaligus bergumul untuk selalu
melakukan perubahan untuk kehidupan jemaat yang lebih baik. Ada beberapa
pokok pembelajaran dari jemaat Filipiyang dapat kita terima bersama.
1. Allah menerima karya Yesus Kristus yang ditempuh dengan jalan pengosongan
diri itu, “jalan menurun”, merendahkan diri menjadi seorang hamba. Bukti
penerimaan Allah itu nampak dalam “peninggianYesus”, mengaruniakan kepada-
Nya Nama di atas segala nama dan membuat semua lidah mengaku
bahwaYesusKristus adalah Tuhan. Peninggian ini menjadi tanda penerimaan
Allah atas karya Yesus dan ini hanya terjadi karena kerelaan menempuh jalan
perendahan diri, pengosongan diri.
2. Gereja pasti berharap segala karyanya diterima oleh Allah, maka tidak ada jalan
lain selain merendahkan diri, mengosongkan diri. Pengosongan diri itulah dapat
dilihat dari sikap anggota jemaat yang tidak mementingkan diri sendiri demi
mengutamakan kebersamaan dan kesatuan.
Penutup
Dalam konteks hidup dan pelayanan gereja, ada beragam persoalan yang bisa
mendukung pertumbuhan iman jemaat, mempererat persekutuan, dan merawat
kesatuan. Tetapi ada pula dinamika yang juga bisa membuat jemaat sulit bertumbuh
dan senantiasa ada dalam konflik. Sebagaimana jemaat Filipi menerima pengajaran
dan nasihat dar irasul Paulus, marilah kita belajar menyadari pergumulan kita dan
mengerjakan bersama-sama dan terus-menerus untuk menjaga kesatuan jemaat,
melalui jalan yang telah dibuka oleh Yesus Kristus bagi kita, jalan pengosongan diri,
jalan mengosongkan kepentingan dirisendiri, jalan yang pada akhirnya membawa kita
berjumpa dengan Allah dan dunia pun dapat berjumpa dengan Allah melalui gereja-
Nya, Amin.
Kerangka Khotbah Minggu Sengsara 7
Yesaya 52:13-53:12[1]
Pengantar
Bacaan ini sangatang akrab bagi kita di saat-saat minggu sengsara. Gambaran Hamba
yang Menderita yang di uraikan oleh nabi Yesaya menjadi gambaran mengena Yesus
yang menderita yang dicatat di Perjanjian Baru.
Tafsiran
Kata ‘hamba’ digunakan 23 kali dalam Kitab Yesaya. Dari pasal 41-53 disebut 19 kali.
Sebutan hamba bagi Yakub/Israel disebut 11 kali. Ada pandangan kata ‘hamba’ ini
merujuk pada satu orang atau sekelompok orang. Tampaknya hamba ini menanggung
hukuman untuk orang lain tapi pada akhirnya dia diberi keudukan tinggi. Dengan
pemakaian kata ‘kita’, ‘mereka’ membuat anggapan bahwa ‘hamba’ ini berhubungan
denga sekelompok orang. Di awal pasal kata ‘kita’ berkonotasi negative, tidak
menghargai, tidak senang melihatnya, tidak menarik. Namun ‘hamba’ menanggung
dosa kita, menanggung kelemahan kita, oleh bilur-bilurnya kita disembuhkan. Allah lalu
memuliakan hamba itu setelah kematiannya.
Kita percaya bahwa ‘hamba’ ini merujuk pada Yesus Kristus. Sebagaimana Yesus
menderita dan sengsara bagi banyak orang. Dialah Mesias, Juruselamat dunia,
sekalipun bagi orang-orang Yahudi, mereka percaya bahwa Hamba ini adalah Mesias
yang dinantikan.
Ayat 9: nubuat ini digenapi oleh Yesus dengan kematian dan pemakamannya Matius
27, Markus 15:20-47, Lukas 23:33-56
Pokok Pikiran
1. Istilah hamba memang identik dengan mereka yang ‘terhina’, dan tidak
diperhitungkan. Hamba adalah mereka yang mengabdi tanpa ada hak. Hamba
yang menanggung segala penderitaan, hina dan kutuk telah menanggung segal
doasa, derita dan penyakit kita, Dialah Kristus sang Juruselamat.
2. Penderitaan Kristus telah menghapus segala dosa-dosa kita.
3. Posisi kita sebagai ‘Hamba’ Kristus mestinya membuat kita juga siap
menanggung ‘penderitaan’ sebagai konsekuensi sebagi hamba Kristus.
Kerangka Khotbah Jumat Agung
Markus 15:33-47
Kitab Markus ditulis oleh seseorang yang tidak diketahui identitasnya. Namun demikian,
tradisi gereja mula-mula mempertimbangkan Yohanes Markus sebagai penulis kitab ini.
Hal yang mendukung anggapan tersebut adalah bahwa penulis menyoroti pengalaman
kegagalan para murid Tuhan Yesus secara terperinci seperti seorang saksi mata atau
orang yang mendengar dari sumber yang terpercaya (Mrk 14:66-72; Kisah 13:13;
15:37-41; kegagalan Petrus dan mungkin juga kegagalan dirinya sendiri). Penulis juga
menekankan tentang kebangkitan Yesus yang menawarkan pengampunann dan
pembaharuan bagi para murid yang telah gagal (Mrk 16:7). Di sini Yohanes Markus
dianggap sebagai sang penulis mengingat bahwa ia adalah orang yang dekat dengan
Petrus sebab ia adalah rekan kerja Paulus dan Petrus (Kisah 12:12, 25; 13:5, 13;
15:37-39; Col 4:10; Fil. 24; 2 Tim. 4:11; 1 Pet 5:13).
Para ahli bersepakat bahwa Matius dan Lukas menulis Injil mereka setelah Injil Markus
dan menggunakan Markus sebagai salah satu sumber mereka. Jika demikian maka
pertanyaannya adalah kapan dan di mana Markus ditulis? Tradisi gereja awal
mengklaim bahwa Markus ditulis di Roma karena teks Markus sendiri memberikan
beberapa pentunjuk bahwa para pembacanya menderita penganiayaan karena mereka
adalah para pengikut Kristus (Mark 8:34-38; 9:42-48 dan 13:9-13). Di samping itu juga,
cara Markus menggambarkan tentang wilayah Palestina menunjukkan bahwa sang
penulis tidak terlalu akrab dengan tata letak wilayah Palestina. Dengan latar belakang
ini maka ada sejumlah ahli yang berpendapat bahwa kemungkinannya Injil ini di ditulis
di antara tahun 55-65 ZB (Zaman Bersama/Sesudah Masehi) - tidak lama setelah Bait
Allah dihancurkan (antara tahun 65-70).
Kebanyakan para ahli membaca Injil Markus pada periode ketika pemerintahan Romawi
berkuasa di Palestina pada abad Pertama ZB. Untuk itu maka Injil ini dipahami sebagai
Injil pembebasan. Ahli seperti Ched Myers (1992) mengatakan bahwa Markus
menentang penindasan imperialisme Romawi, menolak ekploitasi ekonomi Bait Allah
dan mendukung pembangunan komunitas yang adil dan setara di mana anggota-
anggotanya saling berbagi dan melayani. Tindakan-tindakan tersebut dipahami sebagai
cerminan jalan salib.
Kehidupan yang bersifat transformatif tersebut diimpikan oleh Markus mengingat bahwa
jemaat Kristen mula-mula yang hidup pada abad pertama di Roma mengalami
penderitaan dan penganiayaan akibat kepercayaan mereka kepada Kristus. Selain itu,
tantangan serius lainnya bagi orang Kristen Roma datang dari para orang Yahudi
sendiri yang merasa terancam dengan diproklamasikannya Kristus sebagai sang
Mesias di berbagai sinogoge yang ada di Roma. Bagi orang Roma sendiri kematian
Yesus di atas kayu salib telah menunjukkan bahwa Yesus telah gagal untuk
menyandang gelar juru selamat. Itulah sebabnya dalam Injil ini, Markus berusaha keras
untuk meyakinkan pembacanya bahwa Yesus sebenarnya memang tidak layak untuk
disalibkan; namun tentu saja tindakan penyaliban mempunyai maksud Ilahi yang pada
kesempatan ini akan digali dengan teliti.
Injil Markus diawali dengan narasi-narasi yang sambung menyambung tentang sang
tokoh protagonis utama yaitu Yesus yang melakukan berbagai hal luar biasa seperti
menyembuhkan, memberi makan orang-orang lapar, mengusir setan dan memberikan
pengajaran-pengajaran berwibawa yang bersifat menguatkan para pendengar-Nya.
Namun, narasi Markus kemudian diakhiri dengan cara yang berbeda. Tidak seperti
sebelumnya di mana Yesus digambarkan sebagai orang yang berkuasa – di akhir-akhir
cerita terutama dalam pasal 14-15, Yesus digambarkan sebagai seorang korban yang
pasif yang ditangkap, dikurung, dihina, disiksa dan ditikam lambungnya. Namun, dalam
analisa terakhirnya, Markus sangat jelas mengatakan bahwa kehidupan Yesus tidak
diambil dari pada-Nya melainkan diberikan oleh Yesus sendiri secara sadar dan
iklas. Hal ini berarti bahwa Yesus, dengan kehendak bebasNya sendiri memilih untuk
menyerahkan diri-Nya dan menerima apa yang harus diterimaNya. Hal ini ditunjukkan
secara halus (Mark 15:5, tindakan Yesus untuk memilih diam), secara simbolik (Mark
14:22-25, Yesus memberikan roti dan anggur menandakan pemberian akan tubuh dan
darah-Nya sendiri untuk para murid-Nya), dan secara terang-terangan/jelas (Mark 10:45
di mana Yesus berbicara tentang “memberikan hidupnya”).
Namun, janganlah sekali-kali kita terjebak dalam pikiran bahwa Yesus dalam
penggambaran Markus adalah sang “Superman” atau “Superhero” yang selalu siap
untuk mati berkorban bagi siapapun yang membutuhkan-Nya. Markus dengan
gamblang menunjukkan sisi keseharian Yesus yang tidak berbeda dari manusia biasa;
Ia ragu-ragu dan bahkan gentar ketika harus menjalankan apa yang menjadi pilihan
hidup-Nya. Dalam Mark 8:31 misalnya kita berhadapan dengan pemberitahuan atau
prediksi yang pertama tentang penderitaan Yesus yang merupakan bagian dari
kehendak atau rencana Allah. Dalam bagian itu, kata dei (“harus”) menderita
memberikan kesan tentang keinginan Allah yang tidak bisa diganggu gugat. Namun
dalam doa-Nya di taman Getsemani, kita mendengar percakapan yang sangat
menyakitkan antara sang Anak yang percaya penuh pada orang tuaNya namun enggan
melaksanakan tugas yang diberikan oleh sosok figur yang dipanggil-Nya “Abba” (Mark
14:35-36). Di sini kita mendapatkan pemahaman bahwa tidak mudah bagi seorang
Yesus untuk menerima kematian-Nya meskipun untuk alasan yang sangat mulia
sekalipun. Kita juga bertemu dengan gambaran tentang sang Abba yang memiliki
kehendak yang misterius yang melibatkan pengorbanan diri Anak-Nya sendiri tapi tidak
serta merta memaksakan kehendak-Nya. Kata Dei atau harus bukanlah sebuah harga
mati melainkan sebuah langkah untuk menuju dialog – menuju upaya bernegosiasi. Jika
pada akhirnya Yesus menerima penderitaan-Nya, maka itu adalah kehendak bebas-
Nya yang lahir karena pilihan-Nya sendiri – yang dibuat berdasarkan kasih yang
memberi diri untuk menderita.
Di sini penting juga untuk mencatat bahwa dalam drama penyaliban dan kematian
Yesus, ada dua penekanan yang diberikan oleh Markus yaitu 1) tema tentang
penolakan dan penderitaan yang berpuncak pada kematian Yesus dalam Mark.
15:37; dan 2) tema penyingkapan dan pengenalan akan identitas Yesus yang
berpuncak pada pengakuan sang tentara Romawi dalam Mark. 15:39. Tema pertama
yaitu penolakan dan penderitaan Yesus telah dinyatakan secara jelas bahkan di awal
Injil ini yaitu pada pasal 2:18-22 yang kemudian diikuti dengan cerita-cerita penolakan
Yesus yang dilengkapi dengan “pemberitahuan akan kematian-Nya.” Yesus juga ditolak
oleh keluargaNya sendiri (6:1-6). Ia dicemooh (2:24; 3:22), dijebak (3:6; 11:18; 12:12;
14;1-2, 10-11) dan dihukum secara tidak benar (14:53-65) oleh para pemimpin
agamaNya. Ia dikhianati oleh salah satu dari teman dekatnya (14:10-11, 43-45) dan
ditinggalkan oleh para murid-Nya (14:50, 66-72). Ia dikutuk oleh sesamaNya (15:13-15).
Ia dijatuhi hukuman mati secara tidak adil (15;15), disiksa (15:16-20), dan disalibkan
(15:24) oleh pemerintah Romawi. Bahkan di saat-saat terakhir, Yesus merasa
ditinggalkan bahkan oleh Allah-Nya sendiri (15:34). Alangkah anehnya bahwa
menghadapi situasi-siatuasi mengerikan seperti ini, Yesus terus mendedikasikan diri-
Nya untuk tabah menghadapi semua itu sampai akhir.
Pikiran-pikiran Khotbah
Para peringatan Paskah kali ini adalah penting untuk mengingat tentang
tanggung jawab yang datang bersama dengan sebuah titel/jabatan/identitas baik
yang diwariskan ataupun diusahakan dengan susah payah. Pada cerita drama
penderitaan Yesus menurut Markus, Yesus sendiri tidak ingin identitas-Nya
disingkapkan dan diketahui oleh orang banyak; karena Ia sadar bahwa harga
yang harus dibayar serta tanggung jawab yang harus diemban akibat
identatisNya tersebut adalah sangat berat. Sejak awal, Yesus sendiri telah sadar
bahwa Allah yang dipanggil-Nya dengan sebutan Abba telah memiliki rencana
tersendiri untuk diri-Nya. Ia diutus ke dunia dengan misi tunggal yaitu
menyelamatkan manusia dari dosa-dosa mereka dan memperbaiki hubungan
antara Allah dan umat-Nya. Namun, guna mencapai hal tersebut maka jalan
yang harus ditempuh adalah jalan salib – jalan kematian. Jalan yang penuh
dengan cemoohan, derita, siksaan, dan bahkan maut. Tetapi yang harus dicatat
adalah bahwa Yesus menerima identitas tersebut namun Ia menunggu hingga
pekerjaan-Nya tuntas barulah Ia mengklaim identitas tersebut bukan sebaliknya.
Menerima identitas sebagai Anak Allah berarti mencerminkan sifat dan sikap
Allah itu sendiri. Hal ini disadari benar oleh Yesus sehingga disepanjang
pelayanan-Nya Ia berusaha dengan keras untuk merepresentasikan Allah secara
baik. Melalui diri Yesus, kita memahami Allah yang berpihak pada orang kecil;
Allah yang bekerja keras demi memperbaiki keadaan dunia yang penuh morat
marit dan penuh dengan kekacauan. Menjadi pengikut Kristus berarti
melaksanakan apa yang dianggap penting oleh Kristus yaitu memperjuangkan
kebenaran dan keadilan di dunia melalui tindakan kerja nyata. Di sinilah para
pengikut Kristus adalah para pengikut yang bekerja.
Yesus yang adalah Anak Allah tidak segan-segan menunjukkan bahwa Ia juga
adalah sosok yang lemah, sosok yang meragu, sosok yang belum tentu sanggup
menjalankan semua yang disematkan di pundak-Nya. Yesus memberikan ruang
untuk menunjukkan kerapuhanNya di hadapan Abba-Nya. Dengan tidak malu-
malu Ia meminta agar penderitaan yang akan dialamiNya dijauhkan dari
padaNya. Yesus menunjukkan bahwa Ia bukanlah “superman” apalagi
“superhero” – pahlawan gagah perkasa yang tidak bercacat dan tidak bercela;
selalu sempurna dan mampu melaksanakan apapun sehingga Ia tidak takut
menghadapi apapun; Ia tidak akan pernah gagal. Sebaliknya, Yesus yang ada di
hadapan kita menurut Markus adalah Yesus yang juga takut dan gentar dan Ia
tidak malu mengungkapkan hal tersebut. Justru di dalam kelemahan-Nya itulah,
AbbaNya memberikan kekuatan kepadaNya sekaligus pilihan untuk mengikuti
kata hati-Nya. Hal ini tentu saja membuat kita semua bisa menghubungkan diri
kita dengan Yesus yang ternyata tidak berbeda jauh dari kita. Melalui Yesus kita
belajar untuk menerima diri kita apa adanya dan tidak malu mengungkapkan
segala kelemahan dan ketidakmampuan kita. Allah yang kita percayai menerima
kita apa adanya. Kita tidak perlu selalu berusaha untuk menjadi sempurna dan
dalam upaya menjadi sempurna itu lantas cenderung menjadi sangat keras
terhadap diri kita sendiri – menghukum diri dengan tidak tanggung-tanggung
ketika kita berbuat kesalahan atau bahkan jatuh dalam pencobaan.
Yesus tidak takut berdialog dengan figur yang disebutnya sebagai Abba ketika Ia
merasa bahwa tugas yang diberikan kepada-Nya terlampau berat melampaui
kemampuan-Nya. Ia tidak ingin terjebak dalam suatu situasi di mana Ia harus
melakukan apa yang sebenarnya bertentangan dengan suara hatiNya. Meskipun
Ia sangat mengasihi dan menghormati Abba-Nya, namun Yesus berani untuk
menyampaikan keluhan, sikap keberatan ataupun keraguan-Nya dengan cara
yang penuh kasih sayang. Allahpun juga bukanlah sosok yang otoriter yang
memaksakan kehendak-Nya. Ketika Ia mempercayakan Yesus untuk
mengemban misiNya di dunia, Allah memberikan kesempatan kepada Yesus
untuk menentukan pilihan bagi diri-Nya sendiri. Di taman Getsemani pergumulan
itu nyata; di taman Getsemani pula Yesus akhirnya dapat memahami pentingnya
bagi diriNya untuk melakukan apa yang harus dilakukan-Nya; sehingga
kehendak Allah menjadi kehendak-Nya – misi Allah menjadi misiNya. Di sinilah
Yesus menyerahkan diriNya secara total tanpa pernah melihat lagi ke belakang.
Sikap dan teladan Allah sebagai seorang pemimpin yang menjalankan
kekuasaan-Nya dengan cara-cara yang bersifat filiarkhi (kasih persahabatan)
tentu saja menjadi model kepemimpinan yang baik bagi kita semua. Ia tidak
memaksakan kehendakNya bagi mereka yang dipimpinNya melainkan selalu
menyediakan ruang di mana orang bebas untuk meragu, ruang di mana orang
bebas untuk mempertanyakan kembali panggilannya, ruang di mana orang dapat
memilih dan memutuskan sendiri yang terbaik bagi dirinya, dan ruang untuk
melihat bahwa kemanusiaan dan kesejahteraan bersama adalah melampaui
kepentingan dan hasrat pribadi. Sikap Yesuspun yang berani untuk menjadi
diriNya sendiri harus kita teladani pula. Ia tidak takut untuk bertanya, tidak takut
untuk mengajukan keberatan, tidak takut untuk mencari sendiri jawaban untuk
diri-Nya sendiri, tidak takut untuk bertindak berdasarkan keputusan yang
dibuatNya secara merdeka dan sadar. Menjadi orang merdeka yang menghargai
diri dan kehendak bebasnya sendiri tentu tidak mudah maka berbahagialah
mereka yang telah, sementara dan akan senantiasa berjuang untuk menjadi
dirinya sendiri dan mau berjalan di jalan-jalan kebenaran dan keadilan seperti
Yesus.
Kerangka Khotbah Paskah 1
ORANG MATI
Matius 28:1-10
Injil Matius ditujukan bagi para pembaca yang kemungkinan besar tinggal di kota
Antiokia di Siria yang adalah salah satu provinsi dari Kekaisaran Romawi. Injil ini
kemungkinan ditulis pada tahun 100 atau pada abad pertama Zaman Bersama.
Sebagai jemaat yang tinggal di Antiokia, kehidupan orang Kristen bersama-sama
dengan penduduk lainnya tunduk pada sistem kekuasaan kekaisaran Romawi yang
ditandai dengan sistem “kekaisaran aristrokratik.” Istilah “aristrokratik” merujuk pada
sekelompok kecil orang yang kemungkinan mencakup 2 persen dari keseluruhan
populasi. Mereka yang tergabung dalam kelompok birokrasi kecil dalam relasinya
dengan para elit provinsi memerintah di sejumlah wilayah besar. Mereka menjalankan
kekuasaan mereka dengan menggunakan kekuatan militer yang memungkinkan
mereka untuk memaksakan kekuasaan mereka pada kelompok rakyat kecil yang
diharuskan membayar pajak, upeti dan biaya sewa tanah garapan. Keadaan ini tentu
saja sangat memberatkan rakyat kecil. Lebih lanjut, kehidupan perekonomian
kekaisaran dapat digambarkan sebagai “ekonomi pasukan militer/legion” karena
mereka menggunakan kekuatan militer untuk mengontrol produksi kekayaan yang
dihasilkan oleh 90 persen populasi penduduk yang mereka kuasai.
Teks Matius 28:1-10 yang menjadi bahan bacaan kita kali ini menyorot secara khusus
peran perempuan sebagai saksi mata yang pertama atas kebangkitan Yesus. Oleh
karena itu sedikit pemaparan tentang peranan perempuan dalam konteks jemaat
Kristen pada abad ke-1 ZB sangatlah penting untuk membangun pemahaman kita.
Berbeda dengan Injil Matius atau bahkan surat Paulus yang menunjukkan ketegangan-
ketegangan dalam menggambarkan peranan kepemimpinan perempuan dan isu-isu
gender, maka injil Matius memberikan pemaparan yang positif tentang kaum
perempuan. Hal ini dapat dilihat melalui cara Matius memberikan peranan-peranan
penting pada kaum perempuan dan dengan demikian merenggangkan batasan-batasan
patriarki yang sangat mempengaruhi alam pemikiran penulis pada saat itu. Namun
Anderson (1983) mencatat bahwa ketika seorang perempuan berhasil menduduki posisi
tertentu atau berhasil memegang peranan yang cukup penting dalam narasi Matius
maka keberadaannya sebagai seorang perempuan menjadikan apa yang dilakukannya
sebagai sebuah prestasi yang luar biasa dan hal ini semakin menunjukkan perbedaan
status dan peranan akan perempuan dan laki-laki dalam masyarakat saat itu.
Namun terlepas dari dinamika relasi perempuan dan laki-laki di atas, Selvidge (1984)
memahami komunitas Matius sebagai kelompok yang sangat dipengaruhi oleh kondisi
peperangan yang diakibatkan oleh kekaisaran Romawi sehingga mereka yang
tergabung dalam jemaat Kristen di Antiokia adalah yang berasal dari berbagai latar
belakang ekonomi, sosial dan politik. Dalam narasinya, Matius menunjukkan bahwa
komunits yang terbentuk tersebut berpotensi untuk memiliki masa depan yang penuh
harapan jika mereka menghargai segala potensi dan kekuatan (termasuk yang
ditawarkan oleh kaum perempuan) yang ada dan mengelolahnya secara baik tanpa
tentu saja mengabaikan potensi kekerasan yang bisa juga diakibatkan oleh
perjumpaan-perjumpaan mereka yang berbeda latar belakang. Di sinilah Selvidge
mengatakan bahwa para perempuan muncul sebagai agen-agen yang memperkuat
komunitas baru tersebut dan merupakan kekuatan solid yang memelihara
keberlangsungan komunitas itu. Dengan konteks pemahaman seperti inilah maka kita
akan membaca dan menelaah Matius 28:1-10 yang berbicara tentang drama
kebangkitan Yesus.
Keterangan menarik tentang realita dan peranan para perempuan yang berada di
sekitar Yesus menolong kita untuk memahami tindakan para perempuan yang dengan
sabar dan tekun memperhatikan apa yang akan terjadi pada diri Yesus yang telah
dikuburkan. Namun berbeda dengan pemaparan Markus atau Lukas yang menjelaskan
bahwa para perempuan ini datang dengan membawa rempah-rempah, maka di Injil
Matius para perempuan itu tidak datang membawa rempah-rempah untuk mengurapi
tubuh Yesus. Mereka datang dengan alasan yang berbeda yaitu untuk “melihat.”
Melihat berarti berusaha untuk memperoleh pemahaman – pemahaman bahwa Yesus
akan menggenapi nubuat kebangkitan-Nya di hari yang ketiga. Di sinilah mereka tidak
hanya datang untuk melihat tapi mereka datang dengan ekspetasi atau pengharapan.
Pengharapan tersebut tentu saja hanya bisa lahir dari kepercayaan penuh bahwa apa
yang dikatakan Yesus itu benar dan akan terjadi. Jadi di sini, para perempuan tidak
melihat barulah percaya. Mereka telah percaya terlebih dahulu sehingga mereka
yakin bahwa mereka akan melihat.
Bukti kepercayaan penuh mereka terhadap Yesus dapat kita lihat pada cara mereka
menanggapi drama kebangkitan Yesus yang ditampilkan di depan mereka. Ketika
gempa bumi terjadi dan seorang malaikat menggulingkan batu maka para perempuan
tersebut, berbeda dengan para penjaga yang pingsan, ternyata tidak pingsan. Mereka
dengan penuh semangat dan sukacita mendengarkan apa yang dikatakan oleh sang
malaikat bahwa Yesus telah bangkit. Lagi-lagi sikap para perempuan ini menunjukkan
keyakinan yang tergoyahkan akan Yesus. Lalu dengan tenang dan penuh perhatian,
para perempuan ini mendengarkan pesan sang malaikat untuk menyampaikan pada
para murid Yesus bahwa Ia telah bangkit. Di sini mereka tidak hanya percaya, melihat,
mengerti, tetapi juga mendengar. Dalam cerita ini tidak satu katapun yang keluar dari
mulut para perempuan itu untuk merespon. Namun itu persis yang ingin ditunjukkan
oleh penulis Injil ini; bahwa para perempuan tersebut menekankan pada tindakan.
Mereka “bekerja.” Sejak awal mereka mengikuti, mereka “mempersiapkan” kebutuhan
Yesus, mereka melihat, mereka menunggu, dan mereka pergi untuk melihat. Dan ketika
mereka diperintah untuk memberitahukan kepada para murid, mereka dengan cepat
melaksanakan tugas tersebut. Ini tentu saja menjadi pembelajaran yang penting bahwa
dalam drama kebangkitan Yesus tentu saja ada kegaduhan untuk merayakan
kebangkitan itu. Tentu saja ada sikap gegap gempita – keinginan untuk meneriakkan
kepada dunia secara keras bahwa Dia yang kita pecayai telah bangkit. Hal itu tentu saja
juga bergejolak dalam diri para perempuan yang setia melayani Yesus. Namun, ada sisi
lain dari mereka yang kita pelajari bahwa drama kebangkitan Yesus adalah tentang
“bekerja” dengan giat. MengikutiNya dengan giat. MelayaniNya dengan giat. Percaya
padaNya dengan giat. Melihat dengan giat apa yang menjadi kebutuhan umat Tuhan.
Memahami dengan giat; dan pergi melaksanakan semua tugas yang diemban dengan
giat. Memang benar, Yesus telah bangkit dari orang mati oleh karena itu kita harus
menyambut semua itu dengan giat “bekerja” – sama seperti teladan yang diberikan oleh
para perempuan tersebut.
Pemikiran-pemikiran Khotbah
Dalam drama kebangkitan Yesus kita belajar dari dua orang Maria yang kita
baca ceritanya di hari ini. Para perempuan ini adalah mereka yang dengan setia
melihat diri mereka sebagai agen-agen yang dapat memperkuat pekerjaan
pelayanan Yesus di dunia. Tentu saja kesetiaan itu lahir dari kepercayaan
mereka terhadap visi dan misi pelayanan yang ditawarkan oleh Yesus. Mereka
percaya pada apa diberitahukan kepada mereka. Namun penting untuk dicatat
bahwa kepercayaan mereka tidaklah bersifat statis. Kepercayaan akan setiap
perkataan dan janji Yesus dipegang baik-baik sehingga semakin hari bertumbuh
menjadi harapan. Namun kembali lagi mereka tidak pasif, mereka pergi ke
kuburan Yesus dan menanti – menanti dengan aktif. Menanti dengan penuh
antisipasi guna melihat bahwa harapan mereka yang telah mereka tanam di hati
mereka, yang telah mereka pupuk dengan penuh cinta dan kesabaran, kini akan
bertumbuh dan bahkan berbuah di depan mata mereka. Para perempuan ini
telah membuka drama kebangkitan Yesus dengan standar yang sangat tinggi –
bahwa mereka mereka percaya dan berharap namun bekerja untuk memupuk
kepercayaan dan harapan itu.
Para perempuan tersebut tidak melihat barulah percaya. Mereka percaya baru
kemudian melihat. Hal ini sangat sulit untuk kita terapkan dalam konteks kekinian
kita terutama ketika kita melihat bahwa mereka yang ada di sekeliling kita hanya
sibuk menawarkan janji-janji manis namun tidak cukup peduli dan bertanggung
jawab untuk melaksanakannya. Namun, standar iman para perempuan terhadap
Yesus membuktikan bahwa Yesus sendiri yang mereka percayai adalah sosok
yang berintegritas diri yang tinggi. Yesus sendiri juga pasti telah sukses
menunjukkan bahwa Ia adalah orang yang berdiri di atas perkataan-perkataan-
Nya. Ia adalah orang yang bekerja. Ini tentu saja menjadi motivasi yang baik bagi
kita semua yang berasal dari berbagai latar belakang kehidupan dan yang
memiliki tanggung jawab yang luar biasa di pundak kita. Saat kita belajar bahwa
sama seperti Yesus yang bekerja keras membangun kepercayaan dalam diri
mereka yang mengikuti-Nya maka kitapun harus bekerja keras untuk
membangun kepercayaan tersebut.
Para perempuan yang menjadi saksi kebangkitan Yesus yang pertama
menandai perjumpaan tersebut dengan bekerja. Bekerja secara konsisten.
Mereka tidak hanya mengikuti, melayani, menunggu, melihat, mengerti tetapi
juga pergi. Para perempuan tersebut menyuarakan apa yang mereka percayai
bukan dengan suara yang gaduh namun melalui tindakan yang nyata yang
dilakukan dengan penuh kesetiaan. Kitapun dapat belajar dari pengalaman ini;
belajar untuk sedikit berbicara, sedikit mengkritik, sedikit menghakimi dan
semakin giat bekerja dalam segala musim. Itulah arti “diakonia” yaitu
mempersiapkan apa yang menjadi kebutuhan Yesus dengan cara
memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan mereka yang kita layani dan
kemudian mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Kebangkitan Yesus
adalah undangan untuk giat bekerja, Amin.
Kerangka Khotbah Paskah 2
Lukas 24:13-35
Latar Belakang
Injil Lukas adalah Injil yang memberi perhatian kepada mereka yang terpinggirkan,
terabaikan dalam kehidupan social masyarakat pada jaman itu. Perempuan, orang
sakit, pemungut cukai adalah antara lain mereka-mereka yang diabaikan dalam
masyarakt namun mendapat perhatian dalam pelayanan Tuhan Yesus dan dicatat oleh
Injil Lukas. Kisah perjalanan Kleopas dan temannya ke Emaus (dari Yerusalem) hanya
dicatat oleh penginjil Lukas.
Tafsiran
Ayat 13-16 menceritakan bahwa di ujung hari itu, pada waktu senja, berjalanlah pulang
seorang bernama Kleopas dan temannya, mereka ini adalah murud-murid yang biasa
bersama dengan Yesus selama Yesus mengajar dan melayani selama kurang lebih 3
tahun. Mereka berjalan diwaktu senja, saat matahari terbenam. Jarak Yerusalem ke
Emaus sekitar 12 kilometer. Sambil berjalan mereka bercakap-cakap sedemikian
seriusnya mengenai berita kebangkitan yang menggemparkan, sehingga mereka tidak
mengenali bahwa ada seorang yang dating bergabung dengan mereka dalam
perjalanan adalah Yesus yang mereka bicarakan. Dicatat oleh Lukas bahwa ada
sesuatu yang menghalangi mata mereka sehingga mereka tidak mengenali Yesus.
Apakah itu yang menghalangi mata mereka? Kemungkinan pertama karena perjalanan
mereka menuju arah barat (lihat peta no.3 di belakang Alkitab), matahari terbenam,
maka mata mereka terhalang cahaya senja matahari. Kemungkinan lain karena
mereka begitu asik dalam percakapan dan diskusi mereka sendiri sehingga mereka
tidak mengenali Yesus ataupun juga karena hati mereka yang sedang galau, sedih
bingung dan kacau. Mereka masih bersedih dengan kematian guru mereka, dengan
pupusnya harapan-harapan mereka terhadap Yesus, lalu kini mereka di kejutkan lagi
dengan berita kebangkitan Yesus.
Ayat 17-24: ayat-ayat ini mencatat dengan cukup detail tentang percakapan Yesus dan
murid-murid ini. Ketika di ayat 17 Yesus berupaya mencari tahu apa yang menjadi
pokok pembicaraan ini, berhentilah mereka dengan muka muram (heran), mereka
bingung kalau ada orang yang tidak tahu akan berita yang menggemparkan seluruh
penduduk. Ayat 18 menunjukkan bahwa Yesus ingin mendengar dari mereka sendiri
apa yang mereka ketahui tentang situasi itu. Ayat 20 tampaklah harapan mereka
terhadap Yesus yang mereka pikir akan membawa pembebasan bagi bangsa Israel
yang sedang dalam pendudukan bangsa Romawi.
Ayat 25: Teguran keras Yesus kepada mereka ‘Hai kamu orang bodoh’. Di sini yang
dimaksud dengan kata ‘bodoh’ adalah ‘lambat’, lambat mengerti apa yang Yesus
pernah para nabi nubuatkan dan Yesus ajarkan tentang Mesias. Lalu Yesus kembali
mengajarkan lagi kepada mereka tentang Mesias mulai dari kitab-kitab Musa lah
berjumpa, sampai kitab Nabi-nabi
Ayat 28-32: Ketika mereka semakin mendekat ke tujuan, Yesus ingin mengetahui hati
mereka, apakah mereka masih merasa perlu untuk mendengar dan bercakap dengan
Yesus (ayat 28). Oleh karena mereka masih ingin bersama dengan Yesus maka
mereka meminta kepada Yesus untuk masih tinggal bersama dengan mereka. Maka
mereka makan malam bersama. Pada waktu Yesus mengambil roti, mengucap berkat
lalu memecah-mecah roti itulah mereka menjadi sadar bahwa itulah Yesus,
kemungkinan karena mereka tahu benar cara itu ketika Yesus memberi makan 5000
orang dengan 5 roti dan 2 ikan. Sadarlah mereka bahwa sejak dalam perjalanan Yesus
telah membuat hati mereka berkobar-kobar.
Ayat 33-35: Seketika mereka menyadari bahwa mereka telah berjalan, bercakap,
belajar bahkan makan bersama dengan Yesus, maka mereka menjadi begitu
bersemangat, tidak merasa letih dan membuat mereka bersemangat untuk segera
kembali ke Yerusalem untuk berjumpa dengan murid-murid lainnya dan mengabarkan
kabar sukacita bahwa mereka sungguh-sungguh telah berjumpa dengan Yesus yang
bangkit.
Pokok Pikiran
1. Ada banyak hal yang terjadi dalam hidup kita terkadang membuat kita tidak
dapat melihat atau menyadari bahwa sesungguhnya Tuhan Yesus sedang
berjalan dengan kita. Kesedihan, tantangan dan pergumulan hidup atau bahkan
kebahagiaan sekalipun, terkadang menutup ‘mata’ kita akan kehadiran Tuhan.
Kita terlalu sibuk dengan pikiran, dugaan ataupun perasaan kita.
2. Kebangkitan Tuhan Yesus adalah kabar sukacita bagi semua orang, bagi orang
kota diperhitungkan. Tuhan Yesus datang menghampiri Kleopas dan seorang
temannya dan menemani perjalanan mereka pulang ke kampung Emaus yang
berjarak sekitar 12 km dari Yerusalem. Tuhan bercakap-cakap bahkan
mengajarkan mereka. Kehadiran Tuhan yang bangkit membawa sukacita dan
semangat baru bagi mereka (hati mereka berkobar-kobar).
3. Kleopas dan teman-temannya menyadari bahwa itulah Tuhan, ketika mereka
melihat cara Tuhan memecah roti (sebagaimana mereka melihat ketika Tuhan
memberi makan 5000 orang). Tuhan hadir di tengah keluarga, jemaat,
masyarakat kita dengan cara kita mengingat kebaikan-kebaikan Tuhan, mujisat-
mujisat yang di perbuat-Nya. Sehingga kita dapat terus menyadari bahwa Dia
selalu ada bersama kita
4. Sukacita kebangkitan Tuhan harus kita bagikan kepada banyak orang, kepada
sesama kita. Sukacita itu menghapus kesedihan dan kelelahan Kleopas dan
temannya. Sehingga dengan semangat mereka kembali lagi berjalan ke
Yerusalem untuk membagikannya kepada saudara-saudara dan murid-murid
Tuhan lainnya.
BAHAN LITURGI
PENJELASAN LITURGI
1. Meskipun Bahan Masa Paskah 2017 ini diterbitkan oleh Majelis Sinode Harian
GMIT, tetapi Majelis Jemaat dapat tetap menggunakan Bahan Minggu-minggu
Sengsara, Jumat Agung dan Paskah yang diterbitkan oleh Majelis Sinode pada
tahun 2007. Bahan Paskah 2017 ini adalah sebagai alternatif yang memperkaya
perbedaharaan Tata Ibadah kita.
2. Bahan yang tersaji ini masih perlu diolah dan disesuaikan dengan
kondisi/kebutuhan jemaat.
3. Semua unsur liturgi yang dibaca atau dinyanyikan harus dipersiapkan dengan
latihan yang baik sehingga dapat dilaksanakan dengan baik pula. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara: teks liturgi diberikan kepada yang bertugas untuk berlatih
sendiri, lalu latihan bersama-sama secara parsial (per bagian) dan juga latihan
menyeluruh. Latihan kalau dapat sebanyak dua sampai tiga kali.
4. Dalam kaitan dengan penataan atribut ibadah, maka perlu diperhatikan hal-hal
berikut:
5. Jumlah Lilin Minggu Sengsara dinyalakan sesuai jumlah Minggu Sengsaranya.
6. Pada Ibadah Kamis Putih, yang dirangkai dengan Sakramen Perjamuan Kudus,
lilin dinyalakan 7 buah.
7. Pada Ibadah Jumat Agung lilin diletakkan sebanyak 3 buah, tetapi yang
dinyalakan hanya lilin yang di tengah.
8. Pada Ibadah Sabtu Sunyi lilin diletakkan dan dinyalakan sama dengan Jumat
Agung.
9. Pada Ibadah Paskah diletakkan dan dinyalakan satu buah lilin saja.
10. Warna liturgi untuk Minggu Sengsara: ungu tua, dengan lambang ikan,
sedangkan .
11. Berkaitan dengan unsur-unsur liturgi, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
12. Bagi lagu-lagu yang dirasa sulit untuk dinyanyikan, maka dapat diganti dengan
lagu-lagu lainnya yang sejajar maksudnya.
13. Untuk Mazmur yang dinyanyikan bila dirasa sulit, maka dapat diganti dengan
cara membaca secara berbalasan Mazmur yang bersangkutan.
14. Untuk unsur Liturgi tertentu, seperti Votum, Salam dan Berkat, kata “kamu” atau
“engkau” hanya diucapkan oleh Pelayan yang adalah seorang Pendeta,
sedangkan yang Pelayan yang bukan Pendeta menggunakan kata “kita”.
15. Bagi PS/VG dan Penyanyi lain yang akan mengisi liturgi, maka penempatannya
dalam liturgi, di samping sesuai dengan yang dicantumkan dalam liturgi, tetapi
dapat juga disesuaikan dengan judul atau isi lagu yang cocok dengan unsur
liturgi yang bersangkutan.
16. Warta Jemaat bisa disesuaikan tempatnya dalam Liturgi sesuai kebiasaan dalam
jemaat masing-masing, entah sebelum ibadah atau sebelum/sesudah Doa
Syafaat.
17. Bila ada hal yang butuh penjelasan dapat menghubungi Pdt. Johny E. Riwu Tadu
di Kantor Sinode GMIT atau telpon di HP 085 253 233 121.
Tata Ibadah Minggu Sengsara 1
Persiapan
Panggilan Beribadah
Pnt : Minggu-minggu Sengsara adalah saat di mana kita melekatkan diri pada
Tuhan dengan lebih intensif. Kita mengenang karya kasih Tuhan dalam derita dan
sengsara yang mesti dipikul-Nya. Dengan satu hati, mari kita memasuki Ibadah Minggu
Minggu Sengsara 1 ini dengan menengadah kepada-Nya, memohon berkat-Nya!
Nyanyi : KJ 58:1,3 (Jemaat berdiri, sementara itu pelayan ibadah memasuki ruang
ibadah)
do = bes 4 ketuk
Pelayan : Pertolongan kita adalah di dalam nama Tuhan, Pencipta langit dan bumi,
yang senantiasa setia dan tidak pernah meninggalkan perbuatan tangan-Nya.
Salam
Pelayan : Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Bapa kita dan dari Tuhan
Yesus Kristus menyertai Saudara sekalian.
Nas Pembimbing
P : Dalam Minggu Sengsara 1 ini kita diarahkan agar tinggal bersama Allah
dalam Firman-Nya. Karena itu, ingatlah akan firman-Nya: “Jikalau kamu tinggal di
dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu
kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yoh. 15:7)
Nyanyi : KJ 405:1-3
do = es 3 ketuk
Pnt : Sebagai manusia, seringkali hati kita mudah tergiur dengan hal-hal yang
membuat kita kurang melekat kepada Tuhan. Kita cenderung tergoda melekat pada
manusia dan hal-hal duniawi…
Nyanyi : KJ 44
TUHAN, KASIHANILAH
la = fis 6 ketuk (2x3)
Jemaat : Tuhan, kasihanilah!
Kristus, kasihanilah!
Tuhan, kasihanilah!
Pnt : Dunia ini porak poranda,
dosa melanda umat manusia;
banyak sengsara, itu akibatnya.
Jemaat : Tuhan, kasihanilah!
Kristus, kasihanilah!
Tuhan, kasihanilah!
Pnt : Banyak yang hidup tanpa harapan,
lapar dan miskin; siapa menolongnya?
Banyak yang mati; siapa mengingatnya?
Jemaat : Tuhan, kasihanilah!
Kristus, kasihanilah!
Tuhan, kasihanilah!
Pnt : Juruselamat, Maha Pengampun,
dosa Kauhapus di atas salib-Mu.
Bangkitkan kami di kebangkitan-Mu.
Jemaat : Tuhan, kasihanilah!
Kristus, kasihanilah!
Tuhan, kasihanilah!
Berita Anugerah
Pelayan : “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup,
tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan dibangkitkan
untuk mereka. Dan semuanya ini dari Allah yang dengan perantaraan Kristus telah
mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan
pendamaian itu kepada kami“ (2 Kor. 5:15,18).
Nyanyi : PKJ 14
Pnt : Biarlah mereka menyanyikan syukur bagi nama-Mu yang besar dan
dahsyat;
Jemaat : KUDUSLAH IA!
Nyanyi : PKJ 7
(umat duduk)
PS/VG
P : Yang berbahagia adalah mereka yang mendengar Firman Allah dan yang
memeliharanya. Hosiana!
P : (berkhotbah)
PS/VG
Pnt : Bersama dengan umat Tuhan di segala abad dan tempat, marilah kita
memperbarui iman percaya kita dengan menyanyikan pengakuan iman seturut KJ 280
Nyanyi : KJ 280:1-3
AKU PERCAYA
do = f 2 ketuk
Persembahan
Dkn : Saudara-saudari kekasih Tuhan, dengan penuh syukur mari kita haturkan
persembahan yang telah kita siapkan dari rumah seraya mengingat firman-Nya dalam 1
Tawarikh 29:11-13, demikian: “Ya Tuhan, punyamulah kebesaran dan kejayaan,
kehormatan, kemasyuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di
bumi! Ya Tuhan, punyamulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-
galanya sebagai kepala. Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan
Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan
kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-
galanya. Sekarang, ya Allah kami, kami bersyukur kepada-Mu dan memuji nama-Mu
yang agung itu.”
Marilah berdoa: ….
do = g 4 ketuk
Nyanyian Pengutusan
do = as 4 ketuk
Pelayan : Tetap melekatlah kepada Tuhan dan jadilah saksi Tuhan di manapun
Saudara berada!
Pelayan : Sekarang arahkanlah hati Saudara kepada Tuhan dan terimalah berkat-
Nya:
J : AMIN
Nyanyi : KJ 410:1,3
do = d 4 ketuk
Persiapan
Panggilan Beribadah
Pnt : Minggu ini kita memasuki Minggu Sengsara 2, masa kita merenungkan
sengsara Yesus Kristus menuju penggenapan maksud Bapa di Yerusalem. Setiap kali
kita mengenang dinamika dan pasang surut perjalanan Kristus dalam memenuhi
panggilan tugas dari Bapa, kita dapat merasakan betapa agungnya hati Kristus.
Tantangan, tekanan dan godaan berlalu lalang menyerang Dia namun Dia tetap taat
dan patuh, fokus pada tugas utama-Nya, memenuhi panggilan Ilahi. Dia mengajar kita
tentang bagaimana menempatkan Bapa sebagai pusdat kehendak dan menepiskan
hasrat diri yang berorientasi pada kepentingan diri.
Nyanyi : PKJ 2 (berdiri, sementara itu pelayan ibadah memasuki ruang ibadah)
Votum
P : Ibadah Minggu Sengsara kedua ini berlangsung dalam nama Allah Bapa,
Anak dan Roh Kudus.
Nyanyi : AMIN, AMIN, AMIN.
Salam
Pelayan : Manusia diciptakan sungguh amat baik! Namun manusia juga rentan
terhadap goda dan coba. Terbukti Adam dan Hawa jatuh dalam dosa ketika digoda dan
dicoba oleh Setan. Di Minggu Sengsara 2 ini marilah kita mengingat sengsara Kristus.
Setiap kita merenungkannya, kita tunduk menilik diri: apakah kita masih menempatkan
Kristus sebagai pusat cinta, cita, nalar, rasa dan kehendak kita? Ataukah
sesungguhnya acap kita melakukan apa saja demi kepentingan pribadi, lepas dari
tuntunan Ilahi? Nafsu akan harta, kenikmatan tanpa batas, popularitas dan pembenaran
sering kita kemukakan sebagai bentuk kompromi dengan godaan. Jabatan dan fasilatas
kita manfaatkan sedemikian rupa sehingga memperbesar peluang untuk meraup
keuntungan pribadi. Sedemikian sesatkah manusia di hadapan Allah?
(saat hening, umat berdoa secara pribadi mengaku kelemahan diri atas segala godaan
duniawi. Kemudian Pelayan mengakhiri dengan doa bersama melalui nyanyian KJ 28:1-
6)
Nyanyi : KJ 28:1-6
YA YESUS, TOLONGLAH
do = d 4 ketuk
Berita Anugerah
Pelayan : Marilah kita merespons pengampunan ini dengan itikad baik memperbarui
diri sesuai dengan Firman-Nya: “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan
Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan
Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. (Kolose 3: 1-2)
do = es 3 ketuk
Nyanyi : KJ 293:1
do = g 6 ketuk
PS/VG
P : Yang berbahagia adalah mereka yang mendengar sabda Tuhan dan yang
memeliharanya, Hosiana!
P : (berkhotbah)
Saat teduh
PS/VG
Pnt : Bersama dengan umat Tuhan di segala abad dan tempat, marilah kita
memperbarui iman percaya kita dengan mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli,
demikian:
Nyanyi : KJ 38:1
do = f 4 dan 2 ketuk
Nyanyi : KJ 363:1-4
do = f 4 ketuk
Doa Syafaat
Pengutusan
do = as 6/4
Berkat
Pelayan : Arahkanlah hati dan pikiranmu kepada Tuhan, dan terimalah berkat-Nya:
“Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan
pikiranmu dalam Kristus Yesus.” Amin.
Nyanyi : NKB 225 HOSIANA [5x] AMIN [3x].
HIDUP BARU
DI DALAM KRISTUS
Persiapan
Pnt : Saudaraku, pada hari ini kita memasuki Minggu Sengsara ke-3. Kita
diundang untuk berefleksi diri. Apakah hidup yang kita jalani berubah ke arah yang lebih
baik dan sesuai kehendak Tuhan? Hidup sesuai kehendak Tuhan mesti diupayakan
karena Ia telah menyatakan kemurahan yang tak terbatas kepada umat-Nya. Dalam
kemurahan-Nya Ia memberikan kekuatan di saat kita lemah. Ia memberikan kemurahan
di saat hidup berada dalam kemiskinan. Saat hidup dirundung duka, Ia memberikan
penghiburan. Dalam kasih-Nya Tuhan berkenan menutup aib dan kekurangan umat-
Nya supaya tidak menjadi tontonan yang memalukan di hadapan sesama. Datanglah
kepada-Nya, terimalah undangan kasih-Nya.
Nyanyi : NKB 10:1-3 (sementara itu pelayan ibadah memasuki ruang ibadah)
do = g 6 ketuk
Pelayan : Kebaktian ini berlangsung dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Pelayan : Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan
Yesus Kristus serta persekutuan dengan kuasa Roh Kudus menyertai saudara!
Nas Pembimbing
Pelayan : Masih di dunia, namun bukan secara duniawi, itulah panggilan hidup dalam
Kristus Yesus, Tuhan kita. Sikap apa yang bisa dilakukan? Kepada Nikodemus, Tuhan
Yesus berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan
kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." (Yoh. 3:3)
Nyanyi : KJ 396:1-4
Yesus Segala-galanya
do = as 6 ketuk (2 x 3)
Bersama
Laki-laki
Perempuan
Bersama
Pengakuan Dosa
Pnt : Allah Sang Kasih, dalam kasih-Mu kami beroleh rahmat, perhatian, dan
hidup. Engkau berkenan memerhatikan kehidupan kami, umat-Mu dan membebaskan
kami. Ampunilah kami karena hidup yang kami jalani belum mampu meneladan kasih
yang telah Tuhan berikan. Gaya kehidupan seperti yang diajarkan dunia lebih mudah
merasuk dalam diri dan kami ikuti. Mencari-cari kesalahan sesama, kemarahan,
dendam, dan menceritakan keburukan sesama tanpa sadar kami lakukan. Padahal
Engkau menutup aib dan dosa yang kami lakukan sehingga tidak menjadi tontonan
banyak orang. Ampunilah kami yang berdosa ini. Kami juga memohon rahmat-Mu
supaya kami dapat menjauhkan diri dari yang jahat melalui hidup dalam pertobatan
sebagaimana yang Tuhan Yesus katakan, ”Jika kamu semua tidak bertobat, kamu pun
akan binasa”. Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa dan memohon rahmat.
Pnt + J : AMIN.
Nyanyi : KJ 364:1-3
do = es 4 ketuk
Refrein:
Nyanyi : KJ 54:1-3
do = es 4 ketuk
PS/VG
Pelayanan Firman
P : Yang berbahagia adalah mereka yang mendengar sabda Tuhan dan yang
memeliharanya, Hosiana!
P : (berkhotbah)
Saat teduh
PS/VG
Persembahan
Marilah berdoa: …
Nyanyi : KJ 294:1-5
Doa Syafaat
Pengutusan
PERUBAHAN BESAR
do = a 4 ketuk
Berkat
Kiranya Allah, Bapa di sorga, yang kasih setia-Nya abadi menjadi tumpuan harapanmu.
Kiranya Roh Kudus, yang memperbarui segala sesuatu, menjadi dasar perubahan
hidupmu, kini dan selamanya. Amin.
Persiapan
Pnt : Umat yang dikasihi Tuhan, hari ini kita memasuki Minggu Minggu Sengsara
ke-4. Marilah kita mengingat pengorbanan Yesus dengan memuji dan memuliakan Dia
yang telah membarui segala sesuatu.
do = g 2 dan 3 ketuk
sampai didapati-Nya.
Votum
P : Ibadah ini berlangsung dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Nas Pembimbing
Nyanyi : KJ 367:1,2,4
do = c 3 ketuk
kupersembahkan hidupku:
dari-Mu jiwa dan ragaku,
Pengakuan Dosa
(beberapa orang wakil umat menyampaikan doa pengakuan dosa, Pelayan mengakhiri
dengan doa bersama)
Nyanyi : KJ 157:1,3
do = d 1 ketuk
(umat duduk)
PS/VG
Pelayanan Firman
P : Yang berbahagia adalah mereka yang mendengar sabda Tuhan dan yang
memeliharanya, Hosiana!
J : KJ 473a “Hosiana”
P : (berkhotbah)
Saat teduh
PS/VG
Pengakuan Iman
Pnt : Bersama dengan umat Tuhan di segala abad dan tempat, marilah kita
memperbarui iman percaya kita dengan menyanyikan KJ 13.
ALLAH BAPA, TUHAN
do = g 4 ketuk
solo: semua:
solo: semua:
semua:
solo: semua:
solo: semua:
semua:
solo: semua:
semua:
solo: semua:
solo: semua:
semua:
memasyurkan kuasa-Mu.
Persembahan
Nyanyi : KJ 289:1-4
Doa Syafaat
Pengutusan
Nyanyi : KJ 413:1-3
do = c 4 ketuk
Refrein:
Berkat
Persiapan
Panggilan Beribadah
Pnt : Aku hendak mengagungkan Engkau, ya Allahku, ya Raja, dan aku hendak
memuji nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.
Pnt : Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga.
Nyanyi : NKB 17:1,3 (berdiri, sementara itu pelayan ibadah memasuki ruang ibadah)
Votum
Pelayan : Ibadah Minggu Sengsara 5 ini berlangsung di dalam nama Allah Tritunggal
yang kudus dan esa: Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Salam
Nas Pembimbing
Pelayan : Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. (Galatia 5:22-23)
Nyanyi : KJ 387:1,3
Pnt : Niat dan tekad mengutamakan yang bernilai mulia dari pada sekedar
menimbang untung rugi kadang terkendala oleh nafsu dunia yang menggoda…
YA YESUS, TOLONGLAH
do = d 4 ketuk
Pnt : (diiringi interlude KJ 28) Mari kita nyatakan dalam hati segala kelemahan
dan kecenderungan dosa kita di hadapan Dia, Sang Penebus ...
jemaat:
Berita Anugerah
P : “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil
usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang
memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita
hidup di dalamnya.“ (Efesus 2:8-10).
(umat berdiri dan saling berjabatan tangan sambil mengucapkan “damai Tuhan
bersamamu”)
PS/VG
Pelayanan Firman
P : Yang berbahagia adalah mereka yang mendengar sabda Tuhan dan yang
memeliharanya, Hosiana!
J : KJ 473a “Hosiana”
P : (berkhotbah)
Saat teduh
PS/VG
Pnt : Bersama dengan umat Tuhan di segala abad dan tempat, marilah kita
memperbarui iman percaya kita dengan mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli
demikian…
(duduk)
Persembahan
Marilah berdoa: …
BAWA PERSEMBAHANMU
do = f 2 ketuk
Refrein:
Nyanyian Pengutusan
Berkat
J : KAMI PERCAYA.
J : (menyanyikan KJ 476a)
1 . | 1 . ||
A - min.
Nyanyi : KJ 424:1,3
YESUS MENGINGINKAN DAKU
do = f 6 ketuk (2 x 3)
Refrein: