Sie sind auf Seite 1von 23

ANALISIS KEBIJAKAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 28 TAHUN 2014


TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program jaminan kesehatan nasional (JKN) adalah suatu program

pemerintah dan masyarakat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan

kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat indonesia agar penduduk indonesia

dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Program Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) adalah program baru dari pemerintah untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Program ini dikelola oleh BPJS Kesehatan. Program ini

banyak menjadi sorotan karena cepatnya perubahan peraturan dalam pelaksanaan

sehingga terkadang membuat para pelaku kebijakan menjadi bingung.

Kegiatan program jaminan kesehatan nasional (JKN) salah satunya diatur

dalam Permenkes no 28 tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program

Jaminan Kesehatan Nasional. Pengaturan Pedoman Pelaksanaan Jaminan

Kesehatan Nasional bertujuan untuk memberikan acuan bagi Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Pemerintah (Pusat, Propinsi,

Kabupaten/Kota) dan Pihak Pemberi Pelayanan Kesehatan yang bekerjasama

dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan), peserta program

Jaminan Kesehatan Nasional dan pihak terkait dalam penyelenggaraan Jaminan

Kesehatan Nasional. Beberapa pengaturan dalam Pedoman Pelaksanaan Program

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini meliputi penyelenggaraan, peserta dan

kepesertaan, pelayanan kesehatan, pendanaan, badan penyelenggara dan

1
hubungan antar lembaga, monitoring dan evaluasi, pengawasan, dan penanganan

keluhan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis berminat untuk

mengetahui lebih dalam dan menganalisis Permenkes no 28 tahun 2014 Tentang

Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

1.2 Pendekatan yang Digunakan oleh Reviewer

Pendekatan yang digunakan dalam analisis kebijakan ini adalah pendekatan

normatif, dimana menganalis kebijakan berdasarkan teori dan normatif.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari review kebijakan ini adalah untuk menganalisis PMK no. 28

Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan JKN

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Membuat ringkasan PMK no. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman

Pelaksanaan JKN
2. Mengkaji PMK no. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan JKN

dengan model institutional dan pendekatan normatif.


3. Menganalisis pasal bermasalah dalam PMK no. 28 Tahun 2014 tentang

Pedoman Pelaksanaan JKN.


4. Membuat pemikiran penyempurnaan dari PMK no. 28 Tahun 2014 tentang

Pedoman Pelaksanaan JKN


5. Membuat prediksi keberhasilan dari PMK no. 28 Tahun 2014 tentang

Pedoman Pelaksanaan JKN

BAB 2

2
RINGKASAN KEBIJAKAN

2.1 Isi Pokok Kebijakan

Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan nasional ini terdiri terdiri dari

tujuh bab, yang berisi sebagai berikut:

1. Bab 1 Pendahuluan
Pada bab ini berisi tentang latar belakang penyusunan kebijakan.

Pengaturan Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional bertujuan

untuk memberikan acuan bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan, Pemerintah (Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota) dan Pihak

Pemberi Pelayanan Kesehatan yang bekerjasama dengan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan), peserta program

Jaminan Kesehatan Nasional dan pihak terkait dalam penyelenggaraan

Jaminan Kesehatan Nasional. Dengan diaturnya Pedoman Pelaksanaan

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini Pelaksanaan Program

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah untuk memberikan

perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan

dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan

kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh

pemerintah.
2. Bab 2 Penyelenggaraan
Pada bab ini berisikan tentang unsur-unsur yang terlibat dalam JKN seperti

regulator, peserta JKN, pemberi pelayanan kesehatn, dan badan

penyelenggara JKN. Prinsip penyelenggaraan JKN adalah

kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan kehati-hatian akuntabilitas dan

3
efiktifitas, portabilias, kepesertaan bersifat wajib, dana amanah, dan hasil

penggunaan dana jaminan sosial.


3. Bab 3 Peserta dan Kepesertaan
Pada bab ini diatur mengenai siapa peserta JKN. Peserta JKN terdiri dari

dua kelompok yaitu peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta

bukan penerima bantuan iuran yang masing-masing diberi nomor identitas

tunggal. Pada bab ini juga diatur mengenai mekanisme penetapan dan

pemutahiran data PBI, pendaftaran peserta, hak dan kewajiban peserta, dan

tahapan kepesertaan JKN.


4. Bab 4 Pelayanan Kesehatan
Setiap peserta JKN mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan baik

rawat jalan, rawat inap, dan kegawat daruratan. Pelayanan kesehatan

dilakukan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat

pertama dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. Pada bab ini diatur

siapa saja pelayanan kesehatan yang menjadi FKTP dan FKTRL, manfaat

jaminan kesehatan bagi peserta, pelayanan penyediaan obat dan

penggunaan obat, peningkatan kelas perawatan pasien, prosedur

pelayanan, dan koordinasi manfaat/ coordination of benefit (COB)


5. Bab 5 Pendanaan
Pada bab ini diatur tenatang sumber pendanaan penyelenggaraan JKN

yaitu dari iuran peserta serta dijelaskan juga bagaimana mekanisme

pembayaran, pengelolaan dan pemanfaatan dana oleh FKTP, FKTRL.


6. Bab 6 Badan Penyelenggara
Badan penyelenggara JKN adalah BPJS Kesehatan sebagai badan hukum

publik yang bersifat nirlaba dan berangging jawab langsung kepada

presiden. Pada bab ini diatur mengenai fungsi, tugas, wewenang, hak dan

kewajiban dari BPJS kesehatan.


7. Bab 7 Monitoring, Evaluasi dan Penaganan Keluhan

4
Dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional berbagai pihak

melaksanakan monitoring dan evaluasi sesuai dengan kewenangan

masing-masing. Dala bab ini diatur mengenai aspek monitoring dan

evaluasi, tim monitoring-evaluasi penyelenggaraan JKN, pelaporan dan

utilization review, penanganan keluhan.

2.2 Masalah yang akan Diatasi

Dengan adanya peraturan ini akan memberikan pemahaman mengenai

program Jaminan Kesehatan Nasional kepada seluruh stakeholder terkait

sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik, efektif, efisien, transparan

dan akuntabel perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman

Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini

memuat berbagai ketentuan pokok yang selanjutnya dijabarkan dalam berbagai

petunjuk teknis sehingga diharapkan dapat menjadi acuan bagi semua pemangku

kepentingan dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional.

2.3 Sasaran Kebijakan

Sasaran Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) ini adalah seluruh komponen mulai dari pemerintah (pusat dan daerah),

BPJS, fasilitas kesehatan, peserta dan pemangku kepentingan lainnya sebagai

acuan dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

5
2.4 Aktor yang Terlibat dalam JKN

Unsur-unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatn

Nasional (JKN) adalah:

1. Regulator
Meliputi berbagai kementerian/lembaga terkait antara lain Kementerian

Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Kementerian

Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,

Kementerian Dalam Negeri, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).


2. Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional
Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah seluruh

penduduk Indonesia, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6

(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.


3. Pemberi Pelayanan Kesehatan
Pemberi Pelayanan Kesehatan adalah seluruh fasilitas layanan kesehatan

primer (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dan rujukan (Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut).

4. Badan Penyelenggara
Badan Penyelenggara adalah badan hukum publik yang menyelenggarakan

program jaminan kesehatan sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS).

6
BAB 3

KAJIAN DASAR KEBIJAKAN

3.1 Kajian Dasar PMK No. 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan

JKN
1. Tipe/Model PMK No. 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan JKN
Peraturan ini merupakan model prosedural dimana peraturan ini bertujuan

untuk menjelaskan dan menjadi pedoman untuk pelaksanaan program JKN

(Dunn, 2003).
2. Karakteristik PMK No. 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan JKN
Menurut Malone (1995), karakteristik kebijakan terdiri dari tiga jenis antara

lain; patronage/promotional policies, regulatory policie, dan redistributive

7
policy. Berdasarkan sifat kebijakan menurut Malone, peraturan ini bersifat

pratonage/promotional policies. Peraturan ini merupakan aksi dari pemerintah

untuk mengatur atau memberikan pedoman bagi pihak-pihak yang ada di

dalam JKN. Pada peraturan ini juga diatur mengenai peran masing-masing

pihak, tugas dan tanggung jawab, serta alur pelaksanaanya.

3.2 Analisis PMK No. 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan JKN
3.2.1 Pembagian Peran Masing-Masing Aktor
1. Regulator
Regulator dalam program JKN ini meliputi berbagai kementerian atau

lembaga terkait antara lain seperti; Kementerian Koordinator Kesejahteraan

Rakyat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian

Sosial, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam

Negeri, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).


2. Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional
Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah seluruh

penduduk Indonesia, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6

(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta program

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri atas 2 kelompok yaitu: Peserta

Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Peserta bukan

Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan. Peserta Penerima Bantuan

Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Sosial, yang

selanjutnya didaftarkan oleh Kementerian Kesehatan ke Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) sebagai peserta Penerima

Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan.


Peserta JKN yang telah mendaftarkan diri dan membayarkan iuran

memperolah manfaat sebagai haknya. Manfaat JKN terdiri atas 2 (dua) jenis,

8
yaitu manfaat medis dan manfaat non-medis. Manfaat medis berupa

pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif) sesuai dengan indikasi medis yang tidak terikat dengan besaran

iuran yang dibayarkan. Manfaat non-medis meliputi akomodasi dan ambulan.

Manfaat akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan

peserta. Manfaat ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas

kesehatan, dengan kondisi tertentu sesuai rekomendasi dokter.


Manfaat yang tidak dijamin dalam program JKN meliputi:
a. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur

sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;


b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang

tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan

darurat;
c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan

kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan

kerja atau hubungan kerja;


d. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan

kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang

ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;


e. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
f. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
g. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
h. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
i. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat

melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;


j. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk

akupunktur non medis, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan

efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology

assessment);

9
k. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai

percobaan (eksperimen);
l. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
m. Perbekalan kesehatan rumah tangga;
n. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,

kejadian luar biasa/wabah;


o. Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat

dicegah (preventable adverse events);.Yang dimaksudkan preventable

adverse events adalah cedera yang berhubungan dengan

kesalahan/kelalaian penatalaksanaan medis termasuk kesalahan terapi

dan diagnosis, ketidaklayakan alat dan lain-lain sebagaimana kecuali

komplikasi penyakit terkait.


p. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat

Jaminan Kesehatan yang diberikan.


3. Pemberi Pelayanan Kesehatan
Pemberi Pelayanan Kesehatan adalah seluruh fasilitas layanan kesehatan

primer (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dan rujukan (Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut). Pelayanan kesehatan dalam program

JKN diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan menerapkan

prinsip kendali mutu dan kendali biaya. BPJS Kesehatan akan membayar

kepada FKTP dengan Kapitasidan Non Kapitasi. Untuk FKRTL, BPJS

Kesehatan akan membayar dengan sistem paket INA CBG’s dan di luar paket

INA CBGs.
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan untuk

peserta JKN terdiri atas fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan

fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). FKTP dimaksud

adalah:

10
1) Puskesmas atau yang setara
2) Praktik dokter
3) Prakik dokter gigi
4) Klinik pratama atau yang setara
5) Rumah Sakit Kelas D pratama atau yang setara

Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan

penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS

Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik

perawat untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sesuai

dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama memberikan pelayanan

medis antara lain:

1) Kasus medis yang dapat diselesakan secara tuntas di pelayanan

kesehatan tingkat pertama;


2) Kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum

dilakukan rujukan;
3) Kasus medis rujuk balik;
4) Pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan kesehatan gigi

tingkat pertama;
5) Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi, dan anak balita

oleh bidan atau dokter; dan


6) Rehabilitasi medik dasar.
b. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKTRL) antara lain:
1) Klinik utama yang setara
2) Rumah sakit umum
3) Rumah sakit Khusus

Pelayanan Kesehatan di FKRTL atau Rujukan Tingkat Lanjutan

memberikan pelayanan antara lain:

1) Administrasi pelayanan;

11
2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter

spesialis dan subspesialis;


3) Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non-bedah sesuai

dengan indikasi medis;


4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
5) Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi

medis;
6) Rehabilitasi medis;
7) Pelayanan darah;
8) Pelayanan kedokteran forensik klinik;
9) Pelayanan jenazah (pemulasaran jenazah) pada pasien yang

meninggal di fasilitas kesehatan (tidak termasuk peti jenazah);


10) Perawatan inap non-intensif;
11) Perawatan inap di ruang intensif; dan
12) Akupunktur medis.

Dalam rangka upaya perbaikan mutu penyelenggaraan pelayanan JKN

diperlukan data dan informasi. Untuk itu data dan informasi tersebut

diperoleh dengan lengkap dari fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan

sebagaimana di amanatkan dalam Permenkes nomor 71 tahun 2013, bahwa

Fasilitas Kesehatan wajib membuat laporan kegiatan pelayanan kesehatan

yang diberikan secara berkala setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. BPJS

Kesehatan melaporkan hasil Utilization Review kepada Menteri dan DJSN.

4. Badan Penyelenggara
Asuransi kesehatan sosial di indonesia atau JKN dikelola tunggal oleh

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Badan

Penyelenggara adalah badan hukum publik yang menyelenggarakan program

jaminan kesehatan sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).


a. Fungsi

12
BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan

kesehatan.
b. Tugas
Dalam melaksanakan fungsinya BPJS Kesehatan bertugas untuk:
1) melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;
2) memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi

Kerja;
3) menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
4) mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
5) mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan

Sosial;
6) membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan

sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial;


7) memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program

Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.


c. Wewenang
Dalam melaksanakan tugasnya, BPJS Kesehatan berwenang untuk:
1) menagih pembayaran Iuran;
2) menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek

dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,

solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang

memadai;
3) melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan
4) Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial

nasional;
5) membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar

pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif

yang ditetapkan oleh Pemerintah;


6) membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas

kesehatan;

13
7) mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi

Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;


8) melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang

mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam

memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;dan
9) melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka

penyelenggaraan program Jaminan Sosial.


d. Hak
Dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS Kesehatan berhak untuk:
1) memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program

yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber

lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;


2) memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan

program Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.


e. Kewajiban
Dalam melaksanakan tugasnya, BPJS Kesehatan berkewajiban untuk:
1) memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;.
2) mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk

sebesar-besarnya kepentingan Peserta;


3) memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik

mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil

pengembangannya;
4) memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan

Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;


5) memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan

kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku;


6) memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk

mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya;


7) membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik

aktuaria yang lazim dan berlaku umum;

14
8) melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang

berlaku dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial;


9) melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi

keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden

dengan tembusan kepada DJSN.


f. Monitoring dan evaluasi
Dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional berbagai

pihak melaksanakan monitoring dan evaluasi sesuai dengan kewenangan

masing-masing. Para pihak yang melakukan monev yaitu Otoritas Jasa

Keuangan (OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian

Kesehatan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional

(BAPPENAS), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS)-

Kes).
1) Dalam hal pengembangan program Jaminan Kesehatan Nasional

dan kepesertaan secara menyeluruh merupakan kewenagan monev

dari DJSN.
2) Sehat atau tidaknya keuangan dalam penyelenggaraan jaminan

kesehatan oleh BPJS Kesehatan merupakan kewenangan monev

dari OJK.
3) Dari sisi penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan

merupakan kewenagan Kementerian Kesehatan dalam

melaksanakan monev. Dalam Pelaksanaan Monitoring dan

Evaluasi (Monev) Pelayanan penyelenggaraan JKN yang

menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan dibentuk Tim

Monev Penyelenggaraan JKN di tingkat Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Tim Monev penyelenggaraan pelayananan JKN

15
dibentuk secara internal dan lintas program. Tim Monev

penyelenggaran pelayanan JKN tingkat pusat di tetapkan oleh

Menteri Kesehatan, sedangkan Tim Monev Penyelenggaraan

pelayanan JKN di tingkat Provinsi dan Kabupaten/ Kota

ditetapkan dengan SK kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Pelaksanaan monev penyelenggaran pelayanan JKN mengacu

pada pedoman monev penyelenggaraan pelayanan JKN.


4) Dalam hal evaluasi status kesehatan, kemiskinan, pertumbuhan

ekonomi, social protection dan fiskal dari penyelengaaraan JKN

merupakan kewenangan Bappenas.

Sesuai dengan Perpres 108 Tahun 2013, BPJS Kesehatan adalah

badan hukum publik yang wajib menyampaikan pertanggungjawaban

atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program

tahunan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling

lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.

3.2.2 Kekuatan

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan

program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaran jaminan sosial (UU

SJSN, 2004). Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang

bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan tas resiko

sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya (UU SJSN,

2004).

16
Asuransi kesehatan sosial berdasarkan pooling risiko anggotanya, pada

prinsipnya semua populasi, dan pooling kontribusi dari para anggota,

pemangku kepentingan dan lainnya. Kontributor utama adalah rumah tangga,

perusahaan dan pemerintah. Kontribusi ini berfungsi untuk membayar pelayanan

kesehatan, sehingga memberikan akses kepada anggota, terlepas dari pendapatan

atau status sosial. Kontribusi rumah tangga ditetapkan sehingga mereka

berdasarkan kemampuan untuk membayar. Kontribusi perusahaan biasanya tetap

sebagai persentase dari upah dan gaji. Tingkat kontribusi pemerintah umumnya

ditentukan sedemikian rupa bahwa mereka memungkinkan untuk dimasukkan ke

dalam sosial sistem asuransi kesehatan rumah tangga yang tidak mampu

membayar kontribusi (WHO, 2003).

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di

Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang

diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh

penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi sehingga mereka dapat

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Perlindungan ini diberikan kepada setiap

orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Konsep

Jaminan Kesehatan nasional di Indonesia sudah secara umum sudah sesuai dengan

konsep asuransi kesehatan sosial menurut WHO.

Asuransi kesehatan sosial dapat dikelola oleh single fund atau multiple

funds (WHO, 2003). Asuransi kesehatan sosial di indonesia atau JKN dikelola

tunggal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Peserta

JKN mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas

17
pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Sedangkan

sistem pembayaran BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Pelayanan Kesehatan sudah

sesuai dengan normatif yaitu menggunakan kapitasi untuk FKTP, dan INA CBG’s

untuk FKTRL.

Di tingkat kebijakan, penting untuk memantau kemajuan pembangunan

asuransi kesehatan. Indikator yang diusulkan di bawah ini berhubungan dengan

tiga fungsi penting dari pembiayaan melalui asuransi kesehatan sosial yaitu: the

revenue collection, the risk pooling dan the purchasing (WHO, 2003). Dalam

penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional berbagai pihak melaksanakan

monitoring dan evaluasi sesuai dengan kewenangan masing-masing.

3.2.3 Kelemahan

Kelemahan dari peraturan ini adalah terdapat beberapa poin peraturan

yang kurang sesuai dengan normatif yang akan dibahas pada bab selanjutnya.

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pasal Bermasalah


1. Bab III Ketentuan umum poin 4
Poin tersebut berbunyi “Bayi baru lahir dari: peserta pekerja bukan

penerima upah, peserta bukan pekerja, peserta pekerja penerima upah untuk

anak keempat dan seterusnya; harus didaftarkan selambat-lambatnya 3 x 24

18
jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang

(bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah

ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN

maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum”.


Peraturan diatas, tidak sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh BPJS

Kesehatan yaitu Peraturan BPJS Kesehatan No 1 Tahun 2015. Dalam

peraturan ini disebutkan bahwa peserta dapat mendaftarkan bayi yang akan

dilahirkan sejak adanya denyut jantung janian (pasal 8). Dengan

dikeluarkannya peraturan BPJS Kesehatan tersebut maka peraturan

pelaksanaan JKN menjadi tumpang tindih.


2. Bab IV Ketentuan umum poin 10
Poin tersebut berbunyi “Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak

awal masuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Bila

pasien berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi kesempatan untuk

melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran peserta JKN dan selanjutnya

menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-lambatnya 3 x 24 jam

hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila

pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan

pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien

dinyatakan sebagai pasien umum”.


Peraturan diatas, tidak sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh BPJS

Kesehatan yaitu Peraturan BPJS Kesehatan No 1 Tahun 2015. Dalam

peraturan ini disebutkan bahwa proses pembuatan kartu kepesertaan BPJS

adalah 14 hari (pasal 7). Dengan dikeluarkannya peraturan BPJS Kesehatan

tersebut maka peraturan pelaksanaan JKN menjadi tumpang tindih.


3. Bab VI bagian Ketentuan umum poin 2

19
Poin dua tersebut berbunnyi bahwa “BPJS Kesehatan adalah badan hukum

publik yang bersifat nirlaba dan bertanggung jawab kepada presiden.”


BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara JKN sebaiknya diawasi oleh

lembaga pemerintahan atau lembaga independent, sehingga tidak langsung

bertanggung jawab kepada presiden. Kementrian kesehatan selaku regulator

dari jaminan kesehatan sosial menjadi pihak yang mengawasi secara penuh

penyelenggaraan JKN dan BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara.

Dengan adanya peraturan poin 2 tersebut, maka keberadaan BPJS

Kesehatan sama dengan kementrian yang berperan sebagai regulator dalam

progran JKN.
Pada Social Health Insurance di luar negeri pemerintah berada pada tingkat

makro. Dengan kata lain, tingkat makro pemerintah pusat yang secara

integral terlibat dalam mengatur SHI, melalui pembentukan mekanisme

yang kepentingan semua stakeholder akan dikoordinasikan di semua tingkat

sistem (Saltman, Busse, & Figueras, 2004).


4. Pada peraturan ini belum diatur mengenai hak dan kewajiban dari pelayanan

kesehatan. Penyedia pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat

penting dalam program JKN yaitu sebagai pemberi pelayanan kepada

peserta JKN sehingga penting untuk diatur apa saja hak dan kewajiban dari

pelayanan kesehatan.

4.2 Pemikiran Penyempurnan


1. Bayi baru lahir dengan kondisi normal tanpa komplikasi sebaiknya diikutkan

paket melahirkan. Sehingga biaya pengobatan ibu dan bayi baru lahir sudah

termasuk dalam paket persalinan. Biaya persalinan saat ini hanya untuk ibu

saja, sedangkan anak berada di luar paket tersebut. hal ini yang membuat

20
adanya tumpang tindih antara PMK No.28 Tahun 2014 dengan Peraturan

BPJS Kesehatan No.1 2015.


2. Kementrian Kesehatan sebagai regulator dalam Program JKN sebaiknya juga

ikut mengawasi BPJS Kesehatan. Karena dalam peraturan ini Kementrian

Kesehatan hanya memonitoring segi penyelenggaraan pelayanan jaminan

kesehatan.
3. Dalam peraturan ini sudah diatur mengenai hak dan kewajiban dari pasien dan juga

BPJS Kesehatan. Sebaiknya pelu juga diatur mengenai hak dan kewajiban dari

Pelayanan kesehatan sebagai salah satu aktor dalam program JKN

BAB 5
PREDIKSI KEBERHASILAN DAN KONSEKUENSI

PMK No. 28 Tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan jaminan kesehatan

nasional akan berhasil dan dijalankan dengan baik jika:

1. Masing-masing aktor memahami dan menjalankan isi dari peraturan ini,


2. Tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan dari presiden, kementrian

kesehatan, dan juga BPJS Kesehatan.


3. Pada kebijakan ini perlu untuk dilakukan revisi pada Bab VI ketentuan

umum poin 2, sehingga ada badan atau lembaga khusus yang mengawasi

BPJS Kesehatan. Untuk merubah peraturan tersebut perlu juga dilakukan

revisi pada UU No 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial. Sehingga tidak terjadi lagi kasus tumpang tindih peraturan seperti

yang terjadi antara PMK No.28 Tahun 2014 dengan Peraturan BPJS

Kesehatan No.1 2015.

21
Dampak dari kebijakan ini adalah dapat memberikan pemahaman

mengenai program Jaminan Kesehatan Nasional kepada seluruh stakeholder

terkait sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik, efektif, efisien,

transparan dan akuntabel. Sehingga diharapkan pada tahun 2019 dapat tercapai

universal health coverage dan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi

lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Charles L. Cochran and Eloise F. Malone, 1995, Public Policy : Perspective and
Choices, New York, McGraw Hill.
Dunn, W. (2003). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pembayaran Bagi Peserta Pekerja
Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Penerima Upah
PPA, W. (2002). Models of Public Policy Making. California State University
Graduate Center for Public Policy And Administration Summer, Third
Sessionn , 1-4.
Saltman, R. B., Busse, R., & Figueras, J. (2004). Social Health Insurance System
in Western Europe. New York: Open University Press
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
WHO. (2003). National Social Health Insurance Strategy. Commentd and
Suggestions of the Joint WHO/GTZ missions on Social Health Insurance
in Kenya , 1-38.

22

Das könnte Ihnen auch gefallen