Sie sind auf Seite 1von 10

ABSTRACT

Based on analysis, political corruption and private sector corruption are corruption by public or
private sector officials and the proceeds of crime are channeled for political or private sector
activities. Based on the findings of TI (Transparency International), revealed the main source of
corruption in the private sector is a bribe. The practice occurs when the business world intersects
with government officials, civil servants, or members of political parties. This happens in
Indonesia, so far many parties are more focused on the issue of corruption in the political sector,
such as booming at this time is the case of E-ID card who dragged the chairman of the House of
Representatives Setya Novanto. In reality, however, the practice of in-migration and collusion
occurring in the banking sector in Indonesia in 2009 was seen as one of the causes of Indonesia's
collapse in the economic crisis. The Bank Century scandal is a recent, highly relevant example of
fraud cases by the private sector in Indonesia. Through KPK, the State of Indonesia guarantees the
security and welfare of its people from the impact of rampant corruption. However, with the
revision of Law No. 30 Year 2002 on Corruption Eradication itself is considered very potential to
weaken the Commission, so the Commission is not effective in combating corruption that is still
the main disease as a nation. The purpose of this analysis is to show that corruption and revision
have far-reaching effects, as corruption always strives to maintain and prolong the abuse of power
and the need for socio-political order requires a balanced role of control in the exercise of power.
Keywords: political corruption, private sector corruption, revision of law no 30 of 2002
ABSTRAK
Berdasarkan analisis, korupsi politik dan korupsi sektor swasta merupakan korupsi yang dilakukan
pejabat publik atau sektor swasta dan uang hasil kejahatannya dialirkan untuk kegiatan politik atau
sektor swasta. Berdasarkan hasil temuan TI (Transparency Internasional), terungkap sumber utama
terjadinya praktik korupsi di sector swasta adalah suap. Praktik tersebut terjadi ketika dunia bisnis
bersinggungan dengan pejabat pemerintah, pegawai negeri, ataupun anggota partai politik. Hal ini
terjadi di Indonesia, selama ini banyak pihak yang lebih berfokus pada persoalan korupsi pada
sector politik, seperti yang sedang booming pada saat ini adalah kasus E-KTP yang menyeret ketua
DPR RI Setya Novanto. Namun pada kenyataannya, praktik penjualan ke dalam dan kolusi yang
terjadi dalm sector perbankan di Indonesia pada tahun 2009 dianggap sebagai salah satu penyebab
terjatuhnya Indonesia dalam krisis ekonomi. Skandal Bank Century merupakan contoh terbaru
yang sangat relevan tentang kasus penipuan (fraud) oleh sector swasta di Indonesia.
Melalui KPK, Negara Indonesia menjaminkan keamanan dan kesejahteraa rakyatnya dari dampak
maraknya tindakan korupsi. Namun, dengan adanya revisi UU 30 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Korupsi sendiri dinilai sangat potensial untuk melemahkan KPK, sehingga KPK
tidak efektif dalam memberantas korupsi yang masih menjadi penyakit utama sebagai bangsa.
Tujuan analisis ini guna menunjukkan bahwa korupsi dan revisi memiliki dampak yang luas,
karena korupsi selalu berusaha untuk mempertahankan dan memperpanjang penyalahgunaan
kekuasaan dan kebutuhan terhadap tatanan sosio politik membutuhkan peran control yang
seimbang dalam pelaksanaan kekuasaan.

Kata kunci: korupsi politik, korupsi sektor swasta, revisi undang-undang no 30 tahun 2002
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Korupsi adalah penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan lain sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau
orang lain.
Menurut Wikipedia, korupsi dalam bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok adalah tindakan pejabat
publik, baik politisi maupun pegawai negeri serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan yang
secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan public yang dikuasakan
kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan pihak.
Menurut Undang-undang Nomor 31 tahun 1991 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001,
menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan : Melawan hukum, memperkaya
diri orang / badan lain yang merugikan keuangan / perekonomian Negara (pasal 2).
Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan / kedudukan yang dapat merugikan keuangan
/ perekonomian Negara (pasal 3).
Dengan melihat beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara
kesimpulan adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan
hukum untuk memperoleh keuntungan dan manfaat pribadi atau kelompok tertentu yang dapat
merugikan kepentingan umum.
Fenomena korupsi antara kekuasaan hukum dengan tuntutan pembangunan ekonomi
seperti dikemukakan oleh Jochen Ropke berkorelasi dengan ideologi pembangunan di
Indonesia. Pada masa Orde Baru, trilogi pembangunan Indonesia yaitu pertumbuhan,
stabilitas, dan pemerataan. Dapat diartikan bahwa terlihat adanya fenomena yang terlalu
banyak menonjolkan pertumbuhan ekonomi dan kurang memperhatikan kegunaan hukum
sebagai elemen perekat kohesi nasional. Dari kebijaksanaan seperti itu, muncullah fenomena
kolusi dan korupsi yang mengakibatkan prosedur legal dan kaidah moral, demi keuntungan
politik dan ekonomi dengan berlindung dibawah alasan pembenaran dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Salah satu karakteristik penting korupsi selama masa Orde Baru
Soeharto adalah korupsi tersebut terpusat dan dapat diprediksi. Investor dan pengusaha bisa
memprediksi jumlah uang yang mereka sisihkan untuk biaya-biaya tambahan dan mereka
mengetahui siapa saja orang-orang yang perlu mereka suap, atau ada taktik lain yaitu
memasukkan kroni Suharto dalam kegiatan bisnis untuk mengurangi ketidakpastian yang
disebabkan oleh birokrasi yang amat tidak pasti. Pola yang sama ini ada ditingkat lokal dimana
gubernur dan komandan militer setempat menikmati hak istimewa yang sama seperti di pusat
namun selalu sadar bisa kena hukuman dari pusat jika mereka mendorongnya terlalu jauh.
Dengan era baru Reformasi, yang dimulai setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, situasi
ini berubah dratis.
Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), korupsi politik dan beberapa
kasus gratifikasi pejabat tinggi dalam pemerintahan sangat merajalela. Beberapa kasus korupsi
yang terjadi pada masa kepemerintahan SBY seperti melibatkan anggota partai yang di naungi
olehnya dan beberapa menteri terjadi menjelang akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono hal tersebut dianggap oleh beberapa pihak merusak reputasi Partai Demokrat
maupun citra SBY sendiri karena dianggap sebagai pemimpin yang lemah sampai muncul
skandal korupsi dalam partai dan kabinetnya. Dalam dua tahun terakhir, Menteri Pemuda dan
Olahraga (Andi Mallarangeng) dan Menteri Agama mengundurkan diri setelah menjadi
tersangka dalam kasus korupsi. Sementara itu, pada tahun 2013 Ketua MK Akil Mochtar
dituduh menerima suapan senilai US $260.000.
Tindakan korupsi politik dapat dianalisis dengan melihat keterlibatan empat komponen
yakni; birokrat, politisi, pelaku bisnis, dan masyarakat. Perilaku korupsi setiap saat bisa hadir
dalam ruang birokrasi dan beririsan langsung dengan politik. Seperti pemerintahan era Jokowi
Widodo, isu skandal korupsi mega proyek Elektronik KTP (E-KTP) yang melibatkan para
pengusaha sebagai terduga utama dan juga ada begitu banyak politikus dan pelaku birokrasi
yang terlibat dalam konspirasi ini.
Tindakan korupsi politik dapat menjadi inisiasi para politisi kemudian menjalar ke birokrat
dalam rangka untuk memperkaya diri maupun untuk modal politik (kampanye dan pemilu)
karena lemahnya pengawasan regulasi di sektor administrasi. Dalam banyak kasus, kelemahan
administrasi semacam ini diperburuk lagi dengan perilaku birokrat maupun politisi, termasuk
kepala daerah yang menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang untuk diri sendiri. Para
politisi memanfaatkan para pelaku bisnis sebagai mitra suatu proyek kebijakan publik lalu
melanggar ketentuan ketentuan yang ada.
Kolaborasi pihak swasta dan birokrat adalah suatu entitas nyata yang tidak bisa dilepaskan
dari persoalan ini. Karena persengkokolan antara birokrat, politisi, dan kelompok kepentingan
sangat terbuka lebar untuk terjadi.
Dalam hal ini, kami sebagai mahasiswa yang ingin meneliti permasalahan yang ada dan
ingin mencoba mengajukan saran pencegahan dalam pemberantasan korupsi sebagai berikut:
Unsur penting dalam pemberantasan melalui peran masyarakat sebagaimana masyarakat
merupakan alat kontrol sosial. Partisipasi masyarakat tetap diperhitungkan karena persoalan
korupsi adalah persoalan berkorelasi dengan kepentingan masyarakat. Namun tidak semua
masyarakat peka dalam hal tersebut karena masyarakat sendiri terbagi menjadi beberapa
golongan yakni; (1) masyarakat yang masa bodoh terhadap tindakan korupsi. Ada beberapa
masyarakat yang bersikap apatis pada segala bentuk tindakan korupsi. Masyarakat tersebut
sebenarnya paham dengan tindakan korupsi yang dapat menghancurkan sendi - sendi ekonomi,
politik, dan kultural tetapi kemudian menyerahkan kondisi tersebut kepada pihak penegak
hukum dengan alasan mereka sangat awam dengan hal tersebut, (2) anggota masyarakat yang
melakukan perlawanan secara radikal, dalam arti mengerahkan kekuatan yang dimiliki untuk
melawan berbagai bentuk korupsi, (3) anggota masyarakat yang menawarkan alternative -
alternative untuk pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh praktisi dan pegiat korupsi
maupun kalangan professional untuk membentuk sebuah lembaga anti korupsi dan alat control
bagi semua kalangan. Seperti ICW (Indonesian Corruption Watch) lembaga tersebut
mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang
terjadi di Indonesia dan bertujuan memerangi korupsi politik. Namun ada juga kelompok
masyarakat yang sebenarnya pernah berkecimpung dalam perlawanan pemberantasan tetapi
mereka gagal dan sering kali mendapat ancaman dan terror.
Masalah korupsi tidak hanya terkait kerugian negara atau badan- badan usaha yang
kekayaan milik negara, atau ada penyertaan keuangan negara didalamnya. Korupsi yang terjadi
di sektor swasta pun dapat merusak perkembangan sektor pembangunan disuatu negara.
Banyak faktor yang menjadi pemicu terjadinya korupsi di sektor swasta seperti investor
sangat tidak menyukai adanya rangkaian birokrasi yang berbelit, adanya tambahan biaya dalam
administrasi bisnis, serta oknum penegak hukum yang korup, adanya regulasi sangat
mendesak, Indonesia merupakan negara yang mempunyai daya saing yang rendah dalam
masalah korupsi dan etika. Para pengusaha yang ingin mempunyai kesempatan berbisnis
dengan memperoleh keuntungan yang besar jika menolak adanya penyuapan atau pembayaran
yang tidak semestinya makan para pengusaha tersebut juga bisa kehilangan kontrak atau
bisnisnya.
Berdasarkan analisis yang terjadi di dalam masyarakat, praktik penyuapan sektor swasta
sangat merugikan tidak hanya pebisnis tetapi juga masyarakat. Dengan adanya tender yang
dilakukan oleh pemerintah secara tidak terbuka, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai
penyuapan sektor swasta, dikatakan merugikan masyarakat karena jika suatu perusahaan
menganggarkan 10% untuk biaya pelicin dan suap hal tersebut sangat berdampak terhadap
biaya konsumen terhadap harga barang tersebut.
Seperti kasus penipuan Bank Century pada tahun 2009, berdasarkan hasil temuan TI
(Transperancy International) terungkap sumber utama terjadinya praktik korupsi disektor
swasta adalah suap. Politisi dan pejabat pemerintah menerima suap dari kelompok swasta
sebanyak 20 sampai 40 miliar US dolar atau setara dengan Rp 200 triliun sampai 400 triliun
setiap tahun. Laporan GCR menunjukkan, dari 2700 lebih eksekutif dan bisnis disurvei di 26
negara, ditemukan 2 diantara 5 pejabat ekeskutif bisnis mengakui pernah diminta menyuap
ketika berhubungan dengan lembaga pemerintah. Sebanyak 50 persen manajer bisnis
memperkirakan, korupsi menambah biaya proyek sedikitnya 10 persen dan dalam beberapa
kasus lebih dari 25 persen. Sementara itu, 1 diantara 5 pelaku bisnis mengakui dikalahkan
pesaing mereka yang melakukan suap.
Di Indonesia upaya pencegahan dalam korupsi di sektor swasta yang dilakukan oleh KPK
dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan pencegahan melalui tiga tahap strategi yakni;
mempromosikan praktik- praktik terbaik, membangun komitmen nilai- nilai antikorupsi, serta
membangun kerjasama strategis dengan pemangku utama termasuk komunitas bisnis. Hal-hal
ini diharapkan mampu menghantarkan keberhasilan kinerja KPK dalam mengentaskan
Indonesia dari belenggu berbagai macam tipe tipe kasus korupsi. Dalam analisis ini, upaya
pencegahan dari KPK yang perlu di tingkatkan kembali mengingat banyak sekali perusahan
maupun pejabat yang memiliki kekuasaan melakukan korupsi. Menurut kami upaya
pencegahan dapat dilakukan melalui adanya sarana atau komunitas pendidikan yang
membahas asal mula hingga bahaya korupsi, memberikan ruang pada rekan media secara bebas
untuk menyampaikan suara mereka pada skala nasional, dorongan dari masyarakat untuk
bersikap anti korupsi, dan kami setuju dengan satu upaya pencegahan yang dirilis oleh lembaga
KPK yaitu bagi pihak swasta membuat aksi bersama dan kolaborasi dengan komunitas bisnis
dalam melawan praktik- praktik bisnis yang tidak etis dan illegal.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui pada sector mana saja korupsi dapat dilakukan dan bagaimana peran seluruh
subjek Negara dalam pemberantasan korupsi
b. Tujuan Khusus
Mengetahui pencegahan perilaku korupsi dan pemberantasan korupsi di Indonesia

1.3 Keutamaan Penelitian


Mencari solusi pemberantasan korupsi dalam sektor apapun secara efisien dan tepat sasaran.

1.4 Riset Pendukung Mencegah Perilaku Korupsi dan Pemberantasan Korupsi


(uraian secara singkat)

1.5 Rumusan Masalah


a. Bagaimana efektifitas penerapan gerakan anti korupsi terkini yang dilakukan oleh KPK?
b. Bagaimana kinerja KPK sehingga dilakukan revisi undang- undang KPK?
c. Bagaimana sikap masyarakat menanggapi adanya revisi undang-undang KPK dan kinerja
KPK dalam pemberantasan kasus korupsi pada saat ini?

1.6 Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian yang akan kami gunakan adalah penelitian deskriptif yang berupa jajak
pendapat atau kuisioner terbuka dan tertutup yang didalamnya terdapat pertanyaan-pertanyaan
yang akan dijawab oleh responden yang ingin diselidiki.

1.7 Hipotesis atau Dugaan.


Gerakan anti korupsi yang dilakukan KPK sangat beragam dan mencakup semua kalangan.
Baru-baru saja KPK mendapatkan penghargaan International Anti-Corruption Excellence
Award (IACEA) dalam kategori Anti-Corruption Youth Creativity and Engagement Award
untuk Gerakan Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK), dengan capaian KPK yang berhasil
mendapatkan penghargaan tersebut dapat dikatakan penerapan gerakan antikorupsi yang
dilakukan KPK telah cukup efektif. KPK sebagai salah satu lembaga penegak hokum, berusaha
senantiasa menjaga kinerja dalam hal pencegahan, penindakan maupun kelembagaan. Sejak
lembaga ini berdiri, laporan keuangan KPK selalu memiliki Opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP). Demikian juga dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP),
selama 6 tahun terakhir sejak tahun 2011, KPK memperoleh nilai A. Terkait dengan isi revisi
UU KPK No. 30 Tahun 2002, hal ini mengakibatkan terjadinya dualisme kepemimpinan di
KPK karena pada inti revisi UU KPK adalah dengan dibentuknya Dewan Pengawas, sehingga
tindakan apapun yang dilakukan KPK harus izin dan memperoleh persetujuan dari KPK.
Masyarakat menilai bahwa kinerja KPK sudah sangat baik, dapat terlihat dari tindakan OTT
yang dilakukan oleh KPK yang telah banyak meringkus banyak oknum pemerintah yang
menyalahkan hak dan kewenangannya untuk melakukan korupsi. Menurut masyarkat, adanya
revisi UU KPK No.30 Tahun 2002 hanya mengambat atau mempersempit ruang kerja KPK
karena seluruh tindakan yang dilakukan KPK dalam proses pemberantasan korupsi haruslah
mendapatkan izin dari Dewan Pengawas yang dibentuk menurut revisi UU KPK No. 30 Tahun
2002.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
-menggunakan pustaka yng baru, relevan, dan asli dr jurnal ilmiah
-uraikan dengan jelas kajian pustaka yang menimbulkan gagasan yang mendasari penelitian yang
akan dilakukan
-menguraikan teori dan temuan serta bahan penelitian lain yang diperoleh dr acuan yg dijadikan
landasan
-tinjauan pustaka mengacu pada daftar pustaka
ANGKET TENTANG TANTANGAN DAN ISU STRATEGIS GERAKAN ANTI KORUPSI

PENGANTAR INSTRUMEN
Daftar angket yang kami sampaikan pada saudara ini berisi tentang TANTANGAN DAN ISU
TRATEGIS GERAKAN ANTI KORUPSI. Angket ini bertujuan untuk megukur sejauh mana
masyarakat menegetahui tantangan dan isu strategis gerakan anti korupsi yang di miliki oleh
KPK dalam tindakan pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia. Atas kesedian dan
pertisipasi anda, kami mengucapkan terimakasih.
IDENTITAS RESPONDEN :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Sekolah :
Kelas / Semester :

PETUNJUK PENGISIAN
Berilah tanda checklist ( ) pada salah satu kolom alternative jawaban yang sesuai dengan
pemahaman Anda. Kerahasiaan Anda terjamin, mohon diisi dengan sebenar-benarnya.

Keterangan :

TS : Tidak Setuju
KS : Kurang Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Selamat mengerjakan !

No. PERNYATAAN ALTERNATIF


JAWABAN
TS KS S SS
1. Korupsi di Indonesia sedang merajarela
2. Korupsi pada sector politik lebih banyak daripada korupsi
pada sector swasta
3. Pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK sangat minim
4. Pemerintah bersikap acuh pada kasus korupsi yang ada
5. Tindakan Pemerintah memperlambat kinerja KPK dalam
melakukan pemberantasan korupsi
6. Revisi UU KPK No. 30 tahun 2002 di anggap perlu dalam
pemberantasan korupsi
7. KPK kurang memperhatikan korupsi pada sector swasta
8. KPK telah berusaha keras dalam mencanangkan gerakan
anti korupsi
9. Peranan masyarakat dirasa kurang dalam menjalankan
gerakan anti korupsi
10. Harus dibuat organisasi anti korupsi di setiap provinsi agar
terealisasinya gerakan anti korupsi
11. Korupsi memperburuk kondisi ekonomi masyarakat
12. Korupsi pada sector swasta merajarela karena kurangnya
pengawasan KPK
13. Dibentuknya dewan anti korupsi disetiap kampus sebagai
wujud partisipasi Perguruan Tinggi terhadap Gerakan Anti
Korupsi
14. Kurangnya sosialisasi tentangan isu strategis yang dilakukan
KPK kepada masyarakat
15. Korupsi hanya dilakukan oleh pejabat pemerintah
16. Belum ada gerakan anti korupsi yang efisien
17. Kepercayaan masyarakat terhadap birokasi menurun akibat
kasus E-KTP
18. KPK bekerja sendiri tanpa dukungan Pemerintah
19. Mayarakat acuh terhadap gerakan anti korupsi
20. Tingkat kepedulian masyarakat terhadap tindakan korupsi
sangat minim

Termakasih atas partisipasi anda.


ANGKET (KUISIONER) PEMAHAMAN TANTANTANG DAN ISU STRATEGIS
GERAKAN ANTI KORUPSI

IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Kelas/ Semester :
Jenis Kelamin :

PETUNJUK PENGISIAN
Jawablah sesuai dengan pemahaman anda saat ini dan kami mengharapkan kesungguhan anda
dalam pengisian angket ini.
1. Apa yag anda ketahui tentang KPK ?
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
2. Apa yang anda ketahui tentang korupsi pada sector politik dan swasta ?
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
3. Bagaimana pendapat anda tentang revisi UU KPK No. 30 tahun 2002 yang dilakukan
oleh pemerintah ?
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
4. Bagaimana pendapat anda tentang kinerja KPK ?
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
5. Bagaimana menurut anda gerakan anti korupsi yang efisien dan strategis ?
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

Das könnte Ihnen auch gefallen