Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Chapter 2 Summary
By:
PADA awalnya, kebutuhan akan auditor dimulai pada 1780, tepatnya saat Revolusi Indsutri dimulai di
Britania Raya. Ekspansi industri dan peningkatan kemampuan memperoleh laba juga meningkatkan
permintaan terhadap spesialis yang dapat melakukan pembukuan dan pengauditan. Manajemen
memiliki kontrol terhadap operasi dan pembuatan atas laporan keuangan, seiring itu pula dibutuhkan
tenaga untuk mengontrol keuangan perusahaan tersebut, dalam hal ini auditor eksternal. Ada beberapa
teori yang dapat menjelaskan permintaan terhadap pelayanan audit, beberapa di antaranya adalah:
MESKIPUN regulasi dan peraturan berbeda, permintaan dan penawaran terhadap jasa audit memiliki
garis besar standar yang sama masing-masing di setiap negara. Keberadaan peraturan ini, menurut
sebuah studi yang dilakukan akhir-akhir ini, dapat menjadi kunci dalam perkembangan pasar keuangan,
struktur kepemilikan perusahaan, kebijakan perusahaan, dan kepemilikan sistem informasi akuntansi
di seluruh dunia. Di negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa misalnya, jasa audit harus
dilakukan oleh auditor yang memenuhi spesifikasi sesuai dengan Eight Council Directive and Directive
2006/43. Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa peraturan dan undang-undang yang mempengaruhi
sisi permintaan atas jasa audit. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 121/2002 yang
mewajibkan perusahaan dengan aset diatas 25 miliar Rupiah untuk melaporkan laporan keuangan
auditan. UU No. 40/2007 Perseroan Terbatas mewajibkan PT dengan aset diatas Rp.50 milyar untuk
diaudit. Keputusan Menteri Koperasi dan UKM No. 91 tahun 2004 juga mewajibkan koperasi jasa
keuangan syariah dengan total aset di atas 1 miliar untuk diaudit.
SELANJUTNYA, setelah permintaan terhadap audit tinggi, muncul pertanyaan bagaimana seharusnya
auditor dievaluasi di pasar? Sejalan dengan penyedia layanan lainnya, auditor dievaluasi berdasarkan
elemen kualitas teknis dan fungsional. Audit teknis kualitas (functional quality audit) didefinisikan sebagai
tingkat di mana audit memenuhi harapan konsumen berkaitan dengan deteksi dan pelaporan kesalahan
dan penyimpangan mengenai perusahaan yang diaudit dan laporan keuangannya. Oleh karena itu, audit
teknis biasanya digunakan sebagai audit kualitas dari hasil proses audit. Sementara itu, kualitas audit
fungsional (functional quality audit) didefinisikan sebagai sejauh mana proses pelaksanaan audit dan
mengkomunikasikan hasilnya memenuhi harapan konsumen. Aspek kualitas audit ini bukan hasil,
tetapi proses itu sendiri, misalnya kemampuan auditor untuk mengidentifikasi hal-hal yang menarik
terkait manajemen mengenai keuangan perusahaan, pengendalian internal, atau manajemen bisnis
umum, sebagai produk sampingan untuk memberikan pendapat mereka tentang keakuratan laporan
keuangan. Selain itu, empati auditor dan keterampilan komunikasi termasuk dalam aspek ini.
Di luar itu, ada banyak pemangku kepentingan yang mengandalkan audit terhadap laporan
keuangan suatu perusahaan: klien, karyawan, pemerintah, bank, kreditor, dan para pemegang saham
yang potensial. Tanggung jawab hukum auditor untuk setiap pemangku kepentingan berbeda-beda,
tetapi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yakni common law (tanggung jawab berdasarkan
hukum), civil liability under statutory law (tanggung jawab perdata), criminal liability under statutory law
(tanggung jawab pidana), dan liability for members of professional accounting organizations (tanggung jawab
terhadap organisasi auditor secara keseluruhan).
TINGGINYA PERMINTAAN terhadap auditor juga memunculkan dampak negatif baru, yakni
terkait dengan pengembangan tugas auditor. Pengembangan tugas auditor, terkait dengan perubahan
di pasar audit, masih merupakan objek perdebatan publik, sering disebut sebagai perdebatan
kesenjangan harapan audit (audit expectation gap). Kesenjangan ini hasil dari fakta bahwa pengguna
layanan audit memiliki harapan mengenai tugas auditor yang melebihi praktik saat ini dalam profesi.
Dalam beberapa dekade terakhir, banyak auditor harus membayar ganti-rugi atas laporan audit yang
diduga ‘salah’ dan menimbulkan risiko terhadap keuangan yang tinggi. Ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan untuk mengurangi hal ini, antara lain:
a. Pembatasan maksimum yang dapat dibayar. Ini salah satunya sudah diatur di Austria, Belgia,
dan Yunani.
b. Pengembangan sistem proportionate liability, yang pada intinya, mengatur agar perusahaan tidak
bertanggung jawab atas seluruh kerugian yang ditanggung oleh penggugat.
c. Penyusunan undang-undang atau regulasi baru.
d. Mengeluarkan beberapa aktivitas yang mengakibatkan risiko keuangan yang cukup besar.
e. Pembentukan limited liability partnership untuk mencegah terpakainya uang pribadi sebagai
ganti-rugi kasus hukum.