Sie sind auf Seite 1von 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan
benci atau marah yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Gangguan
jiwa perilaku kekerasan dapat terjadi pada setiap orang memiliki tekanan batin
yang berupa kebencian terhadap seseorang. Maka seseorang yang memiliki
gangguan jiwa perilaku kekerasan ini perlu mendapatkan perhatian khususnya
dalam perawatan supaya resiko tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri
dan orang lain bisa diperkecil. (Yosep, 2007)

Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk merupakan respon
kemarahan yang palin maladaftif yang ditandai dengan perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat, 2010)

Tingkah laku amuk dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain model teori
importation yang mencerminkan kedudukan klien dalam membawa atau
mengadopsi nilai-nilai tertentu. Model teori yang kedua yaitu model
situasionisme, amuk adalah respon terhadap keunikan, kekuatan dan lingkungan
rumah sakit yang terbatas yang membuat klien merasa tidak berharga dan tidak
diperlakukan secara manusiawi. Model selanjutnya yaitu model interaksi, model
ini menguraikan bagaimana proses interaksi yang terjadi antara klien dan perawat
dapat memicu atau menyebabkan terjadinya tingkah laku amuk. Amuk merupakan
respon marah terhadap adanya stress, cemas, harga diri rendah, rasa bersalah,
putus asa dan ketidakberdayaan. Respon ini dapat diekspresikan secara internal
maupun eksternal.Secara internal dapat berperilaku yang tidak asertif dan merusak
diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif 1 agresif.
Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara yaitu secara verbal, menekan
dan menantang. (Keliat, 2010)

1
World health organization (WHO) Global Campaign for Violence Prevention
tahun 2003, menginformasikan bahwa 1,6 juta penduduk dunia kehilangan
hidupnya karena tindak kekerasan dan penyebab utama kematian pada mereka
yang berusi antara 15 hingga 44 tahun. Sementara itu, jutan anak-anak di dunia
dianiaya dan ditelantarkan oleh orangtua mereka atau yang seharusnya mengasuh
mereka. Terjadi 57.000 kematian karena tindak kekerasan terhadap anak di bawah
usia 15 tahun pada tahun 2000, dan anak berusia 0-4 tahun lebih dari dua kali
lebih banyak dari anak berusia 5-14 tahun yang mengalami kematian. Terdapat 4-
6% lansia mengalami penganiayaan di rumah. Defisir kapasitas mental tau
retardasi mental 34%, disfungsi mental misalnya kecemasan, depresi, dan
sebagainya 16,2%, sedang disintegrasi mental atau psikosis 5,8%. (Hamid, 2009)

Menurut Yosep, Keliat, dan Hamid, perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik terhadap diri sendiri, orang lain, ataupun terhadap lingkungan sekitar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari perilaku kekerasan?
2. Apa etiologi dari perilaku kekerasan?
3. Apa saja faktor predisposisi perilku kekerasan?
4. Bagaimana rentang respon marah?

C. Tujuan Penulisan
C.1. Tujuan umum : Mendapatkan gambaran, mengambil keputusan untuk
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa sesuai dengan
masalah utama gangguan perilaku kekerasan.
C. 2. Tujuan khusus :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan jiwa perilaku
kekerasan

2
b. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan
gangguan perilaku kekerasan.
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
jiwa perilaku kekerasan
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa
perilaku kekerasan
e. Melaksanakan penilaian pada klien dengan gangguan jiwa perilaku
kekerasan

3
BAB II
PENDAHULUAN

A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen
(2005), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara
fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart &
Sundeen: 2005). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas
sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang
sangat kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, menghancurkan
atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini
disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Purba, dkk: 2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu
serta tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan
frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon
yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk: 2008).

B. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Townsend (2005) adalah:

4
a. Teori biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
2) Biokomia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan

5
epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologi
1) Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan kekerasan merupakan pengungkapan secara
terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

6
C. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan sering kali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

D. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal

7
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
1) Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman
2) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
3) Bermusuhan, mengamuk, dan ingin berkelahi
4) Menyalahkan dan menuntut
e. Intelektual
1) Mendominasi
2) Cerewet
3) Kasar
4) Berdebat
5) Meremehkan dan sarkasme
f. Spiritual
1) Merasa diri berkuasa dan benar
2) Mengkritik pendapat orang lain
3) Menyinggung perasaan orang lain
4) Tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
1) Menarik diri, pengasingan
2) Penolakan
3) Kekerasan

8
4) Ejekan dan sindiran.
h. Perhatian
1) Bolos
2) Mencuri
3) Melarikan diri
4) Penyimpangan seksual.

E. Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan


Menurut Iyus Yosep (2009) kemarahan diawali oleh adanya stressor
yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit,
hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari
lingkungan seperti ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan
mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption
and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana individu memaknai setiap
kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya kemacetan adalah
waktu untuk beristirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana
bising adalah melatih persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif
misalnya: olah raga, menyapu atau baca puisi saat ia marah dan sebagainya.
Maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (helplessness).
Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang
diekspresikan keluar (exspressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan dengan
kegiatan destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal
(guilt). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis
(painfull symptom).

9
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif
dan mal adaptif. (Gambar 1)

Respon adaptif Respon mal adaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon Marah


Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku
yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif, mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi, merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
3. Pasif, diam saja karena tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai
orang lain.
5. Kekerasan
Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata
ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling
berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu
menegndalikan diri.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu:
a. Mengungkapkan secara verbal

10
b. Menekan
c. Menantang.
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara
lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka
kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan
tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.
Mekanisme terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram
berikut:

Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)

Stress

Cemas

Marah

Diungkapkan secara tepat/asertif Mengingkari marah/merasa kuat

Masalah teratasi Marah tidak terungkap

Marah berkepanjangan

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain

Depresi Agresi

11
F. ASKEP PERILAKU KEKERASAN
Pengkajian
1. Identitas
Meliputi data-data demografi seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempat
tinggal klien
2. Keluhan utama
Biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain.
3. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya?
4. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru
dialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
5. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi / tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor tersebut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau saksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasaan dirumah atau diluar rumah,

12
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima (permisive).
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan
neurotransmiter berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
6. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien , lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
Interaksi sosial provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekeraaan.
7. Tanda dan gejala
Padapengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa
kerumah sakit adalah perilaku kekersan dirumah. Kemudian perawat
dapat melakukan pengkajian dengan cara obsevasi dan wawancara. Data
perilaku kekerasan yang diperoleh melalui observasi dan wawancara
tentang perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/ orang lain

13
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah perilaku kekerasan.
l. tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.

Analisa Data
Data Masalah Keperawatan
DS: Klien mengatakan benci perilaku kekerasan
atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan
keras, pandangan tajam

DS : Klien mengatakan benci Risiko tinggi mencederai orang lain


atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah
agak merah, nada suara tinggi
dan keras, pandangan tajam
DS: klien merasa tidak Gangguan konsep diri: harga diri rendah
berguna, merasa kosong
DO: kehilangan minat
melakukan aktivitas

14
Pohon masalah
Resiko mencederai orang lain/lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan harga diri : harga diri rendah


Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai orang lain berhubunagan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

Rencana tindakan keperawatan


Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu:
A. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien
Tujuan tindakan keperawatan adalah keluarga dapat merawat pasien dirumah.
Tindakan keperawatan
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/
orang lain.
4. Latih kelurga merawat pasien dengan perilku kekerasan.
a. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat.
b. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
c. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilku kekerasan
d. Evaluasi pengetahan keluarga tentang marah.
5. Buat perawatan lanjutan
a. Buat perencanaan pulang bersama keluarga

15
16
B. Rencana Tindakan Keperawatan pada Klien
NO Diagnosis Perencanaan Intervensi
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
1Resiko TUM:
mencederai diri Klien tidak 1.1 Klien mau membalas 1.1.1 Beri salam atau panggil
b.d perilaku mencederai diri salam nama
kekerasan sendiri 1.2 Klien mau menjabat 1.1.2 Sebutkan nama perawat
TUK: tangan sambil jabat tangan
1. Klien dapat membina 1.3 Klien mau 1.1.3 Jelaskan maksud
hubungan saling menyebutkan nama hubungan interaksi
percaya 1.4 Klien mau tersenyum 1.1.4 Jelaskan tentang kontrak
1.5 Klien mau kontak yang akan dibuat
mata 1.1.5 Beri rasa aman dan sikap
1.6 Klien mau empati
mengetahui nama 1.1.6 Lakukan kontak singkat
perawat tapi sering
2. Klien dapat 2.1 Klien 2.1.1 Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi mengungkapkan mengungkapkan
penyebab perilaku perasaannya perasaannya
kekerasan 2.2 Klien dapat 2.1.2 Bantu klien
mengungkapkan mengungkapkan
perasaan jengkel penyebab perasaan
ataupun kesal jengkel atau kesal

3. Klien dapat 3.1 Klien dapat 3.1.1 Anjurkan klien


mengidentifikasi tanda mengungkapkan mengungkapkan apa
dan gejala perilaku perasaan saat marah yang dialami dan
kekerasan atau jengkel dirasakannya saat jengkel
3.2 Klien dapat atau marah
menyimpulkan tanda 3.1.2 Observasi tanda dan
dan gejala jengkel gejala perilaku kekerasan
atau kesal yang pada klien
dialaminya 3.2.1 Simpulkan bersama klien
yanda dan gejala jengkel

17
atau kesal yang dialami
klien
4. Klien dapat 4.1 Klien dapat 4.1.1 Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi mengungkapkan mengungkapkan perilaku
perilaku kekerasan perilaku kekerasan kekeraan yang biasa
yang biasa dilakukan yang biasa dilakukan dilakukan klien
4.2 Klien dapatbermain 4.2.1 Bantu klien bermain
peran sesuai perilaku peran sesuai perilaku
kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa
dilakukan dilakukan
4.3 Klien dapat 4.3.1 Bicarakan dengan klien
menngetahui cara apakah dengan cara klien
yang biasa dilakukan lakukan masalahnya
untuk menyelesaikan selesai
masalah
5. Klien dapat 5.1 Klien dapat 5.1.1 Bicarakan akibat atau
mengidentifikasi menjelaskan akibat kerugian dari cara yang
akibat perilaku dari cara yang dilakukan klien
kekerasan digunakan klien: 5.1.2 bersama klien
a. akibat pada klien menyimpulkan akibat
sendiri, dari cara yang dilakukan
b. akibat pada orang klien
lain, 5.1.3 Tanyakan pada klien
c. akibat pada apakah dia ingin
lingkungan mempelajari cara baru
yang sehat
6. Klien dapat 6.1 klien dapat 1.1.1 diskusikan kegiatan fisik
mendemonstrasikan menyebutkan contoh yang biasa dilakukan
cara fisik untuk pencegahan perilaku klien
mencegah perilaku kekerasan secara 1.1.2 beri pujian atas kegiatan
kekerasan fisik: tarik napas fisik yang biasa
dalam, pukul kasur, dilakukan klien
dan bantal 1.1.3 diskusikan dua cara fisik
6.2 klien dapat yang paling mudah untuk
mendemonstrasikan mencegah perilaku

18
cara fisik untuk kekerasan
mencegah perilaku 6.2.1 Diskusikan cara
kekerasan melakukan tarik napas
6.3 Klien mempunyai dalam dengan klien
jadwak untuk 6.2.2 Beri contoh klien cara
melatih cara menarik napas dalam
pencegahan fisik 6.2.3 Minta klien untuk
yang telah dipelajari mengikuti contoh yang
sebelumnya diberikan sebanyak 5 kali
6.4 Klien mengevaluasi 6.2.4 Beri pujian positif atas
kemampuannya kemampuan klien
dalam melakukan mendemonstrasikan cara
cara fisik sesuai menarik napas dalam
jadwal yang disusun 6.2.5 Tanyakan perasaan klien
setelah selesai
6.3.1 diskusikan dengan klien
mengenai frekuensi
latihan yang akan
dilakukan sendiri oleh
klien
6.3.2 susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara yang
dipelajari
6.4.1 klien mengevaluasi
peaksanaan latihan
6.4.2 validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan
latihan
6.4.3 beikan pujian atas
keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan pada klien
apakah kegiatan cara
pencegahan perilaku
kekerasan dapat
mengurangi perasaan

19
marah

7. Klien dapat 7.1 Klien dapat 7.1.1. diskusikan cara bicara


mendemonstrasikan menyebutkan cara yang baik dengan klien
cara social untuk bicara yang baik 7.1.2. Beri contoh cara bicara
mencegah perilaku dalam mencegah yang baik :
kekerasan perilaku kekerasan d. Meminta dengan baik
a. Meminta dengan e. Menolak dengan baik
baik f. Mengungkapkan
b. Menolak dengan perasaan dengan baik
baik 7.2.1. Minta klien mengikuti
c. Mengungkapkan contoh cara bicara yang
perasaan dengan baik
baik a. Meminta dengan baik
7.2 Klien dapat : “Saya minta uang
mendemonstrasikan untuk beli makanan”
cara verbal yang baik b. Menolak dengan baik :
7.3 Klien mumpunyai “ Maaf, saya tidak
jadwal untuk melatih dapat melakukannya
cara bicara yang baik karena ada kegiatan
7.4 Klien melakukan lain.
evaluasi terhadap c. Mengungkapkan
kemampuan cara perasaan dengan baik :
bicara yang sesuai “Saya kesal karena
dengan jadwal yang permintaan saya tidak
telah disusun dikabulkan” disertai
nada suara yang
rendah.
7.2.2. Minta klien mengulang
sendiri
7.2.3. Beri pujian atas
keberhasilan klien
7.3.1. Diskusikan dengan klien
tentang waktu dan
kondisi cara bicara yang
dapat dilatih di ruangan,

20
misalnya : meminta obat,
baju, dll, menolak ajakan
merokok, tidur tidak pada
waktunya; menceritakan
kekesalan pada perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan
untuk melatih cara yang
telah dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi
pelaksanaa latihan cara
bicara yang baik dengan
mengisi dengan kegiatan
jadwal kegiatan ( self-
evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan
klien dalam
melaksanakan latihan
7.4.3 Berikan pujian atas
keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “
Bagaimana perasaan
Budi setelah latihan
bicara yang baik?
Apakah keinginan marah
berkurang?”
8. Klien dapat 8.1 Klien dapat 8.1.1. Diskusikan dengan klien
mendemonstrasikan menyebutkan kegiatan ibadah yang
cara spiritual untuk kegiatan yang biasa pernah dilakukan
mencegah perilaku dilakukan 8.2.1. Bantu klien menilai
kekerasan 8.2 Klien dapat kegiatan ibadah yang
mendemonstrasikan dapat dilakukan di ruang
cara ibadah yang rawat
dipilih 8.2.2. Bantu klien memilih
8.3 Klien mempunyai kegiatan ibadah yang
jadwal untuk melatih akan dilakukan

21
kegiatan ibadah 8.2.3. Minta klien
8.4 Klien melakukan mendemonstrasikan
evaluasi terhadap kegiatan ibadah yang
kemampuan dipilih
melakukan kegiatan 8.2.4. Beri pujian atas
ibadah keberhasilan klien
8.3.1 Diskusikan dengan klien
tentang waktu
pelaksanaan kegiatan
ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan
untuk melatih kegiatan
ibadah
8.4.1. Klien mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan
ibadah dengan mengisi
jadwal kegiatan harian
(self-evaluation)
8.4.2. Validasi kemampuan
klien dalam
melaksanakan latihan
8.4.3. Berikan pujian atas
keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan
Budi setelah teratur
melakukan ibadah?
Apakah keinginan marah
berkurang
9. Klien dapat 9.1 Klien dapat 9.1.1 Diskusikan dengan klien
mendemonstrasikan menyebutkan jenis, tentang jenis obat yang
kepatuhan minum obat dosis, dan waktu diminumnya (nama,
untuk mencegah minum obat serta warna, besarnya); waktu
perilaku kekerasan manfaat dari obat itu minum obat (jika 3x :
(prinsip 5 benar: pukul 07.00, 13.00,

22
benar orang, obat, 19.00); cara minum obat.
dosis, waktu dan cara 9.1.2 Diskusikan dengan klien
pemberian) tentang manfaat minum
9.2 Klien obat secara teratur :
mendemonstrasikan a. Beda perasaan sebelum
kepatuhan minum minum obat dan
obat sesuai jadwal sesudah minum obat
yang ditetapkan b. Jelaskan bahwa dosis
9.3 Klien mengevaluasi hanya boleh diubah
kemampuannya oleh dokter
dalam mematuhi c. Jelaskan mengenai
minum obat akibat minum obat
yang tidak teratur,
misalnya, penyakit
kambuh
9.2.1 Diskusikan tentang proses
minum obat :
a. Klien meminat obat
kepada perawat ( jika di
rumah sakit), kepada
keluarga (jika di
rumah)
b. Klien memeriksa obat
susuai dosis
c. Klien meminum obat
pada waktu yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum
obat bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi
pelaksanaan minum obat
dengan mengisi jadwal
kegiatan harian (self-
evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan
minum obat klien

23
9.3.3 Beri pujian atas
keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien :
“Bagaiman perasaan
Budi setelah minum obat
secara teratur? Apakah
keinginan untuk marah
berkurang?”
10. Klien dapat mengikuti 10.1 Klien mengikuti 10.1.1 Anjurkan klien untuk
TAK : stimulasi TAK : stimulasi mengikuti TAK :
persepsi pencegahan persepsi pencegahan stimulasi persepsi
perilaku kekerasan perilaku kekerasan pencegahan perilaku
10.2 Klien mempunyai kekerasan
jadwal TAK : 10.1.2 Klien mengikuti TAK :
stimulasi persepsi stimulasi persepsi
pencegahan perilaku pencegahan perilaku
kekerasan kekerasan (kegiatan
10.3 Klien melakukan tersendiri)
evaluasi terhadap 10.1.3 Diskusikan dengan klien
pelaksanaan TAK tentang kegiatan selama
TAK
10.1.4 Fasilitasi klien untuk
mempraktikan hasil
kegiatan TAK da beri
pujian atas
keberhasilannya
10.2.1 Diskusikan dengan klien
tentang jadwal TAK
10.2.2 Masukkan jadwak TAK
ke dalam jadwal kegiatan
harian (self- evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan
klien dalam mengikuti
TAK
10.3.3 Beri pujian atas

24
kemampuan mengikuti
TAK
10.3.4 Tanyakan pada klien:
“Bagaimana perasaan Ibu
setelah mengikuti TAK?”

11. Klien mendapatkan 11.1 Keluarga dapat 11.1.1 Identifikasi kemampuan


dukungan keluarga mendemonstrasikan keluarga dalam merawat
dalam melakukan cara cara merawat klien klien sesuai dengan yang
pencegahan perilaku telah dilakukan keluarga
kekerasan terhadap klien selama ini
11.1.2 Jelaskan keuntungan
peran serta keluarga
dalam merawat klien
11.1.3 Jelaskan cara- cara
merawat klien :
a. Terkait dengan cara
mengontrol perilaku
marah secara
konstruktif
b. Sikap dan cara bicara
c. Membantu klien
mengenal penyebab
marah dan
pelaksanaan cara
pencegahan perilaku
kekerasan

25
11.1.4 Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat klien
11.1.5 Bantu keluarga
mengngkapkan
perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga
mempraktikannya pada
klien selama di rumah
sakit dan melanjutkannya
setelah pulang ke rumah.

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan
(panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang,
dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
3. Memberontak (acting out)
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan
B. Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku kekerasan
meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan, intervensi dan evaluasi.
Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan masalah
perilaku kekerasan adalah dengan mengajarkan teknik napas dalam atau memukul
kasur/bantal agar klien dapat meredam kemarahannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anna, budi.2009. ModelPraktik Keperawatan Profesional jiwa. Jakarta : EGC

Stuart dan Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna, d kk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

28

Das könnte Ihnen auch gefallen