Sie sind auf Seite 1von 16

POLA PENANGANAN ANAK JALANAN

DAN PENGEMIS DI SUMATERA BARAT


( KASUS KOTA PADANG DAN KOTA BUKITTINGGI )

1 2
Erwin , Nilda Elfemi

Abstract

There is a trend of the number of street children and beggars have increased in the
last ten years in West Sumatra. Studies conducted by Erwin (2006) showed an
increase in the number of street children and beggars, among others, caused by;
weakening of social solidarity in the community, and a decreasing function of
protection against the matrilineal extended family members. This research has
identified characteristics of the street children and beggars in the city of Padang and
Bukittinggi, and analyzing models of development that has been undertaken by the
government (Ministry of Social Affairs) and the people in orphanages and shelters.
The approach used in this study is a qualitative approach.

The results showed that in general, street children are either dropouts at primary
school, junior high or high school. Coaching program street children who do not
maximized, look at the level of independence of street children after obtaining
coaching are relatively low. The causes: First, the relatively short development time.
Second, the educational scholarship program at a halfway house coaching stops
since 2008. Third, provincial and municipal governments, dependent on funds from
the central government.

Development of street children in the orphanage, showed relatively better results, but
so far no special foster homes are street children. Social institutions which is a Unit of
the Department of Social Welfare, do not set a target street children coaching.
Likewise, the social institutions owned by the community so far has not opened up for
street children to get service and support. Coaching street kids through a system of
nursing is an option that can be considered for development. Nursing management
established by the society during this tends to have staying power and a better level
of independence.

Keywords: Street Chlidren, Beggars, West Sumatra, Development, Orphanage system

A. Pendahuluan anggota keluarga luas matrilinial untuk


menjadikan lahan pertanian sebagai

P
enduduk Sumatera Barat, pada sumber ekonomi dan untuk memamfaatkan
tahun 2010 berjumlah 5.120.320 tanah pusaka, untuk berbagai keperluan.
orang; terdiri dari 2.320.060 laki-laki
dan 2.800.260 perempuan. Laju Hasil Pendataan Sosial Ekonomi
pertumbuhan penduduk, 1,6 % pertahun, Penduduk 2010, jumlah penduduk miskin
kondisi ini berimplikasi meningkatnya tercatat sebanyak 1.079.241 orang atau
tekanan penduduk terhadap lahan sebanyak 233.825 KK, sekitar 22,07 %
pertanian dan tanah pusaka meningkat. penduduk Sumatera Barat. Meningkatnya
Keadaan ini berimplikasi terhadap jumlah keluarga miskin di Sumatera Barat,
berkurangnya atau hilangnya akses akan berpengaruh terhadap kemampuan

1
Penulis adalah dosen tetap jurusan Antropologi FISIP Universitas Andalas, Padang.
2
Penulis adalah dosen Luar Biasa jurusan Antropologi FISIP Universitas Andalas, Padang

1|P age
keluarga untuk memenuhi kebutuhan B. Kerangka Pemikiran

U
seluruh anggota keluarga, yang untuk UD 1945, khususnya pasal 27 ayat
sebagian keluarga terpaksa harus 2, mengamanatkan bahwa: “tiap-tiap
membiarkan anggota keluarganya untuk warga negara berhak atas
melakukan berbagai aktifitas ekonomi di pekerjaan dan penghidupan yang layak
jalanan. Suku bangsa Minangkabau bagi kemanusiaan”. Dalam kenyataannya
merupakan salah satu suku bangsa di amanat tersebut tidak mudah diwujudkan,
Indonesia yang menganut sistem mengingat kemajemukan masyarakat
kekerabatan matrilinial, mendiami sebagian Indonesia. Pasal 34 UUD 1945
besar daerah Propinsi Sumatera Barat, dan menyatakan bahwa fakir miskin dan anak
merupakan salah satu suku bangsa terlantar dipelihara oleh negara. Anak
dengan jumlah penduduk terbesar di merupakan aset masa depan, kegagalan
Indonesia, setelah suku bangsa Jawa, dalam memahami kebutuhan anak, akan
Sunda, dan Madura (Naim 1984:34-38). berujung pada kegagalan dalam membuat
Karakteristik yang menonjol dari anak untuk mandiri di masa datang. Tidak
masyarakat matrilinial Minangkabau tersedia data yang pasti mengenai jumlah
adalah; menarik garis keturunan dari pihak anak jalanan saat ini, data dari komisi
perempuan; ada suku, sub-suku matrilinial perlindungan anak (KPAI) memperkirakan
dan kelompok keluarga lebih kecil, yang jumlah anak jalanan di Indonesia pada
dipersatukan oleh kepemimpinan askriptif tahun 2006 sekitar 150 ribu anak.
dalam berbagai tingkat pemilikan tanah
komunal. Keberadaan tanah komunal pada Jaminan Sosial Nasional adalah
masyarakat Minangkabau yang agraris program Pemerintah dan Masyarakat yang
menjadi inti kelangsungan sistem bertujuan memberi kepastian jumlah
matrilineal, terutama berkaitan dengan perlindungan kesejahteraan sosial agar
bentuk-bentuk perlindungan terhadap setiap penduduk dapat memenuhi
seluruh anggota keluarga luas matrilineal kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya
(Erwin: 2006). kesejahteraan sosial bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Perlindungan ini
Di Sumatera Barat, jumlah diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya
penyandang masalah kesejahteraan sosial, atau berkurangnya pendapatan. Jaminan
seperti; anak jalanan berjumlah 7.086 sosial merupakan hak asasi setiap warga
orang, anak terlantar berjumlah 53.352 negara sebagaimana tercantum dalam
orang, pengemis berjumlah 1.361 orang UUD 1945 Pasal 27 ayat 2. Secara
dan anak nakal berjumlah 10.588 orang universal jaminan sosial dijamin oleh Pasal
(Dinas Sosial Propinsi Sumbar, 2010). 22 dan 25 Deklarasi Universal Hak Asasi
Keberadaan anak jalanan dan pengemis Manusia oleh PBB (1948), dimana
perlu mendapat perhatian yang serius, Indonesia ikut menandatanganinya.
sebagai anak seharusnya mereka Kesadaran tentang pentingnya jaminan
memperoleh ruang dan waktu yang perlindungan sosial terus berkembang,
kondusif untuk perkembangan fisik seperti terbaca pada Perubahan UUD 45
masupun psikis anak secara wajar. Anak- tahun 2002, Pasal 34 ayat 2, yaitu “
anak yang seharusnya mendapat Negara mengembangkan Sistem Jaminan
perlindungan, kini harus berjuang sendiri Sosial bagi seluruh rakyat….”. Bagaimana
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, wujud dari Sistem Jaminan Sosial bagi
karena tidak mendapat perlindungan dan seluruh rakyat Indonesia, terutama bagi
perhatian dari keluarga, masyarakat dan anak jalanan dan pengemis.
pemerintah. Tulisan ini akan membahas;
karaktersitik anak jalanan dan pengemis, Konsep anak didefinisikan dan
dan bagaimana pemerintah menyikapi dipahami secara bervariasi,menurut UU
kehadiran anak jalanan dan pengemis No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan
serta peran apa saja yang sudah, sedang anak, anak adalah seseorang yang berusia
dan akan dilakukan oleh pemerintah untuk di bawah 21 tahun dan belum menikah.
memberdayakan anak jalanan dan Sedangkan menurut UU No. 23 tahun 2002
pengemis ? tentang Pelindungan Anak, anak adalah

2|P age
3

seseorang yang belum berusia 18 tahun, dengan orang tua, atau mereka berada di
termasuk anak yang masih dalam luar rumah sepengetahuan orang tua.3)
kandungan. Anak-anak yang sudah putus sekolah,
Lahirnya berbagai bentuk masalah hubungan dengan orang tua terbatas. 4)
sosial di Sumatera Barat, seperti anak Anak-anak yang tidak bersekolah dan
jalanan dan pengemis, merupakan bersama orang tuanya berada di jalanan
konsekuensi dari distribusi sumber daya dan tidak memiliki tempat tinggal, biasanya
yang tidak merata dan melemahnya berada di jalanan sampai tengah malam.
solidaritas sosial dalam masyarakat. Ada beberapa alasan yang
Melemahnya solidaritas sosial dalam dikemukakan, kenapa mereka berada di
masyarakat telah mengakibatkan energi jalanan. Sebagian besar dari anak jalanan
sosial-budaya kreatif, sebagai suatu mengatakan karena alasan ekonomi dan
kekuatan internal pada tingkat lokalitas tekanan orang tua. Pengakuan informan,
(komunitas) seperti nagari, jorong, sebut saja budi;
kampung dan kelompok ketetanggaan Budi usia 14 tahun, sedang
ataupun kewargaan, tidak lagi dapat bersekolah, kelas 2 SMP, Budi
digunakan oleh keluarga miskin perdesaan sudah hampir satu tahun berjualan
dan perkotaan, pada hal energi sosial yang koran setiap pagidi salah satu
terdapat pada satuan lokalitas dalam perempatan jalan di Kota Padang.
bentuk pranata-pranata sosial yang ada Alasan yang dikemukakan Budi
pada masyarakat perdesaan dan kenapa berjualan koran setiap pagi
perkotaan, berorientasi pada kesejahteraan untuk membantu orang tua. Yang
bersama semakin berkurang. utama kata Budi agar kebutuhan
Untuk itu diperlukan suatu sekolahnya terpenuhi.
pendekatan terpadu dalam pengentasan Alasan yang dikemukakan Budi berbeda
keluarga miskin perdesaan dan perkotaan, dengan alan yang dikemukakan Egi, yang
meliputi mengelola warga dalam sebuah sudah tidak bersekolah lagi, Egi
kawasan pemukiman. Pengelolaan menuturkan;
kawasan pemukiman mulai dari satuan Egi, usia 15 tahun, pendidikannya
lokalitas terkecil (komunitas) seperti nagari, sampai kelas empat SD, tinggal di
jorong, kampung dan kelompok pinggiran Kota Padang. Berhenti
ketetanggaan ataupun kewargaan, sekolah karena tidak ada kontrol
seyogiyanya mampu mengakomodasi dari orang tua. Orang tua egi tidak
sejumlah persoalan yang dihadapi oleh peduli, apakah egi sekolah atau
keluarga miskin perdesaan dan perkotaan. tidak sekolah. Sekitar tahun 2009,
pasca gempa, awalnya karena
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan diajakan teman untuk melihat
3.1. Karakteristik Anak Jalanan bangunan rusak yang sedang
a. Kondisi Anak Jalanan dibersihkan dengan menggunakan
dan Pengemis alat-alat berat. Menurut Egi, pada

K
eberadaan anak jalanan dan waktu itu, makanan banyak
pengemis dalam beberapa tahun tersedia karena ada banyak orang
terakhir di beberapa kota di yang memberikan bantuan
Sumatera Barat, memperlihatkan makanan. Tahun 2010, pemberian
kecendrungan yang semakin meningkat. jatah makanan sudah mulai sulit,
Secara umum karakteristik atau egi diajak temannya untuk
karakteristik yang menonjol untuk anak bernyanyi dan temannya
jalanan yang terdapat di Kota padang dan memainkan alat musik sederhana,
Kota Bukittinggi adalah sebagai berikut; 1) sehingga terkumpul uang untuk
anak-anak yang masih memiliki hubungan membeli makanan.
dengan orang tuanya dan tidak lagi
sekolah. Keluar rumah di pagi hari, kebali Sedangkan alasan yang
ker umah sore hari. 2) Anak yang masih dikemukakan oleh pengemis, kenapa
sekolah, akan tetapi keluar rumah di pagi mereka mengemis dan tidak mengerjakan
hari atau sore hari, sebelum atau sesudah pekerjaan lain, semua pengemis yang di
jam sekolah. Masih memiliki hubungan wawancarai mengatakan alasan mereka

3|P age
mengemis karena mereka cacat Ani seorang perempuan, usia 11
penglihatan dan tidak punya keahlian. tahun, anak tertua dari tiga
Mereka tidak memiliki modal dan tanah bersauadara, pendidikan sampai
untuk bertani. kelas 5 Sekolah Dasar, sudah
Di Kota Padang, lokasi tempat hampir 2 tahun jadi pengamen di
berkumpul atau beraktivitas anak jalanan jalanan. Ani sebenarnya tidak mau
terdapat di lima lokasi; 1) lokasi di Kerja seperti sekarang ini. Dia ingin
perempatan jalan Khatib Sulaiman. 2) sekali menamatkan pendidikannya
lokasi di perempatan kantor Pos besar Di Sekolah Dasar, tapi orang
jalan Sudirman. 3) lokasi pasar raya Kota tuanya tidak mendukungnya. Dari
Padang. 4) lokasi jalan Ratulangi dan jalan hasil kerja mengamen, ani
Patimura. 5) Lokasi jalan By pass, serahkan sebagian pendapatannya
perempatan Lubuk Begalung. Pilihan lokasi kepada orang tua, untuk membeli
secara kebetulan saja, namun di keempat beras.
lokasi tersebut, menurut informan tempat-
tempat yang memungkinkan mereka Hasil wawancara dengan Dinas
mendapat uang. Secara umum, kalau Sosial, baik di tingkat Kota maupun
dilihat dari alasan yang dikemukakan oleh propinsi menunjukkan bahwa anak-anak
informan benar adanya terutama untuk yang bekerja dijalanan tersebut pada
anak jalanan yang ditemui di perempatan umumnya adalah anak usia sekolah. Hal ini
jalan Khatib Sulaiman, dimana anak-anak terdata pada saat dilakukan operasi
yang dimaksud berjulan koran di pagi hari penjaringan (razia) anak jalanan. Demikian
dan siang hari berjualan barang-barang juga dengan data yang terdapat di Rumah
keperluan rumah tangga. Berbeda dengan Singgah juga menunjukkan hal yang relatif
anak-anak yang berada di perempatan sama, dimana usia rata-rata anak jalanan
jalan Sudirman, tepatnya di perempatan yang dibina adalah antara 8 sampai 19
kantor Pos besar Kota Padang, dan di jalan tahun.
Ratulangi dan jalan patimura yang Pekerjaan yang dilakukan oleh anak
melakukan aktivitas sebagai pengamen. jalanan adalah sangat beragam. Hasil
Bernyanyi dengan menggunakan alat wawancara dengan staf Dinas Sosial Kota
musik seadanya. Sedangkan anak jalanan Padang dan hasil pengamatan, secara
yang berada di sekitar Pasar Raya Kota umum pekerjaan anak jalanan tersebut
Padang melakukan berbagai aktivitas, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
seperti menyemir sepatu, jualan kresek
(kantong Plastik) dan sekaligus 1. Pedagang asongan. Jenis dagangan
menyediakan jasa untuk membawa barang yang djual antara lain kantong plastik,
belanjaan. Sedangkan anak jalanan yang koran, mainan, dan makanan ringan.
berada di lokasi perempatan jalan By Pass Pada umumnya anak jalanan melakukan
Lubuk Begalung, anak-anak yang kegiatan tersebut di sekitar pasar, taman
melakukan kegiatan dijalanan bersama kota atau tempat kermaian. Selain itu
orang tua. juga ada di sekitar perempatan
jalan/lampu merah. Usia rata-rata anak
b. Umur dan Pekerjaan jalanan yang melakukan pekerjaan ini
berkisar antara 8 – 12 tahun.

M
erujuk kepada Undang-Undang
Hak Azazi Manusia, yang
dimaksud dengan anak adalah 2. Penjual jasa. Kegiatan yang dilakukan
yang berumur antara 0 – 18 tahun atau antara lain menyemir sepatu, dan
masih berusia sekolah. Hasil penelitian membantu mengangkat barang-barang
menunjukkan bahwa anak jalanan yang belanjaan dari orang lain yang
melakukan kegiatan di berbagai tempat di membutuhkan jasa. Kegiatan ini
kota Padang pada umumnya masih berusia dilakukan di sekitar pasar, taman kota,
sekolah yaitu antara 9 sampai 18 tahun. dan mesjid. Usia rata-rata anak jalanan
Namun untuk sebagian kecil juga ada yang yang melakukan kegiatan tersebut antara
berumur di atas 18 tahun. Salah seorang 8-12 tahun.
informan menuturkan;

4|P age
5

3. Mengamen dan mengemis. Kegiatan ibu meminta hasil dan anak di suruh
mengamen dan mengemis dilakukan di kembali ke jalan untuk mengamen.
sekitar perempatan jalan (lampu merah). Menurut informan salah seorang staf
Usia anak jalanan yang melakukian Dinas Sosial dan pengelolah Rumah
pekerjaan mengamen dan mengemis ini singgah menuturkan sebagai berikut :
bervariasi antara 8 – 19 tahun, bahkan terjadinya tindakan kriminal seperti
juga terdapat anak-anak dibawah usia 8 pencopetan, narkoba, mengisap
tahun. bensin, dan sebagainya pada
Hasil wawancara dengan Dinas umumnya dilakukan oleh anak
Sosial, dapat diinformasikan bahwa dari ke jalanan dari kelompok usia diatas 15
tiga jenis pekerjaan yang dilakukan oleh tahun dan bekerja sebagai
anak-anak jalanan tersebut, kelompok pengamen. Kelompok ini umumnya
pengamen dan pengemis, merupakan merupakan anak-anak yang berasal
kelompok yang sangat sulit untuk dibina dari lingkungan umumnya kurang
karena pada kelompok ini, selain bekerja harmonis atau keluarga yang sangat
sendiri juga terdapat anak-anak yang sibuk sehingga tidak mempunyai
dikoordinir oleh suatu “jaringan” yang waktu yang cukup untuk
memanfaatkan anak-anak jalanan untuk memperhatikan dan mengawasi
memperoleh penghasilan. perkembangan anak mereka.
Salah seorang staf dinas sosial Akibatnya anak tersebut mencari
mengatakan, hasil dari pekerjaan anak kesenangan sendiri dengan hidup
jalanan bisa mencapai Rp.30.000 – sebagai anak jalanan.
Rp.50.000 per hari. Bahkan untuk
pekerjaan mengamen bisa memperoleh Berbeda dengan usia anak jalanan,
uang sampai Rp.85.000 per hari. Hal ini, usia pengemis relatif didominasi oleh
menjadi alasan yang cukup untuk orang dewasa atau orang tua. Pekerjaan
menjadikan anak jalanan sulit melepaskan mengemis dilakukan secara sendiri
diri dari pekerjaan tersebut karena merasa maupun dengan bantuan seorang
sudah bisa mencari uang sendiri dengan perempuan dewasa dan anak-anak yang
jumlah yang relatif besar. Namun, saat menuntunnya di jalan. Kondisi fisik
ditanyakan kepada beberapa orang pengemis beraneka ragam seperti; buta,
informan, menyebutkan pendapatan cacat kaki, dan sebagian juga ada yang
mereka tidak pernah lebih dari Rp 30.000,- sudah renta.
dalam sehari. Menurut data dari program
Terdapat dua kategori umur bila Penyandang Masalah Kesejahteraan
dikaitkan dengan pekerjaan anak jalanan. Sosial, Dinas Sosial propinsi Sumatera
Pertama, anak jalanan usia sekolah pada Barat, bahwa di Propinsi Sumatera Barat
umumnya memiliki pekerjaan berjualan, pada tahun 2010 terdapat sebanyak 621
menyemir sepatu, dan mengemis. orang pengemis dimana sebagian besar
Sedangkan anak jalanan pada usia di atas (235 orang atau 37,84%) berada di Kota
13 tahun pada umumnya memilih Padang. Kemudian disusul oleh kebupaten
pekerjaan sebagai pengamen. Kegiatan Pesisir Selatan sebanyak 88 orang
mengamen dilakukan baik secara sendiri- (14,17%) dan Kota Solok sebanyak 68
sendiri maupun secara berkelompok antara orang (10,95%). Kondisi ini menunjukkan
2-3 orang. Hasil pengamatan terhadap 3 bahwa Kota Padang masih merupakan
orang anak yang berusia antara 6-10 tahun daerah yang cukup diminati oleh pengemis
di sekitar taman kota Imam Bonjol, dalam upaya mencari rezeki.
menunjukkan bahwa anak-anak tersebut
melakukan kegiatan mengamen dibawah
pengawasan ibu mereka. Anak-anak c. Pola Tempat Tinggal

P
tersebut melakukan kegiatan mengamen di ada umumnya anak jalan masih
persimpangan jalan (sekitar Polresta), tinggal bersama orang tua atau
sementara ibu mereka duduk santai angota keluarga yang lain, terutama
menunggu di dalam taman kota. Ketika anak jalanan yang masuk kategori usia
anak-anak mereka selesai mengamen, si sekolah. Hanya sebagian kecil saja anak
jalanan yang lepas kontak dengan orang

5|P age
tua atau anggota keluarganya. Mereka anggota keluarganya ke Padang pada hal
inilah yang cendrung melakukan kegiatan- pekerjaan belum dimiliki. Akibatnya banyak
kegiatan seperti menghisap lem dan anggota keluarga yang akhirnya bekerja
bensin. serabutan. Hasil yang diperoleh dari
Sementara anak lainnya tetap tinggal pekerjaan tidak mencukupi untuk
dengan orang tua, hanya pada saat memenuhi kebutuhan keluarga. Pada
melakukan pekerjaan saja berada di jalan akhirnya anak-anak juga ikut melakukan
atau di lorong-lorong pasar. Berdasarkan pekerjaan orang tua mereka dengan
data dari Rumah Singgah, anak jalanan bekerja sebagai penjual koran, kantong
yang murni lepas dari orang tuanya bisa plastik, rokok, mengamen, mengemis dan
dihitung dengan jari, artinya relatif kecil sebagainya.
jumlahnya. Anak jalanan yang dibina di Sama halnya dengan anak jalanan,
Rumah Singgah Srikandi misalnya, dari menurut informan Dinas Sosial bahwa
114 anak yang dibina terdapat dua orang sebagian besar dari pengemis yang
yang murni anak jalanan dimana mereka beroperasi di Kota Padang berasal dari
tidur di pasar atau di emperan toko. kabupaten Pesisir Selatan dan Padang
Demikian anak jalanan yang dibina di Pariaman. Hal ini juga sama dengan apa
Rumah Singgah Bina Generasi yang diinformasikan oleh pengelola rumah
menunjukkan bahwa pada umumnya anak- singgah bahwa para pengemis tersebut
anak tersebut masih tinggal bersama orang umumnya berasal dari Pesisir Selatan dan
tua atau anggota keluarganya, atau ada Padang Pariaman.
sebagian anak jalanan yang sudah
memiliki penghasilan lebih baik dan e. Alasan Menjadi Anak Jalanan

A
merasa sudah bisa mandiri, maka mereka lasan menjadi anak jalanan, karena
akan menyewa rumah sendiri yang disewa desakan ekonomi, dimana orang tua
secara bulanan. mereka tidak mampu untuk
Pengemis pada umumnya tinggal memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi ini
dengan cara mengontrak kamar atau mengakibatkan anak-anak yang
rumah sederhana. Hal ini karena pengemis seharusnya dapat mengikuti pendidikan di
pada umumnya berusia dewasa atau tua sekolah terpaksa putus dan turun ke jalan
sehingga tidak memungkinkan mereka mencari uang.Meskipun pada awalnya
untuk tinggal menumpang pada saudara anak-anak bekerja di jalan untuk
mereka. Menurut informan dari Dinas membantu ekonomi keluarga, namun lama
Sosial Kota Padang, penghasilan dari kelamaan pekerjaan di jalan tersebut
mengemis dapat mencukupi kebutuhan sudah menjadi kebutuhan mereka
hidup keluarga pengemis termasuk untuk sehingga sulit untuk keluar dari aktivitas
menyewa rumah meskipun rumah ukuran tersebut. Bahkan tidak jarang orang tua
kecil dan semi permanen. Hal tersebut justru mengandalkan anak-anak mereka
tentunya menjadi salah satu penyebab yang mencari uang sementara mereka
mengapa pekerjaan mengemis sulit tetap tinggal di rumah dan tidak
dihapus dari pusat-pusat kota seperti mengerjakan apa-apa
Padang dan Bukittinggi karena penghasilan
dari pekerjaan mengemis tersebut cukup Selain alasan ekonomi, untuk
memadai. sebagian kecil anak jalanan juga karena
adanya ketidakharmonisan keluarga
d. Daerah Asal Anak Jalanan mereka sehingga mengakibatkan mereka

T
idak ada data yang pasti berkenaan mencari kepuasan tersendiri dengan hidup
dengan daerah asal anak jalanan. di jalan. Pekerjaan ini mereka lakukan
Namun hasil wawancara dengan pada dasarnya sebagai bentuk perlawanan
Dinas Sosial dan Rumah Singgah terhadap kondisi rumah tangga yang
menunjukkan daerah asal anak jalanan mereka alami. Akibatnya anak-anak
adalah Pesisir Selatan 10 orang, Pariaman jalanan dari kelompok ini banyak yang
9 orang , Solok 7 orangdan kota Padang terjerumus ke dalam tindakan-tindakan
12 orang. negatif seperti mabuk-mabukan dan
Permasalahannya adalah keluarga menghisap ganja atau narkoba.
tersebut langsung memboyong semua

6|P age
7

Demikian halnya dengan pengemis malas. Menurut informan (Dinas Sosial dan
dimana terdapat dua alasan utama yaitu; Rumah Singgah), pembinaan terhadap
pertama, karena kondisi ekonomi di pengemis sulit dilakukan karena mereka
kampung tidak memungkinkan untuk tidak memiliki keinginan untuk merubah
memenuhi kebutuhan keluarga sehingga pekerjaan mereka. Mereka sudah terlanjur
pergi ke kota untuk mengadu nasib. terbiasa memperoleh uang dengan mudah
Kondisi di kota yang tidak cukup mudah tanpa harus bekerja keras, hanya cukup
untuk memperoleh pekerjaan dengan memelas dan menengadahkan
mengakibatkan mereka memilih pekerjaan telapak tangan. Jadi kalaupun diberikan
sebagai pengemis. Kondisi ini untuk bantuan oleh pemerintah, mereka tetap
sebagian pengemis juga didukung oleh turun ke jalan untuk mengemis setelah
kondisi fisik yang sudah tua atau cacat. bantuan tersebut mereka terima.
kedua, mengemis dianggap sebagai mata
pencaharian yang cukup mudah untuk 6.2. Pola Pembinaan Anak Jalanan dan
mendapatkan uang sehinga mereka Pengemis
menjadi malas untuk melakukan pekerjaan a. Kegiatan Pembinaan

T
lain. Menurut informan, sebagian dari erdapat beberapa bentuk kegiatan
pengemis menjadikan diri mereka seolah- pembinaan yang dilakukan oleh
seolah tidak berdaya, cacat, sakit dan Dinas Sosial kota Padang terhadap
sebagainya untuk menarik simpati para anak jalanan baik berkaitan dengan
pengguna jalan agar mengasihi mereka. keterampilan melalui pelatihan teknis
Dengan begitu orang-orang yang lewat maupun berkaitan dengan upaya
akan memberikan uang kepada mereka. perubahan sikap anak terhadap
pekerjaannya melalui kegiatan ceramah
f. Harapan Masa Depan agama ataupun siraman rohani. Kegiatan

P
ada umumnya anak jalanan tidak yang berkaitan dengan keterampilan pada
peduli dengan masa depannya. Bagi dasarnya disesuaikan dengan keinginan
mereka yang penting bisa atau bakat anak jalanan tersebut, yang
menghasilkan uang hari ini baik untuk terungkap dari hasil identifikasi setelah
keperluan belanja/jajan sendiri maupun anak jalanan berhasil dijaring. Kegiatan
untuk diserahkan kepada orang tua tersebut antara lain keterampilan menyetir
mereka. Dari anak jalanan yang terjaring mobil, keterampilan sablon, servis
dan dibina di Rumah Singgah hanya eletronik, dan servis handpon.
sekitar 10% saja yang memikirkan masa
depan secara lebih baik. Mereka inilah Lama pembinaan melalui pelatihan
yang kemudian bersedia untuk mengikuti keterampilan tersebut adalah 15 hari setiap
kegiatan pendidikan atau sekolah. angkatan atau setiap kegiatan. Kegiatan
Sementara 90% lainnya lebih memilih dilakukan satu kali dalam setahun
untuk tetap bekerja di jalanan. sehingga setiap akan melakukan
Hal ini diakui baik oleh Dinas Sosial pembinaan, Dinas sosial mengawalinya
maupun Rumah Singgah yang mengatakan dengan kegiatan razia atau penjaringan
bahwa sedikit sekali anak-anak jalanan anak jalanan, dan bagi anak jalanan yang
tersebut bersedia untuk melanjutkan sudah mendapatkan pelatihan tidak akan
pendidikan mereka meskipun sudah dimasukkan lagi dalam kegiatan
diberikan beasiswa. Permasalahan utama berikutnya.
sulitnya anak jalanan dikembalikan ke
sekolah adalah karena dengan bersekolah Pendeknya waktu yang dialokasikan untuk
mereka tidak dapat lagi mencari uang dan pembinaan tersebut disadari tentu tidak
itu berarti dapat mengganggu pemenuhan akan dapat menjamin terjadinya perubahan
kebutuhan keluarga. Selain itu dari sisi sikap anak jalanan terhadap pekerjaannya.
orang tua juga ada perilaku dimana anak Namun untuk sebagian kecil juga terdapat
dijadikan sebagai sumber mata anak jalanan yang berhasil dibina, dimana
pencaharian dengan menyuruh mereka mereka dapat melakukan kegiatan yang
bekerja di jalan. lebih baik seperti menyetir mobil (bawa
Sedangkan pengemis sulit untuk angkot), bekerja di tempat sablon ataupun
dibina karena etos kerja mereka yang di tempat servis elektronik. Dan bagi anak

7|P age
lainnya yang tidak memperoleh pekerjaan c. Pembinaan Anjal Melalui Rumah
akan kembali ke jalan dengan pekerjaan Singgah
yang telah mereka lakukan sebelumnya.

P
embinaan anak jalanan di Rumah
Sesuai dengan pedoman yang sudah Singgah mengacu pada Pedoman
diberikan oleh Departemen Sosial tentang Penyelenggaraan Pembinaan Anak
pembinaan anak jalanan melalui rumah Jalanan melalui Rumah Singgah yang
singgah, setiap rumah singgah melakukan dikeluarkan oleh Departemen sosial RI
pola pembinaan yang relative sama, yaitu pada tahun 1999. Tujuannya adalah untuk
melakukan pembinaan dalam bentuk membantu anak jalanan mengatasi
pemberian bantuan beasiswa bagi anak masalah-masalahnya dan menemukan
sekolah (dalam bentuk pemberian alat-alat alternative untuk memenuhi kebutuhan
sekolah dan pakaian seragam), pelatihan hidup mereka. Selain itu, pengembangan
keterampilan, pelatihan kewirausahaan, rumah singgah mempunyai beberapa
bantuan modal usaha (dalam bentuk tujuan khusus yaitu;
barang) bimbingan dan konseling, bantuan 1. Membentuk kembali sikap anak yang
kesehatan, dan ceramah agama. sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku di dalam masyarakat.
b. Usaha Pasca Pembinaan 2. Mengupayakan anak-anak kembali ke
rumah jika memungkinkan atau ke

S
etelah dilakukan pembinaan selama panti dan lembaga pengganti lainnya
15 hari, maka setiap anak jika diperlukan.
diharapkan mampu untuk 3. Memberikan berbagai alternatif
mengembangkan keterampilannya di pelayanan untuk pemenuhan
tempat lain. Tidak ada upaya lanjutan yang kebutuhan anak dan menyiapkan masa
dilakukan oleh Dinas Sosial setelah anak depannya sehingga menjadi warga
mendapat pembinaan atau pelatihan masyarakat yang produktif.
tersebut. Dengan bekal yang sudah
diberikan, setiap anak akan berusaha Kehadiran rumah singgah dalam upaya
sendiri untuk mencari pekerjaan sesuai mempertahankan kemampuan anak
dengan keterampilan yang sudah dimana penanganannya berdasarkan
diberikan. Sempitnya peluang kerja yang aspirasi dan potensi yang dimiliki anak.
tersedia tentu menjadi kendala utama bagi Penyediaan rumah singgah merupakan
anak jalanan untuk bisa memperoleh upaya agar hak-hak anak dari para anak
pekerjaan. Bagi anak yang memperoleh jalanan dapat terpenuhi, hal mana akan
pelatihan menyetir mobil biasanya lebih mendorong kelancaran proses tumbuh
punya peluang karena setelah selesai kembang, yang pada gilirannya dapat ikut
pelatihan mereka langsung diberikan SIM serta dalam pembangunan nasional
(Surat Izin Mengemudi). Dengan berbekal dengan melaksanakan peran dan tugas
SIM tersebut anak jalanan dapat menjadi sebagai anak.
sopir angkutan kota sebagai pekerjaannya. Berdasarkan pedoman tersebut, maka
semenjak tahun 1999 pemerintah propinsi
Sedangkan untuk anak lainnya yang Sumatera Barat bersama pemerintah kota
memperoleh pelatihan elektronik atau dan kabupaten, mendorong peran serta
sablon akan bergantung pada ketersediaan masyarakat untuk ikut terlibat dalam
lowongan pekerjaan di perusahaan- pembinaan anak jalanan melalui pendirian
perusahaan terkait, dan itu tidak cukup rumah singgah. Berdasarkan data dari
mudah untuk memperolehnya. Sementara Dinas Sosial propinsi Sumatera Barat,
untuk buka usaha sendiri, pemerintah tidak diinformasikan bahwa sampai tahun 2007
menyediakan dana untuk memulai usaha. sudah berhasil didirikan sebanyak 22
rumah singgah yang tersebar di 4 kota dan
2 kabupaten, dengan jumlah terbanyak
terdapat di kota Padang yaitu 11 rumah
singgah. Tabel berikut menggambarkan
jumlah rumah singgah dan jumlah anak
jalanan yang dibina sampai tahun 2007.

8|P age
9

pembinaan selama bantuan dana masih


Tabel 1. Rumah singgah dan jumlah ada dan akan tutup bila bantuan tersebut
anak jalanan yang dibina dihentikan. Hasil penelitian menunjukkan
NO NAMA JML.RS JML bahwa saat ini hanya satu rumah singgah
KOTA/KAB ANJAL yang masih melakukan kegiatan
1 Kota 11 1140 pembinaan anak jalanan yaitu rumah
Padang singgah Bina Generasi yang terdapat di
2 Kota solok 5 590 kota Padang. Sedangkan rumah singgah
3 Kota Sawah 3 270 lainnya sudah menghentikan kegiatan
Lunto pembinaan anak jalanan semenjak tahun
4 Kota 1 105 2008, karena tidak adanya dana kegiatan
Padang yang diberikan oleh pemerintah untuk
Panjang pembinaan tersebut.
5 Kab.Swl.Sjj 1 54
6 Kab.Padang 1 105 Menurut informan bahwa semenjak tahun
Pariaman 2008, pemerintah sudah menghentikan
Jumlah 22 2.264 dana pembinaan anak jalanan di rumah
Sumber; diolah dari data Dinsos Propinsi singgah. Sejalan dengan penghentian dana
Sumatera Barat tahun 2007 tersebut maka rumah singgah juga
menghentikan kegiatan pembinaan
terhadap anak jalanan.

S
umber dana untuk membiayai
kegiatan operasional rumah singgah
dalam upaya pembinaan anak Kalaupun ada rumah singgah yang
jalanan, disediakan oleh pemerintah pusat berupaya meneruskan kegiatan
melalui Dinas Sosial propinsi Sumatera pembinaan, maka rumah singgah tersebut
Barat. Mekanisme penyaluran dana harus berupaya sendiri untuk mencari dana
adalah melalui evaluasi kebutuhan anak bantuan dari berbagai pihak. Namun
jalanan yang disampaikan oleh pengeloola ternyata upaya tersebut juga tidak banyak
rumah singgah dalam bentuk proposal. membantu untuk pelaksanaan kegiatan di
Artinya setiap rumah singgah mengajukan rumah singgah sehingga akhirnya rumah
proposal yang berisi tentang kebutuhan singgah tersebut harus ditutup dan segala
anak jalanan kepada Dinas Sosial propinsi. sarana dan prasana diserahkan kepada
Selanjutnya Dinas Sosial melakukan pemerintah kota. Hal ini misalnya terjadi
evaluasi terhadap kelayakan proposal pada rumah singgah Srikandi yang
tersebut, dan selanjutnya bantuan akan berlokasi di kawasan Imam Bonjol.
dikirim sesuai dengan hasil evaluasi dan Meskipun sejak tahun 2008 tidak ada lagi
ketersediaan anggaran. Menurut informan dana dari pemerintah, rumah singgah
Dinsos propinsi, evaluasi proposal perlu tersebut masih melakukan kegiatan
dilakukan untuk mengontrol apakah pembinaan sampai tahun 2010. Namun
proposal yang diajukan oleh rumah karena kesulitan mencari dana dari luar
singgah sesuai dengan kebutuhan yang pemerintah, maka pada bulan juni 2010
sebenarnya dan juga untuk pertimbangan rumah singgah tersebut terpaksa ditutup
ketersediaan dana. Biasanya (menurut dan dikembalikan kepada Dinas Sosial
informan) jumlah dana yang diajukan kota Padang.
dalam proposal melebihi jumlah yang dapat
disediakan oleh Dinsos. Berdasarkan hasil Satu-satunya rumah singgah yang masih
evaluasi tersebut, Dinsos propinsi melakukan kegiatan pembinaan terhadap
mengirimkan bantuan kepada setiap rumah anak jalanan saat ini adalah rumah singgah
singgah, untuk selnajutnya disampaikan Bina Generasi yang berlokasi di kawasan
kepada anak jalanan. Bantuan diberikan Lapai kota Padang. Kegiatan pembinaan
dalam bentuk barang bukan uang. dilakukan dengan menggunakan dana
secara mandiri (swadana). Masih
Ketergantungan rumah singgah terhadap beroperasinya rumah singgah Bina
bantuan pemerintah dalam pembinaan Generasi terutama karena yayasan yang
anak jalanan mengakibatkan rumah menaunginya memiliki beragam kegiatan
singgah hanya akan melakukan kegiatan seperti PAUD, Paket A, Paket B, dan paket

9|P age
C, usaha salon dan sebagainya. Sehingga seragam, tas sekolah, dan sebagainya.
kebutuhan dana untuk pembinaan anak Pendistribusian beasiswa tersebut
jalanan dapat disubsidi dari penghasilan dilakukan melalui rumah singgah dan
beragam usaha lainnya. selanjutnya dibagikan kepada setiap anak
sesuai dengan jumlah anak yang diajukan
untuk memperoleh beasiswa.
a. Bantuan Beasiswa

B
erdasarkan hasil wawancara Sedangkan untuk biaya operasional anak
dengan pengelola rumah singgah, jalanan ke sekolah akan ditanggung oleh
diinformasikan bahwa meskipun orang tua mereka atau anggota keluarga
pada umumnya anak jalanan adalah usia yang lain. Pemerian beasiswa tersebut
sekolah (merupakan sasaran utama), juga atas kesepakatan rumah singgah
namun hanya sebagian kecil saja (sekitar dengan orang tua anak jalanan dimana
10%) diantara anak jalanan yang mau rumah singgah dapat memberikan
melanjutkan sekolah mereka. Sedangkan kesempatan kepada anak untuk
sebagian besar lebih memilih untuk meneruskan sekolahnya, namun biaya
mengikuti pelatihan keterampilan sebagai transportasi, makan dan jajan harus
modal untuk bekerja. Alasan utama yang ditanggung oleh orang tua masing-masing
dikemukakan adalah keinginan untuk anak.
memperoleh uang agar dapat membiayai
hidup sendiri atau membantu biaya hidup b. Pelatihan Keterampilan

P
keluarga. elatihan keterampilan yang diberikan
kepada anak jalanan sebagaimana
Rumah singgah Srikandi pada tahun 2010 yang disebutkan diatas (3.1.2)
saat menutup rumah singgah dan didasarkan kepada potensi dan keinginan
menyerahkan segala asset yang berkaitan anak jalanan sendiri. Artinya pengelola
dengan rumah singgah kepada Dinas rumah singgah mengajukan kepada Dinas
Sosial, masih membina 13 orang anak Sosial tentang jenis pelatihan keterampilan
jalanan. Dari 13 anak jalanan tersebut, 5 yang dibutuhkan oleh anak jalanan.
orang diantaranya bekerja sebagai Setelah disetujui maka pengelola rumah
pedagang asongan dan 8 orang masih singgah akan mengirimkan anak jalanan ke
sekolah (SMP 6 orang dan SMK 2 orang). tempat pelatihan yang disediakan oleh
Setelah diserahkan kepada Dinas Sosial, Dinas Sosial (Dinsos Kota dan Dinsos
informan tidak memiliki informasi lagi Propinsi) sesuai dengan kebutuhan anak
berkaitan dengan kelanjutan usaha dan jalanan tersebut. Dengan demikian anak
pendidikan anak jalanan tersebut. jalanan akan terbagi pada kelompok
pelatihan keterampilan yang sesuai, ada
Sedangkan rumah singgah Bina Generasi, yang memperoleh pelatihan keterampilan
saat ini masih membina 10 anak jalanan mengenderai mobil (stir mobil), ada yang
yang berusia rata-rata antara 15 sampai 17 mengikuti pelatihan elektronik, ada yang
tahun, dan 1 orang berusia 6 tahun yang mengikuti pelatihan sablon, dan ada pula
dibawa oleh kakaknya untuk tinggah di yang mengikuti pelatihan kewirausahaan,
rumah singgah. Dari 10 orang yang dibina, dan sebagainya. Salah seorang informan
5 orang diantaranya tidak sekolah, 4 orang menuturkan;
kuliah sambil kerja, dan 1 orang masih
duduk di TK. Deka bukan nama sebenarnya, usia 18
tahun, laki-laki, daerah asal Pessel.
Selama program rumah singgah masih Pendidikan tidak tamat SD. Sekitar tahun
dibiayai oleh pemerintah (Depsos) sampai 2008 deka pernah mendapat pembinaan
tahun 2008, setiap anak jalanan yang dari sebuah rumah singgah yang terdapat
dibina di rumah singgah dan meneruskan di sekitar Air Tawar,
sekolah mereka akan mendapatkan
beasiswa sebesar Rp.1.000.000 setiap Berada di bawah bimbingan rumah
tahunnya. Beasiswa tersebut diberikan singgah sekitar enam bulan. Menurut Egi,
dalam bentuk barang-barang kebutuhan kegiatan di rumah singgah sangat terbatas
sekolah seperti sepatu, alat tulis, baju sekali dan tidak banyak ketrampilan yang

10 | P a g e
11

mereka dapatkan. Kegiatan lebih banyak Bila kebutuhan usaha mereka adalah
pemberian motivasi. Egi sebenarnya berjualan (hasil identifikasi rumah singgah)
berminat untuk mendapatkan pelatihan maka diberikan barang-barang untuk
montir motor, namun keinginan tersebut berjualan seperti beras, garam, rokok dan
tidak terpenuhi. Sekarang, deka masih sabun. Tetapi keluarga yang memiliki
tetap di jalanan sebagai pengamen. pekerjaan sebagai buruh angkat dan
pemulung, maka diberikan bantuan berupa
c. Bantuan Modal Usaha becak sehingga memudahkan mereka
untuk melakukan kegiatan usaha tersebut.
Bantuan modal usaha bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada anak
jalanan untuk melakukan kegiatan usaha d. Konseling dan Ceramah Agama
atau mengembangkan usaha yang sudah
dijalankannya setelah mereka memperoleh Konseling yang diberikan di rumah singgah
pelatihan keterampilan atau pada dasarnya adalah berupa saran dan
kewirausahaan. Ada dua bentuk bantuan masukan untuk meningkatkan motivasi
modal yang diberikan kepada anak jalanan anak jalanan dalam menjalankan usaha
yaitu Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan mereka. Sedangkan kegiatan ceramah
Kelomok Usaha Bersama (KUBE). UEP agama dan pelayanan kesehatan dilakukan
diberikan kepada anak jalanan secara untuk memberikan pencerahan kepada
perorangan, sedangkan KUBE diberikan anak jalanan agar menyadari bahwa
untuk usaha kelompok dengan jumlah pekerjaan yang mereka lakukan selama ini
anggota setiap kelompok adalah 5 orang. sebagian besar adalah salah dan
bertentangan dengan nilai-nilai agama
Menurut informan, bantuan yang diberikan ataupun norma masyarakat, terutama anak
pada umumnya adalah rokok, karena anak jalanan yang bekerja sebagai pengemis.
jalanan lebih banyak memiliki usaha
berjualan rokok baik di persimpangan jalan Sebagaimana disebutkan bahwa
maupun di taman kota atau pasar. Jumlah pembinaan anak jalanan melalui rumah
bantuan bervariasi antara 1-2 slof rokok. singgah adalah merupakan program
Selain bantuan modal usaha untuk anak pemerintah melalui Dinas Sosial. Oleh
jalanan, bantuan modal usaha juga karena itu semua pembiayaannya juga
diberikan kepada orang tua anak jalanan. berasal dari pemerintah. Rumah singgah
Ada dua tujuan yang ingin dicapai dengan mengorganisir anak jalanan dan
pemberian bantuan modal usaha kepada melakukan identifikasi terhadap kebutuhan
orang tua anak jalanan: mereka, dan kemudian mengajukannya
kepada Dinas Sosial dalam bentuk
Pertama, supaya setelah memiliki usaha proposal. Berdasarkan proposal yang
sendiri, orang tua memiliki sumber ekonomi diajukan oleh rumah singgah, Dinas sosial
yang lebiih baik untuk dapat memenuhi melakukan penilaian apakah sesuai
kebutuhan keluarga sehingga akhirnya dengan ketersediaan anggaran. Menurut
tidak perlu lagi membiarkan anak-anak infroman Dinas sosial, biasanya kebutuhan
mereka bekerja di jalanan. yang diajukan lebih besar daripada apa
yang dapat dipenuhi oleh pemerintah,
Kedua adalah bhwa setelah keluarga yang sehingga tidak semua permintaan dari
dibantu memiliki modal (uang) yang cukup, rumah singgah terpenuhi.
diharapkan mereka bisa pulang ke
kampung mereka untuk mengelola potensi e. Pembinaan Anjal Melalui Panti
yang ada seperti sawah atau ladang. Sosial
Artinya dengan modal usaha yang
diberikan, dalam jangka waktu tertentu Hasil penelitian terhadap Panti sosial baik
orang tua/keluarga tersebut dapat miliki pemerintah maupun milik
melakukan evaluasi (dibantu oleh rumah masyarakat, pada umumnya panti sosial
singgah) terhadap masa depan usaha melakukan pembinaan terhadap anak-anak
mereka. miskin, terlantar dan yatim piatu atau salah
satu dari kedua orang tuanya sudah

11 | P a g e
meninggal. Bahkan salah satu panti social, sosial PSAABR tidak memiliki sarana
hanya melakukan pembinaan terhadap sekolah.
anak yatim, piatu atau yatim-piatu yang Sesuai dengan daya tampung
kurang mampu, sedangkan anak miskin panti, setiap angkatan akan dilatih
dan terlantar yang kedua orang tuanya sebanyak 80 orang remaja putus sekolah
masih hidup tidak diterima dip anti sosial yang terbagi kedalam 4 jurusan keahlian
tersebut. yaitu; keteramplan otomotif, keterampilan
Sementara panti sosial milik pemerintah elektronik, keterampilan instalasi listrik, dan
seperti PSAABR (Panti Sosial Asuhan keterampilan las listrik/karbit. Untuk
Anak Bina Remaja) menetapkan sasaran mendukung kegiatan pembinaan
utamanya adalah anak miskin dan anak keterampilan tersebut PSAABR telah
terlantar. Artinya meskipun kedua orang memiliki berbagai sarana pelatihan sesuai
tua mereka masih ada namun keadaan dengan bidang pelatihan yang diberikan.
ekonominya tidak memungkinkan untuk Lama pelatihan keterampilan yang
memberikan kesempatan bagi pendidikan diberikan adalah 6 bulan, dan setelah itu
anak-anak mereka (miskin) maka anak setiap anak diharapkan sudah memiliki
tersebut dapat diserahkan pembinaannya keterampilan untuk melakukan usaha
kepada panti sosial. Streotype yang secara mandiri atau bekerja pada
melekat pada anak jalanan adalah sangat perusahaan lain yang sesuai dengan
nakal, sering bicara kotor, tidak mau diatur keterampilan yang dimiliki. Menurut
dan tidak betah untuk dibina di dalam panti. informan pengelola PSAABR, dengan
Persepsi inilah yang mengakibatkan panti pelatihan yang diberikan selama 6 bulan,
sosial tidak melakukan pembinaan pada umumnya anak-anak sudah dapat
terhadap anak jalanan karena dianggap menguasai keterampilan dasar yang
akan menimbulkan masalah terhadap diberikan sehingga mereka siap terjun ke
anak-anak yang lain akibat pengaruh dunia kerja. Tidak ada data tentang berapa
kurang baik yang mereka bawa dari jumlah anak yang dapat memiliki usaha
kehidupan jalanan. atau pekerjaan setelah memperoleh
pelatihan, namun diinformasikan bahwa
Pada umumnya kegiatan sebagian besar lulusan dapat memperoleh
pembinaan anak dipanti sosial lebih pekerjaan seperti di bengkel mobil ataupun
difokuskan pada kegiatan pendidikan dan bengkel las. Berbeda dengan kegiatan
pembinaan akhlak anak asuh. Kegiatan yang dilakukan di PSAABR yang
pendidikan dilakukan baik di sekolah yang melaksanakan pelatihan keterampilan,
dimiliki oleh panti sendiri maupun sekolah panti sosial Aisyiah hanya melaksanakan
di luar panti dengan biaya pendidikan kegiatan pendidikan untuk anak-anak
ditanggung oleh panti. Panti sosial miik perempuan dari keluarga yatim, piatu atau
Dinsos (PSAABR) memberikan yatim-piatu yang miskin. Sesuai dengan
kesempatan pendidikan kepada anak asuh daya tampung panti, saat ini dibina
di sekolah-sekolah yang berada di luar sebanyak 56 orang anak asuh yang
panti, baik untuk tingkat sekolah dasar sebagian besar (40 orang) mengikuti
sampai ke tingkat SMU/SMK. pendidikan pada sekolah yang dimiliki oleh
Panti sosial milik Dinas sosial ini yayasan (SD dan SMP). Sedangkan 16
hanya bertanggung jawab menyelesaikan orang sisanya mengikuti pendidikan di luar
pendidikan anak asuh sampai dengan panti seperti di Diniyah Putri Padang
tamat SMU/SMK, dan setelah itu anak Panjang, Kauman Padang Panjang,
asuh akan dipulangkan ke keluarga Universitas Baiturrahmah, dan bahkan ada
mereka masing-masing (keluar dari panti). 2 orang yang saat ini mengikuti kuliah D1
Saat ini jumlah anak asuh yang di Malaysia. Semua biaya untuk kebutuhan
disekolahkan oleh panti sosial PSAABR anak asuh baik untuk pendidikan, maupun
adalah 75 orang yang terdiri dari 11 orang kebutuhan pribadi (pakaian, makan dan
di sekolah dasar, 19 orang di SMU, 9 orang sebagainya) ditanggung oleh panti sendiri,
di SMK, dan 36 orang di SMP. Semua termasuk biaya transportasi anak asuh
anak asuh tersebut menjalankan yang kuliah di Malaysia (biaya pendidikan
pendidikannya di luar panti karena panti ditanggung oleh pihak universitas).
Sementara 2 anak asuh yang kuliah di

12 | P a g e
13

Baiturrahmah sudah dapat membiayai 2. Pengembangan kemampuan


kebutuhan sendiri karena mendapat permodalan.
beasiswa dari kampus. 3. Pengembangan kelembagaan ekonomi
kerakyatan.
6.3. Arah Kebijakan Pemerintah Kota Strategi pertama berupa
Dalam Menangani Anak Jalanan pengembangan pendidikan formal/ non
formal lebih diajukan pada anak-anak

M
unculnya anak jalanan erat jalanan usia sekolah (5-9 tahun dan 10-14
kaitannya dengan latar belakang tahun), agar mereka tetap dapat
sosial dan ekonomi keluarga. melanjutkan sekolahnya dan berada dalam
Kemiskinan struktural yang dialami oleh lingkungan sekolah dan keluarga. Dalam
keluarga anak jalanan dianggap sebagai strategi ini instansi terkait, tidak hanya
memicu utamamunculnya anak jalanan. bekerja sendiri, akan tetapi juga menjalin
Sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari kerjasama dengan lembaga swadaya
oleh kepala keluarga (baik ayah maupun masyarakat yang fokus dalam bidang
ibu) berimbas pada upaya pemberdayaan pendampingan dan perlindungan anak.
seluruh anggota keluarga untuk berperan Strategi kedua terkait dengan
aktif dalam memenuhi kebutuhan hidup. kemampuan permodalan ditujukan pada
Hal ini tidak saja sekedar pemenuhan anak-anak jalanan yang sudah drop out
kebutuhan sandang dan pangan, akan dari sekolah dan usia sudah tidak
tetapi jauh lebih dari itu, terkait dengan memungkinkan untuk melanjutkan sekolah.
kebutuhan untuk bisa eksis dalam Melalui strategi ini anak-anak jalanan diberi
kerasnya roda kehidupan perkotaan. latihan keterampilan dan permodalan baik
Semua anggota keluarga mempunyai secara kelompok maupun perorangan.
tanggung jawab yang sama untuk secara Upaya pengembangan strategi ni
bersama-sama meningkatkan status dilaksanakan dengan pola kemitraan
ekonomi keluarga dengan kegiatan dengan lembaga-lembaga terkait yang
produktif guna menghasilkan tambahan memiliki kompetensi dalam bidang usaha
demi ekonomi keluarga. tertentu.
Faktor kemiskinan sebagaimana Usia anak jalanan yang
diuraikan penyebabnya lebih kepada faktor mendapatkan program ini terutama bagi
kemiskinan struktural. Kondisi ini bisa saja mereka yang berusia antara 16-19 tahun.
dialami oleh semua warga masyarakat Hal ini dilaksanakan dengan asumsi bahwa
yang tidak mampu mengikuti arah dan mereka akan segera memasuki masa
kompetisi perkotaan dengan berbagai remaja yang berarti pola pikir mereka
dinamikanya. Selain faktor tersebut diharapkan dapat berkembang untuk
penyebab lain munculnya anak jalanan di beralih berwirausaha dan tidak lagi berada
perkotaan adalah: sikap mental yang tidak dijalanan. Implementasi strategi
mendukung berupa sikap malas bekerja pengembangan kemampuan permodalan
keras ataupun implementasi yang kurang dilaksanakan melalui suatu pelatihan dan
tepat dari nasehat orang tua akan makna bimbingan pengembangan bakat dan
“berbakti pada orang tua”. Dalam tataran keterampilan bagi anak jalanan.
ini anak dipandang sebagai salah satu Strategi ketiga adalah
sumber pendapatan keluarga, sehingga pengembangan kelembagaan ekonomi
seorang anak dinilai memiliki potensi untuk kerakyatan. Anak-anak jalanan yang
menghasilkan sumber dana demi semula berusaha secara individu didorong
membantu ekonomi keluarga. agar mau berusaha secara berkelompok
Mengembangkan tiga strategi maupun perorangan. Pembentukan
pengembangan yang diharapkan mampu kelompok maupun enis usaha yang akan
mengakomodir berbagai segmen usia yang dilaksanakan hendaknya muncul dari
ada dalam anak jalanan dan pengemis. aspirasi mereka sendiri. Peran Institusi
Ketiga strategi dapat dilakukan secara pemerintah maupun lembaga-lembaga
simultan adalah : pemberdayaan dilaksanakan terbatas pada
1. Pengembangan pendidikan formal/ non upaya pendampingan dan monitoring. Hal
formal. ini dimaksudkan untuk tidak memberikan
penekanan kepada anak bimbingan

13 | P a g e
sehingga keterlibatan mereka dalam Kedua, bagi anak jalanan yang
kelompok murni karena kesamaan visi dan dibina melalui bantuan beasiswa
sehingga terjalin suasana kondusif dalam pendidikan dalam program pembinaan di
melaksanakan usaha-usahanya. rumah singgah tidak ada kejelasan siapa
Jenis kelompok usaha bersama yang menanggung biaya pendidikan
yang didorong untuk dikembangkan bagi setelah program tersebut berhenti
anak jalanan diantaranya : kelompok usaha semenjak tahun 2008. Dalam hal ini
jualan sembako, menjahit, jualan asesoris, pengelola rumah singgah juga tidak
jualan rokok, minuman dan makanan melakukan komunikasi lagi dengan anak-
ringan, keramba ikan nila, servis sepeda anak yang sedang mengikuti pendidikan
motor, aksesoris HP/ jual pulsa. Kelompok tersebut. Kondisi ini tentu sangat rentan
usaha yang dikembangkan ini diupayakan akan terputusnya kegiatan pendidikan
tumbuh dan mampu dikelola dengan baik mereka sehingga mereka akan kembali
meskipun dengan modal usaha yang menjadi anak jalanan. Ketiga, kesulitan
seadanya. dalam pembiayaan untuk pembinaan
menyebabkan program tidak berjalan
6.4. Kesimpulan sebagaimana mestinya. Pemerintah

H
asil penelitian menunjukkan bahwa propinsi dan kota sepertinya sangat
pada umumnya anak jalanan tergantung pada dana yang dianggarkan
merupakan anak yang putus oleh pemerintah pusat. Akibatnya ketika
sekolah baik pada tingkat sekolah dasar, pemerintah pusat tidak memberikan dana,
SLTP maupun SLTA. Oleh karena itu perlu maka pemerintah kota dan propinsi juga
dilakukan berbagai upaya untuk tidak melaksanakan kegiatan pembinaan.
meningkatkan kemampuan mereka agar Kota Solok merupakan salah satu kota
memiliki daya saing yang lebih baik dalam yang mengalokasikan dana APBD untuk
dunia kerja atau dunia usaha. Program- pembinaan anak jalanan sehingga sampai
program pembinaan anak jalanan yang sekarang kegiatan pembinaan dapat tetap
dilakukan selama ini ternyata masih berjalan (informan Dinsos Propinsi).
meninggalkan berbagai persoalan Keempat, pembinaan anak asuh di dalam
berkaitan dengan kemampuan anak panti meskipun menunjukkan hasil yang
jalanan sehingga mereka tidak cukup siap relatif lebih baik, namun sejauh ini belum
untuk melakukan kegiatan usaha setelah ada panti yang khusus untuk membina
selesai pembinaan.Hal ini misalnya terlihat anak jalanan.
dari tingkat kemandirian anak jalanan Berdasarkan permasalahan tersebut
setelah memperoleh pembinaan relatif perlu dirumuskan kebijakan-kebijakan yang
rendah, paling tinggi hanya mencapai dapat memberi peluang yang lebih luas
tingkat keberhasilan 50%. Ada beberapa terhadap terhadap anak jalanan untuk
kendala yang berhasil diidentifikasi memperoleh pelayanan pembinaan. Hal ini
berkaitan dengan rendahnya tingkat dapat dilakukan antara lain dengan
keberhasilan tersebut: Pertama, waktu memperluas jangkauan sasaran yang
pembinaan yang relatif singkat sehingga memasukkan anak jalanan sebagai salah
tidak mampu menjadikan sebagian anak satu sasaran pembinaan pada berbagai
jalanan memiliki kesiapan daya saing di lembaga dan panti sosial. Artinya panti
dunia kerja. Artinya pembinaan yang yang selama ini terkesan tidak mau
diberikan belum mampun menjadikan menerima anak jalanan sebagai anak asuh
mereka siap untuk bekerja ataupun mereka, maka dengan adanya kebijakan
berusaha sendiri. Pembinaan dalam bentuk tersebut anak jalanan juga memperoleh
pelatihan keterampilan rata-rata dilakukan hak-hak mereka sebagaimana anak
selama dua minggu untuk setiap tahapan terlantar atau anak miskin lainnya.
pembinaan dan itupun hanya dilakukan Sehubungan dengan hal tersebut,
satu kali dalam setahun dan setelah itu pembinaan anak jalanan melalui system
anak jalanan dilepas sendiri karena panti merupakan pilihan yang dapat
dianggap program sudah selesai. Kondisi dipertimbangkan untuk dikembangkan. Hal
ini terutama terjadi pada anak jalanan yang ini berdasarkan hasil penelitian bahwa
terjaring pada kegiatan razia anak jalanan. pengelolaan panti yang didirikan oleh
masyarakat selama ini cendrung memiliki

14 | P a g e
15

daya tahan serta tingkat kemandiriannya di dalam panti perlu diupayakan.


yang lebih baik. Upaya mengatasi anak Pemerintah propinsi dan kota perlu
jalanan dilaksanakan melalui beberapa melakukan pembinaan terhadap panti
pendekatan diantaranya : sehinngga pihak panti dapat memperbaiki
ketersediaanperaturan daerah dan image mereka terhadap anak jalanan, dan
pendekatan kebijakan mulai dari tahap akhirnya memiliki empati untuk terlibat
identifikasi sampai penanganan masalah dalam pembinaan anak jalanan.
anak jalanan secara serius. Pola Selain terbatasnya daya tampung
pendekatan yang dilaksanakan terhadap panti, permasalahan pembiayaan anak
anak jalanan berupa pendekatan persuasif asuh dipanti juga menjadi persoalan yang
melalui mekanisme pengembangan penting untuk dicarikan solusinya.
kemampuan diri dan pendekatan preventif. Sehubungan dengan hal tersebut
Keterbatasan daya tampung panti pemerintah tentunya mempunyai peran
menyebabkan banyak anak-anak yang penting dalam mejamin ketersediaan dana
seharusnya memperoleh pelayanan tidak sehingga pelayanan terhadap anak asuh
dapat ditampung. Oleh karena itu perlu dapat berjalan dengan baik. Selama ini
adanya upaya yang dilakukan untuk panti yang didirkan oleh masyarakat
meningkatkan kapasitas daya tampung cendrung mengandalkan sumber dana dari
panti. Langkah awal yang harus dilakukan donator dan sedikit bantuan dari
adalah mengidentifikasi panti-panti yang pemerintah. Oleh karena panti dapat
ada untuk mendapatkan gambaran riil dianggap sebagai pembinaan lanjutan dari
tentang apakah panti tersebut pembinaan sebelumnya (rumah singgah)
memungkinkan untuk dikembangkan. maka peran pemerintah dalam pebiayaan
Selain mengembangkan kapasitas dan menjadi penting sehingga panti tidak
daya tampung panti, peningkatan mereasa terbebani oleh program yang
komitmen panti untuk dapat menampung seharusnya menjadi tanggunngjawab
anak jalanan sebagai sasaran pembinaan pemerintah.

Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan, 1990. Wanita ke Pasar Studi tentang Perubahan Sosial Ekonomi
Perdesaan, dalam Populasi No. 1 tahun 1990.
Adimihardja, Kusnaka, 1983. Antropologi Sosial dalam Pembangunan. Bandung, Tarsito.
Alisyahbana, SutanTakdir, 1984. “Sistem Matrilineal Minangkabau dan revolusi kedudukan
permpuam di Zaman Kita”, dalam .A.A. Navis (ed). Dialektika Minangkabau. PP. 13-
26, Padang: Genta Singgalang Press.
Babbie, Earl R. 1979. The Practice of Sosial Research. Wardsworth Publishing Company
Inc. California.
BPS Provinsi Sumetara Barat 2002. Provinsi Sumetera Barat dalam Angka.
BPS Provinsi Sumetara Barat 2004. Provinsi Sumetera Barat dalam Angka.
Erwin, 2006. Tanah Komunal : Melemahnya Solidaritas Sosial pada Masyarakat Matrilineal
Minangkabau. Universitas Andalas Press, Padang.
Chambers, Robert. 1987. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. LP3ES: Jakarta.
CIDA. 1998. Jaringan Usaha: Suatu Panduan Praktis Untuk Usaha Kecil dan Menegah.
Penerbit Proyek Peningkatan Peran Usaha Swasta. Jakarta.
Daniel, Moehar. 2002. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi kedua.Yogyakarta.
Gadjah Mada University Press.
Geertz, Clifford. 1976 (1963). Involusi Pertanian Proses Perubahan Ekologi di Indonesia.
Bhratara KA.: Jakarta.
Geerz, Hildred, 1961. The Javanese Family. A Study of Kinship and Sosialization. New york
: The free press of Gleno.
Giddens, Anthony, 1985. Kapitalisme dan Teori Sosial Moderen: Suatu Analisis terhadap
Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber. Jakarta : UI Press.
Goode J. Williams, 1985. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bina Aksara.

15 | P a g e
Hart, Gillian. 1986. Power, Labor and Livlihood process of change in rural Java. Berkley –
Los Angeles – London: University of California Press.
Irawan, Puguh B. 2003. “Pemanfaatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Konsep dan
Relevansinya dalam Penentuan Prioritas Kebijakan Pembangunan Daerah”:
JAKARTA.
Ismawan, Bambang. 2003. “Merajut Kebersamaan untuk Menanggulangi Kemiskinan” dalam
Jurnal Ekora No. 6, September 2003. YAPPIKA: Jakarta.
Kadariah, Liem Karlina. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
KKSP, 2008. Pendidikan Alternatif untuk Anak Jalanan. www.kksp.or.id
Lewis, Oscar. 1993. “ Kebudayaan Kemiskinan”. Dalam Parsudi Suparlan (ed). Kemiskinan
di Perkotaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
LP3ES, 1986. Gelandangan: Pandangan Ilmuan Sosial. LP3ES: Jakarta
LSP, 1985. Nasib Gelandangan Bertahan Sedapatnya. PT. Gunung Agung: Jakarta
Murray, Alison, 1994. Pedagang Jalanan dan Pelacur. LP3ES: Jakarta
Netting, Robert McC et.al, 1984. “Notes on yhe History of the Household Concept”. In
Netting, Robert McC et al (ed), The Truly Disadvantaged: The Inner City, the
Underclass, and Public Policy. Chicago Press
Niehof, Anke, 1982. Women and Fertility in Madura (Indonesia). Leiden PhD Dissertation.
Nurjaya.I.N. 1990. “ Masalah Jaminan Sosial di Daerah Pedesaan: Khusus Jawa “ Makalah
Seminar Nasional Ilmu-ilmu Sosial, Kongres IV Himpunan Indonesia Untuk
Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial, Yogyakarta.
Sitorus, M.T.F. et. Al. 1992. Wanita dan Kemiskinan: Studi tentang Status Wanita dalam
Rumahtangga Miskin. Laporan Hasil Penelitian. BOGOR: BPPS Depsos RI- PSP LP
IPB – PSW UNAND.
UNSFIR-UNDP. 2003. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. UNSFIR-UNDP:
Jakarta.
Uphoff, Norman. 1988. “Menyesuaikan Proyek pada Manusia” dalam Michael M. Cernea
(Ed.). Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan. Publikasi Bank Dunia. UI
Press: Jakarta.
Widjaja, A.W. 1989. Anak Jalanan. Jakarta : Badan koordinasi Kegiatan Kesejahteraan
DKI Jakarta & Jurusan Psikologi UI.
White, Benjamin. 1976. Production and Reproduction in a Javanese Village. Ph.D.
issertation, Columbia University.
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
Soenarko. 2005. Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami dan Analisa
Kebijaksanaan Pemerintah. Surabaya. Airlangga University Press.

16 | P a g e

Das könnte Ihnen auch gefallen