Sie sind auf Seite 1von 8

Bab I

Pendahuluan

1. Latar Belakang
Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosee, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang. Kehadiran notaris
sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian
hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan dengan perikatan yang terkait
dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha perdagangan. Notaris diberikan
kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa
dalam pembuatan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan
perbuatan hukum di bidang keperdataan.
Notaris merupakan profesi yang selalu berkaitan dengan moral dan etika ketika
menjalankan tugas dan jabatannya. Saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris
berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan
kepercayaan dan terhormat karena lekatnya etika pada profesi Notaris yang kemudian
disebut sebagai profesi yang mulia .
Salah satu kewenangan dari notaris adalah membuat akta. Akta Notaris yang
selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan
Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pasal
1870 KUHPerdata akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan
mengikat. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa agar suatu akta
mempunyai kekuatan otentik, maka harus memenuhi beberapa syarat -syarat yaitu
sebagai berikut:
1. Aktanya itu harus di buat oleh atau dihadapan pejabat umum;
2. Aktanya harus dibuat didalam bentuk yang ditentukan oleh undang - undang dan
pejabat umum itu harus mempunyai kewenangan untuk
membuat akta tersebut.
Namun seiring dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (UUJN) maka akta notaris harus dibuat berdasarkan Pasal 38 UUJN,
Adapun isi dari Pasal 38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 UUJN, disebutkan
bahwa:
1. Setiap Akta terdiri atas:
a. awal Akta atau kepala Akta;
b. badan Akta; dan
c. akhir atau penutup Akta.
2. Awal Akta atau kepala Akta memuat:
a. judul Akta;
b. nomor Akta;
c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
3. Badan Akta memuat:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,
jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang
mereka wakili;
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan; dan
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,
kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
4. Akhir atau penutup Akta memuat:
a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau
penerjemahan Akta jika ada;
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan
tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta
atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa
penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.
5. Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan
tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.”

2. Rumusan masalah
1. Bagaimana kedudukan akta notaris jika tidak sesuai dengan Pasal 38 UUJN?
2. Apakah Notaris boleh menandatangani akta di luar willayah jabatannya?

3. Tujuan Penelitian

Kajian dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan akta
Notaris jika tidak sesuai dengan Pasal 38 UUJN dan akibat hukumnya jika notaris
menandatangani akta diluar wilayah jabatannya

4. Metode Penelitian

Peneltian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan


perundangundangan (statute approach). Data yang digunakan adalah data sekunder
yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan dan bahan hukum
tersier. Pengumpulan bahan hukum untuk penelitian ini menggunakan teknik Studi
Dokumen. Yaitu melakukan penelitian terhadap dokumen-dokumen yang erat
kaitannya dengan objek penelitian guna mendapatkan landasan teoritis dan
memperoleh informasi dalam bentuk ketentuan formal dan melalui naskah resmi yang
ada. Bahan yang terkumpul akan dianalisis secara kualitatif dan disajikan dalam
bentuk deskriptif.
Bab II

Pembahasan

Akta Otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-
undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat di
mana Akta itu dibuatnya.
Kata yang dibuat oleh dan dihadapan seorang pegawai umum sebagaimana tersebut diatas
mengandung makna adanya 2 macam akta otentik yaitu :
a. Ambtelijke acte/procesverbaal acte/relaas acte
Akta yang dibuat pejabat, digunakan untuk membuktikan perbuatan perbuatan dan kenyataan
yang terjadi dihadapan notaris pada saat membuat akta dimaksud sedangkan isinya adalah
kesaksian tertulis dari seorang pegawai umum, yang dalam hal ini notaris mencatat perbuatan
serta kenyataan yang disaksikan pada waktu membuat akta. Notaris membuat laporan atas
relaas sehingga apa yang dibuatnya itu disebut juga sebagai relaas akta.
b. Partij acte
Disebut juga sebagai akta (para) pihak yaitu (para) pihak menghadap pada seorang pejabat
umum dalam hal ini seorang notaris, kemudian memberitahukan dan menerangkan kemauan
atau kehendak mereka untuk mengadakan suatu perjanjian (mis : kerjasama, sewa menyewa,
jual beli, tukar menukar, dsb) dan selanjutnya meminta kepada notaris tadi agar supaya
tentang perjanjian tersebut dibuatkan suatu akta maka yang demikian itu adalah suatu akta
yang dibuat dihadapan notaris itu.
Jadi disini notaris hanya mendengarkan kehendak para pihak yang menghadap itu, kemudian
notaris memasukkan atau menyusun perjanjian yang dibuat para pihak kedalam suatu akta.
Akta otentik mempunyai kekuatan bukti lahir, formil dan materil, keistimewaan suatu
akta otentik merupakan suatu bukti yang sempurna (volleding bewijs-full evident) tentang
apa yang dimuat di dalamnya. Apa yang diperjanjikan, dinyatakan di dalam akta itu adalah
benar seperti apa yang diperjanjikan, dinyatakan oleh para pihak sebagai yang dilihat atau di
dengar oleh Notaris, terutama benar mengenai tanggal akta, tanda tangan di dalam akta,
identitas yang hadir, dan tempat akta itu dibuat.
1. Bagaimana kedudukan akta Notaris jika tidak sesuai dengan Pasal 38 UUJN?
Notaris dalam membuat akta harus memperhatikan ketentuan BAB VII UUJN tentang Akta
Notaris, yaitu Pasal 38 UUJN yang menguraikan ketentuan mengenai syarat sah sebuah Akta
Notaris berdasarkan bentuknya, dan harus terdiri dari awal akta atau kepala akta, badan akta,
dan akhir atau penutup akta, masing-masing dari bagian akta tersebut dijelaskan secara rinci
di dalam ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Pasal 38 UUJN.
Akta notaris dapat kehilangan kekuatan pembuktiannya sebagai akta otentik jika dalam hal
pembuatannya melanggar Pasal 38 UUJN. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan
prosedur tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat
dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada
Hakim.
Tanggung jawab Notaris untuk melaksanakan ketentuan pasal 38 UUJN dalam hal ini adalah
mutlak. Notaris yang melanggar yang mengakibatkan akta para pihak hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan maka dapat menjadi dasar para pihak
yang merasa dirugikan untuk menuntut ganti kerugian dan bunga kepada Notaris yang
bersangkutan.
Namun yang sebaiknya dilakukan dalam tataran hukum (kenotariatan) yang benar mengenai
akta Notaris dan Notaris, jika suatu akta Notaris dipermasalahkan oleh para pihak, maka :
1. Para pihak datang kembali ke Notaris untuk membuat akta pembatalan atas akta
tersebut dan dengan demikian akta yang dibatalkan sudah tidak mengikat lagi para
pihak, dan para pihak menanggung segala akibat dari pembatalan tersebut.
2. Jika para pihak tidak sepakat akta yang bersangkutan untuk dibatalkan, salah satu
pihak dapat menggugat pihak lainnya, dengan gugatan untuk mendegradasikan akta
Notaris menjadi akta di bawah tangan. Setelah didegradasikan, maka Hakim yang
memeriksa gugatan dapat memberikan penafsiran tersendiri atas akta Notaris yang
sudah didegradasikan, apakah tetap mengikat para pihak atau dibatalkan. Hal ini
tergantung pembuktian dan penilaian hukum. Jika dalam posisi yang lain, yaitu salah
satu pihak merasa dirugikan dari akta yang dibuat Notaris, maka pihak yang merasa
dirugikan dapat mengajukan gugatan berupa tuntutan ganti rugi kepada Notaris yang
bersangkutan, dengan kewajiban Penggugat, yaitu dalam gugatan harus dapat
dibuktikan bahwa kerugian tersebut merupakan akibat langsung dari akta Notaris.
Dalam kedua posisi tersebut, Penggugat harus dapat membuktikan apa saja yang
dilanggar oleh Notaris, dari aspek lahiriah, aspek formal dan aspek materil atas akta
Notaris.
2. Apakah Notaris boleh menandatangani akta di luar willayah jabatannya?
Pada umumnya akta notaris itu terdiri dari tiga bagian antara lain:
a. Komparisi adalah bagian yang menyebutkan hari dan tanggal, akta nama
nitaris dan tempat kedudukanya nama dari para penghadap, jabatanya dan
tempat tinggalnya, beserta keterangan apakah ia bertindak untuk diri sendiri
atau sebagai kuasa dari orang lain, yang harus disebutkan juga jabatan dan
tempat tinggalnya beserta atas kekuatan apa ia bertindak sebagai wakil atau
kuasa.
b. Badan dari akta adalah bagian yang memuat isi dari apa yang ditetapkan
sebagai ketentuan-ketentuanyang bersifat otentik, misalnya perjanjian,
ketentuan- ketenuan mengenai kehendak terakhir (wasiat), dan atau kehendak
para penghadap yang dituangkan dalam isi akta.
c. Penutup merupakan uraian tentang pembacaan akta termasuk tempat dimana
akta dibacakan , nama saksi dan uraian tentang ada tidaknya perubahan dalam
kata tersebut serta penerjemahan bila ada.
Sehubungan dengan point c, tersebut diatas, maka Notaris dalam menjalankan
tugasnya dalam pembuatan akta otentik haruslah memperhatikan aturan-aturan yang
dinyatakan dalam Peraturan Jabatan Notaris.
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan notaris dapat mempertanggungjawabkan atas
kesalahan dan kelalaian yang dilakukanya dalam pelaksanaan tugas dan jabatanya.
Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat dihadapannya, melainkan
notaris hanya bertanggung jawab terhadap bentuk formal akta otentik sebagaimana
dicantumkan dalam Undang-undang.
Ruang lingkup pertanggung jawaban meliputi kebenaran materil atas akta yang
dbuatnya. Notaris tidak bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahan isi akta yang
dibuatnya. Notaris tidak bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahan isi akta yang
dibuat di hadapannya, melainkan notaris hanya bertanggung jawab terhadap bentuk
formal akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh Undang-undang.
Pembuatan akta otentik diluar tempat kedudukanya atau pembuatan akta diluar
wilayah jabatan notaris, adalah dilarang karena ketidak otentikan akta notaris dalam
pembuatanya dapat menjadikan kebatalan. karena hal tersebut juga bertentangan
dengan ketentuan pasal 17 huruf a, 18, 19 UUJN. 16 adapun maksud dan larangan itu
untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah
persaingan tidak sehat antara notaris dalam menjalankan jabatanya.
Akibat Hukum terhadap pembuatan Akta autentik yang tidak memenuhi kewajiban
notaris berdasarkan UUJN maka notaris mendapat sanksi yaitu:
1. Sanksi Perdata
Sanksi ini berupa pengantian biaya, ganti rugi dan bunga merupakan akibat yang
harus diterima Notaris atas tuntutan para penghadap jika Akta yang bersangkutan
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan atau Akta
akan menjadi batal demi hukum. Akta yang batal demi hukum maka Akta tersebut
dianggap tidak pernah ada dan sesuatu yang tidak pernah dibuat maka tidak dapat
dijadikan dasar suatu tuntutan dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi.
2. Sanksi Administratif Sanksi ini berupa teguran lisan, teguran tertulis,
pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian tidak
hormat. Dalam menegakkan sanksi administratif pada Notaris yang menjadi
instrument pengawas adalah Majelis Pengawas. Dalam hal ini penegakan hukum
menyebutkan bahwa instrumen penegakan hukum meliputi pengawasan dan
penegakan sanksi, pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan
kepatuhan, penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksa
kepatuhan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Dari hasil peneitian diatas dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Tanggung jawab Notaris untuk melaksanakan ketentuan pasal 38 UUJN dalam
pembuatan akta adalah mutlak. Notaris yang melanggar yang mengakibatkan akta
para pihak hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan,
dapat menjadi dasar para pihak yang merasa dirugikan untuk menuntut ganti kerugian
dan bunga kepada Notaris yang bersangkutan.
b. hal yang memang menjadi alasan mengapa seorang notaris dilarang membuat Akta
autentik diluar wilayah jabatan adalah untuk menjamin keperntingan masyarakat
yang memerlukan jasa notaris. Dan adanya peraturan untuk memberi kepastian
hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat
antar notaris dalam menjalankan jabatanya
2. Saran
Sebagai masukan untuk perbaikan dalam penelitian ini, maka disarankan agar
a. Agar Akta notaris tidak kehilangan kekuatan pembuktiannya sebagai akta otentik
maka dalam hal pembuatannya jangan sampai melanggar Pasal 38 UUJN.
b. Notaris dilarang melaksanakan pembuatan akta notaris jabatan diluar wilayah
jabatannya dan tidak mengambil kewenangan, tugas serta kewajiban yang
memang diluar wilayah jabatannya. Hal ini disamping untuk menghindari
pelaksanaan jabatan notaris diluar wilayah jabatannya, juga bertujuan untuk
optimalisasi serta profesionalisme dalam melaksanakan kinerjanya dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat

Das könnte Ihnen auch gefallen