Sie sind auf Seite 1von 25

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA GINJAL (REN)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. CAMILO BELO CABRAL (1711013)
2. DHENIS PUJI RAHAYU (1711005)
3. INTAN PERMATASARI (1711008)
4. MIFTACKUL NIKMAH (1711011)
5. PRISTANTI WIJI YULI ASTUTI (1711016)
6. SINTA ANNA INSYIA (1711023)

PENDIDIKAN NERS SEMESTER IV REGULER


STIKES PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat
dan bimbingan-Nya berupa kesehatan. Sehingga pada kesempatan yang ini kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN TRAUMA GINJAL (REN).
Makalah ini merupakan tugas kelompok, untuk belajar dan mempelajari LAPORAN
PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA GINJAL (REN). Penyusunan
makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang gagal ginjal.
Dalam penyusunan makalah ini masih belum terlihat sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah
ini. Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan bagi pembaca, kami sebagai penulis
meminta maaf yang sebesar-besarnya. Terimakasih atas perhatiannya dan semoga makalah ini
dapat berguna bagi pembaca.

Blitar, 22 April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ ii


PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 2
1.3 TUJUAN ...................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 3
2.1 PENGERTIAN ............................................................................................................ 3
2.2 KLASIFIKASI ............................................................................................................. 3
2.3 ETIOLOGI ................................................................................................................... 5
2.4 MANIFESTASI KLINIS ............................................................................................. 5
2.5 PATOFISIOLOGI ....................................................................................................... 6
2.6 PATHWAY ................................................................................................................. 7
2.7 KOMPLIKASI ............................................................................................................. 8
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................................ 8
2.9 PENATALAKSANAAN ............................................................................................. 9
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................... 12
3.1 ANAMNESIS ............................................................................................................ 12
3.2 PENGKAJIAN ........................................................................................................... 12
3.3 PEMERIKSAAN FISIK KHUSUS .......................................................................... 13
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN ............................................................................... 13
3.5 INTERVENSI (NIC & NOC, dan Evaluasi) ............................................................ 14
BAB IV PENUTUP .................................................................................................................. 21
4.1 KESIMPULAN .......................................................................................................... 21
4.2 SARAN ...................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi.
Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada
banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada
trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya.
Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan
oleh kecelakaan lalulintas. Trauma ginjal biasanya terjadi akibat kecelakaan lalulintas
atau jatuh. Trauma ini biasanya juga disertai dengan fraktur pada vertebra thorakal 11-12.
Jika terdapat hematuria kausa trauma harus dapat diketahui. Laserasi ginjal dapat
menyebabkan perdarahan dalam rongga peritoneum.
Frekuensi cedera ginjal tergantung pada populasi pasien yang dipertimbangkan.
Trauma ginjal menyumbang sekitar 3% dari seluruh penerimaan trauma dan sebanyak 10
% dari pasien yang mempertahankan trauma abdomen. Dengan menggunakan Nasional
Trauma Data Bank, Grimsby et al. mengulas data cedera ginjal anak untuk
menentukan mekanisme cedera dan kelas, demografi, perawatan, dan pengaturan
perawatan. Sebagian besar trauma ginjal pada anak-anak ditemukan pada kelas rendah
(79%) dan ditemukan trauma tumpul (>90%). Cedera usia rata-rata adalah 13.7 tahun,
yaitu 94% dari pasien adalah berusia 5 sampai 18 tahun. Hanya 12% dari pasien dirawat
di rumah sakit anak. Meskipun sebagian besar anak-anak dirawat secara konservatif di
rumah sakit dewasa, tingkat nefrektomi tiga kali lebih tinggi dibandingkan pasien dirawat
di rumah sakit anak (Grimsby et al, 2014).
Tujuan dari penanganan trauma ginjal adalah untuk resusitasi pasien, mendiagnosis
trauma dan memutuskan penanganan terapi secepat mungkin. Penanganan yang efisien
dengan tehnik resusitasi dan pemeriksaan radiologi yang akurat dibutuhkan untuk
menjelaskan manajemen klinik yang tepat. Para radiologis memainkan peranan yang
sangat penting dalam mencapai hal tersebut, memainkan bagian yang besar dalam
diagnosis dan stadium trauma. Lebih jauh, campur tangan dari radiologis menolong
penanganan trauma arterial dengan menggunakan angiografi dengan transkateter
embolisasi. Sebagai bagian yang penting dar trauma, radiologi harus menyediakan
konsultasi emergensi, keterampilan para ahli dalam penggunaan alat-alat radiologis
digunakan dalam evaluasi trauma, dan biasanya disertai trauma tumpul pada daerah
abdominal.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud trauma ginjal (ren)?
2. Apa yang menyebabkan trauma ginjal (ren)?
3. Apa saja klasifikasi dari trauma ginjal (ren)?
4. Apa saja tanda dan gejala dari trauma ginjal (ren)?
5. Bagaimana mekanisme dari trauma ginjal (ren)?
6. Bagaimana perjalanan penyakit dari trauma ginjal (ren)?
7. Apa saja komplikasi dari trauma ginjal (ren)?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari trauma ginjal (ren)?
9. Bagaimana penatalaksanaannya mengenai trauma ginjal (ren)?
10. Bagaimana asuhan keperawatan kepada klien dengan trauma ginjal (ren)?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui apa yang dimaksud trauma ginjal (ren).
2. Mengetahui apa yang menyebabkan trauma ginjal (ren).
3. Mengetahui klasifikasi dari trauma ginjal (ren).
4. Mengetahui tanda dan gejala dari trauma ginjal (ren).
5. Mengetahui mekanisme dari trauma ginjal (ren).
6. Mengetahui perjalanan penyakit dari trauma ginjal (ren).
7. Mengetahui saja komplikasi dari trauma ginjal (ren).
8. Mengetahui saja pemeriksaan penunjang dari trauma ginjal (ren).
9. Mengetahui penatalaksanaannya mengenai trauma ginjal (ren).
10. Mengetahui asuhan keperawatan kepada klien dengan trauma ginjal (ren).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN
1. Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam
trauma baik tumpul maupun tajam denga manifestasinya manifestasi memar, laserasi,
atau kerusakan padastruktur. Trauma ginjal merupakan trauma yang terbanyak pada
sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal
(Purnomo, 2011; Muttaqin, 2011).
2. Trauma renal adalah terjadinya cedera pada panggul, punggung, dan abdomen atas
yang dapat menyebabkan memar, laserasi, atau ruptur aktual pada ginjal. (Brunerr &
Suddarth.2002).
3. Normalnya ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, muskulatur punggung
posterior, dan oleh lapisan dinding abdomen serta visera anterior. Semuanya dapat
digerakkan dan “difiksasi” hanya pada pedikel renal (batang pembuluh darah renal
dan ureter). Adanya cedera traumatik, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga
paling bawah, sehingga terjadi konstusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus
transversus lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau
laserasi.
4. Cedera dapat tumpul (kecelakaan lalulintas, jatuh, cedera atletik, akibat pukulan)
atau penetrasi (luka tembak, luka tikam). Lalai dalam menggunakan sabuk pengaman
sangat berperan dalam menimbulkan trauma renal pada kecelakaan lalulintas.
Trauma renal sering dihubungkan dengan cedera lain; lebih dari 80% pasien trauma
renal mengalami cedera pada organ internal yang lain.

2.2 KLASIFIKASI
1. Trauma renal minor mencakup kontusi, hematom dan beberapa laserasi dikorteks
ginjal.
2. Cedera renal mayor mencakup laserasi mayor disertai rupture kapsul ginjal.
3. Trauma vaskuler (renal kritikal) meliputi laserasi multiple yang parah pada ginjal
disertai cedera panda suplay vaskuler ginjal.
American Association for Surgery of Trauma membagi trauma ginjal atas 5 gradasi :
Grade 1 :
 Kontusio renis

3
 Terdapat perdarahan di ginjal tanpa kerusakan jaringan, kematian jaringan maupun
kerusakan kaliks
 Hematuria dapat mikroskopik/ makroskopik
 Pemeriksaan CT-scan normal
 Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang – kadang) 75 – 80 % dari
keseluruhan trauma ginjal
Grade 2
 Hematom subkapsular atau
perirenal yang tidak meluas,
tanpa adanya kelainan
parenkim. Luka yang terjadi
biasanya dalam dan meluas
sampai ke medulla 10 – 15 %
dari keseluruhan trauma
ginjal
Grade 3
 Laserasi ginjal tidak melebihi 1 cm
 Tidak mengenai pelviokaliks
 Tidak terjadi ekstravasasi.
 Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan trauma ginjal
Grade 4 :
 Laserasi lebih dari 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau ekstravasasi urin
 Laserasi yang mengenai korteks, medulla, dan pelviokaliks.
Grade 5 :
 Cedera pembuluh darah utama
 Avulsi pembuluh darah  gangguan perdarahan ginjal
 Laserasi luas pada beberapa tempat
Mekanisme dan keparahan cedera. Trauma renal digolongkan berdasarkan mekanisme
cedera (tumpul versus penetrasi), lokasi anatomis, atau keparahan cedera.
 Trauma renal minor, mencakup kontusi, hematom, dan beberapa laserasi di korteks
ginjal
 Cedera renal Mayor mencakup laserasi mayor disertai ruftur kapsul ginjal
 Trauma renal Kritikal, meliputi laserasi multipel yang parah pada ginjal disertai
cedera pada suplai vaskuler

4
2.3 ETIOLOGI
Mekanisme cidera yang dapat menyebabkan injuri pada ginjal adalah sebagai berikut :
1. Trauma penetrasi (misalnya : luka tembak, luka tusuk)
2. Trauma tumpul (misalnya: kecelakaan kendaraan bermotor, olahraga, jatuh)
3. Latrogenik (misalnya : prosedur endourologi, ESWL, biopsy ginjal, prosedur
perkutaneus pada ginjal)
4. Intraoperatif (misalnya: diagnostic peritoneal lavage)
5. Lainnya (misalnya : penolakan transplantasi ginjal, melahirkan [dapat menyebabkan
laserasi spontan ginjal) (Muttaqin, 2011)
Terdapat 3 penyebab utama dari trauma ginjal:
1. Trauma tumpul
Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan kenderaan bermotor, dan jatuh.
Trauma tumpul dari tabrakan kendaraan bermotor, jatuh dan tabrakan pribadi adalah
penyebab utama trauma ginja.
2. Trauma iatrogenik
Trauma iatrogenik dapat hasil dari operasi, retrograde pyelography, percutaneous
nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan
trauma ginjal.
3. Trauma tajam
Trauma tajam adalah seperti tikaman atau luka tembak pada daerah abdomen bagian
atas ataupun pinggang (Lusaya, 2015).

2.4 MANIFESTASI KLINIS


1. Nyeri kolik renal (akibat bekuan darah/fragmen dari system duktus kolektikus yang
terobstruksi). Nyeri mungkin terlokalisasi pada satu daerah panggul atau di atas
perut.
2. Hematuria: Hematuria merupakan manifestasi yang umum terjadi. Oleh karena itu,
adanya darah dalam urin setelah suatu cedera menunjukkan kemungkinan cedera
ginjal. Namun demikian, hematuria mungkin tidak akan muncul atau terdeteksi
hanya melalui pemeriksaan mikroskopik.
3. Massa di rongga panggul mungkin merupakan retroperitoneal besar hematoma atau
kemungkinan ekstravasasi kemih.
4. Tanda-tanda hipovolemia dan syok disertai hemoragi yang signifikan. (Smeltzer &
Bare, 2001; Summerton et al., 2014).
5. Ekimosis pada daerah panggul atau kuadran atas perut.
5
6. Laserasi (luka) di abdomen lateral dan rongga panggul (Summerton et al., 2014).

2.5 PATOFISIOLOGI
Secara anatomis ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, otot punggung posterior,
lapisan dinding abdomen, serta visera anterior. Oleh Karena itu, cidera ginjal tidak jarang
diikuti oleh cidera organ – organ yang mengitarinya. Adanya cidera traumatic,
menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling bawah shingga terjadi kontusi dan
ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus transverses lumbar vertebra atas dapat
dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi. Cidera dapat tumpul (kecelakaan lalu
lintas, jatuh, cidera atletik, akibat pukulan) atau penetrasi (luka tembak, luka tikam)
Ketidakdisiplinan dalam menggunakan sabuk pengaman akan memberikan reaksi
goncangan ginjal didalam rongga retroperitoneum dan menyebabkan regangan pedikel
ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan
memeacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan
thrombosis arteri renalis beserta cabang – cabangnya. Kondisi adanya penyakit pada
ginjal seperti hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal akan memperberat suatu trauma
pada kerusakan struktur ginjal. Cidera ginjal akan menyebabkan menifestasi kontusi,
laserasi, rupture dan cidera pedikel renal, atau laserasi internal kecil pada ginjal. Secara
fisiologis, ginjal menerima setengah dari aliran darah aorta abdominal, oleh karena itu
meskipun hanya terdapat laserasi renal yang kecil, namun hal ini dapat menyebabkan
perdarahan yang banyak. Cidera ginjal akan memberikan berbagai manifestasi masalah
keperawatan.

6
2.6 PATHWAY

Cidera Tumpul

Kerusakan
Struktur Ginjal

Kontusi,Laserasi,Ruptur
Pada Ginjal

Peregangan Dr Respon Perdarahan


Saraf Kemih Arteri Ginjal

Kolik Renal
RESIKO
HIPOVOLEMI
K

Intervensi Bedah
NYERI AKUT Pemenuhan Informasi
Pra Operasi

Respon Pasca Kurang Pengetahuan


Bedah

ANSIETAS

Respn Luka Pasca Bedah Intake Nutrisi Penurunan Fisiologi


Psikologis Tidak Adekuat Ginjal

ANSIETAS NYERI RESTI DEFISIT NUTRISI HIPOVOLEMIK


3
AKUT INFEKSI

7
2.7 KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera
 Urinoma
 Delayed bleeding
 Urinary fistula
 Abses
 Hipertensi
2. Komplikasi lanjut
 Hidronefrosis
 Arteriovenous fistula
 Piolenofritis

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Ada beberapa tujuan pemeriksaan diagnostik pada pasien yang dicurigai menderita
trauma ginjal, yaitu :
1. Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang tepat dan
menentukan prognosisnya
2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma
3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral
4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya
a Plain Photo : Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom
retroperitoneaal atau ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada
tulang tampak fraktur prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.(Donovan ,
1994)
b Intravenous Urography (IVU) : Pada trauma ginjal, semua trauma tembus atau
trauma tumpul dengan hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi
segera harus dilakukan single shot high dose intravenous urography (IVU)
sebelum eksplorasi ginjal. Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar
60% ionic atau non ionic yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan
gambar abdomen 10 menit kemudian. Untuk hasil yang baik sistol dipertahankan
diatas 90 mmHg. Untuk menghemat waktu kontras dapat disuntikkan pada saat
resusitasi awal. Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak bisa mengetahui
luasnya trauma. Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua ginjal, serta luasnya
ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan
peluru pada ginjal. IVU sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma
8
ginjal. Namun untuk staging trauma parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak
sensitive. Pada pasien dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU
abnormal dibutuhkan pemeriksaa lanjutan dengan Computed Tomography (CT)
scan. Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU abnormal
memerlukan tindakan eksplorasi.
c CT Scan : Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT
scan. Teknik noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan
ekstravasasi urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran
dan lokasi hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta cedera
terhadap organ sekitar seperti lien, hepar, pankreas dan kolon (Geehan , 2003).
CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram.Pada kondisi akut,
IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat dapat memperlihatkan
cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini telah diperkenalkan suatu
helical CT scanner yang mampu melakukan imaging dalam waktu 10 menit
pada trauma abdomen (Brandes , 2003).
d Arteriografi : Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan,
maka arteriografi bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama.
Trombosis arteri dan avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi
terutama pada ginjal yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal
nonvisualized pada IVU adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri, kontusio
parenkim berat yang menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah
memang tidak adanya ginjal baik karena kongenital atau operasi
sebelumnya.(Mc Aninch , 2000)
e Ultra Sonography (USG) : Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat
mengidentifikasi adanya laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG
adalah ketidakmampuan untuk membedakan darah segar dengan
ekstravasasi urin, serta ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel dan
infark segmental. Hanya dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat
didiagnosis. Adanya fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta
obesitas membatasi visualisasi ginjal.(Brandes, 2003).

2.9 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
 Operasi dan Rekontruksi

9
Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera
menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debriment
reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang
harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan
ginjal yang sangat berat. Semakin banyak pihak menganut pendekatan
konservatif untuk pasien trauma ginjal (Hammer dan Santucci, 2003). Secara
keseluruhan, 13 % pasien trauma ginjal yang membutuhkan nefrektomi pada
saat eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan pada pasien dengan riwayat
syok, hemodinamik tidak stabil, dan skor trauma yang berat (Davis et al., 2006).
Pada luka tembak, rekonstruksi mungkin susah dilakukan sehingga dibutuhkan
nefrektomi. Secara keseluruhan, perbaikan berhasil dicapai pada 89 % dari unit
ginjal dieksplorasi. Prinsip-prinsip manajemen operasi yang sukses termasuk
control vaskular awal dan berbagai teknik bedah.
 Manajemen Non- Operatif / Konservatif
Perbedaan dalam pengelolaan trauma tumpul dan penetrasi adalah hasil dari
ketidakstabilan yang lebih besar dari pasien setelah trauma tembus dan
kemungkinan lebih tinggi dari cedera tumpul parah setelah senjata api dan luka
tusuk.
 Manajemen non-operatif semakin banyak dipertimbangkan oleh pasien trauma
ginjal. Pada pasien yang stabil, melakukan perawatan suportif yaitu dengan
istirahat dan observasi. Semua kasus trauma ginjal derajat 1 dan 2 dapat dirawat
secara konservatif baik pada trauma tumpul ataupun trauma tembus. Tetapi pada
trauma ginjal derajat 3 telah menjadi kontroversi selama bertahuntahun (Alsikafi
dan Rosenstein, 2006). Mayoritas pasien dengan trauma ginjal derajat 4 dan 5
datang dengantrauma penyerta dan akhirnya menjalani eksplorasi dan tingginya
angka untuk melakukan nefrektomi. Pada pasien trauma ginjal derajat 4 dan 5
dapat dirawat secara konservatif dengan syarat kondisi haemodinamik stabil.
Pendekatan klinis yang sistematis adalah berdasarkan pada temuan
klinis,laboratorium, dan pemeriksaan penunjang radiologis.
 Penetrasi trauma ginjal
Selektif oleh manajemen non-operatif untuk luka tusuk perut umumnya diterima
untuk meningkatkan proporsi pusat trauma Perdarahan terus-menerus
merupakan indikasi utama untuk eksplorasi dan rekonstruksi. Dalam semua
kasus cedera parah, manajemen non-operatif harus mengambil langkah hanya
setelah pementasan ginjal lengkap pada pasien hemodinamik stabil Jaringan
10
kerusakan dari cedera tembak kecepatan tinggi bisa lebih luas dan nefrektomi
diperlukan lebih sering. Pada pasien hemodinamik stabil tanpa peritonitis
mampu menjalani pemeriksaan klinis serial, cedera organ padat bukan kontra -
indikasi untuk manajemen non - operatif. Dalam pengaturan yang sesuai,
manajemen non - operatif cedera organ padat setelah tembak melukai dikaitkan
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dan penyelamatan organ (DuBose et al.,
2007).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan
adanya penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut,
penurunan kadar hemoglombin dan perubahan warna urin pada pemeriksaan urin
serial (Purnomo, 2003). Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan berhenti
dan sembuh secara spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri berhenti
(McAninch, 2000).

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 ANAMNESIS
1. Kaji mekanisme cedera yang mengenai ginjal
2. Kaji keluhan nyeri secara PQRST
3. Kaji ada riwayat penyakit ginjal pada masa sebelumnya yang dapat memperburuk
reaksi cedera.
4. Kaji apakah ada riwayat penyakit lain seperti DM dan hipertensi
5. Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya dan sesudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya
6. Kaji pengaruh cedera terhadap respons psikologis klien

3.2 PENGKAJIAN
a) Pengkajian primer
a. Airway
- Kaji penyebab terjadinya obstruksi atau gangguan jalan nafas seperti
tersedak adanya benda asing
- Non obstruksi, kaji penyebab adanya trauma medula spinalis
b. Breathing
- Kaji penyebab adanya penurunan kesadaran
- Kaji penyebab adanya fraktur iga
- Kaji penyebab adanya cyanosis sentral sekitar mulut
c. Circulation
- Kaji penyebab adanya gangguan berhubungan dengan darah dan pembuluh
darah
- Kaji penyebab adanya perdarahan
- Kaji penyebab nadi tidak teratur
- Kaji penyebab CRT lebih dari 2 detik
- Kaji penyebab cyanosis perifer
- Kaji penyebab pucat
d. Neurologi
- Nilai GCS (E : M: V: )
- Kesadaran kuantitatif
e. Diasability
12
- Pupil isokor , anisokor
- Refleks cahaya
- Besar pupil
f. Exprosure
- Kaji adanya luka atau jejas
g. Folley catheter
- Pemasangan kateter
- Urine yang dikeluarkan
- Warna urine

3.3 PEMERIKSAAN FISIK KHUSUS


- Inspeksi :
Pemeriksaan secara umum,klien terlihat sangat kesakitan oleh adanya nyeri.pada
status lokasi biasanya didapatkan adanya jejas pada pnggang atau punggung
bawah,terlihat tanda ekimosis dan laserasi atau luka di abdomen lateral dan rongga
panggul.pemeriksaan urine output didapatkan adanya hematuria.pada trauma rupture
perikel,klien sering kali dating dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di
daerah pinggang yang makin lama makin besar
- Palpasi :
Didapatkan adanya massa pada rongga panggul,nyeri tekan pada region
kostovertebra.

3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Risiko Infeksi (lingkungan, keamanan dan proteksi, D.0142 Hal 304)
2. Hipovolemia (fisiologis, nutrisi dan cairan, D0023, Hal 64)
3. Risiko hipovolemia (fisiologis, nutrisi dan cairan, D.0034 Hal 85)
4. Nyeri akut (psikologis, nyeri dan kenyamanan, D.0077 Hal 172)
5. Ansietas (psikologis, integritas ego, D.0080 Hal 180)
6. Deficit nutrisi (fisiologis, nutrisi dan cairan, D.0029, Hal 56)

13
3.5 INTERVENSI (NIC & NOC, dan Evaluasi)
SDKI SLKI SIKI
Resiko Infeksi b/d penyakit kronis d/d nyeri Dilakukan tindakan keperawatan dalam Intervensi yang digunakan untuk meminimalisir masalah
kolik renal, hematuria waktu 2x24 jam dengan outcome tingkat integritas kulit/ jaringan yaitu dengan pencegahan infeksi
infeksi dapat meminimalkan gejala dan meliputi:
Pengertian : menormalkan mengenai : Pengertian
Kerusakan integritas kulit. - Demam mengidentifikasi dan menurunkan resiko terserang organisme
- Kemerahan patogen.
- Nyeri Observasi
- Bengkak - monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
- batasi jumlah pengunjung
- berikan perawatan kulit pada area edema
- cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
- pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
- jelaskan tanda dan gejala infeksi
- ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

14
- anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
Hipovolemik b/d kekurangan intake cairan Dilakukan tindakan keperawatan dalam Intervensi yang digunakan untuk meminimalisir masalah
d/d hemoragi, ekimosis, laserasi abdomen waktu 2x24 jam dengan outcome Status integritas kulit? Jaringan yaitu dengan Manajemen
Cairan dapat meminimalkan gejala dan Hipovolemia meliputi :
menormalkan mengenai : Pengertian :
Pengertian : - Turgor kulit Mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan
Penurunan volume cairan intravaskular, - Output urine intravaskuler
interstisial, dan intraselular. - Keluhan haus Observasi :
- periksa tandan dan gejala hipovolemia ( mis. Frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat, haus , lemah )
- monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
- hitung kebutuhan cairan
- berikan posisi modified trendelenburg
- berikan asupan cairan oral

15
Edukasi :
- anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
- kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL )
- kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa
2,5%, NaCl 0,4% )
- kolaborasi pemberian cairan koloid (mis, albumin,
Plasmanate )
- kolaborasi pemberian produk darah
Risiko Hipovolemia b/d gangguan absorbs Dilakukan tindakan keperawatan dalam Intervensi yang digunakan untuk meminimalisir masalah
cairan d/d gejala trauma/ perdarahan, waktu 2x24 jam dengan outcome status integritas kulit/ jaringan yaitu dengan manajemen
muntah, diare cairan dapat meminimalkan gejala dan hipovolemia meliputi:
menormalkan mengenai : Pengertian
Pengertian: - Turgor kulit mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan
Berisiko mengalami penurunan volume - Output urine intravaskuler
cairan intravaskuler, interstisial, dan/ atau - Dispepnea Observasi
intraselular. - TTV - Periksa tanda dan gejala hipovolemia
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan

16
- Berikan posisi modified trendelenberg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
- Kolaborasi pemberian cairan koloid
- Kolaborasi pemberian produk darah
Nyeri akut b/d Aagen pencendera fisik d/d Dilakukan tindakan keperawatan dalam Intervensi yang digunakan untuk meminimalisir masalah
meringis, bersikap protektif, gelisah, nadi waktu 2x24 jam dengan outcome Tingkat integritas kulit/ jaringan yaitu dengan pemberian analgesic
meningkat, sulit tidur, TD meningkat Nyeri dapat meminimalkan gejala dan meliputi:
menormalkan mengenai : Pengertian
Pengertian: - Keluhan nyeri Menyiapkan dan memberikan agen farmakologis untuk
Pengalaman sensorik/ emosional yang - Meringis mengurangi/ menghilangkan rasa sakit
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual / - Sikap protektif Observasi
fungsional, dengan onset mendadak/ lambat - Gelisah - Identifikasi karakteristik nyeri
dan berintensitas ringan hingga yang - Identifikasi riwayat aleri obat
berlangsung kurang dari 3 bulan. - Identifikasi kesesuaian jenis analgesic
- Monitor TTV

17
- Monitior efektifitas analgesic
Terapeutik
- Diskusikan jenis analgesic
- Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, sesuai
indikasi
Ansietas b/d kebutuhan tidak terpenuhi d/d Dilakukan tindakan keperawatan dalam Intervensi yang digunakan untuk meminimalisir masalah
gelisah, tegang, sulit tidur, TTV meningkat, waktu 2x24 jam dengan outcome tingkat integritas kulit/ jaringan yaitu dengan terapi relaksasi
tremor ansietas dapat meminimalkan gejala dan meliputi:
menormalkan mengenai : Pengertian
Pengertian : - Verbalisasi kebingungan Menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi tanda dan
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif - Perilaku gelisah gejala ketidaknyamanan seperti nyeri, ketegangan otot,/
individu terhadap objek yang tidak jelas dan - Perilaku tegang kecemasan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang - Konsentrasi pola tidur Observasi
memungkinkan individu melakukan - Identifikasi penurunan tingkat energy
tindakan untuk menghadapi ancaman. - Identifikasi teknik relaksasi yang efektif pernah
digunakan

18
- Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
- Ciptakan lingkungan tenang
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara yang lembut
Edukasi
- Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi/ melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
Deficit nutrisi b/d factor psikologis d/d BB Dilakukan tindakan keperawatan dalam Intervensi yang digunakan untuk meminimalisir masalah
menurun 10%, bising usus hiperaktif, otot waktu 2x24 jam dengan outcome Status integritas kulit/ jaringan yaitu dengan manajemen nutrisi
mengunyah lemah, otot menelan lemah, nutrisi dapat meminimalkan gejala dan meliputi:
mukosa pucat, sariawan, diare menormalkan mengenai : Pengertian
- Porsi makan yang dihapuskan Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
Pengertian : - BB Observasi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi - IMT - Identifikasi status nutrisi
kebutuhan metabolisme - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Monitor asupan makanan
- Monitor BB

19
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan
- Sajikan makanan secara menarik
- Berikan suplemen makanan jika perlu jika perlu
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk jika mampu
- Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebeum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
1. Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam
trauma baik tumpul maupun tajam denga manifestasinya manifestasi memar, laserasi,
atau kerusakan padastruktur. Trauma ginjal merupakan trauma yang terbanyak pada
sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal
(Purnomo, 2011; Muttaqin, 2011).
2. Yang ditandai dengan : Nyeri kolik renal (akibat bekuan darah/fragmen dari system
duktus kolektikus yang terobstruksi). Nyeri mungkin terlokalisasi pada satu daerah
panggul atau di atas perut, Hematuria: Hematuria merupakan manifestasi yang umum
terjadi. Oleh karena itu, adanya darah dalam urin setelah suatu cedera menunjukkan
kemungkinan cedera ginjal. Namun demikian, hematuria mungkin tidak akan muncul
atau terdeteksi hanya melalui pemeriksaan mikroskopik, Massa di rongga panggul
mungkin merupakan retroperitoneal besar hematoma atau kemungkinan ekstravasasi
kemih.
3. Dengan diagnose keperawatan : resiko syok hipovolemik, nyeri, ansietas, risti
infeksi, ketidakseimbangan nutrisi

4.2 SARAN
Setelah mempelajari tentang Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan trauma
ginjal (ren) diharapkan mahasiswa/i dapat mengerti dan memahami dalam melakukan
tindakan asuhan keperawatan tersebut. Saran dari penyusunan makalah ini, penulis
menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna untuk itu, penulis mengharapkan
saran dan kritiknya yang bersifat membangun dalam penyempurnaan makalah ini

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed.8;vol 2. Jakarta :
EGC
2. Hudak and Gallo (1995). Keperawtan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta. EGC.
3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku saku : Patofisiologi. Jakarta : EGC.
4. Williams & Wilkins.Newberry, Lorene, RN,MS,CEN. 2003. Emergency Nursing Principleand
Practice. Ed.5. Mosby: Philadelphia.
5. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,, vol. 2. Jakarta
: EGC.
6. Alsikafi, N.F., Rosenstein, D.I., 2006. Stagging, Evaluation, and Nonoperative
Management of Renal injuries. Urologic Clinics of North America.
7. DuBose, J., Inaba, K., Teixeira, P.G., et al., 2007. Selective Non-Operative Management
of Solid Organ Injury Following Abdominal Gunshot Wounds. Injury 38(9).
8. Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed: 3. Jakarta: EGC
9. Grimsby et al. 2014. Demographics of Pediatric Renal Trauma. Journal Urology,
192(5), pp. 1498-502.
10. Hammer, C.C., Santucci, R.A., 2003. Effect of an Institutional Policy of Nonoperative
Treatment of Grades I to IV Renal Injuries. Journal Urology, 169.
11. Lusaya. 2015. Renal Trauma. Medscape.
12. Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
13. Purnomo, B. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
14. Summerton et al. 2014. Guidelines on Urological Trauma. European Association of
Urology.

22

Das könnte Ihnen auch gefallen