Sie sind auf Seite 1von 11

LAPORAN TAHAP KE 2 TUGAS PPK

Preliminary Feasibility Study


(19 November – 9 Desember 2013)

Judul Tugas PPK

Prarancangan Pabrik Pentaerythritol dari Formaldehyde


dan Acetaldehyde

Dikerjakan oleh:

I Made Sadhu Yoga Subakti NIM 10/297796/TK/36369


Gorby Lawuanto Dewandono NIM 10/296324/TK/36109

Pembimbing:
Ir. Imam Prasetyo, M.Eng., Ph.D.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa laporan tugas PPK tahap T2
(Preliminary Feasibility Study) ini disusun setelah melalui proses konsultasi sesuai
aturan Jurusan Teknik Kimia FT UGM, dan karenanya menyetujui untuk
dikumpulkan.

Yogyakarta, 9 Desember 2013

Dosen Pembimbing,

Ir. Imam Prasetyo, M.Eng., Ph.D.

NIP 19611004 198803 1 003


A. PENDAHULUAN
Untuk mendukung proses industrialisasi dibutuhkan fasilitas dan bahan baku
bagi suatu industri. Bahan baku ini bisa berupa bahan baku alam atau bahan baku
antara yang disebut “intermediet product”. Bahan antara adalah suatu bahan hasil
olahan suatu pabrik yang akan menjadi bahan baku untuk pabrik lain. Bahan antara
yang dibutuhkan bagi industri lain diantaranya adalah pentaerythritol.
Pentaerythritol adalah senyawa organik dengan rumus kimia C(CH2OH)4,
dengan kenampakannya seperti kristal berwarna putih dan tidak berbau. Di samping
itu, pentaerythritol merupakan senyawa non-higroskopis dan stabil di udara.
Meskipun akan menyublim secara perlahan-lahan jika diberikan pemanasan tertentu.
Pentaerythritol merupakan senyawa optik aktif, penampilannya menyerupai tebu dan
memiliki karakteristik rasa manis poliol. Kelarutannya dalam cairan organik pun
terbatas. Penterythritol dapat larut dalam methanol, ethanol, glycerol, ethylene
glycol, formamide. Namun tidak larut dalam acetone, benzene, paraffin, ether.
Pentaerythritol dapat diperoleh dengan cara mereaksikan formaldehyde dengan
acetaldehyde dan hydroxide alkali atau alkali tanah.
Pada tahun 1882, awalnya pentaerythritol ditemukan sebagai produk samping
dari reaksi antara barium hydroxide dengan formaldehyde tidak murni. Beberapa
tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1891, ditemukan bahwa pengotornya adalah
acetaldehyde, yang terkondensasi dengan formaldehyde dalam kondisi alkali. Nama
pentaerythritol berasal dari erythritol, yang menunjukkan adanya 4 kelompok
hidroksil, dan awalan “penta” yang menunjukkan adanya 5 atom karbon dalam
molekul.
Sampai tahun 1930, semua produksi pentaerythritol digunakan untuk
pembuatan pentaerythritol tetranitrate, yaitu zat peledak. Pemurnian pentaerythritol
biasanya digunakan sebagai pendingin permukaan (surface coating), misalnya seperti
pada cat, industri pernis, dan produksi resin. Lambat laun pentaerythritol lebih banyak
digunakan untuk pembuatan resin, terutama karena karakteristiknya yang diinginkan
dan harganya yang stabil (Siddhart Maity, 2006).
Pentaerythritol merupakan salah satu bahan penting dalam industri “alkyd
resin” dan “drying oil”. Kegunaan lain adalah untuk bahan pencampur pada industri
“polyplastizer” dan produk polyvinylchloride agar produk lebih stabil, serta
mengurangi volatilitas bahan. Pada industri tekstil, pentaerythritol menjadikan kain
tidak mudah kusut dan membuat pelumas menjadi lebih tahan lama panas pada
industri minyak pelumas mesin jet. Aplikasi penggunaan pentaerythritol secara global
dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Persentase Aplikasi Pentaerythritol
Sumber : www.icis.com

Di Indonesia sendiri, pabrik pentaerythritol belum pernah didirikan. Padahal


sudah ada beberapa pabrik di Indonesia yang membutuhkan pentaerythritol sebagai
bahan dasar pembuatan alkid resin, seperti industri pengawetan kayu, industri cat dan
tinta cetak, industri plastik lembaran, industri pipa plastik, industri ukiran dari kayu,
industri alas kaki, dll. Sebut saja industri yang bergerak di bidang cat dan tinta cetak
seperti PT. Bina Adidaya. Pabrik tersebut sangat membutuhkan alkid resin sebagai
bahan baku utama untuk produk mereka. Namun karena di Indonesia belum ada
pabrik yang memproduksi pentaerythritol, mereka harus mengimpor bahan dari luar
negeri. Hal ini berakibat dana pengeluaran mengalami pembengkakan. Berikut data
kebutuhan alkid resin pada berbagai industri di Indonesia :

Tabel 1. Kebutuhan alkid resin di perindustrian Indonesia


Bidang Industri Kebutuhan alkid resin (kg)
Industri pengawetan kayu 751.000
Industri cat dan tinta cetak 660.183
Industri perlengkapan dan peralatan rumah tangga 9.011
Industri kapal dan perahu 25.514
Industri barang dari kulit dan kulit buatan 5.982
Industri kendaraan bermotor roda empat 9.500
Industri suku cadang dan aksesori kendaraan bermotor 125.354
Industri alas kaki 590.864
Industri kerajinan ukiran dari kayu 2.020.761
Industri pipa plastik 8.79.060
Industri barang plastik lembaran 28.343.621
Industri barang logam alumunium untuk bangunan 1.085.472
Catatan : Alkid resin sebanyak 647.307 kg masih diimpor dari luar negeri.
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011
Pentaerythritol juga merupakan senyawa organik yang menjadi bahan baku
antara. Bahan antara adalah suatu bahan hasil olahan suatu pabrik yang akan menjadi
bahan baku untuk pabrik lain. Jika pabrik pentaerythritol dapat didirikan, tentunya
akan mendukung berdirinya pabrik-pabrik baru yang membutuhkan pentaerythritol
sebagai bahan baku utama maupun tambahan. Mengingat kegunaan pentaerythritol
tersebut, maka sangat menguntungkan bila dapat didirikan pabrik pentaerythritol.
Dengan pembangunan pabrik pentaerythritol, diharapkan dapat mendorong
didirikannya pabrik-pabrik terkait yang lain sehingga bisa meningkatan devisa negara
dan komoditi ekspor Indonesia. Pabrik lain yang selama ini selalu mengimpor
pentaerythritol sebagai bahan utama pun juga dapat mengnekan dana pengeluaran,
karena biaya yang jauh lebih murah dan pengiriman yang lebih mudah. Sehingga
kapasitas pabrik mereka juga dapat ditingkatkan lagi. Hal tersebut akan mendorong
kemandirian negara Indonesia untuk memproduksi bahan sendiri tanpa ada rasa
ketergantungan dari negara lain.
Di lain sisi, dengan berdirinya pabrik pentaerythritol, apalagi juga didukung
dengan berdirinya pabrik–pabrik lain, dapat membuka lapangan kerja lebih luas lagi.
Dengan padatnya popoulasi penduduk Indonesia, hal ini dapat menekan tingkat
pengangguran dengan cukup signifikan dan memperbaiki maupun meningkatkan
kesejahteraan sosial dan ekonomi rakyat Indonesia.

B. PEMILIHAN PROSES
Pentaerythritol dengan rumus kimia C(CH2OH)4 dibentuk melalui crossed
aldol reaction dari 3 mol formaldehyde dengan 1 mol acetaldehyde dalam larutan
basa anorganik encer (basa yang digunakan umumnya suatu hidroksida dari logam
alkali atau logam alkali tanah), membentuk suatu produk aldol ketiga
(pentaerythrose), lalu dilanjutkan dengan reaksi Cannizzaro yang membentuk
pentaerythritol, C(CH2OH)4.
Crossed aldol reaction adalah pembentukan suatu aldol yang diawali dengan 2
senyawa karbonil yang berbeda. Reaksi ini menggunakan larutan basa encer apabila
kedua reaktan memiliki α-hydrogens (atom hidrogen pada atom karbon yang
berdekatan dengan carbonyl group). Reaksi Cannizzaro adalah adalah sebuah reaksi
kimia yang melibatkan disproporsionasi aldehida tanpa hidrogen pada posisi alfa yang
diinduksi oleh basa, hanya aldehida yang tidak dapat membentuk ion enolat yang
mengalami reaksi Cannizzaro. Berikut ini adalah 2 metode yang umum digunakan :
Metode 1 :
Pada metode ini menggunakan calcium hydroxide dengan rumus molekul
Ca(OH)2 sebagai basa anorganik. Proses ini diawali dengan mencampurkan
acetaldehyde ke dalam larutan encer Ca(OH)2 kemudian ditambahkan formaldehyde
secara berlebih. Suhu reaksi dijaga sekitar 30 – 35 oC. Ketika konsentrasi aldehyde
berkurang hingga nilai yang diinginkan, reaksi dihentikan dengan menambahkan
larutan asam, biasanya digunakan larutan asam sulfat (H2SO4), yang secara simultan
mengendapkan sebagian besar calcium sebagai calcium sulfate.
Produk pentaerythritol diperoleh melalui proses rekristalisasi, biasanya
mengandung 80 – 90 % berat pentaerythritol dan nilai tersebut dapat berkurang
karena terjadinya reaksi samping yang menghasilkan dipentaerythrityl ether dan
tripentaerythrityl ether.
Metode 2 :
Sama seperti metode diatas, pada metode ini crossed aldol reaction dari
acetaldehyde dan formaldehyde serta reaksi Cannizzaro dijalankan dengan
menggunakan sodium hydroxide (NaOH) menggantikan calcium hydroxide.
Kelebihan formaldehyde setelah reaksi berlangsung dapat dipisahkan melalui proses
distilasi. Berdasarkan hasil pendekatan ilmiah didapat bahwa sodium hydroxide
memiliki kereaktifan lebih rendah dibandingkan dengan calcium hydroxide dalam
menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan yang dapat mengkontaminasi
pentaerythritol.
Selain itu, karena garam sodium dari hasil reaksi dan netralisasi dengan asam
bersifat mudah larut pada suhu rendah, maka setelah proses kristalisasi tidak
diperlukan penyaringan untuk memisahkan kristral pentaeyithritol dan kristal garam
sodium. Oleh karena itu produk pentaerythritol yang diperoleh memiliki kemurnian
dan yield yang lebih tinggi dibandingkan metode sebelumnya.
Sehingga dengan kelebihan – kelebihan tersebut maka dipilih metode 2 dalam
perancangan pabrik ini. Berikut ini adalah reaksi pembentukan pentaerythritol secara
keseluruhan :
CH3CHO + 3 HCHO  C5H10O4 (1)
C5H10O4 + HCHO + NaOH  C5H12O4 + NaCOOH (2)
Reaksi (1) merupakan crossed aldol reaction antara formaldehyde dengan
acetaldehyde dilanjutkan dengan reaksi (2) yang merupakan reaksi Cannizzaro.
Proses reaksi pembentukan pentaerythritol bisa dilihat pada gambar 2 berikut :
Gambar 1. Proses Reaksi Pembentukan Pentaerythritol
Sumber : Clayden, 2000

Reaksi pembentukan pentaerythritol bersifat melepaskan panas (exothermic).


Tanpa kontrol reaksi yang mencukupi pembentukan produk samping dapat dengan
mudah terjadi. Untuk mencegah kehilangan kontrol suhu dalam reaksi exothermic,
maka digunakan mixing. Waktu reaksi bergantung pada suhu reaksi, dapat bervariasi
antara 0,5 – 4 jam pada suhu akhir sekitar 65 dan 35 oC (Kirk and Othmer, 1982).

C. MARKET ANALYSIS
a. Ketersediaan bahan baku
Bahan baku utama pembuatan pentaerythritol adalah formaldehyde dan
acetaldehyde. Selain bahan utama tersebut, dibutuhkan pula bahan baku tambahan
sodium hydroxide. Formaldehyde diperoleh dari PT. Arjuna Utama Kimia,
Surabaya, sedangkan bahan baku Acetaldehyde diimpor dari Cina. Bahan baku
tambahan sodium hydroxide diperoleh dari PT. Indokemika Jayatama, Surabaya.
b. Permintaan produk
Kebutuhan pentaerythritol di Indonesia dipenuhi dengan mengimpor dari
beberapa negara. Hal ini karena tidak adanya pabrik pentaerythritol di Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2011 kebutuhan pentaerythritol di
Indonesia sebesar 3.596 kg.
Global demand untuk pentaerythritol pada tahun 2006 mencapai 376,460
ton/tahun dan diramalkan mengalami kenaikan sebesar 4,1 % setiap tahunnya
(sumber : www.icis.com).

c. Kapasitas pabrik yang telah ada


Sampai saat ini, pabrik yang memproduksi pentaerythritol di Indonesia belum
ada. Berikut data kapasitas pabrik pentaerythritol di negara lain :

Tabel 2. Daftar Kapasitas Pabrik Pentaerythritol (2006)


Kapasitas
Nama Pabrik Lokasi Pabrik
(ton/tahun)
Baoding Chemical Raw Materials Baoding, China 15.000
Celanese Bishop, Texas, US** 34.000
Copenor Camacari, Brazil 12.000
Henan Peng Cheng Puyang, China 15.000
Hercules Louisiana, Missouri, US 22.000
Hubei Yichang Chemical Yichang, China 35.000
Hunan Hengyang Sanhua Hengyang, China 13.000
Kanoria Chemicals & Industries Ankleshwar, India 5.000
Lee Chang Kung Kaohsiung, Taiwan 23.000
Liyang Ruiyang Chemical Liyang, China 10.000
Mitsui Chemical Takaishi, Japan 8.000
MKS Marmara Entegre Kimya Gemlik-Bursa, Turkey 17.000
Perstorp Bruchhausen, Germany 36.000
Perstorp, Sweden 27.000
Toledo, Ohio, US 21.000
Vapi, India 15.000
Perstorp-Koei Chiba, Japan 22.000
Perstorp-Oxiquim Vina del Mar, Chile 10.000
Polialco Barcelona, Spain 23.000
Polioli Vercelli, Italy 12.000
Shahid Rasouli Petrochemical Bandar Imam, Iran 12.000
U-Jin Chemical Yeosu, South Korea 6.000
Yuntianhua Yunnan, China 12.000
Zarja Chemical Rubezhnoye, Ukraine 14.000
NOTES: * Only includes plants producing more than 5,000 tonnes/year, also
includes di- and tri-pentaerythritol capacity** Closed Q3 2006
(sumber: www.ICIS.com)
d. Penentuan kapasitas
Kebutuhan pentaerythritol di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun,
Sedangkan di Indonesia sendiri belum ada pabrik pentaerythritol yang dapat
memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini berakibat terus meningkatnnya nilai impor
pentaerythritol di setiap tahunnya. Di samping itu, banyak negara lain yang masih
membutuhkan dan kekurangan pentaerythritol. Hal ini dapat menjadi peluang
Indonesia untuk mengekspor pentaerythritol. Karena dua alasan tersebut, maka
dibutuhkan pabrik baru untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menambah
komoditi ekspor Indonesia.
Beberapa pabrik yang telah berdiri di negara lain memiliki kapasitas antara
5.000-36.000 ton/tahun. Berdasarkan pertimbangan diatas maka kapasitas
prarancangan pabrik pentaerythritol dari formaldehyde dan acetaldehyde sebesar
15.000 ton/tahun.

D. SITE SELECTION
Pabrik direncanakan dibangun di Gresik, Jawa Timur, dengan pertimbangan
sebagai berikut:
1. Kemudahan dalam pengiriman bahan baku utama dan tambahan. Bahan baku
formaldehyde berasal dari PT. Arjuna Kimia dan bahan tambahan sodium
hydroxide berasal dari PT. Indokemika Jayatama. Kedua pabrik tersebut
berlokasi di Surabaya. Karena Gresik dan Surabaya merupakan kabupaten dan
kota yang bersebelahan, jarak dari Surabaya dan Gresik relatif cukup dekat,
berkisar 20 km. Sehingga akan meminimalisir biaya dan memudahkan proses
transportasi bahan baku maupun bahan tambahan.
2. Gresik dekat dengan pelabuhan Tanjung Perak yang memudahkan transportasi
laut untuk keperluan impor alat-alat dan bahan-bahan industri serta
pengiriman. Salah satu contoh paling krusial adalah bahan baku utama,
acetaldehyde, yang diimpor dari Cina lewat jalur laut. Selain itu, Gresik juga
merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki jalur
transportasi darat yang memadai untuk proses pengiriman bahan baku maupun
produk ke kota-kota besar lainnnya di Jawa Timur.
3. Lokasi pabrik berada di dekat laut, sehingga air mudah didapatkan. Air laut
yang dipakai untuk proses, nantinya akan diolah terlebih dahulu agar sesuai
dengan kebutuhan proses.
4. Salah satu hal yang mendukung berdirinya suatu pabrik adalah kemudahan
mendapatkan tenaga kerja menengah kebawah dan tenaga kerja ahli (lulusan
Perguruan Tinggi). Jawa Timur merupakan wilayah yang padat akan
penduduknya, serta dalam bidang pendidikan pun sudah relatif maju. Maka
dari itu, diyakini tidak akan mengalami kekurangan sumber daya manusia.
5. Energi listrik bisa didapatkan dari pembangkit listrik di Jawa Timur yang
dikelola oleh PT. PJB, dimana meliputi PLTA, PLTU, dan PLTGU yang
menyediakan energi listrik ke sistem Jawa-Bali. Di Gresik sendiri PT. PJB
memiliki unit pembangkitan (UP Gresik) yang menghasilkan daya sebesar
2.219 MW). Selain itu listrik bisa didapatkan pula dari PT. PLN maupun
sistem pembangkit listrik sendiri. Sehingga kebutuhan listrik dapat terpenuhi.
6. Secara geografis, daerah Gresik relatif aman dari berbagai bencana alam
seperti banjir, tanah longsor, dan tsunami. Terlebih daerah tersebut bukan
merupakan jalur rawan gempa.
7. Kebijakan Kementerian Perindustrian yang sudah mendukung dan
mengembangkan kawasan industri baru di Gresik.
8. Di Kawasan Industri Gresik sudah dilengkapi dengan fasilitas Waste Water
Treatment Plant, sehingga akan memudahkan dalam pengolahan limbah
pabrik.
DAFTAR PUSTAKA

Clayden, J., 2000, Organic Chemistry, E-book.

Kirk and Othmer, 1982, Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, Vol. 17, John
Wiley and Sons, Inc., Canada.

Mc.Ketta, J.J. and Cunningham, W.A., 1982, Encyclopedia of Chemical Processing and
Design, Vol 16, Marcel Dekker Inc., NewYork

Siddharth, M., 2006, Manufacturing of Pentaerythritol, University of Louisville, Louisville,


Kentucky.

Solomons, T.W.G., and Fryhle, C.B., 2007, Organic Chemistry, 9th ed., John Wiley and
Sons, Inc., Canada.

Patent US2951095 - Production of pentaerythritol

http://en.wikipedia.org/wiki/Pentaerythritol

www.icis.com

www.bps.go.id

Das könnte Ihnen auch gefallen