Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Disusun Oleh :
Kelompok 1 (Epidemiologi)
Nurhayati (17111024130219)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas karunia,
rahmat kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan makalah ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih
kepada kedua orangtua kami, dosen pendamping dan teman-teman yang
telah mendukung dalam penulisan makalah ini.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian
pembelajaran dalam mengkaji pencegahan HIV dan IMS pada wanita
hamil. .Penulisan makalah ini merupakan salah satu untuk melengkapi tugas
mata kuliah Epidemiologi Kesehatan Reproduksi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih memiliki
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini. Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini dapat memberi
manfaat kepada semua orang.
Samarinda, 18 Mei 2019
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang......................................................................................................................
C. Tujuan ......................................................................................................................................
B. Etiologi HIV............................................................................................................................
J. Definisi IMS......................................................................................................................... 9
K. Etiologi IMS......................................................................................................................... 9
N. Patogenesis IMS
O. Pencegahan IMS
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
4. Epidemiologi
5. Patogenesis
6. Pencegahan
7. Kajian Program
8. Definisi IMS
9. Etiologi
11. Epidemiologi
12. Patogenesis
13. Pencegahan
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi HIV
B. Etiologi HIV
a) Faktor ibu
Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi adalah kadar HIV (viral load) di
darah ibu pada menjelang ataupun saat persalinan dan kadar HIV
di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya, satu atau
dua minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan
cepat sekali bertambah di tubuh seseorang.
Risiko penularan akan lebih besar jika ibu memiliki kadar
HIV yang tinggi pada menjelang ataupun saat persalinan. Status
kesehatan dan gizi ibu juga mempengaruhi risiko penularan HIV
dari ibu ke bayi. Ibu dengan sel CD4 yang rendah mempunyai
risiko penularan yang lebih besar, terlebih jika jumlah CD4
kurang dari 200.
Jika ibu memiliki berat badan yang rendah selama
kehamilan serta kekurangan vitamin dan mineral, maka risiko
terkena berbagai penyakit infeksi juga meningkat. Biasanya, jika
ibu menderita infeksi menular seksual atau infeksi reproduksi
lainnya maupun malaria, maka kadar HIV akan meningkat.
Risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan
bertambah jika terdapat kadar CD4 yang kurang dari 200 serta
adanya masalah pada ibu seperti mastitis, abses, luka di puting
payudara. Risiko penularan HIV pasca persalinan menjadi
meningkat bila ibu terinfeksi HIV ketika sedang masa menyusui
bayinya.
b) Faktor bayi antara lain:
1) bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir
rendah,
2) melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama
bayi, dan
3) bayi yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya.
2. Faktor Cara Penularan
a. Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan
darah bayi.
b. Bayi menelan darah ataupun lendir ibu.
c. Persalinan yang berlangsung lama.
d. Ketuban pecah lebih dari 4 jam.
e. Penggunaan elektroda pada kepala janin, penggunaan vakum
atau forceps, dan tindakan episiotomi
f. Bayi yang lebih banyak mengonsumsi makanan campuran
daripada ASI.
Ibu baru terifeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV
1. Gejala Konstitusi
2. Gejala Neurologis
Gejala neurologis yang beranekaragam seperti kelemahan
otot, kesulitan berbicara, gangguan keseimbangan, disorientasi,
halusinasi, mudah lupa, psikosis, dan sampai koma.
F. Epidemiologi HIV
G. Patogenesis HIV
H. Pencegahan HIV
a. Jenis Persalinan
F. Etiologi IMS
1. Infeksi bakteri
a. Gonore
1) Penyebab : Neisseria gonorrhoeae
2) Patogenesis : setelah melekat, berpenetrasi ke dalam sel
epitel dan melalui jaringan subepitel dimana gonokokus ini
terpajan ke sistem imun (serum, komplemen, imunoglobulin
A(IgA),dll), dan di fagositosis oleh neutrofil. Virulensi
bergantung pada apakah gonokokus mudah melekat dan
berpenetrasi ke dalam sel penjamu, begitu pula resistensi
terhadap serum, fagositosis, dan pemusnahan intraseluler
oleh polimorfonukleosit. Faktor yang mendukug virulensi ini
adalah pili, protein membran bagian luar,lipopolisakarida,
dan protease IgA.
3) Manifestasi Klinis : gejala infeksi muncul 1 sampai 14 hari
setelah terpapar, meskipun ada kemungkinan terinfeksi
gonore namun tidak memiliki gejala. Diperkirakan hampir
setengah wanita yang terinnfeksi gonore tidak merasakan
gejala, atau memiliki gejala non spesifik (Irianto, 2014).
Pada pria misalnya rasa panas selama buang air kemih
dan keluarnya nanah dari penis (uretra). Sedangkan pada
wanita misalnya cairan putih keluar dari vagina, rasa nyeri di
bagian perut, namun pada wanita gonore seringkali tidak
menampilkan gejala-gejala.
4) Pemeriksaan diagnostik : diagnosis ditegakkan melalui
identifikasi organisme. Pewarnaan Gram sekret uretra positif
pada 95% pria dan pewarnaan Gram sekret endoserviks
positif pada 60% wanita. Kultur penting pada wanita
termasuk kultur rektal dan orofaring. Konfirmasi identitas
dapat dibuat dengan fermentasi gula atau perangkat deteksi
antigen spesifik N. Gonorrhoeae. Tes hibridisasi atau
amplifikasi asam nukleat merupakan tes nonkultur yang
berguna untuk screening.
5) Terapi : terapi dosis tunggal dengan siprofloksasin oral atau
seftriakson IM, atau amoksisilin oral (dosis tinggi 3 g) pada
daerah dengan resistensi penisilin rendah atau pada
kehamilan.
b. Klamidia
1) Penyebab : Chlamydia trachomatis
2) Patogenesis : dibagi menjadi 2 fase yaitu fase I dan II. Pada
fase I (fase noninfeksiosa) ini terjadi keadaan laten yang
dapat ditemukan pada genitalia maupun konjungtiva. Pada
fase ini kuman bersifat intraselular dan berada di dalam
vakuol yang letaknya melekat pada inti sel hospes (badan
inklusi). Selanjutnya pada fase II (fase penularan) jika vakuol
pecah, kuman menyebar keluar dalam bentuk badan
elementer yang dapat menmbulkan infeksi pada sel hospes
yang baru.
3) Manifestasi klinis : gejala dimulai dalam waktu 5 sampai 10
hari setelah paparan infeksi. Gejala pada wanita seperti sakit
perut, keputihan abnormal, perdarahan diluar menstruasi,
demam ringan, hubungan sek menyakitkan, nyeri dan rasa
terbakar saat kencing, pembengkakan di dalam vagina atau di
sekitar anus, ingin buang air kecil melebihi biasanya,
perdarahan vagina setelah berhubungan, keluarnya cairan
kekuningan dari leher rahim yang mungkin memiliki bau
yang kuat. Sedangkan gejala pada pria seperti nyeri atau rasa
terbakar saat kencing, cairan bernanah atau susu dari penis,
testis bengkak atau lembek, pembengkakan di sekitar anus.
Selain gejala diatas, klamidia yang menginfeksi mata dapat
menimbulkan kemerahan, gatal dan tahi mata. Sedangkan
klamidia yang menginfeksi tenggorokan dapat menyebabkan
rasa sakit.
4) Pemeriksaan diagnostik : PCR swab genital (vagina, serviks,
atau anus) atau urin
5) Terapi : doksisiklin selama 7 hari atau azitromisin dosis
tunggal.
c. Limfogranuloma Venereum
1) Penyebab : Chlamydia trachomatis (galur L1-L3)
2) Patogenesis : Chlamydia trachomatis tidak dapat menembus
kulit atau selaput lendir yang utuh, tetapi memperoleh akses
melalui abrasi atau laserasi minor. Lesi primer adalah ulkus
atau vesikel herpetiformis kecil yang tidak nyeri, biasanya di
dinding vagina posterior. Lesi menetap hanya beberapa hari
dan sembuh tanpa jaringan parut. Infeksi kemudian menjalar
melalui pembuluh limfe ke kelenjar getah bening regional.
Kelenjar tersebut membesar dan membentuk massa yang
sangat nyeri kemudian menjadi abses. Kemudian cairan abses
keluar melalui kulit dan dapat terbentuk saluran-saluran
sinus. Infeksi ini berlangsung beberapa minggu sampai
berbulan-bulan dan dapat cukup parah sehingga
menyebabkan obstruksi saluran limfe dan edema kronik.
3) Manifestasi klinis : lesi primer di dinding vagina posterior,
limfadenopati inguinalis unilateral yang nyeri, proktokolitis,
peradangan pada jaringan limfe perirektum, fistula dan
struktur.
4) Pemeriksaan diagnostik : tes frei dan tes ikatan komplemen.
5) Terapi : sulfametoksazol 2 x 400 mg dan trimetroprim 2 x 80
mg, kurang lebih selama 1-5 minggu tergantung berat ringan
penyakit dengan dosis sehari 2x. Selain itu sulfa dengan dosis
3 x 1 gr sehari atau tetrasiklin 3 x 500 mg sehari.
H. Epidemiologi IMS
I. Patogenesis IMS
J. Pencegahan IMS
DAFTAR PUSTAKA
Krismi, Arum dkk. 2015. Infeksi Menular Seksual Multipel pada Perempuan
Hamil Trimester Kedua (Laporan Kasus). Berkala Ilmiah Kedokteran
Duta Wacana. Vol. 1, No. 1. Hal: 42-49,
Ningsih, Inka Kartika, Sari Hastuti. 2018. Kajian pencegahan penularan hiv
dari ibu ke anak pada antenatal care oleh bidan praktik mandiri di
yogyakarta. Jurnal administrasi kesehatan indonesia volume 6 nomor 1
januari-juni