Sie sind auf Seite 1von 50

ASUHAN KEPERAWATAN JIWAPADA TN.

S DENGAN GANGGUAN
PRESEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG YUDISTIRARUMAH SAKIT JIWA
Dr. H.MARZOEKI MAHDI BOGOR

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II
RUANG YUDISTIRA

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2019

1
DAFTAR NAMA-NAMA KELOMPOK II

A. RUANG YUDISTIRA
1. ANITA NAOMI
2. FITRIA ALBAAR
3. FITRIIYAH A. MULUK
4. NIRWANA
5. NILAWATI
6. MARSEYLIA PATTY
7. RISKAYANTI
8. RATIH RATNA SARI BUGIS
9. RUSNI FATSEY
10. VINXY KARTIKA
11. WAHYUDIN ISHAK
12. YOGI WIJAYA
13. YOHANA C FARNEUBUN

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan rahmatnya
sehingga penyusunan makalah seminar dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Tn. S Dengan Gangguan presepsi sensori : halusinasi pendengaran Di
Ruang Yudistira Rumah Sakit Jiwa Dr. H.Marzoeki Mahdi Bogor ” ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa hingga terselesainya penyusunan makalah
seminar ini tidak terlepas dari bantuan, baik moril maupun materil dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin
mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bpk/Ibu Para Clinical
Instructure (CI) baik dari Institusi maupun dari Lahan Praktek yang dengan rela
hati telah meluangkan waktu dan menyambungkan pikiran yang sangat berguna
untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama proses bimbingan dan
praktikum di RSJ Dr. H.Marzoeki Mahdi Bogor. Taklupa pula ucapan terimakasih
pun disampaikan kepada teman-teman kelompok II baik dari RuangYudistira yang
telah bahu-membahu saling menopang dan bekerjasama dalam proses penyusunan
makalah seminar ini.

Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan keterbatasan dalam


penulisan makalah seminar ini. Oleh karena itu diharapkan kritikan dan saran
untuk kesempurnaan. Akhirnya, semoga makalah seminar ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Jakarta, 22 April 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. 1

KATA PENGANTAR ………….. …………………………………………… 3

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. 4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………. 5
B. Tujuan………………………………………………………………….. 6
C. Proses Pembuatan Makalah …………………………………………… 7

BAB II GAMBARAN KASUS

A. Pengkajian……………………………………………………………… 8
B. MasalahKeperawatan …………………………………………………. 18
C. PohonMasalah Dan Diagnosis Keperawatan …………………………. 20

BAB III LANDASAN TEORI

A. Proses Terjadinya Masalah ..................................................................... 21


B. Tindakan Keperawatan…………………………………………………. 31

BAB IV PELAKSANAAN TINDAKAN

A. Diagnosa …..........................…………………………………………. 34

BAB V PEMBAHASAN ....……………………………………….......………. 40

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………. 47
B. Saran……………………………………………………………………. 47

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan
jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu
hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat
dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang
lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri
dan orang lain. (Menkes, 2010)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H.
Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global
bagi setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya
kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial
dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai
kemampuan yang sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta
mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperaibu
Satan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2011).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru IBU SHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-
negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat
pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian, 2009). Masalah kesehatan jiwa
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan
dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang di Indonesia, berdasarkan data Departemen
Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental
emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak
tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiiwaan ini. Krisis
ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan
jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar

5
50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nur
Siyanti, 2009).
Berdasarkan keadaan umum semua pasien yang ada di ruangan Yudhistira
RSJ. H. Marzoeki Mahdi dari hasil data yang kami dapatkan,yaitu:
Bulan Januari 2019 kasus halusinasi 32%, isos 10,3%, RPK 10,3% , HDR
17,8%, DPD 28,8%, waham 0,7%. RBD 0 %
Bulan Februari 2019 kasus halusinasi 36,6%, isos 12,4% , RPK 7,5% ,
HDR 23%, DPD 17,4%, waham 0 %, RBD 3,1%
Bulan Maret 2019 kasus halusinasi 46,3%, Isos 7,3%, RPK 5,3%, DHR
25%, DPD 13,2%, Waham 0 %, RBD 2,6 %
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari bulan Januari Sampai dengan Maret
2019 kasus halusinasi adalah kasus dengan presentase terbanyak di ruangan
yudistira RSJ.Dr.H. Marzoeki Mahdi
Berdasarkan hal diatas, kami kelompok tertarik untuk mencari serta
membahas tentang halusinasi dalam seminar kelompok yang sebagai salah
satu syarat tugas untuk menyelesaikan praktek klinik di RSJ.Dr.H.Marzoeki
Mahdi.
B. Tujuan.
1. Tujuan Umum.
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatan Jiwa
pada klien dengan perubahan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran
di ruangan Yudisthira RSJ.Dr.H. Marzoeki Mahdi
2. Tujuan khusus
1) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
perubahan sensori persepsi: halusinasi (pendengaran)
2) Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien
perubahan sensori persepsi : halusinasi (pendengaran)
3) Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan kepada
klien perubahan sensori persepsi :halusinasi (pendengaran)
4) Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada
klien perubahan sensori persepsi : halusinasi (pendengaran)

6
5) Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
pada klien perubahan sensori persepsi: halusinasi
(pendengaran)
6) Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan
pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi
(pendengaran)
7) Mahasiswa mampu membandingkan kesenjangan antara teori
dengan kenyataan yang penulis dapatkan.
C. Proses pembuatan makalah
Proses pembuatan makalah seminar ini terdiri dari :
1. Mengidentifikasi pasien yang akan dijadikan sebagai kasus dalam
penyusunan makalah sesuai dengan hasil pengkajian dan observasi di
ruangan yudistira
2. Melakukan studi literature/kepustakaan dalam menunjang penyusunan
makalah seminar
3. Mengadakan diskusi kelompok terkait dengan penyusunan makalah
seminar
4. Menyusun makalah seminar
5. Melakukan proses konsultasi dengan CI atau pembimbing baik dari
institusi maupun dari lahan praktek ataub RS
6. Melakukan perbaikan makalah sesuai hasil konsultasi
7. Makalah siap di seminarkan

7
BAB II

GAMBARAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Ruangan rawat : yudistira
Tanggal dirawat : 22 maret 2019
I. IDENTITAS PASIEN
Inisial : Tn. S [L]
Tanggal Pengkajian : 02 April 2019
Umur : 34
RM No. : 322039
Informan : Klien dan keluarga klien
II. ALASAN MASUK
Klien mengatan klien dibawah ke Rumah Sakit Jiwa Dr.H.Marzoeki Madhi
karena klien sering mengeluarkan suara yang besar, dan tidak tenang jika tidak
mengkonsumsi obat, dan klien sering mendengar bisikan-bisikan. keluarga klien
mengatakan klien sering marah-marah tak jelas dan merusak perabotan rumah
tangga.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?
 Ya
o Tidak
2. Pengobatan sebelumnya:
o Berhasil
 Kurang berhasil
o Tidak berhasil
3.
Pelaku Usia korban usia saksi usia

Aniaya fisik  34

Aniaya seksual

Penolakan

Kekerasandalamkeluarga  34

Tindakan kriminal

8
Jelaskan No. 1, 2, 3, : klien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa di
tahun 2018, pengobatan kurang berhasil , putus obat karena tidak mampu
membeli obat dan klien sebelum MRS saat ini Klien sering marah tak jelas dan
merusak perabotan rumah tangga.

Masalah Keperawatan: Penatalaksanaan Regimen terapeutik in efektif

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa


o Ya
 Tidak
Masalah Keperawatan : tidakadamasalahkeperawatan

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : Klien mengatakan sering


diejek atau dibully dari kecil
Masalah Keperawatan : HargaDiriRendah
IV. FISIK
1. Tanda vital = TD : 120/80 N : 80x/menit
Suhu : 36 0C P : 20x/menit
2. Ukur = TB : 160 BB : 51 kg
3. Keluhan fisik :
o Ya
 Tidak
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

9
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :
Penjelasan :
: laki –laki
Klien merupakan anakke-lima dari lima bersaudara
dan dalam keluarga klien tidak ada yang mengalami
gangguan jiwa. Klien mengatakan pola asuh
: perempuan orangtua baik namun klien merasa tidak dibutuhkan
di dalam keluarganya.

: klien

: meninggal

: Tinggal serumah

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah

2. Konsep Diri
a. Gambaran diri : klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya
b. Identitas : klien puas dengan kuadratnya sebagai laki-laki
c. Peran : klien bekerja untuk memenuhi kebutuhan, ekonomi
keluarga, klien sebagai kepala.

10
d. Ideal diri : klien ingin cepat pulang setelah sembuh, cita- cita
karena klien ingin bekerja untuk keluarga.
e. Harga diri : klien merasa belum mampu memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga.
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : anak, ibu dan istri.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : Klien tidak pernah ikut
kegiatan kelompok
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Klien malas mengikuti
kegiatan berkelompok
Masalah Keperawatan : isolasi social
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: klien mengatakan klien beragama islam
b. Kegiatan ibadah : klien mengatakan selalu sholat 5 waktu dan zikir
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan :
o Tidak rapih
o Penggunaan pakaian tidak sesuai
 Cara berpakaian seperti biasanya
Jelaskan: penampilan klien cukup rapih, rambut bersih tidak ada ketombe,
kemudian menggunakan baju RSJ dr.H.Marzoeki Mahdi dan mandi 2 kali dalam
sehari. Kuku bersih, klien memperhatikan penampilannya.
Masalah Keperawatan :tidakadamasalahkeperawatan
2. Pembicaraan :

Cepat Keras Gagap Inkoheren

 Tidak mampu

Apatis Lambat Membisu Memulai


pembicaraan

11
Jelaskan: klienkebanyakandiam, bicaralambat, klienbilamenjawabdenganbaik,
tidakmaumemulaipembicaraan

Masalah Keperawatan :IsolasiSosial

3. Aktifitas Motorik :
 Lesu Tegang  Gelisah Agitasi

Tik Grimasen Tremor Kompulsif

Jelaskan: klien terlihat lesu, ekspresi wajah datar, tatapan kosong, dan tampak
tertawa sendiri.

Masalah Keperawatan: Halusinasi

4. Alam perasaan:
 Sedih Ketakutan  putus asa Khawatir Gembira

berlebihan

Jelaskan : Klien mengatakan sangat merindukan Ibu, istri dan anak.

Masalah Keperawatan : Harga diri rendah

5. Afek:
datar Tumpul  Labil tidak sesuai

Jelaskan: Saat diwawancarai klien dapat menceritakan masalah baik pengalaman


menyenangkan maupun menyedihkan, respon klien sesuai dengan
stimulus, ketika ditanya klien menjawab dengan baik.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6. Interaksi selama wawancara:


Bermusuhan tidak kooperatif  mudah tersinggung

Kontak mata [-] Defensif Curiga

12
Jelaskan: selama interaksi kontak mata klien baik, dan cukup kooperatif tetapi
dan klien udah tersinggung.

Masalah Keperawatan :Resiko perilaku kekerasan

7. Persepsi:
 Pendenga penglihatan Perabaa pengecapan Penghidu
ran n

Jelaskan: klien mendengar bisikan – bisikan seperti dipanggil kakaknya secara


tiba-tiba seperti : apakah baik-baik saja.

Masalah Keperawatan: gangguan presepsi sensori : Halusinasi

8. Proses Pikir:
 Sirkumstansial Tangensial kehilangan asosiasi

flight of idea Blocking persevarasi/pengulangan

pembicaraan

Jelaskan : klien dapat menjawab pertanyaan dengan baik, terkadang berbelit-belit


sampai pada tujuan.

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

9. Isi Pikir:
Obsesi Fobia Hipokondria

Depersonalisasi ide yang terkait pikiran magis

Waham:

Agama somatik Kebesaran Curiga

nihilistic sisip pikir siar pikir kontrol pikir

13
Jelaskan :

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

10.Tingkat Kesadaran:
Bingung Sedasi Stupor

Disorientasi:

Waktu Tempat Orang

Jelaskan: klien mengatakan bahwa ia sekarang berada di RS Dr.H.Marzoeki


Mahdi diantar karena suka teriak dan ingin memukul ponakan.

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

11.Memori:
Gangguan daya ingat jangka panjang Gangguan daya ingat

jangka pendek

Gangguan daya ingat Konfabulasi

saat ini

Jelaskan: klien mampu mengingat kejadian 1-2 bulan yang lalu

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

12.Tingkat konsentrasi dan berhitung


Mudah beralih TIdak mampu konsentrasi TIdak mampu berhitung
sederhana

Jelaskan : klienmampuberhitung, klienmampuberkonsentrasijikaditanya.

Masalah Keperawatan : tidakadamasalahkeperawatan

13. Kemampuan Penilaian:


Gangguan ringan Gangguan bermakna

Jelaskan :

14
Masalah Keperawatan :

14.Daya Tilik Diri:


Mengingkari penyakit yang Menyalahkan hal-hal di luar dirinya
diderita

Jelaskan : klien mengatakan sadar dengan penyakit yang diderita.

Masalah Keperawatan :tidak ada masalah keperawatan

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan:
Bantuan minimal Bantuan total

2. BAB/BAK:

Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan: klienmengatakanMakan :3X sehari , minum: 7-8 gelas/hari , BAK dan


BAB dilalukansecaramandiritanpadibantuoleh orang lain.

Masalah Keperawatan :tidakadamasalahkeperawatan

3. Mandi:

Bantuan minimal Bantuan total

4. Berpakaian/berhias:

Bantuan minimal Bantuan total

5. Istirahat dan Tidur:


Tidur siang lama : 13.00s.d.14.00
Tidur malam lama : 19.30 s.d.04.00
Kegiatan sebelum / sesudah tidur
6. Penggunaan Obat:
 Bantuan minimal Bantuan total

7. Pemeliharaan Kesehatan:

15
Perawatan Lanjutan

 Ya Tidak

Perawatan Pendukung

 Ya Tidak

8. Kegiatan di dalam Rumah:


Mempersiapkan makanan
 Ya Tidak

Menjaga kerapihan rumah

 Ya Tidak

Mencuci pakaian

 Ya Tidak

Pengaturan keuangan

 Ya Tidak

9. Kegiatan di luar Rumah:

Belanja

Ya  Tidak

Transportasi

 Ya Tidak

Lain-lain

 Ya Tidak

Jelaskan : klienmengatakanmembantu orang tuadirumah

16
Masalah Keperawatan :tidakadamasalahkeperawatan

VIII. MEKANISME COPING


Adaptif Maladaptif

 Bicara dengan orang lain Minum alcohol

Mampu menyelesaikan Reaksi lambat/berlebih


masalah

 Tehnik relaksasi Bekerja berlebihan

Aktifitas konstruktif Menghindar

 Olahraga Mencederai diri

Lainnya Lainnya

Masalah Keperawatan :

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN:


Masalah dengan dukungan kelompok

Spesifik:klienmengatakantidakpernahmengikutiaktivitaskelompoktertentu

Masalah berhubungan dengan lingkungan

Spesifik:klien orang yang ceria danmudahbergaul, di


ruanaganklientampakberbicaradengan orang lain

Masalah dengan pendidikan

Spesifik:klienmengatakanklienpendidikanterakhir SMK,
dantidakmelanjutkankuliahkarenamasalahbiaya.

Masalah dengan pekerjaan

Spesifik:klienmengatakansekarangtidakbekerjakarenasedangberada di RSJ

Masalah dengan perumahan

Spesifik:klienmengatakantinggalbersamaorangtua,istri,dananak ,
namunklienmerasatidakdibutuhkandalamkeluarga.

Masalah ekonomi

17
Spesifik:klienmengatakanmerasabelummampumemenuhikebutuhankeluarganya

Masalah dengan pelayanan kesehatan

Spesifik:klienmengatakandokterdanperawat di RS Dr.HMarzoeki Mahdi


baikdanselaluperhatiansamaklien.

Masalah lainnya

Spesifik:klienmengatakantidakmemilikimasalahlainnya.

Masalah Keperawatan :HargadiriRendahdanisolasiSosial

X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG:


 Penyakit jiwa Sistem pendukung

Faktor presipitasi  Penyakit fisik

 Coping  Obat-obatan

Lainnya:

Masalah Keperawatan : coping keluarga in efektif

B. MASALAH KEPERAWATAN
No Hari/Tang Data Masalah
gal Keperawatan
1. Selasa,02 Data Subjektif Penatalaksanaan
april 2019 - Klien mengatakan pernah mengalami regimen in efektif
gangguan jiwa di tahun 2018,
pengobatan kurang berhasil , putus obat
karena tidak mampu membeli obat dan
klien sebelum MRS saat ini
- Klien sering marah tak jelas dan merusak
perabotan rumah tangga.

Data Objektif
-
2 Data Subjektif Harga Diri
- Klien mengatakan sering diejek atau Rendah
dibully dari kecil.

18
- Klien mengatakan tidak dibutuhkan
oleh keluarganya
- klien mengatakan merasa belum
mampu memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga.
Data Objektif
- Klien tampak lemas
- Klien tampak putus asa
- Klien tampak sedih
3 Data Subjektif Isolasi Sosial
- Klien mengatakan malas mengikuti
kegiatan berkelompok
- Klien mengatakan tidak pernah ikut
kegiatan kelompok Masyarakat di
lingkungannya
Data Objektif
- Klien tampak duduk menyendiri
- Klien tampak
4 Data Subjektif Gangguan sensori
- Klien mengatakan mendengar presepsi :
bisikan –bisikan Halusnasi
- klien mengatakan saat suara itu Pendengaran
datang klien merasa terganggu
- klien mengatakan susah tidur
Data Objektif
- klien tampak bingung
- klien tampak tertawa sendiri
- kien tampak mudah tersinggung

5 Data Subjektif Resiko Perilaku


- klien mengatan klien dibawah ke Kekerasan
Rumah Sakit Jiwa Dr.H. Marzoeki
Madhi karena klien sering
mengeluarkan suara yang besar, dan
tidak tenang jika tidak
mengkonsumsi obat
- keluarga klien mengatakan klien
sering marah-marah tak jelas dan
merusak perabotan rumah tangga.

19
Data Objektif
- Klien kooperatif
- Tatapan mata tajam
- Klien tampak tenang
6 Data Subjektif Coping keluarga
- Klien mengatakan klien dan keluarga tidak efektif
kurang tahu dengan penyakit yang klien
derita
Data Objektif
- Klien tidak pernah dikunjungi oleh
keluarga

C. Pohon Masalah

EFECT Resikoperilakukekerasan

Gangguansensoripresepsi
CORE PROBLEM
: halusinasi pendengaran

Isolasisosial
Cause
Penatalaksanaan regimen
terapeutik in efektif

Harga diri rendah


Coping keluarga in efektif
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguansensoriopresepsi : halusinasipendengaran
2. Hargadirirendah
3. Isolasisosial
4. PENYEBAB
Resikoperilakukekerasan

20
BAB III
LANDASAN TEORI

A. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah sensori persepsi yang keliru dan melibatkan
panca indera (Isaacs, 2012).Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau
persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat
terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran
individu itu penuh dan baik.Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada
saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri
individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak
nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan
(Nasution, 2013).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2015). Halusinasi adalah kesan, respon dan
pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2017).
Kesimpulannya, halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang
nyata. Halusinasi adalah sensori persepsi yang keliru dan melibatkan
panca indera (Isaacs, 2012).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan
baik.Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya
dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).

21
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2015). Halusinasi adalah kesan, respon dan
pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2017).
Kesimpulannya, halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
2. Macam-Macam Halusinasi
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi.Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.

22
f. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
g. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2017), faktor predisposisi terjadinya halusinasi
adalah:
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

23
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2016).
Menurut Stuart (2017), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor

4. Manifestasi Klinik
a. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian.Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress.Cara

24
ini menolong untuk sementara.Klien masih mampu mengotrol
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertaibu Sa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal
dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila
orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
c. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya.Termasuk dalam
gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase Keempat / conquering/ panic
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah

25
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam ibu
Saktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi
kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu
merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi
(Budi Anna Keliat, 2009) :
1) Tahap 1 : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
- Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
- Menggerakkan bibir tanpa bicara
- Gerakan mata cepat
- Bicara lambat
- Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2) Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
- Cemas
- Konsentrasi menurun
- Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3) Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :

26
- Cenderung mengikuti halusinasi
- Kesulitan berhubungan dengan orang lain
- Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
- Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk)
4) Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
- Pasien mengikuti halusinasi
- Tidak mampu mengendalikan diri
- Tidak mampu mengikuti perintah nyata
- Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

5. Akibat yang ditimbulkan


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan).
Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien
mengalami panic dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.
Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap
lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri,
membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan. Tanda dan gejalanya
adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,

27
berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang
6. Penatalaksanaan
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
klien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan
dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata,
kalau bisa pasien disentuh atau dipegang.Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional.Setiap peraibu Sat masuk ke kamar
atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu
tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan
sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien
untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya.Pendekatan sebaiknya
secara persuatif tapi instruktif.Peraibu Sat harus mengamati agar
obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang
diberikan.
c. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah
yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, peraibu Sat dapat
menggali masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga klien
atau orang lain yang dekat dengan klien.
d. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan

28
ini dapat membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun
jadibu Sal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses keperawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
klien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperaibu Satan, misalnya dari percakapan dengan klien diketahui
bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek.
Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar
jelas. Peraibu Sat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan
petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang
diberikan tidak bertentangan.
Farmakoterapi:
NAMA OBAT FUNGSI DOSIS
Chlopromazine Menstabilkan senyawa alami 30-800 mg
(Promactile, otak.
Largactile)
Haloperidol Mengobati kondisi gugup, 1-100 mg
(Haldol, gangguan emosional, dan
Serenace, mental(missal, skizofrenia)
Lodomer)
Loxapine Mengatasi agitasi psikotik 20-150 mg
akut, untuk menggurangi
sikap permusuhandan
hilangnya kendali otonomi
pasien yang sering kali
berkaitan dengan penggunaan
obat yang diberikan secara

29
intramuscular
Clozapine Untuk penenang 300-900 mg
(Clorazil)
Trihexyphenidyl Melemaskan otot-otot yang 2 x 2 mg
kaku

7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk
melindungi diri.

8. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon
Maladapif

- Berpikir - Pikiran menyimpang - Kelainan


logis - Ilusi pikiran/delusi
- Persepsi - Reaksi emosional - Halusinasi
akurat - Berlebihan/berkuran - Ketidakmampua
- Emosi g n untuk
konsisten - Perilaku ganjil/tidak mengatasi emosi
dengan lazim - Perilaku tidak
pengalama - Menarik diri terorganisir
n - Isolasi sosial
- Hubungan
social
yang
harmonis

30
9. Pohon Masalah
Effect Resiko Perilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

Cause Isolasi Sosial

B. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
a. Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasi
3. Klien dapat mengendalikan halusinasi
b. Tindakan Keperawatan
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mendiskusikan jenis halusinasi klien
3. Mendiskusikan isi halusinasi
4. Mendiskusikan waktu halusinasi
5. Mendiskusikan frekuensi halusinasi
6. Mendiskusikan situasi yang menimbulkan halusinasi
7. Mendiskusikan respons klien terhadap halusinasi
8. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
9. Mengajarkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian.

31
2. Resiko perilaku kekerasan
a. Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Kien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
digunakan
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
6. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
7. Klien dapat mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik 1
b. Tindakan Keperawatan :
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mendiskusikan penyebab perilaku kekerasan
3. Mendiskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
4. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
5. Mendiskusikan akibat perilaku kekerasan
6. Melatih mencegah perilaku kekerasan dengan cara fisik : tarik
nafas dalam
7. Memasukkan ke jadwal kegiatan harian
3. Isolasi sosial
a. Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri
3. Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
5. Klien dapat menjelaskan perasaannya setelah hubungan sosial
b. Tindakan keperawatan
1. Membinan hubungan saling percaya
2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien

32
3. Mendiskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
4. Mendiskusikan dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain.
5. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
6. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian

33
BAB IV

PELAKSANAAN TINDAKAN

A. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran


Klien bernama Tn. S, umur 34 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama
islam, sudah bekerja, sudah menikah, alamat depok, diagnose medis
Skizoferenia. Klien di rawat di ruangan yudistira tanggal 22 maret 2019 di
bawa oleh keluarganya dengan keluhan klien sering mengeluarkan suara yang
besar, dan tidak tenang jika tidak mengkonsumsi obat, dan klien sering
mendengar bisikan-bisikan. Keluarga klien mengatakan klien sering marah-
marah tak jelas dan merusak perabotan rumah tangga sehingga keluarga
memutuskan membawa klien ke RSMM Pada saat pengkajian tanggal 02
April 2019 pukul 09.30 WIB, Klien mengatakan sebelumnya pernah di rawat
pada tahun 2018, dengan alas an masuk yang sama, sering mengeluarkan suara
yang besar dan klien sering mendengarkan bisikan-bisikan, dan marah-marah.
Pengobatan sebeleumnya kurang berhasil, putus obat karena tidak mampu
membeli obat.
Hasil pengkajian didapatkan analisa data yaitu : analisa pertama yang
kelompok peroleh adalah data subyektif: klien mengatakan mendengar suara-
suara bisikan, klien mengatakan saat suara itu datang klien merasa terganggu
dan mengatakan susah tidur sedangkan data objektif: klien tampak gelisah,
klien tanpak bingung, klien sering mondar-mandir.
Diagnosa ini menjadi prioritas utama karena saat pengkajian aspek ini
paling menonjol yang berhubungan dengan masalah utama klien. Hal ini
dapat mengganggu persepsi klien sehingga kelompok memprioritaskan
diagnosa utama gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.
Tujuan umum dari masalah gangguan sensori persepsi : halusinasi
pendengaran.adalah klien dapat mengontrol atau mengendalikan halusinasi
yang dialaminya.
Intervensi yang kelompok susun untuk diagnosa utama halusinasi
bertujuan agarklien dapat mengontrol atau mengendalikan halusinasi yang

34
dialaminyaselama 6x24 jam dengan kriteria hasil klien mampu mengontrol
halusinasinya.SP 1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi teurapeutik : sapa klien dengan ramah, perkenalkan diri
dengan sopan, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, tunjukan sikap
empati dan menerima klien apa adanya, beri klien perhatian dan perhatikan
kebutuhan klien. Rasional : Agar klien dapat menceritakan masalah yang
sedang dihadapi dengan nyaman.
Mendiskusikan isi, frekunsi, waktu dan situasi yang menimbulkan
halusinasi, Rasional : dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya
halusinasi mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
Mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Rasional : sebagai upaya untuk memutuskan siklus kalusinasi sehingga
halusinasi tidak berlanjut.
SP 2 ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan teman. Rasional : mengalihkan atau mencegah terjadinya halusinasi
dengan bercakap-cakap bersama teman sehingga dapat menggungkapkan
perasaan yang di alami klien.
SP 3 anjurkan klien untuk melakukan kegiatan sesuai jadwal yang telah
dibuat. Rasional : memotivasi meningkatkan kegiatan klien untuk mencoba
memilih salah satu cara mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan
harga diri klien.
SP 4 anjurkan klien agar tetap patuh minum. Rasional : program
pengobatan dapatberjalan sesuai rencana dengan menegetahui prinsip
penggunaan obat maka kemandirian klien untuk pengobatan dapat di
tingkatkan secara bertahap.
Tindakan keperawatan yang telah kelompok lakukan untuk diagnosa
halusinasi adalah Membina hubungan saling percaya untuk membina
hubungan yang baik agar klien dapat mengungkapkan masalahnya,
Mendiskusikan isi, waktu, frekuensi dan situasi yang dapat menimbulkan
halusinasi, melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan menghardik.

35
Mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
teman untuk mengalihkan atau mencegah terjadinya halusinasi dengan
mengobrol bersama teman sehingga dapat menggungkapkan perasaan yang di
alami klien. menganjurkan klien untuk melakukan kegiatan sesuai jadwal yang
telah dibuat untuk memotivasi meningkatkan kegiatan klien untuk mencoba
memilih salah satu cara mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan
harga diri klien. menganjurkan klien agar tetap patuh minum Agarprogram
pengobatan dapat berjalan sesuai rencana dengan menegetahui prinsip
penggunaan obat maka kemandirian klien untuk pengobatan dapat di
tingkatkan secara bertahap.
Evaluasi yang dilakukan kelompok untuk menyelesaikan diagnosa
halusinasi pada tanggal 08 April 2019 adalah evaluasi kelompok yang
dilakukan selama enam hari melakukan tindakan keperawatan sudah sesuai
dengan kriteria evaluasi yang dicapai yaitu, subjektif : klien mengatakan
bisikan-bisikan yang di dengar sudah berkurang, klien mengatakan sudah
melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-
cakap, melakukan aktivitas, dan minum obat secara teratur. Objektif: klien
terlihat mampu mengulangi apa yang diajarkan perawat. Assasment :
halusinasi masih.
Rencana tindak lanjut (Planing Perawat) anjurkan klien untuk
melakukan cara mengontrol halusinasi pendengaran dengan cara menghardik,
bercakap-cakap dan melakukan kegiatan apabila suara-suara itu muncul lagi
dan menganjurkan klien tetap patuh minum obat, anjurkan klien untuk
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

B. Diagnosa Keperawatan :Resiko Perilaku Kekerasan


Hasil pengkajian didapatkan analisa data yaitu : analisa pertama yang
kelompok peroleh adalah data subyektif: klien mengatakan klien dibawa
kerumah sakit jiwa dr.hmarzoeki Mahdi karena klien sering mengeluarkan
suara yang besar dan tidak tenang jika tidak mengonsumsi obat. Kelarga klien
mengatakan klien sering marah-marah tidak jelas dan merusak perabotan

36
rumah tangga. sedangkan data objektif: klien kooperatif, tatapan mata tajam,
dank lien tampak tenang.
Dari analisa di atas maka kelompok kami mengangkat diagnose
keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan sebagai diagnose penyebab.
Tujuan umum dari tindakan keperawatan pada klien dengan masalah
resikoperilaku kekerasan adalah agar klien dapat mengontrol atau
mengendalikan resiko perilaku kekerasan.
Rencana Tindakan yang disusun oleh kelompok untuk diagnosa resiko
perilaku kekerasan bertujuan agar klien mampu mengontrol atau
mengendalikan emosi agar lebih terkontrol apabila muncul tanda dan gejala
tersebut, resiko perilaku kekerasan yang dialami klien selama 2x24 jam
dengan kriteria hasil klien mampu mengontrol resiko perilaku kekerasan. SP 1
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
teurapeutik : sapa klien dengan ramah, perkenalkan diri dengan sopan,
tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien, jelaskan
tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya, beri klien perhatian dan perhatikan kebutuhan
klien.danmengajarkantekniknapasdalam Rasional : Agar klien dapat
menceritakan masalah yang sedang dihadapi dengan nyaman dan klien lebih
merasa rileks. SP 2 mengajarkan teknik memukul bantal/kasur Rasional:
dengan memukul bantal klien dapat menuangkana marahnya pada benda yang
aman dan tidak mencederai diri klien. SP 3 latih menggungkapkan rasa marah
secara verbal : menolak dengan baik, meminta dengan baik, menggungkapkan
perasaan dengan baik. Rasional :dengan Mengajarkan menggungkapkan rasa
marahsecara verbal kliendapatmengkesperikan rasa marahsecarabaik. SP 4
klien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur. Rasional :dengan
melakukan kegiatan ibadah rasa marah klien diharapkan dapat terkontrol
dengan baik. SP 5 klien dapat menyebutkan keuntungan patuh minum obat
,dapat menyebutkan akibat atau kerugian tidak patuh minum obat dan klien
dapat menyebutkan lima benar cara minum obat. Rasional :dengan kepatuhan
minum obat klien lebih tenang.

37
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk SP I adalah
membina hubungan saling percaya, mendiskusikan penyebab
resikoperilakukekerasan, tanda dan gejala resikoperilakukekerasan,
resikoperilakukekerasan yang biasa dilakukan serta akibatnya, melatih
mencegah perilakukekerasan dengan cara fisik: tarik nafas dalam dan
menganjurkan klien untuk memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan harian.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk SP II adalah
mengajarkan pasien untuk mengekspresikan marah dengan cara fisik yang
kedua yaitu memukul bantal/kasur, dan menganjurkan pasien untuk
memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan harian pasien.
Evaluasi yang dilakukan kelompok untuk menyelesaikan diagnosa
resikoperilakukekerasan pada tanggal 08 April 2019 adalah evaluasi kelompok
yang dilakukan selama enam hari melakukan tindakan keperawatan sudah
sesuai dengan kriteria evaluasi yang dicapai yaitu, subjektif :
klienmengatakansudahmampumelakukanteknikrelaksasinapasdalamdanmemu
kulbantal. Objektif : klien tampak mampu mengulangi apa yang diajarkan
perawat. Assesment : Resiko Perilaku Kekerasan masih.
Rencana tindak lanjut yang ingin dilakukan adalah evaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, latih cara sosial untuk mengekspresikan marah,
anjurkan pasien memasukkannya dalam jadwal kegiatan harian pasien.

C. DiagnosaKeperawatan : IsolasiSosial
Hasil pengkajian didapatkan analisa data yaitu : analisa pertama yang
kelompok peroleh adalah data subyektif: klien mengatakan malas mengikuti
kegiatan berkelompok, klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan
kelompok masyarakat dilingkungannya. Data objektif: klien tampak
menyendiri, klien tampak melamun.
Dari analisa diatas maka kelompok kami mengangkat diagnose
keperawatan Isolasi social sebagai diagnose penyebab.
Tujuan umum dari tindakan keperawatan pada klien dengan masalah
keperawatan isolasi sosial adalah klien dapat berinteraksi dengan orang lain.

38
Rencana Tindakan yang disusun oleh kelompok untuk diagnosa
isolasi sosial bertujuan agar klien mampu berinteraksi dengan orang lain
selama 2x24 jam dengan kriteria hasil klien mampu melaksanakan hubungan
social secara bertahap. Sp 1 isolasi sosial adalah bina hubungan saling
percaya, diskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain, diskusikan dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan oranglain, ajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang dan
anjurkan klien untuk memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian. SP2
Latih klien cara berkenalan dua atau lebih dan anjurkan pasien untuk
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian. SP3 latih kemampuan klien
bercakap-cakap.
Tindakan keperawatan yang telah kelompok lakukan untuk diagnosa
isolasi social adalah Membina hubungan saling percaya untuk membina
hubungan yang baik agar klien dapat mengungkapkan masalahnya,
mendiskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang
lain, mendiskusikan dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
oranglain, mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang dan
menganjurkan klien untuk memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian.
Melatih klien cara berkenalan dua atau lebih dan menganjurkan pasien untuk
memasukkanke dalam jadwal kegiatan harian. Melatih kemampuan klien
bercakap-cakap.
Rencana tindak lanjut yang dilakukan adalah evaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, latih klien cara berkenalan dua atau lebih (SP2), dan anjurkan
pasien untuk memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Evaluasi yang dilakukan klien mengatakan senang berkenalan dengan
perawat, klien mengatakan malas bergabung karena merasa pusing dan
badannya lemas, klien mengatakan jika berkenalan dapat mempunyai banyak
teman, dan kalau tidak berkenalan akan sepi, klien mengatakan mau
berkenalan dengan teman sekamarnya dan klien mengatakan mau berlatih
berkenalan dengan semua teman diruangan setiap hari. Klien tampak tenang,
kooperatif, kontak mata kurang, fokus kurang klien sering menglihkan

39
pandangan ketempat lain ketika di ajak berinteraksi, klien mampu
mempraktekan cara berkenalan dengan teman sekamarnya. Evaluasi jadwal
kegiatan harian pasien.
D. DiagnosaKeperawaran : Harga Diri Rendah
Hasil pengkajian didapatkan analisa data yaitu : analisa pertama yang
kelompok peroleh adalah data subyektif: klien mengatakan sering di ejek atau
di bully dari kecil. Klien mengatakan tidak dibutuhkan oleh keluarga, klien
mengatakan merasa belum mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
Data objektif: klien tampak lemas, klien tampak sedih, klien tampak putus
asa. Dari analisa diatas maka kelompok kami mengangkat diagnose
keperawatan harga diri rendah sebagai diagnose penyebab.
Tujuan Umum dan tindakan keperawatan pada klien dengan masalah
keperawatan harga diri rendah adalah klien dapat memiliki diri yang positif.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk SP I adalah membina
hubungan saling percaya, mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimilikinya, membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan, membantu klien memilih kegiatan yang dilatih sesuai dengan
kemampuannya,SP 2melatih kemampuan yang dipilih, memberi pujian yang
wajar terhadap keberhasilan pasien, danmenganjurkan klien untuk
memasukkannya ke dalam jadwal kegiatan harian.
Evaluasi yang dilakukan, klien mengatakan bisa bernyanyi, menyapu
lantai dan beres-beres tempat tidur, mengatakan bisa berlatih bernyanyi saat
ini, dan mau berlatih bernyanyi setiap hari. Pasien tampak bisa mengingat dan
menyebutkan kembali kemampuan yang dimiliki dan bisa berlatih bernyanyi,
dan tampak tersenyum saat dipuji suaranya bagus. Rencana tindak lanjut yang
ingin dilakukan adalah evaluasi jadwal kegiatan harian pasien, latih
kemampuan kedua pasien, dan anjurkan pasien untuk memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian

40
BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok akan membahas tentang keberhasilan tindakan yang
telah dilakukan dan hambatan yang ditemukan selama berinteraksi dengan klien
dan pemecahan masalah yang telah dilakukan sesuai dengan diagnose
keperawatan kelompok akan menguraikan masalah yang ditemujkan pada Tn. S
dari pengkajian sampai evaluasi.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa masalah keperawatan yang mucul pada


pengkajian Tn.S adalah sebagai berikut :

1. Gangguan sensori presepsi : halusinasi pendengaran


2. Harga diri rendah
3. Isolasi sosial
4. Resiko perilaku kekerasan
Kelompok melakukan satu masalah keperawatan dari empat masalah
keperawatan yang dialami oleh Tn.S yaitu
1. Pengkajian
Pada awal pengkajian mahasiswa tidak mengalami kesulitan
terutama untuk mendapatkan data subjektif karena klien saat dilakukan
wawancara kooperatif dan menjawab pertanyaan yang dibutuhkan .factor
yang menyebabkan klien mengalami gangguan jiwa yaitu karena suka
marah-marah,suka mengamuk,merusak perabotan rumah tangga,suka
tertawa sendiri,suka melamun,
Penyebab klien masuk RSJ Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor karena
klien merasa tidak dibutukan didalam keluarga dan klien sering dibully
sejak kecil oleh masyarakat di lingkungan rumahnya. Ini sejalan dengan
teori yang diungkapkan oleh (Keliat, 2006),Secara umum klien dengan
gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak

41
berdaya.Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan.
Berdasarkan teori dan dari hasil pengkajian diatas Tn.S termasuk
kedalam fase pertama atau comporting, karena penulis tidak menemukan
kesenjangan antara teori dengan pengkajian yang di dukung dengan data
bahwa perilaku Tn.S tampak gelisah dan takut saat mendengarkan suara
itu.
Berdasarkan pengkajian pada Tn.S secara garis besar ditemukan data
subjektif dan objektif yang menunjukan karakteristik Tn.S dengan
diagnose keperawatan GSP: halusinasi keperawatan ditandai dengan data
subjektif yaitu klien sering mendengar suara-suara seperti sedang
mengejek atau menghina klien dan data objektif klien tampak tertawa
sendiri, klien tampak sering menyendiri.
2. Diagnosa
Menurut Gordon (dalam ade herman,2011), diagnose keperawatan
adalah masalah kesehatan actual atau potensial yang mampu diatasi oleh
perawat berdasarkan pendidikan dan pengalamannnya.
Dari hasil pengkajian pada Tn.S didapatkan empat masalah
keperawatan yaitu: GSP Halusinasi pendengaran,harga diri rendah,isolasi
sosial, dan resiko perilaku kekerasan ini tidak sejalan dengan teori
(fitriyah,2015) yang mengungkapkan masalah yang dapat terjadi pada
pasien halusinasi adalah : GSP Halusinasi pendengaran isolasi sosial, dan
resiko perilaku kekerasan.
3. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada Tn.S
untuk didiagnosa keperawatan gangguan presepsi sensori halusinasi:
pendengaran adalah, menurut rasman (2009) tujuan umum gangguan
sensori persepsi halusinasi pendengaran yaitu agar klien dapat mengontrol
halusinasi yang dialaminya, tujuan khusus Tn.S dapat mengontrol
halusinasi dengan kriteria evaluasi Tn.S menyebutkan tindakan yang
biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya. Intervensi yang

42
dilakukan yaitu identifikasi bersama Tn.S cara atau tindakan yang
dilakukan jika terjadi (tidur,marah,menyibukan diri,dan lain-lain
rasionalnya tindakan yang biasanya dilakukan klien merupakan upaya
mengatasi halusinasi,diskusikan cara yang digunakan Tn.S jika cara yang
digunakan adaptif beri pujian rasional memberikan hal yang positif atau
pengakuan akan meningkatkan harga diri klien, diskusikan cara baru untuk
memutus halusinasi : menghardik, menemui orang lain
(perawat/teman/anggota keluarga) rasional dengan halusinasi yang
terkontrol oleh klien maka resiko kekerasan tidak terjadi. Beri kesempatan
pada Tn.S mempraktekan cara yang telah dipilih, jika berhasil beri pujian
rasional pujian merupakan pengakuan yang dapat meningkatan motivasi
dan harga diri klien ( Damaiyanti,2012)
4. Implementasi
Dari diagnosa resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan
perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran pada interaksi tahap
pertama tanggal 8 April 2019 rencana tindakan dari diagnosa utama ada
pada teori (Azizah, 2011) untuk TUK 1 dan TUK 2 yaitu membina
hubungan saling percaya dan klien dapat mengenal halusinasinya.
TUK 1 penulis melakukan hubungan saling percaya dengan klien yaitu
memberikan komunikasi dengan teknik yang tepat, ramah,
memperkenalkan diri dengan sopan, menanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai klien, menjelaskan tujuan pertemuan,
memberikan komunikasi yang jujur, menepati janji pada klien,
menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya dan memberi
perhatian kepada klien serta memperhatikan kebutuhan dasar klien.
Pada TUK 2 mengobservasi tingkah laku klien yang terkait dengan
halusinasi, membatu klien mengenal halusinasinya, mendiskusikan dengan
klien isi halusinasi, frekuensi halusinasi dan situasi yang menimbulkan
halusinasi serta yang dirasakan klien saat halusinasi muncul. Perencanaan
pada TUK 1 dan TUK 2 tercapai karena klien percaya pada perawat dan
klien sangat kooperatif. Maka dengan tercapainya perencanaan pada TUK

43
1 dan TUK 2 dapat dilanjutkan tahap perencanaan selanjutnya yaitu TUK
3.
Pada interaksi kedua perencanaan TUK 3 dan 4 yaitu klien dapat
mengotrol halusinasinya dan mendapat dukungan keluarga dalam
mengontrol halusinasinya yaitu dengan mengindetifikasi dengan klien cara
yang dilakukan klien saat tejadi halusinasi, mendiskusikan bersama
tentang manfaat dari cara yang digunakan klien, jika bermanfaat berikan
pujian, diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya
halusinasi dan anjurkan klien mengikuti aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi dan membenarkan pernyataan klien tentang cara
yang dilakukan saat halusinasi muncul yaitu dengan cara klien
menghardik, menyibukkan diri dengan mengajak ngobrol perawat/ teman/
keluarga dan mengikuti kegiatan di ruangan.
Perencanaan TUK 3 tercapai karena klien dapat melakukan cara
mengontrol halusinasi, klien rutin mengikuti aktivitas kegiatan kelompok
dan klien mampu mengikuti kegiatan ruangan terutama menyapu dan
merapikan tempat tidur. Untuk TUK 4, tidak dilakukan karena keluarga
klien tidak pernah datang menjenguk klien, kemudian diputuskan untuk
melanjutkan TUK berikutnya.
Interaksi ketiga penulis melakukan perencanaan TUK 5 yaitu klien
dapat memanfaatkan obat dengan baik, sesuai pengobatan. Pada interaksi
ini penulis mendiskusikan dengan klien tentang pentingnya minum obat
secara rutin, akibat bila minum obat tidak rutin, 5 benar minum obat yaitu
benar nama, benar jumlah, benar macam, benar cara, benar waktu.
Perencanaan TUK 5 tercapai karena klien dapat memahami dan dapat
mengulangi kembali yang telah diduskusikan, hal ini disebabkan karena
klien dirawat di Rumah Sakit Jiwa berkali- kali dan klien mendapatkan
perawatan yang baik.Selama melakukan Asuhan Keperawatan kepada Sdr.
D, maka dapat diperoleh hasil evaluasi dari tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah diagnosa utama.

44
5. Evaluasi
TUK 1, klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria hasil
yang dapat dicapai adalah membalas sapaan perawat, ekspresi wajah
bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama, klien mau duduk berdampingan dengan perawat.
Dalam hal ini, pencapaian kriteria hasil sangat baik.
TUK 2, klien mampu mengidentifikasi halusinasinya. Kriteria evaluasi
yang dapat dicapai klien sangat baik, hal tersebut di buktikan bahwa klien
dapat menceritakan isi, waktu, frekuensi halusinasi, dan cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik.
TUK 3, Klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria hasil yang dapat
tercapai adalah klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya, yaitu menghardik dan klien dapat
menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan ruangan seperti menyapu, merapikan tempat tidur.
TUK 4.Tidak dilakukan atau tidak di terapkan kepada klien, karena
keluarga klien tidak pernah datang menjenguk klien, sehingga tidak dapat
dilakukan tindakan keperawatan karena peran serta keluarga sangat berperan
dalam pelaksanaan tindakan TUK 4 tersebut.
TUK 5, Klien dapat menggunakan obat dengan benar untuk
mengendalikan halusinasinya. Kriteria hasil yang dapat tercapai yaitu klien
dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat, klien dapat
mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien dapat menjelaskan
informasi tentang manfaat dan efek samping obat, klien memahami akibat
berhentinya minum obat tanpa konsultasi, serta klien dapat menyebutkan
prinsip 5 benar penggunaan obat.

45
Kriteria evaluasi semua tercapai karena klien dapat memahami dan
dapat mengulang kembali dari apa yang telah di diskusikan bersama. Hal ini
disebabkan karena klien sudah berkali- kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa dan
klien mendapatkan perawatan yang baik, maka dapat diputuskan untuk
melanjutkan intervensi evaluasi pada klien.
Dosis, dan efek samping obat, klien dapat mendemonstrasikan
penggunaan obat dengan benar, klien dapat menjelaskan informasi tentang
manfaat dan efek samping obat, klien memahami akibat berhentinya minum
obat tanpa konsultasi, serta klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar
penggunaan obat.
Kriteria evaluasi semua tercapai karena klien dapat memahami dan
dapat mengulang kembali dari apa yang telah di diskusikan bersama. Hal ini
disebabkan karena klien sudah berkali- kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa dan
klien mendapatkan perawatan yang baik, maka dapat diputuskan untuk
melanjutkan intervensi evaluasi pada klien.

6. Hambatan-Hambatan
Hambatan yang dihadapi saat melakukan asuhan keperawatan pada
pasien Tn.S adalah klien sering mengubah waktu kontrak strategi
pelaksanaan keperawatan karena suasana hati yang selalu berubah-ubah,
sehingga kami mengatasinya dengan cara pemberian strategi pelaksanaan
secara situasional.
Berdasarkan dari hasil pengkajian yang telah didapatkan kepada klien
Tn. S terdapat masalah utama Gangguan Sensori Persepsi halusinasi
pendengaran menurut teori strategi pelaksanaan dilakukan secara berurutan
dimulai dari :
1. Sp1p : Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
2. Sp2P : mengontol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
3. Sp3P : Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan

46
4. Sp4P : Mengantrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

Sedangkan pada saat dilakukan strategi pelaksanaan di RSMM ruangan


yudistira tidak dilakukan sesuai dengan urutan strategi pelaksanaan yang ada
pada teori.

7. Masalah pengobatan
Dari data yang didapatkan pada saat dilakukan pengkajian. klien
mengatakan masuk ke rs yang kedua kalinya. klien masuk untuk pertama kali
pada tahun 2018 dan dirawat selama kurang lebih 1 bulan, dan pada tanggal
22 maret 2019 klien masuk ke rsmm di antar oleh keluarga Dikarenakan
klien mendengar suara-suara dan sering merusak barang-barang yang ada di
rumah. disebabkan karena klien putus minum obat dengan alasan klien tidak
mampu membeli obat.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk SP IV adalah
mengajarkan cara megontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat,
mendiskusikan manfaat obat, menjelaskan kerugian jika tidak patuh minum
obat, menjelaskan prinsip 5 benar dalam pemberian obat.

47
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap klien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan
secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat
menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang
diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi pendengaran, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga
sebagai system pendukung untuk dapat memahami keadaan dan permasalahan
klien. Disamping itu, perawat membutuhkan kehadiran keluarga dalam
memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam member
asuhan keperawatan pada pasien. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa
peran serta keluarga merupakan factor penting dalam proses kesembuhan
klien.
B. SARAN
Saran yang dapatdiberikanadalah :
1. Bagiperawat
Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya mengikuti langkah-
langkah poses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan
tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal.
2. Bagi keluarga

48
Hendaknya sering mengunjungi klien di Rumah Sakit, sehingga keluarga
dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat membantu perawat
dalam pemberian asuhan keperawatan
3. Bagi klien
Hendaknya sering berlatih cara mengontrol halusinasi dan melaksanakan
interaksi social secara bertahap, agar klien selalu dapat berinteraksi dengan
orang lain
4. BagiRumahSakit
Banyak klien dirumah sakit jiwa yang jarang dikunjungi keluarga, hendaknya
pihak rumah sakit ikut menghimbau keluarga dalam proses perawatan klien
dan meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa, terutama perilaku kekerasan
bias berjalan meksimal.

49
50

Das könnte Ihnen auch gefallen