Sie sind auf Seite 1von 20

BAB I

PENDAHULUAN

Kecenderungan peningkatan pasangan menikah usia subur akan berdampak pada

peningkatan angka kelahiran dan kepadatan penduduk yang nantinya bila tidak diatur akan

mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup suatu keluarga, sehingga akan bertolak

belakang dengan program pemerintah yaitu mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan

sejahtera. Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga salah satu

indicator program yaitu target angka kelahiran total secara nasional pada tahun 2019 harus

mencapai 2,28 anak per wanita usia subur. Angka kelahiran total (Total Fertility Rate, TFR) pada

tahun 2015 menggambarkan adanya penurunan dari 2,379 pada tahun 2013 menjadi 2,289 di

tahun 2015. Pada tahun 2006, TFR Indonesia sebesar 2,138. Kemudian naik menjadi 2,416 pada

tahun 2007, dan relatif stagnan selama tahun 2007 hingga 2012. Tinggi rendahnya angka

kelahiran total dipengaruhi oleh lima faktor utama penentu fertilitas, yaitu usia kawin pertama,

pemakaian kontrasepsi, lama menyusui eksklusif, aborsi dan sterilitas.1,2

Keluarga Berencana (KB) menurut WHO (World Health Organization) adalah tindakan

yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak

diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan,

mengontrol waktu saat kehamilan dalam hubungan dengan umur suami dan istri, serta

menentukan jumlah anak dalam keluarga.1,2

Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan

Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, yaitu keluarga yang harmonis, sehat tercukupi

sandang, pangan, papan, pendidikan, serta produktif dari segi ekonomi.1,2

1
Tata laksana untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas sangat diperlukan, diantaranya

dengan program keluarga berencana menggunakan kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah

kehamilan. Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode kontrasepsi yang paling banyak

digunakan wanita. Kontrasepsi hormonal mengandung hormon baik berupa kombinasi estrogen

dan progesterone maupun progestin saja. Saat ini, banyak wanita menggunakan kontrasepsi

hormonal kombinasi estrogen dan progesteron karena pemberian estrogen saja dapat

meningkatkan risiko terjadinya hiperplasia bahkan karsinoma endometrium, sedangkan

progesteron digunakan sebagai tambahan untuk mengurangi risiko tersebut.2,3

Perempuan memiliki hormon estrogen yang memiliki fungsi mencegah kekentalan darah

serta menjaga dinding pembuluh darah supaya tetap baik. Apabila terjadi ketidakseimbangan

antara hormon estrogen dan hormon progesterone dalam tubuh, maka akan dapat mempengaruhi

tingkat tekanan darah dan kondisi pembuluh darah. Terjadinya gangguan keseimbangan

hormonal ini, dapat terjadi pada penggunaan kontrasepsi hormonal, dimana pemakaian hormon

estrogen dan progesterone sintetis yang digunakan untuk menghambat fertilitas, dapat

mengakibatkan efek-efek tertentu bagi tubuh. Pada penggunaan estrogen sintetis dapat

menginhibisi sekresi FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan demikian juga pada penggunaan

progesteron sintetis dapat menginhibisi sekresi LH (Luteinizing Hormone), sehingga bila sekresi

FSH dan LH dihambat maka akan terjadi ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron

dalam tubuh yang akan memacu terjadinya gangguan pada tingkat pembuluh darah yang

dimanifestasikan dengan kenaikan tekanan darah.2,3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Intra Uterine Devices (IUD)/ Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah suatu

alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim terbuat dari plastik halus (Polyethelen)

untuk mencegah terjadinya konsepsi atau kehamilan.4

B. Jenis - Jenis IUD

IUD dapat dibedakan menjadi empat jenis:

1. Copper-T, jenis ini berbentuk huruf T yang terbuat dari polietilen yang bagian

vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga ini memiliki efek anti

fertilitas yang cukup baik. Jenis ini melepaskan levonorgestrel dengan konsentrasi yang

rendah selama minimal lima tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan efektivitas yang

tinggi dalam mencegah kehamilan yang tidak direncanakan maupun perdarahan

menstruasi. Kerugian metode ini adalah tambahan terjadinya efek samping hormonal

dan amenorrhea.

2. Copper-7, berbeda dengan Copper-T, jenis IUD ini memiliki bentuk seperti angka “7”

dimana memiliki ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan dililit kawat tembaga

dengan luas permukaan 200 mm2 . Fungsi bentuk seperti angka “7” ini memudahkan

dalam pemasangan kontrasepsi.

3. Multi Load, jenis Multi Load terbuat dari polietilen dengan dua tangan, kanan dan kiri,

berbentuk seperti sayap yang fleksibel. Jenis ini memiliki panjang 3,6 cm dari atas

3
hingga bawah dan lilitan kawat tembaga memiliki luas permukaan 256 mm 2 atau 375

mm2 . Multi Load memiliki tiga ukuran yaitu standar, small, dan mini.

4. Lippes Loop, merupakan jenis yang terbuat dari polietilen berbentuk spiral atau huruf S

bersambung. Lippes Loop terdiri dari empat jenis yang berbeda menurut ukuran panjang

bagian atasnya, yaitu tipe A berukuran 25 mm dengan benang berwarna biru, tipe B

berukuran 27,5 mm dengan benang berwarna hitam, tipe C berukuran 30 mm dengan

benang berwarna kuning, dan tipe D berukuran 300 mm dengan benang berwarna putih

dan tebal. Lippes Loop memiliki angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari

pemakaian jenis ini adalah apabila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau

penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik. Jenis ini merupakan IUD yang

banyak digunakan.5

Gambar jenis-jenis IUD

4
Menurut Handayani (2011) IUD terdiri dari IUD hormonal dan non hormonal.6

1. IUD Non-hormonal

Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke-4. Karena itu berpuluh-puluh macam

IUD telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang terbuat dari benang sutra

dan logam sampai generasi plastik (polietilen) baik yang ditambah obat atau tidak.

a. Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi 2:

1) Bentuk terbuka (Open Device): Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-7. Marguiles,

Spring Coil, Multiload, Nova-T.

2) Bentuk tertutup (Closed Device): Misalnya: Ota-Ring, Altigon, dan Graten ber-

ring.

b. Menurut Tambahan atau Metal

1) Medicated IUD: Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya

kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-

7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun). Pada jenis

Medicated IUD angka yang tertera di belakang IUD menunjukkan luasnya kawat

halus tembaga yang ditambahkan, misalnya Cu T 220 berarti tembaga adalah 220

mm2. Cara insersi: Withdrawal.

2) Unmedicated IUD: Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon.

Cara insersi Lippes Loop: Push Out. Lippes Loop dapat dibiarkan in-utero untuk

selama-lamanya sampai menopause, sepanjang tidak ada keluhan persoalan bagi

akseptornya. IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis Un

Medicated yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis Medicated Cu T, Cu-7, Multiload

dan Nova-T.

5
2. IUD yang mengandung hormonal

a. Progestasert –T = Alza T, dengan daya kerja 18 bulan dan dilakukan dengan

teknik insersi: Plunging (modified withdrawal).

1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam.

2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 μg

progesteron setiap hari.

3) Tabung insersinya berbentuk lengkung.

b. Mirena

Mirena adalah IUD yang terbuat dari plastik, berukuran kecil, lembut, fleksibel,

yang melepaskan sejumlah kecil levonogestrel dalam rahim. Mirena merupakan

plastik fleksibel berukuran 32 mm berbentuk T yang diresapi dengan barium

sulfat yang membuat mirena dapat terdeteksi dalam pemeriksaan rontgen. Mirena

berisi sebuah reservoir silindris, melilit batang vertikal, berisi 52 mg levonorgestrel

(LNG). Setelah penempatan dalam rahim, LNG dilepaskan dalam dosis kecil

(20 g/hari pada awalnya dan menurun menjadi sekitar 10 g/hari setelah 5 tahun)

melalui membran polydimethylsiloxane ke dalam rongga rahim. Pelepasan hormon

yang rendah menyebabkan efek sampingnya rendah. Keunggulan dari IUD ini

adalah efektivitasnya tinggi, dengan tingkat kesakitan lebih pendek dan lebih ringan.

Mirena merupakan sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk wanita yang tidak

dapat mentoleransi estrogen untuk kontrasepsinya. Mengurangi frekuensi ovulasi. 7

Cara kerja mirena melakukan perubahan pada konsistensi lendir serviks. Lendir

serviks menjadi lebih kental sehingga menghambat perjalanan sperma untuk bertemu

sel telur. Menipiskan endometrium, lapisan dinding rahim yang dapat mengurangi

6
kemungkinan implantasi embrio pada endometrium. Setelah mirena dipasang 3

sampai 6 bulan pertama, menstruasi mungkin menjadi tidak teratur. Mirena dapat

dilepas dan fertilitas dapat kembali dengan segera.8

C. Mekanisme Kerja IUD

Sampai sekarang mekanisme kerja IUD belum diketahui dengan pasti. Kini pendapat

yang terbanyak ialah bahwa IUD dalam kavum uteri menimbulkan reaksi peradangan

endometrium yang disertai dengan sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista

atau sperma. Pada pemeriksaan cairan uterus pada pemakai IUD seringkali dijumpai pula

sel-sel makrofag (fagosit) yang mengandung spermatozoa.

Selanjutnya menemukan sifat-sifat isi cairan uterus yang mengalami perubahan-

perubahan dalam pemakaian IUD, yang menyebabkan blastokista tidak dapat hidup dalam

uterus, walaupun sebelumnya terjadi nidasi. Penelitian lain menemukan sering adanya

kontraksi uterus dalam pemakaian IUD, yang dapat menghalangi nidasi. Di duga ini

disebabkan oleh meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus pada perempuan tersebut.

Pada IUD bioaktif mekanisme kerjanya selain menimbulkan peradangan seperti pada IUD

biasa, juga oleh karena ionisasi ion logam atau bahan lain yang terdapat pada IUD

mempunyai pengaruh terhadap sperma. Menurut penelitian, ion logam yang paling efektif

adalah ion logam tembaga (Cu), yang lambat laun aktifnya terus berkurang dengan lamanya

pemakaian. 9

7
D. Keuntungan IUD

IUD mempunyai keuntungan atau keunggulan bila dibandingkan kontrasepsi lainnya

seperti :

 Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian satu kali

motivasi.

 Tidak menimbulkan efek sistemik.

 Alat itu ekonomis dan cocok untuk penggunaan secara massal.

 Efektivitas cukup tinggi

 Reversibel.9

E. Efek Samping IUD

1) Perdarahan

Umumnya setelah pemasangan IUD terjadi perdarahan sedikit-sedikit yang cepat

berhenti. Kalau pemasangan dilakukan sewaktu haid, perdarahan yang sedikit-sedikit ini

tidak akan diketahui oleh akseptor. Keluhan yang sering terdapat pada pemakai IUD ialah

menoragia, spotting, dan metroragia. Jika terjadi perdarahan banyak yang tidak dapat

diatasi, sebaiknya IUD dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran

lebih kecil. Jika perdarahan sedikit-sedikit, dapat diusahakan mengatasinya dengan

pengobatan konservatif. Pada perdarahan yang tidak berhenti dengan tindakan-tindakan

tersebut diatas, sebaiknya IUD diangkat dan digunakan cara kontrasepsi lain.9

2) Rasa Nyeri dan Kejang di Perut

Rasa nyeri atau kejang diperut dapat terjadi setelah pemasangan IUD. Biasanya

rasa nyeri ini berangsur-angsur hilang dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dihilangkan

8
atau dikurangi dengan jalan analgetik. Jika keluhan berangsur terus, sebaikny IUD

dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran yang lebih kecil.9

3) Gangguan Pada Suami

Kadang-kadang suami dapat merasakan adanya benang IUD, sewaktu

bersenggama. Ini disebabkan benang IUD yang keluar dari portio uteri terlalu pendek

atau panjag. Untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan ini, benang IUD yang

terlalu panjang dipotong sampai kira-kira 2 – 8 cm dari portio, sedang jika benang IUD

terlalu pendek, sebaiknya IUDnya diganti. Biasanya dengan cara ini keluhan suami akan

hilang.9

4) Ekspulsi (Pengeluaran Sendiri)

Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya. Ekspulsi biasanya

terjadi pada waktu haid dan dipengaruhi oleh hal-hal berikut :

 Umur dan paritas : pada paritas yang rendah, 1 atau 2, kemungkinan ekspulsi 2 kali

lebih besar daripada paritas 5 atau lebih, demikian pula pada perempuan muda

ekspulsi lebih sering terjadi daripada perempuan yang umurnya lebih tua.

 Lama pemakaian: ekspulsi paling sering terjadi pada 3 bulan pertama setelah

pemasangan, setelah itu, angka kejadiannya menurun dengan tajam.

 Ekspulsi sebelumnya: pada perempuan yang pernah mengalami ekspulsi, maka pada

pemasangan kedua kalinya kecenderungan terjadinya ekspulsi lagi kira-kira 50%. Jika

terjadi ekspulsi, pasangkan IUD dari jenis yang sama tetapi dengan ukuran yang lebih

besar darioada sebelumnya, dapat juga diganti dengan IUD jenis lain atau dipasang

dua IUD.

9
 Jenis dan ukuran: jenis dan ukuran IUD yang dipasang sangat mempengaruhi

frekuensi ekspulsi. Pada Lippes Loop, makin besar IUD makin kecil kemugkinan

terjadinya ekspulsi.

 Faktor psikis: oleh karena motilitas uterus dapat dipengaruhi oleh faktor psikis, maka

frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada perempuan emosional dan ketakutan,

dan yang psikisnya labil. Pada perempuan seperti ini penting diberikan penerangan

yang cukup sebelum dilakukan pemasangan IUD.9

F. Komplikasi IUD

 Infeksi

IUD itu sendiri, atau benangnya yang berada dalam vagina, umumnya tidak

menyebabkan terjadinya infeksi jika alat-alat yang digunakan disterilkan, yaitu tabunng

penyalur, pendorong, dan IUD. Jika terjadi infeksi, hal ini mungkin disebabkan oleh

adanya infeksi yang subakut atau menahun pada traktus genitalis sebelum pemasangan

IUD.

 Perforasi

Umumnya perforasi sewaktu pemasangan IUD walupun bisa terjadi pula kemudian.

Pada permulaan ujung IUD saja yang menembus uterus, tetapi lama kelamaan dengan

adanya kontraksi uterus, IUD terdorong lebih jauh menembus dinding uterus, sehingga

akhirnya menembus rongga perut. Kemungkinan adanya perforasi harus diperhatikan

apabila pada pemeriksaan speculum benang IUD tidak kelihatan. Dalam hal ini dengan

pemeriksaan sonde uterus atau mikro kuret tidak dirasakan IUD dalam rongga uterus.

Jika ada kecurigaan kuat tentang terjadinya perforasi, sebaiknya dibuat foto rontgen,

dan jika tampak foto IUD pada rongga panggul, hendaknya dilakukan histerography

10
untuk menentukan apakah IUD terletak di dalam atau diluar kavum uteri. Jika perforasi

terjadi dengan IUD yang tertutup, IUD harus dikeluarkan segera oleh karena

dikhawatirkan terjadinya ileus, begitu pula dengan IUD yang mengandung logam.

Pengeluaran IUD dapat dilakukan dengan laparoskopi. Laparotomi hanya dilakukan jika

laparoskopi tidak berhasil, atau setelah terjadi ileus. Jika IUD yang menyebabkan

perforasi itu jenis terbuka, linear dan tidak mengandum logam IUD tidak perlu

dikeluarkan dengan segera.9

 Kehamilan

Jika timbul kehamilan dengan IUD in situ, tidak akan timbul cacat pada bayi oleh

karena IUD terletak antara selaput ketuban dan dinding rahim.

G. Indikasi IUD9

Berikut ini merupakan beberapa indikasi dari pemakaian IUD, antara lain:

1. Usia reproduktif

2. Keadaan nulipara

3. Menginginkan kontrasepsi jangka panjang

4. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi

5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya

6. Risiko rendah dari IMS

7. Tidak menghendaki metode hormonal

8. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi

9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari

11
H. Kontraindikasi IUD9

Yang tidak boleh menggunakan AKDR secara mutlak, apabila:

1. Kehamilan

2. Perdarahan saluran genital yang tidak terdiagnosis; bila penyebab didiagnosis dan

diobati, AKDR dapat dipasang.

3. Kelainan pada uterus missal uterus bikornu.

4. Alergi terhadap komponen AKDR mis, tembaga.

5. HIV/AIDS karena penurunan sistem imun dan peningkatan risiko infeksi.

6. Infeksi panggul atau vagina; bila telah diobati, AKDR dapat dipasang.

Yang tidak boleh menggunakan AKDR secara relatif, apabila:

1. Riwayat infeksi panggul

2. Dismenorea dan/atau menoragi

3. Fibroid dan endometriosis

4. Terapi penisilamin dapat mengurangi keefektivan tembaga

I. Waktu Pemasangan IUD9,10

 Sewaktu haid sedang berlangsung, pemasangan IUD pada waktu ini dapat

dilakukan pada hari pertama atau hari hari terakhir haid.

 Sewaktu post partum. Secara dini, yaitu IUD dipasang pada perempuan yang

melahirkan sebelum dipulangkan dari RS, secara langsung yaitu IUD dipasang

dalam masa 3 bulan setelah partus atau abortus, dan secara tidak langsung yaitu

IUD dipasang sesudah masa 3 bulan setelah partus atau abortus atau pemasangan

IUD dilakukan pada saat yang tidak ada hubungan sama sekali dengan partus atau

abortus. Bila pemasangan IUD tidak dilakukan dalam waktu seminggu setelah

12
bersalin, sebaiknya pemasangan IUD ditangguhkan 6 – 8 minggu post partum

oleh karena jika pemasangan IUD dilakukan antara minggu ke 2 dan minggu ke 6

setelah partus, bahaya perforasi lebih besar.

 Sewaktu post abortus, sebaiknya IUD dipasang setelah abortus oleh karena dari

segi fisiologi dan psikologi waktu itu paling ideal. Namun, pada keadaan septik

abortion maka tidak dibenarkan dipasangkan IUD.

 Sewaktu melakukan seksio sesarea.

J. Pemeriksaan Lanjutan (Follow up)9,10

Setelah pemasangan IUD perlu dilakukan kontrol medis dengan jadwal :

1. Setelah pemasangan kalau dipandang perlu diberikan antibiotika profilaksis.

2. Jadwal pemeriksaan ulang:

a. Dua minggu setelah pemasangan

b. Satu bulan setelah pemeriksaan pertama

c. Tiga bulan setelah pemeriksaan kedua

d. Setiap enam bulan sampai satu tahun

K. Cara pemasangan AKDR/IUD10

Pemasangan AKDR/IUD terdiri atas tindakan pra pemasangan dan tindakan

pemasangan:

1. Tindakan Pra Pemasangan:

- Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat

proses pemasangan dan setelah pemasangan dan persilahkan klien untuk

mengajukan pertanyaan.

- Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan saat akan dilakukan pemasangan AKDR

13
- Masukkan lengan AKDR Cu T380A di dalam kemasan sterilnya :

 Buka sebagian plastik penutupnya dan lipat kebelakang.

 Masukkan pendorong kedalam tabung inserter tanpa menyentuh benda tidak

steril.

 Letakkan kemasan pada tempat yang datar.

 Selipkan karton pengukur dibawah lengan AKDR.

 Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong tabung inserter sampai ke

pangkal lengan sehingga lengan akan melipat.

 Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung inserter, tarik tabung inserter

dari bawah lipatan lengan.

 Angkat sedikit tabung inserter, dorong dan putar untuk memasukkanlengan

AKDR yang sudah terlipat tersebut ke dalam tabung inserter.

 Pastikan cincin biru sejajar dengan arah lengan AKDR, cocokkan dengan

ukuran kavum uteri.

 Pastikan ujung pendorong menyentuh ujung AKDR

 AKDR siap diinsersikan ke kavum uteri.

14
15
Gambar Langkah Memasukkan Lengan AKDR di dalam Kemasan

2. Tindakan Pemasangan:

- Pakailah sarung tangan yang baru.

- Pasanglah spekulum vagina untuk melihat serviks.

- Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali.

- Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati.

16
- Masukkan sonde uterus dengan teknik “Tidak menyentuh” (no touch tehnique)

yaitu secara hati-hati memasukkan sonde ke dalamkavum uteri dengan sekali

masuk tanpa menyentuh dinding vagina ataupun bibir spekulum.

- Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde.

- Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter yang masih berada di dalam

kemasan sterilnya dengan menggeser leher biru pda tabung inserter, kemudian

buka seluruh plastik penutup kemasan.

- Angkat tabung AKDR dari kemasannya tanpa menyetuh permukaan yang tidak

steril, hati-hati jangan sampai pendorongnya terdorong.

- Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi horisontal (sejajar lengan

AKDR). Sementara melakukan tarikan hati-hati pada tenakulum, masukkan

tabung inserter ke dalam uterus sampai leher biru menyentuh serviks atau

sampai terasa adanya tahanan.

- Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan

- Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan teknik withdrawl yaitu menarik

keluar tabung inserter sampai pangkal pendorong dengan tetap menahan

pendorong.

- Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong kembali ke serviks

sampai leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya tahanan.

- Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang AKDR kurang

lebih 3-4 cm.Keluarkan seluruh tabung inserter, buang ke tempat sampah

terkontaminasi.

- Lepaskan tenakulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%.

17
Gambar langkah pemasangan AKDR

18
BAB III

PENUTUP

Intra Uterine Device (IUD) adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam

rahim terbuat dari plastik halus (Polyethelen) untuk mencegah terjadinya konsepsi atau

kehamilan. Ada dua jenis IUD, yaitu IUD dengan tembaga disekeliling gagangnya seperti copper

T380 A dan IUD yang dengan silinder yang mengandung progesteroen seperti levonorgestrel.

Mekanisme pastinya IUD ini masih belum diketahui dengan pasti, meskipun beberapa

teori mengatakan aktifitas spermisidal, mengganggu perkembangan ovum, dan aktivitas

endometrium yang menyebabkan fagositosis sperma dan mengganggu migrasi sperma atau

kapasitas.

IUD mempunyai masa efektif yang lama sampai 10 tahun sehingga alat kontrasepsi

IUD mempunyai efek samping. Efek samping yang mungkin terjadi ialah gangguan haid, infeksi

keputihan, ekspulsi IUD, perforasi, rasa mulas/nyeri/kram pada perut bagian bawah, rasa nyeri

pada alat kelamin suami.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartanto W. Analisis Data Kependudukan dan KB Hasil SUSENAS 2015. BKKBN. Jakarta.

Mei 2016.

2. Sujono TA, Milawati A, Hakim AR. Pengaruh Pemakaian Kontrasepsi terhadap Peningkatan

Tekanan Darah Wanita Di Puskesmas Wonogiri. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. Juni

2013: 2(2). Hal 61-70.

3. Pangaribuan L, Lolong DB. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Pil dengan Kejadian

Hipertensi Pada Wanita Usia 15-49 Tahun Di Indonesia Tahun 2013 (Analisis Data

Riskesdas 2013). Media Litbangkes. Juni 2015: 2(25). Hal 1-8.

4. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2012. Policy Brief. Edisi 7.

Surabaya: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional: 1-2.

5. Putri RP, Oktaria D. Efektivitas Intrauterine Devices (IUD) Sebagai Alat Kontrasepsi.

Majority. Oktober 2016: 5(4). Hal 138-41.

6. Ali Baziad, R. Prajitno Prabowo. Ilmu Kandungan. Ed.3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2011.

7. Handayani, S (2010). Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Pustaka Rihana.

8. Erfandi. (2008). Metode AKDR/IUD. diakses 2 Mei 2019. From http://puskesmas-

oke.blogspot.com

9. Arum dan Sujiyatini. 2011. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Nuha Medica.

Yogyakarta.

10. Tahir , AM, Farid RB. 2015. Keterampilan Pemasangan dan Pencabutan AKDR Makalah.

Makasar: Fakultas Kedokteran Univeritas Hasanuddin.

20

Das könnte Ihnen auch gefallen