Sie sind auf Seite 1von 25

BERKEADILAN YANG DILAKUKAN OLEH POLRI

(Telaah Filsafat Hukum)

Bonarsius Saragih
Dosen DPK pada Sekolah Tinggi Hukum Bandung

Abstract

Law enforcement as facility to create the direction of law should be applied as effective as
possible to create morality values in law. The failure of law is a very dangerous threat to the
decrease of law itself. The law which does not have good implementation to morality values
will be far and isolated from societies. The success of law enforcement will be a barometer of
law legitimacy in the social reality. The law culture of law enforcement, especially Indonesian
Republic State Police (POLRI) in performing their duties and their authorities as
investigators still have violation culture; false arrest, incorrect procedure. Scrutinizing
philosophy principle from process law (KUHAP), the function of law enforcement entrusted to
Indonesian Republic State Police (POLRI) exists in the scope of performance of God's mandate.
The must be courageous, and must have ability to scrutinize and understand the signal of
consistent justice values with conception of God's justice values and human justice which is
always created in every law enforcement. Law enforcement performed by Indonesian
Republic State Police should perform good law enforcement by principles of: leaving non­
scientific investigation and always using examination pattern of scientific investigation;
leaving incusator examination, but acusator way and also upholding presumption of
innocence principle

Keywords: Justice ­ Indonesian Police ­ Legal Philosophy

A. Pendahuluan penegak hukum, lingkungan penegakan


Hukum dibuat untuk dilaksanakan. hukum, dan budaya hukum serta tujuan
Hukum tidak dapat disebut sebagai hukum, akhir dari penegakan hukum yaitu
apabila hukum tidak pernah dilaksanakan. keadilan.
Hukum terutama dapat dilihat bentuknya Mengutip pendapat Soerjono
melalui kaidah-kaidah yang dirumuskan Soekanto, bahwa secara konsepsional,
secara eksplisit. Di dalam kaidah-kaidah maka inti dari penegakan hukum terletak
a t a u p e ra t u ra n - p e ra t u ra n h u ku m pada kegiatan menyerasikan hubungan
terkandung tindakan-tindakan yang harus nilai-nilai yang terjabarkan di dalam
dilaksanakan, seperti penegakan hukum. k a i d a h - k a i d a h ya n g m a n t a p d a n
Oleh karena itu masalah pokok dalam mengejawantah dan sikap tindak sebagai
hukum selain masalah pembentukan rangkaian penjabaran nilai tahap akhir,
hukum juga masalah penegakan hukum. Di untuk menciptakan, memelihara, dan
dalam masalah penegakan hukum ada mempertahankan kedamaian pergaulan
1
berbagai hal yang menjadi pusat perhatian, hidup.
yaitu hukum yang ditegakkan, aparat Penegakan hukum sebagai sarana

1
Soerjono Soekanto, Faktor­faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. hlm. v.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 31


untuk menciptakan tujuan hukum, maka Berkaitan dengan persoalan
sudah semestinya seluruh energi penegakan hukum pidana yang
dikerahkan agar hukum mampu bekerja berkeadilan, yang akan ditelaah dan
untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam dianalisis secara filsafat hukum sampai
hukum. Kegagalan hukum untuk pada falsafah bangsa Indonesia yaitu
mewujudkan nilai hukum tersebut Pancasila. Oleh karena itu yang menjadi
merupakan ancaman bahaya akan masalah pokok dalam tulisan ini adalah:
bangkrutnya hukum yang ada. Hukum 1. Apakah problematika penegakan
yang miskin implementasinya terhadap hukum pidana di Indonesia?
nilai-nilai moral akan berjarak serta 2. Bagaimana mewujudkan penegakan
terisolasi dari masyarakatnya. hukum berkeadilan yang dilakukan
Keberhasilan penegakan hukum akan oleh Polri?
menentukan serta menjadikan barometer
legitimasi hukum di tengah-tengah realitas B. Pembahasan
sosialnya.2 1. Problematika Penegakan Hukum
Begitu sentralnya penegakan hukum Pidana di Indonesia
dan keadilan di dalam kehidupan a. Pembaruan Hukum Pidana
masyarakat kita, dan yang lebih istimewa Bicara tentang pembaruan hukum,
adalah penegakan hukum pidana. tentu terlebih dahulu bicara tentang untuk
Dikatakan demikian, karena adanya apa diperlukan pembaruan hukum itu
“mafia” dalam peradilan pidana, peradilan sendiri. Pembaruan hukum diperlukan
yang korup, peradilan yang pilih kasih, untuk mengubah dasar-dasar filosofis dari
peradilan yang tebang pilih. Selain itu hukum yang akan berlaku, untuk
sering terjadinya peradilan pidana yang mengganti dasar-dasar filosofis hukum
“sesat”, misalnya: masih terjadi salah warisan penjajah menuju dasar-dasar
tangkap, melakukan kekerasan dan filosofis hukum nasional Indonesia.
ancaman serta penyesatan dalam Mochtar Kusumaatmadja,
mendapatkan keterangan tersangka, mengatakan pemikiran tentang hukum
memidana yang tidak bersalah, mendakwa dalam beberapa dasawarsa (dekade)
dan menahan berdasarkan hukum baru terakhir ini telah banyak berubah sebagai
yang akan berlaku, dan masih banyak lagi. akibat dari perubahan besar dalam
O l e h k a re n a i t u , p a d a u m u m nya masyarakat, teknologi dan tekanan-
mengatakan bahwa penegakan hukum tekanan (pressures) yang disebabkan
(pidana) sangat belum memuaskan. pertambahan penduduk.3 Di samping
Kinerja para penegak hukum mulai dari pelbagai negara di dunia, pemikiran
Polisi, Jaksa, Hakim, dan Advokat dapat tentang hukum dan peranannya dalam
dikatakan jauh dari rasa keadilan. masyarakat tergantung kepada

2
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hlm. viii.
3
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, dalam Konsep­konsep Hukum dalam
Pembangunan, Kumpulan Karya Tulis Prof.Dr.Mochtar Kusumaatmadja, S.H.,LL.M., Pusat Studi Wawasan Nusantara,
Hukum dan Pembangunan bekerjasama dengan Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2006, hlm. 75.

32 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


konservatif atau tidaknya golongan yang undangan di satu pihak, dan kesadaran
berkuasa. Negara-negara otokratis yang bahwa dalam usaha demikian perlu sangat
dikuasi oleh golongan yang eksklusif diperhatikan nilai-nilai dan kenyataan
6
cenderung menolak perubahan. Karena yang hidup dalam masyarakat.
itu, akan cenderung pada pemikiran Di dalam dunia pemikiran (filsafat)
tentang hukum konservatif. Negara-negara hukum, sikap demikian diajukan oleh
m a j u ya n g te l a h m e n c a p a i s u a t u Eugen Ehrlich, pemuka dari aliran
keseimbangan dalam kehidupan politik, Sociological Jurisprudence. Yang menjadi
ekonomi dan kemasyarakatan juga akan konsepsi dasar dari pemikiran Ehrlich
cenderung untuk konservatif dalam tentang hukum, dan merupakan kunci bagi
pemikirannya tentang hukum. teorinya adalah apa yang dinamakan living
Sunaryati Hartono mengatakan, law. Hukum positif yang baik (dan
politik hukum bermaksud melindungi karenanya efektif) adalah hukum yang
golongan pribumi secara efektif telah sesuai dengan living law yang sebagai inner
mengisolasikan golongan pribumi ini dari order dari masyarakat mencerminkan
hubungan dan perkembangan hukum nilai-nilai yang hidup di dalamnnya.
masa kini, sehingga mengakibatkan Dengan demikian, pesan Eugen Ehrlich
keterbelakangan dari golongan ini dalam pada pembuat undang-undang, yang tidak
situasi dimana golongan-golongan yang ditentangnya secara a priori seperti yang
berbeda itu harus bersaing misalnya dalam dilakukan mazhab sejarah dan pengikut-
4
perdagangan. pengikutnya, adalah bahwa dalam
S i k a p ya n g a p r i o r i m e n o l a k membuat undang-undang hendaklah
perundang-undangan sebagai teknik diperhatikan apa yang hidup dalam
pembaruan hukum berbekas walaupun masyarakat.7
dalam bentuk yang lebih lunak, dalam Northrop dalam menerangkan teori
suatu sikap yang kolot (konservatif) Eugen Ehrlich ini dan penerapannya pada
terhadap usaha-usaha pembaruan hukum. suatu situasi konkrit yang dihadapi
Pemikiran hukum tentang hukum di mengatakan bahwa ....the best solution is
Indonesia hingga belum lama berselang that which shows the greatest sensitivity to
menggambarkan keadaan yang dilukiskan all factor in the problematic situation.8
5
di atas. Pikiran bahwa hukum itu harus peka
Dalam beberapa tahun ini mulai terhadap perkembangan masyarakat dan
tampak perubahan berupa suatu sikap bahwa hukum itu harus disesuaikan atau
terhadap perundang-undangan yang menyesuaikan diri dengan keadaan yang
menampakkan suatu keseimbangan telah berubah sesungguhnya telah
antara keinginan untuk mengadakan terdapat pula dalam alam pikiran bangsa
pembaruan hukum melalui perundang- Indonesia.

4
Sunaryati Hartono, dalam Ibid.
5
Sunaryati Hartono, dalam Ibid.
6
Mochtar Kusumaatmadja, 2006. Ibid., hlm 78.
7
Ibid., hlm. 79.
8
Northrop dalam Ibid., hlm. 79.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 33


Dari uraian di atas kiranya jelas bahwa hidup dalam masyarakat itu adalah Dewan
baik menurut teori (ilmu) hukum di negara Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai wakil
Barat, maupun menurut pemikiran rakyat dalam proses pembentukan
tentang hakikat hukum yang terdapat undang-undang.
dalam alam pikiran yang ada di Indonesia, Apabila pengungkapan kesadaran
tidak perlu ada pertentangan antara hukum masyarakat , rasa keadilan
maksud untuk mengadakan pembaruan masyarakat atau apapun namanya itu
hukum melalui perundang-undangan dan semata-mata merupakan suatu tindak
penyaluran nilai-nilai atau aspirasi yang perbuatan politik, maka jawabannya
hidup dalam masyarakat. terhadap pertannyaan tadi mungkin
Sikap yang demikian yang kini dianut positif bunyinya.
oleh pemerintahan dalam menjalankan Namun lepas dari pertanyaan apakah
kebijaksanaannya di bidang hukum suatu badan perwakilan rakyat itu selalu
sebagaimana tercantum dalam TAP MPR benar-benar menyuarakan kehendak
No. IV/1973 tentang GBHN. rakyat, pengungkapan kesadaran hukum
Ditinjau dari sudut praktis, suatu masyarakat bukan semata-mata suatu
pertanyaan yang perlu dalam hubungan ini proses perbuatan politik. Banyak pihak
adalah: bagaimanakah kita mengetahui dalam masyarakat yang menaruh minat
apakah suatu ketentuan hukum yang dan yang berkepentingan tidak akan
hendak kita tetapkan itu sesuai dengan berkesempatan memberikan saham
kesadaran hukum masyarakat (atau sumbangan pikiran dan isi hatinya
perasaan keadilan masyarakat) dan seandainya DPR merupakan satu-satunya
9
siapakah yang dapat mengungkapkannya? forum pembentukan hukum baru.
Masalah ini perlu memperoleh Di samping lembaga perwakilan
jawaban sekalipun bukan jawaban yang rakyat, kesadaran hukum masyarakat itu
sepenuhnya memuaskan, karena dalam dapat diungkapkan melalui penilaian
teori hukum di sini pula letak kelemahan hukum yang dilakukan oleh lembaga-
dari ajaran mazhab sejarah dari Von lembaga pendidikan dan penelitian
Savigny maupun aliran sociologocal maupun perorangan. Yurisprudensi
jurisprudence, karena masing-masing tidak merupakan sumber pengenal hukum yang
dapat menerangkan secara memuaskan hidup dalam masyarakat yang penting
apa yang dimaksudkan volksgeist atau pula, demikian pula pendapat para ahli dan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sarjana hukum terutama yang terkemuka
yang menurut mereka pada analisis di suatu cabang ilmu hukum tertentu.11
terakhir merupakan hakikat daripada Telah dikemukakan di atas, yang
hukum dalam arti yang sebesar-besarnya.10 mengemukakan suatu konsepsi yang erat
Dapat dikatakan bahwa yang dapat hubungannya dengan usaha pembaruan
mengungkapkan kesadaran hukum yang hukum yakni hukum sebagai alat

9
Mochtar Kusumaatmadja, Ibid., hlm. 80-81.
10
Ibid.
11
Ibid.

34 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


pembaruan masyarakat atau sarana politik hukum sebagai landasan
pembaruan masyarakat. kebijaksanaan) mirip dengan atau sedikit
Pemikiran tentang hukum sebagai alat banyak diilhami oleh teori tool of social
pembaruan dalam masyarakat berasal dari engineering, di manakah letak
Roscoe Pound dalam bukunya yang perbedaannya, apabila ada, dalam
terkenal ”An Introduction to the Philosophy perkembangannya kemudian di
of Law”. Diseuaikan dengan situasi dan Indonesia?14
kondisi di Indonesia, konsepsi ”Law as a Pengembangan konsepsional dari
tool of social engineering” yang merupakan hukum sebagai sarana pembaruan
inti pemikiran dari aliran Pragmatic Legal masyarakat di Indonesia lebih luas
Realism itu, oleh Mochter Kusumaatmadja, jangkauan dan ruang lingkupnya dari
kemudian dikembangkan di Indonesia tempat kelahirannya sendiri karena
melalui Fakultas Hukum Universitas beberapa hal:
12
Padjadjaran. a. Lebih menonjolnya perundang-
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, undangan dalam proses
konsepsi hukum sebagai ”sarana” pembaruan hukum di Indonesia,
pembaruan masyarakat Indonesia lebih walaupun yurisprudensi juga
luas jangkauannya dan ruang memegang peranan, berlainan
lingkungannya daripada di Amerika dengan keadaan di Amerika Serikat
Serikat. Alasannya oleh karena lebih di mana teori Pound itu ditujukan
menonjolnya perundang-undangan dalam terutama pada peranan pembaruan
proses pembaruan hukum di Indonesia daripada keputusan-keputusan
(walau yurisprudensi memegang peranan pengadilan, khususnya keputusan
pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme Suprame Court sebagai mahkamah
d a r i p a d a ko n s e p s i te r s e b u t ya n g tertinggi.
digambarkan akan mengakibatkan hasil b. Sikap yang menunjukkan kepekaan
yang sama daripada penerapan faham terhadap masyarakat menolak
legisme yang banyak ditentang di aplikasi mechanistis dari konsepsi
13
Indonesia. law as a tool of social engineering.
Sifat mekanisme itu nampak dengan Aplikasi mekanistis demikian yang
digunakannya istilah ”tool” oleh Roscoe digambarkan dengan kata 'tool'
Po u n d . I t u l a h s e b a b nya M o c h t a r akan mengakibatkan hasil yang
Kusumaatmadja cenderung menggunakan t i d a k b a nya k b e r b e d a d a r i
istilah ”sarana” daripada ”alat”. penerapan legisme yang dalam
Apabila konsepsi hukum sebagai sejarah hukum Indonesia (Hindia
sarana pembangunan sebagai konsepsi Belanda) telah ditentang dengan
ilmu hukum (dus: konsepsi pemikiran atau keras. Dalam pengembangannya di
filsafat hukum, berbeda dari konsepsi Indonesia, konsepsi (teoritis)

12
Lili Rasjidi, Dasar­dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 79.
13
Ibid.
14
Mochtar Kusumaatmadja, 2006. Op. Cit., hlm. 83.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 35


hukum sebagai alat atau sarana a n d a s a n a t a u d a s a r - d a s a r p o ko k
pembangunan ini dipengaruhi pula kebijaksanaan hukum nasional tercantum
oleh pendekatan-pendekatan dalam TAP MPR No. IV/1973 tentang
filsafat budaya dari Northrop dan GBHN, mengenai garis-garis besar
pendekatan-pendekatan policy­ kebijaksanaan di bidang hukum antara lain
oriented dari Laswell dan Mc. mengatakan:
Dougal.
c. Apabila dalam pengertian hukum ....”Pembinaan bidang hukum harus
mampu mengarahkan dan
termasuk pula hukum menampung kebutuhan-kebutuhan
internasional kita di Indonesia hukum sesuai dengan kesadaran
sebenarnya sudah menjalankan hukum rakyat yang berkembang ke
asas hukum sebagai alat arah moderenisasi menurut tingkat
pembaruan jauh sebelum konsepsi kemajuan pembangunan di segala
bidang, sehingga tercapai ketertiban
ini dirumuskan secara resmi dan kepastian hukum sebagai
sebagai landasan kebijaksanaan prasarana yang harus ditunjukkan ke
hukum. Dengan demikian, arah peningkatan pembinaan
perumusan resmi itu sesungguhnya Kesatuan Bangsa sekaligus berfungsi
merupakan perumusan sebagai sarana menunjang
perkembangan moderenisasi dan
pengalaman masyarakat dan pembangunan yang menyeluruh,
bangsa Indonesia menurut dilakukan dengan:
15
sejarah. a. m e n i n g k a t k a n d a n
menyempurnakan pembinaan
Dari uraian di atas, kiranya jelas bahwa Hukum Nasional antara lain dengan
mengadakan pembaruan,
walupun secara teoritis konsepsi hukum kodifikasi serta unifikasi hukum di
yang melandasi kebijaksanaan hukum dan bidang-bidang tertentu dengan
perundang-undangan (rechts politik) jalan memperhatikan Kesadaran
sekarang bisa diterangkan menurut Hukum dalam masyarakat;
peristilahan atau konsepsi-konsepsi atau b. menertibkan fungsi lembaga-
lembaga hukum menurut
teori masa kini (modern) yang proporsinya masing-masing;
berkembang di Eropa dan di Amerika c. meningkatkan kemampuan dan
Serikat. Namun pada hakekatnya konsepsi kewibawaan penegak-penegak
tersebut lahir dari masyarakat Indonesia hukum.17
sendiri berdasarkan kebutuhan yang
mendesak dan dipengaruhi faktor-faktor Di samping itu, diharapkan hukum
yang berakar dalam sejarah masyarakat berperan sebagai sarana pembaruan
dan bangsa Indonesia.16 masyarakat serta membangun tatanan
Adapun landasan pemikiran hukum hukum nasional yang akan mampu
sebagai sarana pembangunan, adalah menjalankan peranan tersebut. Untuk itu
Mochtar Kusumaatmadja mengajukan
15
Ibid., hlm. 83-84.
16
Ibid., hlm. 84-85.
17
Ibid., hlm. 85-90.

36 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


konsep hukum yang “tidak saja merupakan manusia. Dengan lambang-
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah lambang itu maka orang akan dapat
yang mengatur kehidupan manusia dalam mengerti dan memahami
masyarakat melainkan meliputi pula ke m a j e m u ka n d a r i p e r i l a ku
lembaga-lembaga (institutions) dan manusia itu, dan dengan itu akan
proses-proses (processes) yang dapat memberikan arti pada
mewujudkan berlakuknya kaidah-kaidah p e r i l a ku m a n u s i a , s e h i n g ga
itu dalam kenyataan”. Dari konsep hukum semuanya itu memungkinkan
tersebut, tampak bahwa tatanan hukum itu terjadinya interaksi antar-manusia
sebagai suatu sistem yang tersusun atas yang bermakna yang disebut
tiga komponen (subsistem), yakni: a) asas- komunikasi.
asas dan kaidah; b) kelembagaan hukum; b. Unsur operasional yang mencakup
dan c) proses perwujudan hukum.18 keseluruhan organisasi, lembaga
Juga sosiolog hukum, Schuit dan pejabat. Unsur ini meliputi
berpendapat bahwa sistem hukum itu badan-badan eksekutif, legislatif
dapat dipandang tersusun atas tiga dan yudikatif dengan aparatnya
komponen (subsistem), yang dengan masing-masing, seperti birokrasi
bahasa Sosiologi (Hukum) dipaparkan pemerintah, pengadilan, kejaksaan,
sebaga berikut: kepolisan, advokat, konsultan,
a. U n s u r i d i i l y a n g m e l i p u t i notaris dan berbagai lembaga
keseluruhan aturan, kaidah, swadaya masyarakat (misalnya
pranata dan asas hukum, yang LBH, advokasi sosial).
dalam peristilahan teori sistem c. Unsur aktual yang mencakup
dapat dicakup dengan istilah Sistem ke s e l u r u h a n ke p u t u s a n d a n
Makna atau Sistem Lambang atau tindakan (perilaku), baik para
Sistem Refrensi. Sistem Makna pada pejabat maupun para warga
bidang hukum dapat disebut Sistem masyarakat, sejauh keputusan dan
Makna Yurdik. Aturan bukanlah tindakan itu berkaitan dapat
pencerminan sesuatu yang ada ditempatkan dalam kerangka
dalam kenyataan, melainkan S i s te m M a k n a Yu r i d i k ya n g
19
menyatakan gagasan tentang dimaksud dalam butir (1) di atas.
bagaimana orang secara idialnya Tentang pembagian tiga komponen
seyoganya berperilaku, seyogianya sistem hukum yang dikemukakan di atas,
harus berperilaku. Aturan adalah dapat dikemukakan dua catatan. 2 0
lambang yang memberikan Pertama, tentang istilah sistem hukum itu
kesatuan dan makna pada sendiri. Dalam bahasa Ilmu Hukum
kenyataan majemuk dari perilaku Dogmatik atau dikalangan yuris praktis,

18
Mochtar Kusumaatmadja dalam Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Sebuah Penelitian
Tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional,
Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 7.
19
Schuit, dalam Ibid., hlm. 75.
20
Bernarad Arief Sidharta, 1999, Ibid., hlm. 76.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 37


istilah Sistem Hukum pada umumnya kewibawaan para penegak hukum.
hanya ditujukan pada komponen yang 4) membina kesadaran hukum dalam
disebut pertama oleh Muchtar masyarakat dan membina sikap
Kusumaatmadja dan Schiut. Dalam para penguasa dan para pejabat
pengetian yang lebih sempit, Sistem pemerintah ke arah penegakan
Hukum adalah keseluruhan asas-asas hukum, keadilan serta
hukum, aturan-aturan hukum tertulis dan perlindungan terhadap harkat dan
tidak tertulis, pranata-pranata hukum martabat manusia, dan ketertiban
serta putusan-putusan hukum yang serta kepastian hukum sesuai
21
tersusun dan saling berkaitan sehingga dengan undang-undang.
mewujudkan suatu kesatuan yang relatif Usaha untuk mewujudkan pembinaan
utuh. Kedua, berkenaan dengan pengertian hukum pada faset-faset hukum di atas,
budaya hukum yang kini sekarang sudah harus dilaksanakan dalam masyarakat
masuk dalam cakrawala pandang dan yang telah mengalami perubahan-
diskursus para yuris, sosiologi (hukum) perubahan yang luas dan mendasar.
dan pemerhati hukum di Indonesia. Secara Demikian halnya dalam pembaruan
umum, yang dimaksud dengan budaya hukum pidana, dilihat dari makna dan
hukum adalah keseluruhan nilai, sikap, hakikatnya berkaitan erat dengan latar
perasaan dan perilaku para warga belakang dan urgensi diadakannya
masyarakat termasuk pejabat pemerintah pembaruan hukum pidana itu sendiri.
terhadap atau berkenaan dengan hukum. Pembaruan hukum pidana, tidak bisa
Budaya hukum termasuk juga cita-cita lepas dari pembaruan hukum nasional,
hukum dan kesadaran hukum. Pembaruan Hukum Nasional tidak lepas
Berdasarkan konsepsi dan sistem dari Cita Hukum Pancasila. Oleh karena
hukum yang dikemukakan di atas, mengutip pendapat Bernard Arief Sidharta
selanjutnnya Muchtar Kusumaatmadja mengatakan Bangunan tata hukum
mengemukakan bahwa pembinaan hukum nasional yang dikehendaki GBHN 1993
nasional di Indonesia harus didasarkan adalah bengunan Tata Hukum Nasional
pada usaha-usaha terencana untuk: Indonesia yang tersusun secara hirarkhis
1) memperbaharui aturan-aturan dan berintikan Cita Hukum Pancasila, dan
hukum termasuk penciptaan yang ya n g d i o p e ra s i o n a l k a n ke d a l a m
baru dengan menyesuaikan pada kenyataan melalui perundang-undangan
tuntutan perkembangan zaman dan yurisprudensi. Asas-asas hukum
tanpa mengabaikan kesadaran nasional ini harus merupakan penjabaran
hukum dalam masyarakat. dan mengacu pada Cita Hukum Pancasila.
2) menertibkan fungsi lembaga- Asas-asas hukum nasional ini terdiri atas
lembaga hukum sesuai proporsinya asas-asas hukum (yang berlaku atau diakui
masing-masing. secara) universal, asas-asas hukum yang
3) meningkatkan kemampuan dan didistilasi dari Hukum Adat, asas-asas

21
Mochtar Kusumaatmadja dalam, Ibid., hlm. 8.

38 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


hukum yang diderivasi secara langsung pendekatan yang berorientasi pada
dari Pancasila dan asas-asas hukum teknis- kebijakan (“policy­oreiented approach”)
sektoral. Cita Hukum Pancasila dan Asas- dan sekaligus pendekatan yang
asas Hukum Nasional, dalam dinamika berorientasi nilai (“value­oriented
pembentukan hukum, berperan sebagai approach”).24
“guiding principles” dan batu-uji proses Memperhatikan uraian di atas, maka
pembentukan perundang-undangan dan makna dan hakikat pembaruan hukum
pembentukan hukum lewat yurisprudensi pidana dapat disimpulkan sebagai berikut:
(dan praktek hukum).22 a. Dilihat dari sudut pendekatan
Latar belakang dan urgensi kebijakan
diadakannya pembaruan hukum pidana 1) Sebagai bagian dari kebijakan
dapat ditinjau dari aspek sosiopolitik, sosial, pembaruan hukum
sosiofilosofis, sosiokutural atau dari pidana pada hakekatnya
berbagai aspek kebijakan (khusus merupakan bagian dari upaya
kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan untuk mengatasi masalah-
23
kebijakan penegakan hukum).
masalah sosial (termasuk
Ini berarti, makna dan hakikat
masalah kemanusiaan) dalam
pembaruan hukum pidana juga berkaitan
rangka mencapai/menunjang
erat dengan berbagai aspek itu. Artinya,
tujuan nasional (kesejahteraan
pembaruan hukum pidana juga pada
hakikatnya harus merupakan perwujudan masyarakat dan sebagainya);
dari perubahan dan pembaruan terhadap 2) Sebagai bagian dari kebijakan
berbagai aspek dan kebijakan yang kriminal, pembaruan hukum
m e l a t a r b e l a k a n g i nya i t u . D e n g a n pidana pada hakekatnya
demikian, pembaruan hukum pidana pada merupakan bagian dari upaya
hakikatnya mengandung makna, suatu p e r l i n d u n g a n m a s ya ra k a t
upaya untuk melakukan reorientasi dan ( k h u s u s nya u p aya
reformasi hukum pidana yang sesuai penanggulangan kejahatan);
dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, 3) Sebagai bagian dari kebijakan
sosiofilosofis, dan sosiokultural penegakan hukum, pembaruan
masyarakat Indonesia yang melandasi hukum pidana pada hakekatnya
kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan
merupakan bagian dari upaya
kebijakan penegakan hukum di Indonesia.
m e m p e rb a h a r u i s u b s t a n s i
Secara singkat dapatlah dikatakan, bahwa
hukum (legal substance) dalam
pembaruan hukum pidana pada
rangka lebih mengefektifkan
hakikatnya harus ditempuh dengan
penegakan hukum.

22
Ibid., hlm. 81.
23
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Kencana,
Jakarta, 2008, hlm. 25.
24
Barda Nawawi Arief, Ibid., hlm. 25.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 39


b. Dilihat dari sudut pendekatan menghadapi masalah-masalah senteral
25
nilai. yang pertama di atas, yang sering disebut
Pembaruan hukukum pidana pada masalah kriminalisasi, harus diperhatikan
hakikatnya merupakan upaya melakukan hal-hal yang pada intinya sebagai berikut:
peninjauan dan penilaian kembali a) Penggunaan hukum pidana harus
(”reorientasi dan re-evaluasi”) nilai-nilai memperhatikan tujuan
sosiopolitik, sosiofilosofis dan pembangunan nasional, yaitu
sosiokultural yang melandasi dan mewujudkan masyarakat yang adil
memberi isi terhadap muatan normatif dan makmur yang merata materil
dan substantif hukum pidana, apabila sprituil berdasarkan Pancasila;
orientasi nilai dari hukum pidana yang sehubungan dengan ini maka
dicita-citakan (misalnya KUHP Baru) sama (penggunaan) hukum pidana
saja dengan orientasi nilai dari hukum bertujuan untuk menanggulangi
pidana lama warisan penjajah Belanda ke j a h a t a n d a n m e n g a d a k a n
(KUHP lama atau WvS). pengugeran terhadap tindakan
Pembaruan hukum pidana baik dalam penanggulangan itu sendiri, demi
pendekatan kebijakan dan pendekatan kesejahteraan dan pengayoman
nilai, harus berpedoman pada Cita Hukum masyarakat.
Pancasila dan Asas-asas Hukum Nasional, b) Perbuatan yang diusahakan untuk
dalam dinamika pembentukan hukum. Cita dicegah atau ditanggulangi dengan
Hukum dan Asas-asas Hukum Nasional ini, hukum pidana harus merupakan
berperan sebagai “guiding principles” dan perbuatan yang tidak dikehendaki,
batu-uji proses pembentukan perundang- yaitu perbuatan yang
undangan dan pembentukan hukum lewat mendatangkan kerugian (materil
yurisprudensi. dan atau spritual) atas warga
Menyimak pendapat A. Mulder, bahwa masyarakat.
kebijakan hukum pidana atau politik c) Penggunaan hukum pidana harus
hukum pidana (Strafrechtspolitiek), ialah pula memperhitungkan prinsip
garis kebijakan untuk menentukan: (1) biaya dan hasil (cost and benefit
seberapa jauh ketentuan-ketentuan principle).
pidana yang berlaku perlu diubah atau d) Penggunaan hukum pidana harus
diperbarui; (2) apa yang dapat diperbuat pula memperhatikan kapasitas
untuk mencegah terjadinya tindak pidana; atau kemampuan daya kerja dari
dan (3) cara bagaimana penyidikan, badan-badan penegak hukum, yaitu
penuntutan, peradilan dan pelaksanaan jangan sampai ada kelampauan
pidana harus dilaksanakan.26 beban tugas (overbelasting).27
Bertolak dari pendekatan kebijakan Pendekatan yang berorientasi pada
itu, Sudarto berpendapat bahwa dalam kebijakan sosial terlihat dalam Simposium

25
Ibid., hlm. 26.
26
A. Mulder dalam Ibid., hlm. 23.
27
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 44.

40 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


Pembaruan Hukum Pidana Nasional pada bagaimana penyidikan, penuntutan,
bulan Agustus 1980 di Semarang. Dalam peradilan dan pelaksanaan pidana harus
salah satu laporannya dinyatakan antara dilaksanakan. Selain itu juga harus
lain, sebagai berikut: memperhatikan kapasitas atau
kemampuan daya kerja dari badan-badan
Masalah kriminalisasi dan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada
dekriminalisasi atas semua perbuatan
haruslah sesuai dengan politik kriminal kelampauan beban tugas (overbelasting).
yang dianut oleh Bangsa Indonesia, Untuk mewujudkan hukum pidana
yaitu sejauh mana perbuatan tersebut materil harus melalui hukum pidana
bertentangan dengan nilai­nilai formil (hukum proses) dan hukum
fundamental yang berlaku dalam pelaksanaan pidana, melalui para penegak
masyarakat dan oleh masyarakat
dianggap patut atau tidak patut hukum mulai dari: Kepolisian, Kejaksaan,
dihukum dalam rangka Pengadilan, Lembaga Koreksi dan Advokat.
menyelenggarakan kesejahteraan Khusus pembaruan dalam proses
masyarakat.28 peradilan pidana, telah dimulai pada tahun
1981, dengan diundangkannya Undang-
Oleh karena itu, pembaruan hukum undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab
pidana tidak dilakukan secara emosional, Undang-undang Hukum Acara Pidana
tetapi tetap dilakukan dalam kebijakan (KUHAP), sebagai pengganti Herzine
yang rasional dengan tetap Inlands Reglemen (HIR) atau Reglemen
memperhatikan nilai-nilai yang berlaku. Hukum Acara Acara Pidana dan Perdata,
Pembaruan hukum pidana tetap yang berlaku berdasarkan Undang-undang
memedomani dan memperhatikan nilai- Darurat No. 1 tahun 1951 diubah dengan
nilai bangsa Indonesia yaitu Cita Hukum Undang-undang No. 11 Tahun 1955.
Pancasila dan Asas-asas Hukum Nasional. Setelah 29 tahun berlakuku KUHAP
Pembaruan hukum pidana diharapkan tersebut, yang mengatur beberapa prinsip,
tidak hanya menanggulangi kejahatan khususnya dalam proses penyidikan,
melalui hukum pidana, tetapi juga penuntutan dan pengadilan, namun masih
mewujudkan masyarakat yang adil dan ada penyimpangan-penyimpangan yang
makmur yang merata materil dan sprituil dilakukan oleh para penegak hukum,
berdasarkan Pancasila. khususnya dalam penyidikan yang
dilakukan oleh Polri.
b. Pembaruan Hukum Proses (Hukum Barda Nawawi Arief mengatakan,
Acara Pidana) penegakan hukum dan keadilan
Pembaruan hukum pidana merupakan serangkaian proses yang
sebagaimana disebut di atas tidak hanya cukup panjang dan dapat melibatkan
dalam kebijakan kriminalisasi dan berbagai kewenangan instansi/aparat
dekriminalisasi, tetapi termasuk juga penegak hukum lainnya (di bidang
kebijakan untuk menentukan cara penegakan hukum pidana melibatkan

28
Barda Nawawi Arief, 2008, Op. Cit., hlm. 28.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 41


aparat penyidik/kepolisian, aparat ternyata belum dapat dirasakan oleh para
penuntut umum/kejaksaan, aparat pencari keadilan. Walaupun telah terjadi
pengadilan dan aparat pelaksana pidana). reformasi kepolisian Indonesia, namun
Keseluruhan sistem, struktur masih kita jumpai adanya pelanggaran-
kelembagaan dan kewenangan penegakan pelanggaran hukum dan hak asasi si
hukum itu tidak semuanya berada di tersangka atau yang diduga melakukan
bawah kendali dan kewenangan Menteri tindak pidana.
Kehakiman (sekarang menjadi Menteri Pada waktu pembentukan KUHAP,
Hukum dan Ham). Jadi untuk melakukan yang dilandasi oleh landasan filosofisnya
reformasi di bidang penegakan hukum dan sebagaimana dapat dibaca pada huruf a
keadilan, tidaklah mungkin hanya konsideran, tiada lain dari pada Pancasila,
dilakukan oleh Menkeh, tetapi perlu dengan maksud memotifasi aparat
dukungan berbagai pejabat dari instansi penegak hukum untuk mengarahkan
terkait lainnya (seperti Mahkamah Agung, semangat dan dedikasi pengabdian
Jaksa Agung, Kapolri, dan Menteri penegak hukum untuk mewujudkan
29
lainnya). keseluruhan kebenaran dan keadilan.
Reformasi hukum tidak hanya berarti Dengan demikian setiap tindakan
pembaruan undang-undang atau penegakan hukum, harus sejajar dengan
substansi hukum (legal substance reform), cita yang terkandung dengan semangat
tetapi juga pembaruan struktur hukum dan keluhuran tujuan fisosofisnya, yaitu
(legal structure reform) dan pembaruan Cita Hukum Pancasila.
budaya hukum dan ilmu/pendidikan Sebagaimana disebut di atas, bahwa
hukum (legal ethic and legal landasan filosofis KUHAP adalah Pancasila,
science/education reform). Bahkan dalam terutama yang berhubungan erat dengan
situasi krisis saat ini yang terpenting justru sila Ketuhanan dan Kemanusiaan. Dengan
pembaruan aspek immateriiel dari hukum, landasan ini, diharapkan ada persepsi yang
ya i t u p e m b a r u a n b u d aya h u ku m , sama antara para penegak hukum dan para
etika/moral hukum dan ilmu/pendidikan pelanggar hukum (tersangka, terdakwa
30
hukum. atau terpidana) adalah: (1) sama-sama
Budaya hukum para penegak hukum, manusia, yang tergantung pada kehendak
khususnya kepolisian di dalam Tuhan; (2) manusia sama-sama sebagai
pelaksanaan tugas dan wewenangnya ciptaan Tuhan, maka tidak ada perbedaan
sebagai penyidik, masih sering terjadi asasi di antara sesama manusia, setiap
adanya budaya kekerasan, salah tangkap manusia mempunyai hak kemanusiaan
atau salah prosedur. Sehingga untuk yang harus dilindungi tanpa kecuali.
mewujudkan polisi sipil yang profesional Menyimak landasan filosofis dari
dan menjunjung hak asasi manusia, Pembaruan Hukum Proses (KUHAP), maka

29
Barda Nawawi Arief, Reformasi Hukum dan Keadilan dalam Seminar Nasional Polisi Indonesia III, Pusat Studi Kepolisian
(PSK) FH. UNDIP, Semarang, 22-23 Oktober 1998, dalam Masalah Penegakan Hukum Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 2-3.
30
Ibid., hlm. 4.

42 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


fungsi penegakan hukum yang dilakukan oleh Oknum Polisi di lingkungan
dipercayakan kepada aparat penegak Polda Sulawesi Selatan. Oknum kepolisian
hukum, khususnya Polri berada dalam tersebut, memperogoki seorang laki-laki
ruang lingkup pelaksanaan amanat Tuhan, dan seorang perempuan, kemudian
mereka harus memiliki keberanian dan mereka diperiksa dan menuduh mereka
kemampuan menyimak isyarat nilai sedang melakukan perbuatan “mesum”.
keadilan yang konsisten dengan konsepsi Kedua orang ini tidak mau mengakui
nilai keadilan Tuhan dan keadilan perbuataan yang dituduhkan, maka
Kemanusiaan yang selalu diwujudkan oknum polisi tadi menyuruh wanitanya
dalam setiap penegakan hukum. Oleh membuka pakaiannya lalu merekam
karena itu, akan disebut beberapa contoh dengan kamera ponselnya, kemudian
kasus, sebagai akibat para penegak hukum rekaman itu dipergunakan oleh oknum
yang dilakukan oleh Polri, tidak melakukan Polisi tersebut sebagai alat memeras.
tugasnya berlandaskan filosofis dari Oknum polisi tersebut tidak mendapatkan
KUHAP tersebut, antara lain: sesuai apa yang diinginkannya, maka
Pertama, salah tangkap, sampai salah mereka menyebar ke masyarakat foto
mengadili seperti kasus pembunuhan bugil dari wanita tadi.
terhadap korban Muhamad Asrori di Ketiga, kasus Prita Mulyasari yang
Perkebunan Tebu, Desa Braan, Bendar didakwa melakukan pencemaran nama
Kedung Mulyo, Jombang (Jawa Timur). baik para dokter dan RS. Omni
Imam Hambali alias Kemat, Devid Eko Internasional. Kasus ini berawal dari email
Proyanto, dan Maman Sugianto didakwa Prita kepada beberapa temannya, tentang
telah membunuh korban, malahan 2 (dua) pengalamannya berobat ke rumah sakit
orang dari terdakwa telah dijatuhi pidana tersebut. Kemudian isi email tersebut
penjara masing-masing 17 tahun dan 12 menyebar dalam internet, maka RS. Omni
tahun, sedangkan terhadap seorang Internasional melaporkan Prita kepada
terdakwa sedang diadili (sekarang ketiga Polisi dan dilakukan penyidikan sampai
orang tersebut telah dibebaskan). Tetapi pelimpahan perkaranya ke Kejaksaan.
setelah ada kasus mutilasi terhadap 11 Namun pihak Kejaksaan meminta kepada
(sebelas) orang yang dilakukan oleh Ryan, penyidik, supaya tidak hanya menyangka
yang mengaku bahwa yang membunuh ketentuan-ketentuan yang ada dalam
korban di atas adalah juga dia. Kasus KUHP, tetapi juga supaya memasukkan
menghukum orang yang tidak bersalah, ketentuan Undang-undang No. 11 tahun
selain menimbulkan ketidak adilan, di sini 2008 tentang Informasi dan Transaksi
pun terjadi peradilan yang “sesat”. Elektronik. Pada akhirnya, penyidik
Peradilan “sesat” mulai terjadi pada tahap dengan tanpa memahami undang-undang
penyidikan yang dilakukan oleh Polisi. Di ini dan tanpa memeriksa kembali
katakan demikian, karena Polisi sebagai tersangka, penyidik langsung memasukan
penyidik adalah sebagai pintu gerbang dari dalam berita acara penyidikan pasal-pasal
sistem peradilan pidana itu sendiri. yang diminta oleh Kejaksaan.
Kedua, kasus pelecehan seksual yang Memperhatikan tiga kasus di atas, dan

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 43


mengutip tulisan Satjipto Rahardjo yang menuntut peradilan efektif dan efisien,
berjudul Berhukum dengan Akal Sehat, tetapi tidak mengabaikan makna tujuan
mengatakan: Negara hukum tidak selesai dari penegakan hukum itu sendiri. Oleh
dibangun hanya dengan memasang papan karena itu, Polri sebagai penegak hukum
nama ”Negara Hukum”. Itu baru awal dalam melaksanakan tugas dan
karena masih banyak yang harus wewenangnya, harus berakal sehat dan
dibereskan, misalnya kita masih perlu hati nurani yang sehat sesuai dengan cita
memikirkan bagaimana cara berhukum hukum Pancasila.
yang ideal agar negara hukum benar-benar
dapat menjadi rumah yang 2. Penegakan Hukum Berkeadilan
membahagiakan rakyatnya. yang Dilakukan Oleh Polri (Telaah
Umumnya, cara berhukum di negeri Filsafat Hukum)
kita masih lebih didominasi ”berhukum a. Profesionalisme Polri Sebagai
dengan peraturan” daripada ”berhukum Penegak Hukum
dengan akal sehat”. Berhukum dengan Reformasi hukum tidak hanya berarti
peraturan adalah berhukum minimalis, pembaruan undang-undang atau
yaitu menjalankan hukum dengan cara substansi hukum (legal substance reform),
menerapkan apa yang tertulis dalam teks tetapi juga pembaruan struktur hukum
secara mentah-mentah. Ia berhenti pada (legal structure reform) dan pembaruan
mengeja undang-undang. Jiwa dan roh budaya hukum dan ilmu/pendidikan
(conscience) hukum tidak ikut dibawa- hukum (legal ethic and legal
bawa. Kiranya, bukan dengan cara seperti science/education reform). Bahkan dalam
ini, sebaiknya negara hukum dibangun dan situasi krisis saat ini yang terpenting justru
jalankan. Meminjam kata-kata Ronald pembaruan aspek immateriiel dari hukum,
Dworkin, kita perlu taking rights seriously ya i t u p e m b a r u a n b u d aya h u ku m ,
dan melakukan moral reading of the law. etika/moral hukum dan ilmu/pendidikan
Berhukum dengan teks baru merupakan hukum.
awal perjalanan panjang untuk Budaya hukum para penegak hukum,
mewujudkan tujuan agar negara hukum khususnya kepolisian di dalam
menjadi rumah yang membahagiakan pelaksanaan tugas dan wewenangnya
rakyat (Kompas, 19 Desember 2008). sebagai penyidik, masih sering terjadi
Pemaknaan hukum oleh para penegak adanya budaya kekerasan, salah tangkap
hukum, tentu tidak hanya menegakkan atau salah prosedur, sebagaimana disebut
hukum secara harfiah, tetapi harus juga 3 (tiga) contoh kasus di atas. Sehingga
memahami betul bagaimana makna dari untuk mewujudkan polisi sipil yang
penegakan hukum itu sendiri. Para profesional dan menjunjung hak asasi
penegak hukum (Polri), tidak bekerja manusia, ternyata belum dapat dirasakan
sebagai “robot” tetapi dituntut dapat oleh para pencari keadilan.
memahami dan mewujudkan penegakan Sementara dalam rangka reformasi
hukum yang berkeadilan. Walaupun Polri, Polri harus professional yang
dituntut adanya peradilan yang cepat yang memiliki kriteria dan ciri-ciri yang hampir

44 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


sama dengan profesi yang lain. Untuk w e w e n a n g n y a u n t u k m e n g a t u r,
menjelaskan Polri yang professional, maka merencanakan dan membiayai dirinya
perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa sendiri, serta polisi (makin) menjadi
pengertian, yakni: profesi berarti bidang otonom. Secara akademis dan dengan
pekerjaan yang dilandasi pendidikan standar profesionalisme di atas saya
keahlian (keterampilan, kejujuran, dsb) (Satjipto Rahardjo) tidak dapat
tertentu; profesional berarti bersangkutan mengatakan, apakah Polri memang sudah
dengan profesi; memerlukan kepandaian berkembang ke arah ciri-ciri
khusus untuk menjalankannya; profesionalisme tersebut.33
mengharuskan adanya pembayaran untuk Menurut Affandi ada empat ciri-ciri
melakukannya (lawan amatir); yang bisa ditengerai sebagai petunjuk atau
profesionalisme berarti mutu; kualitas dan indikator untuk melihat tingkat
tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesionalitas seseorang: (1) penguasaan
profesi orang yang profesional; serta ilmu pengetahuan seseorang di bidang
profesionalitas berarti perihal profesi; tertentu dan ketekunan mengikuti
keprofesian; kemampuan untuk bertindak perkembangan ilmu yang dikuasai; (2)
secara profesional.31 kemampuan seseorang dalam
Konsep “polisi profesional” ini m e n e ra p k a n i l m u ya n g d i ku a s a i ,
diharapkan sudah menghimpun dan khususnya yang berguna bagi kepentingan
mewadahi sekalian kualitas pemolisian sesama; (3) ketaatan dalam melaksanakan
ya n g m a m p u d i h a d a p k a n ke p a d a dan menjunjung tinggi etika keilmuan
perkembangan masyarakat. Sejarah serta kemampuannya untuk memahami
profesionalisme polisi pada abad ke-20 dan menghormati nilai-nilai sosial yang
berkembang seiring dengan penggunaan berlaku di lingkungannya; dan (4)
inovasi di bidang teknologi ke dalam besarnya rasa tanggung jawab terhadap
pekerjaan polisi. Pengetahuan tentang Tuhan, bangsa dan Negara, masyarakat,
metode kerja polisi berkembang sebagai keluarga, serta diri sendiri atas segala
suatu kelompok pengetahuan khusus yang tindak tanduk dan perilaku dalam
32
harus dikuasai seseorang polisi. Sejalan mengemban tugas berkaitan dengan
dengan itu polisi juga makin menegaskan penugasan dan penerapan bidang ilmu
34
identitasnya melalui pengorganisasian dan yang dimiliki.
birokrasi. Ia (Polri) membangun struktur Sedangkan Maister mengemukakan
organisasi yang mampu melayani bahwa ciri-ciri profesionalisme sejati
pekerjaannya, menentukan sendiri yaitu: (1) bangga pada pekerjaan mereka,
standar pemolisian dan mengatur sendiri dan menunjukkan komitmen pribadi pada
rekrutmen anggota-anggotanya. Polisi kualitas; (2) berusaha meraih tanggung
merupakan lembaga mandiri dan sekalian jawab; (3) mengantisipasi dan tidak

31
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta. 2005.
32
Satjipto Rahardjo, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2002, hlm. 94.
33
Ibid.
34
Affandi dalam Sistem Rekrutmen Berbasis Kompetensi Dalam Rangka Peningkatan Profesionalisme
PNS,http://www.bkn.go.id/penelitian/buku/penelitian/ sistem, rekrutmen.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 45


menunggu perintah, mereka menunjukkan dan mengutamakan pada
inisiatif; (4) mengerjakan apa yang perlu kepentingan umum.
dikerjakan untuk merampungkan tugas; d. Keinginan untuk membantu, dapat
(5) melibatkan diri secara aktif dan tidak ditelusuri melalui: kejujuran; dan
sekedar bertahan pada peran yang telah keihlasan.36
ditetapkan untuk mereka; (6) selalu Ciri-ciri pengertian profesional yang
mencari cara untuk membuat berbagai hal dikemukakan dari beberapa pendapat di
menjadi lebih mudah bagi orang yang atas tentu tidak jauh berbeda bila melihat
mereka layani; (7) benar-benar Polri yang profesinal. Adapun
mendengarkan kebutuhan orang-orang profesionalisme Kepolisian mempunyai
yang lain; (8) belajar memahami dan ciri-ciri sebagai berikut:
berfikir seperti orang-orang yang mereka a. Jujur, taat terhadap kewajiban dan
layani sehingga bisa mewakili mereka senantiasa menghormati hak-hak
ketika orang-orang itu tidak ada di tempat; orang lain.
(9) adalah pemain tim; (10) bisa dipercaya b. Tekad di dalam jiwanya, setiap amal
memegang rahasia; (11) jujur, bisa perbuatan dilandasi oleh niat untuk
dipercaya dan setia; (12) terbuka pada beribadah dan merupakan
kritik-kritik yang membangun mengenai pengabdian dirinya kepada dan
cara peningkatan diri.35 bagi kepentingan orang lain sebagai
Berdasarkan uraian di atas, dapat bukti adanya kepedulian terhadap
disimpulkan bahwa konsep lingkungan sekitarnya.
profesionalisme Pegawai Negeri Sipil c. Memiliki sifat, watak dan ahlak
(PNS) harus memiliki ciri-ciri sebagai serta kepribadian yang baik dengan
berikut: berlandaskan pada Taqwa dan
a. M e n g u a s i p e n g e t a h u a n beriman kepada Tuhan Yang Maha
dibidangnya, dapat ditelusuri Esa.
melalui: meningkatkan d. Amal perbuatannya senantiasa
pengetahuan; menguasai bidang diawali dengan niat dan itikad baik
tugas; dan efektifitas dalam dan untuk mencapai tujuan
melaksanakan tugas. dilakukan dengan cara yang baik
b. Komitmen pada kualitas, dapat dan benar.
ditelusuri melalui: memiliki e. Tidak akan pernah berniat jelek
kecakapan; kesanggupan dalam terhadap tugas yang dipercayakan
bekerja; dan selalu meningkatkan kepadanya, oleh masyarakat dan
mutu kerja. Negara maupun bangsa
c. Dedikasi, dapat ditelusuri melalui: berdasarkan hukum yang berlaku.
kebanggaan pada pekerjaan; f. M e m i l i k i k e b a n g g a a n p a d a
tanggung jawab pada pekerjaan; profesinya dengan mendahulukan

35
Maister dalam Ibid.
36
Ibid.

46 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


kepentingan umum daripada sasaran teknologi kepolisian yang
37
kepetingan pribadinya. baik agar anggota polisi dapat
Anton Tabah, mengatakan di dunia ini menjalankan tugas dengan baik.
terdapat lima syarat yang harus dipenuhi e. W e l l f a r e , y a k n i d i b e r i k a n
oleh instansi kepolisian agar profesional, kesejahteraan kepada anggota
yaitu : polisi dengan baik, menyangkut
a. Well Motivated, yaitu seorang calon gaji, tunjangan dan penghasilan lain
anggota polisi harus memiliki yang sah yang cukup untuk
motivasi yang baik ketika dia menghidupi polisi dan anggota
38
menjatuhkan pilihan untuk menjadi keluarganya.
polisi. Motivasi tersebut ikut Selanjutnya Sadjijono, mengatakan
memberikan warna pemolisian didasarkan pada kondisi Polri yang
seseorang anggota polisi dalam dihadapkan pada kultur, idiologi bangsa
mengembangkan kariernya. Weel dan karakteristik masyarakat Indonesia
Motivated dapat dipantau sejak yang bersifat khusus, maka mutu
awal, yakni ketika dilakukan kepolisian yang idial di Indonesia meliputi
rekrutmen di institusi kepolisian. :
b. We l l Ed u c a t e d , ya i t u u n t u k a. Motivasi dan moralitas yang baik
mendapatkan polisi yang baik maka dari calon anggota dan setiap
harus dididik untuk menjadi polisi anggota Polri, yang dapat ditelusuri
yang baik. Hal ini menyangkut sejak rekruitmen calon anggota
sistem pendidikan, kurikulum dan hingga memasuki masa dinas
proses belajar mengajar yang cukup kepolisian.
ketat, disiplin yang rumit di b. Dasar pendidikan umum dan
lembaga pendidikan kepolisian. p e n d i d i ka n ke p o l i s i a n ya n g
c. We e l Tr a i n n e d , ya i t u p e r l u memadai, yakni dasar pendidikan
dilakukan latihan secara terus umum yang berorientasi pada
menerus bagi anggota polisi melalui r e l e va n s i ke b u t u h a n t u g a s ,
proses managerial yang ketat agar sedangkan pendidikan kepolisian
pendidikan dan pelatihan yang harus sesuai dengan kurikulum
sinkron mampu menjawab yang berorientasi pada tugas utama
berbagai tantangan kepolisian kepolisian dan tantangan tugas di
aktual dan tantangan di masa masa depan.
depan. c. Melakukan pelatihan secara rutin
d. Weel Equipment, yakni menyangkut dan berkelanjutan.
penyediaan saran dan prasarana d. Memiliki keahlian dan mampu
yang cukup bagi intitusi kepolisian, menggunakan peralatan yang
serta penyediaan sistem dan memadai sesuai dengan kemajuan

37
Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), Laksbang Mediatama, Surabaya, 2007, hlm.
204-205.
38
Anton Tabah dalam Pudi Rahardi, Ibid., hlm. 210-211.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 47


teknologi dan perkembangan Polisi yang profesional akan mampu
masyarakat. melakukan tindakan untuk:
e. Pemberian kesejahteraan yang a. M e n g a m a t i f e n o m e n a d i
cukup berdasarkan kebutuhan sekelilingnya dengan cermat
normal dalam masyarakat, yang (observasi terhadap berbagai
berorientasi pada gradasi golongan gejala atau peristiwa),
kepangkatan dan masa berdinas. menemukan data yang
f. Pengorganisasian yang efektif yang bermanfaat bagi pemolisiannya;
berorientasi pada tugas dan b. M e n g a n a l i s a s e t i a p
wewenang serta struktur gejala/peristiwa/fenomena
ketetanegaraan. Hal ini yang terjadi secara kritis,
dimaksudkan untuk mewujudkan dialektis, komprehensif,
kepolisian yang benar-benar maupun dealogis;
mandiri. c. Melihat, meramalkan atau
g. Adanya pengawasan yang baik memprediksikan hubungan
39
dalam sistem organisasi. antara gejala yang satu dengan
Setiap anggota kepolisian selaku yang lainnya secara logis dan
aparatur penegak hukum dituntut tekad sistematis yang berguna dalam
dan semangat yang sesuai dengan cita-cita, manentukan strategi-strategi
tujuan, visi dan misi profesi kepolisian, pemolisiannya sebagai upaya
oleh karena itu segala tindakan harus preventif (crime prevention);
searah dan sejalan dengan tujuan, visi dan d. Memecahkan berbagai masalah
misi lembaganya. Aparatur kepolisian juga sosial yang terjadi dalam
harus memiliki kesadaran akan kewajiban masyarakat dan memberikan
profesionalnya. Profesionalisme solusianya (problem solving
merupakan kualitas dan tindak tanduk policing), dan
yang merupakan ciri utama dari orang e. Mengembangkan kreativitas
yang profesional. Profesional Polri adalah dalam pemolisiannya sehingga
sikap, cara berpikir, tindakan, dan perilaku, dapat diterima oleh
pelaksanaan pemolisiannya dilandasi ilmu masyarakatnya dan berguna
ke p o l i s i a n , ya n g d i a b d i k a n p a d a dalam kehidupan masyarakat,
kemanusiaan atau melindungi harkat dan khususnya yang berkaitan
martabat manusia sebagai aset utama dengan keamanan dan
bangsa dalam wujud terpeliharanya ketertiban yang dapat
keamanan, ketertiban, dan tegaknya mendorong tumbuh dan
hukum.40 berkembangnya kualitas hidup
41
masyarakat.

39
Sadjijono dalam Ibid., hlm. 212-213.
40
Sutanto dalam Sudjijono, Etika Profesi Hukum, Suatu Telaah Filosofis terhadap Konsep dan Implementasi Kode Etik
Profesi Polri, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008, hlm. 43.
41
Ibid., hlm. 43-44.

48 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


Tuntutan Polri yang profesional yang program yang tidak akan mempunyai arti
demikian, juga sudah dicanangkan dalam apa-apa bagi masyarakat, mungkin juga
program Polri jangka sedang (2008-2010). bagi Polri sendiri.
Adapun program dalam jangka sedang ini Dikatakan demikian, dari dulu sampai
adalah : 1) Kaji kembali doktrin-doktrin sekarang sudah ada aturan bagaimana
kode etik, falsafah Polri dan pedoman Polri melaksanakan tugas penyidikan
kerja; 2) Mewujudkan komisi kepolisian; (penegakan hukum) yang harus tunduk
3) Meningkatkan kontrol publik; dan 4) pada prinsip-prinsip hukum yang telah
Meningkatkan kemampuan perorangan diaturkan di dalam KUHAP. Di samping itu
atau unit untuk terwujudnya sudah ada Kode Etik Profesi, aturan
profesionalisme Polri.42 Disiplin Polri, dan adanya Posedur Tetap
Di dalam Strategi Implementasi Baru (Protap) untuk pelaksanaan tugas
Polri ditinjau dari aspek kultural, penyidikan, namun masih ada oknum
kelembagaan dan Operasional, Polri telah Kepolisian yang bertindak di luar prinsip-
menetapkan misinya sebagai cerminan prinsip hukum termasuk mengabaikan
dari Polri yang profesional. kode etik profesinya.
Misi Polri tersebut adalah : 1)
Memberikan pelayanan kepada b. Mewujudkan Penegakan Hukum
masyarakat secara transparan dan Berkeadilan
terbuka; 2) Melakukan penegakan hukum Problem selanjutnya adalah
terhadap siapapun tanpa diskriminasi; 3) b a g a i m a n a p a ra p e n e g a k h u k u m
Berupaya meningkatkan partisipasi mewujudkan keadilan (berkeadilan),
masyarakat; 4) Memberikan perlindungan, dalam hal ini Polri dalam melaksanakan
pengayoman dan pelayanan hukum yang tugas dan wewenangnya sebagai bagian
baik setiap pencari keadilan; dan 5)
dari penegakan hukum pidana. Di dalam
Berupaya mengedepankan kepentingan
penerapan hukum pidana oleh Polri,
masyarakat daripada kepentingan
melakukan tindakan hukum kepada para
pribadi.43
tersangka, seringkali hanya melihat
Memperhatikan ciri-ciri
profesionalisme Polri dan Misi Polri, hukum sebagaimana tertulis dalam
menuju cita-cita Polri yang profesional undang-undang dan tidak melihat filosofi
tentu diperlukan peran dari masyarakat di balik bunyi teks atau pasal undang-
baik dalam bentuk lembaga formal undang yang bersangkutan. Problem ini
maupun tidak. Peran dari masyarakat dapat dianalogikan dengan problem dalam
tersebut adalah dalam rangka pengawasan observasi yang dihadapi ilmu pada
d a r i u n s u r e ks te r n a l . Ta n p a a d a umumnya, yaitu hanya menangkap image
pengawasan eksternal, dikhawatirkan apa atau bayangan pada retina mata (what you
yang diprogramkan dalam jangka pendek, see is what you get atau seeing is believing).
sedang, dan panjang hanyalah sebatas

42
Sabar Raharjo, Op. Cit., hlm.9.
43
Sabar Raharjo, Ibid., hlm. 6.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 49


Apakah Polri dalam melaksanakan hidup yang melampaui batas-batas saat
tugas dan wewenangnya sebagai penegak sekarang. Karena memiliki fungsi yang
hukum berkewajiban untuk mewujudkan demikian, berarti sudah dapat dipastikan
keadilan? Mitos kepastian hukum tidak bahwa pada setiap masyarakat terdapat
dapat dipisahkan dari formalisme hukum. hasil-hasil yang telah dicapainya yang
44
Formalisme hukum sangat mempengaruhi harus dipelihara dan dilindungi.
pemahaman hukum dan administrasi Keadilan merupakan salah satu tujuan
praktis masalah keadilan. Perhatian hukum yang paling banyak dibicarakan
utamanya difokuskan pada bentuk luar sepanjang perjalanan sejarah filsafat
dari hukum, yaitu hanya terbatas pada hukum. Telah disebutkan di atas, bahwa
hukum tertulis secara harfiah dan tidak tujuan hukum tidak hanya keadilan, tetapi
memerhatikan jiwa atau substansi hukum. juga kepastian hukum dan kemanfaatan.
Tujuan hukum yang pertama adalah Idealnya, hukum memang harus
ketertiban, tetapi masih ada tujuan lain mengakomodasikan ketiganya. Namun ada
seperti kepastian, kegunaan, kedamaian, yang berpendapat bahwa keadilan adalah
dan keadilan. Oleh karena itu di setiap merupakan tujuan yang paling penting.
tingkatan penegakan hukum, mulai dari Bila demikian pentingnya keadilan, lalu
penyidikan oleh Polri juga harus keadilan itu apa sesungguhnya?
mewujudkan keadilan. Apabila Ulpianus yang kemudian diambil oleh
memperhatikan contoh kasus di atas, Kitab Hukum Justinianus, dengan
terlihat bahwa Polri tidak hanya mengatakan bahwa keadilan ialah
melakukan pelanggaran terhadap asas- kehendak yang ajeg dan tetap untuk
asas hukum acara, pelanggaran hak-hak, memberikan kepada masing-masing
sampai pada menciderai nilai-nilai cita bagiannya.45 Aristoteles juga memberi
hukum Pancasila yaitu keadilan. pengertian keadilan, yaitu keadilan adalah
Mengutip pendapat Muchtar kebijakan yang berkaitan dengan
Kusumaatmadja, di samping ketertiban, hubungan antar manusia. Kata adil
tujuan lain dari hukum adalah tercapainya mengandung lebih dari satu arti. Adil dapat
keadilan yang berbeda-beda isi dan berarti menurut hukum, dan apa yang
ukurannya, menurut masyarakat dan sebanding, yang semestinya. Di sini
zamannya. Untuk mencapai ketertiban ditunjukkan, bahwa seseorang dikatakan
dalam masyarakat ini, diperlukan adanya berlaku adil apabila orang itu mengambil
46
kepastian dalam pergaulan antar manusia lebih dari bagian yang semestinya. Orang
dalam masyarakat. Yang penting sekali yang tidak menghiraukan hukum juga
bukan saja bagi suatu kehidupan tidak adil, karena semua hal yang
masyarakat teratur, tetapi merupakan didasarkan kepada hukum dapat dianggap
syarat mutlak sebagai suatu organisasi sebagai adil.

44
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Op. Cit., hlm. 4.
45
Ulpianus dalam Dardji Darmodihardjo dan Shidarta, Pokok­pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1995, hlm. 138.
46
Aristoteles dalam Ibid.

50 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


Filsafat Hukum Alam, Thomas bersumber pada kehendak penguasa
Aquinas, membedakan keadilan atas dua (pemegang kekuasaan). Meskipun
kelompok, yaitu keadilan umum (justitia demikian, diingatkannya bahwa hukum
generalis) dan keadilan khusus. Keadila tanpa keadilan adalah seperti badan tanpa
umum adalah keadilan menurut kehendak jiwa.49
undang-undang, yang harus ditunaikan Roscoe Pound melihat keadilan dalam
demi kepentingan umum. Keadilan ini ada hasil-hasil konkrit yang bisa diberikannya
juga yang menyebut dengan keadilan legal. kepada masyarakat. Ia melihat, bahwa
Sedangkan keadilan khusus adalah hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa
keadilan atas dasar kesamaan atau pemuasan kebutuhan manusia sebanyak-
proporsional. 4 7 Keadilan khusus ini banyaknya dengan pengorbanan yang
d i b e d a ka n m e n j a d i : ( 1 ) ke a d i l a n sekecil-kecilnya. Semakin meluasnya
distributif (justitia distributiva) adalah pengakuan dan pemuasan terhadap
keadilan yang secara proporsional kebutuhan, tuntutan atau keinginan-
diterapkan dalam lapangan hukum publik keinginan manusia melalui pengendalian
secara umum; (2) keadilan komutatif sosial; semakin meluas dan efektifnya
(justitia commutativa) adalah keadilan jaminan terhadap kepentingan sosial;
dengan mempersamakan antara prestasi suatu usaha untuk menghapuskan
dan kontraprestasi; dan (3) keadilan pemborosan yang terus- menerus dan
vindikatif (justitia vindikativa) adalah semakin efektif dan menghindari
keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman perbenturan antara manusia dalam
atau ganti kerugian (denda) ganti m e n i k m a t i s u m b e r - s u m b e r d aya ,
kurungan dalam tindak pidana. singkatnya social engineering yang
Notohamidjojo, juga membedakan semakin efektif.50
keadilan kreatif (iustitia creativa) dan Memperhatikan makna keadilan di
keadilan protektif (iustitia protectiva). atas, apakah Polri dapat mewujudkan
Keadilan kreatif yaitu keadilan yang keadilan itu terhadap orang yang sedang
memberikan kepada setiap orang untuk dilakukan penyidikan terhadapnya? Bukan
bebas menciptakan sesuatu sesuai dengan rahasia umum, sebagaimana 3 (tiga)
daya kreativitasnya. Sedangkan keadilan contoh kasus dalam tulisan ini, dimana
kreatif adalah keadilan yang memberikan kinerja polisi masih banyak
pengayoman kepada setiap orang, yaitu mengutamakan non­sciencetific
perlindungan yang diperlukan dalam investigation yang seharusnya
masyarakat.48 menggunakan pola pemeriksaan scientific
Oleh karena itu, Paul Scholten investigation. Ini seolah menjadi akar
mengutip J. Bodin dalam bukunya Six Lives budaya pola pemeriksaan bagi polisi yang
de La Republique, bahwa seluruh hukum itu menemui jalan buntu, sehingga melakukan

47
Ibid.
48
Notohamidjojo dalam Ibid., hlm. 140.
49
Ibid., 143.
50
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hlm. 164.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 51


intimidasi, ancaman, kekerasan fisik yaitu sebagaimana tertera secara positif
maupun psikologis. dalam peraturan-peraturannya. Oleh
Pengakuan akan niat jahat (mens rea) karena itu polisi sering dilihat sebagai
adalah fokus introgasi yang sering seorang yang sehari-harinya menafsirkan
dilakukan oleh polisi. Adrianus Meliala,51 hukum pidana (hukum pidana materiil dan
m e n ga t a ka n p e n ga ku a n te rd a k wa hukum pidana formil). Menafsir hukum
sebagaimana termuat dalam berita acara (pidana) menjadi jembatan antara hukum
penyidikan hampir selalu dipercaya oleh dengan tujuan-tujuan sosial yang
hakim, betapapun tanpa dielaborasi diinginkan. Penafsiran hukum juga
berbagai fakta maupun keterangan pihak memungkinkan diatasinya konflik antara
lain. Situasi ini menguntungkan benar bagi hukum dan ketertiban.
polisi karena tuntutan untuk Telah disebutkan di atas, bahwa tujuan
menyelesaikan penyidikan secara cepat hukum tidak hanya keadilan, tetapi juga
membawa penyidikan dengan kekerasan kepastian hukum dan kemanfaatan.
sebagai mekanisme jalan pintas, guna Idealnya, hukum memang harus
keluar dari problem tadi. Posisi tersangka mengakomodasikan ketiganya. Namun ada
atau pihak ketiga (bisa juga: saksi) yang yang berpendapat bahwa keadilan adalah
diintrogasi polisi di Indonesia mirip merupakan tujuan yang paling penting.
”kucing basah yang tidak punya daya sama Bila demikian halnya, keadilan yang
sekali”. bagaimana yang dapat diberikan oleh Polri
Di antara pekerjaan-pekerjaan dalam melaksanakan tujuan sosial dan
penegak hukum, pekerjaan kepolisian tujuan hukum. Sebagaimana di ketahui
adalah paling menarik. Dikatakan menurut KUHAP, polisi dalam menerapkan
menarik, karena didalamnya banyak hukum diberi kewenangan dalam
dijumpai keterlibatan manusia sebagai penyidikan melakukan tindakan-tindakan
pengambil keputusan. Satjipto Rahardjo lain. Dalam tindakan-tindakan lain ini
mengatakan, polisi pada hakekatnya dapat biasanya juga disebut tindakan diskresi
dilihat sebagai hukum yang hidup, karena polisi, yang juga sering tidak dapat
di t a ngan polisi tersebut hukum dipertanggungjawabkan secara hukum,
mengalami perwujudannya, setidak- sebagaimana tindakan-tindakan di luar
52
tidaknya di bidang hukum pidana. hukum.
Tujuan dari tindakan-tindakan polisi KUHAP sudah mengamanatkan,
mempunyai arti sosialnya sendiri, atau bahwa di dalam penegakan hukum harus
t i n d a ka n - t i n d a ka n te r s e b u t , a t a u dilandasi oleh sila dari Pancasila, sila
tindakan-tindakan tersebut mempunyai Ketuhanan dan Kemanusiaan, maka fungsi
tujuan-tujuan sosial. Tujuan-tujuan sosial penegakan hukum yang dipercayakan
tidak selalu sama dengan tujuan hukum. kepada aparat penegak hukum, khususnya
Hukum juga mengejar tujuan yang khas, Polri berada dalam ruang lingkup

51
Adrianus Meliala dalam Indriyanto Seno Adji, Humanisme dan Pembaruan Penegakan Hukum, Kompas, Jakarta, 2009,
hlm. 36.
52
Satjipto Rahardjo, 2009, Op. Cit., hlm. 111.

52 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


pelaksanaan amanat Tuhan, mereka harus menyatakan ia bersalah dan keputusan
memiliki keberanian dan kemampuan tersebut telah mempunyai kekuatan
menyimak isyarat nilai keadilan yang hukum tetap.
konsisten dengan konsepsi nilai keadilan
Tuhan dan keadilan Kemanusiaan yang C. Penutup
selalu diwujudkan dalam setiap Penegakan hukum yang dilakukan
penegakan hukum. oleh Polri, tidak sekedar menurut kata-
Keadilan adalah ukuran yang dipakai kata hitam putih dari hukum pidana, tetapi
dalam memberikan perlakuan terhadap di harus melakukan penafsiran dan
objek di luar diri seseorang. Objek yang ada mengaktualisasikannya dalam
di luar diri seseorang itu adalah manusia,
melaksanakan tugas dan wewenangnya
sama dengan yang memberikan perlakuan.
sebagai penyidik untuk mewujudkan
Oleh karena itu ukuran tersebut tidak
tujuan sosial dan hukum.
dapat dilepaskan dari arti yang diberikan
Oleh karena itu pembaruan hukum
kepada manusia atau kemanusiaan,
tentang konsep mengenai manusia. pidana, baik hukum pidana materiil dan
Bagaimana anggapan kita tentang formil, yang didasari pada aspek
manusia, itulah yang akan membuahkan sosiopolitik, sosiofilosofis, sosiokultural
ukuran-ukuran yang kita pakai dalam atau dari berbagai aspek kebijakan, khusus
memberikan perlakuan terhadap orang kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan
lain. Apabila dianggap manusia itu sebagai kebijakan penegakan hukum. Pembaruan
mahluk yang mulia, maka perlakuan hukum pidana baik dalam pendekatan
terhadapnyapun akan mengikuti kebijakan dan pendekatan nilai, harus
anggapan yang demikian itu dan akan berpedoman pada Cita Hukum Pancasila
menentukan ukuran yang akan kita pakai dan Asas-asas Hukum Nasional, dalam
dalam menghadapi mereka. dinamika pembentukan hukum. Cita
Penegakan hukum berkeadilan yang
Hukum dan Asas-asas Hukum Nasional ini,
demikian, dapat diwujudkan oleh Polri bila
berperan sebagai “guiding principles” dan
tetap melakukan tugas-tugas penegakan
batu-uji proses pembentukan perundang-
hukum (penyidikan) selalu menggunakan
undangan dan pembentukan hukum lewat
pola pemeriksaan scientific investigation,
meninggalkan cara pemeriksaan inkusator yurisprudensi.
(memperlakukan tersangka sebagai objek Pembaruan hukum pidana (formil),
pemeriksaan), dan yang dilakukan adalah Polri dapat mewujudkan penegakan
dengan cara akusator (memberlakukan hukum yang berkeadilan, dengan tetap
tersangka sebagai subjek, sama melakukan tugas-tugas penegakan hukum
kedudukannya dengan polisi), serta tetap (penyidikan) dengan prinsip-prinsip:
menjunjung tinggi asas presumption of meninggalkan non-scientific investigation
innocence (praduga tak bersalah) ialah dan selalu menggunakan pola
bahwa seseorang dianggap tidak bersalah pemeriksaan scientific investigation,
sebelum ada keputusan hakim yang meninggalkan cara pemeriksaan inkusator

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 53


dan tetapi dengan cara akusator serta tetap Pe r a d i l a n , S e m i n a r N a s i o n a l
menjunjung tinggi asas presumption of “Reformasi Sistem Peradilan” (Dalam
innocence (praduga tak bersalah). Menanggulangi Mafia Peradilan di
Indonesia), FH. UNDIP, Semarang, 6
Tidak kalah pentingnya dari prinsip- Maret 1999.
prinsip di atas, untuk mendukung
penegakan hukum berkeadilan yang --------------, Bunga Rampai Kebijakan
dilakukan oleh Polri, supaya tetap Hukum Pidana, Perkembangan
melakukan tugasnya dengan menjunjung Penyusunan Konsep KUHP Baru,
Kencana, Jakarta, 2008.
tinggi profesi polisi yang profesional dan
menjunjung etika profesi sebagai penegak Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang
hukum. Struktur Ilmu Hukum, Sebuah
P e n e l i t i a n Te n t a n g F u n d a s i
Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu
Hukum Sebagai Landasan
DAFTAR PUSTAKA Pengembangan Ilmu Hukum
Nasional, Mandar Maju, Bandung,
Anthon F. Susanto, Wajah Peradilan Kita, 1999.
Rafika Aditama, Bandung, 2004.
-------------, Apakah Filsafat dan Filsafat
Affandi dalam Sistem Rekrutmen Berbasis Ilmu Itu, Pustaka Sutra, Jakarta, 2008.
Kompetensi Dalam Rangka
Peningkatan Profesionalisme PNS, Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban
http://www.bkn.go.id/penelitian/bu Yang Adil, Grasindo, Jakarta, 1999.
ku/penelitian/ sistem,rekrutmen.
Dardji Darmodihardjo dan Shidarta,
Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa Pokok­pokok Filsafat Hukum, Apa dan
(Suatu Pencarian), FH. UII Press, Bagaimana Filsafat Hukum
Yogyakarta, 2005. Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1995.
Barda Nawawi Arief, Reformasi Hukum dan Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Keadilan dalam Seminar Nasional Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga,
Polisi Indonesia III, Pusat Studi Balai Pustaka, Jakarta. 2005.
Kepolisian (PSK) FH. UNDIP,
Semarang, 22-23 Oktober 1998, Indriyanto Seno Adji, Humanisme dan
dalam Masalah Penegakan Hukum Pembaruan Penegakan Hukum,
Kebijakan Penanggulangan Kompas, Jakarta, 2009.
Kejahatan, Program Magister Ilmu
Hukum Universitas Diponegoro, Lili Rasjidi, Dasar­dasar Filsafat dan Teori
Semarang. Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2007.
­­­­­­­­­­­­­­, Kepolisian Dalam Perspektif
Kebijakan Kriminal dalam Sistem -------------, dan I.B. Wyasa Putra, Hukum
Peradilan Pidana, Seminar Nasional Sebagai Sistem, Mandar Maju,
Polisi Indonesia III, Pusat Studi Bandung, 2003.
Kepolisian (PSK) FH. UNDIP,
Semarang, 22-23 Oktober 1998. M o c h t a r Ku s u m a a t m a d j a , H u ku m ,
Masyarakat dan Pembinaan Hukum
--------------, Kebijakan Pengembangan

54 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010


Nasional, dalam Konsep­konsep
H u ku m d a l a m Pe m b a n g u n a n ,
Kumpulan Karya Tulis Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M.,
Pusat Studi Wawasan Nusantara,
Hukum dan Pembangunan
bekerjasama dengan Penerbit PT.
Alumni, Bandung, 2006.

P u d i R a h a r d i , H u k u m Ke p o l i s i a n
(Profesionalisme dan Reformasi
Po l r i ) , L a k s b a n g M e d i a t a m a ,
Surabaya, 2007.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra


Aditya Bakti, Bandung, 1996.

--------------, Polisi Sipil dalam Perubahan


Sosial di Indonesia, Kompas, Jakarta,
2002.

--------------, Penegakan Hukum, Suatu


Tinjauan Sosiologis, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2009.

Shidarta, Pokok­pokok Filsafat Hukum, Apa


dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1995.

Soerjono Soekanto, Faktor­faktor yang


Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana,


Alumni, Bandung, 1986.

Sudjijono, Etika Profesi Hukum, Suatu


Telaah Filosofis Terhadap Konsep dan
Implementasi Kode Etik Profesi Polri,
Laksbang Mediatama, Yogyakarta,
2008.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010 55

Das könnte Ihnen auch gefallen