Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1. DEFINISI
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan
maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. (Brown, 2009).
2. TUJUAN
Craniotomi adalah jenis operasi otak. Ini adalah operasi yang paling umum dilakukan
untuk otak pengangkatan tumor. Operasi ini juga dilakukan untuk menghilangkan
bekuan darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah
lemah bocor (aneurisma serebral), untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa
(koneksi abnormal dari pembuluh darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi
tekanan di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak.
3. INDIKASI
1. Indikasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :
a. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
b. Mengurangi tekanan intrakranial.
c. Mengevakuasi bekuan darah .
d. Mengontrol bekuan darah,
e. Pembenahan organ-organ intrakranial,
f. Tumor otak,
g. Perdarahan (hemorrage),
h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
i. Peradangan dalam otak
j. Trauma pada tengkorak.
4. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. PRAOPERASI
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan medikasi
antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi. Sebelum
pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai edema
serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik
(furosemid) dapat diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama
pembedahan bila pasien cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang
mengalami disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum
pasien dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama pemberian
diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat
diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada
praoperasi untuk menghilangkan ansietas. Kulit kepala di cukur segera sebelum
pembedahan (biasanya di ruang operasi) sehingga adanya abrasi superfisial tidak
semua mengalami infeksi.
2. PASCAOPERASI
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk memantau
tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak diintubasi dan
mendapat terapi oksigen tambahan.
Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral
meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air
bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian
dieksresikan malalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui
intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ; selanjutnya dosisnya dikurangi
secara bertahap.
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya diberikan selama
suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala
setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan
diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam)
diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena
resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum
dipantau untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase,
sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa
posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter
diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan
menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser.
TIK dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk
menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa
stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan serebrospinal,
yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan.
Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi
tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat. Pirau ventrikel kadang dilakuakan sebelum
prosedur bedah tertentu untuk mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada
pasien tumor fossa posterior
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem
ventrikel dan cisterna.
b CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
c Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur,
penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi
selatursika.
d Elektroensefalogram (EEG) : Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan
neuron.
e Ekoensefalogram : Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra
serebral.
f Sidik otak radioaktif : Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang
menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
QuickTime™ and a
decompressor
are needed to see this picture.
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian Sekunder
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan dan kesehatan
Riwayat keluarga denga tumor
Terpapar radiasi berlebih.
Adanya riwayat masalah visual-hilang ketajaman penglihatan dan diplopia.
Kecanduan Alkohol, perokok berat.
Terjadi perasaan abnormal.
Gangguan kepribadian / halusinasi
b. Pola nutrisi metabolik
Riwayat epilepsy
Nafsu makan hilang
Adanya mual, muntah selama fase akut
Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan
Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan Faringeal)
c. Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih dan buang air besar (Inkontinensia)
Bising usus negatif
d. Pola aktifitas dan latihan
Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat kesadaran
Resiko trauma karena epilepsy
Hamiparase, ataksia
Gangguan penglihatan
Merasa mudah lelah, kehilangan sensasi (Hemiplegia)
e. Pola tidur dan istirahat
Susah untuk beristirahat dan atau mudah tertidur
f. Pola persepsi kognitif dan sensori
Pusing
Sakit kepala
Kelemahan
Tinitus
Afasia motorik
Hilangnya rangsangan sensorik kontralateral
Gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan
Penurunan memori, pemecahan masalah
kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual
Penurunan kesadaran sampai dengan koma
Tidak mampu merekam gambar
Tidak mampu membedakan kanan/kiri
g. Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya dan putus asa
Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan
h. Pola peran dan hubungan dengan sesame
Masalah bicara
Ketidakmampuan dalam berkomunikasi ( kehilangan komunikasi verbal/
bicara pelo )
i. Reproduksi dan seksualitas
Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas
Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah
Mekanisme koping yang biasa digunakan
Perasaan tidak berdaya, putus asa
Respon emosional klien terhadap status saat ini
Orang yang membantu dalam pemecahan masalah
Mudah tersinggung
k. Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi
7. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret
8. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek anastesi
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Criteria Hasil / Intervensi
No Rasionalisasi
Keperawatan Tujuan Keperatan
1. Gangguan Tujuan: 1. Kaji nyeri, catat 1. Berguna dalam
rasa nyaman Setelah dilakukan lokasi,karakteristi pengawasan
nyeri berhu tindakan keperawatan k, skala (0-10). keefektifan obat,
bungan rasa nyeri dapat Selidiki dan kemajuan penyembu
dengan luka teratasi atau tertangani laporkan perubaha han. Perubahan
insisi dengan baik. n nyeri dengan pada karakteristik
Kriteria hasil: tepat. nyeri menunjukkan
· Melaporkan rasa terjadinya abses.
nyeri hilang atau 2. Mengurangi
terkontrol. 2. Pertahankan tegangan abdomen
posisi istirahat semi yang bertambah
Mengungkapkan fowler. dengan posisi
metode pemberian telentang.
menghilang rasa 3. Dorong ambulasi 3. Meningkatkan
nyeri. dini normalisasi fungsi
· Mendemonstrasikan organ, contoh
penggunaan teknik 4. Berikan kantong merangsang
relaksasi dan aktivitas es pada abdomen peristaltic dan
hiburan kelancaran flatus,
sebagi penghilang rasa 5 Berikan dan menurunkan
nyeri analgesic sesuai ketidak nyamanan
indikasi abdomen.
4. Menghilangkan
dan mengurangi
nyeri
melelui penghilanga
n ujung saraf
catatan: jangan
lakukan
kompres panas
karena dapat
menyebabkan
kongesti jaringan.
5. Menghilangkan
nyeri mempermudah
kerja sama dengan
intervensi terapi
lain.
Brown CV, Weng J, Oh D, et al. 2009. Does routine serial computed tomography of the
head influence management of traumatic brain injury. A prospective
evaluation. Trauma.
Brunner & Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah.(edisi 8). Jakarta : EGC