Sie sind auf Seite 1von 11

Tahap Pemerolehan Bahasa Anak dan

Perkembangan Bahasa Anak


Kamis, 14 Juli 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anak-anak belajar berkomunikasi dengan orang lain lewat berbagai cara. Meskipun
cara anak yang satu dengan yang lain berbeda, ada hal-hal yang umum yang terjadi pada
hampir setiap anak. Pengetahuan tentang hakikat perkembangan bahasa anak, perkembangan
bahasa lisan dan tulis yang terjadi pada mereka, dan perbedaan individual dalam pemerolehan
bahasa sangat penting bagi pelaksanaan pembelajaran bahasa anak, khususnya pada waktu
mereka belajar membaca dan menulis permulaan. Sehingga Pemerolehan bahasa pertama
anak dan perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari
tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput dari perhatian para pendidik pada
umumnya dan orang tua pada khususnya. Itulah sebabnya calon guru sekolah dasar perlu
menguasai berbagai konsep yang terkait dengan perkembangan dan pemerolehan bahasa
anak.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pengertian pemerolehan bahasa anak?
2. Bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama anak
3. Bagaimanakah proses pemerolehan bahasa pertama anak
4. Bagaimanakah Bahasa Indonesia dalam pemerolehan bahasa anak-anak?
5. Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan bahasa anak?
6. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi bahasa anak?
C. TUJUAN
Tujuan makalah ini adalah mengetahui segala yang di rumuskan dalam masalah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEMEROLEHAN BAHASA


Pemerolehan bahasa terbentuk dari kata "pemerolehan" dan kata "bahasa". Dalam
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), pemerolehan bermakna proses, cara, perbuatan
memperoleh. Kata memperoleh tersebut di dalam KBBI bermakna mencapat (mencapai dst)
sesuatu dengan usaha. Dengan demikian maka pemerolehan bermakna proses, cara,
perbuatan mencapat sesuatu dengan usaha. Karena frasa pemerolehan bahasa berpola DM
maka kata bahasa menerangkan kata pemerolehan, sehingga frasa pemerolehan bahasa berarti
proses, cara, perbuatan memperoleh bahasa dengan usaha.
Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa
mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu
permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif
pralinguistik. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses
pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara
alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal. Dengan kata lain, kegiatan pemerolehan
bahasa ini ditandai oleh hal-hal berikut.
1. Berlangsung dalam situasi informal,tanpa beban, dan di luar sekolah.
2. Pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga-lembaga pendidikan seperti
sekolah atau kursus.
3. Dilakukan tanpa sadar.
4. Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna.

B. PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK


Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam
otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari
bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa
berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa
kedua (Chaer, 2003:167).
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang
terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud
adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses
yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak
lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak
memiliki performansi dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman
dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan
melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).Selanjutnya,
Chomsky juga beranggapan bahwa pemakai bahasa mengerti struktur dari bahasanya yang
membuat dia dapat mengkreasi kalimat-kalimat baru yang tidak terhitung jumlahnya dan
membuat dia mengerti kalimat-kalimat tersebut. Jadi, kompetensi adalah pengetahuan intuitif
yang dipunyai seorang individu mengenai bahasa ibunya (native languange). Intuisi
linguistik ini tidak begitu saja ada, tetapi dikembangkan pada anak sejalan dengan
pertumbuhannya, sedangkan performansi adalah sesuatu yang dihasilkan oleh kompetensi.
Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh
bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam memperoleh
bahsa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:243-244) menyebutkan
bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga
memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak
hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan
mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat
dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara
mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini. Chomsky mengibaratkan anak
sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah dipasang tombol serta kabel listrik: mana yang
dipencet, itulah yang akan menyebabkan bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan
wujudnya seperti apa ditentukan oleh input sekitarnya.
C. TAHAP-TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK
Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa
B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam beberapa
tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa.
Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai
bahasa di dunia.Pengetahuan mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling
pertama di dapat dari buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu
psikolinguistik. Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui
rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen yang
direncanakan. Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam
tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang
yang berkata bahwa tahap pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan
karena bunyi-bunyi seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus)
semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk
digendong, dan perasaan senang.
1. Vokalisasi Bunyi
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan,
rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal.
Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum
terdengar dengan jelas. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan
tadi merupakan bahasa? Fromkin dan Rodman (1993:395) menyebutkan bahwa bunyi
tersebut tidak dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang
dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan ujaran
yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat
ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada
usia antara 5 dan 6 bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh
terjadi sekitar umur 6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa
celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat
saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan
neurologi seorang anak.
Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti
frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal. Celotehan dimulai
dengan konsonan dan diikuti dengan vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan
bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah
K-V. Ciri lain dari celotehan adalah pada usia sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V ini
kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti:
K1 V1 K1 V1 K1 V1…papapa mamama bababa…
Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun apa
yang ada di benak tidaklah kita ketahui. Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar
artikulatori belaka (Djardjowidjojo, 2005:245).
Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen
fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan.
Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-
kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan
teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak
menguji coba berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang
benar.
Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi
perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai berikut:
(1) menghilangkan konsonan akhir
*Blumen bu
*boot bu

(2) mengurangi kelompok konsonan menjadi segmen tunggal:


*batre bate
(3) menghilangkan silabel yang tidak diberi tekanan
*kunci ti
*semut emut

(4) reduplikasi silabel yang sederhana


*pergi gigi
*nakal kakal

Menurut beberapa hipotesis, penyederhanaan ini disebabkan oleh memory span yang
terbatas, kemampuan representasi yang terbatas, kepandaian artikulasi yang terbatas (Mar’at
2005:46-47).

Apakah tahap celoteh ini penting bagi si anak. Jawabannya tentu saja penting. Tahap celoteh
ini penting artinya karena anak mulai belajar menggunakan bunyi-bunyi ujaran yang benar
dan membuang bunyi ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak mulai menirukan pola-pola
intonasi kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa.

2. Tahap Satu-Kata atau Holofrastis

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang
mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang
dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian
bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti
bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama.
Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa
satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam”
(Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini).
Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah
lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga berarti
“Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”.
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai
tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu
keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama
kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-
konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.
3. Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri
atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis
ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini,
ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah
mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata
ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat
dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang
bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya
“Sepatu ini kotor” dan sebagainya.

4. Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word
utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat
dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat
mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa
orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan Rodman.

“Cat stand up table” (Kucing berdiri di atas meja);

“What that?” (Apa itu?);

“He play little tune” (dia memainkan lagu pendek);

“Andrew want that” (Saya, yang bernama Andrew, menginginkan itu);

“No sit here” (Jangan duduk di sini!)


Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan caranya
sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa dengan
cara menirukan. Namun, Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil peniruan yang
dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika
orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan
melafalkan dengan “He go out”. Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang anak belajar
dengan cara penguatan (reinforcement), artinya kalau seorang anak belajar ujaran-ujaran
yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai, dsb. Akan
tetapi, jika ujaran-ujarannya salah, ia mendapat “penguatan negatif”, misalnya lagi, salah,
tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus terus menerus diperbaiki
bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar. Teori ini tampaknya belum dapat
diterima seratus persen oleh para ahli psikologi dan ahli psikolinguistik. Yang benar ialah
seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata bahasa sendiri. Tidak semua anak
menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun semuanya menunjukkan kemajuan-
kemajuan yang reguler.
Selain tahap pemerolehan bahasa yang disebutkan di atas, ada juga para ahli bahasa seperti
Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa anak.

Tahap 1: Mendengkur
Tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar enam minggu. Bunyi yang dihasilkan
mirip dengan vokal tetapi tidak sama dengan bunyi vokal orang dewasa.
Tahap 2: Meraban
Tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati enam bulan. Tahap meraban merupakan
pelatihan bagi alat-alat ucap. Vokal dan konsonan dihasilkan secara serentak.
Tahap 3: Pola intonasi
Anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan yang dihasilkan mirip dengan yang
diucapkan ibunya.
Tahap 4: Tuturan satu kata
Pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak mulai mengucapkan tuturan satu kata.
Pada usia ini anak memperoleh sekitar lima belas kata meliputi nama orang, binatang, dan
lain-lain.
Tahap 5: Tuturan dua kata
Umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah menguasai beberapa ratus kata. Tuturan
hanya terdiri atas dua kata.
Tahap 6: Infleksi kata
Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai digunakan. Dalam bahasa Indonesia yang
tidak mengenal istilah infleksi, mungkin berwujud pemerolehan bentuk-bentuk derivasi,
misalnya kata kerja yang mengandung awalan atau akhiran.
Tahap 7: Bentuk Tanya dan bentuk ingkar
Anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata tanya seperti apa, siapa, kapan, dan
sebagainya. Di samping itu anak juga sudah mengenal bentuk ingkar.
Tahap 8: Konstruksi yang jarang atau kompleks
Anak sudah mulai berusaha menafsirkan meskipun penafsirannya dilakukan secara keliru.
Anak juga memperoleh kalimat dengan struktur yang rumit, seperti pemerolehan kalimat
majemuk.
Tahap 9: Tuturan yang matang
Pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan kalimat-kalimat seperti orang dewasa.

D. BAHASA INDONESIA DALAM PEMEROLEHAN BAHASA ANAK-ANAK


Posisi bahasa Indonesia dalam pemerolehan bahasa anak disajikan dalam gambaran
umum sebagai berikut,
1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama
Bahasa pertama seringkali disebut dengan bahasa ibu. Penggunaan istilah bahasa ibu
perlu mendapatkan koreksi karena dalam hal ini terdapat berbagai kasus yang pada akhirnya
menggugurkan istilah bahasa ibu sehingga bahasa pertama disingkat menjadi B1. bahasa
pertama yang diperkenalkan adalah bahasa Indonesia karena bahasa itulah yang pertama kali
dikenal dan dikuasai anak sebagai sarana komunikasi verbalnya sejak bayi.
Jika diamati, gejala seperti itu banyak kita jumpai pada saat ini, terutama pada keluarga
yang tinggal di kota besar atau di kota kecil. Hal tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
a) Perkawinan antarpenutur bahasa yang berbeda. Masing-masing pihak-pihak tidak saling
memahami bahasa daerah pasangannya.
b) Perkawinan antarpenutur bahasa daerah yang sama dengan situasi berikut.
1) Lingkungan sosial sekitar keluarga menggunakan bahasa Indonesia sebagai media
komunikasi.
2) Lingkungan masyarakat sekitar menggunakan bahasa daerah yang tidak dikuasai oleh
keluarga itu (keluarga pendatang).
3) Lingkungan menggunakan bahasa daerah yang sama dengan bahasa keluarga itu. Oleh
karena pertimbangan praktis tertentu maka bahasa yang digunakan dalam keluarga itu bahasa
Indonesia.
c) Perkawinan antarpenutur yang hanya menguasai bahasa Indonesia.
2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua
Pemerolehan 2 bahasa oleh seorang anak dapat terjadi dalam 2 cara, yaitu memperoleh
bahasa secara serempak dan berurut.
Pemerolehan serempak 2 bahasa secara serempak 2 bahasa (simultaneous bilingual
acquisition) terjadi pada anak yang dibesarkan dalam masayarakat bilingual (menggunakan 2
bahasa dalam berkomunikasi) atau dalam masyarakat multilingual (menggunakan lebih dari 2
bahasa). Anak mengenal, mempelajari, dan menguasai kedua bahasa secara bersamaan.
Pemerolehan berurut 2 bahasa (successive bilingual acquisition) terjadi apabila anak
menguasai dua bahasa dalam rentang waktu yang relatif berjauhan. Keberhasilan dari bahasa
kedua ini ditentukan beberapa faktor, yaitu faktor motivasi, usia, penyajian formal, bahasa
pertama, serta lingkungan.
E. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
Kemampuan berbahasa merupakan suatu potensi yang dimiliki semua anak manusia
manusia yang normal. Kemampuan itu diperoleh tanpa melalui pembelajaran khusus. Waktu
yang digunakan relatif singkat, anak sudah dapat berkomunikasi dengan orang – orang di
sekitarnya. Bahkan sebelum bersekolah, ia telah mampu bertututur seperti orang dewasa
untuk bnerbagai keperluan dan dalam bermacam – macam situasi.
Jika diamati, ternyata pemerolehan bahasaa anak itu tidaklah tiba – tiba atau sekaligus,
tetapi bertahap kemajuan kemampuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan
perkembangaan fisik, mental, intelektual dan sosialnya. Oleh karena itu, perkembangan
bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang
bergerak dari bunyi – bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tututran yang lebih
kompleks. Tangisan, bunyi – bunyi atau ucapan yang sederhana tak bermakna, dan celotehan
bayi merupakan jembatan yang memfasilitasi alur perkembangan bahasa anak menuju
kemampuan berbahasa yang lebih sempurna. Bagi anak,celoteh merupakan semacam latihan
untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama – kelamaan dikaitkan dengan
kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannnya (Djago tarigan,2005).

Tahap Perkembangan Bahasa Anak


Menurut buku Bidang Pengembangan Kemampuan (Elin Rusoni, 24:2006 ) Tahap
perkembangan bahasa anak dibagi ke dalam dua bagian, yaitu tahap pralinguistik dan tahap
linguistik.
1) Tahap Pralinguistik(Masa Meraban)
Pada tahap ini, bunyi – bunyi bahasa yang dihasilkan anak belumlah bermakna. Bunyi –
bunyi itu memang telah menyerupai vocal atau konsonan tertentu. Akan tetapi secara
keseluruhan bunyi tersebut tidak mengacu pada kata dan makna tertentu.
Tahap pralinguistik merupakan tahap perkembangan bahasa anak yang dialami oleh
anak yang berusia 0-1 tahun. Tahap pralinguistik dibagi lagi ke dalam dua tahapan, yaitu:
a) Tahap Meraba Pertama
Tahap meraba pertama dialami oleh anak usia 0-6 bulan. Pembagian kelompok ini
bersifat umum dan tidak berlaku persis pada setiap anak.
 Usia 0 - 2 bulan sudah dapat mengetahui asal suara. Mereka sudah dapat membedakan suku
kata, mereka bisa merespon secara berbeda terhadap kualitas emosional suara manusia
misalnya, mereka akan tersenyum jika mendengar suara yang ramah atau sebaliknya mereka
akan menangis jika mendengar suara dengan nada marah.
Anak hanya dapat mengeluarkan bunyi – bunyi refleksif untuk menyatakan rasa lapar, sakit
atau ketidaknyamanan yang menyebabkan anak menangis dan rewel, serta bunyi vegetative
yang berkaitan dengan aktivitas tubuhseperti batuk, bersin, sendawa, telanan (makanan), dan
tegukan(menyusu atau minum). Umumnya, bunyi seperti bunyi vokal dengan suara yang
agak serak. Sekalipun bunyi – bunyi itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi – bunyi
itu merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya.
 Usia 2 - 5 bulan. Pada usia 3-4 bulan bayi dapat membedakan suara laki – laki dan
perempuan. Anak mulai mendekat dan mengeluarkan bunyi – bunyi vokal yang bercampur
dengan bunyi – bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya muncul sebagai respon terhadap
senyum atau ucapan ibunya atau orang lain.
 Pada usia 4 – 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi (rentang
waktu) yang lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip vokalnya lebih bervariasi. Konsonan
nasal/m/n sudah mulai muncul.
b) Tahap Meraba Kedua
Usia 6 – 12 bulan, anak mulai memperhatikan intonasi dan ritme dalam ucapan.
Pada tahap ini anak dapat berkomunikasi dan berceloteh. Celotehannya berupa reduplikasi
atau pengulangan konsonan dan vokal yang sama, seperti/ba ba ba/,ma ma ma/, dad a da/.
Vokal yang muncul adalah dasar /a/ dengan konsonan hambat labial /p, b/ nasal /m, n, g/, dan
alveolar /t, d/. selanjutnya celotehan reduplikasi ini berubah lebuh bervariasi. Vokalnya sudah
mulai menuju vokal /u/ dan /i/, dan konsonan frikatif pun, seperti /s/ sudah mulai muncul.
Pada tahap ini anak mulai aktif. Dialami oleh anak usia 6 bulan samapi satu tahun.
Secara fisik ia sudah mulai melakukan gerakan – gerakan. Cara berkomunikasi pada tahapan
ini lebih bervariatif, yaitu tidak hanya menoleh, tersenyum dan menangis saja tapi ditambah
dengan memegang, mengangkat atau menunjuk.
2) Tahap Linguistik
Tahap linguistik adalah tahap perkembangan bahasa anak usia 1-5 tahun. Pada tahapan
ini anak mulai bisa mengucapkan bahasa seperti bahasa orang dewasa. Tahap linguistik
terbagi lagi ke dalam 4 tahapan, yakni:
a) Tahapan Holofrasis (tahap satu kata)
Pada tahap ini anak sudah mulai mengucapkan suatu kata. Pada periode ini disebut
holofrase, karena anak – anak menyatakan makna keseluruhan frase atau kalimat dalam suatu
kata yang diucapkannya itu.
Contoh :

VERSI SATU KATA


Mimi!(sambil menunjuk cangkirnya)
Akut! (sambil menunjuk laba - laba)
Takit!(sambil mengacungkan jarinya)

b) Ucapan Dua Kata


Berlangsung sewaktu anak berusia 1,5 – 2 tahun. Tahap ini memasuki tahap pertama
kali mengucapkan dua holofrase dalam rangkaian yang cepat. Komunikasi yang ingin ia
sampaikan adalah bertanya dan meminta.
Pada masa ini, kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat. Tuturannya
mulai bersifat telegrafik. Artinya apa yang dituturkan anak hanyalah kata – kata yang penting
saja, seperti kata benda, kata sifat, dan kata kerja.
Contoh :
VERSI 2 KATA VERSI LENGKAP
Mamah, makan! Mama, saya mau makan
Ajar, bobo! Fajar mau tidur!
Bapa, ana? Bapak mau pergi ke mana?
Mau ueh! Saya mau kueh!

c) Pengembangan Tata Bahasa


Perkembangan anak pada tahap ini makin luar biasa. Perkembangan ini ditandai dengan
penggunaan kalimat dengan lebih dari dua kata. Tahap ini umumnya dialami oleh anak usia
sekita 2 sampai 5 tahun.
d) Tata Bahasa Menjelang Dewasa
Tahap perkembangan bahasa anak yang keempat ini biasanya dialami oleh anak yang
sudah berumur antara 5 – 10 tahun. Pada tahap ini anak – anak sudah mulai menerapkan
struktur tata bahasa yang rumit dan sudah mampu menyusun kalimat yang lebih rumit.
Tahap – tahap perkembangan di atas, berkembang pula penguasaan mereka atas system
bahasa yang dipelajarinya. System bahasa itu, terdiri atas subsistem berikut:
a. Fonologi yaitu pengetahuan tentang pelafalan dan penggabungan bunyi – bunyi tersebut
sebagai sesuatu yang bermakna.
b. Gramatika (tata bahasa) yaitu pengetahuan tentang aturan pembentukan unsure tuturan.
c. Semantik leksikal(kosa kata) yaitu pengetahuan tentang kata untuk mengacu kepada sesuatu
hal.
d. Pragmatik yaitu pengetahuan tentang penggunaan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai
keperluan.
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BAHASA
ANAK
Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan
bahasa, yaitu:
1. Kognisi (Proses Memperoleh Pengetahuan)
Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi cepat lambatnya
perkembangan bahasa individu. Ini relevan dengan pembahasan sebelumnya bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara pikiran dengan bahasa seseorang.
2. Pola Komunikasi Dalam Keluarga
Dalam suatu keluarga yang pola komunikasinya banyak arah akan mempercepat
perkembangan bahasa keluarganya.
3. Jumlah Anak Atau Jumlah Keluarga
Suatu keluarga yang memiliki banyak anggota keluarga, perkembangan bahasa anak lebih
cepat, karena terjadi komunikasi yang bervariasi dibandingkan dengan yang hanya memiliki
anak tunggal dan tidak ada anggota lain selain keluarga inti.
4. Posisi Urutan Kelahiran
Perkembangan bahasa anak yang posisi kelahirannya di tengah akan lebih cepat ketimbang
anak sulung atau anak bungsu. Hal ini disebabkan anak sulung memiliki arah komunikasi ke
bawah saja dan anak bungsu hanya memiliki arah komunikasi ke atas saja.
5. Kedwibahasaan(Pemakaian dua bahasa)
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan bahasa lebih dari satu atau lebih
bagus dan lebih cepat perkembangan bahasanya ketimbang yang hanya menggunakan satu
bahasa saja karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara bervariasi. Misalnya, di dalam
rumah dia menggunakan bahasa sunda dan di luar rumah dia menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam bukunya “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja” Syamsu Yusuf mengatakan
bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan, intelegensi,
statsus sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.
Karakteristik perkembangan bahasa remaja sesungguhnya didukung oleh perkembangan
kognitif yang menurut Jean Piaget telah mencapai tahap operasional formal. Sejalan dengan
perkembangan kognitifnya, remaja mulai mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip berpikir
formal atau berpikir ilmiah secara baik pada setiap situasi dan telah mengalami peningkatan
kemampuan dalam menyusun pola hubungan secara komperhensif, membandingkan secara
kritis antara fakta dan asumsi dengan mengurangi penggunaan symbol-simbol dan
terminologi konkret dalam mengomunikasikannya.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa
pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran
formal
2. Posisi bahasa Indonesia dalam pemerolehan bahasa anak disajikan dalam gambaran umum
sebagai berikut,
1) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama
2) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua
3. Menurut buku Bidang Pengembangan Kemampuan (Elin Rusoni, 24:2006) Tahap
perkembangan bahasa anak dibagi ke dalam dua bagian, yaitu tahap pralinguistik dan tahap
linguistik
1) Tahap Pralinguistik (Masa Meraban)
a) Tahap Meraba Pertama
b) Tahap Meraba Kedua
2) Tahap Linguistik
a) Tahapan Holofrasis (tahap satu kata)
b) Ucapan Dua Kata
c) Pengembangan Tata Bahasa
d) Tata Bahasa Menjelang Dewasa
4. Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa,
yaitu:
1) Kognisi (Proses Memperoleh Pengetahuan)
2) Pola Komunikasi Dalam Keluarga
3) Jumlah Anak Atau Jumlah Keluarga
4) Posisi Urutan Kelahiran
5) Kedwibahasaan(Pemakaian dua bahasa)

DAFTAR PUSTAKA

Campbel, dkk. 2006. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Depok: Intuisi
Press
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta
Dardjowidjojo, Soenjonp. 2005. Psikolinguistik:Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta:
Yayasan Obor

REFERENSI

http://dedetaufik.blogspot.com/2009/12/bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-kedua.html
http://bahasa.kompasiana.com/2012/12/08/pengajaran-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-
pertama-pengajaran-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-kedua--515198.html
http://praditarachman.blogspot.com/2012/11/pemerolehan-dan-perkembangan-bahasa-
anak.html
http://nurmaidahrini.blogspot.com/2012/08/tahap-perkembangan-bahasa-anak.html

Das könnte Ihnen auch gefallen