Sie sind auf Seite 1von 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X

SMA MELALUI GROUP INVESTIGATION BERBANTUAN INSTAGRAM


PADA MATERI PERUBAHAN LINGKUNGAN

Khanifah1), Noor Aini Habibah2), Amin Retnoningsih3)


Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Semarang
Email: khanifahaja7@gmail.com

IMPROVING CRITICAL THINKING SKILLS OF CLASS X HIGH


SCHOOL STUDENTS THROUGH INSTAGRAM ASSISTED GROUP
INVESTIGATION IN ENVIRONMENTAL CHANGE MATERIALS

ABSTRACT
This study aims to analyze the improvement of critical thinking skills and learning
outcomes, as well as the correlation of critical thinking skills towards student learning
outcomes in environmental change material through Instagram-assisted Group
Investigation. The research design was pretesst-posttest control group design. Percentage
of experimental class students with less categories for 3 consecutive meetings namely
9%; 9%; 3%, the category is quite critical in a row 62%; 21%; and 18%, critically 26%;
50%; 59%; critical categories 3% respectively; 21%; and 21%, while in the control class
the percentage of students with less critical categories was 21% until the third meeting,
the category was quite critical in a row 62%; 53%; and 53%, critical categories
respectively 24%; 32%; and 32%, while very critical categories are 2%; 3%; and 3%. In
addition, the increase in student cognitive learning outcomes was 0.7 (high) for the
experimental class and 0.6 (moderate) for the control class. Correlation of critical
thinking skills towards cognitive learning outcomes is 0.78 (high), affective learning
outcomes 0.15 (very low), and psychomotor learning outcomes of 0.10 (very low). The
implementation of learning with the Group Investigation model assisted Instagram on
material changes in the environment for three meetings at 87%, with very good
categories. While the questionnaire of student responses to learning shows a response of
47% of students interested and 43% of students interested, and 9% of students are quite
interested in the learning process.
Keywords: Critical Thinking Skills, Group Investigation, Instagram, Environmental
Change
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan keterampilan berpikir kritis dan
hasil belajar, serta korelasi keterampilan berpikir kritis terhadap hasil belajar siswa pada
materi perubahan lingkungan melalui Group Investigation berbantuan Instagram. Desain
penelitian yaitu pretesst-posttest control group design. Persentase siswa kelas eksperimen
dengan kategori kurang selama 3 pertemuan berturut-turut yaitu 9%; 9%; 3%, kategori
cukup kritis berturut-turut 62%; 21%; dan 18%, kritis berturut-turut 26%; 50%; 59%;
kategori kritis berturut-turut 3%; 21%; dan 21%, sedangkan pada kelas kontrol
persentase jumlah siswa dengan kategori kurang kritis sebanyak 21% hingga pertemuan
ketiga, kategori cukup kritis berturut-turut 62%; 53%; dan 53%, kategori kritis berturut-
turut 24%; 32%; dan 32%, sedangkan kategori sangat kritis berturut-turu 2%; 3%; dan
3%. Selain itu, peningkatan hasil belajar kognitif siswa sebesar 0.7 ( tinggi) untuk kelas
eksperimen dan 0.6 (sedang) untuk kelas kontrol. Korelasi keterampilan berpikir kritis
terhadap hasil belajar kognitif sebesar 0,78 (tinggi), hasil belajar afektif 0,15 (sangat
rendah), dan hasil belajar psikomotor sebesar 0,10 (sangat rendah). Keterlaksanaan
pembelajaran dengan model Group Investigation berbantuan Instagram pada materi
perubahan lingkungan selama tiga pertemuan sebesar 87%, dengan kategori sangat baik.
Sedangkan angket tanggapan siswa pada pembelajaran menunjukan respon 47% siswa
tertarik dan 43% siswa tertarik, serta 9% siswa cukup tertarik dengan proses
pembelajaran.Berdasarkan hasil wawancara tanggapan terhadap model GI berbantuan
Instagram, guru menunjukan respon positif terkait pelaksanaan pembelajaran.

Kata kunci : Keterampilan Berpikir Kritis, Group Investigation, Instagram, Perubahan


Lingkungan

PENDAHULUAN

Pembelajaran materi perubahan lingkungan mengharuskan siswa untuk


menguasai kompetensi dasar yaitu diantaranya: (1) menganalisis data perubahan
lingkungan, (2) penyebab perubahan lingkungan, dan (3) dampak dari perubahan-
perubahan tersebut bagi kehidupan yang menjadi KD 3.11. Selain itu, kompetensi
yang perlu diajarkan kepada siswa secara tidak langsung (indirect teaching)
adalah aspek sikap. Selain aspek kognitif dan afektif, pembelajaran materi
perubahan lingkungan menuntut kemampuan psikomotor siswa dengan adanya
KD 4.11 yaitu mengajukan gagasan pemecahan masalah perubahan lingkungan
sesuai konteks permasalahan lingkungan di daerahnya. Kemampuan menganalisis
dan mengajukan gagasan merupakan menurut Facione (2011) termasuk aspek
keterampilan berpikir kritis. Siswa dianggap menguasai KD 3.11 apabila mampu
menyelesaikan soal tingkatan C3- C6 dan mampu mencapai kriteria ketuntasan
minimal (KKM) (Kirana 2016).
Observasi pembelajaran biologi untuk materi perubahan lingkungan di
SMAN 1 Kejobong menunjukan bahwa pembelajaran materi tersebut masih
menggunakan metode ceramah.. Hasil observasi terkait aspek kognitif terhadap
hasil ulangan untuk materi perubahan lingkungan diperoleh persentase siswa yang
tuntas KKM sebanyak 60 %. Selain itu, kategori soal yang digunakan untuk
evaluasi yaitu kategori soal C1-C3. Penggunaan kategori soal tersebut oleh guru
karena keterbatasan guru untuk membuat kategori soal dengan tingkatan yang
tinggi. Oleh karena itu, kategori C1-C3 belum mencukupi untuk mencapai KD
3.11 yang merupakan aspek kognitif.
Selain aspek kognitif, hasil belajar untuk aspek afektif dan psikomotor
belum maksimal. Hal tersebut telihat di lingkungan sekolah belum ada peran
siswa dalam pengelolaan lingkungan seperti terkendalanya pelaksanaan bank
sampah, belum adanya poster yang mensosialisasikan gerakan peduli lingkungan,
dan pemanfaatan limbah. Kegiatan menjaga lingkungan murni dilakukan oleh
penjaga sekolah. Materi perubahan lingkungan dalam hal tersebut belum
berdampak pada lingkungan sekitar siswa itu sendiri.
Hasil observasi materi perubahan lingkungan belum mencapai KD yang
maksud untuk kemampuan diantaranya kognitif, afektif dan psikomotorik serta
belum menghasilkan siswa yang mampu berpikir kritis. Model mengajar yang
digunakan guru masih konvensional yaitu model ceramah disertai Power Point
(PPT). Guru membutuhkan inovasi pembelajaran yang membangkitkan minat
siswa untuk belajar dan kemampuan siswa dalam menganalisis permasalahan.
Penggunaan model pembelajaran yang lain perlu dilakukan untuk mencapai KD
3.11 dan 4.11. Ada banyak model pembelajaran yang digunakan untuk
pembelajaran materi perubahan lingkungan. Salah satu model pembelajaran
alternatif yang dapat mendukung keterampilan berpikir kritis dan melatih
kerjasama siswa dalam kerja kelompok adalah Group Investigation (Fachrurazi
2011). Damini et al (2013) memperkuat bahwa Group Investigation dapat
meningkatkan kerjasama antarsiswa. Kegiatan yang mengharuskan siswa untuk
bekerja sama mampu menumbuhkan kemampuan keterampilan berpikir kritis dan
kemampuan menyelesaikan masalah (Gillies and Boyle 2010)
Menurut (Koç et al., 2010) pembelajaran GI cocok untuk pembelajaran
sains yang mendorong siswa untuk berkontribusi dalam proses pembelajaran dan
memperoleh penemuan melalui investigasi. Selain itu, penerapan Group
Investigation mengharuskan siswa mengeksplorasi lingkungan dan sumber lain
secara berkelompok. Pembelajaran melalui pemanfaatan lingkungan sekitar
efektif untuk menanamankan nilai-nilai karakter konservasi (Ridlo & Irsadi,
2012). Akan tetapi, model tersebut memiliki kelemahan yaitu kurangnya
menejemen anak, terkadang anak malu untuk mengungkapkan gagasannya dan
tidak semua anak aktif dalam pembelajaran (Cahyaningrum et al. 2016). Oleh
karena itu, diperlukan media pembelajaran yang dapat mengatasi hal tersebut
diantaranya menggunakan media sosial instagram.
Penggunaan instagram dapat dijadikan media untuk pembelajaran karena
sebagian besar siswa menggunakan gawai dan guru memperbolehkan siswa
menggunakan gawai untuk mencari informasi berkaitan dengan materi pelajaran.
Instagram dapat membuat siswa termotivasi untuk mengerjakan tugas secara
kreatif. Instagram merupakan media sosial yang banyak digunakan di kalangan
pelajar saat ini. Menurut (Amedie, 2015), media sosial adalah forum yang
mengajak orang untuk bertukar gagasan, terhubung dan berhubungan satu sama
lain, meminta saran dan panduan.Pembelajaran melalui instagram efektif dalam
pengerjaan tugas siswa dan meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca
dan keterampilan berkomunikasi (Mansor & Rahim, 2015). Keterampilan
berkomunikasi dan bertukar gagasan merupakan bekal untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis (Zubaidah, 2017).
Berdasarkan latar belakang, pembelajaran model Group Investigation
berbantuan instagram perlu dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir
kritis siswa di SMA kelas X terkait materi perubahan lingkungan.

MATERIAL DAN METODE

1. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kejobong pada semester genap


tahun ajaran 2017/2018.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah guru biologi dan peserta didik kelas X
MIPA 1 dan X MIPA 2.
3. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah lembar observasi keterampilan berpikir kritis,


Soal Pretes dan Postes, agket sikap peduli, lembar penilaian produk limbah,
angket tanggapan siswa, dan pedoman wawancara guru biologi terhadap
pelaksanaan model pembelajaran

4. Prosedur Penelitian

Data yang diambil terlebih dahulu yakni data peningkatan keterampilan berpikir
kritis dan hasil belajar kelas X MIPA 1 dan X MIPA 2 tahun ajaran 2017/2018.
Kemudian memberikan lembar angket sikap peduli lingkungan dan tanggapan
siswa serta melakukan wawancara dengan guru untuk memperoleh tanggapan
guru terhadap pembelajaran

5. Analisis Data

Analisis Data Keterampilan Berpikir Kritis Siswa


Menghitung keterampilan berpikir kritis Per Aspek
∑𝑛k=1 𝑃𝑘
P= x100%
𝑛
(1) Melakukan penskoran keterampilan berpikir kritis secara klasikal
∑𝑛k=1 𝑃𝑖
P= x100%
5
Tingkat keterampilan berpikir kritis siswa ditentukan oleh 5 kategori
Persentase Skor (%) Kriteria
0 <x≤ 25 Tidak Kritis
26 <x≤ 43 Kurang Kritis
44 <x≤ 62 Cukup Kritis
63 <x≤ 81 Kritis
82 ≤x≤ 100 Sangat Kritis

Analisis Hasil Belajar


Nilai hasil belajar siswa meliputi hasil belajar kognitif, afektif, dan
psikomotordihitung dengan cara:
Skor yang diperoleh
Nilai Hasil Belajar = 𝑥 100
Skor Maksimal
Gain ternormalisasi
Peningkatan skor rata-rata pretes dan postes dihitung menggunakan
rumus gain rata-rata ternormalisasi..
(𝑆𝑝𝑜𝑠𝑡) − (𝑆𝑝𝑟𝑒)
(𝑔) =
100% − (𝑆𝑝𝑟𝑒)
Besarnya gain ternormalisasi
Gain Kriteria
1,00 ≥ gain ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ gain < 0.7 Sedang
0,00 < gain < 0,3 Rendah

Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara
keterampilan berpikir kritis dengan hasil belajar.

𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − [(⅀𝑋)(∑ 𝑌)]
𝑟𝑋𝑌 =
√[𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 ][𝑁 ∑ 𝑌2 − (∑ 𝑌)2 ]
Penafsiran terhadap koefisien korelasi dapat berpedoman kepada kriteria
Nilai r Interpretasi
0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi
0,40 ≤ r ≤ 0,60 Cukup
0,20 < r ≤ 0,40 Rendah
0,00 < r ≤ 0,20 Sangat rendah

Analisis Data Tanggapan Siswa


Hasil angket tanggapan siswa dianalisis secara deskriptif persentase
melalui rumus:
𝑓
P = 𝑛 𝑥 100%

Presentase (P) selanjutnya dikategorikan menjadi kriteria:


Persentase (%) Kriteria
85-100 Sangat Baik
70-84 Baik
60-69 Cukup
51-59 Kurang
0-50 Tidak Baik
Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran
Data keterlaksanaan pembelajaran model GI berbantuan instagram dapat
diukur mengunakan skala ordinal
Alternatif jawaban Skor pernyataan
Terlaksana 1
Tidak terlaksana 0

Total skor hasil observasi dengan skala ordinal kemudian dihitung presentasenya.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟
Keterlaksanaan = x 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Presentase skor diinterpretasikan:


Rentang Interpretasi
51% - 100% Terlaksana
0% - 50% Tidak Terlaksana

Analisis Tanggapan Guru


Tanggapan guru terhadap pembelajaran dianalisis secara deskriptif
kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keterampilan Berpikir Kritis Siswa


Peningkatan keterampilan berpikir kritis merupakan selisih penilaian tiap aspek
pada setiap pertemuan (Tabel 1)
Tabel 1 Persentase Berpikir Kritis Siswa Setiap Aspek
Kelas
Eksperimen Kontrol
Aspek Peningkatan antar
No Peningkatan antar
Keterampilan Berpikir Kritis
pertemuan ke-
pertemuan ke- (%)
(%)
1-2 2-3 1-2 2-3
1 Memberikan Penjelasan Sederhana 11 4 4 12
2 Membangun Keterampilan Dasar 12 2 -1 17
3 Memberikan Kesimpulan 11 3 7 5
4 Memberikan Penjelasan Lanjut 3 3 7 -5
5 Mengatur Strategi dan Taktik 16 7 8 3

Aspek memberikan penjelasan sederhana pada kelas eksperimen terjadi


peningkatan paling besar dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua, sedangkan
pada kelas kontrol peningkatan tersbesar dari pertemuan kedua dan ketiga. Hal
tersebut karena siswa pada kelas eksperimen dilatih dengan kemampuan
investigasi secara berkelompok dengan mencari tahu informasi, mencari tahu
kebenaran informasi, dan penyelidikan kualitas lingkungan. Pada kelas kontrol
model yang diterapkan pada pertemuan ketiga berbeda dengan pertemuan
sebelumnya sehingga terjadi kenaikan persentase penilaian yang lebih banyak.
Pada pertemuan ketiga kelas kontrol ditugaskan secara berkelompok untuk
membuat produk daur ulang.
Pada aspek membangun keterampilan dasar, peningkatan terbesar terjadi
dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua, sedangkan pada kelas kontrol dari
pertemuan kedua ke pertemuan ketiga. Kelas eksperimen dibiasakan untuk
melakukan observasi dan investigasi selama tiga pertemuan, sedangkan pada kelas
kontrol tidak ditugaskan untuk observasi lingkungan. Kegiatan tersebut
membiasakan siswa untuk menganalisis hasil observasi dan mempertimbangkan
suatu laporan atau informasi yang merupakan indikator aspek membangun
keterampilan dasar. Aspek tersebut dapat diketahui ketika siswa mampu
menjelaskan sebab akibat, mengkaitkan konsep materi dengan kehidupan sehari-
hari dan kemampuan menemukan hal unik (Presseisen, 1986)
Peningkatan aspek memberikan kesimpulan terbesar untuk kelas
eksperimen dan kontrol dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua. Kelas
kontrol hanya dibiasakan untuk menyampaikan hasil mencari informasi dan
referensi di depan kelas sehingga keterampilan yang dapat terlatih yaitu membuat
suatu pertimbangan kebenaran informasi maupun referensi dan tidak terlatih
untuk menyimpulkan hasil dari kegiatan tersebut. Pada kelas eksperimen, kegiatan
investigasi dan diskusi dapat mengembangkan dua indikator tersebut. Oleh karena
itu, aspek keterampilan berpikir kritis memberikan kesimpulan pada kelas
eksperimen memiliki rerata lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Aspek memberikan penjelasan lanjut, kelas eksperimen mengalami
peningkatan yang sama antara pertemuan pertama dan kedua serta pertemuan
kedua dan ketiga, sedangkan kelas kontrol mengalami peningkatan terbesar dari
pertemuan pertama ke pertemuan kedua. Siswa kelas eksperimen dapat
membandingkan data yang ditemukan di lingkungan dengan konsep, teori,
maupun informasi yang dimiliki atau dipelajari sebelumnya yaitu pada pertemuan
pertama, sedangkan kelas kontrol dapat mengidentifikasi asumsi maupun definisi
melalui kegiatan demonstrasi. Kegiatan tersebut memberikan gambaran kepada
siswa untuk memberikan asumsi apakah suatu larutan tercemar limbah dilihat dari
standar baku mutu air. Oleh karena itu peningkatan aspek memberikan penjelasan
lanjut pada kelas eksperimen sama selama tiga pertemuan, sedangkan peningkatan
aspek tersebut pada kelas kontrol lebih tinggi akibat penerapan model
demonstrasi.
Pada aspek membangun strategi dan taktik kelas eksperimen mengalami
peningkatan terbesar dari pertemuan pertama ke pertemuan ketiga. Persentasi
siswa mengenai hasil investigasi akan menunjukan kemampuan siswa dalam
menentukan tindakan karena semua anggota kelompok bebas untuk memberikan
saran, pendapat, dan kritik. Selain itu, persentasi juga dapat meningkatkan
interaksi antarsiswa maupun antara siswa dan guru. Pembelajaran berbasis
presentasi dapat meningkatkan interaksi sosial (Dewi et al., 2013). Penilaian
keterampilan berpikir kritis siswa juga dilakukan secara klasikal, sehingga
diperoleh persentase jumlah siswa dengan berbagai kriteria keterampilan berpikir
kritis (Tabel 2)
Tabel 2 Persentase Siswa dengan Berbagai Kriteria Keterampilan Berpikir Kritis
Kriteria Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
No Keterampilan Pertemuan Ke- (%) Pertemuan Ke-(%)
Berpikir Kritis 1 2 3 1 2 3
1 Tidak Kritis 0 0 0 0 0 0
2 Kurang Kritis 9 9 3 12 12 12
3 Cukup Kritis 62 21 18 62 53 53
4 Kritis 26 50 59 24 32 32
5 Sangat Kritis 3 21 21 2 3 3

Kriteria siswa kurang kritis di kelas eksperimen pada hari pertama sampai
hari ketiga jumlahnya menurun, sedangkan pada kelas kontrol, persentasenya
tetap yaitu sampai hari ketiga. Pada kelas eksperimen siswa belajar secara
berkelompok untuk bertukar gagasan, sedangkan pada kelas kontrol hanya tidak
semua siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan beberapa orang
saja yang aktif bertanya dan menanggapi apa yang disampaikan oleh guru.
Berkurangnya persentase cukup kritis menyebabkan persentase siswa dengan
kriteria kritis bertambah karena semakin banyaknya tuntutan yang harus
diselesaikan siswa. Tuntutan tugas pertemuan kedua dan ketiga sama yaitu
investigasi kelompok di lingkungan sekitar sehingga menghasilkan persentase
siswa dengan kriteria sangat kritis pun sama.
Hasil Belajar Kognitif
Peningkatan hasil belajar kognitif, dilakukan analisis gain terhadap hasil pretes
dan postes (Tabel 3)
Tabel. 3 Hasil Perhitungan N-Gain Hasil Belajar Kognitif Siswa
x̅ x̅
Data Nilai Postes Kelas N-Gain Kriteria
pretes Postes
Eksperimen 45 84 0,70 Tinggi
Hasil Belajar Kognitif
Kontrol 41 77 0,62 Sedang

Pada kelas eksperimen pembelajaran menekan kegiatan kompleks yang


bersifat kontekstual. Kegiatan pembelajaran dibantu dengan penggunaan
instagram sebagai media untuk mengunggah materi berupa foto dan video untuk
dianalisis siswa. Selain itu, instagram mempermudah siswa untuk melaporkan
hasil observasi dan hasil karya. Kegiatan tersebut melatih siswa untuk
membagikan asumsi, informasi, sehingga melalui kegiatan tersebut siswa dengan
mudah memahami konsep materi dan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Menurut Nugroho (2017) mengungkapkan bahwa instagram dapat digunakan
sebagai sumber belajar mandiri yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Hasil Belajar Afektif
Penilaian semua aspek sikap peduli lingkungan yag menghasilkan persentase
dengan beberapa kriteria sikap peduli lingkungan (Tabel 4).
Tabel 4. Persentase Siswa dengan Beberapa Kriteria Sikap Peduli Lingkungan
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
No Kriteria
Presentase (%) Persentase (%)
1 Buruk 0 0
2 Kurang Baik 0 0
3 Cukup Baik 0 0
4 Baik 47 88
5 Sangat Baik 53 12
Hasil belajar afektif siswa berkaitan dengan sikap peduli lingkungan
dikatakan telah mencapai batas KKM. Model pembelajaran Group Investigation
berbantuan Instagram pada kelas eksperimen melatih siswa untuk peka terhadap
masalah yang ada di lingkungan sekolah maupun masyarakat dengan kegiatan
investigasi sedangkan pada kelas kontrol tidak dilatihkan kemampuan tersebut
Hasil Belajar Psikomotor
Penilaian dilakukan dengan metode observasi pada empat aspek dengan
delapan indikator penilaian pembuatan produk (Gambar 1)

100
Rerata Penilaian
indikator (%)

50
Eksperimen
0
Kontrol
1 2 3 4
Aspek Penilaian

Gambar 1 Grafik Hasil Penilaian Psikomotorik Kelas Eksperimen dan Kelas


Kontrol. Keterangan: 1. Perencanaan, 2. Pembuatan, 3. Tahap Akhir,
4.Ketepatan Waktu
Siswa kelas eksperimen terbiasa untuk membuat list alat, bahan, cara
kerja dan saling bekerjasama. Hal tersebut karena pada pertemuan sebelumnya
melatih siswa untuk mampu mempersiapkan alat, bahan, dan memahami cara
kerja. Selain itu, Pada aspek menejemen waktu, siswa kelas eksperimen memiliki
rerata penilaian lebih tinggi dibanding kelas kontrol karena siswa kelas
eksperimen mengumpulkan hasil karyanya tepat waktu baik secara langsung
maupun melalui unggahan di instagram.
Rerata penilaian aspek pembuatan dan tahap akhir pembuatan produk lebih
tinggi kelas kontrol. Siswa kelas eksperimen ada beberapa kelompok tidak
mementingkan aspek kerapian pada saat pembuatan produk. Selain itu, siswa
kelas eksperimen banyak yang membuat bahan tambahan yang bertujuan
menambah nilai estetika produk karena dokumentasi produk daur ulang limbah
kelas eksperimen akan diunggah melalui instagram sehingga akan dibuat sebaik
mungkin. Instagram berpengaruh positif pada kreativitas remaja sehingga
semakin baik pemanfaatan media sosial instagram semakin baik pula kreativitas
belajar ( Rubiyati et al., 2017)
Tabel 5. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Psikomotorik
Kelas N Rerata % Kriteria
Eksperimen 34 82 92 Tuntas
Kontrol 34 80 88 Tuntas

Persentase jumlah siswa tuntas KKM dan rerata hasil belajar psikomotor
lebih banyak pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol. Hal tersebut
karena akumulasi penilaian semua aspek lebih besar kelas eksperimen. Namun
demikian, kedua kelas tersebut sudah mencapai tuntas KKM secara klasikal.
Ketuntasan klasikal terjadi apabila > 75% siswa tuntas KKM.
Korelasi Keterampilan Kritis terhadap Hasil Belajar
Hasil uji korelasi dengan menggunakan rumus product moment
menunjukkan bahwa korelasi antara keterampilan berpikir kritis siswa terhadap
hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor berurut-turut yaitu 0,78 (tinggi),
0,15(sangat rendah), dan 0,10715649 (sangat rendah). Semakin tinggi
keterampilan berpikir kritis maka hasil belajar kognitif siswa semakin lebih baik
(Husnah 2017). Keterampilan berpikir kritis tidak memberikan korelasi yang
signifikan terhadap aspek sikap ( Fitriawan et al., 2016). Korelasi sangat rendah
juga terjadi antara keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar psikomotorik. Hal
tersebut karena pemahaman secara teori belum tentu dapat melakukan praktek.
Hal tersebut karena terjadinya kesenjangan antara teori dan praktek dan kesulitan
untuk mengaplikasikan teori di dunia nyata atau lapangan (Sunardi, 2008).
Keterlaksanaan Model Pembelajaran Group Investigation Berbantuan
Instagram
Keterlaksanaan model pembelajaran merupakan penilaian seberapa banyak
aspek atau kriteria model dilaksanakan pada saat pembelajaran (Tabel 6)
Tabel 6. Keterlaksanaan Model Group Investigation berbantuan Instagram
Pertemuan Keterlaksanaan (%)
1 85
2 97
3 78
Rerata 87
Rerata keterlaksanaan model selama tiga pertemuan tersebut yaitu 87%.
Keterlaksanaan model pembelajaran ditandai dengan siswa menyenangi tugas
proyek yang dilakukan, mereka merasa senang dan menikmati bekerja sama
menyelesaikan tugas proyek yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Keberhasilan dilaksanakannya pembelajaran model tersebut juga terlihat dari
perbedaan hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen yang
lebih tinggi dibanding kelas kontrol.
Tanggapan Siswa terhadap Group Investigation Berbantuan Instagram
Berdasarkan hasil analisis angket tersebut, maka dapat diketahui
persentase siswa dengan berbagai kriteria (Tabel 9)
Tabel 9. Kriteria Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran
No Kriteria Jumlah Presentase (%)
1 Tidak Tertarik 0 0
2 Kurang Tertarik 0 0
3 Cukup Tertarik 3 9
4 Tertarik 16 47
5 Sangat Tertarik 15 44

Persentase siswa yang tertarik terhadap model pembelajaran Group


Investigation berbantuan Instagram paling tinggi diantara persentase siswa dengan
kriteria tanggapan yang lain. Hasil tersebut menunjukan adanya ketertarikan dan
pengaruh positif yang didapatkan siswa melalui pembelajaran. Ketertarikan
tersebut yang membuat siswa kelas ekperimen lebih aktif dan memahami materi
dibandingkan kelas kontrol. Selain itu, kelemahan pembelajaran tersebut yaitu
siswa kesulitan untuk mengakses instagram dan terpaksa harus menggunakan
gawai milik temannya.
Tanggapan Guru terhadap Group Investigation Berbantuan Instagram
Guru memberikan saran terhadap kemampuan peneliti dalam
melaksanakan pembelajaran untuk terus belajar dan evaluasi diri setelah
melakukan pembelajaran agar materi yang tersampaikan mudah dipahami oleh
siswa dan pembelajaran berlangsung optimal sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Guru memberikan tanggapan bahwa penerapan model pembelajaran
Group Investigation berbantuan Instagram dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dan hasil belajar siswa serta dapat diterapkan pada pembelajaran
materi yang membutuhkan observasi di luar kelas untuk memperkaya pengalaman
siswa secara langsung yang bersifat kontekstual.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


model Group Investigation berbantuan Instagram yaitu: 1) memiliki pengaruh
positif terhadap keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas X MIPA
SMA Negeri 1 Kejobong pada materi perubahan lingkungan 2) Penerapan model
tersebut meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar dan, 3)
keterampilan berpikir kritis berkorelasi tinggi terhadap hasil belajar kognitif dan
berkorelasi sangat rendah terhadap hasil belajar afektif dan psikomotorik.

DAFTAR PUSTAKA

Rubiyati., Muhammad, A., & Luhur, W. 2017. "Pengaruh Pemanfaatan Media


Sosial Instagram". Jurnal Bimbingan dan Konseling, 3(2), 1-8
Cahyaningrum, R., Parno, & Muhardjito. 2016."Model PembelajranKooperatif
Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika
Siswa SMA". Jurnal Pascasarjana UM,1(1), 431-441.
Damini, M & Surian, A. 2013."Enhancing Intercultural Sensitivity through
Group Investigationa Cooperative Learning Approach". Journal of
Cooperative Learning Studies,46(2), 24–31.
Dewi, R.P., Retno.I., R, Susanti. 2012."Penerapan Model Group Investigation
terhadap Hasil Belajar Materi Bahan Kimia di SMP". Unnes Science
Education Journals,1(2), 1-8
Fitriawan, D., Eka, K.G.,& Ivan, E.D. 2016."Analisis Korelasi Kemampuan
Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa".
Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains, 5(1):1-11.
Fachrurazi. 2011."Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk
Meningkatakn Kemempuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis
Siswa Sekolah Dasar". Forum Penelitian, 1(1), 76-89.
Facione, P. 2011."Critical Thinking : What It Is and Why It Counts". Insight
Assessment, 13(1), 1–28.
Gillies, R.M., Boyle, M. 2010."School of Education, The University of
Queensland, Brisbane, Queensland 4072, Australia. Teachers' Reflections
on Cooperative learning: Issues of implementation". Journal of Teaching
& Teacher Education, 26 (4), 933 - 940
Amedie, J. 2015."Impact of Social Media on Society". Santa Clara University
Scholar Commons, 2(1), 48–49.
Kirana, I .2016."Pengembangan Soal-Soal Pengetahuan untuk Mengukur
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa pada Materi Fluida SMA".
Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 5(3), 69–76.
Doymus K & Simsek U. 2009. "Effects of Two Cooperative Learning Strategies
on Teaching and Learning Topics of Thermochemistry". The World
Applied Sciences Journal, 7 (1),52-65.
Mansor, N & Rahim, N. A. 2015."Instagram in esl classroom". Serial
Publications,97(20),107–114.
Nugroho, P. 2017. "Scaffolding Meningkatkan Kemampuan". Silogisme,2(1),15-
21.
Presseisen, B.A. 1986."Critical Thinking and Thinking Skill: State Of The Art
Definition and Practice in Public Schoo"l. Pennsylvania: Research For
Better School, Inc.
Ridlo, S & Andin, I. 2012. "Pengembangan Nilai Karakter Konservasi Berbasis
Pembelajaran". Jurnal Penelitian Pendidikan, 29(2011), 145–154.
Zubaidah, S. 2010. "Berpikir kritis: Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi yang
dikembangkan melalui Pembelajaran Sains". Seminar Nasional
Sains 2010,Optimalisasi Sains untuk memberdayakan Manusia.
January 2010.

Das könnte Ihnen auch gefallen