Sie sind auf Seite 1von 17

117

Perilaku Komunikasi Terpidana Kelompok Terorisme

Muhammad Khairil
Program Studi lmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Tadulako Palu
Hp. 0811456664, e-mail: muh_khairil02@yahoo.com

Abstract

This study aimed to reveal the communication behavior of convicted terrorist groups
during serving their sentence in prison. This study used a conceptual approach to verbal and
non-verbal communication in studying the behavior of terrorist groups. This research was done
by using qualitative method with a case study approach. The subjects of this research were
convicted terrorist who committed terror after the conflict of Poso. The subject was determined
purposively based on the criteria and the status of the terrorist such as leader, active cadre,
active supporters, passive supporters, and sympathizers. The result showed two main behavioral
communications. The first is verbal communication behavior of the convicted terrorists which is
shown through tazkirah, tabliq, and taklim. The second is nonverbal communication behavior
which can be seen by three aspects; (1) specific appearance with beard indicator, a black fore-
head, often seen in mosque, and well religious practice; (2) Wearing religious clothes, such as
Arabic clothes with long dress and a trouser up the ankle, particularly when they want to per-
form their prayers along with others; (3) The attitude aspect of the convicted terrorists by clearly
and openly rejects the ideology of Pancasila and Undang-undang dasar 1945.

Abstrak

Penelitian ini ditujukan untuk dapat mengungkapkan perilaku komunikasi terpidana kelompok
teroris selama menjalani masa hukuman di dalam Lembaga Pemasarakatan (Lapas). Secara konseptual
penelitian ini menggunakan pendekatan komunikasi verbal dan non verbal dalam mengkaji perilaku
komunikasi kelompok teroris. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Subjek dalam penelitian ini yaitu para terpidana teroris yang telah melakukan
aksi teror pasca konflik Poso. Subjek ditentukan secara purposive berdasarkan kriteria dan statusnya
yaitu ketua atau pimpinan, kader aktif, pendukung aktif, pendukung pasif dan simpatisan. Hasil penelitian
menunjukan pertama, perilaku komunikasi verbal terpidana kelompok teroris ditunjukan melalui tazkirah,
tabliq dan taklim. Kedua, perilaku komunikasi non verbal para terpidana kelompok teroris dapat dilihat
pada tiga aspek yaitu (1) Penampilan dengan indikator jenggot, jidat yang hitam, sering berada di
Masjid dan pengamalan ibadah yang lebih baik; (2) Pakaian dengan menggunakan gamis atau jubah
dengan celana di atas mata kaki khususnya ketika hendak melaksanakan sholat berjamaah; (3). Aspek
sikap yaitu para terpidana teroris dengan sangat jelas dan terang-terangan menolak ideologi Pancasila
dan undang-undang Dasar 1945.

Kata Kunci : Komunikasi, Terorisme, Konflik


118 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012, halaman 117-133

Pendahuluan bersalah di Sulawesi Tengah. Belum banyak yang


diketahui apa sebenarnya target-target yang di-
Fakta terorisme dan aktivitas teroris sangat kehendaki oleh para pelaku.
berbahaya karena mengancam siapa saja, di mana Munculnya kelompok-kelompok radikal
saja, dan kapan saja. Aksi terorisme mengaki- dari masyarakat sipil yang menggunakan cara-cara
batkan kematian dan cacat seumur hidup kepada kekerasan atau teror di dalam memperjuangkan
korban yang pada umumnya adalah orang-orang tujuan politiknya sering dipengaruhi oleh hubungan
yang tak bersalah. Di samping itu, terorisme dapat mereka dengan negara. Dominannya negara baik
menimbulkan kerugian materiil yang tidak sedikit. dengan kekerasan atau tidak terhadap masyarakat
Kelompok teroris mungkin tidak dapat dihilang- sipil khususnya yang terkait dengan gerakan-
kan sama sekali karena berhubungan dengan ke- gerakan radikal baik dari kelompok muslim mau-
yakinan sekelompok orang yang tidak puas pada pun non muslim sering menimbulkan frustasi dan
realitas. Gerakan terorisme merupakan pilihan mendorong mereka mengubah jalan dari cara non
strategis sekelompok orang dalam mengupayakan kekerasan ke jalan kekerasan untuk memperjuang-
perubahan atas keadaan nyata melalui pemaksaan kan kepentingannya.
atau kekerasan. Perdebatan tentang pelaku dan motif dari
Eksistensi teroris sangat samar dan ter- terorisme sering membawa kepada identifikasi
organisir secara rapi dengan jejaring yang sangat ideologi atau agama dari pelaku teroris, karena
rumit dan dinamis. Tidak mudah menelusuri dan ideologi atau agama merupakan sumber legitimasi
memahami jejak dan target-target sasarannya. dari aksinya. Negara mendapatkan legitimasi ke-
Beberapa orang yang terindikasi oleh aparat se- kerasan atau teror karena kedaulatan atau kewe-
bagai aktor teror di beberapa tempat di Indone- nangan konstitusionalnya. Sedangkan kelompok
sia, disinyalir terkait dengan aktivitas yang sama masyarakat biasanya mendapat legitimasi dari
di daerah lain, bahkan diduga terkait dengan pihak ideologi atau agama yang ingin diperjuangkan-
luar negeri. Penilaian tentang eksistensi terorisme nya. Isu tentang “terorisme Islam” perlu dilihat
dan aktivitas teroris dengan jejaring organisasi yang dan dipertegas lebih jauh apakah Islam melegiti-
samar dan bertingkat-tingkat, serta mobilitasnya masi teror atau pelaku terorisme baik negara atau
yang sangat tinggi, merupakan fenomena yang bukan negara yang telah membajak Islam ?
hanya dapat dipahami melalui perilaku dari segi Dalam kasus tindak terorisme yang di-
kerangka pikir dan kerangka bertindak subjek. lakukan oleh kelompok muslim khususnya di
Beberapa daerah yang telah menjadi sa- Wilayah Poso, diungkap oleh Khairil (2011:53)
saran atau target para teroris seperti Bali, Maluku, bahwa hal tersebut sesungguhnya merupakan
dan Poso di Provinsi Sulawesi Tengah merupakan implementasi dari nilai ideologi radikal yang
fakta eksistensi terorisme. Khusus di Wilayah diterima oleh kelompok muslim Poso dengan se-
Sulawesi Tengah, dua peristiwa peledakan bom mangat jihad kemudian dikonstruksi dan menjel-
yang tergolong dahsyat, telah mengakibatkan lebih ma dalam perilaku berbagai aksi teror diantaranya
dari 100 korban termasuk anak-anak dan wanita. dalam kasus ledakan bom, penembakan, mutilasi,
Bom pertama diledakkan di Pasar Tentena Ka- dan kasus teror lainnya. Perilaku kelompok muslim
bupaten Poso pada Sabtu pagi, 28 Mei 2005, Poso dalam berbagai aksi teror yang telah mereka
memakan korban 21 meninggal dan 53 terluka lakukan khususnya pasca konflik dapat dikaji
(Kompas, 29 Mei 2005). secara lebih mendalam melalui perspektif komu-
Bom kedua di Pasar Daging Maesa Kota nikasi khususnya perilaku komunikasi terpidana
Palu pada penutupan tahun 2005 tepatnya 31 kelompok teroris baik secara verbal maupun non-
Desember 2005 pagi, memakan korban tujuh verbal.
orang meninggal di tempat, 50 terluka seirus, dan
beberapa diantara korban itu kondisinya sangat Terorisme dalam Berbagai Perspektif
kritis (Jawa Pos, 1 Januari 2006). Selain itu, masih
terjadi penembakan, penculikan, dan sabotase Secara historis, menurut Permadi (2003:4)
menambah deretan jumlah korban orang-orang tak bahwa kata terorisme pertama kali dipopulerkan
Khairil, Perilaku Komunikasi Terpidana Kelompok Terorisme 119

saat revolusi Prancis, dimana sistem atau rezim ku khalayak. Dari perubahan kognisi, afeksi, dan
de la terreur pada 1793-1794 dimaknai secara perilaku tersebut, maka terakumulasi dalam ak-
positif sebagai cara memulihkan tatanan saat tivitas gerakan organisasi yang menurun akibat
periode kekacauan dan pergolakan anarkis setelah pemberitaan terorisme.
peristiwa pemberontakan rakyat pada tahun 1789, Tentu saja media massa memiliki peranan
sehingga rezim teror ketika itu adalah instrumen penting dalam pemberitaan berbagai hal khusus-
pemerintahan dari negara revolusioner. nya untuk kepentingan publik. Menurut Nyarwi
Pada pasca Perang Dunia II, terorisme (2011:2) bahwa pasca rezim Orde Baru, media
dipakai untuk menyebut revolusi dengan kekerasan memiliki peranan penting sebagai pilar keempat
oleh kelompok nasionalis anti kolonialis di Asia, demokrasi di Indonesia. Kebebasan pers me-
Afrika dan Timur Tengah selama kurun 1940-an rupakan salah satu prasarat dalam demokratisasi.
dan 1950-an. Historitas ini menunjukkan eksistensi Tafsir tentang kebebasan pers dalam negara
terorisme dari waktu ke waktu hingga mengalami demokrasi menyimpan berbagai dilema, yang
perubahan makna seiring dengan tuntutan situasi dalam prakteknya justru dianggap sepenuhnya
yang ada. belum sejalan dengan kepentingan publik. Senada
Terorisme dalam berbagai aspek telah dengan Nyarwi, Khairil (2008:22) juga meng-
menimbulkan gejolak ditengah kehidupan sosi- ungkapkan bahwa salah satu faktor yang turut
al masyarakat, termasuk kehidupan sosial ke- mempengaruhi berbagai liputan media adalah
agamaan. Hasil penelitian Khairil (2006:48) ten- faktor ideologi. Faktor tersebut sangat tampak
tang “Pengaruh Pemberitaan Terorisme dalam pada berbagai kasus pemberitaan terorisme di
media Massa Terhadap Gerakan Organisasi Is- berbagai media massa.
lam di Kota Makassar” menunjukkan bahwa me- Studi terorisme dalam kancah penelitian
dia massa telah memberi pengaruh yang besar ilmu sosial ini bertolak dari pendekatan kualitatif,
terhadap organisasi-organisasi keagamaan yang yaitu penelitian deskriptif untuk menemukan dan
ada di Kota Makassar. Pengaruh tersebut dapat menggambarkan kompleksitas fenomena tero-
terlihat pada perubahan kognisi, afeksi dan perila- risme dan tingkah laku teroris. Hasil penelitian

Human Communication in Action

Human communication is linear, as meaning is sent


or transferred from source to receiver

Human Communication as Interaction

Human communication occurs as the receiver of the


message responds to the source through feedback.

Human Communication as Transaction


Human communication is simultaneously interactive.
Meaning is created based upon a mutual, concurrent
sharing of ideas and feelings. This model most
accurately describes interpersonal communication

Gambar 1. An Evolving for Interpersonal Communication.


120 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012, halaman 117-133

Post (Ali, 2008:35) tentang psikologi teroris, tidak syarakat. Proses delegitimasi yang mendasari ter-
menemukan gejala utama psikopatologi dari pa- bentuknya terorisme ideologis dapat dibedakan
ra teroris. Demikian pula halnya penelitian yang dalam tiga tahap, yaitu (1) tahap krisis keper-
dilakukan oleh Crenshaw (2003;75) tentang ka- cayaan; (2) konflik legitimasi; dan (3) krisis legi-
rakteristik teroris kelompok terorisme yang ber- timasi. Dikatakan bahwa setiap tahapan me-
nama National Liberation Front (NLF) di Al- nunjukkan identitas psikopolitik kolektif tertentu
geria, menyatakan bahwa pada umumnya teroris yang dicapai oleh suatu kelompok yang termotivasi
adalah orang-orang normal dan memiliki ting- secara ideologis.
kat kecerdasan yang tinggi. Hasil penelitian lanjutan yang dilakukan
Penelitian tentang terorisme juga dilaku- oleh Khairil (2011:86) mengungkapkan bahwa
kan oleh Heskin (1984:73) terhadap anggota Irish secara ideologis, seseorang atau sekelompok
Republican Army (IRA) di Irlandia Utara yang orang dapat terpanggil secara psikologis dan ter-
kemudian tidak menemukan indikasi bahwa pa- dorong secara sosiologis untuk melakukan perge-
ra teroris memiliki gangguan emosional. Ketiga rakan, mereka itu dapat digolongkan sebagai ter-
hasil penelitian yang dikemukakan itu tidak me- orisme ideologis. Partisipasi individu melalui soli-
nunjukkan tanda-tanda bahwa seorang teroris daritas kesamaan ideologis berbeda-beda menu-
mengalamai gejala psikopatologis. rut kondisi perseorangan. Ada yang hanya sekadar
Temuan dari hasil-hasil penelitian itu bersimpati, sebagai pendukung pasif dan aktif, dan
menunjukkan bahwa seseorang yang tergabung ada pula yang menjadi kader, serta sebagai teroris
dalam kelompok terorisme atau menjadi teroris aktif.
adalah mereka yang tergolong berkepribadian Jejaring terorisme juga terorganisir dengan
normal. Atau dengan kata lain bahwa teroris adalah baik melalui pola rekrutmen anggota kelompok
orang-orang yang sadar atas segala tindakan yang secara doktriner melalui kajian-kajian keagama-
dilakukannya. an dengan paham radikal. Pada umumnya dok-
Pada aspek latar belakang sosial teroris, trin agama dimaknai sebagai upaya konsistensi
hasil penelitian Clark (1983:77) terhadap teroris dalam perjuangan menegakkan ideologi dengan
Euzkadi Ta Askatasuna (ETA) di Spanyol me- klaim kebenaran kelompok sebagai kebenaran
ngungkapkan, bahwa pada umumnya mereka mutlak.
berasal dari keluarga marginal atau berketurunan
campuran yang sering dilecehkan dalam berbagai Perilaku Komunikasi dalam Kelompok
aspek kehidupan. Dikatakan bahwa melalui ge-
rakan terorisme, mereka ingin menunjukkan bah- Konseptualisasi komunikasi menurut
wa sebagai orang marginal, mereka mampu me- Mulyana (2007:67) terbagi menjadi tiga aspek
lakukan berbagai aksi, termasuk yang tidak dila- yaitu pertama, komunikasi sebagai tindakan satu
kukan oleh warga lain. Secara sosiologis, isu mul- arah. Pada aspek ini, konteks komunikasi meng-
tikultural sering mengakibatkan sentrisme rasial isyaratkan penyampaian pesan searah dari sese-
yang rentan pergolakan karena terkait dengan soal orang (suatu lembaga) kepada seseorang (seke-
ideologi yang dianut oleh satuan-satuan sosial itu. lompok orang) lainnya, baik secara langsung (ta-
Hasil penelitian dari berbagai kalangan tap muka) ataupun melalui media. Hal ini juga
yang dikumpulkan Reich (2003:59) menyimpul- berati bahwa komunikasi merupakan kegiatan
kan bahwa terorisme yang bernuansa ideologis bu- yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk
kanlah wabah sui generis atau keunikan yang tidak menyampaikan rangsangan agar membangkit-
diketahui asal-usulnya, bukan juga serangan ke- kan respon orang lain.
manusiaan yang acak dan tidak dapat dijelaskan, Pada aspek yang kedua yaitu komunika-
dan bukan pula produk dari orang-orang yang si sebagai interaksi. Pandangan komunikasi se-
mentalnya kacau. Apa yang disebut sebagai ‘te- bagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan
rorisme ideologis’ merupakan suatu bentuk per- proses sebab akibat atau aksi-reaksi, yang arah-
juangan untuk menghapus dikotomi prinsip yang nya bergantian. Komunikasi sebagai interaksi
sangat mendasar bagi sebagian kelompok ma- dipandang sedikit lebih dinamis daripada ko-
Khairil, Perilaku Komunikasi Terpidana Kelompok Terorisme 121

munikasi sebagai tindakan satu arah karena salah anggota-anggotanya dapat mengingat karakteris-
satu unsur yang dapat ditambahkan dalam kon- tik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.
septualisasi yang kedua ini adalah umpan balik Karakteristik komunikasi dalam kelom-
(feed back). pok ditentukan melalui dua hal yaitu norma dan
Pada konseptualisasi yang ketiga yaitu peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanji-
komunikasi sebagai transaksi. Dalam konteks ini, an tentang bagaimana orang-orang dalam suatu
komunikasi merupakan proses personal karena kelompok berhubungan dan berperilaku satu de-
makna atau pemahaman yang diperoleh pada ngan lainnya. Severin dan Tankard (dalam Bu-
dasarnya bersifat pribadi. Proses komunikasi ini ngin, 2007:83) mengatakan bahwa norma-norma
menekankan semua prilaku adalah komunikatif sosial (social norm) terdiri dari dua jenis yaitu
dan masing-masing pihak yang terlibat dalam ko- deskriptif dan perintah.
munikasi memiliki konten pesan yang dibawanya Norma deskriptif menentukan apa yang
dan saling bertukar dalam transaksi. pada umumnya dilakukan dalam sebuah konteks.
Secara visual konseptualisasi komunikasi Norma dalam kaitannya dengan perintah (injunc-
tersebut digambarkan oleh Steven A Beebe, Susan tive norm) menentukan apa yang pada umum-
J. Beebe & Mark V. Redmond (2006:13) pada nya disetujui oleh masyarakat. Keduanya mem-
gambar 1. punyai dampak pada tingkah laku manusia, na-
Ketiga konseptualisasi dan gambaran mun norma-norma perintah tampaknya mem-
yang telah diuraikan tersebut menjadi dasar awal punyai dampak yang lebih besar. Sedangkan pe-
dalam proses komunikasi interpersonal. Asumsi ran adalah aspek dinamis dari kedudukan (sta-
dasar komunikasi interpersonal adalah bahwa tus). Apabila seseorang melaksanakan hak dan
setiap orang yang berkomunikasi akan membuat kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, ma-
prediksi pada data psikologis tentang efek atau ka dia menjalankan suatu peran. Pada aspek peran
perilaku komunikasinya yaitu bagaimana pihak dibagi menjadi tiga yaitu peran aktif, peran par-
yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika tisipatif, dan peran pasif. Peran aktif adalah peran
menurut persepsi komunikator reaksi komunikan yang diberikan oleh anggota kelompok karena
menyenangkan, maka ia akan merasa bahwa ko- kedudukannya dalam kelompok sebagai aktivis
munikasinya telah berhasil. kelompok.
Berbagai uraian pemaknaan terhadap Peran partisipatif adalah peran yang di-
konseptualisasi komunikasi tersebut merupakan berikan oleh anggota kelompok pada umumnya
landasan untuk mengurai dan mengonseptualisasi kepada kelompoknya. Partisipasi anggota ma-
proses komunikasi dalam kelompok. Kelompok cam ini akan memberikan sumbangan yang sa-
merupakan kumpulan sejumlah orang yang ber- ngat berguna bagi kelompok itu sendiri. Peran
komunikasi satu dan yang lainnya pada satu ren- pasif adalah sumbangan anggota kelompok yang
tang waktu dan masing-masing orang memung- bersifat pasif, dimana anggota kelompok mena-
kinkan untuk saling berkomunikasi. han diri agar memberi kesempatan kepada fungsi-
Kelompok merupakan kumpulan sejumlah fungsi lain dalam kelompok dapat berjalan de-
orang yang berkomunikasi satu dan yang lainnya ngan baik.
pada satu rentang waktu dan masing-masing orang Perilaku komunikasi dalam kelompok
memungkinkan untuk saling berkomunikasi. adalah tindakan dalam berkomunikasi. Setiap
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang tindakan dalam komunikasi meliputi tindakan
berlangsung antara beberapa orang dalam suatu verbal dan tindakan nonverbal atau yang lebih
kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, dikenal dengan perilaku komunikasi verbal dan
konperensi dan sebagainya (Arifin, 1984:78). Ko- perilaku komunikasi nonverbal. Menurut Mulya-
munikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap na (2007:260) bahwa pesan verbal adalah semua
muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan jenis simbol yang menggunakan satu kata atau
yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, lebih. Oleh karenanya, komunikasi verbal adalah
menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk
122 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012, halaman 117-133

berhubungan dengan orang lain secara lisan de- akan dilaksanakannya. Salah Satu fungsi ke-
ngan menggunakan bahasa. lompok dijelaskan oleh Sendjaja (2002:81) ada-
Dalam proses komunikasi kelompok, lah fungsi problem solving yang dicerminkan dari
selain perilaku komunikasi verbal dalam bentuk kegiatan-kegiatan untuk memecahkan masalah
dialog, diskusi, dan percakapan dengan penggu- dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan
naan bahasa sebagai simbol yang telah dikon- masalah (problem solving) bekaitan dengan
struksi dan memiliki makna yang sama juga ter- penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui
dapat perilaku komunikasi nonverbal yaitu perila- sebelumnya. Sedangkan pembuatan keputusan
ku komunikasi yang menggunakan simbol atau berhubungan dengan pemilihan antara dua atau
isyarat selain dengan kata-kata. Menurut Larry A. lebih solusi, pemecahan masalah menghasilkan
Samovar Richard E. Porter bahwa perilaku ko- materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.
munikasi nonverbal adalah semua rangsangan Kelompok tidak hanya memiliki fungsi
(kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting namun kelompok juga memiliki pengaruh terha-
komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan dap perilaku komunikasi seseorang. Adapun pe-
penggunaan lingkungan oleh individu, yang ngaruh kelompok terhadap perilaku komunika-
mempunyai nilai potensial bagi pengirim atau si yaitu;
penerima (Mulyana, 2007:343). Pertama, konformitas adalah perubahan
Perilaku komunikasi nonverbal adalah perilaku atau kepercayaan menuju (norma) ke-
tindakan-tindakan manusia yang secara senga- lompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang
ja dikirimkan dan diinterpretasikan seperti tuju- real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam
annya dan memiliki potensi akan adanya umpan kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu,
balik dari yang menerimanya. Salah satu aspek ada kecenderungan para anggota untuk menga-
penting komunikasi nonverbal adalah pada saat takan dan melakukan hal yang sama.
berupaya untuk memahami makna dari setiap Kedua, fasilitasi sosial yaitu menunjuk-
pesan komunikasi. Di dalam kehidupan sehari- kan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja
hari, perilaku non verbal sangat beraneka ragam karena ditonton kelompok. Kelompok mempe-
dan banyak, serta sangat membantu pembentuk- ngaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mu-
an makna pada setiap pesan komunikasi. dah. Kehadiran orang lain dianggap menimbul-
Meskipun secara teoritis komunikasi non- kan efek pembangkit energi pada perilaku indi-
verbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, vidu.
dalam kenyataannya kedua jenis komunikasi Ketiga, polarisasi yaitu kecenderungan ke
tersebut jalin menjalin dalam perilaku komunikasi arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi
sehari-hari. Menurut Mulyana (2007:348) bahwa kelompok para anggota mempunyai sikap agak
ada tiga perbedaan antara komunikasi verbal dan mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi
nonverbal yaitu pertama, perilaku verbal adalah mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan
saluran tunggal, sementara perilaku nonverbal itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota
bersifat multisaluran. Kedua, pesan verbal ter- kelompok agak menentang tindakan tertentu,
pisah-pisah, sedangkan pesan nonverbal sinam- setelah diskusi mereka akan menentang lebih
bung. Artinya, orang dapat mengawali dan me- keras.
ngakhiri pesan verbal kapanpun ia menghen- Jejaring dalam kelompok teroris yang
dakinya, sedangkan pesan nonverbal tetap “me- selama ini berkembang di Poso merupakan
ngalir” sepanjang ada orang yang hadir di dekat- kelompok yang memiliki identitas ideologi dan
nya. Ketiga, komunikasi nonverbal mengandung upaya transformasi gerakan yang memiliki ke-
lebih banyak muatan emosional daripada komu- cenderungan ekstrem atau gerakan radikal. Po-
nikasi verbal. larisasi anggota kelompok yang awalnya meru-
Keberadaan suatu kelompok dalam ma- pakan bentuk dari upaya indoktrin ideologi radi-
syarakat khususnya dalam konteks perilaku ko- kal kemudian berkembang dalam berbagai bentuk
munikasi baik perilaku verbal maupun nonver- aksi teror untuk dapat mewujudkan obsesi perju-
bal dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang angan atas nama kebenaran agama.
Khairil, Perilaku Komunikasi Terpidana Kelompok Terorisme 123

Tabel 1. Daftar Informan sesuai kriteria subjek


No Nama Informan Keterangan
1 Hsn. Kategori Lapis ke-1 yaitu sebagai aktor intelektual atau
ketua Askariyah .
Masa Hukuman 20 Tahun.
2 Wkh Kategori Lapis Ke -2 yaitu sebagai kader aktif atau
eksekutor.
Masa hukuman 19 Tahun.
3 An/Aat Kategori Lapis Ke -2 yaitu sebagai kader aktif atau
eksekutor.
Masa hukuman 15 Tahun.
4 Rdn Kategori Lapis Ke -2 yaitu sebagai kader aktif atau
eksekutor.
Masa hukuman 14 Tahun.
5 Tgn Kategori Lapis Ke -2 yaitu sebagai kader aktif atau
eksekutor.
Masa hukuman 14 Tahun.
6 Ags Nd Kategori Lapis Ke -2 yaitu sebagai kader aktif atau
eksekutor.
Masa hukuman 14 Tahun.
7 Irt Irn Kategori Lapis Ke -2 yaitu sebagai kader aktif atau
eksekutor.
Masa hukuman 14 Tahun.
8 A. Ipn Kategori Lapis Ke -3 yaitu sebagai pendukung aktif
atau pelaku tindak kekerasan konflik Poso.
9 Mt Sn Kategori Lapis Ke -4 yaitu sebagai pendukung pasif
atau pelaku tindak kekerasan konflik Poso.
10 Adn Ars Kategori Lapis K e-5 yaitu sebagai simpatisan atau para
pembela terpidana teroris.
11 Hdy Informan pelengkap

Metode Penelitian text; when the boundaries between phe-


nomenon and context are not clearly evi-
Penelitian ini menerapkan penelitian ku- dent; and in which multiple sources of evi-
alitatif dengan pendekatan studi kasus. Creswell dence are used.
(1994:89) menjelaskan bahwa suatu penelitian Mengacu pada karakteristik studi kasus
dapat disebut sebagai penelitian studi kasus apa- tersebut, maka dalam konteks penelitian ini dapat
bila proses penelitiannya dilakukan secara men- diurai bahwa landasan dan pertimbangan penggu-
dalam dan menyeluruh terhadap kasus yang diteliti, naan metode studi kasus adalah sebagai berikut;
serta mengikuti struktur studi kasus seperti yang Pertama, aksi terorisme merupakan salah satu
dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1984:75), kasus yang selama ini telah berkembang di Indo-
yaitu: permasalahan, konteks, isu, dan pelajaran nesia termasuk di berbagai daerah konflik seperti
yang dapat diambil. halnya di Poso. Kasus tindak terorisme yang terjadi
Menurut Yin (1996:64) penelitian studi di Wilayah Poso itu terjadi pada tahun 2002 sam-
kasus adalah salah satu metode penelitian yang pai dengan 2007 atau sejak fase rekonsiliatif yai-
meneliti fenomena kontemporer dengan menggu- tu pasca konflik yang ditandai dengan Deklarasi
nakan pendekatan penelitian naturalistik, seperti Malino.
penjelasannya berikut ini; Kedua, kasus terorisme yang terjadi di
The case study research method as an em- Sulawesi Tengah pasca konflik Poso secara ide-
pirical inquiry that investigates a contem- ologi memiliki perbedaan mendasar dengan kasus
porary phenomenon within its real-life con- terorisme di tempat atau daerah lain. Perbedaan
124 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012, halaman 117-133

yang mendasar dalam kasus tindak terorisme di Teknik pengumpulan data yang digunakan
Sulawesi Tengah adalah motif di balik aksi teror dalam penelitian ini adalah pertama, pengamatan
yaitu motif dendam dan “simbiosis mutualisme” berperan serta (participant observation) yaitu
antara kelompok Islam radikal yang dengan senga- kegiatan pengamatan yang dilakukan baik pada
ja datang ke Poso dan masyarakat muslim Poso tahap penjajakan strategi lapangan prawawancara
yang memang mengalami konflik dan membu- maupun dalam tahap melengkapi data pada pasca
tuhkan spirit ideologi untuk menumbuhkan sema- wawancara. Pengamatan ditujukan kepada fakta
ngat jihad masyarakat muslim Poso. perilaku komunikasi terpidana teroris dan feno-
Ketiga, sasaran aksi teror tidak semata- mena teroris yang selama ini terjadi di Wilayah
mata ditujukan terhadap kelompok Kristen secara Sulawesi Tengah. Kedua, wawancara mendalam
orang perorangan namun ditujukan juga pada ber- (In-depth Interview) yaitu wawancara yang di-
bagai simbol keagamaan dan aparat keamanan. lakukan kepada para terpidana teroris dengan
Aksi teror yang dilakukan oleh kelompok muslim tujuan menggali dan melacak berbagai informasi
telah mengalami transformasi yang awalnya ha- yang dibutuhkan yaitu informasi yang terkait de-
nya memerangi atau meneror kelompok Kristen, ngan konflik Poso dan informasi terkait aksi teror
namun dalam perkembangannya juga melaku- yang selama terjadi di Sulawesi Tengah.
kan aksi teror terhadap aparat keamanan dan ma- Teknik analisis data yang digunakan
syarakat umum yaitu dengan melakukan aksi pe- mengacu pada teknik yang diperkenalkan oleh
nembakan aparat keamanan, perlawanan ber- Glasser dan Strauss, Lincoln dan Guba yang di-
senjata bahkan aksi perampokan. kutip dalam Rachmat (2006:81). Tahapan-tahap-
Keempat, para terpidana terorisme dalam an analisisnya dapat dijelaskan sebagai berikut;
kasus aksi teror pasca konflik Poso mendapatkan (a) Menempatkan kejadian-kejadian (data) ke
tempat yang “terhormat” selama menjalani masa dalam kategori-kategori. Kategori-kategori ter-
hukuman di dalam penjara. Para terpidana teroris sebut harus dapat diperbandingkan satu dengan
mendapatkan perhatian khusus misalnya dalam yang lainnya; (b) Memperluas kategori sehingga
program deradikalisasi. di dapat kategori data yang murni dan tidak tum-
Subjek dalam penelitian ini adalah para pang tindih satu dengan yang lainnya; (c) Mencari
terpidana teroris dan jaringannya yang berada di hubungan antar kategori; (d) Menyederhanakan
Wilayah Sulawesi Tengah khususnya di Wilayah dan mengintegrasikan data ke dalam struktur te-
Kabupaten Poso. Secara khusus subjek penelitian oritik yang koheren (masuk akal, saling berkaitan
dibatasi dan dipilih secara purposive berdasar- atau bertalian secara logis).
kan kriteria dan statusnya yaitu pertama, ketua
atau pemimpin pergerakan terorisme dan di seke- Hasil Penelitian dan Pembahasan
lilingnya adalah para teroris eksekutor yang ber-
dedikasi tinggi, yang kesetiaannya tidak diragukan Perilaku Komunikasi Terpidana Kelompok
lagi. Kedua, adalah kader aktif, yaitu bagian dari Teroris
jaringan kelompok terorisme yang masih dalam
proses pematangan. Ketiga, adalah pendukung Pemaknaan terhadap komunikasi sesuai
aktif, yakni bagian yang melakukan tugas-tugas yang telah diuraikan dalam kajian literatur
intelijen dan logistik, serta menjalankan mengum- sebelumnya bahwa dalam tataran teoritis, komu-
pulkan data dan juga dana. Para pendukung aktif nikasi dapat dipahami dari dua perspektif yaitu
adalah para terpidana teroris yang terbukti ikut kognitif dan perilaku. Komunikasi dalam pers-
membantu dalam memberikan informasi dan ban- pektif kognitif merupakan penggunaan lambang-
tuan pendanaan bagi kegiatan terorisme. Keem- lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan
pat, adalah pendukung pasif yaitu pihak yang makna atau berbagai informasi tentang satu objek
membantu tugas-tugas pendukung aktif dan kelima atau kejadian. Sementara perspektif perilaku me-
adalah simpatisan dari kalangan anggota masya- mandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau
rakat. simbolis dan lebih menekankan pada hubungan
Khairil, Perilaku Komunikasi Terpidana Kelompok Terorisme 125

stimulus respon (Sendjaja dan kawan-kawan, ngacara muslim (TPM), Bapak Harunnya Abu
2002:46). Itam, bahwa;
Selain perilaku komunikasi verbal, dalam Sebagai mantan pengacara muslim yang
perilaku komunikasi juga dikenal perilaku ko- pernah membela mereka yang telah ditangkap
munikasi nonverbal yaitu tindakan-tindakan ma- dan dijadikan tersangka teroris, ada ciri-ciri
nusia yang secara sengaja dikirimkan dan diin- tertentu yang khas dari anggota kelompok ini
terpretasikan seperti tujuannya dan memiliki po- yaitu jenggot, kopiah, sandal eiger, celana di
tensi akan adanya umpan balik dari yang mene- atas mata kaki. Kalau ciri-ciri ini ada dalam
rimanya. Salah satu aspek penting komunikasi non identitas seorang individu di Poso pada waktu
verbal adalah pada saat berupaya untuk memahami awal-awal penanganan kasus teroris, maka
makna dari setiap pesan komunikasi. Di dalam munculah kecurigaan bahwa orang ini adalah
kehidupan sehari-hari, perilaku non verbal sangat bagian dari kelompok teroris. Faktanya, bah-
beraneka ragam dan banyak serta sangat mem- wa sebagian besar mereka yang tertang-kap
bantu pembentukan makna pada setiap pesan memang demikian adanya tapi pertanyaan-
komunikasi. nya adalah benarkah identitas diri seperti itu
Meskipun secara teoritis komunikasi non- adalah teroris? Ini adalah efek dari isu global
verbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, penanganan teroris melalui pencitraan seperti
dalam kenyataannya kedua jenis komunikasi halnya seorang Osama Bin Laden.
tersebut jalin menjalin dalam perilaku komunikasi Para tersangka teroris yang telah terpidana
sehari-hari. Menurut Mulyana (2007:348) bahwa adalah mereka yang tergabung dalam kelompok
ada tiga perbedaan antara komunikasi verbal dan radikal Tanah Runtu. Pada umumnya para ter-
nonverbal yaitu pertama, perilaku verbal adalah sangka teroris ini adalah pemuda muslim Poso yang
saluran tunggal, sementara perilaku nonverbal ketika konflik Poso pada tahun 1998 hingga 2001
bersifat multisaluran. Kedua, pesan verbal ter- terlibat secara langsung bahkan sebagian dari
pisah-pisah, sedangkan pesan nonverbal sinam- mereka adalah korban konflik, baik yang sifatnya
bung. Artinya, orang dapat mengawali dan me- material seperti rumah terbakar dan harta dijarah
ngakhiri pesan verbal kapanpun ia menghen- hingga korban jiwa yaitu sanak saudara mereka
dakinya, sedangkan pesan nonverbal tetap “me- yang terluka dan terbunuh ketika konflik.
ngalir” sepanjang ada orang yang hadir di de- Para pemuda muslim yang menyaksikan
katnya. Ketiga, komunikasi nonverbal mengan- rumah mereka dibakar atau sanak saudara mereka
dung lebih banyak muatan emosional daripada terbunuh tentu akan memiliki reaksi menuntut
komunikasi verbal. keadilan dalam menyikapi konflik. Fakta yang
Dalam perilaku komunikasi para terpidana terjadi pasca konflik Poso adalah kesepakatan
teroris, baik sebagai individu maupun dalam Deklarasi Malino sebagai resolusi konflik oleh se-
komunitas kelompok, perilaku verbal dan nonver- bagian masyarakat Poso dianggap tidak mampu
bal sangat tampak dalam aktivitas kehidupan memenuhi rasa keadilan bagi warga masyara-
mereka sehari-hari. Perilaku komunikasi verbal kat khususnya mereka yang sanak saudaranya
mereka misalnya, tampak dalam berbagai aktivitas terbunuh karena tafsir terhadap Deklarasi Malino
majlis taklim hingga ke aksi teror yang selama ini bahwa kejadian masa lalu apakah itu pembuhunan
telah mereka lakukan. di kalangan muslim atau non muslim dianggap
Pada saat yang sama, para tersangka ini bagian dari masa lalu untuk kemudian saling maaf
juga menunjukkan identitas diri mereka dalam memaafkan dan tidak memungkinkan untuk diusut
perilaku nonverbal semisal celana di atas mata ka- karena tidak cukup bukti.
ki, penggunaan kopiah, memanjangkan jenggot, Tafsir terhadap Deklarasi Malino inilah
aroma parfum, dan identitas diri lainnya. Berba- yang menimbulkan reaksi masyarakat muslim Po-
gai simbol nonvebal dengan identifikasi kelom- so sehingga mereka melalui doktrin dan pembe-
pok muslim inilah kemudian yang mendapatkan naran ideologi melakukan berbagai aksi untuk
generalisasi sebagai ciri-ciri kelompok teroris. Hal menuntut keadilan. Aksi masyarakat muslim inilah
ini diungkapkan oleh salah seorang mantan pe- yang berkembang dalam berbagai tindakan teror
126 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012, halaman 117-133

yang akhirnya mendapat jerat hukum sebagai Lapas Ampana, dan Lapas Petobo. Para terpidana
tersangka dan terpidana kasus teroris. teroris yang ditempatkan diberbagai Lapas ter-
Dalam proses interaksi para terpidana sebut salah satunya disebabkan untuk dapat me-
teroris di dalam Lapas, mereka diperlakukan sama metakan jejaring terorisme sehingga ditemukan
dengan para terpidana lainnya namun perbedaan pola dari masing-masing terpidana yang ada.
yang nampak adalah identitas diri mereka dalam Uraian lebih lanjut terhadap perilaku ko-
hal berpakaian dan perilaku sehari-hari. Para ter- munikasi para terpidana yang ditempatkan dalam
pidana kasus teroris ini sangat menonjol bahkan Lapas yang berbeda tersebut secara lebih siste-
diantara mereka itu menjadi panutan dan teladan matis diurai berdasarkan wilayah masing-masing
baik pengetahuan agamanya, pengamalan iba- yaitu sebagai berikut; (1) Perilaku Komunikasi
dahnya hingga perilaku sopan dan santunnya. Terpidana Teroris di Lapas Ampana. Salah satu
Teladan para terpidana kasus teroris yang Lapas yang dijadikan tempat pembinaan dan
mereka tunjukkan di dalam Lapas dapat dilihat penahanan para terpidana teroris adalah Lapas
dari kepercayaan petugas Lapas dan para terpi- yang terletak di Kabupaten Ampana atau dikenal
dana lainnya yang memberikan tugas atau keper- dengan Lapas Ampana yang berjarak kurang lebih
cayaan kepada para terpidana untuk menjadi ke- 300 kilometer dari Kota Palu atau sekitar tujuh
tua blok, guru mengaji dan berbagai aktivitas la- jam perjalanan menggunakan angkutan darat.
innya. Aktivitas mereka di dalam penjara itu sa- Jumlah terpidana kasus teroris yang menjalani
ngat berbeda dengan penilaian selama ini tentang masa tahanan di Lapas Ampana awalnya 10 orang
citra buruk para terpidana kasus teroris. Diungkap namun setelah menjalani dua per tiga dari masa
oleh Ust. Hsn, salah seorang terpidana kelompok tahanan maka umumnya mereka telah menjalani
teroris bahwa : masa pembebasan bersyarat.
Sebelum saya dimasukkan dalam salah satu Salah satu terpidana dengan inisial M.B
sel di daerah Bogor, para terpidana yang ada yang tertangkap setelah melakukan perlawanan
di sana telah diinformasikan oleh Densus dan dan tertembak di Kabupaten Poso Sulawesi Te-
petugas Lapas bahwa akan ada seorang ter- ngah yang juga termasuk salah seorang daftar
pidana kasus teroris yang akan ditempatkan pencarian orang (DPO) yang paling dicari oleh
di Lapas mereka, oleh karena itu para terpida pihak kepolisian atas berbagai kasus teror yang
lainnya diminta untuk berhati-hati. Setelah saya selama ini terjadi di Poso.
sampai dan dimasukan di Lapas Bogor, para MB adalah salah seorang terpidana tero-
terpidana melihat saya dan seakan mengambil ris dengan daftar aksi teror yang paling banyak.
jarak dan waspada. Tidak lebih dari dua jam Aksi teror yang dilakukan oleh MB tidak terlepas
kemudian, mereka telah akrab dengan saya, dari pengaruh psikisnya yang melihat, menyaksi-
bahkan salah seorang diantara mereka me- kan, dan terlibat langsung dalam konflik Poso ba-
ngatakan bahwa Ust, sebelumnya saya minta ik dalam proses evakuasi korban, keterlibatannya
maaf karena telah memiliki prasangka buruk dalam peperangan hingga kesaksiannya melihat
terhadap Ust. Sebelum Ust dibawa kesini, kasus pembantaian dan pemerkosaan umat Islam.
kami telah diinformasikan untuk hati-hati Dalam pengakuan MB bahwa apa yang ia
karena akan ada tersangka teroris tapi setelah lakukan semata-mata untuk menuntut keadilan
saya ketemu Ust dan ngobrol dengan Ust, bagi warga muslim Poso. Menurut M.B, Deklarasi
semua prasangka saya hilang dan saya sangat Malino hanya menguntungkan kelompok Kris-
mengagumi Ust. ten dan sangat merugikan kelompok muslim. De-
Pengalaman Ust. Hsn di salah satu Lapas klarasi Malino adalah rekayasa untuk melindungi
tersebut juga terjadi pada beberapa terpidana perbuatan kejam kelompok Kristen karena de-
lainnya dengan motif yang berbeda. Untuk melihat ngan adanya Deklarasi Malino, maka seluruh pe-
perilaku komunikasi para terpidana kelompok ristiwa konflik dianggap selesai dengan saling
teroris, maka akan diuraikan berdasarkan lokasi memaafkan dan menjadikan Tibo serta kedua
Lapas dari masing-masing kelompok tersangka rekannya sebagai “tumbal” untuk menutupi ke-
yang terdiri dari empat Lapas yaitu Lapas Cirebon, licikan aktor intelektual di balik konflik Poso.
Khairil, Perilaku Komunikasi Terpidana Kelompok Terorisme 127

Petugas Lapas
Terpidana Proses Interaksi di dalam Lapas
Terpidana
Non Muslim Muslim

Terpidana
Teroris
Perilaku Verbal
•Identitas diri Perilaku Nonverbal
•Interaksi dan • Pakaian (Celana , Jubah dll)
dialog • Penampilan (Jenggot dll)
•Dialektika retoris Perilaku Komunikasi • Sikap (Saling menghargai)
•Transformasi • Perilaku (MuslimKaffah)
Ideologi

Gambar 1.2. Model Perilaku Komunikasi Terpidana Teroris di Lapas Ampana

Selain M.B, yang juga tertangkap pada ma terpidana muslim sering melakukan diskusi
saat penyergapan adalah A.D. Saat ini M.B. dan dan berdialog satu sama lain dengan berbagai tema.
A.D ditempatkan dalam satu Lapas yaitu di Lapas Beberapa tema yang sering mereka perbincang-
Ampana. Tidak jauh berbeda dengan MB, A.D kan diantaranya adalah terkait menjadi muslim
juga banyak terlibat dalam aksi teror bahkan be- yang taat dengan menjalankan syariat Islam.
berapa anggota tubuhnya masih terdapat bekas Kedua, perilaku komunikasi dengan se-
luka tembak ketika melakukan perlawanan ter- sama terpidana yang non muslim. Di dalam Lapas
hadap aparat kepolisian. Walaupun masa hukuman Ampana, terdapat beberapa orang mi-noritas
A.D lebih rendah dari M.B yaitu hukuman 14 tahun beragama Kristen yang jumlahnya tidak kurang
penjara namun A.D juga banyak terlibat dalam dari delapan orang. Jalinan interaksi dan ko-
aksi-aksi teror di Poso. munikasi antara M.B dan A.D dengan terpidana
Aksi teror yang selama ini telah dilakukan Kristen awalnya tidak berjalan efektif. M.B dan
oleh M.B dan A.D akhirnya menjerat mereka A.D tetap menganggap bahwa dimana-mana
dalam proses hukum menjadi terpidana kasus namanya orang Kristen itu sama saja. Mereka
terorisme. Selama menjalani masa hukuman adalah musuh umat Islam. Kebencian M.B dan
sebagai terpidana kasus terorisme, M.B dan A.D A.D juga dirasakan oleh petugas Lapas, oleh karena
menunjukkan berbagai perilaku komunikasi baik itu para terpidana yang beragama Kristen awalnya
secara verbal maupun nonverbal. mereka pisahkan pada blok yang berbeda.
Untuk lebih memudahkan pembahasan, Seiring waktu, intensitas kebersamaan
maka M.B dan A.D dikategorikan sebagai ke- yang terjalin antar sesama terpidana di dalam Lapas
lompok Ampana dan bagi terpidana teroris yang lambat laun terjalin interaksi dan komunikasi an-
ada di Palu dikategorikan sebagai kelompok Pe- tara M.B dan A.D dengan para terpidana Kristen
tobo, sesuai nama dan lokasi masing-masing La- yang memang minoritas. Mereka akhirnya sering
pas. Perilaku komunikasi kelompok Ampana da- berdiskusi tentang kebenaran agama masing-
pat diklasifikasi ke dalam empat kategori perilaku masing.
komunikasi yaitu : Ketiga, perilaku komunikasi dengan petu-
Pertama, perilaku komunikasi dengan gas lapas. Interkasi antara para terpidana dengan
sesama terpidana muslim. Perilaku komunikasi petugas pembinaan terjalin dengan sangat intensif.
kelompok Ampana yaitu M.B dan A.D dengan Para pembina Lapas, setiap pagi membuka blok
sesama terpidana yang beragama Islam atau ter- dan mengarahkan aktivitas para terpidana dalam
pidana muslim sangat komunikatif dimana sesa- berbagai kegiatan. Menurut Bapak Hidayat, salah
128 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012, halaman 117-133

seorang pembina Lapas Ampana bahwa terkadang Merujuk pada gambar 1.2 tentang model
disela-sela aktivitas para terpidana, ia sering perilaku komunikasi para terpidana yang ada di
berdiskusi dengan para tahanan teroris tentang Lapas Ampana dapat diurai beberapa hal sebagai
berbagai hal termasuk motif di balik aksi teror, ke- berikut;
yakinan mereka dan tanggapan mereka selama Pertama, perilaku komunikasi para ter-
menjalani masa hukuman. Diungkap lebih lanjut pidana teroris terjalin dengan berbagai pihak yang
oleh Bapak Hidayat bahwa; saling terkait di dalam Lapas yaitu perilaku ko-
Tugas saya sebagai pembina di dalam lapas munikasi dengan sesama terpidana muslim, pe-
mengharuskan saya untuk sering berinteraksi rilaku komunikasi dengan terpidana non muslim
dengan para terpidana termasuk terpidana ke- dan perilaku komunikasi dengan petugas Lapas.
lompok teroris. Bagi saya semua tahanan sa- Berbagai perilaku yang ditunjukan oleh para
ma dan akan saya perlakukan sama. Harus terpidana teroris dengan berbagai pihak telah me-
saya akui bahwa memang para terpidana ngubah pencitraan negatif mereka sebagai teroris
teroris lebih menonjol bahkan kami pernah atau penjahat bagi kemanusiaan menjadi pencitra-
mempercayakan perosalan penanganan ke- an yang lebih positif sebagai sosok yang memiliki
pala pengamanan antar sesama terpidana itu ketaatan dan prinsip hidup dalam memperjuangkan
ke Basri karena memang ia cukup tegas dan kebenaran sesuai yang telah mereka yakini ke-
didengarkan oleh para terpidana. benarannya.
Berbagai perilaku baik secara sengaja atau Kedua, pada perilaku komunikasi verbal,
tidak yang ditunjukkan oleh kelompok terpidana para terpidana teroris melakukan komunikasi de-
teroris telah memberikan pencitraan baru yang ngan menunjukkan identitas diri mereka sebagai
berbeda dan lebih positif dari pada citra mereka seorang muslim yang taat. Ini dibuktikan dengan
selama ini sebagai teroris yang kejam, pembunuh, intensitas mereka mengajak para terpidana lainnya
dan tidak punya rasa kemanusiaan. Berikut adalah untuk menjalankan ibadah sesuai yang telah
model perilaku komunikasi kelompok terpidana disyariatkan seperti misalnya sholat lima waktu,
teroris di Lapas Ampana; puasa di bulan suci Ramadhan dan ajakan yang

S
E Perilaku Verbal
S
A
• Tazkirah
P
M • Tabliq
A
E • Taklim
T Tata Cara Sholat
R T E
I E R
R P
L
O
Perilaku nonverbal I
A R • Penampilan D
K I A
U S • Pakaian N
A

K N Bacaan Al -Qur’an
O
O N
M P
Perilaku Verbal
U T
E • Tazkirah E
N T
R
I
U • Tabliq O
G Taklim /
• Taklim R
K A
I Dialog Keagamaan
S
A S
S L
I A
P Perilaku nonverbal
A
S • Pelayanan

Gambar 1.3. Model Perilaku Komunikasi Terpidana di Lapas Petobo


Khairil, Perilaku Komunikasi Terpidana Kelompok Terorisme 129

sifatnya memotivasi para terpidana sehingga mau teroris lebih dominan khususnya dalam hal identitas
melaksanakan ibadah sesuai yang disyariatkan. diri seperti halnya cara berpakaian, cara makan,
Ketiga, pada perilaku komunikasi nonver- dan aktivitas ibadah yang mereka lakukan.
bal para terpidana teroris yang sesungguhnya Perilaku komunikasi verbal lebih sering
merupakan bagian yang saling berhubungan dengan dilakukan di dalam masjid dan di dalam blok, na-
perilaku verbal. Sebagai contoh, ketika perilaku mun di tempat umum ketika membaur dengan ter-
komunikasi verbal para terpidana teroris me- pidana lainnya, maka secara verbal mereka cen-
nyerukan untuk hidup sebagaimana kehidupan derung lebih membatasi diri. Perilaku komunika-
Rasulullah Subhanahu Wataala, maka mereka si verbal yang mereka lakukan di dalam masjid
berusaha untuk menjalankan segala sunnah khususnya terjadi setelah sholat dhuhur. Para
Rasulullah SAW, diantaranya misalnya dengan terpidana teroris setelah melaksanakan sholat
puasa senin dan kamis. Perilaku komunikasi ver- dhuhur, zikir dan sholat sunnat cenderung ber-
bal mereka dengan mengajak atau menyeru para kumpul satu sama lain untuk berbagi informasi
terpidana untuk taat kepada Allah SAW dan pe- dan saling mengingatkan tentang nilai-nilai Islam.
rilaku nonverbal mereka adalah dengan menjadi Selain perilaku komunikasi verbal antar
teladan bagi para terpidana lainnya termasuk te- sesama teroris, mereka juga tetap memiliki perila-
ladan dalam berpakaian. ku nonverbal antara satu dan lainnya. Perilaku
(2) Perilaku Komunikasi Terpidana Teroris nonverbal itu lebih ditonjolkan pada aspek saling
di Lapas Petobo Kota Palu. Efektifitas perilaku meneladani satu dan yang lainnya. Para terpidana
komunikasi bagi para terpidana terorisme dan teroris secara umum menunjukkan identitas non-
para terpidana lainnya adalah ketika mereka di- verbal melalui penampilan, pakaian, dan sikap
keluarkan dari dalam blok untuk melakukan ber- mereka. Seperti layaknya para terpidana teroris
bagai aktivitas harian. Ketika para terpidana di- pada umumnya, sebagian dari mereka juga me-
keluarkan dari sel dan blok mereka, maka mereka manjangkan jenggot, memakai celana di atas ma-
kemudian membaur dengan para terpidana lain- ta kaki, memberikan teladan dalam sholat, dan pu-
nya dari blok yang berbeda untuk melakukan apel asa serta perilaku nonverbal lainnya.
pagi dan setelah itu diberikan kebebasan untuk Perilaku komunikasi terpidana teroris
memilih aktivitas yang diinginkan sesuai dengan dalam konteks komunikasi kelompok khususnya
minat dan bakat masing-masing. dalam kaitannya dengan peran masing-masing
Secara umum, para terpidana kasus te- terpidana teroris, maka dapat diurai tiga peran yang
rorisme ditempatkan di setiap sel yang berbeda masing-masing dimiliki oleh para terpidana yaitu
namun di antara mereka tetap ditempatkan di da- pertama, peran aktif adalah peran yang dilakukan
lam satu blok yang sama. Proses komunikasi antar oleh terpidana teroris yang memiliki kelebihan
sesama terpidana teroris dan terpidana lainnya tertentu dibandingkan dengan terpidana lainnya.
terjalin dengan baik. Demikian juga halnya dengan Sebagai contoh, peran aktif Ust. Hsn dalam pem-
interaksi dan komunikasi terpidana teroris dengan binaan keagamaan para terpidana yang ada di
petugas Lapas. Berikut adalah perilaku komunika- Lapas Petobo. Kedua, peran partisipatif yaitu pe-
si para terpidana kasus terorisme di Lapas Peto- ran para terpidana teroris yang ikut berpartisipasi
bo Palu; dalam berbagai aktivitas yang ada di dalam La-
Pertama, perilaku komunikasi antar sesama pas. Sebagai contoh, peran Ydt sebagai terpidana
terpidana terorisme. Proses komunikasi antar yang banyak membantu Ust. Hsn dalam pembi-
sesama terpidana teroris terjalin dalam berbagai naan keagamaan khususnya dalam pengajaran
situasi baik ketika berada di dalam blok, di dalam sholat dan bacaan Al-Qur’an bagi para terpidana
masjid maupun di tempat umum atau di luar blok. di Lapas Petobo. Ketiga, peran pasif adalah peran
Para terpidana teroris memiliki karakteristik para terpidana teroris yang sehari-hari lebih ba-
perilaku komunikasi yang berbeda-beda antara nyak diam walaupun pada saat-saat tertentu me-
satu yang lainnya. Secara umum, kecenderungan reka tetap melibatkan diri dalam berbagai ak-
perilaku komunikasi nonverbal para terpidana tivitas yang ada di dalam Lapas.
130 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012, halaman 117-133

Kedua, perilaku komunikasi terpidana lam blok atau sel tapi ditempat khusus petugas pe-
teroris dengan terpidana non teroris. Kebersamaan nanganan masalah listrik.
yang kian terjalin di antara sesama terpidana sela- Berbagai kelebihan dan kemampuan yang
ma di Lapas Petobo telah mengubah perilaku ko- ditunjukkan oleh terpidana terorisme ini tentu sa-
munikasi antar terpidana teroris dengan terpidana ja tidak serta merta terjadi begitu saja. Proses ke-
lainnya. Perilaku komunikasi verbal yang awalnya percayaan para petugas Lapas tidak semata-mata
canggung dan formal telah berubah menjadi peri- karena kemampuan para terpidana tapi lebih dari
laku komunikasi yang lebih akrab dan bersahabat. itu yang terutama menjadi penilaian adalah etika
Bagi para terpidana yang ada di Lapas dan perilaku para terpidana yang mau dan rela
Petobo, kehadiran para terpidana teroris telah tunduk dan patuh terhadap aturan yang ada. Pro-
memberikan perspektif baru tentang pemaham- ses pengamatan dan penilaian para petugas La-
an dan pengamalan nilai Islam. Selain itu, citra pas inilah yang menjadi dasar untuk mendapat-
buruk terorisme yang selama ini mereka dengar kan kepercayaan dan tugas khusus sesuai bakat
dan yang mereka ketahui ternyata berbeda dengan dan kemampuan yang dimiliki oleh para terpida-
fakta yang mereka alami. Citra terorisme dengan na.
berbagai kasus seperti bom dan pembunuhan ter- Semua aktivitas dan pembinaan para ter-
nyata berbeda dengan terpidana terorisme yang pidana terorisme difokuskan pada upaya dera-
mereka saksikan. dikalisasi terorisme yaitu suatu upaya untuk me-
Ketiga, perilaku komunikasi antara ter- netralisir paham-paham radikal melalui pende-
pidana teroris dengan petugas lapas. Hidup dan katan interdisipliner, seperti hukum, psikologi,
menjalani kehidupan sebagai tahanan atau ter- agama, dan sosial. Upaya deradikalisasi dimak-
pidana, mau tidak mau, suka atau tidak suka akan sudkan untuk deideologisasi yaitu berhentinya
berinteraksi dengan petugas Lapas. Para petu- proses pendalaman (penyebaran) ideologi teroris-
gas Lapas akan mengontrol dan melakukan pem- me. Berikut adalah model perilaku komunikasi
binaan sesuai dengan ketentuan yang ada. Tidak kelompok terpidana teroris di Lapas Petobo;
sedikit dari para terpidana yang harus berhadapan Pada gambar 2.3. terkait model perilaku
dengan petugas Lapas karena tidak mematuhi komunikasi terpidana teroris di Lapas Petobo se-
aturan yang ada. Sebaliknya, bagi terpidana yang cara jelas menggambarkan perilaku komunikasi
mengikuti aturan yang ada maka akan menda- para terpidana teroris dalam proses interaksi me-
patkan apresiasi dari petugas Lapas, baik dalam reka dengan berbagai pihak. Secara lebih sis-
bentuk kepercayaan semisal menjadi ketua blok tematis dapat dijelaskan bahwa perilaku komu-
atau mengusulkan ide-ide yang dapat diakomodir nikasi terpidana teroris sebagai berikut;
oleh petugas Lapas. Pertama, perilaku komunikasi verbal ter-
Bagi terpidana yang mendapatkan keper- pidana teroris dengan sesama terpidana teroris
cayaan petugas Lapas maka mereka memiliki se- lainnya terkait dengan tiga aspek yaitu tazkirah,
dikit keleluasaan untuk dapat mengorganisir para tabliq, dan taklim. Perilaku komunikasi pada as-
terpidana lainnya. Sebagai contoh, Ust. Hsn diberi pek tazkirah dapat terlihat ketika sesama terpida-
kepercayaan oleh petugas Lapas untuk membantu na teroris saling mengingatkan satu sama lain da-
petugas Lapas dalam pembinaan keagamaan khu- lam berbagai hal, seperti misalnya untuk saling
susnya pembinaan pemahaman keislaman, tata mengingatkan untuk tetap istiqomah dalam me-
cara sholat, dan mengajarkan membaca Al-Qur’an ngamalkan dan mensyiarkan nilai-nilai Islam se-
bagi terpidana yang belum bisa membaca Al-Qur’ suai tuntunan syariat. Selain aspek tazkirah,
an. perilaku komunikasi para terpidana teroris juga
Selain Ust. Hsn, terpidana lain yang juga nampak pada proses tabliq yaitu pada saat mere-
mendapatkan kepercayaan adalah Tgrn. Keahlian ka memberikan ceramah atau khutbah. Perilaku
Tgrn dalam hal instalasi listrik, perbaikan jaringan komunikasi dengan sesama terpidana teroris ju-
kabel dan hal teknis elektronik telah mendapatkan ga dapat terlihat pada aspek taklim yaitu proses
kepercayaan petugas Lapas sehingga Ia menda- pengajaran atau kajian keislaman yang biasanya
patkan perlakuan khusus untuk tidak tidur di da- mereka lakukan setelah sholat berjamaah.
Khairil, Perilaku Komunikasi Terpidana Kelompok Terorisme 131

Kedua, perilaku komunikasi terpidana bendung stigmatisasi Islam sebagai agama teroris
teroris dengan petugas Lapas. Pada perilaku ko- dan menghilangkan citra Indonesia sebagai sa-
munikasi verbal sebenarnya tidak memiliki perbe- rang teroris dapat dilakukan dengan menjalankan
daan mendasar dengan perilaku komunikasi ver- ajaran Islam secara substantif sesuai kondisi
bal antar sesama teroris namun yang membeda- lokalitas-kultural Islam Indonesia yang damai se-
kan adalah konteks komunikasinya yaitu perilaku bagaimana dalam sejarahnya, Islam masuk dan
komunikasi verbal yang dilakukan dalam situasi berkembang di Indonesia secara damai, tidak de-
dan kondisi yang lebih formal. Sebagai contoh, ngan tindak kekerasan (redikalisme agama) me-
pada aspek tabliq maka yang nampak adalah pe- lainkan dengan prilaku damai yang senantiasa
rilaku komunikasi dalam proses dialog keagam- mencerminkan ruh Islam sebagai agama rah-
aan yang berorientasi pada upaya deradikalisasi matan lil alamin.
ideologi radikal.
Ketiga, perilaku komunikasi antara ter- Simpulan
pidana teroris dengan terpidana non teroris. Se-
cara umum perilaku komunikasi para terpidana Berdasarkan hasil penelitian dan pem-
teroris dengan terpidana non teroris itu terkait bahasan tentang perilaku komunikasi para ter-
dengan aktivitas keagamaan seperti misalnya pidana kelompok teroris yang selama ini terjadi di
pengajaran sholat, mengaji, dan dialog keagama- Wilayah Sulawesi Tengah sebagaimana yang te-
an. Selain pada aktivitas keagamaan, perilaku lah diuraikan sebelumnya maka dapat ditarik ke-
komunikasi teroris dengan terpidana non teroris simpulan sebagai berikut;
baik non teroris yang muslim maupun yang non Pertama, perilaku komunikasi terpidana
muslim itu terjalin secara nonverbal pada kegiatan teroris dalam konteks komunikasi kelompok khu-
bersama secara umum baik dalam kaitannya de- susnya dalam kaitannya dengan peran masing-
ngan aktivitas olahraga maupun kerja bakti. masing terpidana teroris maka dapat diurai tiga
Uraian tentang perilaku komunikasi pa- peran yaitu; (1) Peran aktif adalah peran yang di-
ra terpidana teroris ini sesungguhnya merupakan lakukan oleh terpidana teroris yang memiliki ke-
fakta yang berbeda dengan pencitraan negatif yang lebihan tertentu dibandingkan dengan terpidana
selama ini mereka dapatkan. Fakta yang tidak da- lainnya; (2) Peran partisipatif yaitu peran para ter-
pat dipungkiri bahwa terjadi kesenjangan antara pidana teroris yang ikut berpartisipasi dalam ber-
citra mereka sebagai teroris dengan segala label bagai aktivitas yang ada di dalam Lapas; (3) Peran
pembom, pembunuh, pelaku mutilasi, kriminal, dan pasif adalah peran para terpidana teroris yang
utama adalah mereka dicitrakan sebagai crime sehari-hari lebih banyak diam walaupun pada saat-
against hummanity (kejahatan terhadap kema- saat tertentu mereka tetap melibatkan diri dalam
nusiaan) dan tergolong sebagai extra ordinary berbagai aktivitas yang ada di dalam Lapas.
crime (tindakan pidana luar biasa) sehingga me- Kedua, perilaku komunikasi verbal terpi-
reka terpuruk dalam citra common enemy (musuh dana kelompok terorisme terbagi menjadi tiga ya-
bersama). Namun faktanya, para terpidana tero- itu perilaku komunikasi dengan sesama anggota
risme yang ditempatkan baik di Lapas Ampana kelompok, perilaku komunikasi dengan terpida-
dan Petobo adalah para terpidana yang membe- na non teroris dan perilakuk komunikasi dengan
rikan kontribusi positif baik terhadap sesama petugas lapas. Perilaku komunikasi verbal ditun-
terpidana, petugas Lapas bahkan terhadap lem- jukan melalui tazkirah, taklim, dan tabliq.
baga Pemasyarakatan itu sendiri. Fakta ini ten- Ketiga, perilaku komunikasi nonverbal
tu merupakan sisi lain dari para terpidana teroris terpidana kelompok terorisme dapat dilihat pa-
yang selama ini telah dilabelkan sebagai kelom- da tiga aspek yaitu; (1) Aspek penampilan yang
pok yang menebarkan kebencian melalui aksi te- umumnya memiliki indikator jenggot, jidat yang
rorisme. hitam, sering berada di Masjid dan pengamalan
Upaya deradikalisasi, indoktrinasi dan ibadah yang lebih baik; (2) Aspek pakaian yaitu
deideologisasi menjadi keharusan, guna memi- jenis busana yang digunakan oleh para terpidana
nimalisir aksi kekerasan atas nama agama. Mem- teroris, selain pakaian resmi yang sehari-hari
132 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012, halaman 117-133

digunakan sebagai pakaian terpidana, mereka Clark, R., 1983, “Pattern in the Lives of ETA
umumnya menggunakan gamis atau jubah dengan Members”, Journal of Terrorism, 6.
celana di atas mata kaki khususnya ketika hendak No.3:423-54.
melaksanakan sholat berjamaah; (3) Aspek sikap Crenshaw, M., 2003, “Logika Terorisme: Perilaku
yaitu para terpidana teroris dengan sangat jelas Terorisme Sebagai Hasil Pilihan Strategis”,
dan terang-terangan menolak ideologi Pancasila dalam; Reich, W. (Ed). 2003, Origin of
dan Undang-Undang Dasar 1945. Terrorism, Diterjemahkan oleh Sugeng
Haryanto, Muria Kencana, Jakarta.
Ucapan Terima Kasih Creswell, John W., 1994, Research Design:
Qualitative and Quantitative Ap-
Penulis menyampaikan penghargaan dan proaches, CT; Praeger Publishers, West-
ucapan terima kasih kepada Lembaga Penelitian port.
Perdamaian dan Pengelolaan Konflik (P4K) Uni- Heskin, K, 1984, “The Psychology of Terror-
versitas Tadulako atas dukungannya sehingga ism in Ireland”, Annual Review of So-
penelitian ini dapat terlaksana. Penulis juga me- cial and Personality Psychology, 9. No.
nyampaikan terima kasih kepada pembina Lem- 42: 311-80.
baga Pemasyarakatan Kab. Ampana dan Kota Khairil, Muhammad, 2006, Pengaruh Pemberitaan
Palu atas berbagai kesediannya berbagi penga- Terorisme Pada Media Massa Terhadap
laman dan informasi dalam pembinaan para ter- Gerakan Organisasi Islam di Kota
pidana terorisme khususnya kepada Bapak Hi- Makassar, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol-
dayat yang telah memberikan banyak masukan, ume 4, Nomor 2, Edisi Mei-Agustus 2006,
saran dan berbagai pertimbangan lainnya. Tera- Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UPN
khir, penulis juga menghaturkan hormat dan teri- “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta.
ma kasih kepada para terpidana terorisme yang ______, 2008, Pencitraan Media Terhadap Is-
telah bersedia menjadi informan kunci dan telah lam Dalam Pemberian Terorisme; Analisis
banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian Terhadap Berbagai Kasus Terorisme
ini. Dalam Liputan Media Massa, Jurnal
PERDAMAIAN, Nomor 2, Edisi Febru-
Daftar Pustaka ari, Pusat Penelitian, Perdamaian dan
Pengelolaan Konflik Universitas Tadula-
Ali, Nur, 2008, Terorisme; Telaah Sosiopsikologis ko Palu, Palu.
pada Komunitas Konflik, Jurnal ______, 2011, Konstruksi Makna Spirit Ideologi
PERDAMAIAN, Nomor 3, Edisi Agustus dan Obsesi Perjuangan Terpidana Ke-
2008, Pusat Penelitian Perdamaian dan lompok Teroris dalam Kasus Konflik
Pengelolaan Konflik Universitas Tadulako Poso, Jurnal Studi Kepolisian, Nomor
Palu, Palu. 075, Edisi Juni-November, STIK-PTIK,
Anonimous, 2005, “Bom Dahsyat Guncang Jakarta, Jakarta.
Tentena, 21 Orang Tewas, 53 Terluka”, ______, 2011, Strategi Komunikasi dalam
Harian Kompas, 29/5/2005. Pemberdayaan Masyarakat Korban
———, 2006, “Bom-Bom Meledak di Palu dan Konflik Poso Di Sulawesi Tengah, Jurnal
Poso”, Harian Jawa Pos, 1/1/2006. Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor 3,
Arifin, Anwar, 1984, Strategi Komunikasi; Suatu Edisi September-Desember 2011, Jurusan
Pengantar Ringkas, Armico, Bandung. Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran”
Beebe A Steve, Susan J Beebe & Redmond V Yogyakarta, Yogyakarta.
Mark, 2006, Interpersonal Communica- ______, 2011, Strategi Komunikasi Terorisme.
tion (Relating to Other), Allyn & Bacon, Unpad Press, Bandung.
London. Lincon, Yovana S; Guba, Egon, 1984, Natural-
Bunging, Burhan, 2007, Sosiologi Komunikasi, istic Inquiry, Sage Publications, Baverly
Prenada Media Grup, Jakarta. Hills, London.
Khairil, Perilaku Komunikasi Terpidana Kelompok Terorisme 133

Mulyana, Deddy, 2007, Ilmu Komunikasi Suatu Reich, W. (Ed), 2003, Origin of Terrorism,
Pengantar, Remaja Rosdakarya, Ban- Diterjemahkan oleh Sugeng Haryanto,
dung. Muria Kencana, Jakarta.
Nyarwi, 2011, Kebebasan Pers dan Kepentingan Sendjaja, Sasa Djuarsa, 1993, Teori Komunikasi,
Publik, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume UT, Jakarta.
9, Nomor 1, Edisi Januari-April, 2011, Ju- Wieviorke, Michel, 1993, The Making of Ter-
rusan Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Ve- rorism, The University of Chicago Press,
teran” Yogyakarta, Yogyakarta. London.
Permadi, Goenawan, 2003, Fantasi Terorisme, Yin, R.K, 1996, Studi Kasus; Desain dan
Masscom Media, Semarang. Metode, Alih Bahasa Uzi Mudzakir, Raja
Rakhmat, Jalaluddin, 2000, Metode Penelitian Grafindo Persada, Jakarta.
Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Ban-
dung.

Das könnte Ihnen auch gefallen