Sie sind auf Seite 1von 3

THE AUDIT MARKET

Chapter 2 Summary
By:

Annisa Safitri (1606879086)

Hanif Abdul Fattah (1606880245)

William Martansurya Jahja (1606910885)

PADA awalnya, kebutuhan akan auditor dimulai pada 1780, tepatnya saat Revolusi Indsutri dimulai di
Britania Raya. Ekspansi industri dan peningkatan kemampuan memperoleh laba juga meningkatkan
permintaan terhadap spesialis yang dapat melakukan pembukuan dan pengauditan. Manajemen
memiliki kontrol terhadap operasi dan pembuatan atas laporan keuangan, seiring itu pula dibutuhkan
tenaga untuk mengontrol keuangan perusahaan tersebut, dalam hal ini auditor eksternal. Ada beberapa
teori yang dapat menjelaskan permintaan terhadap pelayanan audit, beberapa di antaranya adalah:

1. The Policeman Theory


Hingga tahun 1940-an seorang auditor sudah dikenal oleh masyarakat merupakan pihak yang
bertanggung jawab atas penghitungan aritmetika yangdigunakan sebagai langkah preventif dan
detektif dari tindakan penipuan. Seorang auditor juga dianggap bertanggungjawab atas
penemuan–penemuan penipuan dalam sebuah laporan keuangan. Namun, teori tersebut
bergeser hingga tahun 2000-an, masyarakat luas sudah mulai mengenal auditor sebagai pihak
yang bertanggung jawab atas verifikasi kebenaran dan keadilan dalam laporan keuangan
perusahaan.
2. The Lending Credibility Theory
Selanjutnya, audit, dipersepsikan publik, sebagai proses yang digunakan untuk meningkatkan
kredibilitas dari laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan. Ketika para pemegang
kepentingan menggunakan laporan keuangan untuk membuat keputusan, para pemegang
kepetingan seharusnya sudah memiliki kepercayaan yang kuat bahwa sebenarnya laporan
keuangan yang digunakan merupakan cerminan keadilan nilai ekonomi dn performa
sesungguhnya dari perusahaan.
3. The Theory of Inspired Confidence
Dikembangkan oleh Professor Theodore Limperg, teori ini berisi secara garis besar mengenai
permintaan dan penawaran jasa auditor dalam dunia nyata. Menurut Limperg, permintaan jasa
audit merupakan konsekuensi langsung terhadap keterlibatan pihak ketiga atau para pemegang
kepentingan di dalam perusahaan. Para pemegang kepentingan ini nantinya akan meminta
akuntabilitas dari manajemen dengan kontribusi mereka sebagai timbal baliknya. Dari sisi
penawaran, auditor harus dapat menawarkan jasa-jasa audit yang dapat dipercaya.
4. Agency Theory
Sebuah perusahaan dipandang sebagai hasil dari 'kontrak', di mana beberapa kelompok
membuat semacam kontribusi kepada perusahaan, diberi tertentu 'harga'. Hasil dari audit (report
assurance) akan disampaikan kepada pihak ketiga yang telah memberikan kontribusi tersebut.
Teori ini menjembatani perusahaan dengan pihak ketiga, dan harga tertentu digambarkan
dengan auditor fee.

MESKIPUN regulasi dan peraturan berbeda, permintaan dan penawaran terhadap jasa audit memiliki
garis besar standar yang sama masing-masing di setiap negara. Keberadaan peraturan ini, menurut
sebuah studi yang dilakukan akhir-akhir ini, dapat menjadi kunci dalam perkembangan pasar keuangan,
struktur kepemilikan perusahaan, kebijakan perusahaan, dan kepemilikan sistem informasi akuntansi
di seluruh dunia. Di negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa misalnya, jasa audit harus
dilakukan oleh auditor yang memenuhi spesifikasi sesuai dengan Eight Council Directive and Directive
2006/43. Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa peraturan dan undang-undang yang mempengaruhi
sisi permintaan atas jasa audit. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 121/2002 yang
mewajibkan perusahaan dengan aset diatas 25 miliar Rupiah untuk melaporkan laporan keuangan
auditan. UU No. 40/2007 Perseroan Terbatas mewajibkan PT dengan aset diatas Rp.50 milyar untuk
diaudit. Keputusan Menteri Koperasi dan UKM No. 91 tahun 2004 juga mewajibkan koperasi jasa
keuangan syariah dengan total aset di atas 1 miliar untuk diaudit.

SELANJUTNYA, setelah permintaan terhadap audit tinggi, muncul pertanyaan bagaimana seharusnya
auditor dievaluasi di pasar? Sejalan dengan penyedia layanan lainnya, auditor dievaluasi berdasarkan
elemen kualitas teknis dan fungsional. Audit teknis kualitas (functional quality audit) didefinisikan sebagai
tingkat di mana audit memenuhi harapan konsumen berkaitan dengan deteksi dan pelaporan kesalahan
dan penyimpangan mengenai perusahaan yang diaudit dan laporan keuangannya. Oleh karena itu, audit
teknis biasanya digunakan sebagai audit kualitas dari hasil proses audit. Sementara itu, kualitas audit
fungsional (functional quality audit) didefinisikan sebagai sejauh mana proses pelaksanaan audit dan
mengkomunikasikan hasilnya memenuhi harapan konsumen. Aspek kualitas audit ini bukan hasil,
tetapi proses itu sendiri, misalnya kemampuan auditor untuk mengidentifikasi hal-hal yang menarik
terkait manajemen mengenai keuangan perusahaan, pengendalian internal, atau manajemen bisnis
umum, sebagai produk sampingan untuk memberikan pendapat mereka tentang keakuratan laporan
keuangan. Selain itu, empati auditor dan keterampilan komunikasi termasuk dalam aspek ini.
Di luar itu, ada banyak pemangku kepentingan yang mengandalkan audit terhadap laporan
keuangan suatu perusahaan: klien, karyawan, pemerintah, bank, kreditor, dan para pemegang saham
yang potensial. Tanggung jawab hukum auditor untuk setiap pemangku kepentingan berbeda-beda,
tetapi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yakni common law (tanggung jawab berdasarkan
hukum), civil liability under statutory law (tanggung jawab perdata), criminal liability under statutory law
(tanggung jawab pidana), dan liability for members of professional accounting organizations (tanggung jawab
terhadap organisasi auditor secara keseluruhan).

TINGGINYA PERMINTAAN terhadap auditor juga memunculkan dampak negatif baru, yakni
terkait dengan pengembangan tugas auditor. Pengembangan tugas auditor, terkait dengan perubahan
di pasar audit, masih merupakan objek perdebatan publik, sering disebut sebagai perdebatan
kesenjangan harapan audit (audit expectation gap). Kesenjangan ini hasil dari fakta bahwa pengguna
layanan audit memiliki harapan mengenai tugas auditor yang melebihi praktik saat ini dalam profesi.
Dalam beberapa dekade terakhir, banyak auditor harus membayar ganti-rugi atas laporan audit yang
diduga ‘salah’ dan menimbulkan risiko terhadap keuangan yang tinggi. Ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan untuk mengurangi hal ini, antara lain:
a. Pembatasan maksimum yang dapat dibayar. Ini salah satunya sudah diatur di Austria, Belgia,
dan Yunani.
b. Pengembangan sistem proportionate liability, yang pada intinya, mengatur agar perusahaan tidak
bertanggung jawab atas seluruh kerugian yang ditanggung oleh penggugat.
c. Penyusunan undang-undang atau regulasi baru.
d. Mengeluarkan beberapa aktivitas yang mengakibatkan risiko keuangan yang cukup besar.
e. Pembentukan limited liability partnership untuk mencegah terpakainya uang pribadi sebagai
ganti-rugi kasus hukum.

Das könnte Ihnen auch gefallen