Sie sind auf Seite 1von 9

TUGAS STRUKTUR PROTEIN

Oleh :

Nama : NURUL AROFAH

NPM : 18700064

Kelas : 2018 B

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIYAJA KUSUMA

2018
STRUCTURE PROTEIN

Proteins represent the structural composition of all living organisms. All living
organisms, from the biggest animal to the most microscopic organisms, are mainly
made up of proteins. Proteins contribute to the biochemical processes that preserve
life. Proteins are complex macromolecules (polymers). They have high molecular
weight and are made up of structural units (monomers) called amino acids.

Amino acids are the protein’s building units. They are organic compounds made up of
hydrogen, oxygen, carbon and nitrogen atoms. Amino acids are made up of a basic
group (amino group NH2), an acidic group (carboxyl group COOH), a hydrogen atom,
and a terminal group R which differs from one amino acid to another.

Proteins are made up of repeated units of amino acids which link with each other via
peptide bonds. Take a look figure 15: you can observe that these bonds are present
between the carboxyl group of an amino acid with an amino group of another amino
acid, with the removal of water.

The combination of two amino acids is called a dipeptide compound, and the protein
chain formed of several amino acids is called a polypeptide. When protein is being
formed, it is not conditional for the combination to occur among similar amino acids.
Therefore this gives us many varying ways to form proteins, depending on the types,
order, and number of amino acids in the chain. About 20 amino acids participate in
building the proteins such as glycine, alanine, and valine.

1. Primary Structure
This describes the arrangement of amino acids in polypeptides of a certain
protein. This level determines the number, kind and arrangement of the amino
acids forming a protein.

Amino acids, as their name indicates, contain both a basic amino group and an
acidic carboxyl group. This di-functionality allows the individual amino acids to
join together in long chains by forming peptide bonds: amide bonds between the -
NH2 of one amino acid and the -COOH of another.

Sequences with fewer than 50 amino acids are generally referred to as peptides,
while the terms protein or polypeptide are used for longer sequences.

A protein can be made up of one or more polypeptide molecules. The end of the
peptide or protein sequence with a free carboxyl group is called the carboxy-
terminus or C-terminus. The terms amino-terminus or N-terminus describe the
end of the sequence with a free α-amino group.

2. Secondary Structure

This describes the way by which polypeptides are coiled. This structure is
formed as a result of the hydrogen bonds between carboxyl and amine groups in
close amino acid monomers.

The two main types of secondary structure are the α-helix and the ß-sheet.

3. Tertiary Structure

This describes the three-dimensional shape of proteins. This structure is


formed as a result of the bonds between the side groups (R groups) of amino
acids, which bend the different polypeptide chains and give protein its unique
shape.
The overall three-dimensional shape of an entire protein molecule is the tertiary
structure. The protein molecule will bend and twist in such a way so to achieve
maximum stability or the lowest energy state. Although the three-dimensional
shape of a protein may seem irregular and random, it is fashioned by many
stabilizing forces due to bonding interactions between the side-chain groups of
the amino acids.

4. Quaternary Structure

This describes proteins which consist of two or more chains of polypeptides.


This structure is formed as a result of the linkage of polypeptide chains with each
other.

Many proteins are made up of multiple polypeptide chains, often referred to as


protein subunits. These subunits may be the same (as in a homodimer) or
different (as in a heterodimer). The quaternary structure refers to how these
protein subunits interact with each other and arrange themselves to form a larger
aggregate protein complex.

The final shape of the protein complex is once again stabilized by various
interactions, including hydrogen bonding, disulfide-bridges and salt bridges.
BAHAN-BAHAN YANG MEMPENGARUHI ENZIM

Enzim merupakan protein yang bertindak sebagai katalis dan bertanggung jawab
untuk laju dan kekhususan yang tinggi dari satu atau lebih reaksi biokimia intraselular dan
ekstraselular. Enzim bekerja dengan membentuk kompleks enzim-substrat. Reaksi enzim
selalu bolak-balik. Hampir semua enzim adalah protein globular yang terdiri atas polipeptide
tunggal atau dua atau lebih polipeptide yang diikat bersama (dalam struktur kuarternari) oleh
ikatan non-kovalen. Ini disebabkan oleh konfigurasi tiga dimensi yang ada dalam larutan,
enzim-enzim bertindak terhadap molekul-molekul lain (substrat), dan mengkatalis satu tipe
(tetapi tidak harus satu) reaksi kimia.

Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim

1. Suhu (Temperatur)
Sifat Sifat Enzim seperti Enzim bersifat termolabil, artinya aktivitas enzim
dipengaruhi oleh suhu. Aktivitas enzim akan terus meningkat sampai batas suhu tertentu.
Batas suhu tersebut dinamakan suhu optimum. Jika enzim berada di bawah suhu optimum
maka kerja enzim akan terhambat. Enzim pada suhu 0oC atau di bawahnya brsifat
nonaktif. Akan tetapi pada suhu tersebut enzim tidak rusak.

Kenaikan suhu dapat meninkatkan akivitas enzim. Namun, jika suhu melebihi batas
optimum enzim dapat mengalami denaturasi atau kerusakan. Hal ini, akan mengakibatkan
enzim tidak dapat berfungsi sebagai katalis lagi. Contoh, enzim manusia memiliki suhu
optimum 35oC - 40oC, enzim pada bakteri yang hidup di air panas memiliki suhu optimum
70oC atau lebih.

2. Derajat Keasaman (pH)


Karena molekul enzim pada umumnya adalah protein globular, bentuk dan fungsinya
dapat dipengaruhi oleh perubahan pH cairan di sekitarnya. Enzim memiliki pH optimum
yang dapat bersifat basa maupun asam. Sebagian besar enzim memiliki pH optimum
antara 6 – 8. Perubahan pH mengakibatkan sisi aktif enzim berubah keefektifannya dalam
membentuk kompleks enzim - substrat, sehingga dapat menghalangi terikatnya substrat
pada sisi aktif enzim.

Selain itu, perubahan pH juga mengakibatkan proses denaturasi (kerusakan) pada enzim.
Denaturasi oleh pH yang ekstrim biasanya bersifat bolak-balik, tetapi tidak bolak-balik
pada denaturasi yang terjadi karena suhu panas. Peningkatan suhu akan meningkatkan laju
tumbukan antara enzim dan molekul substrat, sehingga akan meningkatkan laju
pembentukan kompleks enzim-substrat dan meningkatkan keceptan reaksinya.

Hal ini bertentangan dengan peningkatan denaturasi enzim pada suhu optimum karena
reaksi itu teralampaui. Akhirnya reaksi itu berhenti, kadang - kadang hanya pada
temperatur lebih dari 100oC. Contoh enzim ptialin di mulut hanya dapat bekerja pada pH
netral, enzim pepsin di lambung bekerja pada pH asam, sedangkan enzim tripsin di usus
bekerja pada pH basa.

3. Konsentrasi Enzim dan Substrat


Semakin besar konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi. Peningkatan
kecepatan reaksi akan terus bertambah hingga tercapai kecepatan konstan yakni jika
semua substrat sudah terikat oleh enzim. Konsentrasi enzim berbanding lurus dengan
kecepatan reaksi.

Bertambahnya konsentrasi substrat dalam suatu reaksi akan meningkatkan kecepatan


reaksi jika jumlah enzim dalam reaksi tersebut tetap. Namun, ketika semua sisi aktif enzim
sedang bekerja, penambahan konsentrasi substrat tidak dapat meningkatkan kecepatan
reaksi. Keadan demikian menunjukkan bahwa kecepatan reaksi telah mencapai titik
maksimum. Peningkatan kecepatan reaksi akan terus bertambah hingga tercapai kecepatan
konstan yakni jika semua enzim mengikat substrat.

Pada setiap saat, proporsi molekul - molekul enzim yang terikat pada substrat akan
tergantung pada konsentrasi substratnya. Karena konsentrasi meningkat, kecepatan awal
dari reaksi (Vo) pada saat penambahan enzim akan meningkat sampai suatu nilai
maksimum, Vmax, pada tingkat substrat, enzim tersebut dikatakan jenuh (seluruh sisi aktif
maksimum), dan penambahan jumlah substrat tidak akan menaikkan Vo. Nilai konsentrasi
substrat pada saat Vo = ½ Vmaxdikenal dengan tetapan MICHAELS (Km) untuk reaksi
substrat - enzim. Rendahnya nilai Km menunjukkan afinitas tinggi dari enzim untuk
substratnya.

Beberapa enzim (misalnya aspartase) hanya mengikat satu molekul substrat yang sangat
khusus; enzim yang lain dapat mengikat berbagai substrat lain yang khusus untuk enzim
tersebut (misalnya semua ikatan peptida terminal dalam kasus eksopeptidase). Perbedaan
itu timbul dari derajat stereospesifitas enzimnya. Banyak yang memerlukan gugus
prostetik yang menempel atau koenzim yang dapat melebur untuk menjalankan
aktivitasnya. Pada enzim - enzim itu komponen proteinnya dinamakan apoenzim dan
seluruh kompleks enzim - kofaktor fungsional dinamakan holoenzim.

4. Zat - zat Penggiat (Aktivator)


Aktivator merupakan zat atau molekul yang berfungsi untuk memacu atau
mempercepat reaksi enzim. Contoh dari aktivator antara lain garam-garam dari logam
alkali dalam kondisi encer (2% - 5%), dan ion logam seperti Ca, Mg, Ni, Mn, dan Cl. Dan
ini juga merupakan Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim.

5. Zat - zat Penghambat (Inhibitor)


Inhibitor merupakan sutau molekul yang dapat menghambat aktivitas enzim. Terdapat
dua macam inhibitor enzim, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.

a. Inhibitor Kompetitif

Inhibitor kompetitif (inhibitor irreversible) merupakan molekul penghambat


kerja enzim yang bekerja dengan cara bersaing dengan sisi aktif enzim. Inhibitor
kompetitif (inhibitor irreversible) berikatan secara kuat pada sisi aktif enzim.
Pengikatan ini berlangsung bolak-balik sehingga persentase penghambatan untuk
tingkat inhibitor yang tetap menjadi berkurang kalau substratnya ditambah.

Jadi, inhibitor kompetitif ini dapat dihilangkan dengan cara menambah konsentrasi
substrat. Contoh yang teramat penting dari pengikatan ini adalah melibatkan enzim
yang paling berlimpah, ribulose bifosfat karboksilase, enzim-penambat CO2pada
C3 fotosinte sis, dalam proses ini molekul-molekul O2 bersaing dengan molekul-
molekul CO2 untuk sisi aktif dan contoh lainnya adalah sianida yang terlarut dalam
darah bersaing dengan oksigen untuk berikatan dengan sisi aktif hemoglobin.

b. Inhibitor Nonkompetitif

Inhibitor yang terikat pada sisi alosetrik enzim (selain sisi aktif enzim) disebut
inhibitor nonkompetitif. Inhibitor nonkompetitif adalah molekul penghambat kerja
enzim yang bekerja dengan cara melekatkan diri pada luar sisi aktif enzim, yang dapat
menyebabkan sisi aktif enzim berubah dan tidak dapat berfungsi lagi. Sehingga
substrat tidak dapat berikatan dengan sisi aktif enzim. Inhibitor ini tidak dapat
dihilangkan walaupun dengan menambahkan substrat. Contoh inhibitor nonkompetitif
yaitu Ag+, Hg2+, dan Pb2+. Perhatikan gambar di bawah ini!

Demikianlah penjelasan mengenai faktor yang mempengaruhi kerja enzim. Semoga


artikel ini dapat bermanfaat dan menambah pegetahuan kita semua.

FBTwitterWALinePinterestG+
REFRENSI

Das könnte Ihnen auch gefallen