Sie sind auf Seite 1von 15

PENGARUH INDEKS MASA TUBUH DAN TINGKAT AKTIVITAS TERHADAP

HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA MEKAR ASIH


Marwanti*
ABSTRACT
Background: Hypertension is a deadly disease and is the third leading cause of death in
Indonesia and the many factors influencing such a lack of physical activity and body
mass index is over. The number of elderly people who have hypertension with BMI and
physical activity levels vary.
Purpose: To determine the magnitude of the effect of physical activity levels and body
mass index on the incidence of hypertension in the elderly.
Methods: The study used a quantitative design with a cross sectional approach. Bivariate
analysis using kendall tau and multivariate analysis with multiple logistic regression. The
study population was all group members IHC Mekar Sari village Pokak elderly. Large
sample using a sampling technique with total number of 43 elderly.
Results: There was a correlation between physical activity levels with hypertension
indicated P value = 0.019 <0.05 and there is a relationship between body mass index with
hypertension indicated P value = 0.036 <0.05. The analysis shows the OR and IMT more
are at risk of hypertension of 13.1 times higher than the BMI of less, normal BMI are at
risk of hypertension by 9.5 times higher than the BMI of less, low levels of physical
activity are at risk of hypertension at 6, 4 times higher than the level of moderate physical
activity.
Conclusion: This study states that there is the influence of physical activity levels and
body mass index of hypertension in the elderly in Posyandu Mekar Sari.

Keywords: Level of physical activity, Body mass index, Hypertension, Elderly

*Dosen Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten


Latar Belakang
Kesehatan adalah hak Asasi Manusia sebagaimana tersurat dalam Pasal 28 H
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam mencapai salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia,
maka setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif,
partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi
pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya
saing bangsa, serta pembangunan nasional.
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada
mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur- angsur
berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat
dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
Pembangunan Nasional yang telah dilaksanakan mempunyai dampak positif
yaitu meningkatkan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat. Meningkatnya taraf
hidup dan pendapatan menyebabkan perubahan dalam upaya hidup terutama dalam
pola makan yang menyebabkan pergeseran mutu makanan ke arah tidak seimbang
yang dapat memicu terjadinya berbagai macam penyakit degeneratif seperti
hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, kanker dan kegemukan
(Hadi, 2005).
Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa 48,2 persen penduduk Indonesia kurang
melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan yang
membutuhkan gerakan dan mengeluarkan energi. Aktivitas fisik meliputi aktivitas
fisik tinggi, moderat dan rendah. Kegiatan fisik menggunakan lebih banyak energi
daripada hanya beristirahat (Arisman, 2004; hal.67). Aktivitas fisik akan membakar
energi dalam tubuh, jika asupan kalori kedalam tubuh berlebihan dan tidak
diimbangi dengan aktivitas fisik yang seimbang akan menyebabkan tubuh
mengalami kegemukan (Budiharjo, 2008; hal.36). Faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas fisik adalah asupan zat gizi, jenis kelamin, usia, dan lemak
tubuh. Kurangnya aktivitas fisik menaikkan risiko tekanan darah tinggi karena
bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Lansia yang tidak aktif beraktivitas
cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung harus bekerja
lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuatan yang mendesak arteri.
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 prevalensi obesitas pada penduduk
berusia ≥ 15 tahun adalah laki-laki 13,9 % dan perempuan 23,8 %. Survei indeks
massa tubuh (IMT) pada kelompok usia ≥ 60 tahun di kota besar di Indonesia tahun
2004, 15,6% laki-laki dan 26,1% perempuan mengalami obesitas. Faktor dominan
penyebab hipertensi adalah faktor kelebihan berat badan yang dapat meningkatkan
risiko seseorang terserang penyakit hipertensi. Kelebihan berat badan dapat
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan mengakibatkan meningkatnya tekanan
darah. Semakin besar massa tubuh, maka semakin banyak darah yang dibutuhkan
untuk suplai oksigen dan makanan ke jaringan tubuh, volume darah yang beredar
melalui pembuluh darah meningkat, sehingga akan memberi tekanan lebih besar ke
dinding pembuluh darah arteri. (Yulianti, 2006).
Hipertensi dianggap sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk
penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu
sebagai peringatan bagi korbannya, apabila gejala tersebut muncul seringkali
dianggap gangguan biasa, sehingga korbannya terlambat menyadari akan
datangnya penyakit (Sustrani, 2006; hal.18). Hipertensi menjadi masalah kesehatan
bagi masyarakat yang serius, karena jika tidak terkendali akan berkembang dan
menimbulkan komplikasi yang berbahaya, akibatnya bisa fatal karena sering timbul
komplikasi, misalnya: stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal. Faktor
yang mempengaruhi tekanan darah antara lain: obesitas, merokok, kegiatan fisik,
stres, konsumsi tinggi garam, sedangkan faktor risiko tekanan darah tinggi yaitu:
keturunan, umur dan jenis kelamin (Wigudjoyo, 2006; hal.140).
Puskesmas Jambukulon mempunyai wilayah kerja yang mencakup 9 desa dan
terdapat 5 posyandu lansia. Data survey yang dilakukan di Puskesmas Jambukulon
jumlah lansia 1850 lansia dan yang menderita hipertensi 140 lansia. Proporsi
penderita hipertensi 7,5% dari keseluruhan jumlah lansia yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Jambukulon. Salah satu posyandu lansia di Puskesmas Jambukulon
adalah posyandu Mekar Sari yang ada di Desa Pokak dengan jumlah lansia 68,
yang aktif ikut posyandu sebanyak 52 lansia dan yang tidak aktif sebanyak 16
lansia, yang mengalami hipertensi sebanyak 19 lansia. Fenomena yang di jumpai di
posyandu Mekar Sari kebanyakan tidak obesitas dan aktivitas sehari-harinya
kebanyakan bekerja sebagai petani dan banyak yang tidak bekerja (RM kesehatan
lansia Puskesmas Jambukulon, 2012).

Rumusan masalah
Berdasarkan fenomena tersebut, maka rumusan masalah yang peneliti ambil
adalah sebagai berikut:
“Apakah ada pengaruh indeks massa tubuh dan tingkat aktivitas fisik terhadap
hipertensi pada lansia di Posyandu lansia Mekar Sari.”
Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh indeks massa tubuh dan
tingkat aktivitas fisik terhadap hipertensi pada lansia di Posyandu lansia Mekar
Sari.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui indeks massa tubuh pada lansia di Posyandu lansia Mekar Sari.
b. Mengidentifikasi tingkat aktivitas fisik pada lansia di Posyandu lansia Mekar
Sari.
c. Mengetahui pengaruh indeks massa tubuh terhadap hipertensi pada lansia di
Posyandu lansia Mekar Sari.
d. Mengetahui pengaruh tingkat aktivitas fisik terhadap hipertensi pada lansia di
Posyandu lansia Mekar Sari.
e. Mengetahui pengaruh indeks massa tubuh dan tingkat aktivitas fisik terhadap
hipertensi pada lansia di Posyandu lansia Mekar Sari.

Metode
Desain dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasi dimana
keberadaan data yang diteliti sudah ada dan peneliti tinggal merekam atau
mengobservasi sehingga penelitian ini menggunakan jenis penelitian non-eksperimen.
Jenis penelitian yang digunakan adalah mengkaji hubungan antara variabel yang
diteliti yaitu tingkat aktivitas fisik dengan hipertensi dan indeks massa tubuh dengan
hipertensi. Peneliti dapat menjelaskan hubungan, memperkirakan, dan menguji
berdasarkan teori yang ada.
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota kelompok lansia Mekar Sari di Desa
Pokak yang aktif ikut posyandu yang berjumlah 52 lansia (Data Kesehatan Lansia
Puskesmas Jambukulon di Desa Pokak, 2011)
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah menggunakan teknik total sampling yaitu
jumlah sampel sama dengan populasi yang dijadikan sampel penelitian. Besar sampel
yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi menjadi 43responden
Teknik Pengambilan Sampel
Peneliti menggunakan metode survei pendekatan cross sectional artinya tiap
subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap
suatu karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa
semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama, akan tetapi baik variabel
bebas maupun variabel terikat di nilai hanya satu kali saja. ( Notoatmodjo, 2010)
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan dokumentasi
observasi dan kuesioner. Pengumpulan data dalam penelitian inimeliputi data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari populasi secara langsung saat penelitian yaitu
melalui cara pengukuran IMT dengan mengukur tinggi badan dan berat badan yang
dilakukan oleh asisten peneliti yaitu kader posyandu, mengukur tekanan darah yang
dilakukan oleh asisten peneliti yaitu perawat puskesmas yang telah diberi penjelasan dan
prosedur serta pengisian kuesioner tingkat aktivitas fisik dengan wawancara langsung
dengan responden oleh peneliti di posyandu lansia Mekar Sari Desa Pokak. Data
sekunder diperoleh dari laporan resmi yang ada di Puskesmas Jambukulon mengenai
jumlah dan daftar populasi penelitian tentang hipertensi.
Instrument Penelitian
1. Alat ukur yang digunakan dalam pengumpulan data adalah: Alat ukur aktivitas fisik
dengan wawancara menggunakan lembar kuesioner 10 item dari GPAQ WHO tahun
2010.
2. Alat ukur tekanan darah adalah stetoskop dan tensimeter air raksa merek ABN.
3. Alat ukur IMT adalah meteran tinggi badan Microtoise staturemeter dan timbangan
badan merek NAGAKO.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik responden meliputi: jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan, dan lama beraktivitas. Dibawah ini akan dijelaskan satu persatu mengenai
karakteristik responden
a. Jenis Kelamin
Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Lansia di Posyandu

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


1 Perempuan 43 100
2 Laki - laki 0 0
Jumlah 43 100
Mekar Sari

Tabel diatas menunjukkan dari 43 lansia, 100% jumlah lansia adalah perempuan atau
sebanyak 43 orang
b. Umur
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Pada Lansia di Posyandu Mekar
Sari
Umur
N Minimum Maksimum Mean Median Modus
43 60 81 64,2 62 60

Berdasarkan tabel diatas diketahui umur responden paling muda 60 tahun dan paling
tua 81 tahun, rata-rata umur adalah 64,2.
c. Jenis Pekerjaan
Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pada Lansia di
Posyandu Mekar Sari
No. Pekerjaan Frekuensi Persentase
1 Petani 9 20,9
2 Pedagang 2 4,7
3 IRT 32 74,4
Jumlah 43 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui jenis pekerjaan sebagian besar sebagai IRT
sebanyak 32 lansia (74,4%)
d. Tingkat Pendidikan
Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Lansia di
Posyandu Mekar Sari
No. Pendidikan Frekuensi Persentase
1 Tidak Sekolah 12 27,9
2 SD 28 65,1
3 SMP 2 4,7
4 SMA 1 2,3
Jumlah 43 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui tingkat pendidikan responden paling banyak adalah
tingkat SD yaitu sebanyak 28 lansia (65,1%).
e. Lama Beraktifitas
Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Aktivitas Pada Lansia di
Posyandu Mekar Sari
Umur
N Minimum Maksimum Mean Median Modus
43 2 8 3,5 3 3

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa lama aktivitas responden paling rendah
2 jam dan paling lama 8 jam, rata-rata lama aktivitas adalah 3,5 jam.
Analisis Bivariat
a. Tingkat aktivitas fisik
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Tingkat Aktivitas Fisik Lansia di Posyandu Mekar
Sari
No. Tingkat aktivitas fisik Frekuensi Persentase
1 Moderat 16 37,2
2 Rendah 27 62,8
Jumlah 43 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat
aktivitas fisik rendah yaitu sebanyak 27 lansia (62,8%)
b. Indeks Massa Tubuh
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh Lansia di Posyandu Mekar Sari
No. Indeks Massa Tubuh Frekuensi Persentase
1 Kurang 9 20,9
2 Normal 20 46,5
3 Lebih 14 32,6
Jumlah 43 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah IMT normal yaitu
sebanyak 20 lansia (46,5%)
c. Kejadian Hipertensi
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Posyandu Mekar
Sari
No. Kejadian Hipertensi Frekuensi Persentase
1 Hipertensi 20 46,5
2 Tidak hipertensi 23 53,5
Jumlah 43 100

Tabel diatas menunjukkan dari 43 lansia, 53,5% jumlah responden mayoritas tidak
hipertensi atau sebanyak 23 lansia
Analsis Bivariat
a. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Hipertensi
Tabel 9 Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik Dengan Hipertensi Di Posyandu Mekar
Sari
Kejadian Hipertensi
No. Tingkat Hipertensi Tidak hipertensi Total P value
aktivitas
fisik
f % f % f %
1 Moderat 4 25,0 12 75,0 16 100,0 0,019
2 Rendah 16 59,3 11 40,7 27 100,0
Jumlah 20 46,5 23 53,5 43

Tabel diatas Koefisien korelasi Kendal tau menunjukkan koefisien korelasi p-value
(sig)= 0,019 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa 1 gagal ditolak, yakni
ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi
b. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Hipertensi
Kejadian Hipertensi
No. Indeks Masa Hipertensi Tidak Total P value
tubuh hipertensi
f % f % f %
1 Gizi kurang 4 44,4 5 55,6 9 100,0 0,036
2 Gizi normal 5 25,0 15 75,0 20 100,0
3 Gizi lebih 11 78,6 3 21,4 14 100,0
Jumlah 20 46,5 23 53,5 43 100,0

Tabel diatas Koefisien korelasi Kendal tau menunjukkan koefisien korelasi p-value
(sig)= 0,036 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa 2 gagal ditolak, yakni
ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian hipertensi
Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama variabel
bebas terhadap variabel terikat, dan variabel bebas yang paling besar pengaruhnya
terhadap variabel terikat (hipertensi) dengan uji regresi logistik berganda menggunakan
metode enter (Sugiyono, 2006). Odds ratio diperlukan dalam konsep regresi logistik
untuk memudahkan proses interpretasi yang diperoleh. Nilai OR tertinggi pada analisis
regresi logistik pada variabel bebas merupakan faktor yang paling mempengaruhi
terjadinya variabel terikat (hipertensi)
Tabel 11 Pengaruh Tingkat Aktivitas Fisik Dan Indeks Massa Tubuh Terhadap Hipertensi
Di Posyandu Mekar Sari
95% C.I.for EXP(B)
No Variabel B P OR Lower Upper
(EXP B)
1 IMT kurang
Normal 2,248 0,041 9,469 1,100 81,485

Lebih 2,573 0,006 13,107 2,071 82,957

2 Tingkat aktivitas
fisik

1 Moderat

2 Rendah 1,852 0,040 6,374 1,091 37,225

constant -2, 184

Berdasarkan tabel 4.11 variabel IMT yang paling berisiko tinggi terjadi hipertensi adalah
IMT lebih dengan P value = 0,006, OR = 13,107 dan 95% CI = 2,071 – 82,957. Variabel
tingkat aktivitas fisik yang paling berisiko tinggi terjadi hipertensi adalah tingkat aktivitas
fisik rendah dengan P value = 0,040, OR = 6,374 dan 95% CI = 1,091-37,225.
Berdasarkan hasil uji regresi logistik diperoleh rumus regresi sebagai berikut:
Y = (-2,184) + 2,573X1 + 1,852X2
Interpretasi dari regresi diatas adalah sebagai berikut:
1. Konstanta (a) Berarti jika semua variabel bebas memiliki nilai nol (0) maka variabel
terikat (Beta) sebesar (-2,184).
2. IMT (X1) terhadap beta (Y) Nilai koefisien IMT untuk variabel X1 sebesar 2,573. Hal
ini mengandung arti bahwa setiap kenaikan IMT maka variabel Beta (Y) akan naik
sebesar 2,573 dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi
adalah tetap.
3. Aktivitas (X2) terhadap beta (Y) Nilai koefisien aktivitas untuk variabel X2 sebesar
1,852. Hal ini mengandung arti bahwa setiap penurunan tingkat aktivitas maka
variabel Beta (Y) akan naik sebesar 1,852 dengan asumsi bahwa variabel bebas yang
lain dari model regresi adalah tetap
Pembahasan
Teori Muhammadun AS (2010), bahwa perempuan lebih tinggi mengalami hipertensi
daripada laki-laki karena adanya penurunan hormon estrogen pada saat paska menopous.
Teori Darmono, H (2001), dalam penelitiannya menemukan penderita hipertensi pada
wanita lebih besar dibandingkan laki-laki yang menderita hipertensi. Perempuan
pramenopouse cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi daripada laki-laki usia yang
sama. Menurut Riskesdas (2010) bahwa perempuan lebih banyak yang menderita
hipertensi dibanding laki-laki, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen
pada wanita.
Teori Muhammadun AS (2010), umur diatas 60 tahun mempunyai prevalensi lebih
tinggi terkena hipertensi karena semakin tua seseorang pengaturan metabolisme zat
kapur/kalsium terganggu, sehingga banyak zat kapur yang beredar bersama darah.
Kalsium dalam darah yang banyak menyebabkan darah menjadi lebih padat, sehingga
tekanan darah meningkat. Usia yang bertambah juga menyebabkan elastisitas arteri
berkurang. Arteri tidak dapat lentur dan cenderung kaku sehingga volume darah yang
mengalir sedikit dan kurang lancar. Agar kebutuhan darah di jaringan tercukupi maka
jantung harus memompa darah lebih kuat lagi. Diperkuat dengan teori, dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %
diatas umur 60 tahun (Nurkhalida, 2003).
WHO 2010 mengemukakan bahwa jenis pekerjaan seseorang mempengaruhi tingkat
aktivitas fisik karena semakin berat jenis pekerjaan maka beban aktivitas yang dilakukan
semakin tinggi sebaliknya seseorang yang mempunyai jenis pekerjan ringan seperti
menjahit maka tingkat aktivitas yang dilakukan semakin rendah.
Teori Wigudjoyo (2006), tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik.
Aktivitas fisik yang rendah seperti bermalas-malasan memicu terjadinya hipertensi karena
curah jantung menurun sehingga tahanan perifer meningkat. Gaya hidup yang tidak aktif
atau malas berolahraga bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki
kepekaan yang diturunkan. Berat badan yang berlebih akan membuat seseorang susah
bergerak dengan bebas.
Teori Wigudjoyo (2006), obesitas adalah keadaan seseorang dimana terjadi
penumpukan lemak yang lebih di dalam tubuh dan dapat diekspresikan dengan
perbandingan berat badan serta tinggi badan yang meningkat. Obesitas merupakan faktor
resiko yang sering dikaitkan dengan hipertensi. Individu dengan kelebihan berat badan
20% memiliki risiko 3-8 kali tinggi di banding dengan individu dengan berat badan
normal. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 survei indeks massa tubuh (IMT) pada
kelompok usia ≥ 60 tahun di Indonesia, 15,6% laki- laki dan 26,1% perempuan
mengalami obesitas.
Berdasarkan analisis dengan uji statistik Kendall tau didapatkan hasil bahwa
hubungan IMT dengan hipertensi di Posyandu Mekar Sari signifikan dengan nilai
p=0.019 (p<0.05). IMT diatas 25 terbukti berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi.
Obesitas merupakan faktor resiko yang sering dikaitkan dengan hipertensi. Individu
dengan kelebihan berat badan 20% memiliki risiko 3-8 kali tinggi di banding dengan
individu dengan berat badan normal. Hasil analisis statistik kendall tau didapatkan bahwa
hasil bahwa hubungan aktifitas fisik rendah dengan hipertensi di Posyandu Mekar Sari
signifikan dengan nilai p=0,036 (p<0,05). Hasil ini sesuai dengan teori wigudjoyo (2006),
tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang rendah seperti
bermalas-malasan memicu terjadinya hipertensi karena curah jantung menurun sehingga
tahanan perifer meningkat. Gaya hidup yang tidak aktif atau malas berolahraga bisa
memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan.
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama
variabel bebas terhadap variabel terikat, dan variabel bebas yang paling besar
pengaruhnya terhadap variabel terikat (hipertensi) dengan uji regresi logistik berganda
menggunakan metode enter (Sugiyono, 2006). Odds ratio diperlukan dalam konsep
regresi logistik untuk memudahkan proses interpretasi yang diperoleh. Nilai OR tertinggi
pada analisis regresi logistik pada variabel bebas merupakan faktor yang paling
mempengaruhi terjadinya variabel terikat (hipertensi).
Hasil analisis regresi logistik didapat variabel indeks massa tubuh dengan P value <
0,05 dan OR untuk IMT lebih 13,107 artinya seseorang yang mempunyai IMT lebih akan
berisiko terjadi hipertensi sebesar 13,1 kali lebih tinggi dibandingkan seseorang dengan
IMT kurang. OR untuk IMT normal 9,469 artinya seseorang yang mempunyai IMT
normal akan berisiko terkena hipertensi sebesar 9,5 kali lebih tinggi dibandingkan
seseorang dengan IMT kurang.
Hasil analisis regresi logistis variabel tingkat aktivitas fisik rendah dengan P value
0,04 berarti P value <0,05 dan OR tingkat aktivitas fisik rendah 6,374 artinya seseorang
yang mempunyai tingkat aktivitas fisik rendah akan berisiko terkena hipertensi sebesar
6,4 kali lebih tinggi dibandingkan seseorang dengan tingkat aktivitas fisik moderat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Indeks massa tubuh pada lansia di Posyandu Mekar Sari mayoritas normal yaitu
sebesar 46,5%.
2. Tingkat aktivitas fisik pada lansia di Posyandu Mekar Sari mayoritas rendah yaitu
sebesar 62,8%.
3. Ada pengaruh tingkat aktivitas fisik rendah terhadap hipertensi.
4. Ada pengaruh indeks massa tubuh lebih terhadap hipertensi.
5. Tingkat aktivitas fisik rendah dengan OR=6,374 artinya tingkat aktivitas fisik rendah
berisiko terkena hipertensi sebesar 6,4 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat aktivitas
moderat pada lansia di Posyandu Mekar Sari.
6. Indeks massa tubuh yang lebih berisiko terkena hipertensi sebesar 13,1 kali lebih
tinggi dibandingkan IMT kurang dan IMT normal berisiko terkena hipertensi sebesar
9,5 kali lebih tinggi dibandingkan IMT kurang pada lansia di Posyandu Mekar Sari.
7. Indeks massa tubuh yang lebih menyumbangkan angka sebesar 2,573 untuk terjadi
hipertensi dan tingkat aktivitas fisik yang rendah menyumbangkan angka sebesar
1,852 untuk terjadinya hipertensi.
A. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat disampaikan
adalah sebagai berikut:
1. Bagi institusi pendidikan
Disarankan bisa menjadi referensi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
ilmu keperawatan tentang teori penghitungan indeks massa tubuh yang lebih
akurat dan cara menghitung tingkat aktivitas fisik.
2. Bagi profesi keperawatan
Petugas kesehatan khususnya perawat disarankan mampu mengembangkan upaya
perawatan kesehatan masyarakat, promotif dan preventif pada lansia yang belum
mengalami hipertensi dan petugas kesehatan yang ada mampu melaksanakan
program-program kesehatan lansia seperti: senam lansia, penyuluhan tentang
penyakit hipertensi, pembuatan menu gizi bagi lansia sehingga dapat memberikan
pelayanan asuhan keperawatan pada lansia untuk mencegah dan menanggulangi
penderita hipertensi secara paripurna.
3. Bagi masyarakat
Masyarakat khususnya lansia disarankan untuk menjaga berat badan yang ideal
agar IMT normal dengan cara mengatur asupan nutrisi, melakukan tingkat
aktivitas fisik moderat seperti: jalan sehat, senam lansia secara teratur

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Arisman, MB. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC
Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI
Azis A. 2008. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta:
Salemba Medika
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik
Indonesia . 2007 Riset kesehatan dasar provinsi jawa tengah. Internet from http:
//www.dinkesjatengprov.go.id/download/mi/riskesdas_jateng2007. pdf.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik
Indonesia . 2010 Riset kesehatan dasar provinsi jawa tengah. Internet from http:
//www.dinkesjatengprov.go.id/download/mi/riskesdas_jateng2010. pdf.
Budiharjo, et.al. 2008. Pengaruh Latihan Fisik Intensitas Sedang Terhadap Presentase
Lemak Badan Wanita Usia Lanjut. From : Jurnal Bagian Anatomi, Embriologi
dan Antropologi. 36 (4) : 195-200. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Fatmah, 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta : Erlangga
Ferawati, T.F. 2008. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh, Aktifitas Fisik Dan
Kebiasaan Mengkomsumsi Makanan Siap Saji Ala Barat Dengan Tekanan
Darah Pada Pensiunan Pegawai PT. Pertamina Semarang. Internet From
http://eprints.undip.ac.id/25997/1/150_Tri_Fani_Ferawati_G2C206022_A. pdf.
Di akses tanggal 31 Januari 2012
Hadi, H. 2005. Epidemi Kegemukan dan Munculnya Penyakit Modern di Indonesia.
Makalah seminar sehari. 4 Juni 2005. Yogyakarta : DPD PERSAGI
Kusumastuti D. 2003 Hubungan Status Gizi Dan aktifitas Fisik Dengan Derajat
Hipertensi Pada Wanita Dewasa Umur 33 – 35 Tahun. Internet From
http://eprints.undip.ac.id/6880/1/1923.pdf. Diakses tanggal 31 januari 2012 jam
08.00 Marilynn J & Lee J. 2011. Keperawatan Klinis. Jakarta: Erlangga
Muhammadun AS. 2010. Hidup Bersama Hipertensi. Yogyakarta : in-Books
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta : EGC
Nuriyah, A. 2011. Hubungan Indek Massa Tubuh Dengan Tekanan Darah Pada Lanjut
Usia Didesa Bulukan Kec. Colomadu. Surakarta : Perpustakaan UMS.
Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
-------------------. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta
Sustrani, L, et.al. 2006. Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Yulianti, L. & Maloedyn, S. 2006. 30 Ramuan Penakluk Hipertensi. Jakarta : AgroMedia
Pustaka
WHO. 2010. Global Physical Activity Questionare (GPAQ). Internet from :
http://www.who.int/chp/steps/resources/GPAQ_Analysis_Guide.pdf. Di akses
tanggal 20 Maret 2012 jam 14.00

Das könnte Ihnen auch gefallen