Sie sind auf Seite 1von 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Managed Care

Managed Care adalah suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang


disusun berdasarkan jumlah anggota yang terdaftar dengan kontrol mulai dari
perencanaan pelayanan serta meliputi ketentuan yaitu ada kontrak dengan
penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelayanan yang komprehensif,
penekanan agar peserta tetap sehat sehingga utilitasi berkurang, unit layanan
harus memenuhi standar yang telah ditetapkan, ada program peningkatan mutu
layanan.

Kualitas pelayanan kesehatan sangat berkaitan erat dengan kualitas tenaga


perawat, karena sebagian besar tenaga kesehatan Indonesia adalah perawat. Selain itu
tenaga perawat juga mempunyai kedudukan yang penting dalam menghasilkan
kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan perawatan
yang diberikannya berdasarkan pendekatan biopsikososial-spiritual, dilaksanakan
selama 24 jam secara berkesinambungan.

Tenaga perawat yang berkualitas identik dengan perawat profesional.


Keperawatan yang profesional mempersyaratkan pelayanan keperawatan diberikan
dengan kompetensi yang memenuhi standar dan memperhatikan kaidah etik
dan moral, sehingga masyarakat terlindungi karena menerima pelayanan dan asuhan
keperawatan yang bermutu. Keperawatan sebagai profesi juga memiliki body of
knowledge yang jelas berbeda dengan profesi lain, altruistis, memiliki wadah
profesi, memiliki standar, dan etika profesi, akuntabilitas, otonomi, serta kesejawatan

B. Ciri-ciri Managed Care

Ada beberapa ciri Managed Care yaitu :

1. Kontrol utilisasi yang ketat sesuai mekanisme kontrak.


2. Monitoring dan kontrol pelayanan yang diberikan.
3. Memakai dokter umum dan tenaga medik lainnya untuk mengelola pasien.
4. Menciptakan layanan kesehatan yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
5. Ada program perbaikan kualitas.
6. Sistem reimburse yang membuat sarana pelayanan kesehatan (dokter,
puskesmas, rumah sakit dll) dapat mempertanggungjawabkan biaya dan
kualitas layanan kesehatan.

C. Faktor Utama

Faktor utama dalam managed care antara lain :

1. Mengelola pembiayaan dan pemberian jasa pelayanan kesehatan.


2. Menggunakan teknik kendali biaya.
3. Membagi risiko keuangan antara provider dan badan asuransi.

D. Bentuk Managed Care


Ada 3 bentuk Managed Care :
1. HMO (Health Maintanance Organization)
HMO adalah satu bentuk managed care yang mempunyai ciri sebagai
berikut :
a. Pembayaran premi didasarkan pada perhitungan kapitasi. Kapitasi adalah
pembayaran terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan
jumlah sasaran anggota, biasanya didasarkan atas konsep wilayah dan
bukan berdasarkan jumlah pelayanan yang diberikan. Dulu (HMO
tradisional) dibayar reimburse berdasarkan fee for service.
b. Terikat pada lokasi tertentu.
c. Pembayaran out of pocket sangat minimal.
d. Ada dua bentuk HMO: pertama, HMO merupakan badan penyelenggara
merangkap sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan sehingga kontrol
lebih baik dan mengurangi utilisasi yang berlebihan. Kedua, HMO
mengontrol penyelenggara pelayanan kesehatan.
e. Pilihan PPK terbatas, perlu waktu untuk menukar PPK.
f. Ada pembagian risiko dengan PPK.
g. Kendali biaya dan pemanfaatan tinggi.
h. Ada kemungkinan mutu pelayanan rendah.
Ada beberapa tipe HMO, yaitu :
1) Staff-model yaitu dokter secara langsung menjadi pegawai HMO dan
diberikan imbalan dengan sistem gaji.
2) Group-model yaitu HMO mengontrak dokter secara kelompok dan
biasanya didasarkan atas kapitasi.
3) Network-model yaitu HMO mengontrak lebih dari satu grup dokter.
4) Individual Practice Assosiation (IPA) yaitu HMO mengontrak
sejumlah dokter dari beberapa jenis praktek dan biasanya didasarkan
pada fee for service.
2. PPO (Preferred Provider Organization) dan POS (Point of Service)
Merupakan bentuk managed care yang memberikan pilihan PPK yang
lebih luas kepada konsumen yaitu provider yang termasuk dalam jaringan
dan provider yang tidak termasuk dalam jaringan pelayanan sehingga harus
dibayar penuh.
Ciri-cirinya sebagai berikut :
a. Pelayanan bersifat komprehensif.
b. Kebebasan memilih PPK.
c. Insentif untuk menggunakan PPK murah.
d. Pembayaran PPK berdsarkan fee for service dengan potongan harga.
e. Pengeluaran out of pocket sedang.
f. Inflasi biaya relatif masih tinggi.
g. Ada kendali utilitas dan mutu.
h. Tumbuh paling cepat.

E. Akuntabilitas

Akuntabilitas yaitu mengarah pada hasil dari tindakan yang dilakukan. Ini
berarti menerima hasil kerja atau tindakan serta tanggung jawab terhadap
keputusan yang diambil, serta tindakan, dan catatan yang dilakukan dalam
batas kewenangannya.

Akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan hasil pekerjaan, dimana


“tindakan” yang dilakukan merupakan satu aturan profesional. Oleh karena itu
pertanggungjawaban atas hasil asuhan keperawatan atau kebidanan mengarah
langsung kepada praktisi itu sendiri. Pada tingkat pelaksana sebagai perawat
atau bidan harus memiliki kewenangan dan otonomi (kemandirian) dalam
pengambilan keputusan untuk tindakan yang akan mereka lakukan. Manajer
ruangan (KARU) bertanggung jawab atas keputusannya terhadap pelaksanaan
tugas-tugasnya, termasuk menyeleksi staf, terutama mengarah pada
kemampuan kinerja mereka masing-masing. Selanjutnya, setiap perawat atau
bidan sebagai anggota tim bertanggung jawab terhadap penugasan yang
dilimpahkan kepadanya. Oleh karena itu, setiap perawat atau bidan harus
faham terhadap pertanggungjawaban atas tugas yang dibebankan kepadanya.
Kepala ruangan wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dari
srafnya. Perawat atau bidan professional harus dapat
mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan dalam pencapaian tujuan
asuhan keperawatan atau kebidanan kepada pasen. Kepekaan diperlukan
terhadap hasil setiap tindakan yang dilakukannya, karena berhubungan dengan
tanggung jawab, pendelegasian, kewajiban dan kredibilitas profesinya.

F. Tujun akuntabilitas

Akuntabilitas profesional mempunyai beberapa tujuan, antara lain:

1. Perawat harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada pasien,


manajer dan organisasi tempat mereka bekerja.
2. Mereka bertanggungjawab terhadap tindakan yang diambil untuk pasen dan
keluarganya, masyarakat dan juga terhadap profesinya.
3. Mengevaluasi praktek profesional dan para stafnya.
4. Menerapkan dan mempertahankan standar yang telah ditetapkan dan yang
dikembangkan oleh organisasi.
5. Membina keterampilan personal staf masing-masing.
6. Memastikan ruang lingkup dalam proses pengambilan keputusan secara
jelas.

G. Mempertahankan Akuntabilitas Profesional dalam Asuhan Keperawatan

1. Terhadap Diri Sendiri


a. Tidak dibenarkan setiap personal melakukan tindakan yang
membahayakan keselamatan status kesehatan pasien.
b. Mengikuti praktek keperawatan berdasarkan standar baru dan
perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi canggih.
c. Mengembangkan opini berdasarkan data dan fakta.
2. Terhadap Klien atau Pasen
a. Memberikan informasi yang akurat berhubungan dengan asuhan
keperawatan.
b. Memberikan asuhan keperawatan berdasarkan standar yang menjamin
keselamatan, dan kesehatan pasen.
3. Terhadap Profesinya
a. Berusaha mempertahankan, dan memelihara kualitas asuhan keperawatan
berdasarkan standar, dan etika profesi.
b. Mampu dan mau mengingatkan sejawat perawat untuk bertindak
profesional, dan sesuai etik moral profesi.
4. Terhadap Institusi atau Organisasi: Mematuhi kebijakan dan peraturan yang
berlaku, termasuk pedoman yang disiapkan oleh institusi atau organisasi.
5. Terhadap Masyarakat: Menjaga etika dan hubungan interpersonal dalam
memberikan pelayanan keperawatan, atau kebidanan yang berkualitas
tinggi.
H. Masalah Akuntabilitas
Perawat selalu dihadapkan pada kegiatan pendokumentasian keperawatan.
Kemampuan perawat belum disertai dengan pengetahuan yang cukup untuk
melakukan pendokumentasian dengan benar. Dua puluh persen perawat di
Indonesia adalah lulusan DIII dan dikategorikan sebagai profesional pemula.
Hal tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya permasalahan dalam
menyusun pendokumentasian keperawatan.
Permasalahan seperti rumitnya sistem pendokumentasian asuhan
keperawatan, penggunaan dokumentasi keperawatan yang masih konvensional
dengan menulis, dan tingkat pemahaman perawat yang masih rendah menjadi
pemicu ketidaklengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan, oleh karena
itu beberapa pelayanan kesehatan mulai mengembangkan model
pendokumentasian dengan berbasis teknologi dan komputer dan tergabung
dalam sistem informasi keperawatan.

I. Peran Perawat dalam Managed Care


1. Pelaksana asuhan keperawatan perawat memberikan pelayanan dan asuhan
keperawatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas. Dalam
menjalankan perannya, perawat menggunakan konsep perilaku manusia,
perkembangan kepribadian dan konsep kesehatan jiwa serta gangguan jiwa
dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan
komunitas. Perawat melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif
melalui pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan
diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, dan
melaksanakan tindakan keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan
tersebut.

2. Pelaksana pendidikan keperawatan Perawat memberi pendidikan kesehatan


jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas agar mampu melakukan
perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga dan anggota masyarakat lain.
Pada akhirnya diharapkan setiap anggota masyarakat bertanggung jawab
terhadap kesehatan jiwa.

3. Pengelola keperawatan Perawat harus menunjukkan sikap kepemimpinan


dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa. Dalam
melaksanakan perannya ini perawat:

a. Menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan dalam mengelola


asuhan keperawatan jiwa.

b. Menggunakan berbagai strategi perubahan yang diperlukan dalam


mengelola asuhan keperawatan jiwa.

c. Berperan serta dalam aktifitas pengelolaan kasus seperti mengorganisasi,


koordinasi, dan mengintegrasikan pelayanan serta perbaikan bagi
individu maupun keluarga.

d. Mengorganisasi pelaksanaan berbagai terapi modalitas keperawatan.


4. Pelaksana penelitian Perawat mengidentifikasi masalah dalam bidang
keperawatan jiwa dan menggunakan hasil penelitian serta perkembangan
ilmu dan teknologi untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan
keperawatan jiwa (Dalami, 2017).
BAB III
A. Kesimpulan
Tingkat keberhasilan program Jaminan Kesehatan Nasional dapat
ditentukan berdasarkan pengukuran terhadap segi kepesertaan, pelayanan dan
pembiayaan berdasarkan indikator evaluasi. Kepesertaan BPJS Kesehatan dan
pihak-pihak terkait sudah efektif dalam menghimpun jumlah peserta namun
memiliki tantangan dalam menghimpun peserta dari golongan informal.
konsistensi peserta dalam membayar iuran masih belum berhasil ditangani
secara tegas, sehingga belum mencapai kegotongroyongan yang merata dan
adil. Pelayanan Sistem rujukan belum terlaksana secara maksimal karena
adanya keterbatasan pengetahuan berbagai pihak sehingga terjadi penumpukan
pasien di FKTL dan terdapat kasus kesalahan rujukan. Untuk kecukupan
fasilitas dikatakan baik namun tidak terdistribusi secara merata.
B. Saran
Berdasarkan hasil kajian dan penelusuran data sekunder terkait
implementasi program yang telah dilakukan, maka penulis memberikan
beberapa saran, antara lain: dapat mempertahankan mekanisme dan kinerja
Kesehatan dalam menghimpun peserta yang telah berhasil mencapai target.
Kesehatan harus memperbaiki sistem pengawasan dan penegakan regulasi di
lapangan. Selain itu, perlu menggalakkan pelayanan kesehatan promotif dan
preventif sehingga dapat menekan perilaku aji mumpung dan mendorong
masyarakat berpola hidup sehat. Memperjelas arah kebijakan terkait
Coordination of Benefit, sehingga mampu menarik minat pihak swasta untuk
menjadi peserta dalam gotong royong yang luas dan adil. Melakukan review
utilisasi pelayanan kesehatan di FKTP untuk mengendalikan pelayanan
kesehatan sehingga seimbang dan tepat guna. Hal ini mampu menekan angka
kesalahan rujukan. Memaksimalkan sistem pembiayaan manage care sehingga
mengefisiensikan dana dan mempertahankan keberhasilan BPJS Kesehatan
dalam mengurangi peredaran obat palsu di masyarakat. Berkoordinasi secara
efektif dengan pihak terkait data untuk memperbaharui dan memvalidasi data
peserta untuk menekan angka ketidaktepatan dalam pembiayaan.
Meningkatkan serta mendistribusikan jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan
dan mengoptimalkan sistem penanganan keluhan peserta, baik layanan medis
maupun layanan non medis.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A & Akemat. 2010. Model praktik keperawatan professional
jiwa. Jakarta : EGC.
Fitria, nita. 2010. Prinsip dasar dan aplikasi penulisan. Jakarta : salemba
medika.
Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:EGC.
Nurjanah, intansari S.Kep. 2009. Pedoman penanganan pada gangguan
jiwa. Yogyakarta: Memodia.
Bahar Cifti Naci Yildirim Ozlem Sahin Altun Gulcin Avsar. 2015. What
Level Of Self-Care Agency In Mentall Illness? The Factors Affecting Self Care
Agency And Self Care Agency In Patiens With Mental Illness.
http://dx.doi.org/10.1016/j.apnu.2015.06.007 . Elsevier.

Das könnte Ihnen auch gefallen