Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
A. Definisi Lansia
1. Penuaan ( menjadi tua ) didenifisikan sebagai waktu dari lahir sampai keadaan saat ini
seorang individu hidup, sebagaimana diukur dalam satuan khusus. Tua didefinisikan
sebagai telah hidup untuk waktu yang telah lama dan umumnya sinonim dengan istilah
negatif, seperti kuno,antik. ( Jaime L. Stockslager, 2008 ).
2. Menurut Nugroho ( 2000 ) menua adalah menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan untuk memperbaiki diri atau mengganti atau mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita.
B. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ,lanjut usia dikelompokkan menjadi:
1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.
3. Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun
Keterangan
Jumlah sedikit, ukurannya banyak (berkurangnya jumlah cairan, atrofi
Sel
otak, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati)
Berat otak menurun 10-20%, hubungan persyarafan cepat menurun,
Sistem saraf lambat dalam respon dan waktu untuk
bereaksi, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf panca indera.
Sistem Presbiakusis, membran tympani atropi menyebabkan otosklerosis,
pendengaran serumen mengeras karena meningkatnya keratin.
Sistem Lensa suram, hilangnya daya akomodasi, sfingter pupil timbul sklerosis
penglihatan sehingga hilang respon terhadap sinar
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
Sistem
kaku, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi
kardiovaskular
dari pembuluh darah perifer
Sistem Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik ± 35ºC ini
pengaturan akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan reflek menggigil dan
temperatur tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya
tubuh aktivitas otot.
Otot napas kaku dan kehilangan kekuatan, ukuran alveoli melebar dan
Sistem respirasi
jumlahnya berkurang, paru kehilangan elastisitas.
Sistem
Kapasitas menurun sampai 200 ml, aliran darah menurun sampai 50%
genitourinaria
Sistem
Produksi dari hampir semua hormon menurun.
endokrin
2. Perubahan-perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (Hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan gizi akibat kehilakngan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
family
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
Perubahan mental terdiri dari:
a. Perubahan fisik
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan
e. Lingkungan
3. Perubahan psikososial
a. Pensiun
b. Merasakan sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup
d. Ekonomi
e. Penyakit kronis dan ketidakmampuan
f. Gangguan gizi
g. Gangguan pancaindera
h. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik
4. Perkembangan Spiritual
a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970).
b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir
dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner, 1970).
A. Definisi
Menurut orang awam demensia disebut suatu kepikunan yaitu istilah deskripsi umum
bagi kemunduran kemampuan intelektual hingga ke titik yang melemahkan fungsi sosial dan
pekerjaan. Demensia terjadi secara sangat perlahan selama bertahun-tahun; kelemahan
kognitif dan behavioral yang hampir tidak terlihat dapat dideteksi jauh sebelum orang yang
bersangkutan menunjukkan hendaya yang jelas (Small dalam Davison dkk, 2006).
Demensia sering dianggap proses yang normal pada orang tua, karena merupakan
proses penuaan karena Lansia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami
kemunduran fungsi intelektual. Pudjonarko (2010)
Dalam Durand dan Barlow (2006) demensia adalah onset-gradual fungsi otak yang
melibatkan kehilangan ingatan, ketidakmampuan mengenali berbagai objek atau wajah, dan
kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak.
Menurut WHO dalam Clinical Deskriptions and Diagnostic Guidelines for Mental
and Behavioural Disorders dan International Classification of Diseases (10th Revision)
(ICD-10) (2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada diantaranya:
1. Kemunduran kemampuan intelektual terutama memori yang sampai menganggu aktivitas-
aktivitas keseharian sehingga menjadikan penderita sulit bahkan tidak mungkin untuk
hidup secara mandiri.
2. Mengalami kemunduran dalam berfikir, merencanakan dan mengorganisasikan hal-hal
dari hari ke hari.
3. Awalnya, mengalami kesulitan menyebutkan nama-nama benda, orientasi waktu, tempat.
4. Kemunduran pengontrolan emosi, motivasi, perubahan dalam perilaku sosial yang tampak
dalam kelabilan emosi, ketidak mampuan melakukan ritual keseharian, apatis (tidak
peduli) terhadap perilaku sosial seperti makan, berpakaian dan interaksi dengan orang lain.
B. Klasifikasi
Ada bermacam-macam jenis demensia, menurut Durland dan Barlow (2006) ada lima
golongan demensia berdasarkan etiologinya yang telah didefinisikan yaitu :
1. Demensia tipe Alzheimer
Demensia vaskDemensia Alzheimer adalah demensia yang paling banyak terjadi dan
dicirikan oleh kemunduran intelektual yang progresif. Faktor risiko utama adalah usia
yang lanjut, keturunan dan trauma kepala. ular
2. Demensia larena kondisi medis umum
Demensia vaskuler (multi infrak) adalah demensia kedua yang banyak terjdai setelah
demensia Alzheimer. Demensia vaskuler seringkali dicirikan oleh adanya tanda dan
gejala tertentu seperti kemunduran yang bertahap (step-wise), riwayat sroke atau
hipertensi, bukti adanya aterosklerosis, gejala neurologis fokal, dan emosi stabil.
3. Demensia menetap yang diinduksi oleh substansi tertentu
4. Demensia karena etiologi ganda/ multiple
5. Demensia yang tak tergolongkan.
C. Etiologi
1. Penyebab secara biologis
a. Adanya penumpukan protein yang lengket yang disebut anyloid plauques yang
berakumulasi di otak pada penderita demensia. Plak amiloid juga ditemukan pada
lansia yang tidak memiliki gejala-gejala demensia, tetapi juga dalam jumlah yang jauh
lebih sedikit (Bourgeois dkk dalam Durand dan Barlow, 2006)
b. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf
yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia sosok
Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam
perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak.
c. Stroke yang berturut-turut.Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan
kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini
secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami
kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Demensia yang berasal
dari stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki
tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan
pembuluh darah di otak.
d. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac
arrest. Penyebab lain dari demensia adalah penyakit parkinson, penyakit pick, AIDS,
penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan nurtrisi, keracunan metabolism,
diabetes.
e. Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja masalah
kerusakan cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari
setengah penderita yang meninggal karena demensia senile mengalami penyakit
Alzheimer jenis ini. Pada kebanyakan penderita, besar kasar otak pada saat otopsi
jauh lebih rendah yang ventrikel dan sulkus jauh lebih besar dibandingkan yang
normal yang seukuran usia tersebut. Demielinasi dan peningkatan kandungan air pada
jaringan otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam beberapa
daerah lain di bagian dalam hemifsfer serebrum pad penderita manula
(http://www.scrib.com/doc/24799498/DEMENSIA).
f. Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela (4)
kromosom 19 pada penderita Alzheimer familial/sporadic. Mutasi 21,1, 14 awal
penyakit. Penyebab lainnya yaitu neorotransmiter lain yang berkurang (defisit) yaitu
non adrenergic presinaptik, serotonin, somatostatin, corticotrophin, releasing faktor,
glutamate, dll.
D. Gejala
Gejala-gejala klinis demensia menurut Yatim (2003) meliputi:
1. Hilang atau menurunnya daya ingat serta penurunan intelektual.
2. Kadang-kadang gejala ini begitu ringan hingga luput dari perhatian pemeriksa bahkan
dokter ahli yang berpengalaman sekalipun.
3. Penderita kurang perhatian terhadap sesuatu yang merupakan kejadian sehari-hari dan
tidak mampu berfikir jernih atas kejadian yang di hadapi sehari-hari, kurang inisiatif, serta
mudah tersinggung.
4. Kurang perhatian dalam berfikir.
5. Emosi yang mudah berubah-ubah terlihat dari mudahnya gembira, tertawa terbahak-bahak
lalu tiba-tiba sedih berurai air mata hanya karena sedikit pengaruh lain.
6. Muncul refleks sebagai tanda regresi (kemunduran kualitas fungsi seperti: refleks
mengisap, rrefleks memegang, dan refleks glabella).
7. Banyak perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka terlihat dalam bentuk
lain yang dikaburkan oleh gejala penyakit syaraf.
Pada gejala klinis usia lanjut telihat dari penurunan perkembangan pemahaman yang terlihat
sebagai berikut:
1. Penurunan daya ingat.
2. Salah satu gangguan pengamatan:
a. Aphasia (kurang lancar berbahasa).
b. Apraxia (tidak ada kemauan).
c. Agnosia (kurang mampu merasakan rangsangan bau, penciuman dan rasa).
3. Penurunan pengamatan timbul secara bertahap dan terus menurus dari waktu ke waktu
sehingga menggangu kerja dan hubungan masyarakat.
E. Onset
Onset muda demensia menunjuk kepada mereka yang mengembangkan demensia
sebelum usia 65 (previosly disebut 'pra-pikun' demensia); onset akhir demensia mulai
menunjuk kepada mereka yang mengembangkan penyakit setelah berusia lebih dari 65
('pikun' demensia).
F. Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologis: hal ini bisa dilakukan oleh semua warga senior tanpa ada
pertimbangan baik sebagai upaya promotif, preventif, maupun kuratif.
Konsep penanganan Non-farmakologis bisa menggunakan rekreasi terapeutik. Konsep ini
bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan kebutuhan psikososial warga
senior serta bertujuan meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan diri, motivasi,
mobilitas tantangan, interaksi sosial dan kebugaran mental.
Aktivitas-aktivitas yang memiliki dampak terapeutik (Kusumoputro & Sidiarto,2006)
diantaranya:
a. Reminisensi
Aktivitas reminisensi dilakukan dengan berbincang-bincang mengenai masalah yang
lampau, mengingat kembali masa lampaunya dengan memori episodik (materi tentang
waktu dan tempat kejadian). Dengan mengaktifkan memori episodik yang naratif,
imajinatif dan emosional akan meningkatkan daya ingat kembali. Bersamaan dengan
aktivitas tersebut juga dilakukan aktivitas orientasi nyata dengan mengingatkan
lokasi, waktu dan perang orang-orang di masa lampau.
b. Orientasi realitas
c. Stimulasi kognitif
Disebut juga memory training, memory retraining atau cognitive rehabilitation.
Aktivitas ini perlu ditambah dengan aktivitas fisik seperti senam ataupun menurut
selera masing-masing. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kerja jantung dan paru
untuk mengalirkan darah yang penuh oksigen ke bagian-bagian tubuh terutama otak
selain itu juga memiliki tujuan renovasi sel tubuh. Berbagai hal yang disebutkan tadi
juga menguntungkan bagi kondisi klinis prademensia seperti mild cognitive
impairment, MCI dan vascular cognitive impairment, VCI serta kondisi klinis
demensia vaskuler dan Alzeimer.
d. Stimulasi sensorik
e. Stimulasi fisik (berupa gerak dan latihan otak, GLO)
Terapi lain dengan pendekatan psikososial adalah :
a. Care giver : mengoptimalkan kemampuan yang masih ada
b. Mengurangi perilaku sulit
c. Menjaga keselamatannya
d. Memperbaiki kualitas hidup
e. Mengurangi stres terhadap care giver
f. Memberi kepuasaan kepada care giver
G. Prevensi
Untuk deteksi dini terhadap gangguan demensia, tentunya kita harus memahami
terlebih dahulu fungsi kognitif pada dementia syndrome yang berbeda dari proses normal
penuaan. Strategi-strategi yang mungkin bisa mencegah terhadap demensia diantaranya:
1. Mengetahui faktor-faktor risiko pada demensia dan sub tipe-tipenya.
2. Perluasan pengetahuan seperti mengetahui faktor-faktor risiko yang bisa dimodifikasi
3. Tanda bahwa modifikasi (merubah) faktor risiko untuk mengurangi kemunculan
demensia.
Beberapa faktor risiko yang bisa diminimalisir atau memiliki potensi modifiable:
1. Pengkonsumsian alkohol.
2. Smoking.
3. Obesitas.
4. Hipertensi.
5. Hyperkolesteroaemia (kadar kolesrterol yang melebihi 239 mg/mL dalam darah) terjadi
akibat adanya akumulasi kolesterol dan lipid pada dinding pembuluh darah.
6. Luka kepala.
7. Tingkat rendahnya folat dan meningkatnya homocysteine.
8. Depresi.
Sedangkan faktor risiko demensia yang tidak bisa dilakukan modifikasi:
1. Bertambahnya usia.
2. Gen.
3. Jenis kelamin.
4. Memiliki learning disability (kesulitan belajar).
Terapi penggantian estrogen bisa dilakukan, hal ini berhubungan dengan penurunan risiko
demensia tipe Alzheirmer di kalangan perempuan (Shepherd dalam Durand dan Barlow,
2006). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penanganan yang baik terhadap hipertensi
sistolik juga mengurangi risiko demensia (Clarke dalam Durand dan Barlow, 2006).
H. Kualitas Hidup
Dukungan- dukungan yang bisa diberikan untuk membantu penderita demensia:
1. Pelajari lebih dalam tentang demensia.
2. Curahkan kasih sayang dan berusaha untuk tenang dan sabar dalam menghadapi
penderita.
3. Berusaha memahami apa yang dirasakan penderita.
4. Perlakukan penderita demensia sebagaimana biasa, tetap hormati dan usahakan untuk
tidak berdebat dengan penderita.
5. Bantu penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang lambat laun akan mengalami
penurunan. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin,
bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
6. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki
orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka
yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
DAFTAR PUSTAKA
Boedhi- Darmojo, R & Martono, H. 2000 .Buku ajar Geriatri ( Ilmu kesehatan Lanjut Usi.
Jakarta : FKUI