Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
DI KOTA BOGOR
The purpose of this study was to find out the influence of food
consumption pattern, physical activity, heredity, infant feeding history, and
dominant risk factors on obesity in elementary school children in Bogor. The
observation was held between May and September 2011 at Insan Kamil
Elementary School. The samples for this study were 80 students of 9 – 11 years
old (40 obese students and 40 normal students) selected from grades IV and V
by random sampling technique. Food consumption pattern, physical activity,
parents nutritional status, and infant feeding history of the students were
identified and measured by using questionnaire and interview technique. The
obtained data then was analyzed by using bivariate and multivariate (logistic
regression) statistics tests. The results of study showed that there were
significant influences of birth weight (r = 0.253, p = 0.023), father nutritional status
(r = 0.408, p = 0.000), energy adequacy level (r = 0.557, p = 0.000), fat
consumption (r = 0.458, p = 0.000), soft drink consumption frequency (r = 0.314,
p = 0.005), fast food consumption frequency (r = 0.311, p = 0.005), fatty food
consumption frequency (r = 0.469, p = 0.000), playing time (r = -0.271, p =
0.015), on obesity of children. The result of logistic regression test showed that
dominant and influential variables on the obesity were father nutritional status
(OR = 1.494), mother nutritional status (OR = 1.446), energy adequacy level (OR
= 1.073), fast food consumption frequency (OR = 4.028), and fatty food
consumption frequency (OR = 9.071).
RIKSA ADITYA PRAMUDITA. Faktor Risiko Obesitas pada Anak Sekolah Dasar
di Kota Bogor. Dibawah bimbingan Faisal Anwar dan Sri Anna Marliyati.
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor risiko
obesitas pada anak sekolah dasar obes di Kota Bogor serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mempelajari
karakteristik anak dan karakteristik keluarga anak sekolah dasar obes di Kota
Bogor, 2) mengidentifikasi riwayat makan dan kebiasaan makan anak sekolah
dasar obes di Kota Bogor, 3) mempelajari pola konsumsi anak sekolah dasar
obes di Kota Bogor, 4) mengukur aktivitas fisik anak sekolah dasar obes di Kota
Bogor, dan 5) menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan obesitas.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Pengambilan
data dilakukan pada bulan Mei sampai September 2011. Penelitian dilakukan di
SD Insan Kamil yang berada di Kota Bogor. Populasi dalam penelitian ini adalah
anak SD kelas IV dan V yang memiliki status gizi obes dan normal. Status gizi
contoh ditetapkan berdasarkan IMT menurut umur standar WHO 2007. Penelitian
diawali dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan anak SD kelas IV dan
V yang diperkirakan mengalami obesitas di SD Insan Kamil Bogor. Jumlah
contoh dipilih berdasarkan kelengkapan pengisian kuesioner, yaitu 40 anak obes
dan 40 anak dengan status gizi normal.
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer
yang dikumpulkan meliputi karakteristik anak (jenis kelamin, berat lahir anak,
berat badan, dan tinggi badan anak), karakteristik keluarga (berat badan dan
tinggi badan orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga,
pengetahuan gizi ibu), riwayat makan anak (pemberian ASI, pemberian susu
formula, pemberian makanan padat), kebiasaan makan anak (konsumsi energi,
protein, lemak, konsumsi cemilan, frekuensi konsumsi sayur dan buah, frekuensi
konsumsi fast food dan soft drink, serta frekuensi konsumsi makanan berlemak),
dan aktivitas fisik anak (waktu tidur; lama menonton televisi, bermain game,
internet; dan bermain di luar rumah).
Berat badan anak diukur langsung menggunakan timbangan injak dan
pengukuran tinggi badan anak menggunakan microtoise. Konsumsi pangan anak
diketahui dengan pencatatan makanan (food record) selama 1x24 jam pada hari
libur dan food recall selama 1x24 jam pada hari sekolah. Data aktivitas fisik
diperoleh melalui metode pencatatan dan wawancara 2x24 jam, satu hari
sekolah dan satu hari libur. Data sekunder meliputi keadaan umum sekolah dan
data murid SD Insan Kamil Bogor (nama, kelas, dan nomor telepon).
Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entri, dan analisis data.
Data dientri menggunakan Microsoft Excel 2010 dan dianalisis dengan SPSS
16.0 for windows. Data yang telah dikategorikan dianalisis secara deskriptif, uji
beda t-test dan Mann-Whitney U, analisis korelasi Pearson dan Spearman, dan
binary regresi logistik.
Murid dari penelitian ini adalah murid SD kelas 4 dan kelas 5 dengan
kisaran umur 9-11 tahun. Karakteristik anak menunjukkan sampel yang diambil
sebagian besar adalah laki-laki. Sebagian besar dari kelompok anak berstatus
gizi normal dan obes sebagian besar lahir dengan berat badan normal. Namun
persentase anak yang lahir dengan BBLR/berat lebih cenderung lebih banyak
pada kelompok anak obes, yaitu 17,5% anak obes yang lahir dengan BBLR/berat
lebih dan 2,5% anak berstatus gizi normal yang lahir dengan BBLR/berat lebih.
Dari kelompok anak obes sebagian besar berasal dari ayah yang status
gizinya overweight (45%). Anak yang berstatus gizi normal sebagian besar
memiliki ayah yang berstatus gizi normal (62,5%). Sebagian besar anak yang
berstatus gizi normal dan obes masing-masing dari ibu yang berstatus gizi
normal, yaitu 70% pada kelompok anak berstatus gizi normal dan 50% dari anak
obes. Hampir separuh (45%) dari kelompok anak obes mimiliki ibu yang
overweight.
Karaktersitik orang tua menunjukkan sebagian besar anak obes dan anak
berstatus gizi normal memiliki orang tua yang berpendidikan tinggi. Kelompok
anak obes, sebagian besar berasal dari keluarga yang pendapatannya antara 5-
10 juta rupiah (42,5%) dan sebanyak 25% berasal dari keluarga dengan
pendapatan di atas 10 juta rupiah per bulan. Sebanyak 72,5% anak obes
memiliki ibu dengan pengetahuan gizi yang baik.
Riwayat makan anak menunjukkan anak obes sebagian besar tidak
mendapatkan ASI eksklusif pada waktu bayinya (80%). Terdapat 57,5% anak
obes yang diberi susu formula lebih awal atau sebelum usia 6 bulan. Terdapat
50% anak obes yang diberikan makanan padat sebelum usia 6 bulan.
Asupan zat gizi anak menunjukkan rata-rata asupan energi anak obes
lebih tinggi dibandingkan dengan anak dengan status gizi normal, yaitu anak
berstatus gizi normal 2007 ± 403 kkal/kap/hari dan anak obes 2406 ± 388
kkal/kap/hari. Rata-rata asupan lemak anak obes lebih tinggi dibandingkan
dengan anak berstatus gizi normal, yaitu anak berstatus gizi normal 68,8 ± 22,5
g/kap/hari dan anak obes 89,2 ± 19,9 g/kap/hari. Rata-rata asupan protein anak
obes lebih rendah dibandingkan anak dengan status gizi normal, yaitu anak
berstatus gizi normal 70,4 ± 22,8 g/kap/hari dan anak obes 67,4 ± 20,1
g/kap/hari. Sebanyak 52,5% anak obes dengan tingkat kecukupan energi lebih
dan 57,5% anak obes dengan tingkat kecukupan protein lebih. Kebiasaan makan
anak menunjukkan sebagian besar anak obes suka ngemil (87,5%). Terdapat
60% anak obes yang suka ngemil makanan ringan. Sebagian besar anak obes
yang mengonsumsi sayur 1-3 kali tiap minggu (45%) dan mengonsumsi buah 1-3
kali tiap minggu (55%). Sebagian besar anak obes mengonsumsi soft drink 4-6
kali tiap minggu (35%) dan hanya 7,5% anak berstatus gizi normal yang suka
mengonsumsi soft drink 4-6 kali tiap minggu. Hampir separuh (45%) anak obes
yang mengonsumsi fast food 4-6 kali tiap minggu. Lebih dari separuh (67,5%)
anak obes yang mengonsumsi makanan berlemak 4-6 kali tiap minggu.
Aktivitas fisik anak menunjukkan sebanyak 77,5% anak obes yang
menghabiskan waktu lebih dari 8 jam untuk tidur dalam satu hari, 85% anak obes
menghabiskan waktu lebih dari 2 jam untuk waktu menonton TV, bermain game,
dan internet dalam satu hari, dan 70% anak obes yang menghabiskan waktunya
bermain di luar rumah kurang dari 2 jam per hari.
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara berat lahir anak
(p=0,023; r=0,253), IMT ayah (p=0,000; r=0,408), tingkat kecukupan energi
(p=0,000; r=0,557), konsumsi lemak (p=0,000; r=0,458), frekuensi konsumsi soft
drink (p=0,005; r=0,314), fast food (p=0,005; r=0,311), dan makanan berlemak
(p=0,000; r=0,469) dengan kejadian obesitas pada anak. Namun Terdapat
hubungan yang negatif dan signifikan antara lamanya waktu bermain di luar
rumah (p=0,015; r=-0,271) dengan kejadian obesitas pada anak. Faktor risiko
yang secara signifikan berpengaruh terhadap kejadian obesitas pada anak
adalah IMT ayah (OR 1,494), IMT ibu (OR 1,446), TKE (OR 1,073), frekuensi
konsumsi fast food (OR 4,028), dan frekuensi konsumsi makanan berlemak (OR
9,071).
FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DASAR
DI KOTA BOGOR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia IPB
Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M. Si
NIP. 19520413 198103 1 003 NIP. 19600205 198903 2 002
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Tanggal Lulus :
PRAKATA
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................... 3
Kegunaan .......................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 4
Obesitas........................................................ ..................................... 4
Karakteristik Anak ........................................................................ 4
Faktor Keturunan ......................................................................... 5
Karakteristik Keluarga .................................................................. 6
Riwayat Makan Anak ................................................................... 7
Kebiasaan Makan ........................................................................ 8
Aktivitas Fisik ............................................................................... 11
Penilaian Status Gizi.......................................................................... 14
Dampak Obesitas pada Anak ............................................................ 15
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................ 17
METODE ...................................................................................................... 19
Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ............................................... 19
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh .................................................. 19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................... 20
Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 22
Definisi Operasional........................................................................... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 30
Gambaran Umum Sekolah ................................................................ 30
Karakteristik Anak .............................................................................. 31
Faktor Keturunan ............................................................................... 33
Karakteristik Keluarga ........................................................................ 35
Pendidikan Orang Tua ................................................................ 35
Pendapatan Keluarga ................................................................. 37
Pengetahuan Gizi Ibu ................................................................. 38
v
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kategori status gizi anak berdasarkan IMT/U .......................................... 14
2. Klasifikasi IMT menurut WHO .................................................................. 15
3. Jenis dan cara pengumpulan data ........................................................... 22
4. Pengkategorian variabel penelitian .......................................................... 24
5. Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dan berat badan lahir .............. 32
6. Sebaran anak berdasarkan faktor keturunan ........................................... 33
7. Sebaran anak berdasarkan kombinasi IMT ayah dan IMT ibu ................. 34
8. Sebaran anak berdasarkan pendidikan orang tua.................................... 36
9. Sebaran anak berdasarkan pendapatan keluarga ................................... 37
10. Sebaran anak berdasarkan dua kategori pendapatan keluarga ............... 37
11. Sebaran anak berdasarkan pengetahuan gizi ibu .................................... 38
12. Sebaran anak berdasarkan riwayat makan anak ..................................... 39
13. Rata-rata asupan energi, protein, dan lemak per kapita per hari.............. 43
14. Sebaran anak berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein........... 44
15. Sebaran anak bedasarkan persen kontribusi lemak ................................ 45
16. Sebaran anak berdasarkan kebiasaan ngemil ......................................... 46
17. Sebaran anak berdasarkan jenis camilan ................................................ 47
18. Sebaran anak berdasarkan frekuensi konsumsi sayur dan buah ............. 49
19. Sebaran anak berdasarkan frekuensi konsumsi soft drink dan fast food .. 50
20. Sebaran anak berdasarkan frekuensi konsumsi makanan berlemak ....... 51
21. Sebaran anak berdasarkan alokasi kegiatan ........................................... 53
22. Hubungan antara karaktersitik anak dengan obesitas.............................. 57
23. Hubungan antara faktor keturunan dengan obesitas ............................... 58
24. Hubungan antara riwayat makan anak dengan obesitas.......................... 59
25. Hubungan antara kebiasaan makan anak dengan obesitas..................... 59
26. Hubungan antara aktivitas fisik anak dengan obesitas............................. 62
27. Faktor risiko obesitas pada anak ............................................................. 63
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran yang berhubungan dengan obesitas pada anak
Sekolah Dasar di Kota Bogor................................................................... 18
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner ................................................................................................ 72
2. Jumlah kelas dan murid SD Insan Kamil Bogor ....................................... 83
3. Data jenis kelamin, umur, BB, TB, Z-score IMT/U .................................... 84
4. Data rata-rata asupan energi, protein, dan lemak .................................... 86
5. Hasil uji beda t-test dan Mann-Whitney U ................................................ 88
6. Hasil uji korelasi pearson dan spearman antara variabel ......................... 89
7. Hasil uji Regresi Logistik.......................................................................... 90
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan nasional khususnya dalam bidang gizi dan
kesehatan, beberapa tahun belakangan ini berdampak baik bagi penurunan
jumlah penderita kasus gizi kurang di Indonesia dan dunia. Namun keberhasilan
tersebut diikuti oleh peningkatan prevalensi gizi lebih pada masyarakat.
Berdasarkan catatan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003, tidak
kurang dari 1,2 miliar penduduk dunia mengalami obesitas. Data survei yang
dikumpulkan oleh WHO sejak tahun 1983 hingga 2004 menggambarkan bahwa
17 dari 28 negara di dunia (dua negara di Afrika, satu negara di Amerika Utara,
satu negara di Amerika Latin, 3 negara di Asia, 8 negara di Eropa, dan dua
negara di Oceania), mengalami peningkatan prevalensi obesitas (Nishida &
Mucavale 2005).
Obesitas merupakan suatu keadaan terjadinya kelebihan berat badan
melebihi 20% dari berat badan normal. Obesitas ditandai dengan penimbunan
lemak yang berlebihan pada berbagai bagian tubuh, terutama pada pinggang,
pinggul, dan lengan atas (Siagian 2004). Obesitas mulai menjadi masalah
kesehatan di seluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah
merupakan suatu epidemi global, sehingga obesitas sudah merupakan suatu
masalah kesehatan yang harus segera ditangani (WHO 2000).
Prevalensi obesitas meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju
maupun negara yang sedang berkembang. Berdasarkan data Kementerian
Kesehatan tahun 2007, prevalensi obesitas pada anak-anak usia 6 dan 14 tahun
mencapai 9,5% untuk pria, sedangkan pada perempuan mencapai 6,4%. Kondisi
ini meningkat dari tahun 1990-an yang berkisar 4% (RISKESDAS 2007).
Menurut RISKESDAS (2010) secara nasional masalah kegemukan pada
anak umur 6-12 tahun masih tinggi yaitu 9,2% atau masih di atas 5,0%.
Prevalensi kegemukan pada anak laki-laki umur 6-12 tahun lebih tinggi dari
prevalensi pada anak perempuan yaitu berturut-turut sebesar 10,7% dan 7,7%.
Berdasarkan tempat tinggal prevalensi kegemukan lebih tinggi di perkotaan
dibandingkan dengan prevalensi di perdesaan yaitu berturut-turut sebesar 10,4%
dan 8,1%.
Obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas di masa
dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit degeneratif
di kemudian hari. Profil lipid darah pada anak obesitas menyerupai profil lipid
2
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor risiko
obesitas pada anak sekolah dasar obes di Kota Bogor serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Tujuan Khusus
1. Mempelajari karakteristik anak dan karakteristik keluarga anak sekolah
dasar obes di Kota Bogor.
2. Mengidentifikasi riwayat makan dan kebiasaan makan anak sekolah
dasar obes di Kota Bogor.
3. Mempelajari pola konsumsi anak sekolah dasar obes di Kota Bogor.
4. Mengukur aktivitas fisik anak sekolah dasar obes di Kota Bogor.
5. Menganalisis faktor risiko obesitas pada anak.
Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan informasi kepada
masyarakat mengenai faktor risiko pada anak sekolah dasar yang dapat
dijadikan acuan untuk mencegah kejadian obes pada anak. Penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan informasi kepada orangtua anak sekolah obes
untuk mengubah perilaku gizinya dengan meningkatkan aktifitas fisik dan
mengatur pola konsumsi anak sehingga dapat mengubah status gizi obes pada
anak. Selain itu, informasi ini dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah untuk
memberikan materi dan praktek gizi seimbang dalam pengajaran sehingga dapat
membina perilaku gizi anak menjadi lebih baik.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Obesitas
Pengertian kegemukan sering kali disamakan dengan obesitas, padahal
kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda, kegemukan (overweight)
adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas
adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan
wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh. Dijelaskan lebih
lanjut bahwa kegemukan dan obesitas bisa terjadi pada berbagai kelompok usia
dan jenis kelamin. Juvenil obesity adalah obesitas yang terjadi pada usia muda
(anak-anak) (Rimbawan & Siagian 2004).
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu
penyakit multifaktoral yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan
oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain
aktivitas, gaya hidup, sosial ekonomi, dan gizi yaitu prilaku makan dan pemberian
makanan padat terlalu dini pada bayi (Hidayati, Irawan, Hidayat 2009).
Obesitas pada anak, disebabkan oleh masukan makanannya yang
berlebih. Selain itu, pada waktu lahir anak tidak dibiasakan mengonsumsi air
susu ibu (ASI), tetapi dibiasakan pakai susu formula dalam botol, padahal anak
yang diberi ASI, biasanya asupan ASI-nya sesuai ketentuan berat badan bayi
(Darmono 2006). Beberapa faktor penyebab obesitas diuraikan di bawah berikut:
Karakteristik Anak
Menurut WHO (2000), perempuan cenderung mengalami peningkatan
penyimpanan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung
mengonsumsi sumber karbohidrat yang lebih kuat sebelum masa pubertas,
sementara laki-laki lebih cenderung mengonsumsi makanan yang kaya protein.
Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Proper et al. (2006) menyatakan bahwa
laki-laki secara signifikan lebih berkemungkinan untuk menjadi overweight atau
obesitas daripada wanita, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih
bayak waktu untuk santai saat akhir minggu atau waktu senggang.
Berat badan pada saat lahir sangat berpengaruh pada berat badan anak
kemudian. Bayi yang lahir dengan berat badan lebih atau rendah berisiko
menjadi obesitas di kemudian harinya. Bayi yang di dalam kendungan menderita
kekurangan gizi akan membutuhkan asupan energi dan lemak yang tinggi
setelah berada di luar kandungan. Bayi-bayi ini akan melalui proses
5
Faktor Keturunan
Parenteral fatness merupakan faktor genetik yang berperan besar, bila
kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas, bila salah satu orang
tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak
obesitas, prevalensi menjadi 14% (Hidayati, Irawan, Hidayat 2009).
Orang tua yang gemuk cenderung memiliki anak yang gemuk pula. Faktor
genetik turut menentukan jumlah sel lemak dalam lemak yang berjumlah besar
dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada bayi
selama dalam kandungan. Tidak heran bila bayi yang lahir memiliki jumlah sel
yang relatif sama besar (Zainun 2002).
Effendi (2003) menyatakan bila kedua orang tua mengalami kegemukan,
maka kemungkinan anaknya mengalami obesitas mencapai 66–80%. Bila salah
satu orang tua mengalami kegemukan maka kemungkinan anak mengalami
obesitas sekitar 20–51%. Bahkan bila kedua orangtuanya memiliki status gizi
normal, anak memiliki kemungkinan gemuk sebesar 7-14%.
Penelitian yang dilakukan Badan Internasional Obesity Tak Force (IOTF)
dari badan WHO yang mengurusi masalah kegemukan pada anak menyebutkan
6
hasil yang berbeda, bahwa faktor genetik hanya berpengaruh 1% dari kejadian
obesitas pada anak, sedangkan 99% disebabkan faktor lingkungan (Darmono
2006).
Karaktersitik Keluarga
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan
perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan
seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan
mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya
dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan
wanita mempengaruhi derajat kesehatan (Atmarita & Fallah 2004).
Pendidikan ayah diduga berkaitan dengan tingkat status ekonomi
keluarga, karena pendidikan orang tua berhubungan dengan tingkat pendapatan
orang tua. Tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap kuantitas
dan kualitas makanan yang dikonsumsi anaknya. Makin tinggi tingkat pendidikan
maka pendapatan pun akan semakin tinggi. Pendapatan keluarga yang tinggi
berarti kemudahan dalam membeli dan mengonsumsi makanan enak dan mahal
yang mengandung energi tinggi seperti fast food (Padmiari & Hadi 2001).
Perubahan pengetahuan sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan,
serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun
terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan
aktifitas fisik, seperti ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktivitas
bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-
anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer atau
games, menonton televisi atau video dibanding melakukan aktivitas fisik. Selain
itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan
berisiko menimbulkan obesitas (Hidayati, Irawan, Hidayat 2009).
Menurut Soekirman (2000), Bannet menemukan bahwa peningkatan
pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas
konsumsi pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya.
Peningkatan pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan
dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.
Selain itu, menurut Nasoetion dan Riyadi (1994) keluarga yang
berpenghasilan cukup atau tinggi lebih mudah dalam menentukan pemilihan
bahan pangan sesuai dengan syarat mutu yang baik. Tingkat pendapatan
7
Cl 0,61-0,80). Peranan faktor gizi dimulai sejak dalam kandungan di mana jumlah
lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat
badan dan lemak anak dipengaruhi oleh waktu pertama kali mendapat makanan
padat, asupan tinggi energi dari karbohidrat dan lemak, serta kebiasaan
mengonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi (Hidayati, Irawan,
Hidayat 2009).
Kebiasaan Makan
Kebiasaan adalah pola perilaku yang diperoleh dari pola yang terjadi
berulang-ulang. Sedangkan kebiasaan makan adalah suatu pola perilaku
konsumsi pangan yang diperoleh karena terjadi berulang-ulang. Kebiasaan
makan juga dikaitkan dengan cara-cara individu dan kelompok individu memilih,
mengonsumsi, dan menggunakan makanan yang tersedia, yang didasarkan
pada faktor-faktor psikologi, fisiologi, sosial, dan budaya di mana ia hidup
(Suhardjo 2003). Selain itu, menurut Khumaidi (1989) kebiasaan makan adalah
tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya
akan makan meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan.
Kebiasaan makan yang tergesa-gesa, termasuk kurang mengunyah akan
membawa efek yang kurang menguntungkan bagi pencernaan dan
mengakibatkan cepat merasa lapar kembali. Rasa lapar yang sering muncul
akan befakibat pada konsumsi makan yang tidak pada waktunya dan berlebihnya
intake makanan. Begitu pula jika frekuensi makan tidak teratur. Jarak antara dua
waktu makan yang terlalu panjang menyebabkan adanya kecenderungan untuk
makan labih banyak dan melebihi batas (Wirakusumah 1994).
Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk
dengan energi yang dikeluarkan sehingga terjadilah kelebihan energi yang
selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar obesitas
terjadi akibat makan yang berlebihan. Pola makan tidak teratur, sering ngemil
atau makan camilan, sementara aktivitas kurang (Hartoyo 2007).
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok
dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan 12 kali,
selain itu peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas
sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak
mempunyai kandungan energi lebih besar dan mempunyai efek pembakaran
dalam tubuh yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung
protein dan karbohidrat (Hidayati, Irawan, Hidayat 2009).
9
Aktivitas Fisik
Menurut Almatsier (2003) ativitas fisik merupakan salah satu bentuk
penggunaan energi dalam tubuh, di samping metabolisme basal. Aktivitas fisik
merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari
total energi expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan
antara aktvitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan
aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar 5
kg. Penelitian di Jepang menunjukkan pada kelompok yang mempunyai
kebiasaan olah raga berisiko 0,48 kali mengalami obesitas. Penelitian terhadap
anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa
mereka yang menonton televisi 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar
5,3 kali lebih besar dibandingkan mereka yang menonton televisi 2 jam setiap
harinya (Hidayati, Irawan, Hidayat 2009).
Obesitas atau kegemukan yang parah terjadi karena tidak adanya
keseimbangan energi, di mana energi intake jauh lebih besar dibandingkan
energi expenditure atau energi yang terpakai dalam aktivitas fisik. Energy intake
ialah energi yang dikonsumsi sebagai makanan dan minuman yang dapat
dimatabolisme dalam tubuh kita (WHO 2000).
Sebuah penelitian yang diadakan di Inggris oleh tim peneliti dari ALSPAC
(Avon Longitudinal Study of Parents and Children) yang meneliti anak sejak
dalam kandungan hingga usia 7 tahun, menemukan kaitan antara menonton
televisi dengan kejadian obesitas. Odds ratio kemungkinan menjadi obesitas
meningkat linier dengan bertambahnya waktu menonton televisi. Anak yang
menonton televisi 4 sampai 8 jam perminggu di usia 3 tahun, maka kemungkinan
untuk menjadi obes (odds ratio) pada usia 7 tahun adalah 1,37 kali lebih besar.
Secara keseluruhan anak yang menonton televisi lebih dari delapan jam
seminggu memiliki kemungkinan menjadi obes 1,55 kali lebih besar dibandingkan
12
anak yang menonton televisi kurang dari depalan jam perminggu (Reilly et al.
2005).
Dijelaskan lebih lanjut, menonton televisi merupakan salah satu bentuk
bermain pasif yang membuat anak merasa bahagia dan senang. Kesenangan ini
tidak selamanya berdampak positif bila dilakukan secara berlebihan. Menonton
televisi berisiko menyebabkan obesitas karena aktivitas fisik ini telah mengambil
waktu anak yang seharusnya bisa digunakan untuk melakukan aktivitas fisik.
Berkurangnya aktivitas fisik pada akhirnya akan berakibat menurunkan energi
yang digunakan (energy expenditure). Menonton televisi juga sangat berkaitan
erat dengan kebiasaan makan makanan ringan (snacking) yang akan
memberikan asupan energi yang tinggi pada anak. Ketidakseimbangan neraca
energi inilah yang menyebabkan obesitas (Reilly et al. 2005).
Penelitian tersebut menyebutkan bahwa, aktivitas tidur menjadi salah satu
aktivitas yang harus disoroti. Terdapat hubungan yang erat antara jumlah waktu
tidur anak dengan kejadian obesitas. Selain itu, pendapat yang sama pada
penelitian yang dilakukan tahun 1960-2000 menyebutkan, kejadian kegemukan
meningkat dua kali lipat terjadi pada mereka yang memiliki kelebihan tidur 1
hingga 2 jam (Boyles 2005).
Menurut Yayasan Tidur Nasional, usia bayi dari satu hingga tiga tahun
seharusnya tidur selama 12-14 jam, anak TK berusia 3-5 tahun seharusnya tidur
11-13 jam, dan usia 5-10 tahun seharusnya tidur selama 8,5-9,25 jam per
malam. Beberapa penelitian telah menghubungkan tidur yang singkat dengan
kelebihan berat badan pada anak dan remaja. Bell dan mitra peneliti Dr.
Frederick Zimmerman dari Universitas California telah mencatat dalam laporan
mereka. Tetapi, kebanyakan dari penelitian tersebut hanya melihat satu waktu
saja, menyebabkan sulit untuk menentukan tidur yang cukup sehingga anak
menjadi obesitas atau sebaliknya. Lebih lama tidak tidur berarti lebih banyak
kesempatan untuk makan. Menurut Bell orang dewasa yang kurang tidur memiliki
selera makan yang berbeda dan hormon yang berhubungan dengan rasa lapar,
seperti leptin dan ghrelin, hal ini dapat terjadi pada anak (Priyambodo 2010).
Penelitian menunjukkan ada hubungan yang bertolak belakang antara
IMT dan aktivitas fisik. Menurun dan rendahnya tingkat aktivitas fisik dipercaya
sebagai salah satu hal yang menyebabkan obesitas. Tren kesehatan terkini juga
menunjukkan prevalensi obesitas meningkat bersamaan dengan meningkatnya
perilaku sedentary dan berkurangnya aktivitas fisik (WHO 2000).
13
KERANGKA PEMIKIRAN
Faktor Keturunan
(Parenteral fatness)
IMT orang tua
Obesitas
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang dianalisis
: Hubungan yang tidak dianalisis
METODE
awal anak yang memiliki status gizi normal saat penimbangan adalah 50 anak.
Penentuan jumlah sampel minimal yang digunakan pada penelitian ini
z12 / 2 P (1 P )
n
d2
menggunakan rumus:
Keterangan :
Z = 1,96 ( = 0,05)
P = prevalensi gizi lebih pada anak di perkotaan (10,4%)
d = toleransoi estimasi (10% atau 0,1)
Berdasarkan rumus, jumlah sampel minimal adalah 36 anak obes.
Berdasarkan kelengkapan pengisian kuesioner, jumlah contoh yang dipilih dari
60 anak obes dan 50 anak dengan status gizi normal yaitu 40 anak obes dan 40
anak dengan status gizi normal.
Keterangan:
KGij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang
dikonsumsi
Bj = Berat bahan makanan j (gram)
Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j
BDDj = % bahan makanan j yang dapt dimakan
(Sumber: Hardinsyah & Briawan 1994)
Pengukuran tingkat kecukupan energi dan protein merupakan tahap
lanjutan dari penghitungan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi
merupakan persentase konsumsi aktual anak dengan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2004. Secara umum tingkat
kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i
AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan
Ki = Konsumsi zat gizi i
(Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)
Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Analisis univariat meliputi :
a. Karakteristik anak (umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan,
dan berat badan lahir).
b. Karakteristik keluarga (berat badan dan tinggi badan orang tua,
pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan pengetahuan gizi ibu).
c. Riwayat makan anak (pemberian ASI, pemberian susu formula, dan
pemberian makanan padat).
26
d. Asupan zat gizi anak (konsumsi energi, protein, dan lemak, tingkat
kecukupan energi, protein, dan % kontribusi lemak).
e. Kebiasaan makan anak (frekuensi konsumsi sayur dan buah, cemilan,
fast food dan soft drink, serta frekuensi konsumsi makanan berlemak).
f. Aktivitas fisik anak (alokasi waktu tidur, lama menonton televisi, bermain
game, internet, dan lama bermain di luar rumah).
2. Analisis bivariat digunakan untuk mengtahui hubungan antara variabel
independen dengan dependen. Uji yang digunakan adalah uji korelasi
Pearson dan Spearman. Variabel hubungan yang diteliti menggunakan uji
korelasi Pearson di antaranya adalah:
a. Menganalisis hubungan karakteristik anak (berat badan lahir) dengan
obesitas.
b. Menganalisis hubungan faktor keturunan (IMT ayah dan IMT ibu) dengan
obesitas.
c. Menganalisis hubungan asupan zat gizi anak (TKE, TKP, dan konsumsi
lemak) dengan obesitas.
d. Menganalisis hubungan aktivitas fisik anak (alokasi waktu tidur; lama
menonton televisi, bermain game, internet; dan lama bermain di luar
rumah) dengan obesitas.
Variabel hubungan yang diteliti menggunakan uji korelasi Spearman di
antaranya adalah:
a. Menganalisis hubungan karakteristik anak (jenis kelamin) dengan
obesitas.
b. Menganalisis hubungan kebiasaan makan anak (frekuensi konsumsi
sayur dan buah, cemilan, fast food dan soft drink, serta frekuensi
konsumsi makanan berlemak) dengan obesitas.
3. Uji beda t-test digunakan untuk menguji perbedaan karakteristik anak (berat
lahir anak), faktor keturunan (IMT ayah dan IMT ibu), karakteristik keluarga
(pengetahuan gizi ibu), konsumsi harian anak (konsumsi energi, protein, dan
lemak), dan aktivitas fisik anak (waktu tidur; lama menonton televisi, bermain
game, internet; dan bermain di luar rumah) antara anak berstatus gizi normal
dan anak obes.
4. Uji beda Mann-Whitney U digunakan untuk menguji perbedaan karakteristik
keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga), riwayat makan anak
(pemberian ASI, pemberian susu formula, dan pemberian makanan padat),
27
dan kebiasaan makan anak (frekuensi konsumsi sayur dan buah, fast food
dan soft drink, frekuensi konsumsi makanan berlemak, dan konsumsi
cemilan) antara anak berstatus gizi normal dan anak obes.
5. Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui nilai faktor risiko atau Odds
Ratio (OR) variabel independen terhadap variabel dependen. Seluruh
variabel independen yang berhubungan dengan obesitas dan diduga
menjadi faktor risiko kejadian obesitas dianalisis bersama-sama untuk
mengetahui variabel independen mana yang paling berpengaruh terhadap
variabel dependen. Analisis ini menggunakan model multiple logistic
regression dengan metode enter. Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
e 0 1x1 2 x 2 3 x3 4 5 x5 6 x6 ...nxn
( x)
1 e 0 1x1 2 x 2 3 x3 4 5 x5 6 x6 ...nxn
Keterangan :
(x) : Peluang kejadian obesitas (1=obes, 0=tidak obes)
e : Eksponensial
β0 : Konstanta
β1 – βn : Koefisien regresi
X1 : Berat lahir
X2 : IMT ayah
X3 : IMT ibu
X4 : Pengetahuan gizi ibu
X5 : Pemberian susu formula <6 bulan
X6 : TKE
X7 : Frekuensi konsumsi soft drink
X8 : Frekuensi konsumsi fast food
X9 : Frekuensi konsumsi makanan berlemak
X10 : Frekuensi konsumsi sayur dan buah
X11 : Lamanya bermain di luar
28
Definisi Operasional
Obes adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, yang
berdasarkan standar WHO 2007, memiliki nilai z-skor untuk IMT menurut
umur >+3 SD.
Anak Sekolah adalah anak yang menjalani pendidikan sekolah yang terdaftar di
Dinas Pendidikan Kota Bogor yang berusia 9 sampai 11 tahun.
Karakteristik anak adalah data yang berisi jenis kelamin anak, berat lahir anak,
berat badan, dan tinggi badan sekarang.
Pendidikan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah ditempuh yang
dikategorikan menjadi tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat
Perguruan Tinggi.
Pendapatan keluarga adalah bersarnya pendapatan atau penghasilan keluarga
yang diperoleh dalam sebulan yang terdiri dari penghasilan ayah maupun
ibu (bila bekerja) yang digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan
anggota keluarga.
Pengetahuan gizi ibu adalah pemahaman ibu terhadap gizi dan kesehatan
secara umum dan tentang obesitas yang diketahui bedasarkan jawaban
ibu terhadap pertanyaan pada kuesioner yang diberikan.
Riwayat makan adalah keterangan apakah anak diberikan ASI ekslusif dan pada
usia berapa anak mulai diberikan susu formula. Riwayat makan juga
mencakup keterangan pada usia berapa anak pertama kali diberikan
makanan padat.
ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja tanpa tambahan susu atau
makanan lain sampai bayi berusia 6 bulan.
Susu formula adalah susu selain ASI yang diberikan pada anak sebelum usia 6
bulan.
Makanan padat adalah makanan yang ditujukan untuk anak usia 6 bulan ke atas
yang tidak berbantuk cair, seperti bubur dan biskuit.
Kebiasaan makan adalah mencakup asupan zat gizi yang diketahui dengan
pencatatan makanan (food record) selama 2x24 jam, kebiasaan makan
sayur dan buah, cemilan, fast food, soft drink, dan makanan berlemak.
Konsumsi buah dan sayur adalah kebiasaan makan buah dan sayur pada anak
yang dinilai berdasarkan frekuensi selama satu minggu. Anak dikatakan
kurang konsumsi sayur dan buah adalah anak yang mengonsumsi buah
dan sayur kurang dari 4 porsi selama 7 kali dalam seminggu.
29
Konsumsi fast food dan soft drink adalah kebiasaan makan fast food dan soft
drink pada anak yang dinilai berdasarkan frekuensi selama satu minggu.
Konsumsi makanan berlemak adalah kebiasaan seseorang makan makanan
berlemak yang dinilai berdasarkan frekuensinya selama satu minggu.
Aktivitas fisik merupakan jenis kegiatan fisik anak (tidur; menonton televisi,
bermain game, dan internet; dan bermain di luar rumah) yang dilakukan
bersamaan dengan hari pencatatan konsumsi makan selama 2x24 jam.
30
lingkungan (saniter dengan 20 kamar mandi, WC keramik putih, air PDAM, dan
lapangan parkir luas). Kantin yang dimiliki sebanyak 3 kantin, 1 kantin di Gedung
A dan 2 kantin di Gedung B. Tiap kantin memiliki berbagai macam jenis makanan
mulai dari makanan ringan, makanan kemasan, kue basah, gorengan, nasi
paket, nasi uduk, bihun goreng, es krim, dan berbagai macam minuman.
Jam pelajaran di SD Insan Kamil pada hari Senin hingga Kamis dan
Sabtu dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga 11.30 WIB (Kelas 1 dan Kelas 2),
sedangkan Kelas 3 sampai Kelas 6 sampai pukul 13.00 WIB. Hari Jumat jam
pelajaran dimulai pada pukul 07.00 WIB dan selesai pada pukul 10.00 WIB
(Kelas 1 hingga Kelas 6). Jam istirahat Kelas 1 dan Kelas 2 pada pukul 09.30
WIB sampai 10.00 WIB sedangkan Kelas 3 hingga Kelas 6 pada pukul 10.00
WIB hingga 10.30 WIB. Waktu istirahat biasanya digunakan murid untuk jajan,
bermain, dan mengobrol dengan teman.
Ektrakurikuler yang ada di sekolah ini di antaranya adalah Al-Qur,an,
english course, jarimatika, klub sains, klub olimpiade matematika, biola, seni
lukis, komputer, robotics, futsal, tae kwon do, dan karate. Tiap ekstrakulikuler
memiliki jadwal kegiatan masing-masing, jam kegiatan biasa dilakukan setelah
jam sekolah berakhir. Setiap murid diwajibkan mengikuti minimal satu kegiatan
ekstrakulikuler.
Karakteristik Anak
Murid dari penelitian ini adalah murid SD kelas 4 dan kelas 5 dengan
kisaran umur 9-11 tahun. Rata-rata murid berumur 10,4 ± 0,6 tahun. Sebagian
besar umur murid berada pada usia 10 dan 11 tahun. Karakteristik anak
mencakup berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan berat badan lahir. Berat
badan dan tinggi badan digunakan untuk mengukur IMT anak. Rata-rata berat
badan dari anak dengan status gizi obes adalah 53,7 ± 6,9 kilogram, dengan
kisaran 40-66 kilogram. Kelompok anak dengan status gizi normal memiliki rata-
rata berat badan 29,2 ± 3,6 kilogram, dengan kisaran 23-38 kilogram. Data umur,
jenis kelamin, BB, TB, dan IMT anak terdapat pada Lampiran 3.
Rata-rata berat badan lahir dari anak dengan status gizi obes adalah
3343 ± 542 gram, dengan kisaran 1600-4200 gram. Kelompok anak dengan
status gizi normal memiliki rata-rata berat badan lahir 3135 ± 350,7 gram, dengan
kisaran 2500-3900 gram. Tabel 5 menunjukkan sebaran anak berdasarkan jenis
kelamin dan berat badan lahir. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa dari
kelompok anak obes sebanyak 70% adalah anak laki-laki. Nilai ini tidak berbeda
32
jauh dengan kelompok anak berstatus gizi normal yaitu sebanyak 65% adalah
anak laki-laki.
Tabel 5 Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dan berat badan lahir
Status Gizi Anak
p
Karakteristik Anak Normal Obes Total
value
n % n % n %
Jenis Perempuan 14 35,0 12 30,0 26 32,5
-
Kelamin Laki-laki 26 65,0 28 70,0 54 67,5
Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0
Berat Badan Normal 39 97,5 33 82,5 72 90,0
0,045
Lahir BBLR/Lebih 1 2,5 7 17,5 8 10,0
Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0
Menurut WHO (2000), perempuan cenderung mengalami peningkatan
penyimpanan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung
mengonsumsi sumber karbohidrat yang lebih kuat sebelum masa pubertas,
sementara laki-laki lebih cenderung mengonsumsi makanan yang kaya protein.
Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Proper et al. (2006) menyatakan bahwa
laki-laki secara signifikan lebih berkemungkinan untuk menjadi overweight atau
obesitas daripada wanita, karena laki-laki cenderung untuk menghabiskan lebih
banyak waktu untuk santai saat akhir minggu atau waktu senggang.
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa dari kelompok anak
berstatus gizi normal dan obes sebagian besar lahir dengan berat badan normal.
Sebanyak 97,5% anak dari kelompok anak dengan status gizi normal lahir
dengan berat badan normal dan sebanyak 82,5% anak dari kelompok anak obes
lahir dengan berat badan normal. Namun persentase anak yang lahir dengan
BBLR/berat lebih cenderung lebih banyak pada kelompok anak obes, yaitu
17,5% anak obes yang lahir dengan BBLR/berat lebih, sedangkan hanya 1 dari
40 (2,5%) anak berstatus gizi normal yang lahir dengan BBLR/berat lebih. Anak
yang lahir dengan BBLR/lebih adalah anak yang lahir dengan berat badan di luar
kisaran 2500-3800 gram. Berdasarkan hasil uji statistik terdapat perbedaan yang
signifikan (p=0,045) berat badan lahir antara anak berstatus gizi normal dan anak
obes.
Seorang anak yang terlahir akan memiliki kriteria berat badan saat
dilahirkan. Bayi dikatakan lahir dengan berat normal jika berat badannya antara
2500-3800 gram. Bayi dikatakan lahir dengan BBLR jika berat badannya kurang
dari 2500 gram. Penelitian yang dilakukan di Australia, terdapat hubungan yang
signifikan antara berat badan lahir rendah (BBLR) dan berat lahir lebih dengan
risiko kejadian obesitas pada anak usia 4 sampai 5 tahun. Peneliti menemukan
33
bahwa berat lahir rendah (BBLR) memiliki risiko yang lebih rendah menjadi
obesitas pada anak perempuan yang berusia 4 sampai 5 tahun (OR: 0,50; Cl
95%: 0,32-0,77) dibandingkan dengan berat lahir lebih, namun tidak terdapat
hubungan antara berat badan lahir rendah (BBLR) dengan kejadian obesitas
pada anak laki-laki. Berat lahir lebih memiliki hubungan dan risiko yang lebih
tinggi untuk menjadi obesitas pada anak perempuan (OR: 1,76; Cl 95%: 1,12,-
2,78) dan anak laki-laki (OR: 2,42; Cl 95%: 2,06-2,86) (Oldroyd et al. 2010).
Faktor Keturunan
Genetik atau parenteral fatness ditentukan dengan menghitung IMT orang
tua dengan pengkategorian status gizi menjadi kurus, normal, overweight, dan
obes. Rata-rata IMT ayah dari anak dengan status gizi obes adalah 26,6 ± 3,9
kg/m2, dengan kisaran 20,2-37,6 kg/m2. Kelompok anak dengan status gizi
normal memiliki rata-rata IMT ayah 23,9 ± 2,7 kg/m2, dengan kisaran 18,6-29,4
kg/m2. Tabel 6 merupakan sebaran anak berdasarkan faktor keturunan yaitu
berdasarkan status IMT ayah dan IMT ibu.
Tabel 6 Sebaran anak berdasarkan faktor keturunan
Status Gizi Anak
Faktor Keturunan Normal Obes Total p value
n % n % n %
Kurus - - - - - -
Normal 25 62,5 13 32,5 38 47,5
IMT ayah 0,001
Overweight 15 37,5 18 45,0 33 41,2
Obes 0 0,0 9 22,5 9 11,3
Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0
Kurus 2 5,0 0 0,0 2 2,5
Normal 28 70,0 20 50,0 47 58,8
IMT ibu 0,143
Overweight 7 17,5 18 45,0 25 31,2
Obes 3 7,5 2 5,0 6 7,5
Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0
Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa
dari kelompok anak obes sebagian besar berasal dari ayah yang status gizinya
overweight (45%). Pada kelompok anak yang berstatus gizi normal tidak ada
anak yang ayahnya berstatus gizi obes, sedangkan dari kelompok anak obes
terdapat 22,5% anak memiliki ayah obes. Anak yang berstatus gizi normal
sebagian besar memiliki ayah yang berstatus gizi normal yaitu sebanyak 62,5%.
Tidak ada ayah yang berstatus gizi kurus baik dari anak obes maupun anak yang
berstatus gizi normal. Berdasarkan hasil uji t-test terdapat perbedaan yang
signifikan (p=0,001) IMT ayah antara anak berstatus gizi normal dengan anak
obes.
34
Rata-rata IMT ibu dari anak dengan status gizi obes adalah 25,0 ± 2,8
kg/m2, dengan kisaran 18,7,2-32,5 kg/m2. Kelompok anak dengan status gizi
normal memiliki rata-rata IMT ibu 23,8 ± 4,4 kg/m2, dengan kisaran17,1-38,9
kg/m2. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar anak yang
berstatus gizi normal dan obes masing-masing dari ibu yang berstatus gizi
normal, yaitu 70% pada kelompok anak berstatus gizi normal dan 50% dari anak
obes. Hampir separuh (45%) dari kelompok anak obes mimiliki ibu yang
overweight, sedangkan dari kelompok anak berstatus gizi normal hanya 17,5%
ibu yang overweight. Terdapat 5% dari kelompok anak obes memiliki ibu obes,
sedangkan 7,5% dari kelompok anak berstatus gizi normal memiliki ibu obes.
Tidak ada dari kelompok anak obes memiliki ibu yang berstatus gizi kurus,
sedangkan terdapat 5% ibu bersatatus gizi kurus dari kelompok anak berstatus
gizi normal. Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan yang signifikan
(p=0,143) IMT ibu antara anak berstatus gizi normal dengan anak obes.
Menurut Hidayati, Irawan, Hidayat (2009), bila kedua orang tua obesitas,
80% anaknya menjadi obesitas, bila salah satu orang tua obesitas, kejadian
obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi
menjadi 14%. Perubahan lingkungan gizi ketika anak berada dalam kandungan
menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan
terhadap pemrograman janin yang di kemudian hari bersama-sama dengan
pengaruh diet dan stres lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai
penyakit di kemudian hari. Berikut disajikan sebaran anak berdasarkan
kombinasi antara IMT ayah dan IMT ibu yang terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran anak berdasarkan kombinasi IMT ayah dan IMT ibu
Status Gizi Anak
IMT ayah dan IMT ibu Normal Obes Total
n % n % n %
Kurus dan Normal 1 2,5 0 0,0 1 1,2
Normal dan Normal 19 47,5 6 15,0 24 30,0
Overweight dan Kurus 1 2,5 0 0,0 1 1,2
Overweight dan Normal 12 30,0 16 40,0 28 35,0
Overweight dan Overweight 4 10,0 7 17,5 11 13,8
Obes dan Normal 2 5,0 5 12,5 8 10,0
Obes dan Overweight 1 2,5 6 15,0 7 8,8
Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0
Berdasarkan hasil yang terdapat pada Table 7 dapat diketahui bahwa
hampir separuh (47,5%) anak berstatus gizi normal berasal dari kedua orang tua
yang berstatus gizi normal. Pada kelompok anak obes, sebagian besar (40%)
anak obes berasal dari ayah overweight dan ibu normal atau ayah yang normal
35
dan ibu yang overweight. Bahkan terdapat 15% anak obes yang berasal dari
kedua orang tua yang normal. Penelitian yang dilakukan oleh Internasional
Obesity Task Force (IOTF) dari badan WHO menyebutkan bahwa faktor genetik
hanya berpengaruh 1% dari kejadian obesitas pada anak, sedangkan 99%
disebabkan faktor lingkungan (Darmono 2006).
Effendi (2003) menyatakan bila kedua orang tua mengalami kegemukan,
maka kemungkinan anaknya mengalami obesitas mencapai 66–80%. Bila salah
satu orang tua mengalami kegemukan maka kemungkinan anak mengalami
obesitas sekitar 20–51%. Bahkan bila kedua orangtuanya memiliki status gizi
normal, anak memiliki kemungkinan gemuk sebesar 7-14%.
Karakteristik Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama seorang anak berinteraksi.
Keluarga juga yang menentukan jenis makanan yang akan dikonsumsi. Kondisi
obesitas biasanya terjadi pada keluarga yang memiliki perekonomian di atas
rata-rata, karena kemampuannya untuk memberikan makanan yang penuh gizi
pada anaknya. Karakteristik keluarga mencakup pendidikan orang tua,
pendapatan keluarga, dan pengetahuan gizi ibu.
signifikan (p=0,333) pendidikan ibu antara anak berstatus gizi normal dengan
anak obes.
Pendapatan Keluarga
Kondisi obesitas biasanya terjadi pada keluarga yang memiliki
perekonomian di atas rata-rata. Hal ini dikarenakan kemampuannya untuk
membeli dan memberikan makanan yang penuh gizi pada anaknya. Pendapatan
keluarga adalah total dari pendapatan ayah dan ibu setiap bulannya. Tabel 9
merupakan sebaran anak berdasarkan pendapatan keluarga.
Tabel 9 Sebaran anak berdasarkan pendapatan keluarga
Status Gizi Anak
Karakteristik Orang Tua Normal Obes Total
n % n % n %
<3 Juta 4 10,0 3 7,5 7 8,8
Pendapatan 3-5Juta 14 35,0 10 25,0 24 30,0
Keluarga 5-10 Juta 14 35,0 17 42,5 31 38,7
>10 Juta 8 20,0 10 25,0 18 22,5
Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0
Tabel 9 menggambarkan dari kelompok anak obes, sebagian besar
berasal dari keluarga yang pendapatannya antara 5-10 juta rupiah (42,5%) dan
sebanyak 25% berasal dari keluarga dengan pendapatan di atas 10 juta rupiah
per bulan. Pada kelompok anak dengan status gizi normal sebesar 20% berasal
dari keluarga dengan pendapatan di atas 10 juta rupiah per bulan. Nilai ini tidak
jauh berbeda, namun jika dikelompokkan lagi menjadi dua kategori pendapatan
keluarga, yaitu di bawah 5 juta rupiah per bulan dan di atas 5 juta rupiah terdapat
perbedaan yang semakin terlihat (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran anak berdasarkan dua kategori pendapatan keluarga
Status Gizi Anak
Karakteristik Orang Tua Normal Obes Total p value
n % n % n %
Pendapatan <5 Juta 18 45,0 13 32,5 31 38,8
0,306
Keluarga ≥5Juta 22 55,0 27 67,5 49 61,2
Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar anak obes
memiliki orang tua dengan pendapatan di atas 5 juta rupiah per bulan (67,5%).
Pada kelompok anak dengan status gizi normal, sebesar 55% memiliki orang tua
dengan pendapatan di atas 5 juta rupiah per bulan sebesar 55% dan 45% dari
orang tua dengan pendapatan di bawah 5 juta rupiah per bulan. Berdasarkan
hasil uji Mann-Whitney U tidak terdapat perbedaan yang signifikan (0,306)
pendapatan keluarga antara anak berstatus gizi normal dengan anak obes.
38
dikatakan ada kecenderungan ibu yang berpengetahuan gizi baik memiliki anak
yang berstatus gizi normal. Namun berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat
perbedaan yang signifikan (p=0,626) pengetahuan gizi ibu antara anak berstatus
gizi normal dan anak obes.
Menurut hasil penelitian Yueniwati dan Rahmawati (2001), terdapat
hubungan antara pendidikan terakhir ibu dengan pengetahuan ibu tentang anak
obes. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat
menerima segala informasi dari luar, terutama tentang cara pengasuhan anak
yang baik, menjaga kesehatan anak, dan sebagainya. Dijelaskan lebih lanjut,
pengetahuan ibu tentang obes pada anak juga berhubungan dengan status
pekerjaan ibu, yaitu ibu bekerja atau tidak.
eksklusif waktu bayi, sedangkan dari kelompok anak berstatus gizi normal, 70%
tidak mendapatkan ASI eksklusif waktu bayi. Dari sampel anak berstatus gizi
normal dan obes, ternyata sebanyak 75% ibu tidak memberikan ASI eksklusif
pada anaknya. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney U tidak terdapat perbedaan
yang signifikan (p=0,305) pemberian ASI eksklusif antara anak berstatus gizi
normal dengan anak obes.
Menurut Darmono (2006), obesitas pada anak disebabkan oleh asupan
makanannya yang berlebih. Selain itu, pada waktu lahir anak tidak dibiasakan
mengonsumsi air susu ibu (ASI), tetapi dibiasakan mengonsumsi susu formula
dalam botol. Padahal anak yang diberi ASI, biasanya asupan ASI-nya sesuai
dengan kebutuhannya. Anak yang biasa meminum susu dalam botol, jumlah
asupan makanan pada anak tidak dapat dihitung dengan tepat, bahkan para
orang tua cenderung memberikan susunya lebih kental, sehingga melebihi porsi
yang dibutuhkan anak.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kries dan Rudiger (1999) yang
melibatkan 9357 anak sekolah di Bavaria Jerman ditemukan prevalensi kejadian
obesitas lebih tinggi pada anak yang tidak pernah mendapat ASI, yakni sekitar
4,5%, dibandingkan dengan prevalensi obesitas pada anak yang pernah
mendapat ASI pada masa bayinya yakni hanya 2,8%. Anak yang diberi ASI pada
masa bayinya akan memiliki kemungkinan 0,75 kali (yang berarti lebih kecil)
untuk menjadi obes dibandingkan anak yang tidak diberi ASI pada masa bayinya.
Ini berarti pemberian ASI sejak bayi memiliki faktor protektif pada kejadian
obesitas pada masa anak.
Terdapat 42,5% anak obes yang tidak diberi susu formula sebelum usia 6
bulan namun mengalami obes. Hal ini bisa saja terjadi karena anak yang tidak
diberikan susu formula sebelum usia 6 bulan, namun dalam pertumbuhannya
diberikan makaan dengan jumlah yang lebih dari kecukupannya dan tidak
diimbangi dengan aktifitas fisik, maka anak akan tumbuh dengan status gizi
obes. Pemberian susu formula dalam takaran yang sesuai dan frekuensi yang
tidak berlebih juga akan membantu konsumsi energi yang seimbang pada anak.
Menurut Darmono (2006), obesitas pada anak disebabkan oleh masukan
makanan yang berlebih. Anak yang biasa minum susu dalam botol, jumlah
masukan makanan pada anak tidak dapat dihitung dengan tepat, bahkan para
orang tua cenderung memberikan susunya lebih kental, sehingga melebihi porsi
yang dibutuhkan anak. Berdasarkan penelitian Yueniwati & Rahmawati (2001),
didapatkan hasil bahwa anak yang mengalami obes, sebelas di antaranya
mendapatkan susu yang osmolaritasnya tinggi. Pemberian susu dengan
osmolaritas tinggi (terlalu kental) akan menyebabkan terjadinya asupan energi
yang melebihi kebutuhan optimal.
Kebiasaan Makan
Kebiasaan adalah pola perilaku yang diperoleh dari pola yang terjadi
berulang-ulang. Kebiasaan makan adalah suatu pola perilaku konsumsi pangan
yang diperoleh karena terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan juga dikaitkan
dengan cara-cara individu dan kelompok individu memilih, mengonsumsi, dan
menggunakan makanan yang tersedia, yang didasarkan pada faktor-faktor
psikologi, fisiologi, sosial, dan budaya di mana ia hidup (Suhardjo 2003).
Menurut Khumaidi (1989) kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia
atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan meliputi
sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan yang dilihat di
penelitian ini di antaranya adalah konsumsi harian dengan menghitung energi,
protein, dan lemak, konsumsi sayur dan buah, konsumsi fast food, konsumsi soft
drink, dan konsumsi makanan berlemak.
Tabel 13 Rata-rata asupan energi, protein, dan lemak per kapita per hari
Satus Gizi Anak
Energi dan Zat Gizi p value
Normal Obes
Energi (kkal/kap/hari) 2007 ± 403 2406 ± 388 0,000
Protein (g/kap/hari) 70,4 ± 22,8 67,4 ± 20,1 0,536
Lemak (g/kap/hari) 68,8 ± 22,5 89,2 ± 19,9 0,000
Berdasarkan hasil pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa rata-rata asupan
energi anak obes lebih tinggi dibandingkan dengan anak dengan status gizi
normal, yaitu dengan rata-rata asupan anak berstatus gizi normal 2007 ± 403
kkal/kap/hari dan anak obes 2406 ± 388 kkal/kap/hari. Hasil uji t-test
menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat nyata antara asupan energi anak
obes dan anak berstatus gizi normal (p=0,000).
Asupan lemak anak berstatus gizi normal berkisar 26,5-130,4 g/kap/hari,
sedangkan asupan lemak anak obes berkisar 48,9-142,3 g/kap/hari. Sama
halnya dengan asupan energi, rata-rata asupan lemak anak obes lebih tinggi
dibandingkan dengan anak berstatus gizi normal, yaitu dengan rata-rata asupan
lemak anak berstatus gizi normal 68,8 ± 22,5 g/kap/hari dan anak obes 89,2 ±
19,9 g/kap/hari. Berdasarkan hasil uji t-test terdapat perbedaan yang nyata
(p=0,000) antara rata-rata asupan lemak anak obes dengan anak status gizi
normal.
Asupan protein anak berstatus gizi normal berkisar 35,2-121,7 g/kap/hari,
sedangkan asupan energi anak obes berkisar 39,4-135,5 g/kap/hari. Berbeda
dengan rata-rata asupan energi dan lemak contoh, rata-rata asupan protein anak
obes ternyata lebih rendah dibandingkan anak dengan status gizi normal, yaitu
rata-rata asupan protein anak berstatus gizi normal 68,8 ± 22,5 g/kap/hari dan
anak obes 67,4 ± 20,1 g/kap/hari. Asupan protein anak berstatus gizi normal
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan anak obes. Protein tidak terlalu
berpengaruh dalam pembentukan sel lemak. Protein mempunyai kapasitas
penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme
asam amino diregulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan
dapat dipastikan akan dioksidasi, sedangkan karbohidrat mempunyai kapasitas
penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Bila cadangan
lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi
dan karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh (Hidayati,
Irawan, Hidayat 2009). Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara rata-rata asupan protein anak obes dengan anak status gizi normal
(p=0,536).
44
kecukupan energi defisit tingkat sedang dan defisit tingkat berat, sedangkan
pada kelompok anak berstatus gizi normal terdapat 7,5% anak dengan tingkat
kecukupan energi defisit tingkat sedang dan 17,5% anak dengan tingkat
kecukupan energi defisit tingkat berat. Anak yang obes cenderung memiliki
kebiasaan pola makan berlebih serta mengonsumsi makanan dalam jumlah lebih
banyak setiap kalinya. Selain itu anak yang obes juga sangat menyukai aktivitas
makan. Berdasarkan hasil uji t-test terdapat perbedaan yang sangat signifikan
(p=0,000) tingkat kecukupan energi antara anak berstatus gizi normal dengan
anak obes.
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa dari kelompok anak obes
sebanyak 57,5% mempunyai tingkat kecukupan protein pada kategori lebih. Hal
yang sama terjadi pada kelompok anak berstatus gizi normal, separuh (50%)
memiliki tingkat kecukupan protein pada kategori lebih. Nilai ini tidak berbeda
jauh dengan kelompok anak obes, namun pada kelompok anak obes nilai
persentasenya lebih tinggi dibandingkan dengan anak berstatus gizi normal.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,761) tingkat kecukupan protein
antara anak berstatus gizi normal dengan anak obes.
Pertumbuhan anak sebaiknya didukung oleh konsumsi zat gizi yang
cukup. Menurut Almatsier (2003), protein merupakan bagian terbesar tubuh
setelah air yang mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain,
yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Oleh karena itu
protein sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan anak.
Sebaran anak bedasarkan persen kontribusi lemak terhadap konsumsi
energi dapat dilihat pada Tabel 15. Rata-rata konsumsi energi pada anak obes
adalah 2406 ± 388 kkal setiap hari. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan
dengan rata-rata konsumsi energi anak normal yaitu 2007 ± 403 kkal setiap hari.
Tabel 15 Sebaran anak bedasarkan persen kontribusi lemak
Rata-rata Konsumsi
% Kontribusi
Status Gizi Anak Energi Lemak p value
Lemak
(kkal/kap/hari) (g/kap/hari)
Normal 2007 ± 403 68,8 ± 22,5 30,4
0,027
Obes 2406 ± 388 89,2 ± 19,9 33,4
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa kontribusi konsumsi lemak
anak obes cenderung lebih banyak dibandingkan dengan anak dengan status
gizi normal. Kontribusi lemak pada anak obes sebesar 33,4% sedangkan pada
anak dengan status gizi normal sebesar 32,0%. Nilai tersebut tidak jauh berbeda,
namun kontribusi lemak pada anak obes lebih tinggi dibandingkan dengan anak
46
berstatus gizi normal. Kisaran kontribusi lemak pada anak obes adalah 21,6-
43,6%, sedangkan pada kelompok anak berstatus gizi normal adalah 14,4-
44,9%. Berdasarkan hasil uji t-test terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,027)
persen kontribusi lemak antara anak berstatus gizi normal dengan anak obes.
Menurut Almatsier (2003), konsumsi lemak perlu diawasai karena tidak
boleh melebihi seperempat dari kebutuhan energi. Hal ini menunjukkan bahwa
kontribusi lemak tidak boleh lebih dari 25%. Kontribusi lemak baik pada anak
obes dan anak berstatus gizi normal ternyata melebihi 25%. Maka kedua
kelompok tersebut mengonsumsi lemak melebihi batas yang telah dianjurkan.
Nilai ini mungkin saja terjadi, karena nilai konsumsi yang diketahui adalah
konsumsi saat ini, di mana kedua kelompok tersebut banyak mengonsumsi
makanan yang berlemak dan makanan yang digoreng saat dilakukan food record
dan food recall.
pada konsumsi jenis camilan makanan ringan (p=0,045), es krim (0,007), dan
gorengan (0,001) dari kedua kelompok anak tersebut (anak berstatus gizi normal
dan obes).
Jenis camilan seperti es krim, coklat, dan gorengan memiliki kandungan
lemak yang tinggi. Makanan berlemak mempunyai kandungan energi lebih besar
dan mempunyai efek pembakaran dalam tubuh yang lebih kecil dibandingkan
makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak
juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan
yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. Bila cadangan lemak tubuh
rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dan
karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak
mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan
lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan
disimpan dalam jaringan lemak (Hidayati, Irawan, Hidayat 2009).
Menurut Popkin (2007), camilan sebenarnya penting bagi anak, sebab
perutnya kecil dan ia perlu ngemil lebih sering. Namun apapun camilannya dalam
sehari, seharusnya hanya memberikan 20 persen dari total energinya. Kebiasaan
mengonsumsi camilan biasanya dilakukan saat anak menonton televisi, bermain
game, dan saat belajar. Ketiga kegiatan tersebut merupakan aktivitas fisik yang
sangat rendah, namun dalam waktu bersamaan anak mengonsumsi makanan
yang mengandung cukup banyak energi. Tidak seimbangnya antara konsumsi
energi dengan aktivitas fisik yang dilakukan merupakan salah satu penyebab
obesitas pada anak.
Sebagian besar anak yang suka mengonsumsi fast food 4-6 kali tiap
minggu terjadi pada kelompok anak obes. Terdapat hampir separuh (45%) anak
obes yang mengonsumsi fast food 4-6 kali tiap minggu, sedangkan anak
berstatus gizi normal sebagian besar mengonsumsi fast food 1-3 kali tiap minggu
(82,5%). Anak yang mengonsumsi fast food setiap hari lebih banyak terjadi pada
kelompok anak obes, terdapat 7,5% anak obes yang mengonsumsi fast food
setiap hari, sedangkan pada kelompok anak berstatus gizi normal hanya 2,5%
yang mengonsumsi fast food setiap hari. Maka dapat dikatakan bahwa anak
obes cenderung lebih sering mengonsumsi fast food dibandingkan dengan anak
berstatus gizi normal. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney U terdapat perbedaan
yang signifikan (p=0,000) frekuensi konsumsi fast food antara anak berstatus gizi
normal dengan anak obes.
Konsumsi soft drink dengan frekuensi yang sering juga tidak memberikan
dampak yang baik, karena kandungan gula yang tinggi dalam soft drink. Namun
anak usia sekolah sangat menyukai jenis minuman ini meskipun kandungan
dalam minuman tersebut tidak baik untuk kesehatan. Menurut WHO (2000),
perkembangan food industry yang salah satunya berkembangnya makanan
cepat saji, yaitu makanan yang tinggi lemak tetapi rendah karbohidrat kompleks
merupakan salah satu faktor risiko obesitas.
Fast food atau ready-to-eat-food jadi pilihan utama orang tua yang sibuk
atau konsumsi ketika menghabiskan waktu bersama keluarga pada masyarakat
modern. Hal ini disebabkan karena pengolahannya yang cenderung cepat karena
menggunakan tenaga mesin, terlihat bersih karena penjamahnya adalah mesin,
restoran yang mudah ditemukan, serta karena pelayanannya yang selalu sedia
setiap saat bagaimanapun cara pemesanannya (Worthington & William 2000).
Aktivitas Fisik
Menurut Almatsier (2003) ativitas fisik merupakan salah satu bentuk
penggunaan energi dalam tubuh, di samping metabolisme basal. Aktivitas fisik
merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari
total energi expenditure. Obesitas atau kegemukan yang parah terjadi karena
tidak adanya keseimbangan energi, di mana asupan energi jauh lebih besar
dibandingkan energi expenditure atau energi yang terpakai dalam aktivitas fisik
(WHO 2000).
Menurut WHO (2000), kehidupan modern telah memberikan pola hidup
yang efisien. Ketika berada di tempat umum (publik area), tersedia eskalator atau
lift untuk mempercepat proses menempuh jarak sekaligus menghemat waktu.
Dengan sistem transportasi yang semakin canggih, seseorang dapat menempuh
jarak jauh dengan lebih cepat dan mudah, tidak seperti berjalan kaki atau naik
sepeda. Keterbatasan gerak manusia inilah yang pada akhirnya berujung pada
kejadian obesitas. Terdapat tiga aktivitas kegiatan yang dilihat pada penelitian ini,
yaitu alokasi waktu tidur, alokasi waktu menonton TV, bermain game, serta
internet, dan alokasi waktu bermain di luar rumah.
Waktu Tidur
Alokasi waktu tidur adalah lamanya anak tidur dalam satu hari, baik tidur
malam maupun tidur siang. Rata-rata waktu tidur anak obes adalah 9,0 ± 1,1 jam
dengan kisaran 6,5-11,5 jam, sedangkan pada anak berstatus gizi normal rata-
rata waktu tidurnya adalah 9,1 ± 1,2 jam dengan kisaran 6,5-11,5 jam. Alokasi
waktu tidur dikategorikan menjadi dua, yaitu kurang dari 8 jam dan lebih dari 8
jam. Tabel 21 merupakan sebaran anak berdasarkan alokasi kegiatan.
Tabel 21 Sebaran anak berdasarkan alokasi kegiatan
Status Gizi Anak
Alokasi Kegiatan Normal Obes Total p value
n % n % n %
≤8 jam 10 25,0 9 22,5 19 23,8
Waktu Tidur 0,697
> 8 jam 30 75,0 31 77,5 61 76,2
Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0
Menonton TV, bermain ≤2 jam 16 40,0 6 15,0 22 27,5
0,363
game, dan internet >2 jam 24 60,0 34 85,0 58 72,5
Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0
≥2 jam 22 55,0 12 30,0 34 42,5
Bermain di Luar 0,009
<2 jam 18 45,0 28 70,0 46 57,5
Total 40 100,0 40 100,0 80 100,0
54
semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita per bulan semakin meningkat
prevalensi kurang aktifitas fisik.
besar, sistem tubuh mereka adalah sistem dengan “gaya hemat”. Istilah ini
berarti janin yang kekurangan makanan pada saat berada dalam kandungan
akan tumbuh sebagai individu yang mengatur tubuhnya untuk menyimpan lemak
lebih banyak dan lebih efisien dalam penggunaannya (Parson et al. 2001).
Penelitian yang dilakukan di Australia, terdapat hubungan yang signifikan
antara berat badan lahir rendah (BBLR) dan berat lahir lebih dengan risiko
kejadian obesitas pada anak usia 4 sampai 5 tahun. Peneliti menemukan bahwa
berat lahir rendah (BBLR) memiliki risiko yang lebih rendah menjadi obesitas
pada anak perempuan yang berusia 4 sampai 5 tahun (OR: 0,50; Cl 95%: 0,32-
0,77) dibandingkan dengan berat lahir lebih, namun tidak terdapat hubungan
antara berat badan lahir rendah (BBLR) dengan kejadian obesitas pada anak
laki-laki. Berat lahir lebih memiliki hubungan dan risiko yang lebih tinggi untuk
menjadi obesitas pada anak perempuan (OR: 1,76; Cl 95%: 1,12,-2,78) dan anak
laki-laki (OR: 2,42; Cl 95%: 2,06-2,86) (Oldroyd et al. 2010).
selama dalam kandungan. Tidak heran bila bayi yang lahir memiliki jumlah sel
yang relatif sama besar (Zainun 2002).
Konsumsi soft drink dengan frekuensi yang sering juga tidak memberikan
dampak yang baik, karena kandungan gula yang tinggi dalam soft drink. Namun
anak usia sekolah sangat menyukai jenis minuman ini. Penelitian yang dilakukan
oleh Cornell University (2003) menyatakan bahwa anak-anak yang minum lebih
dari 12 ons soft drink meningkat berat badannya secara signifikan dibandingkan
dengan anak-anak dengan konsumsi kurang dari 6 ons per hari. Hal ini
disebabkan karena anak-anak tidak mengurangi makanan utama yang dimakan
dan ditambah dengan peningkatan kalori yang berasal dari minuman tersebut.
Semakin banyak minuman yang dikonsumsi, maka semakin besar asupan kalori
dan semakin tinggi pertambahan berat badannya.
Menurut WHO (2000), perkembangan food industry yang salah satunya
berkembangnya makanan cepat saji, yaitu makanan yang tinggi lemak tetapi
rendah karbohidrat kompleks merupakan salah satu faktor risiko obesitas.
Banyaknya jenis fast food yang dikonsumsi merupakan faktor risiko terjadinya
obesitas (OR = 11,0). lni berarti mengonsumsi fast food akan berisiko 11 kali
mengalami obesitas jika dibandingkan dengan mereka yang tidak
mengonsumsinya.
Penelitian lain mengemukakan bahwa konsumsi makanan yang digoreng
berhubungan positif dengan kegemukan (baik itu general maupun central
obesity) hal ini terjadi pada subjek di mana asupan tertinggi dari energi berasal
dari makanan gorengan. Seseorang yang mengonsumsi makanan gorengan
lebih banyak berisiko 1,26 kali (pria) dan 1,25 kali (wanita) lebih tinggi untuk
mengalamin kegemukan (Castillon et al. 2007).
Hasil uji korelasi Pearson yang tidak signifikan antara frekuensi konsumsi
sayur dan buah dengan obesitas diduga karena penelitian ini hanya
memperhatikan frekuensi contoh dalam mengonsumsi sayur dan buah dalam
seminggu tanpa dilihat kuantitas dan kualitasnya. Walaupun contoh
mengonsumsi sayuran setiap hari, tetapi dalam jumlah yang sedikit atau jenisnya
yang tidak sesuai, maka belum tentu dapat memenuhi ketentuan untuk sampai
kepada tindakan pencegahan kegemukan. Bahkan belum diketahui juga apakah
konsumsi contoh sudah memenuhi kebutuhan yang dianjurkan.
gizi tidak obes, sehingga anak yang memilki ibu obes memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk obes. Menurut Zainun (2002), orang tua yang gemuk cenderung
memiliki anak yang gemuk pula. Faktor genetik turut menentukan jumlah sel
lemak dalam lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara
otomatis akan diturunkan kepada bayi selama dalam kandungan. Tidak heran
bila bayi yang lahir memiliki jumlah sel yang relatif sama besar.
Anak yang mengonsumsi fast food setiap hari akan berisiko 4,028 kali
menjadi obes dibandingkan anak yang mengonsumsi fast food tidak setiap hari.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perkembangan food industry yang
salah satunya berkembangnya makanan cepat saji, yaitu makanan yang tinggi
lemak tetapi rendah karbohidrat kompleks merupakan salah satu faktor risiko
obesitas. Banyaknya jenis fast food yang dikonsumsi merupakan faktor risiko
terjadinya obesitas (OR: 4,028; Cl 90%: 1,097-14,793). lni berarti mengonsumsi
fast food akan berisiko 11 kali mengalami obesitas jika dibandingkan dengan
mereka yang tidak mengonsumsinya (WHO 2000).
Menurut hasil penelitian Padmiari dan Hadi (2001), menunjukkan bahwa
prevalensi obesitas di SD cukup tinggi (13,6 %). Prevalensi ini lebih tinggi pada
sekolah swasta (18,2 %) dibandingkan anak sekolah negeri (12,4%). Banyaknya
macam makanan cepat saji (fast food) yang dimakan berhubungan dengan
naiknya risiko obesitas (OR: 6,5; Cl 95%: 1,4-30,7). Jadi, dapat disimpulkan
bahwa makanan cepat saji berhubungan erat dengan obesitas pada anak
Sekolah Dasar.
Anak yang mengonsumsi makanan berlemak setiap hari akan berisiko
9,071 kali menjadi obes dibandingkan anak yang mengonsumsi makanan
berlemak tidak setiap hari (OR: 9,071; Cl 90%: 2,300-35,783). Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa
kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat
badan 12 kali, selain itu peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko
obesitas sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak
mempunyai kandungan energi lebih besar dan mempunyai efek pembakaran
dalam tubuh yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung
protein dan karbohidrat (Hidayati, Irawan, Hidayat 2009).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya makanan berlemak seperti
makanan yang digoreng berhubungan positif dengan kegemukan (baik itu
general maupun central obesity) hal ini terjadi pada subjek di mana asupan
65
Kesimpulan
Murid dari penelitian ini adalah murid SD kelas 4 dan kelas 5 dengan
kisaran umur 9-11 tahun. Rata-rata berat badan dari anak dengan status gizi
obes adalah 53,7 ± 6,9 kilogram, dengan kisaran 40-66 kilogram. Rata-rata berat
badan lahir dari anak dengan status gizi obes adalah 3343 ± 542 gram, dengan
kisaran 1600-4200 gram. Sebagian besar anak obes adalah anak laki-laki (70%).
Berdasarkan karakterisitik keluarga anak obes sebagian besar berasal dari ayah
yang status gizinya overweight (45%). Sebesar 45% anak obes dari ibu yang
overweight dan 5% dari ibu yang obes. Sebagian besar orang tua dari anak obes
penempuh pendidikan sampai perguruan tinggi (PT). Sebagian besar anak obes
memiliki orang tua dengan pendapatan di atas 5 juta rupiah per bulan (67,5%).
Sebagian besar anak obes memiliki ibu dengan pengetahuan tentang gizi yang
baik (72,5%).
Berdasarkan riwayat makan, anak obes sebagain besar tidak
mendapatkan ASI eksklusif waktu bayi (80%). Sebagian besar anak obes tidak
mendapatkan susu formula lebih awal atau sebelum usia 6 bulan (57,5%).
Separuh anak obes diberikan makanan pada sebelum usia 6 bulan (50%).
Berdasarkan asupan zat gizinya, rata-rata asupan energi anak obes 2406 ± 388
kkal/kap/hari dengan kisaran 1691-3318 kkal/kap/hari. Rata-rata asupan protein
anak obes 67,4 ± 20,1 g/kap/hari dan rata-rata asupan lemak anak obes 89,2 ±
19,9 g/kap/hari.
Pola konsumsi anak obes sebagian besar suka ngemil (87,5%), frekuensi
konsumsi sayur sebagian besar 1-3 kali per minggu (45%), frekuensi konsumsi
buah sebagian besar 1-3 kali per minggu (55%), frekuensi konsumsi soft drink 1-
3 kali per minggu (42,5%), frekuensi konsumsi fast food 4-6 kali per minggu
(45%), dan frekuensi mengonsumsi makanan berlemak 4-6 kali per minggu
(67,5%).
Berdasarkan aktivitas fisiknya, anak obes sebagian besar tidur lebih dari
8 jam per hari (77,5%). Sebagian besar anak obes menghabiskan waktu lebih
dari 2 jam untuk waktu menonton TV, bermain game, dan internet dalam satu
hari (85%). Sebagian besar anak obes sedikit meluangakan waktunya untuk
bermain di luar, sebanyak 70% anak obes yang menghabiskan waktu bermain di
luar rumah kurang dari 2 jam per hari.
67
Saran
Faktor risiko yang menjadi penyebab obesitas anak pada penelitian ini
hendaknya menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan untuk lebih
memperhatikan kebiasaan makan anak. Pihak sekolah sebaiknya memberikan
porsi gerakan yang lebih dalam kegiatan olah raga pada anak obes. Bagi sekolah
yang memiliki kantin agar mengurangi jumlah dan jenis jajanan yang berlemak
tinggi. Pihak orang tua yang memiliki anak obes sebaiknya lebih mengurangi
pemberian konsumsi makanan camilan dan makanan yang berlemak tinggi
kepada anaknya, dan menggiatkan anak berolah raga.
Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini sebaiknya diadakan pendidikan
gizi untuk orang tua dan murid yang lebih mengarah kepada tingkat penghayatan
dan penerapannya sehari-hari.
68
DAFTAR PUSTAKA
WHO. 2000. Obesity: Preventing and Managing the Global Epedemic. Geneva:
WHO Technical Report Series.
WHO. World Health Organization. 2005. Body Mass Indeks (BMI) = Indeks
Massa Tubuh. http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html 3
[2 April 2011]
WHO. 2007. Growth reference 5-19 years. www.who.int [2 April 2011]
Wirakusumah ES. 1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Worthington B, Williams RSR. 2000. Nutrition Trought out the life Cycle, Fourth
Edition. Boston: Mc Graw Hill Companies.
Yueniwati T, Rahmawati A. 2001. Hubungan karakteristik sosial ibu dengan
pengetahuan tentang obesitas pada anak. www.tempointeraktif.com [2
April 2011]
Yussac MAA et al. 2007. Prevalensi obesitas pada anak usia 4-6 tahun dan
hubungannya dengan asupan serta pola makan.
www.mki.idionline.org/index [2 April 2011]
Zainun M. 2002. Obesitas dan faktor penyebabnya. www.e-psikologi.com [2 April
2011]
71
LAMPIRAN
72
Lampiran 1 Kuesioner
KUESIONER
c. Karakteristik Anak
No Pertanyaan Jawaban
1 Umur anak …...…...………Tahun…………...…Bulan
2 Usia kandungan saat anak dilahirkan Bulan
3 Berat lahir anak gram
10. Mengonsumsi makanan berlemak tinggi dalam jangka waktu lama akan
mengakibatkan….
a. Anemia b. Kekurangan c. Obesitas d. Tidak tahu
protein
KUESIONER ANAK
a. Pola Makan Anak
No Pertanyaan Jawaban
1 Berapa kali kamu makan utama ..................................................... kali
dalam sehari?
2 Apa kamu selalu sarapan setiap a. Ya b. tidak
hari?
3 Apa kamu suka minum susu? a. Ya b. tidak
4 Berapa kali kamu minum susu ..................................................... kali
dalam sehari?
5 Jenis susu apa yang biasa kamu a. Susu bubuk,
minum? Merk: .....................................
b. Susu segar/cair
Merk: .....................................
c. Susu kental manis
Merk: .....................................
6 Apa kamu suka ngemil? a. Ya b. tidak
Kalo ya, merk makanan atau minuman
apa yang biasa kamu makan saat nonton
TV/main game/internet/main di rumah?
1. .............................................
2. .............................................
3. .............................................
4. .............................................
7 Biasanya berapa kali kamu jajan ..................................................... Kali/hari
dalam sehari? Jajanan kesukaan kamu apa saja?
1. .............................................
2. .............................................
3. .............................................
4. .............................................
8 Berapa uang saku kamu dalam Rp ................................................ ,-
sehari ke sekolah? Rata-rata uang yang dipakai untuk jajan di
sekolah?
Rp ................................................ ,-
9 Apa kamu suka minum soft drink? a. Tidak pernah
Soft drink (minuman bersoda) b. 1-3 kali/minggu
seperti coca cola, fanta, pepsi, c. 4-6 kali/minggu
d. Setiap hari
sprite, dll
10 Apa kamu suka makan fast food? a. Tidak pernah
Contoh Fast food : fried chicken, b. 1-3 kali/minggu
pizza, burger, mie instan, kebab, c. 4-6 kali/minggu
d. Setiap hari
kentang goreng.
11 Apa kamu suka makan makanan a. Tidak pernah
seperti ice cream, gorengan, b. 1-3 kali/minggu
bakso,martabak, roti goreng, Donat, c. 4-6 kali/minggu
d. Setiap hari
mie goreng, nasi goreng, kue Tart,
kue black forest?
12 Berapa kali kamu makan sayur a. Setiap hari
dalam seminggu? b. 4-6 kali/minggu
c. 1-3 kali/minggu
d. Tidak pernah
78
Keterangan:
Bh = buah kcl = kecil
Bj = biji ptg = potong
Btg = batang sdg = sedang
Btr = butir sdm = sendok makan
Bsr = besar sdt = sendok teh
Gls = gelas tsk = tusuk
80
Food record
Hari sekolah (hari/tanggal: )
Jumlah dimakan
Waktu Nama Makanan Asal
URT Gram
Pagi
Selingan
pagi
Siang
Selingan
sore
Malam
81
Pagi
Selingan
pagi
Siang
Selingan
sore
Malam
82
Data Jenis Kelamin, Umur, BB, TB, Z-score IMT/U Anak Normal
Z-score
Kode Jenis Kelamin Umur BB TB
BB/TB
4112 Laki-laki 10 29 140 -1.09
4113 Perempuan 10 32 145 -0.79
4114 Laki-laki 10 24 130 -1.5
4116 Laki-laki 10 27 139 -1.9
4117 Perempuan 10 30 142 -0.95
4118 Laki-laki 10 27 138 -1.6
4120 Laki-laki 10 32 143 -0.4
4121 Laki-laki 10 30 137 -0.26
4122 Perempuan 10 31 146 -1.08
4123 Perempuan 10 35 139 0.66
4124 Perempuan 10 32 138 0.13
4125 Laki-laki 10 27 137 -1.43
4126 Perempuan 10 30 140 -0.78
4127 Laki-laki 10 36 142 0.75
4128 Perempuan 10 30 135 -0.02
4311 Perempuan 10 30 144 -1.34
4312 Laki-laki 11 29 133 -0.18
4313 Laki-laki 10 31 139 -0.21
4411 Laki-laki 9 23 124 -0.79
4412 Laki-laki 10 35 145 0.18
4611 Laki-laki 10 30 140 -0.64
4711 Laki-laki 10 25 131 -1.23
4712 Laki-laki 10 26 131 -0.8
4713 Perempuan 10 24 128 -0.99
4714 Laki-laki 10 25 131 -1.19
4717 Laki-laki 10 38 148 0.38
5211 Laki-laki 11 28 132 -0.47
5212 Perempuan 11 30 143 -1.35
5213 Perempuan 10 26 127 -0.37
5214 Laki-laki 11 26 133 -1.53
5215 Perempuan 11 30 137 -0.63
5311 Laki-laki 11 27 133 -1
5312 Laki-laki 11 29 134 -0.35
5313 Laki-laki 11 29 138 -1.15
5314 Laki-laki 11 30 136 -0.54
5315 Laki-laki 10 23 127 -1.65
5316 Perempuan 11 32 138 -0.18
5317 Perempuan 11 25 130 -1.24
5611 Laki-laki 11 35 141 0.35
5612 Laki-laki 11 30 139 -0.95
Rata-rata 29.2 136.8 -0.70
SD 3.6 5.8 0.66
Nilai tertinggi 38 148 0.75
Nilai terrendah 23 124 -1.9
85
Data Jenis Kelamin, Umur, BB, TB, Z-score BB/TB Anak Obes
Z-score
Kode Jenis Kelamin Umur BB TB
BB/TB
4101 Laki-laki 10 59 146 3.24
4103 Perempuan 10 45 140 2.09
4301 Perempuan 10 56 153 2.21
4302 Perempuan 9 45 142 2.25
4401 Perempuan 10 40 132 2.05
4402 Laki-laki 11 50 137 2.83
4403 Laki-laki 9 44 131 3.18
4404 Laki-laki 10 45 142 2.35
4405 Perempuan 10 54 148 2.44
4501 Perempuan 10 60 143 3.07
4502 Perempuan 11 50 138 2.57
4503 Laki-laki 10 64 145 3.95
4504 Laki-laki 10 49 135 3.39
4601 Laki-laki 10 65 144 3.93
4602 Laki-laki 10 56 146 3.19
4603 Laki-laki 10 51 147 2.44
4604 Laki-laki 11 42 134 2.31
4701 Perempuan 10 48 137 2.62
4703 Laki-laki 10 53 144 2.78
5101 Laki-laki 11 51 149 2.17
5201 Perempuan 11 65 151 2.75
5202 Perempuan 11 65 144 3.2
5203 Laki-laki 11 56 150 2.48
5204 Laki-laki 11 55 147 2.64
5301 Laki-laki 11 52 140 2.68
5302 Laki-laki 11 55 143 2.9
5303 Laki-laki 11 54 151 2.2
5401 Laki-laki 11 55 146 2.57
5403 Laki-laki 11 58 144 2.94
5404 Laki-laki 11 59 159 2.22
5405 Laki-laki 10 61 143 3.57
5503 Perempuan 11 66 149 3.04
5601 Laki-laki 11 52 140 2.82
5604 Perempuan 11 63 154 2.43
5701 Laki-laki 11 57 148 2.62
5704 Laki-laki 11 55 143 2.9
5801 Laki-laki 11 55 141 2.88
5802 Laki-laki 11 45 136 2.39
5803 Laki-laki 11 47 142 2.27
5804 Laki-laki 11 46 134 2.69
Rata-rata 53.7 143.4 2.73
SD 6.9 6.2 0.47
Nilai tertinggi 66 159 3.95
Nilai terrendah 40 131 2.05
86
Sig. (2-tailed)
Berat Badan Lahir .045
IMT ayah .001
IMT ibu .143
Pengetahuan gizi ibu .626
Konsumsi Energi .000
Konsumsi Protein .536
Waktu Tidur .697
Waktu menontonTV, bermain game, dan internet .363
Lama bermain di luar .009
Konsumsi lemak .000
% Kontribusi lemak .027
TKE .000
TKP .761
Lampiran 6 Hasil uji korelasi pearson dan spearman antara Variabel Dependen
(Status Gizi Anak) dengan Variabel Independen
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
a
1 46.165 .555 .740
a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by
less than .001.