Sie sind auf Seite 1von 24

BAB 1

PENGARUH HINDU DAN BUDDHA TERHADAP BENTUK ARSITEKTUR

Pengaruh Hindu Pada Bentuk Arsitektur ( Candi Prambanan )

Lokasi

Candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman,


DI Yogyakarta dan kecamatan Prambanan, Klaten,
Jawa Tengah kurang lebih 17 kilometer timur laut
Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120
kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan
antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Letaknya sangat unik, Candi Prambanan
terletak di wilayah administrasi desa Bokoharjo,
Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks
Candi Prambanan terletak di wilayah adminstrasi desa
Tlogo, Prambanan, Klaten.

Filososi

Candi Prambanan merupakan candi Hindu yang


terbesar di Indonesia. Sampai saat ini belum dapat
dipastikan kapan candi ini dibangun dan atas perintah
siapa, namun kuat dugaan bahwa Candi Prambanan
dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh raja dari
Wangsa Sanjaya, yaitu Raja Balitung Maha Sambu.
Dugaan tersebut didasarkan pada isi Prasasti
Syiwagrha yang ditemukan di sekitar Prambanan dan
saat ini tersimpan di Museum Nasional di Jakarta.
Prasasti berangka tahun 778 Saka (856 M) ini ditulis
pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.

2. Filosofi Tata Letak

Candi prambanan didirikan pada masa pemerintaan


dinasti sanjaya, di daerah jawa tengah, dan dari gaya
bangunan candi prambanan sangat terlihatlah
bagaimana cara pemerintahan dinasti sanjaya pada
masanya, candi-candi kecil didepan dan tiga candi
besar terletak dibelakang candi-candi kecil tersebut.
dan maknanya dari candi-candi kecil tersebut adalah
daerah-daerah taklukan sedangkan candi besar adalah
pemerintahan pusat. dan kenapa candi besar
dibelakang candi-candi kecil, maka analisanya bahwa
candi kecil itu adalah wilayah taklukan
memiliki struktur pemerintahan sendiri tapi
tetap tunduk kepada candi yang besar yang
berarti pemerintahan pusat sebagaimana
yang telah disebutkan di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa dinasti sanjaya
adalah suatu kerajaan yang memiliki
kawasan atau taklukan yang luas tapi sangat
longgar dengan daerah taklukannya dan
mempercayai pemimpin-pemimpin daerah
taklukannya tersebut dengan Otoda-
otodanya sendiri.

Pada hakikatnya, bentuk candi-candi di Indonesia adalah punden berundak, dimana punden
berundak sendiri merupakan unsur asli Indonesia. Berdasarkan bagian-bagiannya, bangunan
candi terdiri atas tiga bagian penting, antara lain, kaki, tubuh, dan atap.

Karakteristik Candi Hindu

Dibawah ini terdapat ciri ciri candi Hindu yang meliputi :

1. Candi Hindu memiliki pintu masuk yang


dilengkapi dengan kepala kala dan rahang
bawah.
2. Bentuk candinya ramping.
3. Bentuk candi Hindu menyerupai komplek,
dimana candi utamanya terletak dibelakang
candi perwara. Misalnya candi Prambanan.
4. Mempunyai Arca Dewi Trimuri.
5. Dibagian puncaknya terdapat bentuk Ratna.
6. Memiliki struktur candi seperti svarloka,
bhurloka, dan bhuvarloka.
7. Digunakan sebagai tempat menyembah dewa dan tempat memakamkan para raja.

Jenis – jenis candi Prambanan

1. Candi Siwa

Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya


paling tinggi, ada 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi
arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi
arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha
(putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca
Roro Jonggrang dalam legenda yang diceritakan di atas.
Candi Prambanan merupakan Candi Siwa karena selain bilik
utama dari candi induk ditempati Dewa Siwa sebagai Maha
Dewa. Ukuran candinyapun lebih besar dari pada candi yang
lainnya. Candinya sendiri berukuran dasar 17×17 m dan ini
berdiri di atas suatu soubasement yang berukuran 34×34 m,
tinggi candi keseluruhannya adalah 47 m yang berdiri di atas
suatu pondasi. Percandian Prambanan merupakan replica
gunung itu terbukti dengan adanya arca-arca
dewa Lokapala yang terpahat pada kaki candi Siwa.

Candi Siwa ini memiliki empat pintu masuk sesuai dengan


keempat arah mata angin. Pintu utama menghadap ke
timur dengan tangga masuknya yang terbesar. Di kanan-
kirinya berdiri dua buah arca raksasa penjaga dengan
membawa ganda yang merupakan manifestasi dari Siwa
itu sendiri. Di dalam candi terdapat empat ruangan yang
menghadap keempat arah mata angin dan mengelilingi
ruangan terbesar yang ada ditengah-tengah. Dasar kaki
candi dikelilingi selasar yang dibatasi oleh pagar langkan.

2. Candi Brahma

Candi Brahma terletak di sebelah candi Siwa, bentuk dan


ukurannya lebih kecil. Luas dasarnya 20 meter persegi dan
tingginya 37 meter. Ditinjau dari segi arsitektur seperti
halnya candi Siwa candi ini juga terdiri dari tiga bagian
yaitu kaki, badan dan atap candi. Kaki candi yang
tingginya 3,30 m mempunyai hiasan yaitu sebuah relung
yang berisi motif prambanan, berupa singa diapit oleh dua
pohon kalpataru penuh dengan bunga-bunga teratai biru,
putih dan merah yang di bawahnya
ada kinara dan kinari (makhluk setengah manusia
setengah dewa). Dalam agama Hindu Kalpataru dianggap
sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian
lingkungan. Keberadaan pohon ini membuat para ahli
menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki
kearifan dalam mengelola lingkungannya. Badan candi
Brahma berdiri di atas sebuah lapik yang sangat tinggi berukuran 2,80 m yang memiliki
bagian-bagian perbingkaian bawah, dinding dan perbingkaian atas. Atap candi Brahma terdiri
atas tiga tingkatan yang makin lama makin kecil ukurannya, dan diakhiri oleh suatu
kemuncak dengan puncaknya sebuah amalaka tinggi dan besar.

Pada badan candi terdapat bilik candi yang di dalamnya terdapat arca
Brahma. Arca dilukiskan berkepala empat yang masing-masing mukanya
menghadap ke empat arah mata angin. Keempat kepala masing-masing
memakai jatamakuta bersusun tiga. Bagian atasnya terdapat ikatan
rambut yang berupa untaian mutiara. Demikian juga jamangnya pada
setiap dahi arca terdapat hiasan roset yang amat indah. Hiasan telinganya
dipahat dengan sangat indah berupa untaian yang menjulur sampai ke
bahu kiri dan kanan. Tangannya berjumlah empat, kiri depan dalam
posisi lurus kebawah sambil memegang kendi, tangan kiri belakang
sebatas siku dilipat keatas sambil membawa camara. Demikian juga
tangan kanan depan dilukiskan dalam posisi ke bawah dengan memegang
suatu benda yang tidak begitu jelas, sedangkan tangan kanan belakang sebatas siku dilipat
dan dilukiskan sedang memegang tasbih. Keempat tangan ini dilukiskan mengenakan gelang
rangkap tiga yang berbentuk untaian mutiara. Kedua tangan depannya baik yang sebelah kiri
maupun kanan memakai kelat bahu.

3. Candi Wisnu
Candi Wisnu sendiri merupakan salah satu candi utama yang
terletak di halaman pertama di samping candi Siwa dan candi
Brahma, apabila candi Brahma terletak di sebelah kanan atau
selatan candi Siwa, maka candi Wisnu terletak di sebelah kiri atau
sebelah utara candi Siwa. Wisnu termasuk tokoh kedua sesudah
Brahma, sedang Siwa merupakan tokoh ketiga. Di dalam mitologi
India, Brahma adalah dewa perusak(prajapati). Wisnu adalah dewa
pemelihara (shiti) dan Siwa adalah dewa perusak (praline).Dengan
demikian, jelas bahwa candi Wisnu merupakan salah satu candi
yang mempunyai arti penting disamping candi Siwa dan Brahma.

Secara vertikal bangunan candi Wisnu terdiri dari tiga bagian


yaitu kaki candi, badan candi dan atap candi. Kaki candi
Wisnu berdenah bujur sangkar terdiri dari dua tingkat,
penampil depan di sebelah timur berfungsi sebagai pintu
masuk ke bilik candi. Kaki candi tingkat I mempunyai ukuran
lebih luas dari pada bagian dasar kaki candi tingkat II sehingga
di bagian dasar kaki candi tingkat I berbentuk selasar yang
berfungsi sebagai lorong atau jalan untuk mengelilingi badan
candi. Badan candi terletak di atas kaki candi. Pada badan
candi terdapat bilik candi dengan ukuran ruangan panjang 5,36
m, lebar 5,35 m dan tinggi 11,5 m. di dalam bilik candi
terdapat arca Wisnu. Bagian paling atas candi yaitu atap candi.
Atap candi Wisnu terdiri dari lima tingkat disusun makin ke
atas makin kecil dan bagian atas setiap tingkat dihiasi dengan
bentuk-bentuk amalaka kecil, sedang puncak atap berupa
amalaka besar.

Arca utama pada candi Wishnu dalam posisi berdiri diatas umpak
berbentuk yoni, yang dipahatkan menjadi satu dengan stela berbentuk
lengkung. Jumlah tangannya ada empat, kedua tangan belakang ditekuk
ke atas, kedua tangan depan terletak di kanan kiri pinggul dalam posisi
sedikit ditekuk ke depan. Atribut pada tangan kanan belakang adalah
cakra berbentuk lidah api, pada tangan kiri belakang adalah sangka
bersayap. Pada tangan depan terdapat gada, pegangan gada terletak di
sebelah atas. Pada telapak tangan kiri depan terdapat tanda khas yaitu
Sriwatsa (segitiga).
Dewa ini digambarkan berkepala satu dalam posisi tegak. Perhiasan pada
kepala berupajatamakuta dengan jamang simbar lima serta sumping dan
anting-anting menjulur ke bahu. Kalung terdiri dari dua untaian. Pada
dada terdapat ikat dada dan upawia berupa untaian berpilin. Kainnya
berupa kain panjang hingga pergelangan kaki, sampurnya dua, uncal
terletak di bawah sampur. Pada kaki terdapat gelang kaki.
4. Candi-candi Kecil
Relief-relif lain yang terdapat pada candi
prambanan yaitu relief burung yang nyata, relief-
relief burung di Candi Prambanan begitu natural
sehingga para biolog bahkan dapat
mengidentifikasinya sampai tingkat genus. Salah
satunya relief Kakatua Jambul Kuning (Cacatua
sulphurea) yang mengundang pertanyaan.
Sebabnya, burung itu sebenarnya hanya terdapat di
Pulau Masakambing, sebuah pulau di tengah Laut
Jawa.

Selain candi-candi utama dan pendamping di atas, juga terdapat dua candi
apit yang luas dasarnya enam meter persegi dengan tinggi 16 meter.
Ruangannya kosong. Keduanya terletak di dekat gerbang masuk, mengapit
dua candi, di sebelah barat dan timur candi. Candi ini tidak memiliki tangga
masuk, luas dasarnya sekitar 1,55 meter persegi dengan tinggi 4,10 meter.
Sedangkan candi yang terletak di setiap sudut serambi yang terbuka dari
candi utama di sebut dengan candi Sudut, ukurannya sama dengan candi
Kelir. Dan keempat candinyapun tidak memiliki pintu masuk.

Fungsi Candi Prambanan

 Candi Pemujaan: candi Hindu yang paling umum, dibangun untuk memuja dewa,
dewi, atau bodhisatwa tertentu
 Candi Pedharmaan: sama dengan kategori candi pribadi, yakni candi yang dibangun
untuk memuliakan arwah raja atau tokoh penting yang telah meninggal. Candi ini
kadang berfungsi sebagai candi pemujaan juga karena arwah raja yang telah
meninggal seringkali dianggap bersatu dengan dewa perwujudannya

Struktur dan konstruksi candi Prambanan


Struktur candi hindu terbagi menjadi 3 bagian yaitu bhurloka, bhuvarloka dan swaloka yang
kana di perjelas di bawah ini:
Bhurloka (Kaki Candi)

Ciri ciri candi Hindu memiliki struktur kaki candi yang dinamakan
Bhurloka. Bagian ini terletak di dasar candi dan merupakan lambang
alam bawah atau dunia bawah. Bhurloka disebut alam bawah karena
dihuni oleh makhluk makhluk golongan bawah, misalnya asura,
manusia, hewan, raksasa, dan makhluk halus (iblis). Selain itu
dibagian ini juga disebut sebagai alam kesengsaraan karena makhluk
makhluknya mempunyai hawa nafsu. Sruktur kaki candi ini memiliki
bentuk bujur sangkar atau segi empat. Kemudian dilengkapi dengan
aliran air yang menyatu dengan tangga masuk dari pintu candi atau
disebut "Jaladwara". Di sela sela tumpukan bhurloka bagian kiri dan
kanan candi terdapat ukiran ukiran yang memiliki maksud tertentu.
Bhuvarloka (Tubuh Candi)

Ciri ciri candi Hindu juga memiliki struktur tubuh


candi yang dinamakan Bhuvarloka. Bagian ini
terletak di tengah candi. Bhuvarloka dianggap
sebagai lambang tempat pensucian manusia agar
batiniahnya menjadi sempurna. Bhuvarloka juga
dilengkapi dengan pintu yang bagian atasnya
terdapat "Kalamakara". Kalamakara merupakan
kepala kara menyerupai iblis, dimana kepalanya
berbentuk hewan perpaduan antara buaya, macan
dan ikan. Kalamakara ini biasanya terdapat di
pintu candi Hindu maupun candi Budha.
Kalamakara yang terdapat dibagian pintu
digunakan sebagai penolak bala, pengingat manusia tentang adanya kematian, penolak sial
dan penolak ancaman batin pada candi. Jaman dahulu kala diceritakan memiliki wajah yang
tampan menurut cerita Hindu dan Budha. Tetapi ia berubah menjadi raksasa buas yang
memangsa hewan yang dijumpainya. Hal ini dikarenakan ia dikutuk oleh Sang Hyang Widhi.
Kemudian pada akhirnya ia juga memakan dirinya sendiri dan hanya meninggalkan bagian
kepalanya saja. Tubuh candi Hindu memiliki ruangan di bagian dalamnya.

Svarloka (Atap Candi)

Ciri ciri candi Hindu juga memiliki struktur atap candi


yang dinamakan svarloka. Svarloka digunakan sebagai
lambang dunia para dewa dan jiwa jiwa yang telah
mencapai kesempurnaan. Bagian atas candi ini
memiliki bentuk limas dengan tiga tingkatan. Tingkat
teratas berbentuk kerucut. Kemudian bagian atap candi
dilengkapi dengan rongga yang berbentuk batu persegi
bergambar teratai. Atap ini merupakan lambang tahta
dewa.

Pembangunan Candi

Dalam pembangunan candi masih menjadi pertanyaan arkeolog karena alat yang digunakan
untuk membangun atau membuat candi belum ditemukan. Teknik pembangunan candi
disesuaikan dengan bahan bangunan dari candi tersebut. Apabila candi terbuat dari batu maka
biasanya dibuat saling mengunci satu sama lain seperti yang permainan lego. Bangunan candi
mengikuti hirarki arsitektur yang sama dengan Borobudur, terdiri dari tiga bagian berbeda,
dari yang terendah hingga bagian paling suci dari alam.
Tata letak

Tata letak yang konsentris memperlihatkan


bentuk mandala wajradhatu.

Bangunan candi ada yang berdiri sendiri ada


pula yang berkelompok. Ada dua sistem
dalam pengelompokan atau tata letak
kompleks candi, yaitu:

1. Sistem konsentris, sistem gugusan terpusat; yaitu posisi candi induk berada di
tengah–tengah anak candi (candi perwara). Candi perwara disusun rapi berbaris
mengelilingi candi induk. Sistem ini dipengaruhi tata letak denah mandala dari India.
Contohnya kelompok Candi Prambanan dan Candi Sewu.

2. Sistem berurutan, sistem gugusan linear berurutan; yaitu posisi candi perwara
berada di depan candi induk. Ada yang disusun berurutan simetris, ada yang
asimetris. Urutan pengunjung memasuki kawasan yang dianggap kurang suci berupa
gerbang dan bangunan tambahan, sebelum memasuki kawasan tersuci tempat candi
induk berdiri. Sistem ini merupakan sistem tata letak asli Nusantara yang memuliakan
tempat yang tinggi, sehingga bangunan induk atau tersuci diletakkan paling tinggi di
belakang mengikuti topografi alami ketinggian tanah tempat candi dibangun.
Contohnya Candi Penataran dan Candi Sukuh. Sistem ini kemudian dilanjutkan dalam
tata letak Pura Bali.

Lokasi Membangun Candi

Dalam pebangunan candi menurut kitab Silpasastra


masyarakat zaman dulu memperhatikan beberapa unsur
diantaranya dekat dengan air karena air adalah salah satu
unsur penting dalam setiap upacara keagamaan. Apabila tidak
terdapat air maka akan dibuat kolam di sekitar candi. Selain
itu memilih tanah yang wangi, wangi dalam artian tidak
memiliki bau seperti di tempat bekas pemakaman. Wangi juga
dapat diartikan dengan tanah hutan atau bau - bau pepohonan.
Pembangunan candi juga dibangun di gunung karena diyakini
gunung adalah tempat bersemayamnya para dewa dan doa
akan lebih cepat terkabul apabila berdoa di tempat yang lebih
dekat dengan langit.
Bahan Pembuat Candi
Bahan pembuat candi menyesuaikan tempat masing - masing candi. Bahan - bahan pembuat
candi tersebut antara lain :

Batu andesit, batu ini terbuat dari bekuan vulkanik yang


di bentuk menjadi balok - balok yang saling mengunci.
Batu andesit berbeda dengan batu kali, batu kali memiliki
sifat keras dan mudah pecah apabila ditatah atau dibentuk.
Batu andesit yang baik berupa batu yang terpendam di
dalam tanah, maka pada zaman Hindu - Buddha ketika
membangun candi mengharuskan penambangan dari
tebing bukit. Batu ini digunakan pada candi - candi yang
berada di sekitar gunung api seperti candi - candi yang
berada di sekitar Gunung Merapi di wilayah Klaten,
Magelang dan Sleman.

Batu Putih (tuff), batu ini berasal dari endapan piroklastik (batuan
yang berasal dari hasil letusan gunung berapi) berwarna putih
seperti yang ada di Ratu Boko. Pada kompleks Ratu Boko batu
putih dilapisi dengan batu andesit sebagai pelapis bagian luar batu
tersebut.

Stuko (Stucco), bahan stuko ditemukan di Candi Batu Jaya, bahan


ini merupakan campuran dari semacam beton dari tumbukan batu
dan pasir.

Bajralepa (Vajralepa), Bajralepa merupakan bahan pelapis


candi berupa plester putih kekuningan yang berfungsi untuk
memperhalus, memperindah, dan melindungi dinding dari
kerusakan. Konon bajralepa terbuat dari campuran putih telur,
getah tumbuhan, kapur halus, dan lain - lain.

Relief
Ramayana dan Krishnayan

Candi ini dihiasi relief naratif yang menceritakan epos Hindu;


Ramayana dan Krishnayana. Relif berkisah ini diukirkan pada
dinding sebelah dalam pagar langkan sepanjang lorong galeri
yang mengelilingi tiga candi utama. Relief ini dibaca dari
kanan ke kiri dengan gerakan searah jarum jam mengitari
candi. Hal ini sesuai dengan ritual pradaksina, yaitu ritual
mengelilingi bangunan suci searah jarum jam oleh peziarah.
Kisah Ramayana bermula di sisi timur candi Siwa dan dilanjutkan ke candi Brahma temple.
Pada pagar langkan candi Wisnu terdapat relief naratif Krishnayana yang menceritakan
kehidupan Krishna sebagai salah satu awatara Wishnu.

Relief Ramayana menggambarkan bagaimana Shinta,


istri Rama, diculik oleh Rahwana. Panglima bangsa
wanara (kera), Hanuman, datang ke Alengka untuk
membantu Rama mencari Shinta. Kisah ini juga
ditampilkan dalam Sendratari Ramayana, yaitu
pagelaran wayang orang Jawa yang dipentaskan
secara rutin di panggung terbuka Trimurti setiap
malam bulan purnama. Latar belakang panggung
Trimurti adalah pemandangan megah tiga candi
utama yang disinari cahaya lampu.

Lokapala, Brahmana, dan Dewata

Di seberang panel naratif relief, di atas tembok


tubuh candi di sepanjang galeri dihiasi arca-
arca dan relief yang menggambarkan para
dewata dan resi brahmana. Arca dewa-dewa
lokapala, dewa surgawi penjaga penjuru mata
angin dapat ditemukan di candi Siwa.
Sementara arca para brahmana penyusun kitab
Weda terdapat di candi Brahma. Di candi
Wishnu terdapat arca dewata yang diapit oleh
dua apsara atau bidadari kahyangan.

Panil Prambanan: Singa dan Kalpataru

Di dinding luar sebelah bawah candi dihiasi


oleh barisan relung (ceruk) yang menyimpan
arca singa diapit oleh dua panil yang
menggambarkan pohon hayat kalpataru. Pohon
suci ini dalam mitologi Hindu-Buddha
dianggap pohon yang dapat memenuhi harapan
dan kebutuhan manusia. Di kaki pohon
Kalpataru ini diapit oleh pasangan kinnara-
kinnari (hewan ajaib bertubuh burung berkepala
manusia), atau pasangan hewan lainnya, seperti
burung, kijang, domba, monyet, kuda, gajah,
dan lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah
pola khas yang hanya ditemukan di Prambanan,
karena itulah disebut “Panil Prambanan”.
BAB 2
PENGARUH HINDU DAN BUDDHA TERHADAP BENTUK ARSITEKTUR

Pengaruh Buddha Pada Bentuk Arsitektur ( Candi Borobuddur)

Lokasi

Candi ini terletak kurang lebih 100 km di sebelah


barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat
Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut
Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan
oleh para penganut agama Buddha Mahayana
sekitar tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur
adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia,
sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di
dunia

Lingkungan sekitar

Borobudur, Pawon, dan Mendut terbujur dalam satu


garis lurus yang menunjukan kesatuan perlambang

Terletak sekitar 40 kilometer (25 mi) barat laut dari


Kota Yogyakarta, Borobudur terletak di atas bukit
pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung
kembar; Gunung Sindoro-Sumbing di sebelah barat
laut dan Merbabu-Merapi di sebelah timur laut, di
sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di
sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh,
serta candi ini terletak dekat pertemuan dua sungai
yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo di sebelah timur.
Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai
dataran Kedu adalah tempat yang dianggap suci dalam
kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai 'Taman pulau
Jawa' karena keindahan alam dan kesuburan tanahnya.

Filosofi

Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles


dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore
(Boro); kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu
berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan
istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti "purba"– maka bermakna, "Boro purba". Akan
tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang
berarti gunung.
Stupa utama candi Buddha terbesar di dunia itu
berfungsi sebagai gnomon (alat penanda waktu)
yang memanfaatkan sinar matahari. Stupa utama
yang merupakan stupa terbesar terletak di pusat
candi di tingkat 10 (tertinggi). Stupa utama
dikelilingi 72 stupa terawang yang membentuk
lintasan lingkaran di tingkat 7, 8 dan 9. Bentuk
dasar ketiga tingkat itu plus tingkat 10 adalah
lingkaran, bukan persegi empat sama sisi seperti
bentuk dasar pada tingkat 1 hingga tingkat 6.

Jumlah stupa terawang pada tingkat 7,8 dan 9 secara berurutan adalah 32 stupa, 24 stupa, dan
16 stupa. Jatuhnya bayangan stupa utama pada puncak stupa terawang tertentu pada tingkatan
tertentu menunjukkan awal musim atau mangsa tertentu sesuai Pranatamangsa (sistem
perhitungan musim Jawa).

Karakteristik candi Borobudur

Ciri Candi Buddha


Berikut ini adalah ciri dari candi - candi yang bercorak buddha beserta contohnya :

1. Fungsi utama candi buddha adalah


sebagai tempat pemujaan
2. Struktur candi terbagi menjadi 3
yaitu kamadatu, rupadatu, dan arupadatu
3. Terdapat stupa di puncak candi
4. Terdapat patung buddha
5. Candi utama berada di tengah
candi- candi kecil seperti di candi
borobudur
6. Relief pada candi memberikan
cerita tersendiri
7. Bentuk bangunan cenderung tambun
8. Pada pintu candi terdapat Kala dengan mulut menganga tanpa rahang bawah dengan
makara ganda di masing - masing sisi pintu
Fungsi Candi Borobudur

Fungsi Candi Borobudur hamper sama dengan fungsi candi pada umumnya,yaitu:
o Tempat menyimpan relic atau disebut Dhatugarba.Relik tersebut antara lain benda suci,
pakaian, tulang atau abu dari Budha, arwah para biksu yang tersohor atau terkemuka.
o Tempat sembahyang atau beribadah bagi umat Budha.
o Merupakan lambang suci bagi umat Budha, cermin nilai-nilai tertinggi agama Budha dan
mengandung rasa rendah hati yang disadari penciptanya sedalam-dalamnya.
 Tanda peringatan dan penghormatan sang Budha.
 Struktur Bangunan Candi Borobudur

Bangunan candi Borobudur berbentuk limas berpundak dan apabila dilihat dari atas
merupakan bujur sangkar. Bangunan candi terdiri dari 10 tingkat. Tiga tingkat yang paling
atas berbentuk lingkaran dengan tiga teras. Teras pertama terdapat 32 stupa berlubang, teras
kedua terdapat 24 stupa berlubang, teras ketiga terdapat 16 stupa berlubang. Jumlah
keseluruhan 72 stupa berlubang dan masing-masing stupa didalamnya terdapat patung
Buddha. Di tengah stupa-stupa tersebut terdapat stupa induk yang merupakan mahkota dari
bangunan candi Borobudur.
Struktur dari candi Borobudur merupakan deskripsi dari perjalanan kehidupan
manusia dan kaitannya dengan alam semesta yang diyakini oleh warga Buddha Mahayana,
yaitu Kamadhatu, Rupadhatu dan Arupadhatu.

· Kamadhatu merupakan alam bawah atau dunia


hasrat dan hawa nafsu; Dunia Kamadhatu
menunjukkan bahwa manusia terikat pada hasrat
dan hawa nafsu, serta cenderung terpengaruh dan
dikuasai oleh hawa nafsu. Gambaran dan deskripsi
alam kamadhatu secara jelas dalam bentuk relief-
relief yang terdapat pada kaki candi asli yang
melambangkan adegan Karmawibhangga, yang
melukiskan hukum sebab akibat.

· Rupadhatu merupakan alam antara atau


dunia rupa. Dunia Rupadhatu menggambarkan
bahwa manusia telah meninggalkan segala
urusan duniawi dengan meninggalkan hawa
nafsu dan segala urusan duniawi. Gambaran
tahapan ini dilambangkan dengan bentuk lorong
penghubung antara tingkat satu sampai tingkat
empat.

· Arupadhatu merupakan alam atas atau


dunia tanpa rupa. Dunia Arupadhatu merupakan
gambaran tentang tempat bersemayamnya para
Dewa. Gambaran tahapan ini dilambangkan
dengan teras bundar di tingkat satu, dua dan tiga,
serta kehadiran stupa induk pada tingkat
tertinggi.Tingkatan tertinggi ini dilambangkan
dengan stupa yang terbesar dan tertinggi, stupa
polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa
terbesar ini pernah ditemukan arca Buddha
belum selesai (unfinished Buddha), yang semula disalahsangkakan sebagai patung
Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama,
patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut
kepercayaan patung yang salah dalam pembuatannya tidak boleh dirusak.

Bentuk Umum stupa

Di Candi Borobudur dapat dijumpai sebanyak 1537 stupa. Secara umum, stupa-stupa di
Candi Borobudur terdiri atas empat bagian, yaitu prasadha, anda, harmika, dan yasthi.
Beberapa stupa dilengkapi dengan lapik, tetapi ada pula yang tidak dilengkapi dengan lapik.
Lapik merupakan pelengkap di bawah stupa yang berfungsi sebagai alas stupa.
memperlihatkan jumlah stupa yang dilengkapi dengan lapik dan yang tak berlapik.

Tabel 3.1 Jumlah stupa berlapik dan tak berlapik.

No Stupa Jumlah Stupa


1 Berlapik 609
2 Tak Berlapik 928
Jumlah Stupa 1537

Bagian-bagian pokok stupa-stupa Candi Borobudur, seperti prasadha, anda, harmika, dan
yasthi akan dijelaskan secara lengkap pada uraian berikut.
Prasadha
Prasadha pada stupa-stupa di Candi Borobudur
memiliki tingkatan yang tersusun atas ukiran dengan
bentuk sisi yang berbeda-beda. Susunan dengan
berbagai macam bentuk sisi yang tampak seperti
tingkatan tersebut sesungguhnya merupakan suatu
bentuk pelipit (perbingkaian). Pelipit atau
perbingkaian tersebut adalah suatu bentuk ragam hias
arsitektural yang biasanya digunakan pada bagian-
bagian dari bangunan candi (Munandar, 2004: 181).
Dalam hal ini, pelipit digunakan pula sebagai hiasan
arsitektural stupa.

Anda
Anda merupakan bagian stupa yang berbentuk
seperti setengah bulatan atau lonceng. Bentuk
anda juga menyerupai kubah (Govinda, 1976: 17).
Bagian anda pada stupa terletak di atas bagian
prasadha stupa. Anda stupa-stupa di Candi
Borobudur memiliki berbagai macam bentuk.
Bentuk-bentuk anda yang digunakan pada stupa-
stupa di Candi Borobudur terdiri atas dua macam
bentuk, yaitu bentuk anda yang solid dan bentuk
anda yang bercelah-celah. Anda yang berbentuk
solid ialah anda yang berbentuk kubah penuh,
sedangkan anda yang bercelah ialah anda
berbentuk kubah yang disertai lubang-lubang pada
sisi-sisinya.

Harmika
merupakan bagian stupa yang terletak di antara anda dan yasthi,
atau terletak di atas anda. Bentuknya seperti kubus atau prisma
(tergantung dari jumlah segi yang menyertainya). Hampir semua
stupa di Candi Borobudur menggunakan satu bentuk harmika
dalam bagiannya. Namun demikian, terdapat satu stupa yang
menggunakan dua jenis harmika dalam bagiannya. Harmika pada
stupa-stupa di Candi Borobudur memiliki dua bentuk bersegi,
yaitu segi empat dan segi delapan.

Yasthi
Yasthi merupakan puncak menara (Govinda, 1976: 17).
Pada stupa, bagian yasthi terletak di atas bagian
harmika. Di Candi Borobudur, stupa-stupa yang memiliki
bentuk yasthi yang terbagi menjadi dua, yaitu yasthi
dengan bentuk kerucut tanpa segi berujung tumpul dan
yasthi berbentuk limas segi delapan dengan ujung
yang tumpul.
Relief Pada Candi Borobudur
Relief-relief yang terpahat di setiap tingkatan ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut
mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang
artinya ialah timur. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada
pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, bergerak searah jarum jam, dimulai dari sebelah
kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang yang terletak di bagian timur. Sedangkan
relief-relief candi yang berjumlah total 1.460 pigura, secara berurutan menceritakan makna
filosofi sebagai berikut:

· Karmawibhangga, sesuai dengan makna simbolis


pada kaki candi, menggambarkan hukum karma. Pada
setiap pigura menggambarkan suatu cerita terpisah yang
mempunyai korelasi sebab akibat. Secara keseluruhan
relief sejumlah 160 pigura ini menggambarkan
kehidupan manusia dalam lingkaran lahir-hidup-mati
(samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama
Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk
menuju kesempurnaan.

· Lalitawista, menggambarkan riwayat Sang


Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan
merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari
turunnya Sang Buddha dari sorga Tusita, dan berakhir
dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota
Banaras. Relief tersebut menggambarkan lahirnya
Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran
Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri
Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief berjumlah 120
pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang
secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda
Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang
berarti “hukum” dengan lambang roda.

· Jataka dan Awadana. Jataka menceritakan


tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan
sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan
pokok penonjolan perbuatan baik, yang
membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk
lain, sebagai tahapan persiapan menuju
ketingkat ke-Budha-an. Sedangkan Awadana,
pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan
tetapi bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang
lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab
Diwyawadana (perbuatan mulia kedewaan), dan
kitab Awadanasataka (100 cerita Awadana). Pada relief candi Borobudur, jataka dan awadana
sejumlah 720 pigura yang tersebar di tingkat 1 dan 2, terdapat dalam deretan yang sama tanpa
dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah
Jatakamala (untaian cerita Jataka), karya penyair Aryasura (abad 4 M).

· Gandawyuha, deretan relief di dinding lorong


ke-2, adalah cerita tentang pengembaraan Sudhana
dalam mencari Pengetahuan Tertinggi tentang
Kebenaran Sejati. Penggambarannya dalam 460
pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana
yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian
penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu
Bhadracari.

Pembangunan candi Borobudur

Lukisan karya G.B. Hooijer (dibuat kurun 1916—1919) merekonstruksi suasana di


Borobudur pada masa jayanya

Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan
apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara
jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim
digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun
sekitar tahun 800 masehi.Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa
puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi
Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 -
100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan
raja Samaratungga pada tahun 825

Tahapan pembangunan Borobudur

Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang
sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan
berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur
memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa
kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan
Borobudur:

1. Tahap pertama: Masa pembangunan


Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan
kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas
bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran
datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak
seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit
tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga
menyerupai cangkang yang membungkus bukit
tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun
tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi
kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga
undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.

2. Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar


langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya
langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.

3. Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa
tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang
lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu
stupa induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar,
dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief
Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang
berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar.
Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan
condong bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah
sehingga tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya
sehingga Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk
membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras
melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk.
Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki
tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi
bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh
keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu
4. Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan
pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta
pelebaran ujung kaki.

Arca Buddha

Sebuah arca Buddha di dalam stupa berterawang


Selain wujud buddha dalam kosmologi buddhis yang terukir di dinding, di Borobudur
terdapat banyak arca buddha duduk bersila dalam posisi teratai serta menampilkan mudra
atau sikap tangan simbolis tertentu. Patung buddha dengan tinggi 1,5 meter ini dipahat dari
bahan batu andesit.

Patung buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu, diatur


berdasarkan barisan di sisi luar pagar langkan. Jumlahnya semakin
berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan pertama terdiri
dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung, baris
keempat 72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total
terdapat 432 arca Buddha di tingkat Rupadhatu.[4] Pada bagian
Arupadhatu (tiga pelataran melingkar), arca Buddha diletakkan di
dalam stupa-stupa berterawang (berlubang). Pada pelataran
melingkar pertama terdapat 32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan
pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya total 72 stupa.[4] Dari
jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak
(kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan
monumen ini, kepala buddha sering dicuri sebagai barang koleksi,
kebanyakan oleh museum luar negeri).
Secara sepintas semua arca buddha ini terlihat serupa, akan tetapi terdapat perbedaan halus di
antaranya, yaitu pada mudra atau posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra: Utara,
Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama kompas
menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra: Utara, Timur,
Selatan, dan Barat, di mana masing-masing arca buddha yang menghadap arah tersebut
menampilkan mudra yang khas. Arca Buddha pada pagar langkan kelima dan arca buddha di
dalam 72 stupa berterawang di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat.
Masing-masing mudra melambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing dengan makna
simbolisnya tersendiri.
Mengikuti urutan Pradakshina yaitu gerakan mengelilingi searah jarum jam dimulai dari sisi
Timur, maka mudra arca-arca buddha di Borobudur adalah:

Arah
Melambangka Dhyani Mata
Arca Mudra Lokasi Arca
n Buddha Angi
n

Relung di pagar langkan


Bhumisparsa Memanggil bumi 4 baris
Aksobhya Timur
mudra sebagai saksi pertamaRupadhatu sisi
timur

Relung di pagar langkan


Ratnasambhaw 4 baris
Wara mudra Kedermawanan Selatan
a pertamaRupadhatu sisi
selatan

Di dalam 72 stupa di 3
Dharmachakr Pemutaran roda
Wairocana Tengah teras
a mudra dharma
melingkarArupadhatu

Relung di pagar langkan


Dhyana Semadi atau 4 baris
Amitabha Barat
mudra meditasi pertamaRupadhatu sisi
barat
Arah
Melambangka Dhyani Mata
Arca Mudra Lokasi Arca
n Buddha Angi
n

Relung di pagar langkan


Abhaya 4 baris
Ketidakgentaran Amoghasiddhi Utara
mudra pertamaRupadhatu sisi
utara

Relung di pagar langkan


Witarka baris kelima
Akal budi Wairocana Tengah
mudra (teratas)Rupadhatu sem
ua sisi
SEJARAH ARSITEKTUR TIMUR

Pengaruh Agama Hindu dan Budha Pada Bentuk Arsitektur

Disusun Oleh

RIZKI WULANDARI : 142018012

Dosen Pembimbing:

RENY KARTIKA SARY, ST., MT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
PEMBAHASAN

BAB I
ARSITEKTUR HINDU ( CANDI PRAMBANAN )
Lokasi ..........................................................................................................................
Filosofi .........................................................................................................................
Pembagian rumah ……………………………………………………………………
Struktur dan konstruksi………………………………………………………………

BAB 2
ARSITEKTUR BUDDHA ( CANDI BOROBUDUR )
Lokasi ..........................................................................................................................
Filosofi .........................................................................................................................
Pembagian rumah …………………………………………………………………….
Struktur dan konstruksi……………………………………………………………….

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur
http://serbasejarah.blogspot.com/2012/03/pembagian-struktur-candi.html
https://www.dictio.id/t/fakta-fakta-menarik-apa-saja-terkait-dengan-candi-borobudur/8708
http://sisapeninggalansejarah.blogspot.com/2015/11/ciri-ciri-dan-perbedaan-candi-hindu-
dan.html
http://baca-sejarah.blogspot.com/2013/05/filosofi-tata-letak-candi-prambanan.html
https://ranipuspoiswantiblog.wordpress.com/2017/01/17/candi-prambanan/
https://candiprambanann.wordpress.com/category/relief/
http://sisapeninggalansejarah.blogspot.com/2015/11/ciri-ciri-dan-perbedaan-candi-hindu-
dan.html

Das könnte Ihnen auch gefallen