Sie sind auf Seite 1von 193

Gudang Ilmu Pengetahuan

Dunia Akan Terbuka Dengan Seiringnya Perkembangan Science. Tapi ilmu kalau tidak di
imbangi Akhlak Yang Baik Makin Terpuruklah Dunia kita

yang terbaik yang terpilih

Sabtu, 07 Agustus 2010


LAPORAN PRAKTIKUM KOMPLEKSOMETRI

KOMPLEKSOMETRI

4.1. Tujuan Percobaan

1. Memahami prinsip-prinsip dasar titrasi kompleksometri.

2. Menentukan kadar Ca dan Mg dalam sampel air sumur dengan menentukan EDTA sebagai zat

pengompleks.

4.2 Teori Dasar

Kompleksometri adalah jenis titrasi dimana titrant dan titrat saling mengkompleks, jadi

membentuk hasil berupa kompleks.

(W. Harjadi, 1986)


Kompleks-kompleks yang akan dibahas dibentuk oleh reaksi suatu ion logam suatu kation,

dengan suatu anion atau molekul netral. Ion logam dalam kompleks itu disebut atom pusat, dan

gugus yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Banyaknya ikatan yang dibentuk oleh atom pusat

disebut bilangan koordinasi logam itu.

(Underwood, 1986)

Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sbuah ion bermuatan, dengan penggantian molekul-

molekul air berturut-turut, sampai tebrntuk kompleks MLn. n adalah bilangan koordinasi dari ion

logam, dan menyatakan jumlah maksimum ligan monodentat yang dapat terikat padanya. Ligan

dapat dengan baik diklasifikasikan asat dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Begitulah,

ligan-ligan sederhana seperti ion-ion halide atau molekul-molekul H2O atau NH3 adalah

monodentat, yaitu ligan itu terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan satu

pasangan-pasangan electron menyendiri kepada logam.

Bila molekul atau iom ligan itu mempunyai dua atom, yang masing-masing mempunyai pasangan

satu pasangan elektron menyendiri,maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbanga, dan

memungkinkan untuk membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang sama, ligan

seperti ini disebut ligan bidentat. Ligan multidentat mengandung lebih dari dua atom koordinasi

per molekul. Sebelum ini, telah kita anggap bahwa sepsis-spesisi yang kompleks itu tidak

mengandung lebih dari stu ion logam, tetapi pada kondisi-kondisi yang sesuai, suatu kompleks

binuklir, yaitu kompleks yang mengandung dua ion logam, atau bahkan satu komplek polinuklir

yang mengandung lebih dari dua ion logam, dapat terbentuk.

(J. Basset, 1994)


EDTA ialah suatu ligan yang heksadentat (mempunyai enam buah atom donor pasagan electron),

yaitu melalui kedua atom N dan keempat atom O (dari OH). Dalam pembentukan kelat, keenam

donor (tetapi kadang-kadang hanya lima) bersama-sama mengikat satu atom satu ion inti dengan

membentuk lima lingkaran kelat. Molekul EDTA dilipat mengelilingi ion logam itu sedemikian

rupa sehingga keenam atom donor terletak pada puncak-puncak sebuah oktaeder (bidang delapan)

dan inti terdapat di pusat oktaeder.

(W. Harjadi, 1986)

Berikut ini prosedur-prosedur yang paling penting untuk titrasi ion-ion logam dengan

EDTA, adalah:

- Titrasi langsung. Larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan, dibufferkan samapi

ke pH yang dikehendaki (misalnya, sampai pH = 10 dengan NH4+ larutan air NH3), dan

titrasi langsung dengan larutan EDTA standar. Mungkin adalah perlu untuk mencegah

pengendapan hidroksida logam itu (atau garam basa) dengan menambahkan sedikit zat

pengkompleks pembantu, seperti tartrat atau sitrat atau trietanolamina. Pada titik ekivalen,

besarnya konsentrasi ion logam yang sedang ditetapkan itu turun dengan mendadak. Ini

umumnya ditetapkan dari perubahan-perubahan pM: titik akhir ini dapat juga ditetapkan

dengan metode-metode amperometri, kondutometri, spektrofotometri, atau dalam

beberapa keadaan dengan metode potensiometri.

- Titrasi-balik. Karena berbagai alasan, banyak logam tak dapat dititrasi langsung, mereka

mungkin mengendap dari dalam larutan dalam jangka pH yang perlu untuk titrasi, atau

mereka mungkin membentuk kompleks-kompleks yang inert, atau indikator logam yang

sesuai tidak tersedia. Dalam hal-hal demikian, ditambahkan larutan EDTA standar
berlebih, larutan yang dihasilkan dibufferkan samapi ke pH yang dikehendaki, dan

kelebihan reagnesia dititrasi balik dnegan suatu larutan ion logam standar, larutan zink

klorida atau sulfat atau magnesium klorida sering digunakan untuk tujuan ini. Titik akhir

dideteksi dengan bantuan indikator logam yang berespons terhadap ion logam yang

ditambahakn pada titrasi balik.

- Titrasi penggantian atau titrasi substitusi. Titrasi-titrasi substitusi dapat digunakan untuk ion

logam yang tidak bereaksi (atau berekasi denagn tak memuaskan) dengan indikator logam,

atau untuk ion logam yang membentuk komplkes EDTA yang lebih stabil daripada

komplkes EDTA dari logam-logam lainnya seperti magnesium dan kalsium. Kation Mn+

yang akan ditetapkan dapat diolah dengan kompleks magnesium EDTA, pada mana reaksi

berikut terjadi :

Mn+ + MgY2- → (MY)(n-4)+ + Mg2+

Jumlah ion magnesium yang dibebaskan adalah ekivalen dengan kation-kation yang berada

di situ, dapat dititrasi dengan suatu larutan EDTA standar serta indikator logam yang

sesuai. Satu penerapan yang menarik adalah titrasi kalsium. Pada titrasi langsung ion-ion

kalsium, Hitam Solokrom (Hitam Erikrom T) memberi titik akhir yang buruk; jika

magnesium ada serta, logam ini akan digantiakn dari komplkes EDTA-nya oleh kalsium,

dan menghasilkan titik kahir yang lebih baik.

- Titrasi alkalimetri. Bila suatu larutan dinatrium etilenadiaminatetraasetat, NaH2Y, ditambahkan

kepada suatu larutan yang mengandung ion-ion logam, terbentuklah kompleks-kompleks

dengan disertai pembebasan dua ekivalen ion hidrogen :

Mn+ + MgY2- → (MY)(n-4)+ + 2H+


Ion hidrogen yang dibebaskan demikian dapat dititrasi dengan larutan natrium hidroksida

standar dengan menggunakan indikator asam-basa, atau titik akhir secara potensiometri;

pilihan lain, suatu campuran iodida-iodida ditambahkan disamping larutan EDTA, dan iod

yang dibebaskan dititrasi dengan larutan tiosulfat standar. Larutan logam yang akan

ditetapkan harus dinetralkan dengan tepat sebelum titrasi; ini sering merupakan hal yang

sukar, yang disebabakan oleh hidrolisis banyak garam, dan merupakan segi lemah dari

titrasi alkalimetri.

- Macam-macam Metode. Reaksi pertukaran anatra ion tetrasianonikelat(II) [Ni(CN)4]2- (garam

kaliumnya mudah dibuat) dan unsur yang kan ditetapkan, pada mana ion-ion nikel

dibebaskan, mempunyai penerapan yang terbatas. Begitulah perak dan emas, yang

sendirinya tak dapt dititrasi secara kompleksometri, dapat ditetapkan denagn car ini.

[Ni(CN)4]2- + 2Ag+ →2[Ag(CN)2]- + Ni2+

Reaksi ini berlangsung dengan garam perak yang hanya sedikit sekali dapat larut, jadi

memberi satu metode untuk penetapan ion halida Cl-, Br-, I-, dan ion tiosianat SCN-. Anion-

anion ini mula-mula diendapkan sebagai garam perak, dan garam perak ini dilarutakn

dalam larutan [Ni(CN)4]2-, dan nikel yang dengan demikian dibebaskan dalam jumlah ynag

ekivalen, lalu ditetapkan dengantitrasi cepat dengan EDTA dengan menggunakn indikator

yang sesuai (Mureksida, Merah Bromopirogalol). Sulfat dapat ditetapkan dengan

mengendapkannya sebagai Barium sulfat atau Timbel sulfat, endapan dilarutkan dalam

larutan EDTA standar berlebih, dan kelebihan EDTA dititrasi balik dengan larutan

Magnesium atau Zink standar dengan menggunkan Hitam Solokrom (Hitam Erikrom T)

sebagai indikator. Fosfat dapat ditetapakan dengan mengendapkannya sebagai

Mg(NH4)PO4.6H2O, melarutkan endapan dalam asam klorida encer, dan menambahkan


larutan EDTA standar berlebih, serta membufferkan pada pH = 10, dan menitrasi-balik

dengan larutan ion Magnesium standar dengan adanya Hitam Solokrom.

(http://_ Chem-Is-Try.Org _ Situs Kimia Indonesia _.htm)

Kestabilan suatu kompleks jelas akan berhubungan dengan kemampuan mengkompleks dari ion

logam yang terlibat, dan pentingnya untuk memeriksa faktor-faktor mengenai ciri khas dari ligand.

- Kemampuan mengkompleks relatif dari logam-logam digambarkan dengan baik menurut

klasifikasi SCHwarzen-bach, yang dalam garis besarnya didasarkan atas pembagian logam

menjadi asam Lewis (penerima pasangan electron) kelas A dan kelas B. Logam kelas A

dicirikan oleh larutan afinitas (dalam larutan air) terhadap halogen F->Cl- >Br->I-, dan

membentuk kompleks terstabilnya dengan anggota pertama dari grup Tabel Berkala dari

atom penyumbang (yakni, nitrogen, oksigen, dan fluor). Logam kelas B jauh lebih mudah

berkoordinasi dengan I- dari pada F- dalam larutan air, dan membentuk kompleks

terstabilnya dengan atom penyumabang kedua (atau yang lebih berat) dari masing-masing

grup itu (yakni P, S, Cl).

- Ciri-ciri khas ligan

Di antara cirri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan

kompleks dalam mana ligan itu terlibat adalah:

- Kekuatan basa dri ligan itu

- Sifat-sifat penyepitan

- Efek-efek sterik (ruang)


Istilah efek sepit mengacu pada fakta bahwa suatu kompleks bersepit yaitu kompleks yang

dibentuk oleh suatu ligan bidentat atau multidentat, adalah lebih stabil banding kompleks

padanannya dengan ligan-ligan monodentat. Semakin banyak titik lekat ligan itu kepada

ion logam, semakin besar kestabilan kompleks. Efek sterik yang paling umum adalah efek

yang mengambat pembentukan kompleks yang disebabkan oleh adanya suatu gugusan

besar yang melekat pada atau berada berdekatan dengan atom penyumbang.

Suatu klasifikasi penting dari kompleks-kompleks, didasarkan pada laju dimana kompleks

itu mengalami reaksi substitusi, dan menimbulkan dua grup, yaitu kompleks-kompleks yang labil

dan kompleks-kompleks yang inert. Keinertan atau kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak

faktor, tetapi pengamatan umum berikut ini merupakan pedoman yang akan perilaku kompleks-

kompleks dari berbagai unsur, yaitu:

- Unsur grup utama, biasanya membentukkomples-kompleks labil

- Dengan pengecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan transisi baris pertama membentuk

kompleks-kompleks labil.

- Unsure transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks inert

(J. Basset, 1994)

Air sadah adalah air yang mengandung garam, kalsium dan magnesium. Meskipun tidak

berbahaya untuk diminum air sadah kurang baik dipakai untuk mencuci dan dipakai untuk mencuci

pada mesin, alat rumah tangga, pipa dan sebagainya. Kesadahan atau hardness adalah salah satu

sifat kimia yang dimiliki oleh air. Penyebab air menjadi sadah adalah karena adanya ion-ion Ca2+,

Mg2+ atau dapat juga disebabkan karena adanya ion-ion lain dari polivalen metal (logam bervalensi
banyak) seperti Al, Fe, Mn, Sr dan Zn dalam bentuk garam sulfat klorida dan bikarbonat dalam

jumlah kecil.

(http://id.wikipedia.org/wiki/air sadah)

Kesadahan air adalah kemampuan air mengendapkan sabun dimana sabun ini di endapkan

oleh ion-ion Ca2+ dan Mg2+. Karena penyebab utama kesadahan adalah Ca2+ dan Mg2+, khususnya

Ca2+, maka arti dari kesadahan dibatasi sebagai sifat atau karakteristik air yang menggambarkan

konsentrasi jumlah dari ion Ca2+ dan Mg2+ yang dinyatakan sebagai CaCO3. Air sadah membentuk

kerak atau endapan yang menempel pada mesin atau alat lainnya. Dan oleh karena kerak itu bukan

penghantar panas maka hal ini menyebabkan pemborosan bahan bakar. Air sadah banyak kita

jumpai di daerah pegunungan kapur atau di daerah pesisir pantai.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kesadahan_air)

Kesadahan ada dua jenis, yaitu :

1. Kesadahan sementara

Adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya garam-garam bikarbonat, seperti Ca(HCO3)2 dan

Mg(HCO3)2. Kesadahan sementara ini dapat dihilangkan dengan pemanasan atau pendidihan,

sehingga terbentuk endapan CaCO3 atau MgCO3.

Reaksinya :

Ca(HCO3)2: CO2 (g) + H2O (l) + CaCO3 (putih)

Mg(HCO3)2: CO2 (g) + H2O (l) + MgCO3 (putih)


2. Kesadahan tetap

Adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya garam-garam klorida, sulfat, dan karbonat,

misalnya CaSO4, MgSO4, CaCl2, MgCl2. Kesadahan tetap dapat dikurangi dengan

penambahan larutan soda kapur (terdiri dari larutan natrium karbonat dan magnesium

hidroksida) sehingga terbentuk endapan kalium (padatan atau endapan) dan magnesium

hidroksida (padatan atau kalium) dalam air.

Reaksinya

CaCl2 + Na2CO3 CaCO3 (padatan atau endapan) + 2 NaCl(larut)

CaSO4 + Na2CO3 CaCO3 (padatan atau endapan) + NaSO4(larut)

MgCl2 + Ca(OH)2 Mg(OH)2 (padatan atau endapan) + CaCl2(larut)

MgSO4 +Ca(OH)2 Mg(OH)2 (padatan atau endapan) + CaSO4 (larut)

Satuan ukuran kesadahan ada 3, yaitu :

1. Derajat Jerman dilambangkan dengan 0D

2. Derajat Inggris dilambangkan dengan 0E

3. Derajat Perancis dilambangkan dengan 0F

Adapun contoh kesadahan yaitu jika di suatu tempat anda mencuci apapun menggunakan

sabun dan ternyata busa yang terbentuk jumlahnya dibawah perkiraan anda atau tidak seperti

biasanya sehingga untuk memperbanyak busa anda harus menambah sehingga mengakibatkan

boros sabun, maka besar kemungkinan air yang digunakan untuk mencuci tersebut memiliki
kesadahan tinggi. Hal itu terjadi karena sebagian sabun yang ditambahkan kedalam air bereaksi

dengan garam karbonat dari Ca2+ dan Mg2+

Jika menemukan endapan putih seperti bedak atau kadang berbentuk kerak didasar panci untuk

memasak air, maka besar kemungkinan air yang dimasak tersebut memiliki kesadahan tinggi. Hal

itu terjadi karena gas CO2 lepas saat pemanasan sehingga yang tertinggal hanya endapan karbonat

terutama kalsium karbonat .

(http://persembahanku.wordpress.com)

Tabel 4.2.1. Standard air yang diperbolehkan untuk dikonsumsi

Indonesia W.H.O

Maksimum Maksimum Maksimum Maksimum


Parameter Satuan
yang yang yang yang

dianjurkan diperbolehkan dianjurkan diperbolehkan

Kalsium
mg
/L 75 200 75 200
2+
(Ca )

Magnesium
mg
/L 30 150 50 150
2+
(Mg )

Diposting oleh afidz di 14.23


Reaksi:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Link ke posting ini


Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

afidz_ahmad's shared items


afidz_ahmad's shared items
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Arsip Blog
 ▼ 2010 (6)
Mengenai Saya o ▼ Agustus (6)
 TEORI DASAR ALKALIMETRI
 ASIDI ALKALIMETRI
 PERMANGANOMETRI
 LAPORAN PRAKTIKUM
KOMPLEKSOMETRI
afidz
 vitamin C
TERSERAH YANG
 LAPORAN PRAKTEK IODO
NILAI
IODIMETRI
Lihat profil lengkapku
 ► 2008 (1)

my friend

Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

LAPORAN KIMIA ANALISIS 2 -


KOMPLEKSOMETRI - FARMASI UNMUL
Senin, 15 Juni 2015
laporan praktikum kompleksometri - Mochammad Tri Norcahyo Farmasi
universitas Mulawarman

PERCOBAAN IV
PENENTUAN KADAR KALSIUM (Ca) SECARA KOMPLEKSOMETRI

A. Tujuan
Mahasiswa dapat menganalisis kadar kalsium (Ca) dengan analisa secara kompleksometri.

B. Dasar teori
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
sehingga dapat membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau
yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak tidak hanya dalam
titrasi. Karena itu perlu penggantian yang cukup luas tentang kompleks. Sekalipun disini pertama-
tama akan ditetapkan pada titrasi.
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formosi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi.
Kompleks yang bermaksud disini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam,
sebuah katian, dengan sebuah anion atau molekul netral.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion
logam, sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang sedikit asam,
dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam yang
menghasilkan secara spesies seperi CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam
larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada
dalam larutan tersebut.
Titrasi kompleksometri yang berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks(ion
kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran
dan titrat saling mengkompleks membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak
hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun
disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks adalah tingkat kelarutan tinggi, selain titrasi
kompleksometri yang dikenal sebagai kelartometri seperti yang menyambut penggunaan EDTA.
Gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan (polidentat). Selektivitas kompleks dapat diatur
dengan pengendalian pH= 10 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakaan
indikator yang juga bertindak sebagai pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut
indikator metalokromat.
(Khopar, 2002)
Kelebihan titrasi kompleksometri adalah EDTA stabil, mudah larut dan menunjukkan
komposisi kimiawi yang tertantu. Selektivitas kompleks dapat diatur dengan penegendalian pH
misal pada magnesium, krom, kalsium dapat di titrasi pada pH=11. Etilen diamin asetat (EDTA)
sebagai garam natrium sendii merupakan standar primer sehingga tidak perlu standarisasi lebih
lanjut. Kompleks yang mudah larut dalam air ditemukan.
Kestabilan kompleks-kompleks logam EDTA dapat diubah dengan mengubah pH dan adanya
zat-zat pengompleks lain. Maka tetapan kestabilan kompleks EDTA akan berbeda dari nilai yang
dicatat pada suatu pH tertentu. Larutan air EDTA akan memiliki nilai yang berbeda dari nilaiyang
telah dicatat. Kondisi baru ini dinamakan tetapan kestabilan nampak atau tetapan kestabilan
menurut kondisi.
(Sodiq, 2005)
Analisa kadar kalsium dapat dilakukan dengan metode kompleksomtri. Titrasi
kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan
zat pembentukan ompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam
dinatrium etilen diamin tetraasetat ( dinatrium EDTA) (Hidayanti,2010).
Titrasi ini digunakan dalam estimasi garam logam. Etilen diamin asam tetra asetat (EDTA)
adalah titran yang biasa digunakan membentuk stabel 1:1 komplek dengan semua logam efektif.
Logam alkali seperti natrium dan kalium. Logam alkali tanah seperi kalsium dan magnesium
bentuk kompleks yang stabil pada nilai pH rendah dan dititrasi dalam ammonium klorida
penyangga di pH= 10 ( Watson,2000).
Titrasi komleksometri berguna untuk menentukan sejumlah besar logam. Selektivitas dapat
dicapai dengan penggunaan yang tepat dari agen (penambah agar pengompleks lainnya adalah
asam lemah dan basa lemah yang kestimbangan, dan pengaruh pH pada kstimbangan ini. Kami
menjelaskan titrasi ion logam dengan zat pengompleks sangat berguna yaitu EDTA, faktor-faktor
yang mempengaruhi mereka, dan indikator untuk titrasi. Titrasi EDTA pada kalsium ditambah
magnesium umumnya digunakan untuk memerlukan kesadahan air.
Hampir semua lohgam lainnya dapat secara akurat ditentukan oleh titrasi kompleksometri.
Kompleksometri memainkan peran penting dalam banyak kimia dan biokimia. Banyak kation akan
membentuk kompleks dalam larutan dengan berbagai zat yang memiliki pasangan elektron baik
terbagi ( misalnya pada N,O,S atom dalam molekul ) mampu memuaskan bilang koordinasi pada
logam. Ion logam adalah asam lewis (elektron pasangan akseptor), komplexer adalah basa lewis
(donor pasangan elektron). Jumlah molekul zat pengompleks disebut ligan, akan tergantung pada
jumlah koordinasi logam dan pada jumlah kelompok pengompleks pada molekul ligan. Asam yang
paling banyak digunakan dalam titrasi adala EDTA.
(Christian, 2009)
Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat yang berdasarkan atas pembentukan
senyawa kompleks yang larut, yang berawal dari reaksi antara ion logam/kation (komponen zat
uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai ligan (fentiker). EBT merupakan asam lemah tidak
stabil dalam air karena senyawa organik ini merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi
sempurna dalam air dan mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasil lambat dalam air
(Khopar,2002).

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Buret 50 mL
b. Corong
c. Gelas kimia 50 mL
d. Pipet tetes
e. Pipet gondok 10 mL
f. Pipet volume 1 mL ; 5 mL
h. Propipet
i. Statif dan Klem
2. Bahan
a. Cuplikan ( Larutan kalsium laktat )
b. Indikator EBT
c. Larutan buffer salmiak pH 10
d. Larutan EDTA 0,05 M
e. Larutan MgSO4 0,05 M
f. Larutan NH3 pekat
g. Kertas lakmus

D. Bagan kerja
1. Pembakuan larutan EDTA dengan larutan baku MgSO4 0,01 M
a. Dipipet 10 ml larutan baku MgSO4 0,01 M kedalam labu ukur 250 ml,
ditambahkan 2 ml buffer PH 10, dan sedikit indikator EBT
b. Dititrasi dengan larutan EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah
anggur menjadi biru
2. Penentuan kadar kalsium dalam cuplikan
a. Dipipet 10 ml larutan cuplikan dimasukan kedalam labu ukur 250 ml,
ditambahkan 2 ml buffer PH 10, dan sedikit indikator EBT
b. Dititrasi dengan larutan EDTA hingga terjadi perubahan warna dari
merah anggur menjadi biru

E. Hasil pengamatan
1. Tabel pengamatan
a. Pembakuan EDTA dengan larutan baku MgSO4 0,01 M
Volume Titrat Volume Titran
5 ml 5,5 ml
5 ml 5,3 ml
5 ml 5,7 ml
Rata – rata 5,5 ml

b. Penentuan kadar kalsium dalam cuplikan


Volume Titrat Volume Titran
10 ml 0,8 ml
10 ml 0,8 ml
10 ml 0,8 ml
Rata – rata 0,8 ml
2. Perhitungan
a. Pembakuan larutan EDTA dengan larutan baku MgSO4 0,01 M
MgSO4 = EDTA
V. titrat = V. titran
M1.V1 = M2.V2
0,01 × 5 = M2 × 5,5
0,05 = M2 × 5,5
M2 =
= 0,009 M

b. Penentuan kadar kalsium dalam cuplikan


V. Titrat = V. Titran
Mol × Cuplikan = Mol × EDTA
M1 × V1 = M2 × V2
× V1 = M2 × V2
= 0,009 × 0,8
= 7,2 × 10-3
mg = 0,288 mg
gram = 0,000288 gram
% kadar Ca = × 100 %
= 0,000288 %

0,000288 % = .......... ppm


=
=
= 28,8 ppm

3. Reaksi
a. MgSO4 dengan indikator EBT
b. MgSO4 + EBT dengan EDTA

c. Penentuan kadar Ca
F. Pembahasan
Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat yang berdasarkan atas pembentukan
senyawa kompleks yang larut yang berasal dari reaksi antara ion logam atau kation (komponen zat
uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai ligan (pentiter). Ligan adalah sebuah ion atau
molekul netral yang mampu mengikat secara koordinasi atom atau ion logam pusat dalam senyawa
kompleks. Titrasi kompleksometri terbagi menjadi 4 macam yaitu titrasi langsung, kembali,
substitusi dan tidak langsung. Titrasi langsung untuk ion logam yang dapat berikatan dengan
indikator ion logam (pada pH tertentu), ikatannya dengan indikator logam kurang stabil
dibandingkan ikatannya dengan EDTA. Titrasi kembali untuk ion logam yang tidak dapat
berikatan dengan indikator atau ikatannya dengan indikator lebih kuat atau stabil dengan ikatannya
dengan EDTA. Titrasi substitusi untuk ion logam yang tidak dapat berikatan dengan indikator
tetapi kompleksnya dengan EDTA sangat stabil dibandingkan dengan indikator logam lain yang
dapat berikatan dengan indikator. Titrasi tidak langsung untuk ion atau senyawa yang tidak
bereaksi dengan EDTA.
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi dari pembentukan kompleks antara ion logam dengan
EDTA sangat peka terhadap pH. Karena reaksi pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+ maka
H+ di dalam larutan akan meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan berakibat
menurunnya stabilitas kompleks pada suasana tertentu. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu
diberikan penahan (buffer). EBT digunakan untuk titrasi dengan suasana pH 7-11 untuk penetapan
kadar dari logam Cu,Al,Fe,Co,Ni,Pt digunakan cara tidak langsung sebab ikatannya dengan EBT
cukup stabil.
Percobaan ini bertujuan untuk dapat menganalisis kadar kalsium (Ca) dengan analisa secara
kompleksometri. Bahan yang digunakan adalah indikator EBT, larutan baku MgSO4 0,01
M,larutan buffer pH=10, cuplikan, larutan EDTA 0,01 M dan NH3 pekat. Percobaan pertama yaitu
pembakuan larutan EDTA dengan larutan baku MgSO4 0,01 M. Standarisasi merupakan suatu
reaksi asidometri yakni penentuan konsentrasi titran menggunakan larutan baku primer. Tujuan
standarisasi adalah untuk mengetahui konsentrasi dari EDTA. EDTA perlu distandarisasi terlebih
dahulu karena EDTA tidak stabil dalam penyimpanannya , EDTA merupakan larutan baku
sekunder selain itu EDTA juga digunakan untuk dapat menstabilkan ion logam Mg, sehibgga
konsentrasi EDTA perlu diketahui secara pasti menggunakan larutan baku primer yaitu MgSO4.
Larutan baku primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat
bahan murni yang dilarutkan atau dengan penimbanagan langsung. Sedangkan larutan baku
sekunder adalah larutan yang tidak diketahui konsentrasinya dan dapatbdiketahui dengan
pembakuan menggunakan larutan baku primer. Adapun syarat larutan baku adalah harus mudah
didapat, sederhana dalam penggunaannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah
berubah. Larutan MgSO4 dimasukkan ke dalam erlenmeyer disebut titrat dan EDTA di dalam buret
disebut titran.
Larutan MgSO4 10 ml dalam erlenmeyer ditambahkan buffer salmiak pH 10 dan sedikit
indikator EBT beberapa tetes. Fungsi dari larutan buffer untuk menyangga pH larutan sehingga
logam-logam alkali dan alkali tanah dapat bereaksi dengan EDTA. Jika pH kurang dari 10 maka
magnesium akan membentuk kompleks yangvtidak stabil dengan EDTA dan jika pH lebih besar
dari 10 maka akan terbentuk endapan hidroksi Mg(OH)2 yang dapat memperlambat kerja EDTA.
Sedangkan indikator EBT (Eriochrom Black T) adalah indikator yang biasanya dihadirkan dalam
bentuk H3In. Spesies asam sulfonatbpada EBT akan terionisasi dalam larutan berair sehingga
strukturnya menjadi ion H2In- yang berwarna merah. Ikatan terbentuk dengan EBT dengan
hilangnya ion-ion hidrogen dari fenolat gugus OH dan pembentukan ikatan antara ion logam, atom
oksigen dan gugus azo. H2In- terurai menjadi HIn²- yang berwarna biru. Mg²+ akan bereaksi
dengan HIn²- yang berwarna biru dan membentuk senyawa kompleks kuat yaitu MgIn²- yang
berwarna merah anggur dan pelepasan H+. Kemudian dititrasi dengan EDTA, garam EDTA yang
larut dalam air Na2H2Y akan terionisasi menjadi 2Na+ dan H2Y²-. MgIn²- akan bereaksi dengan
H2Y²- dan membentuk kompleks MgY²- dan HIn²- dan pelepasan H+. Jika semua Mg²+ telah
bereaksi dengan EDTA maka warna merah akan hilang dan kelebihan sedikit EDTA akan
menyebabkan terjadinya titik akhir titrasi yaitu terbentuknya warna biru. Titik akhir titrasi adalah
titik ketika titran dan titratbtepat habis bereaksi dengan adanya perubahan warna sehingga proses
titrasi harus dihentikan agar titik ekuivalen dapat tercapai. Titik ekuivalen adalah kesetaraan antara
mol titran dan titrat. Kestabilan Mg-EDTA lebih besar dibandingkan Mg-In- sehingga MgIn-
mudah bereaksi dengan EDTA dan menyebabkan Mg2+ pada kompleks bereaksi dengan EDTA.
Ketika titrasi dilakukan terjadi dua prinsip yaitu reaksi suatu pembentukab kompleks dan
prinsip kestabilan kompleks. Reaksi pembentukan kompleks dimana terjadi saat ditambahkan
EDTA²- terbentuk Mg-EDTA atau MgY²-. Sedangkan prinsip dari jestabilan ion kompleks terjadi
ketika ikatan dari Mg dengan EDTA harus lebih kuat dari ion Mg dengan EBT, sehingga ion logam
dapat bereaksi dengan EDTA²- atau H2Y²- dan jimlah penggunaan EDTA yang dijadikan larutan
standar bakubsekunder dapat ditebtukan. Jadi ikatan indikatorbdengannikatan logam harus lebih
lemah dari ikatan ion logam dengan EDTA²-. Tahapan standarisasi dilakukan sebanyak 3 kali agar
memperoleh volume titran rata-rata dari volume ketiganya dan hasil konsentrasi akan lebih akurat
yang akan mewakili semua konsentrasi larutan ketiga-tiganya yang telah distandarisasi tadi.
Diperoleh volume titran yang dibutuhkan pada erlenmeyer I yaitu 5,5 mL, pada erlenmeyer II yaitu
5,3 mL dan pada erlenmeyer III yaitu dibutuhkan 5,7 ml volume EDTA untuk mencapai titik akhir
titrasi, dan diperoleh volume rata-ratanya 5,5 mL dan setelah dihitung maka diperoleh konsentrasi
EDTA yaitu 0,009 M. Konsentrasi antara EDTA 0,009 M dengan MgSO4 0,01 M selisihnya tidak
terlampau jauh hanya 0,001 maka titik ekuivalennya hampir tercapai. Kesetaraan mol titran dan
titrat tidak tercapai dapat disebabkan banyak hal diantaranya karena penambahan indikator terlalu
banyak atau karena larutan titran dan titratnya terlalu pekat salah satunya.
Percobaan kedua yaitu penentuan kadar kalsium dalam cuplikan. Sebanyak 10 mL cuplikan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2 mL buffer pH 10 dan beberapa tetes indikator
EBT. Larutan buffer dibuat dengan mencampurkan NH4Cl 0,047 gram dengan 50 mL NH4OH.
Fungsi larutan buffer adalah untuk menyangga pH larutan karena pada setiap titrasi akan ada
pelepasan H+ saat pembentukab kompleks sehingga H+ dalam larutan akan meningkat walaupun
sedikit, namun ini akan mengakibatkan menurunnya stabilitas kompleks maka dari itu perlu
diberikab larutan buffer sehingga logam dalam cuplikan dapat bereaksi dengan EDTA karena pada
umumnya logam dapat bereaksi pada pH 7-10 dan membentuk kompleks. Penambahan indikator
EBT berfungsi sebagai suatu indikator pH dan akan memberi warna pada saat titik akhir titrasi.
Dengan penambahan indikator EBT maka terbentuk CaIn- yang berwarna merah anggur. Jika telah
terbentuk larutan berwarna merah anggur maka proses titrasi dengan EDTA dilakukan. Molekul
EDTA mengandung enam siklus basa, empat karboksilat dan dua nama spesies asam dapat hadir
yaitu H6Y²+, H5Y+, H4Y, H3Y-, H2Y²- dan HY³-. CaIn- akan bereaksi dengan H2Y²- dari EDTA
yang akan membentuk larutan berwarna biru CaY² dan terbentuk juga HIn²- dan H+. CaY2
merupakan senyawa kompleks yang larut dan berasal dari reaksi antara ion logam Ca²+ atau kation
dengan zat pembentuk kompleks yaitu EDTA sebagai ligan. Ligan adalah ion atau molekul yang
mampu mengikat suatu ion dan gugusnya terikat pada ion pusat. EDTA merupakan ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan ion logam Ca²+ melalui gugus dua nitrogen dan
empag gugus karboksil. Kedua atom nitrogen memiliki sepasang elektron tak terpakai bersamaan.
Ion Ca²+ membentuk kompleks dengan dua molekul EDTA. Cincin heterosiklik akan terbentuk
oleh suatu ion logam Ca dengan dua atau lebih gugus fungsional dalam ligan dinamakan cincin
khelat. Mekanisme pengkelatan terjadi karena penggunaan elektron bersama antara ion logam
dengan ion pengkelat. Titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali dan diperoleh volume penitrasi secara
berturut-turut 0,8 mL ketiga-tiganya. Setelah dihitung diperoleh berat Ca 0,288 mg dan kadarnya
Ca 20 ppm. Manfaat titrasi kompleksometri pada penerapan di bidang farmasi adalah sering
digunakan dalam penetapan kadar suatu senyawa obat yang mengandung suatu ion-ion logam

G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penentuan kadar
Ca dalam cuplikan didapatkan hasil rata-ratanya adalah 0,8 mL dan kadar Ca adalah 20 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Christian, Gary. D. 2004. Analytical Chemistry. University of Washington. United States of
America.
Hidayanti, A. 2010. Penetapan Kadar Senyawa Kalsium (Ca) pada Pasta Gigi.
Jurnal Kimia. Vol 02. No 01. Hal 43-47.
Khopar, 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Sodiq, I.M. 2005. Kimia Analitik I. Universitas Negri Malang. Malang.
Watson, David. 2000. Pharmaceutical Analysis A Textbook For Pharmacy
Students and Pharmaceutical Chemist. University of Strathclyde. Glasgow UK

Diposting oleh Mochammad Tri N.C di 21.08


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar:

1.

Asep Rizal4 April 2016 05.11

Assalamu'alaikum
Mohon izin copy tulisannya
Terimakasih banyak ini sangat membantu
Jazakallohu Ahsanal Jaza'

Balas

Muat yang lain...


Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Mochammad Tri N.C


Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼ 2015 (1)
o ▼ Juni (1)
 laporan praktikum kompleksometri - Mochammad Tri N...

Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

Welcome ~ Ita Blog


Semoga blog ini bermanfaat, oleh Ita Trie Wahyuni
"Seorang PEMENANG tidak akan pernah MENYERAH, karena hanya yang MENYERAH tidak
akan pernah MENANG"

Tuesday, October 2, 2012


Laporan Kimia Analitik Kompleksometri

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu dari reaksi-reaksi matematis yang tidak disertai perubahan valensi adalah reaksi
pembentukan kompleks. Penetapan kualitatif yang berdasarkan reaksi komlpeks disebut
kompleksometri. Kompleksometri disebut juga dengan kelatometri. Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan
penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas
tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Reaksi pembentukan kompleks antara ion logam dengan EDTA sangat peka terhadap pH.
Karena reaksi pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+ maka (H+) didalam larutan akan
meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan berakibat menurunnya stabilitas
kompleks pada suasana tersebut (reaksi ini dapat berjalan pada suasana asam, netral dan alkalis).
Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu diberikan penahan (buffer). Sebagai larutan buffer
yang dapat langsung digunakan dengan campuran NH4Cl dan NH4OH. Indikator untuk menetukan
titik akhir titrasi adalah EBT (Erichrom Black T). Satuan yang digunakan molaritas.

EBT dipakai untuk titrasi dengan suasana pH = 7-11, untuk penetapan kadar dari logam
Cu, Al, Fe, Co, Ni, Pt dipakai cara titrasi tidak langsung, sebab ikatan kompleks antara logam
tersebut dengan EBT cukup stabil. EBT yang ditambahkan kedalam larutan ZnSO4 yang telah
ditambahkan buffer menghasilkan ZnEBT yang berwarna merah anggur. Raeaksi dengan EDTA
yang dititrasi menghasilkan perubahan warna dari merah anggur ke biru.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amino polikarboksilat. EDTA sebenaranya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau
disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya
asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua
atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan agar praktikan dapat mengetahui penetuan
kalsium secara kompleksometri pada sebuah sampel.

1.2 Tujuan
- Mengetahui prinsip kerja penentuan kadar Ca dalam sampel secara komplesometri
- Mengetahui fungsi penambahan EBT
- Mengetahui metode-metode dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Reaksi Pembentukan Kompleks


Dalam pelaksaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang
menghasilkan pembentukkan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom
( ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif
komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat
tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom
pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan
(monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan suatu atom pusat. Pada
kebanyakan kasus, bilangan koordinasi adalah 6 (seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+,
Ni2+, Cd2+), kadang-kadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-bilangan 2 (Ag+) dan 8 (beberapa
ion dari golongan platinum) juga terdapat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat
dalam apa yang disebut bulatan koordinasi , yang masing-masingnya dapat dihuni satu ligan
(monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu kompleks
dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat berada dipusat suatu
bujursangkar dan keempat ion menempati keempat sudut bujursangkar ini adalah juga umum.
Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk
ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yeng tersedia sekitar
ion pusat dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil), tridentat dan juga
tetradentat dikenal orang. Kompleks yang terdiri dari ligan-ligan polidentat sering disebut sepit
(Chelate). Nama ini berasal dari kata Yunani untuk sepit kepiting, yang menggigit suatu
objekseperti ligan-ligan polidentat itu ‘menangkap’ ion pusatnya. Pembentukan kompleks sepit
dipakai secara ekstensif dalam analisis kimia kuantitatif (titrasi kompleksometri).
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukkan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya
kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah logam
dengan EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro nitrat dan perak sianida juga dikenal sebagai
titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002).
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks
(ion kompleks atau garam yang sukar mengion), kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana
titrat dan titran saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks,
sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri:
Ag+ + 2CN-  Ag (CN)2
Hg+ + 2Cl-  HgCl2
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang dimaksud disini adalah kompleks yang
dibantu melalui reaksi ion logam, sebuah kation dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset,
1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukkan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi komples biasa seperti diatas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat,
disebut ligan dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan:
M(H2O)n + L <==> M (H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).

2.2 EDTA dan Complexan


Ini dikenal juga dengan nama Versen, Complexan III, Sequesterene, Nullapon, Trilon B,
Idranat III dan sebagainya, strukturnya:
Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut mengandung baik donor elektron dari atom
oksigen maupun donor dari atom nitrogen, sehingga dapat menghasilkan khelat bercincin sampai
6 secara serempak. Zat pengompleks lian adalah asam nitriliotriasetat N (CH2COOH)3. Berbagai
logam membentuk kompleks pada pH yang berneda-beda. Peristiwa yang mengomplekskan
tergantung pada aktivitas anion bebas, misalkan y+ (jika asamnya) H4Y dengan tetapan ionisasi
pK1 = 2,0; pK2 = 2,64; pK3 = 6,16 dan pK4 = 10,26. Ternyata variasi aktivitas Y4- bervariasi
terhadap perubahan pH dari 1,0 sampai 10 secara umum perubahan ini sebanding dengan (H-) pada
pH 3,0-8,0CO

Kompleks logam dengan muatan lebih tinggi umumnya lebih baik atau stabil. Hanya Be2+, CO22+
yang tidak membentuk kompleks stabil dengan EDTA.
Gambar diatas menunjukkan beberapa struktur zat pengompleks yang juga sering digunakan dalam
titrimetri. Demikian juga trietilen tetra amin (trien); H4Y atau Na2H2Y digunakan untuk
titrasi.EDTA mudah larut dalam air. Dapat diperoleh dalam keadaan murni. Tetapi karena adanya
sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya distandarisasi dahulu, misalkan dengan menggunakan
larutan kadmium.

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda
tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendekteksian visual dari titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik
akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat.
Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-
indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak karena disosiasi tak akan
diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil
dibanding kompleks logam. EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir titrasi, EDTA
memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam EDTA harus
tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam
harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu,
terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir,
penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan
indikator erichrn indikatome balck T. Pada pH tinggi 12 Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga
EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan
bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen
secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam
logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni,
sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena
adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan
menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
2.3 Selektivitas Titrasi Kompleksometri
Karenanya banyaknya logam yang dapat dititrasi dengan EDTA, maka masalah selektivitas
menjadi masalah penting untuk dikaji. Tampaknya pemisahan pendahulu seperti pemisahan
berdasarkan penukar anion atau ekstraksi pelarut perlu dilakukan terhadap suatu campuran.
Selektivitas dapat diperbaiki dengan mengendalikan pH pemakaian pengompleks sekunder,
pemilihan penitrannya dan pengendalian laju reaksi. Kompleks yang stabil biasanya terbentuk
3+ 4+ 3+
pada pH rendah seperti Fe (pH=2,0), Al , Zr , B , semua titrasi pada pH rendah untuk
menghindarkan hidrolisis. Zn, Cd, dan Pb dititrasi pada pH=5,0. Pada titrasi Ca, untuk
menghindarkan interferensi dari Zn dan Cd, ion-ion ini dimasking dengan KCN. Misalkan saja Ca,
Mg dapat di titrasipada pH=10,0 dengan penambahan nitril glikolat, yang akan membebaskan Zn,
Cd dari kompleks EDTA. Bal atau 2,3 dimerkaptopropanol dapat digunakan sebagai elemen
masking melalui pembentukan sulfida yang tidak larut. EDTA dapat digunakan untuk menitrasi
Ca dalam campuran Mg dengan mempergunakan indikator murexide. Campuran Cd, Zn dapat
dititrasi dengan EDTA dengan menggunakan buffer NH3-NH4Cl, karena Cl (NH3)2 kurang stabil
dibandingkan Zn (NH3)2 sehingga EDTA hanya menitrasi Cd.
2.4 Kestabilan Kompleks
Kestabialn suatu kompleks jalan akan berhubungan dengan (a) kemampuan mengompleks
dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan ciri khas ligan itu, yang penting untuk memeriksa
faktor-faktor ini dengan singkat:
a. Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi
Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam lewis
kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan afinitas terhadap halogen, dan
membentuk kompleks yang paling stabil dengan anggota pertama grup table berkala. Kelas
B lebih mudah berkoordinasi dengan I - daripada dengan f dalam larutan air dan membentuk
kompleks terstabil dengan atom penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni N,
O, F, Cl, C, danP.Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri
perilaku penerima pasangan electron kelas A dan kelas B.
b. Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat, adalah (i)
kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, (iii) efek-efek sterik (ruang). Efek
sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar yang melekat dengan atom
penyumbang.

BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3. 1. 1 Alat-alat
- Corong kaca
- Buret 50 mL
- Klem dan statif
- Pipet tetes
- Erlenmayer 250 mL
- Gelas ukur
- Spatula
- Pipet gondok 25 mL
- Gelas kimia 250 mL
- Pipet volume
- Beaker gelas
3. 1. 2 Bahan-bahan
- Sampel (air parit)
- Larutan buffer pH 10
- MgCl2
- Indikator EBT
- Larutan EDTA
- Aquadest
- Tissu gulung
3. 2 Prosedur Kerja
3. 2. 1 Pembakuan larutan EDTA dengan MgCl2
- Diambil 10 mL MgCl2
- Dimasukkan kedalam erlenmayer
- Ditambahkan 30 mL aquadest
- Ditambahkan 2 mL larutan buffer pH 10
- Ditanbahkan sedikit indikator EBT
- Dititrasi dengan EDTA hingga terjadi perubahan warna, dari merah anggur kebiru, dilakukan
triplo
- Dicatat volume EDTA dan dihitung kadar EDTA
3. 2. 2 Penentuan kadar Ca dalam sampel
- Diambil 10 mL air sampel (air parit)
- Dimasukkan kedalam erlenmayer
- Ditambahkan 2 mL larutan buffer pH 10
- Ditambahkan 30 mL aquadest
- Ditanbahkan sedikit indikator EBT
- Dititrasi dengan EDTA hingga terjadi perubahan warna, dari merah anggur kebiru.
- Dicatat volume EDTA dan dihitung kadar Ca dalam sampel
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


No Perlakuan Pengamatan
1. Pembakuan larutan EDTA
dengan MgCl2
- Diambil 10 mL MgCl2 - MgCl2 berwarna bening
- Dimasukkan ke - Warna larutan tetap bening
dalam erlenmayer - Warna larutan tetap bening
- Ditambahkan 30 mL aquadest - Warna larutan tetap bening
- Ditambahkan 2 mL larutan
buffer pH 10 - Warna lerutan menjadi merah
- Ditanbahkan sedikit indikator anggur
EBT - Warna larutan menjadi biru
- Dititrasi dengan EDTA - Setelah dititrasi dengan EDTA,
- Dicatat volume EDTA dan larutan berubah warna menjadi
dihitung kadar EDTA biru, pada:
V1= 4,5 mL
V2= 4,4 mL
V3= 5,1 mL

2. Penentuan kadar Ca dalam


sampel
- Diambil 10 mL air sampel - Larutan berwarna kuning keruh
- Warna larutan tetap kuning keruh
- Dimasukkam kedalam - Warna larutan menjadi bening
erlenmayer - Warna larutan tetap bening
- Ditambahkan 2 mL larutan - Warna larutan menjadi merah
buffer pH 10 anggur
- Ditambahkan 30 ml aquadest - Warna larutan menjadi biru
- Ditanbahkan sedikit indikator - Setelah dititrasi dengan EDTA,
EBT arutan berubah warna menjadi
- Dititrasi dengan EDTA biru pada:
- Dicatat volume EDTA dan V1= 0,1 mL
dihitung kadar Ca dalam sampel V2= 1 mL
V3= 0,1 mL

4. 2 Reaksi
4.2.2Reaksi MgCl2 dengan indikator EBT

4.2.2 Reaksi (MgCl2 + EBT) dengan EDTA


4.2.3 Reaksi CaCl2 dengan indikator EBT
4.2.4 Reaksi (Ca + EBT) dengan EDTA

*Reaksi lebih jelas lihat pada gambar ini :


4. 3 Perhitungan
4. 3. 1 Pembakuan larutan EDTA dengan larutan MgCl2
Diketahui : MMgCl2 = 0,005 M
VMgCl2 = 10 mL
Vrata-rata EDTA =
= 4, 67 mL
Ditanya : M EDTA ?
Dijawab : MMgCl2 x VMgCl2 = MEDTA x VEDTA
0,05 M x 10 mL = MEDTA x 4,67 mL
MEDTA =
MEDTA = 0,1070 M

4. 3. 2 Penentuan kadar Ca2+


Diketahui : MEDTA = 0, 1070 M
Vsampel = 10 mL
Vrata-rata EDTA =
= 0,4 mL = 4 x 10-4 L
Ditanya : M Ca2+ ?
Dijawab : M Ca2+ = x MEDTA x Vrata-rata x Ar Ca2+
= x 0,1070 x 4.10-4 x 40
= 0,1712 M

*Perhitungan lebih jelas lihat pada gambar ini :


4.4 Pembahasan
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana
titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Titrasi kompleksometri
juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya
kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Kompleksometri termasuk salah satu analisis
kimia kuantitatif, yang tujuannya untuk menentukan kadar ataupun konsentrasi dalam suatu
sampel. Adapun prinsip kerjanya yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks
dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu dari merah anggur menjadi biru.
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum
titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan
berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.
Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena
disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu
harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir,
EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA
harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator
logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion
logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik
ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome Black T.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya
atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul,
misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen– penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam
molekul.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam,
dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang
menghasilkan spesies seperti CuHY-. Berikut adalah struktur dari EDTA (Asam etilen diamin
tetra asetat) :
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion logam
dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA
mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu atau
dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan
logamnya.
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai
pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini
contohnya Erichrome Black T (EBT). EBT adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda
bila berada dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 +
0,1. Berikut adalah struktur dari EBT (Erichrome Black T):
Pada percobaan pembakuan larutan EDTA dengan larutan MgCl2. Pertama-tama yang dilakukan
adalah mengambil 10 ml MgCl2, lalu dimasukkan kedalam erlenmayer. MgCl2 merupakan
larutan yang digunakan untuk menstandarisasi EDTA. Lalu ditambahkan 30 ml aquades. MgCl2
berwarna bening, setelah ditambahkan aquades warna larutan tetap bening. Lalu ditambahkan 2
ml larutan buffer pH 10. Tujuan ditambahkan larutan dapar amilum pH 10 untuk menjaga ion
tetap dalam larutan. Setelah ditambahkan buffer pH 10 warna larutan tetap bening. Selanjutnya
ditambahkan sedikit EBT. Diberi indikator EBT sehingga titikakhir titrasinya pun dapat
diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA. Setelah dititrasi dengan EDTA larutan berubah warna
menjadi biru, pada V1 = 4,5 ml, V2 = 4,4 ml, V3 = 5,1 ml. Pada proses penitrasian terjadi
kesalahan pada penentuan volume, saat perubahan warna menjadi biru. Karena kurang terbiasa
menitrasi sehingga hasil yang didapat memiliki perbedaan yang cukup jauh. Seharusnya jarak
yang didapat dari V1=V2=V3 tidak boleh terlalu jauh. Tetapi karena adanya kesalahan penitrasian
jarak yang didapat dari V1 ke V2 = 0,1 dan V2 ke V3 = 0,7.
Penentuan kadar Ca dalam sampel, pertama yang dilakukan adalah mengambil 10 ml air sampel
(parit gor 27) dimasukkan kedalam erlenmayer. Warna larutan kuning keruh. Lalu ditambahkan
sedikit EBT. Tujuan ditambahkan indikator EBT karena indikator tersebut peka terhadap kadar
logam dan pH larutan sehingga titik akhir titrasinya pun diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA,
dan dicatat volume EDTA, dan dihitung kadar Ca. Larutan berubah warna menjadi birusetelah
dititrasi dengan EDTA pada V1=1 ml, V2= 1 ml, dan V3= 0,1 ml. Pada saat penitrasian larutan
sampel megalami perubahan warna menjadi biru. Hal itu membuktikan bahwa terdapat
kesadahan didalam sampel air yang digunakan. Dam juga membuktikan bahwa larutan sampel
mengandung ion Ca2+. Dalam proses penitrasian didapat hasil yang kurang memuaskan.itu
dikarenakan adanya faktor kesalahan yang terjadi, dikarenakan karena kurang terbiasanya
menitrasi suatu larutan. Seharusnya jarak yang didapat dari V1=V2=V3, tidak boleh terlalu jauh.
Tetapi karena adanya kesalahan penitrasian jarak yang didapat menjadi V1 ke V2 = 1 ml, V2 ke
V3 = 0,1 ml.
Kesadahan adalah salah satu sifat kimia yang dimiliki oleh air. Penyebab air menjadi sadah
adalah karena adanya ion-ion Ca2+, Mg2+. Atau dapat juga disebabkan karena adanya ion-ion lain
dari polyualent metal (logam bervalensi banyak) seperti Al, Fe, Mi, Sr dan Zr dalam bentuk
garam sulfat, klorida dan bikarbonat dalam jumlah kecil.
Kesadahan sementara adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya garam-garam bikarbonat,
seperti Ca(HCO3)2, Mg(HCO3)2. Kesadahan ini dapat/ mudah dieliminir dengan pemanasan
(pendidihan), sehingga tebentuk endapan CaCO3 atau
MgCO3.
Kesadahan tetap adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya garam-garam klorida, sulfat
dan karbonat, misal CaSO4, MgSO4, CaCl2, MgCl2. Kesadahan tetap dapat dikurangi dengan
penambahan larutan soda-kapur (terdiri dari larutan natrium karbonat dan magnesium
hidroksida) sehingga terbentuk endapan kalsium karbonat (padatan/ endapan) dan magnesium
hidroksida (padatan/ endapan) dalam air.

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
- Adapun prinsip kerja dalam penentuan kadar Ca secara kompleksometri yaitu berdasarkan reaksi
pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator
tertentu. Titik akhir titrasi ditujukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu merah
anggur menjadi biru.
- EBT (Eriochrome Black T) adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda bila berada dalam
larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1. Tujuan diberi
indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH larutan, sehingga
titik akhir titrasinya pun dapat diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA.
- Metode yang dapat dilakukan dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA, yaitu titrasi langsung
dengan EDTA untuk kesadahan total air, kalsium, dan magnesium, titrasi kembali untuk reduksi
antara kation dengan EDTA, titrasi penggantian bila tidak ada indikator yang sesuai, dan titrasi
tidak langsung untuk penentuan sulfat dengan mengendapkannya sebagai BaSO4.

5.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan penentuan kalsium secara kompleksometri tidak hanya diajarkan
metode titrasi langsung saja, tetapi juga metode titrasi kembali, titrasi penggantian dan penentuan
tidak langsung. Sehingga hasilnya lebih beragam dan dapat dibandingkan.

Posted by Ita Trie Wahyuni at 6:21 PM


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: Laporan Kimia Analitik

8 comments:

1.

alwayslintzDecember 28, 2012 at 5:23 AM

(y)

Reply

Replies
1.

Ita Trie WahyuniJanuary 20, 2013 at 11:51 PM

trimakasih...

2.

UnknownMarch 27, 2016 at 11:28 PM

sama

Reply

2.

rahmi attazkiyahJune 19, 2013 at 9:49 PM

mana daftar pustakanya ?

Reply

Replies

1.

Ita Trie WahyuniJune 20, 2013 at 8:03 PM

DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta

Harjadi, w. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia : Jakarta

Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press : Jakarta

2.

Wahyu AfnanJuly 14, 2014 at 1:52 AM


metode penelitiannya ada di buku vogel j.basset halaman brp mbak untuk
stnadarisasi na2edta dgn mgcl2,

Reply

3.

Ahmad Hanif FahrudyNovember 30, 2015 at 6:33 PM

bro minta file nya. kirimin ke email ku ahmadfahrudy@gmail.com

Reply

4.

Nadya Aulia RizkiNovember 2, 2016 at 2:46 AM

mau nanya mbak itu dapet reaksi reaksi nya boleh tau dari buku apa ya?

Reply

Load more...
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

About Me

Ita Trie Wahyuni


Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia
IG : Itrwhyn | Ita Trie Wahyuni |1992 | Samarinda | SD 001 SMD | SMPN 7 SMD |
SMAN 10 Melati SMD | Teknik Kimia UNMUL 2010 | Itatriewahyuni@gmail.com
View my complete profile

Followers
Ita Trie Wahyuni
Total Pageviews

2,034,480

Translate
Entri Populer
 Laporan Kimia Fisika Viskositas Zat Cair

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekentalan adalah sifat dari suatu
zat cair (fluida) disebabkan adanya gesekan ...

 Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-


fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan teta...

 Laporan Kimia Dasar I Pemisahan dan Pemurnian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biasanya zat murni telah tercemar
dengan zat-zat lain yang dapat membentuk campuran yang b...

Laporan Kimia Fisika Kalorimeter

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Secara umum untuk mendeteksi adanya
kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan meng...

 Laporan Mikrobiologi Pewarnaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri memiliki beberapa bentuk yaitu
basil (tongkat), coccus, spirilum. Bakteri yang ber...

Laporan Kimia Analitik Permanganometri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Titrasi redoks (reduksi-oksidasi)


merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya, dian...

Laporan Kimia Analitik Kompleksometri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu dari reaksi-reaksi matematis
yang tidak disertai perubahan valensi adalah reaksi...

 Laporan Kimia Daasar I Pembuatan Larutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir semua proses kimia berlangsung
dalam larutan sehingga penting untukmemahami sif...

Laporan Kimia Analitik Golongan 3, 4 dan 5


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisa kimia adalah penyelidikan kimia
yang bertujuan untuk mencari susunan persenyawaa...

Laporan Kimia Analitik Spektrofotometri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spektrofotometri merupakan salah satu


cabang analisis instrumental yang mempelajari inter...

Blog Archive
 ► 2014 (4)

 ► 2013 (21)

 ▼ 2012 (52)
o ▼ October (37)
 Laporan Kimia Dasar II Redoks
 Laporan Kimia Dasar II Pembuatan dan Sifat Koloid
 Laporan Kimia Dasar II Elektrolisis
 Laporan Kimia Dasar II Adisi Substitusi
 Laporan Kimia Dasar II Ikatan Peptida
 Laporan Kimia Dasar II Aldehida dan Keton
 Laporan Kimia Dasar II Asidi Alkalimetri
 Laporan Kimia Dasar I Sifat Sifat unsur
 Laporan Kimia Dasar I Laju Reaksi
 Laporan Kimia Dasar I Stoikiometri
 Laporan Kimia Dasar I Kromatografi
 Laporan Kimia Dasar I Pemisahan dan Pemurnian
 Laporan Kimia Daasar I Pembuatan Larutan
 Laporan Mikrobiologi Pengamatan Jamur Mikroskopis
 Laporan Mikrobiologi Uji Daya Hambat
 Laporan Mikrobiologi Most Probable Number
 Laporan Mikrobiologi Total Plate Count
 Laporan Mikrobiologi Pewarnaan
 Laporan Mikrobiologi Pembuatan Biakan Murni
 Laporan Mikrobiologi Isolasi dan Identifikasi Dasa...
 Laporan Mikrobiologi Media Pertumbuhan Mikroba
 Laporan Mikrobiologi Peralatan dan Sterilisasi
 Laporan Kimia Fisika Viskositas Zat Cair
 Laporan Kimia Fisika Kelarutan Timbal Balik
 Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan
 Laporan Kimia Fisika Hukum Hess
 Laporan Kimia Fisika Kelarutan Sebagai Fungsi Suhu...
 Laporan Kimia Fisika Ikatan Hidrogen
 Laporan Kimia Fisika Kalorimeter
 Laporan Kimia Analitik AAS Spektrofotometri Serapa...
 Laporan Kimia Analitik Spektrofotometri
 Laporan Kimia Analitik Permanganometri
 Laporan Kimia Analitik Kompleksometri
 Laporan Kimia Analitik Golongan 3, 4 dan 5
 Laporan Kimia Analitik Golongan I dan II
 Lagu Mars Teknik Kimia Mulawarman
 Lagu Hymne Teknik Kimia Mulawarman
o ► September (1)
o ► August (2)
o ► June (12)

 ► 2011 (1)

Label
 Bunga Eledweis
 Download file Laporan Kimia Fisika
 Download file Laporan Mikrobiologi
 english
 Gunung Bromo
 Hamster
 Hasil Karya Ku
 HMTK UNMUL
 Karangan bebas
 kata-kata mutiara
 kutipan
 Laporan Kimia Analitik
 Laporan Kimia Dasar I
 Laporan Kimia Dasar II
 Laporan Kimia Fisika
 laporan Mikrobiologi
 Magang di Lab. Bioteknologi Kehutanan
 perahu kertas
 puisi
 Sekilas Tulisan

There was an error in this gadget

Follow by Email Ita Trie Wahyuni Blog's


welcome
ita trie wahyuni

Watermark theme. Theme images by ranplett. Powered by Blogger.

Welcome ~ Ita Blog


Semoga blog ini bermanfaat, oleh Ita Trie Wahyuni
"Seorang PEMENANG tidak akan pernah MENYERAH, karena hanya yang MENYERAH tidak
akan pernah MENANG"

Tuesday, October 2, 2012


Laporan Kimia Analitik Kompleksometri

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu dari reaksi-reaksi matematis yang tidak disertai perubahan valensi adalah reaksi
pembentukan kompleks. Penetapan kualitatif yang berdasarkan reaksi komlpeks disebut
kompleksometri. Kompleksometri disebut juga dengan kelatometri. Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan
penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas
tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Reaksi pembentukan kompleks antara ion logam dengan EDTA sangat peka terhadap pH.
Karena reaksi pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+ maka (H+) didalam larutan akan
meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan berakibat menurunnya stabilitas
kompleks pada suasana tersebut (reaksi ini dapat berjalan pada suasana asam, netral dan alkalis).
Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu diberikan penahan (buffer). Sebagai larutan buffer
yang dapat langsung digunakan dengan campuran NH4Cl dan NH4OH. Indikator untuk menetukan
titik akhir titrasi adalah EBT (Erichrom Black T). Satuan yang digunakan molaritas.

EBT dipakai untuk titrasi dengan suasana pH = 7-11, untuk penetapan kadar dari logam
Cu, Al, Fe, Co, Ni, Pt dipakai cara titrasi tidak langsung, sebab ikatan kompleks antara logam
tersebut dengan EBT cukup stabil. EBT yang ditambahkan kedalam larutan ZnSO4 yang telah
ditambahkan buffer menghasilkan ZnEBT yang berwarna merah anggur. Raeaksi dengan EDTA
yang dititrasi menghasilkan perubahan warna dari merah anggur ke biru.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amino polikarboksilat. EDTA sebenaranya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau
disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya
asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua
atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan agar praktikan dapat mengetahui penetuan
kalsium secara kompleksometri pada sebuah sampel.

1.2 Tujuan
- Mengetahui prinsip kerja penentuan kadar Ca dalam sampel secara komplesometri
- Mengetahui fungsi penambahan EBT
- Mengetahui metode-metode dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Reaksi Pembentukan Kompleks


Dalam pelaksaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang
menghasilkan pembentukkan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom
( ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif
komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat
tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom
pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan
(monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan suatu atom pusat. Pada
kebanyakan kasus, bilangan koordinasi adalah 6 (seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+,
Ni2+, Cd2+), kadang-kadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-bilangan 2 (Ag+) dan 8 (beberapa
ion dari golongan platinum) juga terdapat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat
dalam apa yang disebut bulatan koordinasi , yang masing-masingnya dapat dihuni satu ligan
(monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu kompleks
dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat berada dipusat suatu
bujursangkar dan keempat ion menempati keempat sudut bujursangkar ini adalah juga umum.
Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk
ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yeng tersedia sekitar
ion pusat dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil), tridentat dan juga
tetradentat dikenal orang. Kompleks yang terdiri dari ligan-ligan polidentat sering disebut sepit
(Chelate). Nama ini berasal dari kata Yunani untuk sepit kepiting, yang menggigit suatu
objekseperti ligan-ligan polidentat itu ‘menangkap’ ion pusatnya. Pembentukan kompleks sepit
dipakai secara ekstensif dalam analisis kimia kuantitatif (titrasi kompleksometri).
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukkan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya
kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah logam
dengan EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro nitrat dan perak sianida juga dikenal sebagai
titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002).
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks
(ion kompleks atau garam yang sukar mengion), kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana
titrat dan titran saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks,
sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri:
Ag+ + 2CN-  Ag (CN)2
Hg+ + 2Cl-  HgCl2
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang dimaksud disini adalah kompleks yang
dibantu melalui reaksi ion logam, sebuah kation dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset,
1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukkan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi komples biasa seperti diatas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat,
disebut ligan dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan:
M(H2O)n + L <==> M (H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).

2.2 EDTA dan Complexan


Ini dikenal juga dengan nama Versen, Complexan III, Sequesterene, Nullapon, Trilon B,
Idranat III dan sebagainya, strukturnya:
Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut mengandung baik donor elektron dari atom
oksigen maupun donor dari atom nitrogen, sehingga dapat menghasilkan khelat bercincin sampai
6 secara serempak. Zat pengompleks lian adalah asam nitriliotriasetat N (CH2COOH)3. Berbagai
logam membentuk kompleks pada pH yang berneda-beda. Peristiwa yang mengomplekskan
tergantung pada aktivitas anion bebas, misalkan y+ (jika asamnya) H4Y dengan tetapan ionisasi
pK1 = 2,0; pK2 = 2,64; pK3 = 6,16 dan pK4 = 10,26. Ternyata variasi aktivitas Y4- bervariasi
terhadap perubahan pH dari 1,0 sampai 10 secara umum perubahan ini sebanding dengan (H-) pada
pH 3,0-8,0CO
Kompleks logam dengan muatan lebih tinggi umumnya lebih baik atau stabil. Hanya Be2+, CO22+
yang tidak membentuk kompleks stabil dengan EDTA.
Gambar diatas menunjukkan beberapa struktur zat pengompleks yang juga sering digunakan dalam
titrimetri. Demikian juga trietilen tetra amin (trien); H4Y atau Na2H2Y digunakan untuk
titrasi.EDTA mudah larut dalam air. Dapat diperoleh dalam keadaan murni. Tetapi karena adanya
sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya distandarisasi dahulu, misalkan dengan menggunakan
larutan kadmium.

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda
tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendekteksian visual dari titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik
akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat.
Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-
indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak karena disosiasi tak akan
diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil
dibanding kompleks logam. EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir titrasi, EDTA
memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam EDTA harus
tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam
harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu,
terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir,
penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan
indikator erichrn indikatome balck T. Pada pH tinggi 12 Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga
EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan
bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen
secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam
logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni,
sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena
adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan
menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
2.3 Selektivitas Titrasi Kompleksometri
Karenanya banyaknya logam yang dapat dititrasi dengan EDTA, maka masalah selektivitas
menjadi masalah penting untuk dikaji. Tampaknya pemisahan pendahulu seperti pemisahan
berdasarkan penukar anion atau ekstraksi pelarut perlu dilakukan terhadap suatu campuran.
Selektivitas dapat diperbaiki dengan mengendalikan pH pemakaian pengompleks sekunder,
pemilihan penitrannya dan pengendalian laju reaksi. Kompleks yang stabil biasanya terbentuk
3+ 4+ 3+
pada pH rendah seperti Fe (pH=2,0), Al , Zr , B , semua titrasi pada pH rendah untuk
menghindarkan hidrolisis. Zn, Cd, dan Pb dititrasi pada pH=5,0. Pada titrasi Ca, untuk
menghindarkan interferensi dari Zn dan Cd, ion-ion ini dimasking dengan KCN. Misalkan saja Ca,
Mg dapat di titrasipada pH=10,0 dengan penambahan nitril glikolat, yang akan membebaskan Zn,
Cd dari kompleks EDTA. Bal atau 2,3 dimerkaptopropanol dapat digunakan sebagai elemen
masking melalui pembentukan sulfida yang tidak larut. EDTA dapat digunakan untuk menitrasi
Ca dalam campuran Mg dengan mempergunakan indikator murexide. Campuran Cd, Zn dapat
dititrasi dengan EDTA dengan menggunakan buffer NH3-NH4Cl, karena Cl (NH3)2 kurang stabil
dibandingkan Zn (NH3)2 sehingga EDTA hanya menitrasi Cd.
2.4 Kestabilan Kompleks
Kestabialn suatu kompleks jalan akan berhubungan dengan (a) kemampuan mengompleks
dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan ciri khas ligan itu, yang penting untuk memeriksa
faktor-faktor ini dengan singkat:
a. Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi
Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam lewis
kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan afinitas terhadap halogen, dan
membentuk kompleks yang paling stabil dengan anggota pertama grup table berkala. Kelas
B lebih mudah berkoordinasi dengan I - daripada dengan f dalam larutan air dan membentuk
kompleks terstabil dengan atom penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni N,
O, F, Cl, C, danP.Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri
perilaku penerima pasangan electron kelas A dan kelas B.
b. Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat, adalah (i)
kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, (iii) efek-efek sterik (ruang). Efek
sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar yang melekat dengan atom
penyumbang.
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3. 1. 1 Alat-alat
- Corong kaca
- Buret 50 mL
- Klem dan statif
- Pipet tetes
- Erlenmayer 250 mL
- Gelas ukur
- Spatula
- Pipet gondok 25 mL
- Gelas kimia 250 mL
- Pipet volume
- Beaker gelas
3. 1. 2 Bahan-bahan
- Sampel (air parit)
- Larutan buffer pH 10
- MgCl2
- Indikator EBT
- Larutan EDTA
- Aquadest
- Tissu gulung
3. 2 Prosedur Kerja
3. 2. 1 Pembakuan larutan EDTA dengan MgCl2
- Diambil 10 mL MgCl2
- Dimasukkan kedalam erlenmayer
- Ditambahkan 30 mL aquadest
- Ditambahkan 2 mL larutan buffer pH 10
- Ditanbahkan sedikit indikator EBT
- Dititrasi dengan EDTA hingga terjadi perubahan warna, dari merah anggur kebiru, dilakukan
triplo
- Dicatat volume EDTA dan dihitung kadar EDTA
3. 2. 2 Penentuan kadar Ca dalam sampel
- Diambil 10 mL air sampel (air parit)
- Dimasukkan kedalam erlenmayer
- Ditambahkan 2 mL larutan buffer pH 10
- Ditambahkan 30 mL aquadest
- Ditanbahkan sedikit indikator EBT
- Dititrasi dengan EDTA hingga terjadi perubahan warna, dari merah anggur kebiru.
- Dicatat volume EDTA dan dihitung kadar Ca dalam sampel

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


No Perlakuan Pengamatan
1. Pembakuan larutan EDTA
dengan MgCl2
- Diambil 10 mL MgCl2 - MgCl2 berwarna bening
- Dimasukkan ke - Warna larutan tetap bening
dalam erlenmayer - Warna larutan tetap bening
- Ditambahkan 30 mL aquadest - Warna larutan tetap bening
- Ditambahkan 2 mL larutan
buffer pH 10 - Warna lerutan menjadi merah
- Ditanbahkan sedikit indikator anggur
EBT - Warna larutan menjadi biru
- Dititrasi dengan EDTA - Setelah dititrasi dengan EDTA,
- Dicatat volume EDTA dan larutan berubah warna menjadi
dihitung kadar EDTA biru, pada:
V1= 4,5 mL
V2= 4,4 mL
V3= 5,1 mL

2. Penentuan kadar Ca dalam


sampel
- Diambil 10 mL air sampel - Larutan berwarna kuning keruh
- Warna larutan tetap kuning keruh
- Dimasukkam kedalam - Warna larutan menjadi bening
erlenmayer - Warna larutan tetap bening
- Ditambahkan 2 mL larutan - Warna larutan menjadi merah
buffer pH 10 anggur
- Ditambahkan 30 ml aquadest - Warna larutan menjadi biru
- Ditanbahkan sedikit indikator - Setelah dititrasi dengan EDTA,
EBT arutan berubah warna menjadi
- Dititrasi dengan EDTA biru pada:
- Dicatat volume EDTA dan V1= 0,1 mL
dihitung kadar Ca dalam sampel V2= 1 mL
V3= 0,1 mL

4. 2 Reaksi
4.2.2Reaksi MgCl2 dengan indikator EBT

4.2.2 Reaksi (MgCl2 + EBT) dengan EDTA


4.2.3 Reaksi CaCl2 dengan indikator EBT
4.2.4 Reaksi (Ca + EBT) dengan EDTA

*Reaksi lebih jelas lihat pada gambar ini :


4. 3 Perhitungan
4. 3. 1 Pembakuan larutan EDTA dengan larutan MgCl2
Diketahui : MMgCl2 = 0,005 M
VMgCl2 = 10 mL
Vrata-rata EDTA =
= 4, 67 mL
Ditanya : M EDTA ?
Dijawab : MMgCl2 x VMgCl2 = MEDTA x VEDTA
0,05 M x 10 mL = MEDTA x 4,67 mL
MEDTA =
MEDTA = 0,1070 M

4. 3. 2 Penentuan kadar Ca2+


Diketahui : MEDTA = 0, 1070 M
Vsampel = 10 mL
Vrata-rata EDTA =
= 0,4 mL = 4 x 10-4 L
Ditanya : M Ca2+ ?
Dijawab : M Ca2+ = x MEDTA x Vrata-rata x Ar Ca2+
= x 0,1070 x 4.10-4 x 40
= 0,1712 M

*Perhitungan lebih jelas lihat pada gambar ini :


4.4 Pembahasan
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana
titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Titrasi kompleksometri
juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya
kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Kompleksometri termasuk salah satu analisis
kimia kuantitatif, yang tujuannya untuk menentukan kadar ataupun konsentrasi dalam suatu
sampel. Adapun prinsip kerjanya yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks
dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu dari merah anggur menjadi biru.
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum
titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan
berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.
Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena
disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu
harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir,
EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA
harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator
logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion
logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik
ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome Black T.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya
atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul,
misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen– penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam
molekul.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam,
dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang
menghasilkan spesies seperti CuHY-. Berikut adalah struktur dari EDTA (Asam etilen diamin
tetra asetat) :
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion logam
dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA
mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu atau
dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan
logamnya.
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai
pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini
contohnya Erichrome Black T (EBT). EBT adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda
bila berada dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 +
0,1. Berikut adalah struktur dari EBT (Erichrome Black T):
Pada percobaan pembakuan larutan EDTA dengan larutan MgCl2. Pertama-tama yang dilakukan
adalah mengambil 10 ml MgCl2, lalu dimasukkan kedalam erlenmayer. MgCl2 merupakan
larutan yang digunakan untuk menstandarisasi EDTA. Lalu ditambahkan 30 ml aquades. MgCl2
berwarna bening, setelah ditambahkan aquades warna larutan tetap bening. Lalu ditambahkan 2
ml larutan buffer pH 10. Tujuan ditambahkan larutan dapar amilum pH 10 untuk menjaga ion
tetap dalam larutan. Setelah ditambahkan buffer pH 10 warna larutan tetap bening. Selanjutnya
ditambahkan sedikit EBT. Diberi indikator EBT sehingga titikakhir titrasinya pun dapat
diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA. Setelah dititrasi dengan EDTA larutan berubah warna
menjadi biru, pada V1 = 4,5 ml, V2 = 4,4 ml, V3 = 5,1 ml. Pada proses penitrasian terjadi
kesalahan pada penentuan volume, saat perubahan warna menjadi biru. Karena kurang terbiasa
menitrasi sehingga hasil yang didapat memiliki perbedaan yang cukup jauh. Seharusnya jarak
yang didapat dari V1=V2=V3 tidak boleh terlalu jauh. Tetapi karena adanya kesalahan penitrasian
jarak yang didapat dari V1 ke V2 = 0,1 dan V2 ke V3 = 0,7.
Penentuan kadar Ca dalam sampel, pertama yang dilakukan adalah mengambil 10 ml air sampel
(parit gor 27) dimasukkan kedalam erlenmayer. Warna larutan kuning keruh. Lalu ditambahkan
sedikit EBT. Tujuan ditambahkan indikator EBT karena indikator tersebut peka terhadap kadar
logam dan pH larutan sehingga titik akhir titrasinya pun diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA,
dan dicatat volume EDTA, dan dihitung kadar Ca. Larutan berubah warna menjadi birusetelah
dititrasi dengan EDTA pada V1=1 ml, V2= 1 ml, dan V3= 0,1 ml. Pada saat penitrasian larutan
sampel megalami perubahan warna menjadi biru. Hal itu membuktikan bahwa terdapat
kesadahan didalam sampel air yang digunakan. Dam juga membuktikan bahwa larutan sampel
mengandung ion Ca2+. Dalam proses penitrasian didapat hasil yang kurang memuaskan.itu
dikarenakan adanya faktor kesalahan yang terjadi, dikarenakan karena kurang terbiasanya
menitrasi suatu larutan. Seharusnya jarak yang didapat dari V1=V2=V3, tidak boleh terlalu jauh.
Tetapi karena adanya kesalahan penitrasian jarak yang didapat menjadi V1 ke V2 = 1 ml, V2 ke
V3 = 0,1 ml.
Kesadahan adalah salah satu sifat kimia yang dimiliki oleh air. Penyebab air menjadi sadah
adalah karena adanya ion-ion Ca2+, Mg2+. Atau dapat juga disebabkan karena adanya ion-ion lain
dari polyualent metal (logam bervalensi banyak) seperti Al, Fe, Mi, Sr dan Zr dalam bentuk
garam sulfat, klorida dan bikarbonat dalam jumlah kecil.
Kesadahan sementara adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya garam-garam bikarbonat,
seperti Ca(HCO3)2, Mg(HCO3)2. Kesadahan ini dapat/ mudah dieliminir dengan pemanasan
(pendidihan), sehingga tebentuk endapan CaCO3 atau
MgCO3.
Kesadahan tetap adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya garam-garam klorida, sulfat
dan karbonat, misal CaSO4, MgSO4, CaCl2, MgCl2. Kesadahan tetap dapat dikurangi dengan
penambahan larutan soda-kapur (terdiri dari larutan natrium karbonat dan magnesium
hidroksida) sehingga terbentuk endapan kalsium karbonat (padatan/ endapan) dan magnesium
hidroksida (padatan/ endapan) dalam air.

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
- Adapun prinsip kerja dalam penentuan kadar Ca secara kompleksometri yaitu berdasarkan reaksi
pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator
tertentu. Titik akhir titrasi ditujukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu merah
anggur menjadi biru.
- EBT (Eriochrome Black T) adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda bila berada dalam
larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1. Tujuan diberi
indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH larutan, sehingga
titik akhir titrasinya pun dapat diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA.
- Metode yang dapat dilakukan dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA, yaitu titrasi langsung
dengan EDTA untuk kesadahan total air, kalsium, dan magnesium, titrasi kembali untuk reduksi
antara kation dengan EDTA, titrasi penggantian bila tidak ada indikator yang sesuai, dan titrasi
tidak langsung untuk penentuan sulfat dengan mengendapkannya sebagai BaSO4.

5.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan penentuan kalsium secara kompleksometri tidak hanya diajarkan
metode titrasi langsung saja, tetapi juga metode titrasi kembali, titrasi penggantian dan penentuan
tidak langsung. Sehingga hasilnya lebih beragam dan dapat dibandingkan.

Posted by Ita Trie Wahyuni at 6:21 PM


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: Laporan Kimia Analitik

8 comments:

1.

alwayslintzDecember 28, 2012 at 5:23 AM

(y)

Reply

Replies
1.

Ita Trie WahyuniJanuary 20, 2013 at 11:51 PM

trimakasih...

2.

UnknownMarch 27, 2016 at 11:28 PM

sama

Reply

2.

rahmi attazkiyahJune 19, 2013 at 9:49 PM

mana daftar pustakanya ?

Reply

Replies

1.

Ita Trie WahyuniJune 20, 2013 at 8:03 PM

DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta

Harjadi, w. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia : Jakarta

Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press : Jakarta

2.

Wahyu AfnanJuly 14, 2014 at 1:52 AM


metode penelitiannya ada di buku vogel j.basset halaman brp mbak untuk
stnadarisasi na2edta dgn mgcl2,

Reply

3.

Ahmad Hanif FahrudyNovember 30, 2015 at 6:33 PM

bro minta file nya. kirimin ke email ku ahmadfahrudy@gmail.com

Reply

4.

Nadya Aulia RizkiNovember 2, 2016 at 2:46 AM

mau nanya mbak itu dapet reaksi reaksi nya boleh tau dari buku apa ya?

Reply

Load more...
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

About Me

Ita Trie Wahyuni


Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia
IG : Itrwhyn | Ita Trie Wahyuni |1992 | Samarinda | SD 001 SMD | SMPN 7 SMD |
SMAN 10 Melati SMD | Teknik Kimia UNMUL 2010 | Itatriewahyuni@gmail.com
View my complete profile

Followers
Ita Trie Wahyuni
Total Pageviews

2,034,480

Translate
Entri Populer
 Laporan Kimia Fisika Viskositas Zat Cair

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekentalan adalah sifat dari suatu
zat cair (fluida) disebabkan adanya gesekan ...

 Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-


fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan teta...

 Laporan Kimia Dasar I Pemisahan dan Pemurnian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biasanya zat murni telah tercemar
dengan zat-zat lain yang dapat membentuk campuran yang b...

Laporan Kimia Fisika Kalorimeter

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Secara umum untuk mendeteksi adanya
kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan meng...

 Laporan Mikrobiologi Pewarnaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri memiliki beberapa bentuk yaitu
basil (tongkat), coccus, spirilum. Bakteri yang ber...

Laporan Kimia Analitik Permanganometri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Titrasi redoks (reduksi-oksidasi)


merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya, dian...

Laporan Kimia Analitik Kompleksometri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu dari reaksi-reaksi matematis
yang tidak disertai perubahan valensi adalah reaksi...

 Laporan Kimia Daasar I Pembuatan Larutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir semua proses kimia berlangsung
dalam larutan sehingga penting untukmemahami sif...

Laporan Kimia Analitik Golongan 3, 4 dan 5


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisa kimia adalah penyelidikan kimia
yang bertujuan untuk mencari susunan persenyawaa...

Laporan Kimia Analitik Spektrofotometri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spektrofotometri merupakan salah satu


cabang analisis instrumental yang mempelajari inter...

Blog Archive
 ► 2014 (4)

 ► 2013 (21)

 ▼ 2012 (52)
o ▼ October (37)
 Laporan Kimia Dasar II Redoks
 Laporan Kimia Dasar II Pembuatan dan Sifat Koloid
 Laporan Kimia Dasar II Elektrolisis
 Laporan Kimia Dasar II Adisi Substitusi
 Laporan Kimia Dasar II Ikatan Peptida
 Laporan Kimia Dasar II Aldehida dan Keton
 Laporan Kimia Dasar II Asidi Alkalimetri
 Laporan Kimia Dasar I Sifat Sifat unsur
 Laporan Kimia Dasar I Laju Reaksi
 Laporan Kimia Dasar I Stoikiometri
 Laporan Kimia Dasar I Kromatografi
 Laporan Kimia Dasar I Pemisahan dan Pemurnian
 Laporan Kimia Daasar I Pembuatan Larutan
 Laporan Mikrobiologi Pengamatan Jamur Mikroskopis
 Laporan Mikrobiologi Uji Daya Hambat
 Laporan Mikrobiologi Most Probable Number
 Laporan Mikrobiologi Total Plate Count
 Laporan Mikrobiologi Pewarnaan
 Laporan Mikrobiologi Pembuatan Biakan Murni
 Laporan Mikrobiologi Isolasi dan Identifikasi Dasa...
 Laporan Mikrobiologi Media Pertumbuhan Mikroba
 Laporan Mikrobiologi Peralatan dan Sterilisasi
 Laporan Kimia Fisika Viskositas Zat Cair
 Laporan Kimia Fisika Kelarutan Timbal Balik
 Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan
 Laporan Kimia Fisika Hukum Hess
 Laporan Kimia Fisika Kelarutan Sebagai Fungsi Suhu...
 Laporan Kimia Fisika Ikatan Hidrogen
 Laporan Kimia Fisika Kalorimeter
 Laporan Kimia Analitik AAS Spektrofotometri Serapa...
 Laporan Kimia Analitik Spektrofotometri
 Laporan Kimia Analitik Permanganometri
 Laporan Kimia Analitik Kompleksometri
 Laporan Kimia Analitik Golongan 3, 4 dan 5
 Laporan Kimia Analitik Golongan I dan II
 Lagu Mars Teknik Kimia Mulawarman
 Lagu Hymne Teknik Kimia Mulawarman
o ► September (1)
o ► August (2)
o ► June (12)

 ► 2011 (1)

Label
 Bunga Eledweis
 Download file Laporan Kimia Fisika
 Download file Laporan Mikrobiologi
 english
 Gunung Bromo
 Hamster
 Hasil Karya Ku
 HMTK UNMUL
 Karangan bebas
 kata-kata mutiara
 kutipan
 Laporan Kimia Analitik
 Laporan Kimia Dasar I
 Laporan Kimia Dasar II
 Laporan Kimia Fisika
 laporan Mikrobiologi
 Magang di Lab. Bioteknologi Kehutanan
 perahu kertas
 puisi
 Sekilas Tulisan

There was an error in this gadget

Follow by Email Ita Trie Wahyuni Blog's


welcome
ita trie wahyuni

Watermark theme. Theme images by ranplett. Powered by Blogger.

Jun
3

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA


ANALITIK PERCOBAAN V :
KOMPLEKSOMETRI

Kelas
TPS 1

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK
PERCOBAAN V
KOMPLEKSOMETRI
Nama Praktikum NIM Tanggal Tanda Tangan
Kumpul Praktikum Instruktur
1. SISWANTO 201511009 19 APRIL
2. SITI HAFIZA 201511024 2016
3. LODI 201511032
DESVILDO

Nama Penilai Tanggal Koreksi Nilai Tanda Tangan


HANIFAH
KHAIRIAH, S.ST
PROGRAM STUDY TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT
POLITEKNIK KAMPAR
2016
I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini Adalah:
Mahasiswa dapat menentukan kadar ion Ca2+, Mg2+, Ni2+ secara kompleksometri menggunakan
larutan standar garam EDTA dan aplikasinya.

II. DASAR TEORI


Salah satu dari reaksi-reaksi matematis yang tidak disertai perubahan valensi adalah reaksi
pembentukan kompleks. Penetapan kualitatif yang berdasarkan reaksi komlpeks disebut
kompleksometri. Kompleksometri disebut juga dengan kelatometri. Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan
penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi.

2. 1 Reaksi Pembentukan Kompleks


Dalam pelaksaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan
pembentukkan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom ( ion) pusat
dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-
komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu,
meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini
ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan
(monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan suatu atom pusat. Pada
kebanyakan kasus, bilangan koordinasi adalah 6 (seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+,
Co3+, Ni2+, Cd2+), kadang-kadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-bilangan 2 (Ag+) dan 8
(beberapa ion dari golongan platinum) juga terdapat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat dalam
apa yang disebut bulatan koordinasi , yang masing-masingnya dapat dihuni satu ligan
(monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu kompleks
dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat berada dipusat suatu
bujursangkar dan keempat ion menempati keempat sudut bujursangkar ini adalah juga umum.
Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk ligan
monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yeng tersedia sekitar ion pusat
dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil), tridentat dan juga tetradentat
dikenal orang. Kompleks yang terdiri dari ligan-ligan polidentat sering disebut sepit (Chelate).
Nama ini berasal dari kata Yunani untuk sepit kepiting, yang menggigit suatu objekseperti ligan-
ligan polidentat itu ‘menangkap’ ion pusatnya. Pembentukan kompleks sepit dipakai secara
ekstensif dalam analisis kimia kuantitatif (titrasi kompleksometri).
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukkan ion-ion kompleks ataupun pembentukan
molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks
demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah logam dengan
EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro nitrat dan perak sianida juga dikenal sebagai titrasi
kompleksometri (Khopkar, 2002).
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar mengion), kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titrat
dan titran saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak
hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun
disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri:
Ag+ + 2CN-  Ag (CN)2
Hg+ + 2Cl-  HgCl2
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang dimaksud disini adalah kompleks yang
dibantu melalui reaksi ion logam, sebuah kation dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset,
1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukkan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komples
biasa seperti diatas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti
yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan dan dalam
larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan:
M(H2O)n + L <==> M (H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).

2.3 EDTA dan Complexan


Ini dikenal juga dengan nama Versen, Complexan III, Sequesterene, Nullapon, Trilon B,
Idranat III dan sebagainya, strukturnya:
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda
tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendekteksian visual dari titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik
akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat.
Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-
indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak karena disosiasi tak akan
diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil
dibanding kompleks logam. EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir titrasi, EDTA
memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam EDTA harus
tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam
harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu,
terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir,
penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan
indikator erichrn indikatome balck T. Pada pH tinggi 12 Mg(OH)2akan mengendap, sehingga
EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan
bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen
secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam
logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni,
sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena
adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan
menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
Selektivitas Titrasi Kompleksometri
Karenanya banyaknya logam yang dapat dititrasi dengan EDTA, maka masalah selektivitas
menjadi masalah penting untuk dikaji. Tampaknya pemisahan pendahulu seperti pemisahan
berdasarkan penukar anion atau ekstraksi pelarut perlu dilakukan terhadap suatu campuran.
Selektivitas dapat diperbaiki dengan mengendalikan pH pemakaian pengompleks sekunder,
pemilihan penitrannya dan pengendalian laju reaksi. Kompleks yang stabil biasanya terbentuk
pada pH rendah seperti Fe (pH=2,0), Al 3+, Zr4+, B 3+, semua titrasi pada pH rendah untuk
menghindarkan hidrolisis. Zn, Cd, dan Pb dititrasi pada pH=5,0. Pada titrasi Ca, untuk
menghindarkan interferensi dari Zn dan Cd, ion-ion ini dimasking dengan KCN. Misalkan saja Ca,
Mg dapat di titrasipada pH=10,0 dengan penambahan nitril glikolat, yang akan membebaskan Zn,
Cd dari kompleks EDTA. Bal atau 2,3 dimerkaptopropanol dapat digunakan sebagai elemen
masking melalui pembentukan sulfida yang tidak larut. EDTA dapat digunakan untuk menitrasi
Ca dalam campuran Mg dengan mempergunakan indikator murexide. Campuran Cd, Zn dapat
dititrasi dengan EDTA dengan menggunakan buffer NH3-NH4Cl, karena Cl (NH3)2 kurang stabil
dibandingkan Zn (NH3)2 sehingga EDTA hanya menitrasi Cd.

2.4 Kestabilan Kompleks


Kestabilan suatu kompleks jalan akan berhubungan dengan (a) kemampuan mengompleks
dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan ciri khas ligan itu, yang penting untuk memeriksa
faktor-faktor ini dengan singkat:
a. Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi
Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam lewis
kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan afinitas terhadap halogen, dan
membentuk kompleks yang paling stabil dengan anggota pertama grup table berkala. Kelas B lebih
mudah berkoordinasi dengan I- daripada dengan f dalam larutan air dan membentuk kompleks
terstabil dengan atom penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni N, O, F, Cl, C, danP.
Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri perilaku penerima
pasangan electron kelas A dan kelas B.
b. Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat, adalah
(i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, (iii) efek-efek sterik (ruang).
Efek sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar yang melekat dengan
atom penyumbang.

IV. ALAT DAN BAHAN


 ALAT
1. Buret
2. Statif+klem
3. Pipet volum 10 ml
4. Pipet volum 25 ml
5. Pipet tetes
6. Gelas piala 100 ml
7. Botol semprot
8. Labu takar 100 ml (2 buah)
9. Erlenmeyer 250 ml (2 buah)
10. Kaca arloji
11. Labu takar 100 ml (2 buah)
12. Batang pengaduk
13. Spatula
14. Bulb
15. Botol semprot
16. Corong

 BAHAN
1. Garam EDTA 0,1 M
2. CaCO3 0,1 M
3. Ind EBT
4. Buffer pH 10
5. Aquades

IV. CARA KERJA


A. Standarisasi garam EDTA 0,1 M dengan larutan CaCO3 0,1 M
1. Larutan CaCO3 masing-masing dipipet 25 ml, lalu dimasukkan kedalam Erlenmeyer
2. Larutan buffer pH 10 ditambahkan 1 ml
3. Larutan indikator EBT ditambahkan 3 tetes
4. Dititrasi dengan EDTA 0,1 M sampai timbul perubahan warna dari merah anggur ke biru
5. Duplo dilakukan
6. Konsentrasi EDTA yang sebenarnya dihitung
B. Penetapan kesadahan total
1. Buret diisi dengan larutan EDTA 0,1 M
2. Sampel air dipipet 25 ml, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml
3. Larutan Buffer pH 10 ditambahkan 1 ml
4. Larutan indikator EBT ditambahkan 3 tetes
5. Dititrasi dengan larutan EDTA sampai perubahan warna dari merahmuda ke biru
6. Duplo dilakukan

V. DATA PENGAMATAN

NO Uraian Hasil
1 Volume CaCO3 25 ml
2 Larutan buffer pH 10 1 ml
3 Larutan Indikator EBT 1 sendok batang pengaduk
4 Volume titrasi 1. 29,77 ml
2. 29,13 ml
5 Perubahan Warna Merah anggur ke biru

NO Uraian Hasil
1 Volume air 25 ml
2 Larutan buffer pH 10 1 ml
3 Larutan Indikator EBT 1 sendok batang pengaduk
4 Volume titrasi 1. 27,13 ml
2. 27,05 ml
5 Perubahan Warna Merah muda ke biru
VI. PERHITUNGAN

- CaCO3 0,1 M dalam 100 ml


Ca = 40
C = 12
O = 16 3
Mr CaCO3 = 100

N=

- EDTA 0,1 M (C10H16N2O8) Mr EDTA= 292

PERTANYAAN
1. Kenapa titrasi dilakukan pada pH 10? Apa fungsi buffer? Kenapa tidak ditambah asam saja.
Terangkan dengan jelas
Jawab: Pengaruh pH, jika :
Terlalu asam
Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH, dimana jika H+ yang
dilepaskan terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan
pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri, karena terganggu oleh suasana system titrasi yang
terlalu asam.
Buffer berfungsi untuk mengendalikan pH agar stabil atau tidak berubah-ubah
2. Kenapa konsentrasi dalam titrasi kompleksometri menggunakan EDTA dalam satuan molar
(M) bukan normal (N)? Jb:
o Molaritas (M)
adalah banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan.
mol adalah berat zat dibagi Mr or BM
Larutan NaOH 1 M , dibuat dg cara melarutkan 1 mol
NaOH ( 1x BM NaOH) menjadi satu liter Larutan.
o Normalitas (N)
adalah banyaknya ekivalen zat terlarut dalam satu liter larutan
ekivalen adalah berat zat dibagi BE or berat ekivalen
Larutan NaOH 1 N , dibuat dg cara melarutkan 1 ek
NaOH (1x BE NaOH) menjadi satu liter larutan

3. Apa akibatnya, kalau air yang digunakan dalam berbagai kebutuhan berikut, kesadahanya
tinggi. Terangkan
a. Air minum
b. Air untuk mencuci
c. Air untuk industri
d. Air untuk keperluan laboratorium
Kesadahan merupakan petunjuk kemampuan air untuk membentuk busa apabila dicampur dengan
sabun. Pada air yang memiliki kadar kesadahan rendah, air akan dapat membentuk busa apabila
dicampur dengan sabun. Hal sebaliknya terjadi pada air yang memiliki kadar kesadahan tinggi.
Air dengan kesadahan tinggi sulit, bahkan tidak akan dapat membentuk busa jika ia dicampur
dengan sabun. Selain itu, kesadahan juga merupakan petunjuk yang penting dalam kaitannya
dengan usaha untuk memanipulasi nilai pH.

Kesadahan dalam air terutama disebabkan oleh ion-ion Ca2+ dan Mg2+, juga oleh Mn2+, Fe2+
dan semua kation yang bermuatan dua. Ion-ion ini terdapat dalam air dalam bentuk sulfat, klorida,
dan hidrogen-karbonat. Kesadahan air alam biasanya disebabkan oleh garam karbonat atau garam
asamnya. Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh limbah industri maupun terjadi secara alami
karena susunan geologi tanah di sekitar sumber air. Misalnya, air yang kesadahannya tinggi
biasanya terdapat pada air tanah di daerah yang mengandung kapur. Misalnya, pada sungai yang
mengalir melalui daerah yang mengandung gips CaSO4, akan terkandung garam itu pula. Garam
CaCl2 yang digunakan untuk melawan debu di jalan juga dapat terbawa ke sungai dan
meningkatkan kesadahannya.

Kesadahan tidak menguntungkan. Air yang dianggap bermutu tinggi memiliki kesadahan yang
rendah. Kesadahan yang terlalu tinggi akan menambah nilai pH larutan sehingga daya kerja
aluminat tidak efektif karena ion aluminium yang bersifat amfoter akan mengikuti lingkungannya
dimana akan terbentuk senyawa aluminium yang sukar mengendap. Apabila kesadahan terlalu
rendah, secara simultan alkalinitas juga cenderung rendah. Ini akan mengganggu penyusunan
ikatan antara koloida dengan aluminat dimana gugus hidrofobik koloida akan tetap melayang dan
sukar bereaksi dengan koagulan mengakibatkan massa atom relatif ringan sehingga sukar
mengendap. Air sadah juga tidak menguntungkan/mengganggu proses pencucian menggunakan
sabun. Bila sabun digunakan pada air sadah, mula-mula sabun harus bereaksi terlebih dahulu
dengan setiap ion kalsium dan magnesium yang terdapat dalam air sebelum sabun dapat berfungsi
menurunkan tegangan permukaan. Hal ini bukan saja akan banyak memboroskan pengunaan
sabun, tetapi gumpalan-gumpalan yang terjadi akan mengendap sebagai lapisan tipis pada alat-alat
yang dicuci sehingga mengganggu pembersihan dan pembilasan oleh air.
D. DAMPAK AIR SADAH BAGI LINGKUNGAN
Adanya kesadahan air dapat menimbulkan dampak positif, namun apabila tingkat kesadahannya
tinggi maka dapat menyebabkan berbagai dampak negatif (Purba, 2002) yaitu.
1. Dampak Positif
Dampak positif dari adanya kesadahan dalam air adalah:
• Menyediakan kalsium yang diperlukan tubuh, misalnya untuk pertumbuhan tulang dan gigi.
• Mempunyai rasa yang lebih baik dari air lunak.
• Senyawa timbal (dari pipa air) lebih sukar larut dalam air sadah (timbal merupakan racun bagi
tubuh) sehingga kemungkinan terjadinya pencemaran air oleh logam berat ini dapat diminimalkan.
2. Dampak Negatif
Selain keuntungan-keuntungan diatas, kesadahan air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
beberapa dampak negatif
Air sadah mengakibatkan konsumsi sabun lebih tinggi, karena adanya hubungan kimiawi antara
ion kesadahan dengan molekul sabun menyebabkan sifat detergen sabun hilang. Bila sabun
digunakan pada air sadah, mula-mula sabun harus bereaksi terlebih dahulu dengan setiap ion
kalsium dan magnesium yang terdapat dalam air sebelum sabun dapat berfungsi menurunkan
tegangan permukaan. Hal ini bukan saja akan banyak memboroskan pengunaan sabun, tetapi
gumpalan-gumpalan yang terjadi akan mengendap sebagai lapisan tipis pada alat-alat yang dicuci
sehingga mengganggu pembersihan dan pembilasan oleh air. Gumpalan-gumpalan ini juga
membentuk scum yang meninggalkan noda pada pakaian, sehingga pakaian menjadi kusam.
Kelebihan ion Ca2+ serta ion CO32-+ (salah satu ion alkaliniti) mengakibatkan terbentuknya kerak
pada dinding pipa yang disebabkan oleh endapan kalsiumkarbonat CaCO3. Kerak ini akan
mengurangi penampang basah pipa dan menyulitkan pemanasan air dalam ketel, serta mengurangi
daya koagulasi yang melalui dalam pipa dengan menurunnya turbulensi.
Sebagai kation kesadahan, Ca2+ selalu berhubungan dengan anion yang terlarut khususnya anion
alkaliniti : CO32- , HCO3- dan OH-. Ion Ca2+ dapat bereaksi dengan HCO3- membentuk garam
yang terlarut tanpa terjadi kejenuhan. Sebaliknya reaksi dengan CO32- akan membentuk garam
karbonat yang larut sampai batas kejenuhan di mana titik jenuh berubah dengan nilai pH. Bila
ti¬tik jenuh dilampaui, terjadi endapan garam kalsium karbonat CaCO3 dan membuat kerak yang
terlihat pada dinding pipa atau dasar ketel. Namun, pada proses pelunakan ini keadaan harus dibuat
sehingga sedikit jenuh, karena dalam keadaan tidak jenuh terjadi reaksi yang mengakibatkan karat
terhadap pipa. Kerak yang tipis akibat keadaan sedikit jenuh itu justru melindungi dinding dari
kontak dengan air yang tidak jenuh (agresif). Ion Mg2+ akan bereaksi dengan OH- membentuk
garam yang terlarut sampai batas kejenuhan dan mengendap sebagai Mg(OH)2 bila titik kejenuhan
dilampaui.

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN


Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat yang berdasarkan atas pembentukan
senyawa kompleks yang larut yang berasal dari reaksi antara ion logam atau kation (komponen zat
uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai ligan (pentiter). Ligan adalah sebuah ion atau
molekul netral yang mampu mengikat secara koordinasi atom atau ion logam pusat dalam senyawa
kompleks.
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi dari pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+
maka H+ didalam larutan akan meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan
berakibat menurunnya stabilitas kompleks pada suasan tertentu. Untuk menghindari hal tersebut
maka perlu diberikan penahan (buffer). EBT digunakan untuk titrasi dengan suasana pH 7-11
untuk penetapan kadar dari logam Cu, Al, Fe, Co, Ni, Pt digunakan cara tidak langsung sebab
ikatannya dengan EBT cukup stabil.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar ion Ca+2, Mg+2, Ni+2 secara
kompleksometri menggunakan larutan standar garam EDTA dan aplikasinya. Bahan yang
digunakan adalah indikator EBT , larutan EDTA 0,1 M, larutan CaCO3 0,1 M dan buffer pH 10.
Percobaan pertama yaitu standarisasi garam EDTA dengan larutan CaCO 3 0,1 M. Standarisasi
merupakan suatu reaksi asidometri yakni penentuan konsentrasi titran menggunakan larutan baku
primer. Tujuan standarisasi adalah untuk mengetahui konsentrasi dari EDTA. EDTA perlu
distandarisasi terlebih dahulu karena EDTA tidak stabil dalam penyimpanannya, EDTA
merupakan larutan baku sekunder selain itu EDTA juga digunakan untuk dapat menstabilkan ion
logam Mg, sehingga konsentrasi EDTA perlu diketahui secara pasti menggunakan larutan baku
primer yaitu CaCO3. Larutan baku primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung
ditentukan dari berat bahan murni yang dilarutkan atau dengan penimbangan langsung. Sedangkan
larutan baku sekunder adalah larutan yang tidak diketahui konsentrasinya dan dapat diketahui
dengan pembakuan menggunakan larutan primer.
Larutan CaCO3 dipipet sebanyak 25 ml dan dimasukkan kedalam erlenmeyer disebut titrat
dan EDTA didalam buret disebut titran. Larutan CaCO3 25 ml dalam erlenmeyer ditambahkan
buffer pH 10 dan satu sendok batang dapat bereaksi dengan EDTA. Jika pH kurang dari 10 maka
CaCO3 akan membentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA dan jika pH lebih besar dari
10 maka akan terbentuk endapan hidroksi yang dapat memperlambat kerja EDTA. Sedangkan
indikator EBT (Eriochrom Black T) adalah indikator yang biasanya dihadirkan dalam bentuk H3ln.
Spesies asam sulfonatbpada EBT akan terionisasi dalam larutan berair sehingga strukturnya
menjadi ion H2ln- yang berwarnah merah.
Ikatan terbentuk dengan EBT dengan hilangnya ion-ion hidrogen dari fenolat gugus OH
dan pembentukan ikatan antara ion CaCO3, atom oksigen dan gugus azo. H2ln- terurai menjadi
Hln2- yang berwarna biru. CaCO3 akan bereaksi dengan Hln2- yang berwarna biru dan membentuk
senyawa kompleks kuat yaitu CaCO2_ yang berwarna merah anggur dan pelepasan H+. Kemudian
dititrasi dengan EDTA, garam EDTA yang larut dalam air Na2H2Y akan terionisasi menjadi 2Na
+ dan H2Y2-. CaCO32- akan bereaksi dengan dengan H2Y2- dan membentuk kompleks CaCO3Y2-
dan Hln2- dan pelepasan H+. Jika semua CaCO3 + telah bereaksi dengan EDTA maka warna merah
akan hilang dan kelebihan sedikit EDTA akan memyebabkan terjadinya titik akhir titrasi yaitu
terbentuknya warna biru. Titik akhir titrasi adalah titik ketika titran dan titrat tepat habis bereaksi
dengan adanya perubahan warna swhingga proses titrasi harus dihentikan agar titik ekuivalen
dapat tercapai. Titik ekuivalen adalah kesetaraan antara mol titran dan titrat. Tahapan standarisasi
dilakukan sebanyak 2 kali memperoleh volume rata-rata titran keduanya adalah 44,335 ml dan
setelah dihitung maka diperoleh konsentrasi EDTA yaitu
Menentukan tingkat kesadahan suatu sampel air dengan menggunakan reaksi pembentukan
ion kompleks. Mula-mula buret diisi dengan larutan EDTa 0,1 M, sampel air dipipet sebanyak 25
ml dan diberi larutan buffer pH 10. Tujuan ditambahkannya larutan buffer pH 10 untuk menjaga
ion tetap dalam larutan , ditambahkan indikator EBT sehingga berwarna merah muda. Tujuan
diberikan indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH larutan
sehingga titik akhir titrasinya pun dapat diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA 0,1 M. Titrasi
dilakukan sebanyak 2 kali dengan voleme rata-rata 40,655 ml dengan kesadahan total
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah di laksanakan, dapat di ambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Adapun prinsip kerja dalam penetuan kadar Ca secara komppleksometri yaitu berdasarkan reaksi
pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator
tertentu. Titik akhir titrasi ditujukan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu merah
anggur menjadi biru.
2. EBT (Eriochrome Black T) adalah sejenis indikator berwarna merah muda bila berada dalam
larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1.
3. Metode yang dapat dilakukan dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA, yaitu titrasi langsung
dengan EDTA untuk kesadahan total air dan kalsium.
4. .
1.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan pratikan adalah :
1. Sebaiknya pada percobaan penentuan kalsium secara kompleksometri tidak hanya diajarkan
metode titrasi langsung saja, tetapi juga metode titrasi kembali, titrasi penggantian dan penentuan
tidak langsung, sehingga hasilnya dapat dibandingkan.
IX. DAFTAR PUSTAKA

Khairiah, hanifah. 2016. Modul Praktikum Kimia Analitik. Politeknik Kampar. Hal 17-21.

Laporan Kimia Analitik Kompleksometri. Ita Trie Wahyuni


http://itatrie.blogspot.co.id/2012/10/laporan-kimia-analitik-kompleksometri.html

Posted 3rd June 2016 by Sis Wanto


0

Add a comment

sang pemimpi

 Classic
 Flipcard
 Magazine
 Mosaic
 Sidebar
 Snapshot
 Timeslide

1.

Jun

10

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA


ANALITIK : ANALISIS GRAVIMETRI
PENETAPAN Fe DALAM GARAM BESI
II
Kelas
TPS 1

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK

PERCOBAAN II

ANALISIS GRAVIMETRI

PENETAPAN Fe DALAM GARAM BESI II

Nama Praktikum NIM Tanda Tangan


Tanggal Praktikum Instruktur
Kumpul
1. SISWANTO 201511009 11 MEI
2. SITI HAFIZA 201511024 2016
3. LODI DESVILDO 201511032

Nama Penilai Tanggal Koreksi Nilai Tanda Tangan


HANIFAH
KHAIRIAH, S.ST

PROGRAM STUDY TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT

POLITEKNIK KAMPAR

2016

I. TUJUAN
1. Menentukan kadar (Fe) dalam garam besi (II).
2. Menentukan konsentrasi besi dalam sampel secara gravimetri.

II. DASAR TEORI


Pengendapan merupakan teknik yang paling luas penggunaanya untuk
memisahkan analit dari panggungnya. Endapan yang terbentuk pada analisa gravimetri
terutama lebiuh besar dari pada metode analisa kuantitatif yang lain. Endapan yang
berukuran besar akan mempermudah proses penyaringan sehingga tak terjadi
kehilangan yang berarti pada saat endapan dipisahkan.
Gravimetri dalam ilmu kimia merupakan salah satu metode analisis kuantitatif
suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara pengukuran berat
komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis
gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa
tertentu. Metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada
konstiven dapat diuju dan bila perlu faktor-faktor koreksi dapat digunakan
Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau
senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri meliputi
transformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat segera diubah
menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur dihitung berdasarkan
rumus senyawa dan berat atom unsur-unsur yang menyusunnya. Pemisahan unsur-
unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan beberapa cara, seperti: metode
penguapan, metode elektroanalisis, atau berbagai macam metode lainnya.
Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan kation
anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida dan
isodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa organik pula ditentukan dengan mudah
secara grvimetri. Contoh-contohnya antara lain: penentuan kadar laktosa dalam susu,
salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar, nikotina dalam
pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam buah-buahan tertentu.
Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara yang paling banyak
digunakan dalam pemeriksaan kimia. Metode Gravimetri untuk analisis kuantitatif
didasarkan pada stoikiometri reaksi pengendapan, yang secara umum dinyatakan
dengan persamaan:
aA+pP→AaPp

“a” adalah koefisien reaksi setara dari reaktan analit (A), “p” adalah koefisien reaksi
setara dari reaktan pengendap (P) dan AaPp adalah rumus molekul dari zat kimia hasil
reaksi yang tergolong sulit larut (mengendap) yang dapat ditentukan beratnya dengan
tepat setelah proses pencucian dan pengeringan. Penambahan reaktan pengandap P
umumnya dilakukan secara berlebih agar dicapai pengendapan yang sempurna (Ibnu,
2004: 135).

Metode Gravimetri untuk analisis kuantitatif didasarkan pada stoikiometri reaksi


pengendapan, yang secara umum dinyatakan dengan persamaan:

aA+pP→AaPp
“a” adalah koefisien reaksi setara dari reaktan analit (A), “p” adalah koefisien reaksi
setara dari reaktan pengendap (P) dan AaPp adalah rumus molekul dari zat kimia hasil
reaksi yang tergolong sulit larut (mengendap) yang dapat ditentukan beratnya dengan
tepat setelah proses pencucian dan pengeringan. Penambahan reaktan pengandap P
umumnya dilakukan secara berlebih agar dicapai pengendapan yang sempurna .

Dalam gravimetri, endapan biasanya dikumpulkan dengan penyaringan cairan


induknya melalui kertas saring atau alat penyaring kaca masir. Kertas saring yang
digunakan dalam gravimetri terbuat dari selulosa yang sangat murni sehingga jika
dibakar hanya meninggalkan sisa abu sangat sedikit. Selain dengan penyaringan,
endapan dapat pula dipisahkan dengan cara pengenap-tuangan. Dengan cara ini,
endapan yang berada dalam cairan induknya diendapkan beberapa saat, kemudian
cairan bagian atasnya dituangkan kedalam wadah lain. Pekerjaan ini dilakukan
berulang-ulang sampai semua cairan terpisah dari endapan.

Garam Besi (II) dapat diendapkan menjadi endapan Besi (II) Hidroksida yang
berwarna hitam kehijauan. Akan tetapi, besi ini kurang mantap karena mudah
teroksidasi menjadi Besi (III). Oleh karena itu, Besi harus diendapkan sebagai Besi
(III) Hidroksida. Sebelum pengendapan, dilakukan pengoksidasian menjadi Besi (III)
yang mantap dengan Asam Nitrat, Air Brom maupun Hidrogen Peroksida. Garam Besi
(III) kemudian diendapkan dengan Ammonia membentuk endapan selai Besi (III)
Hidroksida yang berwarna cokelat yang setelah dipijarkan menjadi Besi (III) Oksida.

III. ALAT DAN BAHAN


 Alat
1. Gelas piala
2. Kertas saring
3. Neraca analitik
4. oven
5. pipet volume 25 ml
6. Labu semprot
7. Corong
8. Cawan porselain
9. Batang pengaduk
10. Pipet tetes
11. Bunsen
12. Kasa pembakar
13. Kaki tiga
14. Gelas ukur
 Bahan
1. larutan contoh
2. asam nitrat (HNO3)
3. ammonia
4. aquadest

IV. CARA KERJA


1. Larutan contoh sebanyak 25 ml dimasukkan kedalam gelas piala 500 ml, 10 tetes
HNO3 pekat dimasukkan lalu dipanaskan sampai mendidih.
2. Larutan tersebut diuji dengan setetes amunia untuk mengetahui apakah fe II sudah
teroksidasi dengan sempurna menjadi fe (III), Bila larutan teroksidasi encerkan larutan
dengan air suling sampai dengan 200 ml
3. Panaskan larutan sampai mendidih, diendapkan dengan amonia hingga pengendapan
sempurna. Lalu uji dengan meneteskan amonia. Jika tidak ada endapan berarti
pengendapan sudah sempurna.
4. Endapan didiamkan selama 30 menit diatas nyala api
5. Ditimbang kertas saring kosong catat sebagai W0
6. Larutan disaring menggunakan kertas saring yang sudah diketahui bobotnya, lalu
dibuang filtrat dan air cuciannya.
7. Kertas saring dimasukkan kedalam cawan porseline dan dipanaskan diatas nyala api
untuk pengeringan. Kemudian dimasukkan kedalam oven selama 30 menit.
8. Setelah pengeringan dtimbang kertas saring dan dicatat sebagai W1
9. Kadar besinya kemudian dihitung

V. DATA HASIL PENGAMATAN


No Uraian Hasil
1 Kertas whatman kosong(W0) 62,32 gr
2 Kertas saring dan endapan(W1) 62,45 gr
3 Volume HNO3 10 tetes
4 Volume amonia 1 pipet tetes

VI. PERHITUNGAN

Massa endapan = W1 – W0

= 0,80 – 0,78
= 0.02 gr

Massa fe = massa endapan X

= 0,80 X

= 0,559 gr

% fe =

=
=17,50%

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN


Gravimetri adalah suatu cara atau proses perhitungan dalam menentukan kadar
besi (Fe) dimana senyawa yang akan ditentukan dilarutkan terlebih dahulu kemudian
diendapkan menjadi endapan yang sukar larut. Dalam praktikum kali ini yaitu yang
bertujuan agar mahasiswa dapat menentukan kadar besi (Fe) sebagai ferri trioksida,
dimana Fe hanya bisa didapatkan dengan cara pembakaran atau pemijaran . Pemijaran
dilakukan untuk mendapatkan endapan Fe2O3 dan melepas air yang masih tegantung
dalam endapan. Untuk mengetahui kandungan Fe dalam garam dengan mengoksidasi
Fe(II) dengan HNO3 menjadi Fe (III) stabil. Membentuk Fe(OH)3 dipanaskan dan
membentuk Fe2O3 yang berwarna hitam kecoklatan.

Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau
senyawa tertentu.Pada percobaan kali ini yaitu menetukan kadar besi dalam garam besi
dan menentukan konsentrasi besi dalam sampel gravimetri Besi sangat mudah
dioksidasi pada kondisi yang bersifat basa. Oksigen di udara mengoksidasi endapan besi
( II ) hidroksida menjadi besi ( III ) hidroksida. Warna endapan yang menjadi gelap
berasal dari efek yang sama. Amoinia dapat berperan sebagai basa atau ligan. Pada
percobaan ini, amonia berperan sebagai basa, menghilangkan ion hodrogen. Kejadian
yang sama terjadi ketika menambahkan larutan natrium hidroksida. Natrium kembali
berubah warna yang menunjukkan kompleks Fe ( II ) hidroksida teroksidasi oleh udara
menjadi Fe(III) hidroksida. Jika menambahkan larutan natrium karbonat ke larutan yang
mengandung heksaaquobesi (III), dengan pasti akan diperoleh endapan seperti jika
ditambahkan larutan natrium hidroksida atau amonium hidroksida. Saat ini, ion
karbonat yang menghilangkan ion hidrogen dari ion heksaaquo dan menghasilkan
kompleks netral.
langkah awal yaitu melarutkan larutan contoh kedalam gelas piala dan
ditambahkan 10 tetes HNO3 , Penambahan HNO3 berfungsi untuk mengoksidasi Fe2+
menjadi Fe3+,dan kemudian di uji menggunakan amonia berfungsi untuk mengetahui
apakah larutan sudah teroksisadi dengan sempurna ,kemudian diencerkan dengan air
suling kemudian di panaskan lagi sampai mendidih dan diuji lagi dengan amonia jika
pada saat di teteskan amonia tidak terbentuk endapan baru berarti pengendapan sudah
sempurna.setelah ituendapkan selama 30 menit dan kemudian disaring dan kertas saring
dan endapan dimasukkan kedalam oven.

 PERTANYAAN

1. Apa fungsi HNO3 didalam penetapan besi?


 HNO3 berfungsi untuk mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+
2. Mengapa didalam penetapan fe ini harus dirubah menjadi fe (III) Tidak langsung
saja?jelaskan
 karena fe III biasanya terdapat dalam makanan
3. Dapatkah pada penetapan ini HNO3 diganti dengan K2Cr2O7?jelaskan!
 Tidak bisa,karena harus dalam kondisi asam
4. Jelaskan fungsi ammonia pada penetapan ini?
amonia berfungsi untuk membentuk endapan Fe(OH)3 yang bewarna coklat
kehitaman

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


8.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang sudah dilakukan, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:

1. Analisis gravimetri adalah suatu metode kuantitatif dimana senyawa hendak


ditentukan kemudian diendapkan menjadi endapan yang sukar larut .
2. Penambahan HNO3 berfungsi untuk mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+

8.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan praktikan yaitu:


1. Praktikan pada saat bekerja harus didalam lemari asam karena bahan yang
digunakan adalah bahan yang bersifat asam pekat.
2. Praktikan harus lebih berhati hati pada saat percobaan karena bahan yang
digunakan cukup berbahaya .
3. Sebelum menggunakan kertas saring,jangan lupa kertas saring harus
ditimbang terlebih dahulu karena berguna untuk menghitung massa endapan
IX. DAFTAR PUSTAKA

Khairiah, hanifah. 2016. Modul Praktikum Kimia Analitik. Politeknik Kampar. Hal 5-7.

https://kusnandini.wordpress.com/2011/05/02/penetapan-kadar-besi-fe-secara-gravimetri/
Posted 10th June 2016 by Sis Wanto

Add a comment

2.

Jun

10

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA


ANALITIK : PENETAPAN KADAR
ASAM BENZOAT SECARA
ULTRAVIOLET
SPEKTROPHOTOMETER

Kelas
TPS 1

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK

PERCOBAAN VII
PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT SECARA ULTRAVIOLET
SPEKTROPHOTOMETER

Nama Praktikum NIM Tanggal Tanda Tangan


Kumpul Praktikum Instruktur
1. SISWANTO 201511009 21 APRIL
2. SITI HAFIZA 201511024 2016
3. LODI 201511032
DESVILDO

Nama Penilai Tanggal Koreksi Nilai Tanda Tangan


HANIFAH
KHAIRIAH, S.ST
PROGRAM STUDY TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT

POLITEKNIK KAMPAR

2016

I. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini Adalah:

Mahasiswa mampu mengukur, mengoperasikan alat, menghitung kadar asam benzoat,


manganalisis contoh, dan menyimpulkan hasil data yang diperoleh

II. DASAR TEORI

Seiring dengan pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia, telah terjadi
peningkatan produksi minuman ringan yang beredar di masyarakat. Pada minuman ringan
sering ditambahkan bahan tambahan makanan, salah satunya adalah pengawet sintetik.
Penggunaan bahan pengawet sintetik tersebut harus diperhatikan kadarnya karena apabila
konsumsinya berlebih dapat membahayakan kesehatan(Jacobson, 2000).

Asam benzoat merupakan salah satu pengawet sintetik yang bekerja efektif pada pH 2,5-
4,0 sehingga banyak digunakan pada makanan atau minuman yang bersifat asam. Bentuk
garam dari asam benzoat yang banyak digunakan adalah natrium benzoat. Benzoat dan
turunannya dapat menghancurkan sel-sel mikroba terutama kapang. Natrium benzoat
bekerja efektif pada pH 2,5-4 sehingga banyak digunakan pada makanan atau minuman
yang bersifat asam (Winarno, 1980)

Struktur kimia asam benzoatseperti terlihat pada Gambar 1.


Gambar 1. Struktur kimia asam benzoat

(Anonim, 1995)

Penetapan asam benzoat secara spektrophotometri ini berdasarkan hukum Beer-


Lambert pada panjang gelombang ultra violet (200 s/d 400 ppm). Yang diamati adalah
harga absorbance (A) dari larutan contoh pada panjang gelombang 272 nm. Berdasarkan
pengukuran ini, kemudia dapat dihitung konsentrasi larutan contoh dengan menyisipkan
harga absorbance (A) pada kurva standar. Kurva standar dapat disusun dengan membuat
beberapa larutan standar dari asam benzoat murni dengan konsentrasi yang diketahui.
Kemudian harga absorbansinya masing-masing ditetapkan, harga A yang diamati akhirnya
diplot sebagai ordinat dan konsentrasi sebagai absisi.

III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

1. Spektrophometer VIS
2. Labu takar 50 ml (6 buah)
3. Batang pengaduk
4. Pipet mohr 25 ml
5. Bulb
6. Pipet tetes
7. Kaca arloji
8. Spatula

3.2 Bahan
1. Asam benzoat
2. Heksana
3. Larutan contoh

IV. CARA KERJA


4.1 Pembuatan Larutan Standar Asam Benzoat 200 ppm
1. Asam benzoat ditimbang sebanyak 10 mg
2. Dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml dan dilarutkan dengan heksana sampai
tanda tera dan homogenkan. Dilakukan diruang asam

4.2 Pembuatan Deret Standar Asam Benzoat


1. Dipipet masing-masing 2,10,15 dan 20 ml larutan standar Asam benzoat,
kemudian dimasukkan kedalam labu takar 50 ml ditera dengan heksana dan di
homogenkan
2. Kemudian ditetapkamn harga absorbansinya pada panjang gelombang 272 nm
dengan menggunakan spektrophotometer
3. Masing-masing harga absorbance (A) yang diperoleh dari pengukuran dengan
spektrophotometer kemudian dibuatkan dalam bentuk grafik, dengan cara
harga A diplot sebagai ordinat dan konsentrasi sebagai absis

4.3 Prepasi Larutan Contoh


1. Dari larutan contoh yang disediakan, dipipet 5 ml dan diencerkan dalam labu
takar 50 ml dengan heksana ditetapkan sampai dengan tanda tera dan di
homogenkan
2. Contoh ini kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 272 mm
3. Untuk mengetahui konsentrasi contoh, harga A yang diperoleh dari pengukuran
ini disisipkan kedalam kurva standar. Konsentrasi dapat dibaca pada absisi

V. DATA PENGAMATAN

No Uraian Hasil
1 Asam benzoat 10 mg 0,01 gr
2 Larutan asam benzoat 2 ml
3 Larutan asam benzoat 10 ml
4 Larutan asam benzoat 15 ml
5 Larutan asam benzoat 20 ml
6 Harga Absorbansinya Gelombang 272 nm

NO Konsentrasi Absorbansi
1 0 0,810
2 2 0,809
3 10 0,807
4 15 0,804
5 20 0,803
6 Larutan contoh 0,801
VI. PERHITUNGAN

1. Larutan asam benzoat 10 mg

10/100 = 0,01 gram

Hasil penimbangan 0,0103 gram

2. % contoh

Diketahui :

Abs contoh = 0,801

Slope = 0,690

Ml contoh = 5 ml

Fp = faktor pengenceran (100/25)

Jawab:

% contoh =

% contoh = = 92,86 %

Pertanyaan
1. Berapa ppm konsentrasi asam benzoat dalam contoh?
2. Bagaimana hubungan antara absorbance dengan transmitance (T0 terhadap
konsentrasi contoh?
3. Jelaskan apakah diperlukan koreksi dari larutan blanko terhadap pengukuran
absorbance?
Jawab :

1. Ppm konsentrasi asam benzoat dalam contoh adalah 200 ppm.


2. Absorbansi merupakan banyaknya cahaya atau energi yang diserap oleh
partikel-partikel dalam larutan, sedangkan transmitansi merupakan bagian dari
cahaya yang diteruskan melalui larutan. Hubungan absorbansi dapat dinyatakan
dengan persamaan :
A = - log T = log P0/P
Ket :
A = absorbansi
T = transmitansi
P0 = cahaya sebelum melewati larutan
P = cahaya sesudah melewati larutan
Hubungan absorbansi dengan transmitansi berbanding terbalik.
3. Perlu, karena blanko adalah larutan yang mempunyai perlakuan yang sama
dengan analat tetapi tidak mengandung komponen analat. Tujuan pembuatan
larutan blanko ini adalah untuk mengetahui besarnya serapan oleh zat yang
bukan analat.

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pratikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengukur, mengoperasikan alat,


menghitung kadar asam benzoat, menganalisa contoh, dan menyimpulkan hasil data yang
diperoleh. Mahasiswa dapat mengukur harga absorbansi pada panjang gelombang 272 nm,
mengoperasikan alat yaitu spektrophotometer, menghirung kadar asam yang terkandung
dalam larutan,menyimpulkan hasil pengukuran dari data yang diperoleh kemudian
dibuatkan dalam bentuk grafik,dengan cara memplot harga A sebagai ordinat dan
konsentrasi sebagai absis.

Penetapan asam benzoat secara spektrophotometri ini berdasarkan hukum Beer-


Lambert pada panjang gelombang ultra violet (200 s/d 400 ppm). Yang diamati adalah
harga absorbance (A) dari larutan contoh pada panjang gelombang 272 nm. Berdasarkan
pengukuran ini, kemudian dapat dihitung konsentrasi larutan contoh dengan menyisipkan
harga absorbance (A) pada kurva standar. Kurva standar dapat disusun dengan membuat
beberapa larutan standar dari asam benzoat murni dengan konsentrasi yang diketahui.
Kemudian harga absorbansinya masing-masing ditetapkan, harga A yang diamati akhirnya
diplot sebagai ordinat dan konsentrasi sebagai absisi.

Asam benzoat merupakan salah satu pengawet sintetik yang bekerja efektif pada pH
2,5 - 4,0 sehingga banyak digunakan pada makanan dan minuman yang bersifat asam.
Kandungan asam benzoat dalam minuman ringan berkarbonasi masih dibawah batasan
maksimal penggunaan asam benzoat yang ditetapkan.

Pembuatan larutan standar asam benzoat 200 ppm mula-mula ditimbang asam benzoat
sebanyak 10 mg, dimasukkan ke labu takar 50 ml dan dilarutkan dengan heksana sampai
tanda tera dan dihomegenkan, lakukan diruang asam. Penambahan heksana bertujuan
untuk melarutkan asam benzoat.

Pembuatan deret standar asam benzoat mula-mula Dipipet masing-masing 2,10,15


dan 20 ml larutan standar Asam benzoat, kemudian dimasukkan kedalam labu takar 50 ml
ditera dengan heksana dan di homogenkan.Kemudian ditetapkan harga absorbansinya pada
panjang gelombang 272 nm dengan menggunakan spektrophotometer, Hasil panjang
gelombang serapan maksimum asam benzoat adalah pada 272 nm. pengukuran pada
panjang gelombang maksimun, bertujuan untuk mendapatkan serapan yang
optimal.Masing-masing harga absorbance (A) yang diperoleh dari pengukuran dengan
spektrophotometer kemudian dibuatkan dalam bentuk grafik, dengan cara harga A diplot
sebagai ordinat dan konsentrasi sebagai absis.
Preparasi larutan contoh, Dari larutan contoh yang disediakan, dipipet 5 ml dan
diencerkan dalam labu takar 50 ml dengan heksana ditetapkan sampai dengan tanda tera
dan di homogenkan.Contoh ini kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang
272 mm. Untuk mengetahui konsentrasi contoh, harga A yang diperoleh dari pengukuran
ini disisipkan kedalam kurva standar. Konsentrasi dapat dibaca pada absisi.

Data hubungan antara konsentrasi dan absorbansi dapat dilihat pada grafik dibawah
ini.

Dari hasi pengamatan masing-masing harga Absorbance (A) yang diperoleh dari
pengukuran dengan spektrophotometer adalah larutan Asam benzoat 2 ml 0,809, larutan
Asam benzoat 10 ml 0,807, larutan Asam benzoat 15 ml 0,804, larutan Asam benzoat 20
ml 0,803, dan larutan contoh 0,801 dengan harga absorbansinya pada panjang gelombang
272 nm.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah
1. masing harga Absorbance (A) yang diperoleh dari pengukuran dengan
spektrophotometer adalah larutan Asam benzoat 2 ml 0,809, larutan Asam benzoat
10 ml 0,807, larutan Asam benzoat 15 ml 0,804, larutan Asam benzoat 20 ml 0,803,
dan larutan contoh 0,801 dengan harga absorbansinya pada panjang gelombang 272
nm.
2. Minuman dengan merk tertentu mengandung asam benzoat yang berbeda.
3. Kadar asam benzoat yang terdapat dalam larutan contoh adalah 92,86 %.
8.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan praktikan adalah :

1. Praktikan harus memahami prosedur kerja sebelum memulai praktikum.

2. Praktikan harus berhati-hati dalam proses praktikum agar tidak merusak alat dan bahan-
bahan yang berbahaya tidak mengenai kulit.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Khairiah, hanifah. 2016. Modul Praktikum Kimia Analitik. Politeknik Kampar. Hal
26-27.

https://www.google.co.id/url?=http://skripsieceran.blogspot.com./2014/09/skripsi-
farmasipenetapan-kadar-asam_16.html

Posted 10th June 2016 by Sis Wanto

0
Add a comment

3.

Jun

10

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA


ANALITIK: KONDUKTOMETRI

Kelas
TPS 1

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK

PERCOBAAN VI

KONDUKTOMETRI
Nama Praktikum NIM Tanggal Tanda Tangan
Kumpul Praktikum Instruktur
1. SISWANTO 201511009 20 APRIL
2. SITI HAFIZA 201511024 2016
3. LODI 201511032
DESVILDO

Nama Penilai Tanggal Koreksi Nilai Tanda Tangan


HANIFAH
KHAIRIAH, S.ST

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT

POLITEKNIK KAMPAR
2016

I. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini Adalah:

1. Menentukan Konsentrasi Natrium asetat dengan Asam Klorida


2. Menentukan % kadar aspirin dalam sampel menggunakan metode konduktometri

II. DASAR TEORI

Menurut hukum Ohm I = E/R; di mana: I = arus dalam ampere, E = tegangan dalam
volt, R = tahanan dalam ohm. Hukum di atas berlaku bila difusi dan reaksi elektroda tidak
terjadi. Konduktansi sendiri didefinisikan sebagai kebalikan dari tahanan sehingga I = EL.
Satuan dari hantaran (konduktansi) adalah mho. Hantaran L suatu larutan berbanding lurus
pada luas permukaan elektroda Titrasi konduktometri merupakan metode analisa
kuantitatif yang didasarkan pada perbedaan harga konduktansi masing-masing ion. Dalam
konduktometri diperlukan sel konduktometrinya, yaitu alat mengukur tahanan sel. Namun
titrasi ini kurang bermanfaat untuk larutan dengan konsentrasi ionik yang terlalu tinggi
(Muizliana, 2010).

Metode konduktansi dapat digunakan untuk mengikuti reaski titrasi jika perbedaan
antara konduktansi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan reagen. Tetapan sel
harus diketahui. Berarti selama pengukuran berturut-turut jarak elektroda harus tetap.
Hantaran sebanding dengan kosentrasi larutan pada temperatur tetap, tetapi pengenceran
akan menyebabkan hantaran nya tidak berfungsi secara linier lagi dengan konsentrasi.
(Khopkar, 1990).

Biasanya konduktometri merupakan prosesur titrasi, sedangkan konduktometri


bukanlah prosedur titrasi. Metode konduktasi dapat digunakan untuk mengikuti reaksi
titrasi jika perbedaan antara konduktasi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan
reagen. Tetapan sel harus diketahui. Berarti selama pengukuran yang berturut-turut jarak
elektroda harus tetap, tetapi pengenceran akan menyebabkan hantarannya tidak berfungsi
secara linear dengan konsentrasi (Khopkar, 2008).

Titrasi konduktometri sangat berguna bila hantaran sebelum dan sesudah reaksi
cukup banyak berbeda. Metode ini kurang bermanfaat untuk larutan dengan konsentrasi
ionic terlalu tinggi, misalkan titrasi Fe3+ dengan KMnO4, dimana perubahan hantaran
sebelum dan sesudah titik ekivalen terlalu kecil dibandingkan besarnya konduktasi total
(Khopkar, 2008).

Kelebihan titrasi konduktometer

a. titrasi tidak menggunakan indikator, karena pada titik keivalen sudah dapat ditentukan
dengan daya hantar dari larutan tersebut.

b. Dapat digunakan untuk titrasi yang berwarna

c. Dapat digunakan untuk titrasi yang dapat menimbulkan pengendapatan

d. Lebih praktis

e. Lebih cepat atau waktu yang diperlukan lebih sedikit

f. Untuk persen kesalahanya lebih kecil jika dibandingkan dengan titrasi volumetri

Kekurangan titrasi konduktometer

a. Hanya dapat diterapkan pada larutan elektrolit saja

b. Sangat dipengaruhi temperatur

c. Dapat ditunjukka dengan tidak langsung


d. Peralatan cukup mahal

e. Jika tidak hati – hati maka akan cepat rusak

f. Tidak bisa digunakan pada larutan yang sangat asam atau basa karena akan meleleh.

Konduktivitas suatu larutan elektrolit pada setiap temperatur hanya bergantung


pada ion-ion yang ada, dan konsentrasi ion-ion tersebut. Bila larutan suatu elektrolit
diencerkan, konduktivitas akan turun karena lebih sedikit ion berada per cm3 larutan
untuk membawa arus. Jika semua larutan itu ditaruh antara dua elektrode yang terpisah 1
cm satu sama lain dan cukup besar untuk mencakup seluruh larutan, konduktans akan
naik selagi larutan diencerkan. Ini sebagian besar disebabkan oleh berkurangnya efek-
efek antar-ionik untuk elektrolit-elektrolit kuat oleh kenaikan derajat disosiasi untuk
elektrolit-elektrolit lemah (Muizliana, 2010).

Menurut Scribd (2010), Besarnya daya hantar bergantung pada beberapa faktor, antara
lain:

1. Jumlah partikel-partikel bermuatan dalam larutan (+) dan(-)

2. Jenis ion yang ada

3. Mobilitas ion

4. Media/pelarutnya

5. Suhu

6. Gaya tarik menarik ion (+) dan (-)

7. Jarak elektroda
III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

1. Hot plate
2. Buret
3. Gelas piala 500 ml
4. Gelas piala 100 ml
5. Erlenmeyer 250 ml (2 buah)
6. Kaca arloji
7. Statif+klem
8. Elektroda
9. Batang pengaduk
10. Pipet volum 100 ml
11. Pipet mohr 25 ml
12. Magnetik stirrer
13. Bulb
14. Botol semprot
15. Labu takar 250 ml
16. Labu takar 100 ml
17. Corong
3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

1. Tablet aspirin.
2. Larutan natrium asetat 0,01 M
3. Larutan Asam klorida (HCl) 0,01 M
4. Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,01 M
5. Etanol (CH3CH2OH)
6. Aquades (H2O)

IV. CARA KERJA


4.1 Penentuan Natrium Asetat dengan HCl 0,01 M
1. Sel hantaran dibilas dengan air kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala.

2. Pengaduk magnet stirer dimasukkan didalam sebuah bejana besar berisi air, kemudian
bejana titrasi berisi sel hantaran ditempatkan didalamnya, diatas pengaduk magnet.

3. Larutan Natrium asetat 0,01 M dimasukkan di dalam sel sebanyak 50 ml, dimasukkan
larutan HCl kedalam buret. Buret ditempatkan kira-kira 1 cm diatas permukaan larutan
natrium asetat.

4. Sel dengan pengukur hantaran dihubungakn, lalu pengadukan dimulai.

5. HCl ditambahkan setiap 1 ml sampai 20 ml, kemudian diukur Daya hantar.

4.2 Analisa Tablet Aspirin

1. Satu tablet aspirin ditimbang, kemudian dihaluskan dan ditimbang kembali.

2. Setelah ditimbang, dimasukkan didalam labu takar 250 ml dan diencerkan dengan aquades
kira-kira setengah badan labu takar, kemudian diaduk.
3. Larutan etanol ditambahkan sebanyak 30 ml dan diaduk sampai homogen dan ditera
dengan aquades.

4. Diambil larutan sebanyak 100 ml dan dimasukkan di dalam erlenmeyer kemudian


ditambahkan indikator pp.

5. Larutan aspirin ditirasi dengan larutan NaOH 0,01 M serta diukur konduktansinya.
Dilakukan duplo.

V. DATA PENGAMATAN
5.1 Penentuan Natrium asetat dengan HCl 0,01 M.

No Uraian Hasil
1. Penimbangan Natrium Asetat 0,01 M 0,0830 ml
2. Volume natrium Asetat 0,01 M 50 ml
3. HCl 0,01N dilarutkan 25 ml

No Volume HCl (ml) Konduktansi (ms)


0. 0 9,64
1. 1 9,65
2. 2 9,62
3. 3 9,58
4. 4 9,54
5. 5 9,49
6. 6 9,45
7. 7 9,42
8. 8 9,38
9. 9 9,34
10. 10 9,30
11. 11 9,26
12. 12 9,23
13. 13 9,21
14. 14 9,18
15. 15 9,15
16. 16 9,11
17. 17 9,07
18 18 9,04
19. 19 9,01
20. 20 8,98

5.2 Analisa Tablet Aspirin

No Uraian Hasil
1. Penimbangan Aspirin tablet 0,964 gram
2. Penimbangan Aspirin bubuk 0,69 gram
3. Pembuatan larutan Aspirin 70 ml
4. Penambahan Etanol 30 ml
5. Penambahan indikator pp 3 tetes
6. Volume titrasi 1. 4,7 ml
2. 4,5ml

VI. PERHITUNGAN

1. Natrium Asetat 0,01 M

Diketahui :

M = 0,01 M Mr CH3COONa = 82,03


Jawab:

hasil penimbangan 0,08331 gram

2. HCL 0,01 M

Diketahui :

Mr HCL = 36,5

M = 0,01 M

Jawab :

V1×C1=V2×C2

V1×0,1=250×0,01

V1=2,5/0,1= 25 ml

3. NaOH 0,01 M

Diketahui :
Mr NaOH = 40

ek = 1 M = 0,01

jawab:

4. Hitung konsentrasi aspirin!

Jawab :

Mr aspirin (C9H604) = 180

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

7.1 Penentuan Natrium Asetat dengan HCl 0,01 M


Konduktivitas suatu larutan elektrolit pada setiap temperatur bergantung pada ion-
ion yang ada dalam konsentrasinya. Dalam percobaan ini mula-mula meembilas sel
hantaran dengan air agar alat yang digunakan ini bebas dari ion-ionnya yang menganggu
(pengatur) yang melekat pada dindingnya. Melakukan pengadukan dengan pengaduk
magnetik supaya dapat mengoptimalkan kemampuan daya hantar listrik sehingga ionnya
dapat tersebar merata. Kemudian melakukan titrasi dengan CH3COONa (garam asam
lemah) dengan larutan HCl (asam kuat).
Tujuan dari titrasi ini adalah untuk mengetahui nilai konduktansinya. Titrasi ini
akan membuat suatu penggeseran anion dari asam lemah digantikan oleh anionnya. Ketika
proses titrasi dilakukan, penambahan HCl sangat berpengaruh. Pada awal titrasi, ion
klorida mempunyai konduktansi yang lebih besar dari pada ion asetat. Hal ini yang
menyebabkan terjadinya kenaikan konduktansi. Selain itu, bisa juga disebabkan adanya
pergantian ion natrium (Na+) oleh atom H+ dari HCl yang memiliki nilai konduktivitas
lebih tinggi. Reaksi yang terjadi saat natrium asetat ditambah dengan HCl adalah sebagai
berikut :
HCl + CH3COONa CH3COOH + NaCl
Nilai konduktans menurun seiring bertambahnya volume titran. Pengamatan
dilakukan setiap bertambahnya 1 ml larutan HCl pada buret. Pembentukan NaCl ini yang
menurunkan titrasi ini, kemudian terjadi pergantian masukyan H+ menggantiakan Na+
akan menyebabkan kenaikan konduktansi.
CH3COO- + H+ CH3COOH
Pembentukan garam NaCl pada awal titrasi ini menurunkan konduktansi larutan. Dari hasil
pengamatan saat melakukan titrasi, dapat dibuat sebuah grafik.
Jika suatu elektrolit ditambahkan kedalam elektrolit lain, maka akan menghasilkan
perubahan volume yang berarti akan mempengaruhi larutan tersebut, tergantung ada
tidaknya reaksi ionik. Jika terjadi reaksi ionik, maka konduktansi (hantaran) dapat naik
maupun turun.
Konduktivitas suatu larutan elektrolit, pada setiap temperatur bergantung pada ion-
ion yang ada dan konsentrasi ion-ion tersebut. Jika suatu larutan diencerkan, nilai
konduktivitas larutan tersebut akan turun karena lebih sedikit ion yang berbeda per cm3
larutan untuk membawa arus. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya efek-efek ionik untuk
elektrolit lemah hal itu akibat naiknya derajat disosiasi. Namun dalam percobaan
didapatkan hasil grafik yang menurun.

7.2 Analisa Tablet Aspirin


Dalam percobaan ini kita menggunakan sampel 1 tablet aspirin dengan berat 0,96
gram yang dicampurkan dengan aquades ini bertujuan untuk tablet aspirin ini yang semula
berbentuk padatan berubah menjadi cair. Karena bila masih dalam bentuk cairan/larutan
lalu ditambahkan etanol . penambahan etanol ini bertujuan melarutkan partikel-partikel
aspirin yang belum melarut dalam air secara perlahan-lahan sambil diaduk.
Percobaan ini didasarkan pada pertukaran ion berdasarkan perbedaan
konduktivitasnya. Aspirin adalah salah satu asam lemah yaitu asam salisilat. Reaksi dengan
anhibrida asetat mengubah gugus karbonil fenolik dari asam salisilat menjadi ester asetil.
Kemudian melakukan titrasi dengan NaOH 0,01 M. Tujuan dari titrasi ini adalah untuk
mengetahui nilai konduktansi laruatan aspirin. Penambahn NaOh pada larutan akan
menyebabkan terjadinya reaksi asam basa. Dari data pengamatan volume rata-rata titrasi
adalah 4,6 ml dan konsentrasi Aspirin adalah 8,6 %.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


8.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah di laksanakan, dapat di ambil beberapa


kesimpulan sebagai berikut:
1. Konduktometri adalah suatu metode yang didasarkan pada hantaran atau konduktansi dari
ion.

2. Metode konduktometri menggunakan sel konduktometri, yaitu alat untuk mengukur


tahanan sel untuk menganalisa secara kuantitatif.

3. Konduktansi pada penetapan Natrium asetat dengan HCl 0,01 M mengalami penurunan.

8.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan pratikan adalah :


1. Praktikan harus lebih teliti dalam melakukan percobaan, khususnya pengukuran daya
hantar.

2. Sebelum memulai praktikum, praktikan harus memahami prosedur kerja terlebih dahulu.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Khairiah, hanifah. 2016. Modul Praktikum Kimia Analitik. Bangkinang, Politeknik


Kampar. Hal 17 – 21

http://choalialmu89.blogspot.in/2010/10/percobaan-5-konduktometri.html
Posted 10th June 2016 by Sis Wanto

Add a comment

4.

Jun

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA


ANALITIK PERCOBAAN V :
KOMPLEKSOMETRI

Kelas
TPS 1

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK

PERCOBAAN V
KOMPLEKSOMETRI

Nama Praktikum NIM Tanggal Tanda Tangan


Kumpul Praktikum Instruktur
1. SISWANTO 201511009 19 APRIL
2. SITI HAFIZA 201511024 2016
3. LODI 201511032
DESVILDO

Nama Penilai Tanggal Koreksi Nilai Tanda Tangan


HANIFAH
KHAIRIAH, S.ST

PROGRAM STUDY TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT

POLITEKNIK KAMPAR

2016

I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini Adalah:

Mahasiswa dapat menentukan kadar ion Ca2+, Mg2+, Ni2+ secara kompleksometri
menggunakan larutan standar garam EDTA dan aplikasinya.

II. DASAR TEORI

Salah satu dari reaksi-reaksi matematis yang tidak disertai perubahan valensi adalah reaksi
pembentukan kompleks. Penetapan kualitatif yang berdasarkan reaksi komlpeks disebut
kompleksometri. Kompleksometri disebut juga dengan kelatometri. Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks, membentuk hasil
berupa kompleks. Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks
banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi.

2. 1 Reaksi Pembentukan Kompleks

Dalam pelaksaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang


menghasilkan pembentukkan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari
satu atom ( ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu.
Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti
stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup
konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka
bulat, yang menunjukkan jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks
yang stabil dengan suatu atom pusat. Pada kebanyakan kasus, bilangan koordinasi adalah
6 (seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+, Ni2+, Cd2+), kadang-kadang 4
(Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-bilangan 2 (Ag+) dan 8 (beberapa ion dari golongan
platinum) juga terdapat.

Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat
dalam apa yang disebut bulatan koordinasi , yang masing-masingnya dapat dihuni satu
ligan (monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu
kompleks dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat
berada dipusat suatu bujursangkar dan keempat ion menempati keempat sudut
bujursangkar ini adalah juga umum.

Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O
membentuk ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang
yeng tersedia sekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion
dipiridil), tridentat dan juga tetradentat dikenal orang. Kompleks yang terdiri dari ligan-
ligan polidentat sering disebut sepit (Chelate). Nama ini berasal dari kata Yunani untuk
sepit kepiting, yang menggigit suatu objekseperti ligan-ligan polidentat itu ‘menangkap’
ion pusatnya. Pembentukan kompleks sepit dipakai secara ekstensif dalam analisis kimia
kuantitatif (titrasi kompleksometri).

Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukkan ion-ion kompleks ataupun


pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks
tersebut adalah logam dengan EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro nitrat dan
perak sianida juga dikenal sebagai titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002).

Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks


(ion kompleks atau garam yang sukar mengion), kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titrat dan titran saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-
reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan
penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang
cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Contoh reaksi titrasi kompleksometri:

Ag+ + 2CN-  Ag (CN)2

Hg+ + 2Cl-  HgCl2


Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang dimaksud disini adalah
kompleks yang dibantu melalui reaksi ion logam, sebuah kation dengan sebuah anion atau
molekul netral (Basset, 1994).

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukkan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi komples biasa seperti diatas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang
terikat pada ion pusat, disebut ligan dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh
persamaan:

M(H2O)n + L <==> M (H2O)(n-1) L + H2O

(Khopkar, 2002).

2.3 EDTA dan Complexan

Ini dikenal juga dengan nama Versen, Complexan III, Sequesterene, Nullapon,
Trilon B, Idranat III dan sebagainya, strukturnya:

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan
pada pendekteksian visual dari titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga
sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan
akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya
selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup,
kalau tidak karena disosiasi tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun
kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam. EDTA untuk
menjamin agar pada titik akhir titrasi, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-
indikator logam ke kompleks logam EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna
antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah
diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga
perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca
dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator
erichrn indikatome balck T. Pada pH tinggi 12 Mg(OH)2akan mengendap, sehingga EDTA
dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+dengan indikator murexide (Basset, 1994).

Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik
oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks
yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam
air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air,
sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan
kadmium (Harjadi, 1993).

Selektivitas Titrasi Kompleksometri

Karenanya banyaknya logam yang dapat dititrasi dengan EDTA, maka masalah
selektivitas menjadi masalah penting untuk dikaji. Tampaknya pemisahan pendahulu
seperti pemisahan berdasarkan penukar anion atau ekstraksi pelarut perlu dilakukan
terhadap suatu campuran. Selektivitas dapat diperbaiki dengan mengendalikan pH
pemakaian pengompleks sekunder, pemilihan penitrannya dan pengendalian laju reaksi.
Kompleks yang stabil biasanya terbentuk pada pH rendah seperti Fe (pH=2,0), Al 3+, Zr4+,
B 3+, semua titrasi pada pH rendah untuk menghindarkan hidrolisis. Zn, Cd, dan Pb
dititrasi pada pH=5,0. Pada titrasi Ca, untuk menghindarkan interferensi dari Zn dan Cd,
ion-ion ini dimasking dengan KCN. Misalkan saja Ca, Mg dapat di titrasipada pH=10,0
dengan penambahan nitril glikolat, yang akan membebaskan Zn, Cd dari kompleks EDTA.
Bal atau 2,3 dimerkaptopropanol dapat digunakan sebagai elemen masking melalui
pembentukan sulfida yang tidak larut. EDTA dapat digunakan untuk menitrasi Ca dalam
campuran Mg dengan mempergunakan indikator murexide. Campuran Cd, Zn dapat
dititrasi dengan EDTA dengan menggunakan buffer NH3-NH4Cl, karena Cl (NH3)2
kurang stabil dibandingkan Zn (NH3)2 sehingga EDTA hanya menitrasi Cd.

2.4 Kestabilan Kompleks

Kestabilan suatu kompleks jalan akan berhubungan dengan (a) kemampuan


mengompleks dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan ciri khas ligan itu, yang penting
untuk memeriksa faktor-faktor ini dengan singkat:

a. Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut


klasifikasi Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam
menjadi asam lewis kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan afinitas
terhadap halogen, dan membentuk kompleks yang paling stabil dengan anggota pertama
grup table berkala. Kelas B lebih mudah berkoordinasi dengan I- daripada dengan f dalam
larutan air dan membentuk kompleks terstabil dengan atom penyumbang kedua dari
masing-masing grup itu yakni N, O, F, Cl, C, danP. Konsep asam basa keras dan lunak
adalah berguna dalam menandai ciri-ciri perilaku penerima pasangan electron kelas A dan
kelas B.

b. Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat,
adalah (i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, (iii) efek-efek
sterik (ruang). Efek sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar
yang melekat dengan atom penyumbang.

IV. ALAT DAN BAHAN

 ALAT
1. Buret
2. Statif+klem
3. Pipet volum 10 ml
4. Pipet volum 25 ml
5. Pipet tetes
6. Gelas piala 100 ml
7. Botol semprot
8. Labu takar 100 ml (2 buah)
9. Erlenmeyer 250 ml (2 buah)
10. Kaca arloji
11. Labu takar 100 ml (2 buah)
12. Batang pengaduk
13. Spatula
14. Bulb
15. Botol semprot
16. Corong

 BAHAN
1. Garam EDTA 0,1 M
2. CaCO3 0,1 M
3. Ind EBT
4. Buffer pH 10
5. Aquades

IV. CARA KERJA


A. Standarisasi garam EDTA 0,1 M dengan larutan CaCO3 0,1 M
1. Larutan CaCO3 masing-masing dipipet 25 ml, lalu dimasukkan kedalam
Erlenmeyer
2. Larutan buffer pH 10 ditambahkan 1 ml
3. Larutan indikator EBT ditambahkan 3 tetes
4. Dititrasi dengan EDTA 0,1 M sampai timbul perubahan warna dari merah
anggur ke biru
5. Duplo dilakukan
6. Konsentrasi EDTA yang sebenarnya dihitung
B. Penetapan kesadahan total

1. Buret diisi dengan larutan EDTA 0,1 M


2. Sampel air dipipet 25 ml, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml
3. Larutan Buffer pH 10 ditambahkan 1 ml
4. Larutan indikator EBT ditambahkan 3 tetes
5. Dititrasi dengan larutan EDTA sampai perubahan warna dari merahmuda
ke biru
6. Duplo dilakukan

V. DATA PENGAMATAN

NO Uraian Hasil
1 Volume CaCO3 25 ml
2 Larutan buffer pH 10 1 ml
3 Larutan Indikator EBT 1 sendok batang pengaduk
4 Volume titrasi 1. 29,77 ml
2. 29,13 ml
5 Perubahan Warna Merah anggur ke biru
NO Uraian Hasil
1 Volume air 25 ml
2 Larutan buffer pH 10 1 ml
3 Larutan Indikator EBT 1 sendok batang pengaduk
4 Volume titrasi 1. 27,13 ml
2. 27,05 ml
5 Perubahan Warna Merah muda ke biru

VI. PERHITUNGAN

- CaCO3 0,1 M dalam 100 ml

Ca = 40

C = 12

O = 16 3

Mr CaCO3 = 100

N=
- EDTA 0,1 M (C10H16N2O8) Mr EDTA= 292

PERTANYAAN

1. Kenapa titrasi dilakukan pada pH 10? Apa fungsi buffer? Kenapa tidak
ditambah asam saja. Terangkan dengan jelas
Jawab: Pengaruh pH, jika :
Terlalu asam
Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH,
dimana jika H+ yang dilepaskan terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat
terdisosiasi sehingga kesetimbangan pembentukkan kompleks dapat bergeser
ke kiri, karena terganggu oleh suasana system titrasi yang terlalu asam.
Buffer berfungsi untuk mengendalikan pH agar stabil atau tidak berubah-ubah

2. Kenapa konsentrasi dalam titrasi kompleksometri menggunakan EDTA


dalam satuan molar (M) bukan normal (N)? Jb:
o Molaritas (M)
adalah banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan.
mol adalah berat zat dibagi Mr or BM
Larutan NaOH 1 M , dibuat dg cara melarutkan 1 mol
NaOH ( 1x BM NaOH) menjadi satu liter Larutan.
o Normalitas (N)
adalah banyaknya ekivalen zat terlarut dalam satu liter larutan
ekivalen adalah berat zat dibagi BE or berat ekivalen
Larutan NaOH 1 N , dibuat dg cara melarutkan 1 ek
NaOH (1x BE NaOH) menjadi satu liter larutan

3. Apa akibatnya, kalau air yang digunakan dalam berbagai kebutuhan


berikut, kesadahanya tinggi. Terangkan
a. Air minum
b. Air untuk mencuci
c. Air untuk industri
d. Air untuk keperluan laboratorium
Kesadahan merupakan petunjuk kemampuan air untuk membentuk busa apabila
dicampur dengan sabun. Pada air yang memiliki kadar kesadahan rendah, air
akan dapat membentuk busa apabila dicampur dengan sabun. Hal sebaliknya
terjadi pada air yang memiliki kadar kesadahan tinggi. Air dengan kesadahan
tinggi sulit, bahkan tidak akan dapat membentuk busa jika ia dicampur dengan
sabun. Selain itu, kesadahan juga merupakan petunjuk yang penting dalam
kaitannya dengan usaha untuk memanipulasi nilai pH.

Kesadahan dalam air terutama disebabkan oleh ion-ion Ca2+ dan Mg2+, juga
oleh Mn2+, Fe2+ dan semua kation yang bermuatan dua. Ion-ion ini terdapat
dalam air dalam bentuk sulfat, klorida, dan hidrogen-karbonat. Kesadahan air
alam biasanya disebabkan oleh garam karbonat atau garam asamnya.
Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh limbah industri maupun terjadi
secara alami karena susunan geologi tanah di sekitar sumber air. Misalnya, air
yang kesadahannya tinggi biasanya terdapat pada air tanah di daerah yang
mengandung kapur. Misalnya, pada sungai yang mengalir melalui daerah yang
mengandung gips CaSO4, akan terkandung garam itu pula. Garam CaCl2 yang
digunakan untuk melawan debu di jalan juga dapat terbawa ke sungai dan
meningkatkan kesadahannya.

Kesadahan tidak menguntungkan. Air yang dianggap bermutu tinggi


memiliki kesadahan yang rendah. Kesadahan yang terlalu tinggi akan
menambah nilai pH larutan sehingga daya kerja aluminat tidak efektif karena
ion aluminium yang bersifat amfoter akan mengikuti lingkungannya dimana
akan terbentuk senyawa aluminium yang sukar mengendap. Apabila kesadahan
terlalu rendah, secara simultan alkalinitas juga cenderung rendah. Ini akan
mengganggu penyusunan ikatan antara koloida dengan aluminat dimana gugus
hidrofobik koloida akan tetap melayang dan sukar bereaksi dengan koagulan
mengakibatkan massa atom relatif ringan sehingga sukar mengendap. Air sadah
juga tidak menguntungkan/mengganggu proses pencucian menggunakan
sabun. Bila sabun digunakan pada air sadah, mula-mula sabun harus bereaksi
terlebih dahulu dengan setiap ion kalsium dan magnesium yang terdapat dalam
air sebelum sabun dapat berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Hal ini
bukan saja akan banyak memboroskan pengunaan sabun, tetapi gumpalan-
gumpalan yang terjadi akan mengendap sebagai lapisan tipis pada alat-alat yang
dicuci sehingga mengganggu pembersihan dan pembilasan oleh air.
D. DAMPAK AIR SADAH BAGI LINGKUNGAN
Adanya kesadahan air dapat menimbulkan dampak positif, namun apabila
tingkat kesadahannya tinggi maka dapat menyebabkan berbagai dampak negatif
(Purba, 2002) yaitu.
1. Dampak Positif
Dampak positif dari adanya kesadahan dalam air adalah:
• Menyediakan kalsium yang diperlukan tubuh, misalnya untuk pertumbuhan
tulang dan gigi.
• Mempunyai rasa yang lebih baik dari air lunak.
• Senyawa timbal (dari pipa air) lebih sukar larut dalam air sadah (timbal
merupakan racun bagi tubuh) sehingga kemungkinan terjadinya pencemaran air
oleh logam berat ini dapat diminimalkan.
2. Dampak Negatif
Selain keuntungan-keuntungan diatas, kesadahan air yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan beberapa dampak negatif
Air sadah mengakibatkan konsumsi sabun lebih tinggi, karena adanya
hubungan kimiawi antara ion kesadahan dengan molekul sabun menyebabkan
sifat detergen sabun hilang. Bila sabun digunakan pada air sadah, mula-mula
sabun harus bereaksi terlebih dahulu dengan setiap ion kalsium dan magnesium
yang terdapat dalam air sebelum sabun dapat berfungsi menurunkan tegangan
permukaan. Hal ini bukan saja akan banyak memboroskan pengunaan sabun,
tetapi gumpalan-gumpalan yang terjadi akan mengendap sebagai lapisan tipis
pada alat-alat yang dicuci sehingga mengganggu pembersihan dan pembilasan
oleh air. Gumpalan-gumpalan ini juga membentuk scum yang meninggalkan
noda pada pakaian, sehingga pakaian menjadi kusam. Kelebihan ion Ca2+ serta
ion CO32-+ (salah satu ion alkaliniti) mengakibatkan terbentuknya kerak pada
dinding pipa yang disebabkan oleh endapan kalsiumkarbonat CaCO3. Kerak ini
akan mengurangi penampang basah pipa dan menyulitkan pemanasan air dalam
ketel, serta mengurangi daya koagulasi yang melalui dalam pipa dengan
menurunnya turbulensi.
Sebagai kation kesadahan, Ca2+ selalu berhubungan dengan anion yang terlarut
khususnya anion alkaliniti : CO32- , HCO3- dan OH-. Ion Ca2+ dapat bereaksi
dengan HCO3- membentuk garam yang terlarut tanpa terjadi kejenuhan.
Sebaliknya reaksi dengan CO32- akan membentuk garam karbonat yang larut
sampai batas kejenuhan di mana titik jenuh berubah dengan nilai pH. Bila ti¬tik
jenuh dilampaui, terjadi endapan garam kalsium karbonat CaCO3 dan membuat
kerak yang terlihat pada dinding pipa atau dasar ketel. Namun, pada proses
pelunakan ini keadaan harus dibuat sehingga sedikit jenuh, karena dalam
keadaan tidak jenuh terjadi reaksi yang mengakibatkan karat terhadap pipa.
Kerak yang tipis akibat keadaan sedikit jenuh itu justru melindungi dinding dari
kontak dengan air yang tidak jenuh (agresif). Ion Mg2+ akan bereaksi dengan
OH- membentuk garam yang terlarut sampai batas kejenuhan dan mengendap
sebagai Mg(OH)2 bila titik kejenuhan dilampaui.

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat yang berdasarkan atas


pembentukan senyawa kompleks yang larut yang berasal dari reaksi antara ion logam atau
kation (komponen zat uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai ligan (pentiter). Ligan
adalah sebuah ion atau molekul netral yang mampu mengikat secara koordinasi atom atau
ion logam pusat dalam senyawa kompleks.
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi dari pembentukan kompleks
selalu dilepaskan H+ maka H+ didalam larutan akan meningkat walaupun sedikit. Akan
tetapi yang sedikit ini akan berakibat menurunnya stabilitas kompleks pada suasan tertentu.
Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diberikan penahan (buffer). EBT digunakan
untuk titrasi dengan suasana pH 7-11 untuk penetapan kadar dari logam Cu, Al, Fe, Co,
Ni, Pt digunakan cara tidak langsung sebab ikatannya dengan EBT cukup stabil.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar ion Ca+2, Mg+2, Ni+2 secara
kompleksometri menggunakan larutan standar garam EDTA dan aplikasinya. Bahan yang
digunakan adalah indikator EBT , larutan EDTA 0,1 M, larutan CaCO3 0,1 M dan buffer
pH 10. Percobaan pertama yaitu standarisasi garam EDTA dengan larutan CaCO3 0,1 M.
Standarisasi merupakan suatu reaksi asidometri yakni penentuan konsentrasi titran
menggunakan larutan baku primer. Tujuan standarisasi adalah untuk mengetahui
konsentrasi dari EDTA. EDTA perlu distandarisasi terlebih dahulu karena EDTA tidak
stabil dalam penyimpanannya, EDTA merupakan larutan baku sekunder selain itu EDTA
juga digunakan untuk dapat menstabilkan ion logam Mg, sehingga konsentrasi EDTA perlu
diketahui secara pasti menggunakan larutan baku primer yaitu CaCO3. Larutan baku primer
adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan murni
yang dilarutkan atau dengan penimbangan langsung. Sedangkan larutan baku sekunder
adalah larutan yang tidak diketahui konsentrasinya dan dapat diketahui dengan pembakuan
menggunakan larutan primer.
Larutan CaCO3 dipipet sebanyak 25 ml dan dimasukkan kedalam erlenmeyer
disebut titrat dan EDTA didalam buret disebut titran. Larutan CaCO3 25 ml dalam
erlenmeyer ditambahkan buffer pH 10 dan satu sendok batang dapat bereaksi dengan
EDTA. Jika pH kurang dari 10 maka CaCO3 akan membentuk kompleks yang tidak stabil
dengan EDTA dan jika pH lebih besar dari 10 maka akan terbentuk endapan hidroksi yang
dapat memperlambat kerja EDTA. Sedangkan indikator EBT (Eriochrom Black T) adalah
indikator yang biasanya dihadirkan dalam bentuk H3ln. Spesies asam sulfonatbpada EBT
akan terionisasi dalam larutan berair sehingga strukturnya menjadi ion H2ln- yang
berwarnah merah.
Ikatan terbentuk dengan EBT dengan hilangnya ion-ion hidrogen dari fenolat gugus
OH dan pembentukan ikatan antara ion CaCO3, atom oksigen dan gugus azo. H2ln- terurai
menjadi Hln2- yang berwarna biru. CaCO3 akan bereaksi dengan Hln2- yang berwarna biru
dan membentuk senyawa kompleks kuat yaitu CaCO2_ yang berwarna merah anggur dan
pelepasan H+. Kemudian dititrasi dengan EDTA, garam EDTA yang larut dalam air
Na2H2Y akan terionisasi menjadi 2Na + dan H2Y2-. CaCO32- akan bereaksi dengan dengan
H2Y2- dan membentuk kompleks CaCO3Y2- dan Hln2- dan pelepasan H+. Jika semua
CaCO3 + telah bereaksi dengan EDTA maka warna merah akan hilang dan kelebihan
sedikit EDTA akan memyebabkan terjadinya titik akhir titrasi yaitu terbentuknya warna
biru. Titik akhir titrasi adalah titik ketika titran dan titrat tepat habis bereaksi dengan adanya
perubahan warna swhingga proses titrasi harus dihentikan agar titik ekuivalen dapat
tercapai. Titik ekuivalen adalah kesetaraan antara mol titran dan titrat. Tahapan standarisasi
dilakukan sebanyak 2 kali memperoleh volume rata-rata titran keduanya adalah 44,335 ml
dan setelah dihitung maka diperoleh konsentrasi EDTA yaitu
Menentukan tingkat kesadahan suatu sampel air dengan menggunakan reaksi
pembentukan ion kompleks. Mula-mula buret diisi dengan larutan EDTa 0,1 M, sampel air
dipipet sebanyak 25 ml dan diberi larutan buffer pH 10. Tujuan ditambahkannya larutan
buffer pH 10 untuk menjaga ion tetap dalam larutan , ditambahkan indikator EBT sehingga
berwarna merah muda. Tujuan diberikan indikator ini adalah karena indikator tersebut peka
terhadap kadar logam dan pH larutan sehingga titik akhir titrasinya pun dapat diketahui.
Lalu dititrasi dengan EDTA 0,1 M. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali dengan voleme rata-
rata 40,655 ml dengan kesadahan total
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah di laksanakan, dapat di ambil beberapa


kesimpulan sebagai berikut:
1. Adapun prinsip kerja dalam penetuan kadar Ca secara komppleksometri yaitu berdasarkan
reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan
bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditujukan dengan terjadinya perubahan warna
larutan, yaitu merah anggur menjadi biru.

2. EBT (Eriochrome Black T) adalah sejenis indikator berwarna merah muda bila berada
dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1.

3. Metode yang dapat dilakukan dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA, yaitu titrasi
langsung dengan EDTA untuk kesadahan total air dan kalsium.

4. .

1.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan pratikan adalah :
1. Sebaiknya pada percobaan penentuan kalsium secara kompleksometri tidak hanya
diajarkan metode titrasi langsung saja, tetapi juga metode titrasi kembali, titrasi
penggantian dan penentuan tidak langsung, sehingga hasilnya dapat dibandingkan.
IX. DAFTAR PUSTAKA

Khairiah, hanifah. 2016. Modul Praktikum Kimia Analitik. Politeknik Kampar. Hal 17-21.

Laporan Kimia Analitik Kompleksometri. Ita Trie Wahyuni


http://itatrie.blogspot.co.id/2012/10/laporan-kimia-analitik-kompleksometri.html

Posted 3rd June 2016 by Sis Wanto

Add a comment

5.

Jun

laporan kimia analitik : analisis


permanganometri
Kelas
TPS 1

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK

PERCOBAAN IV

ANALISIS PERMANGANOMETRI

Nama Praktikum NIM Tanggal Tanda Tangan


Kumpul Praktikum Instruktur
1. SISWANTO 201511009 18 APRIL
2. SITI HAFIZA 201511024 2016
3. LODI 201511032
DESVILDO
Nama Penilai Tanggal Koreksi Nilai Tanda Tangan
HANIFAH
KHAIRIAH, S.ST

PROGRAM STUDY TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT

POLITEKNIK KAMPAR

2016

I. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini Adalah:

 Pembakuan larutan kalium permanganate dengan Natrium Oksalat


 Penentuan Kadar Nitrit

II. DASAR TEORI

Pada permanganometri titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium


permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan
yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama
seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas
kepada volume larutan dalam suatu titrasi.

Kalium permanganat sukar diperoleh secara sempurna murni dan bebas sama sekali
dari mangan oksida. Lagi pula, air suling yang biasa mungkin mengandung zat-zat
pereduksi yang akan bereaksi dengan kalium permanganat dengan membentuk mangan
dioksida.

Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi


dilakukan dalam suasan asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik akhir
titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral
atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat .Reaksi dalam suasana
netral yaitu :
MnO4 + 4H+ + 3e → MnO4 +2H2O

Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan

Reaksi dalam suasana alkalis :

MnO4- + 3e → MnO42-

MnO42- + 2H2O + 2e → MnO2 + 4OH-

MnO4- + 2H2O + 3e → MnO2 +4OH-

Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral.
Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-
jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis
dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat
sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama satu /dua jam lalu
menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang
telah dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca maser.

Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan


pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah
katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi
permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam
penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksida, yang
cukup kuat untuk mengoksida Mn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan

3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+

Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup
untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 .

Pada reaksi redoks terdapat reduktor dan oksidator dimana reduktor adalah zat yang
dalam reaksi mengalami oksidasi, zat yang mampu mereduksi zat lain dan zat yang dapat
memberikan electron kepada zat lain sedangkan oksidator adalah zat yang dalam reaksi
mengalami penurunan bilangan oksidasi, zat yang mampu mengoksidasi zat lain, zat yang
menangkap elaktron dari zat lain (Keenan, 1986).
Reaksi kimia dapat digolongkan kedalam reaksi redoks atau bukan redoks. Istilah
dari redoks berkaitan dengan peristiwa reduksi dan oksidasi. Pengertian reaksi reduksi dan
oksidasi itu telah mengalami perkembangan. Pada awalnya reaksi reduksi dan oksidasi
berkaitan dengan pelepasan dan pengikatan oksigen, oksidasi sebagai pengikat oksigen
sedangkan reduksi dikaitkan denga pelepasan oksigen. Pada perkembangan selanjutnya
oksidasi dan reduksi dikaitkan dengan pengkapan dan pelepasan electron dan dengan
perubahan bilangan oksidasinya (Underwood,1998).

Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan


pemakainnya:

1. Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodimetri tak langsung.

2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai iodimetri langsung dan kadang–kadang


dinamakan iodimetri.

3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, diantaranya paling sering dipakai ialah:

a) KMnO4

b) K2CrO7

c) Ce (IV)

4. Reduktor kuat sebagai titran (Harjadi, 1993).

Dikenal berbagai macam titrasi redoks yaitu permanganometri,


dikromatometri, serimetri, iodo – iodimetri, dan bromatometri. Permanganometri adalah
titrasi redoks yang menggunakan KMnO4 (oksidator kuat) sebagai titran. Dalam
permanganometri tidak diperlukan indicator, karena titran bertrindak sebagai indicator
(auto indikator). Kalium permanganate bukan larutan baku primer, maka larutan KMnO4
harus distandardisasi, antara lain arsen (III), oksida (As2O3), dan Natrium Oksalat
(N2C2O4). Permanganometri dapat digunakan untuk penentuan kadar bese, kalsium,
hidrogen peroksida. Pada penentuan besi pada bijih besi mula-mula dilarutkan asam
klorida, kemudian semua besi direduksi menjadi Fe2+, baru dititrasi secara
permanganometri. Sedangkan pada penetapan kalsium, mula-mula kalsium diendapakan,
dilarutkan dan oksalatnya dititrasi dengan permanganat (Khopkar, 1990).

Dalam suatu titrasi bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak
pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang
disebut larutan baku primer. Larutan standar primer adalah larutan dimana kadarnya dapat
diketahui secara langsung dari hasil penimbangan. Contohnya K2Cr2O4, As2O3 dan
sebagainya.

Larutan standar sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan


cara pembakuan. Contohnya NaOH, HCl, AgNO3, KMnO4, dan lain-lain.

Kebanyakan titrasi dapat dilakukan dalam keadaan asam, disamping itu ada
beberapa titrasi yang sangat penting dalam suasana basa untuk bahan-bahan organik. Daya
oksidasi MnO4-lebih kecil sehingga letak keseimbang kurang menguntungkan. Untuk
menarik keseimbangan kearah hasil titrasi, titasi di tambahkan Ba2+, yang dapat
mngendapkan ion MnO42- sebagai BaMnO4. Selain menggeser kesetimbangan ke kanan
pengendapan ini juga mencegah reduksi MnO42- ini lebih lanjut (Harjadi, 1993).

KMnO4 merupakan zat pengoksida yang penting. Untuk analisis kimia


biasanya digunakan pada larutan asam, dimana senyawa tersebut direduksi menjadi
Mn2+(aq). Pada analisis besi dengan MnO4-, contoh disiapkan dengan cara yang sama
untuk reaksi dan dititrasi dengan MnO4-(aq). Mn2+ mempunyai warna pink (merah muda)
sangat pucat yang dapat dilihat dengan mata telanjang. MnO4- berwarna sangat cerah
(ungu). Pada titik akhir titrasi larutan yang dititrasi mempunyai warna akhir pink (merah
muda) pekat dengan hanya penambahan satu

tetes lagi MnO4-. MnO4- kurang cocok untuk titrasi pada larutan alkali sebab hasil
reduksi MnO2 yang tidak larut mengaburkan titik akhir titrasi (TAT). Titrasi lain yang
menggunakan MnO4-meliputi penentuan nitrit, H2O2 dan kalsium (setelah mengendap
sebagai oksalat). Pada kimia organik MnO4-digunakan untuk mengoksidasi alkohol dan
hidrokarbon tidak jenuh. Mangan dioksida, MnO2, digunakan pada sel kering, pada kaca
dan lapisan keramik, dan sebagai katalis (Petrucci, 1999).

Banyak aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam minuman
anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan
kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan
menggunakan permanganometri.
IV. ALAT DAN BAHAN

 ALAT
1. Magnetik stirrer
2. Hot plate
3. Buret
4. Statif+klem
5. Gelas piala 100 ml
6. Erlenmeyer 250 ml (2 buah)
7. Kaca arloji
8. Labu takar 100 ml (2 buah)
9. Batang pengaduk
10. Pipet tetes
11. Spatula
12. Pipet volum 25 ml
13. Bulb
14. Botol semprot
15. Corong

 BAHAN
1. Kristal kalium permangat (KmnO4) 0,1 N
2. Asam Oksalat (H2C2O4)
3. Aquades
4. H2SO4 4 N

IV. CARA KERJA


1. Asam oksalat sitimbang sebanyak 0,63 gram, kemudian dimasukkan kedalam labu takar
100 ml, ditera dan dihomogenkan.
2. KmnO4 ditimbang sebanyak 0,316 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100
ml, di tera dan dihomogenkan, kemudian dimasukkan ke dalam buret.

3. Larutan Asam Oksalat dipipet sebanyak 25 ml, dimasukkan ke dalam erlenmeyer


kemudian ditambah dengan H2SO4 4 N, setelah itu dipanaskan menggunakan Hot Plate
pada suhu 700C selama 30 menit, digunakan magnetik stirrer untuk mengaduknya.

4. Setelah larutan asam oksalat dipanaskan segera dititrasi dengan larutan KmnO4 sampai
timbul warna merah muda.

5. Lakukan duplo

6. Hitung normalitas KmnO4

V. DATA PENGAMATAN
NO Uraian Hasil
1 Penimbangan asam oksalat 0,63 gram
2 Penimbangan KmnO4 0,316 gram
3 Larutan asam oksalat 25 ml
4 Volume H2SO4 4 N 25 ml
5 Suhu 700C
6 Volume aquades 100 ml
7 Volume titrasi 1. 25,47 ml
2. 24,95 ml

VI. PERHITUNGAN

a. Menghitung konsentrasi H2SO4 (97%)


Dik: H2SO4 = 1,84
Mr H2SO4 = 98
Ek(n) H2SO4 = 2
Jawab:

N =

N = = = 18,2 N

b. Menghitung Pengenceran H2SO4


v1 x c1 = v2 x c2
v1 x 36,42 = 100 ml x 4 N

v1 = = 5,49 ml
c. Menghitung Normalitas KMnO4
Dari percobaan menitrasi Asam Oksalat + Asam Sulfat dengan larutan
KMnO4 0,1 N didapatkan hasil volume yang digunakan sebagai berikut:
1) Labu Erlenmeyer 1 = 25,47 ml
2) Labu Erlenmeyer 2 = 24,95 ml
Menghitung Volume KMnO4:

Volume KMnO4 = = = 25,21 ml

Menghitung Normalitas KMnO4:

Normalitas KMnO4 =

= 0,09916 N

PERTANYAAN
1. Apakah akan mempengaruhi hasil titrasi jika dilakukan pemanasan diatas 700C atau tanpa
pemanasan?

Jawab :

Pemanasan ini hingga mencapai 70°C, hal ini berfungsi agar KMnO4 dapat mengoksidasi
H2C2O4 (asam oksalat) karena apabila suhu larutan dibawah 70°C maka reaksi akan
berjalan lambat dan akan mengubah MnO4- menjadi MnO2 yang berupa endapan cokelat
sehingga titik akhir titrasi susah untuk dilihat. Sedangkan apabila suhu larutan di atas 70°C
maka akan merusak asam oksalat, dan terurai menjadi CO2 dan H2O sehingga hasil akhir
akan lebih kecil.

2. Apa yang dimaksud dengan auto katalis?

Jawab :

Auto katalis adalah titrasi tanpa indikator

3. Dalam titrasi ini digunakan asam sulfat, apakah bisa diganti dengan HCl atau HNO3?

Jawab :

Bisa saja., karena sama-sama larutan sekunder dan tergolong senyawa asam. Larutan
standar sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan cara
pembakuan. Contohnya NaOH, HCl, AgNO3, KMnO4, dan lain-lain.

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kalium permanganat merupakan zat pengoksidasi kuat yang berlainan menurut pH


medium, kalium permanganat merupakan zat padat coklat tua yang menghasilkan larutan
ungu bila dilarutkan dalam air, yang merupakan ciri khas untuk ion permanganat.
Timbulnya mangan dioksidasi ini justru akan mempercepat reduksi pemanganat. Demikian
juga adanya ion mangan dalam larutan akan mempercepat reduksi pemanganat menjadi
mangan oksida. Reaksi tersebut berlangsung sangat cepat dalam suasana netral.oleh karena
itu larutan kalium permanganat harus dibakukan dahulu dengan menggunakan asam oksalt
(H2C2O4) dan H2SO4.

Pembakuan larutan KMnO4 ini dapat dilakukan dengan titrasi permanaganometri


secara langsung, biasanya dilakukanpada analit yang dapat langsung dioksidasi. Kalium
permanganat merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat. Pereaksi ini dapat dipakai
tanpa penambahan indikator, karena mampu bertindak sebagai indikator. Oleh karena itu
pada larutan ini tidak ditambahkan indikator apapun dan lsngsung dititrasi dengan
larutan KMnO4.

Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada


larutan pentiter KMnO4 pada buret apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama,
larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada
titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah
larutan berwarna merah muda.

Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 pemberian
KmnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+. Penambahan
KmnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4 pemberian KMnO4yang terlalu
lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 yang telah dipanaskan
mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian
terurai menjadi air.

Reaksi antara permanganat dengan asam oksalat berjalan agak lambat pada suhu
kamar. Tetapi kecepatan meningkat setelah ion mangan terbentuk mangan bertindak
sebagai suatu katalis dan reaksinya diberi istilah otokatalitik karena katalis menghasilkan
reaksinya sendiri. Kalium permanganat merupakan pengoksidasi yang kuat sehingga dapat
memakainya tanpa penambahan indikator. Hal ini dikarenakan kalium permanganat dapat
bertindak sebagai indikator atau autoindikator. Diperoleh rata-rata volume yang
menggunakan KMnO4 sebanyak 25,21 ml, dengan perubahan larutan menjadi warna merah
muda.

Berdasarkan pengamatan diperoleh sesuai dengan konsep awal bahwa Normalitas


KMnO4 yang didapat adalah 0,09916 N
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
 Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas
kepada volume larutan dalam suatu titrasi
 Suhu sangat berpengaruh pada jumlah volume KmnO4 yang akan digunakan
untuk dititrasi.
9.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan praktikan yaitu :

- Praktikkan harus menguasai langkah-langkah sesuai prosedur yang benar


sehingga tidak terjadi kesalahan
- Jika suhu sudah sesuai segera lakukan titrasi agar tidak terjadi kesalahan.
- Praktikkan harusTeliti melihat dan mengukur volume KMnO4 yang
digunakan pada buret.
IX. DAFTAR PUSTAKA

Khairiah, hanifah. 2016. Modul Praktikum Kimia Analitik. Politeknik Kampar. Hal 13-16.

Laporan Praktikum Kimia Analisa Penentuan Kadar Fe dengan Cara


Permanganometri.DedyAnwar.http://dedyanwarkimiaanalisa.blogspot.co.id/2009/10/lapo
ran-permanganometri.html

Laporan Kimia Analitik Permanganometri. Ita Trie Wahyuni


http://itatrie.blogspot.co.id/2012/10/laporan-kimia-analitik-permanganometri.htmlS

Posted 3rd June 2016 by Sis Wanto

Add a comment

6.

Mar

24

pengaruh konsentrasi dan suhu pada laju


reaksi(laporan kimia fisika)
Kelas
TPS 1

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA

PERCOBAAN V

PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU PADA

LAJU REAKSI

Nama Praktikum NIM Tanggal Tanda Tangan


Kumpul Praktikum Instruktur
1. SISWANTO 201511009 23 MARET
2. HARI ANDRO RM 201511010 2016
3. RISKA LESTARI 201511002

Nama Penilai Tanggal Koreksi Nilai Tanda Tangan


HANIFAH
KHAIRIAH, S.ST

PROGRAM STUDY TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT

POLITEKNIK KAMPAR

2016

II. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini Adalah:

 Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi


 Mempelajari pengaruh suhu pada laju reaksi

III. DASAR TEORI

Laju reaksi adalah perbandingan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap
perubahan waktu.Laju reaksi terukur, seringkali sebanding dengan konsentrasi reaktan
suatu perangkat. Contohnya, mungkin saja laju reaksi itu sebanding dengan konsentrasi
dua reaktan A dan B, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

V = K [ A ]x . [ B ]y

Koefisien K disebut konstanta laju, yang tidak bergantung pada konsentrasi tetapi
bergantung pada temperatur.Persamaan sejenis ini ditentukan secara eksperimen disebut
hukum laju reaksi.Secara formal hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju
reaksi dan sebagai fungsi dari semua spesies yang ada termasuk produknya (Charles,
1992).

Hukum laju reaksi mempunyai dua penerapan yang utama.Penerapan praktisnya


setelah kita mengetahui hukum laju reaksi dan konstanta laju reaksi, kita dapat meramalkan
laju reaksi dari komposisi campuran. Penerapan teoritis pada laju ini adalah : hukum laju
merupakan pemandu untuk mekanisme reaksi. Setiap mekanisme yang diajukan harus
konsisten dengan hukum laju yang diamati (Keenan, 1989).

Pada kelajuan reaksi ternyata suhu juga berpengaruh, suhu juga hampir menaikkan
kelajuan dari setiap reaksi. Sebaliknya penurunan dalam suhu akan menurunkan kelajuan,
dan ini tidak bergantung apakah reaksi eksotermis dan endotermis. Perubahan kelajuan
terhadap suhu dinyatakan oleh suatu perubahan dalam tetapan kelajuan yang spesifik K
(Moore,2005).

Untuk setiap reaksi, K naik dengan kenaikkan suhu, besarnya kenaikkan berbeda-
beda dari sutau reaksi dengan reaksi yang lain. Bila suatu reaksi terjadi dalam beberapa
langkah reaksi kemungkinan spesien perantara dibentuk, dan mereka mungkin tidak dapat
dideteksi karena mereka akan segera digunakan dalam langkah reaksi berikutnya.
Meskipun demikian dengan mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhinya kadang –
kadang dapat diketahui seberapa jauh faktor – faktor tersebut berperan dalam mekanisme
reaksi (Keenan, 1989)

Dalam berbagai reaksi kimia kita sering dapati reaksi berjalan sangat cepat dan adapula
yang berjalan sangat lambat. Keadaan demikian dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor –
faktor, yaitu : konsentrasi, luas permukaan,suhu/tempratur,katalis/katalisator.

Jika konsentrasi suatu zat semakin besar maka laju reaksinya semakin besar pula, dan
sebaliknya jika konsentrasi semakin kecil maka laju reaksinya semakin kecil pula.Untuk
beberapa reaksi, laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan matematik yang dikenal
dengan hukum laju reaksi atau persamaan laju reaksi.

Pangkat – pangkat dalam persamaan laju reaksi dinamakan orde reaksi.Menentukan orde
reaksi dalam suatu reaksi kimia pada prinsipnya menetukan pengaruh seberapa besar
perubahaan konsentrasi laju reaksi terhadap konsentrasi pereaksi.

Reaksi yang berlangsung dalam sistem homogen sangat berbeda dengan reaksi yang
berlangsung dengan heterogen.Pada reaksi homogen campuran zatnya bercampur
seluruhnya. Hal ini dapat mempercepat berlangsungnya reaksi kimia, karena molekul –
molekul ini dapat bersentuhan satu sama yang lainnya. Dalam sistem heterogen, reaksi
hanya berlangsung pada bidang – bidang yang bersentuhan dari kedua fasenya.Reaksi
kimia berlangsung pada kedua molekul – molekul atom – atom atau ion – ion dari zat – zat
yang bereaksi telebih dahulu bertumbukkan.Maka semakin luas permukaan suatu reaksi
mak semakin cepat reaksi itu berlangsung.

Pada suhu yang tinggi, energi molekul – molekul bertambah. Laju reaksi meningkat dengan
naiknya suhu, biasanya kenaikan suhu sebesar 10 oC akan menyebabkan kenaikkan laju
reaksi sebesar dua atau tiga kalinya. Kenaikkan laju reaksi ini disebabkan dengan
kenaikkan suhu atau menyebabkan makin cepatnya molekul – molekul pereaksi bergerak,
sehingga memperbesar kemungkinan terjadi tabrakan yang efektif.Energi tumbukan
bertambah yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehingga suatu reaksi dapat
berlangsung disebut energi pengaktifan.

Berbagai reaksi berlangsung lambat dapat di percepat dengan menambahkan zat lain yang
disebut katalis. Konsep yang menerapkan pengaruh terhadap laju reaksi diantaranya katalis
menurunkan energy-energi pengaktifan suatu reaksi dengan jalan menbentuk tahap-tahap
reaksi yang baru.

Orde satu reaksi adalah jumlah semua eksponen dari konsentrasidalam persamaan laju
reaksi, atau bilangan pangkat yang menyatakan hubungan konsentrasi zat dengan
kecepatan reaksi.Jika laju suatu reaksi kimia berbanding lurus dengan pangkat satu
konsentrasi dari hanya satu pereaksi, maka reaksi itu dinyatakan sebagai orde pertama.
Persamaan laju orde pertama dari tipe laju reaksi K=k [A]1 Jika suatu reaksi kimia
berbanding lurus dengan pangkat dua suatu pereaksi maka reaksi itu disebut orde ke dua
atau k [A]2. Suatu reaksi tidak dapat bergantung pada konsentrasisuatu pereaksi,
perhatikan pereaksi umum A + B menghasilkan AB yang ternyata orde pertama adalah A.
jika kenaikan konsntrasi B tidak mungkin menaikan laju reaksi maka reaksi itu disebut
orde nol (Kitti, 1993).

Pada laju reaksi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Selain
bergantung pada jenis zat yang beraksi laju reaksi dipengaruhi oleh :

a. Konsentrasi Pereaksi

Pada umumnya jika konsentrasi zat semakin besar maka laju reaksinya semakin
besar, dan sebaliknya jika konsentrasi pula, dan sebaliknya jika sentrasi suatu zat semakin
kecil maka laju reaksinya pun semakin kecil. Untuk beberapa reaksi, laju reaksinya pun
semakin kecil. Untuk beberapa reaksi, laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan
matematik yang dikenal dengan hukum laju reaksi atau reaksi dinamakan orde reaksi.
Menentukan orde reaksi dari suatu reaksi kimia pada prinsipnya menentukan seberapa
besar pengaruh perubahan konsentrasi pereaksi terhadap laju reaksi.

b. Luas Permukaan

Suatu reaksi mungkin melibatkan pereaksi dalam bentuk padat, luas permukaan
(total) zat padat akan bertambah jika ukurannya diperkecil. Semakin zat padat terbagi
menjadi bagian kecil, semakin cepat reaksi berlangsung. Bubuk zat padat biasanya
menghasilkan reaksi yang lebih cepat dibandingkan sebuah bongkah zat padat dengan
massa yang sama. Bubuk padat memiliki permukaan yang lebih besar dari pada sebuah
bengkah zat padat.

c. Suhu atau Temperatur

Laju reaksi juga dapat di percepat atau diperlambat dengan mengubah suhunya.
Ketika suhunya dinaikkan maka laju reaksi akan meningkat pula. Sebagai perkiraan
kasar, sebagai perkiraan besar, sebagai reaksi berlangsung dengan suhu ruangan maka
laju reaksi akan berlipat ganda setiap kenaikan 100C

Perkiraan ini bukan keadaan yang mutlak dan tidak bisa diterapkan pada seluruh
reaksi. Bahkan bila pun mendekati benar, laju reaksi akan berlipat ganda setiap 90C atau
110C atau setiap suhu tertentu. Angka dari derajat suhu yang diperlukan untuk melipat
gandakan laju reaksi akan berubah secara bertahap seiring dengan meningkatnya suhu.

Beberapa reaksi pada hakikatnya sangat cepat, sebagai contoh reaksi perpanasan
melibatkan ion yang terlarut menjadi zat padat yang tidak larut, atau reaksi ion hidrogen
dengan asam dan ion hidroksi dari Alkali didalam larutan, sehingga memanaskan salah
satu dari contoh ini tidak memperoleh perbedaan laju reaksi yang baik di laboratorium
maupun industri akan berlangsung lebih cepat apabila di panaskan.

d. Tekanan

Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari reaksi
seperti itu juga dipengaruhi oleh tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil
Volume akan memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.
Peningkatan tekanan pada reaksi yang melibatkan gas pereaksi akan meningkatkan
laju reaksi. Perubahan tekanan pada suatu reaksi yang melibatkan hanya zat padat
maupun zat cair tidak memberikan perubahan apapun pada laju reaksi.

Dalam proses pembuatan amonia dengan proses Haber, laju reaksi antara Hidrogen
dan Nitrogen ditingkatkan dengan menggunakan tekanan yang sangat tinggi. alasan
utama menggunakan tekanan tinggi adalah untuk meningkatkan persentasi amonia di
dalam keseimbangan campuran, namun hal ini juga memberikan perubahan yang berarti
pada laju reaksi juga.

Industri yang melibatkan produksi berupa gas yang banyak dilangsungkan pada
tekanan tinggi, misalnya pembuatan amonia yang menggunakan tekanan hingga 400 atm.

e. Katalis

Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi zat itu sendiri tak
mengalami perubahan yang kekal (tidak diskon asumsi atau tidak dihabiskan). Katalis
dibagi 2 yaitu :

- Katalis Positif.

Katalis positif berfungsi untuk mempercepat laju reaksi dengan cara menurunkan energi
pengaktifan, katalis positif disebut juga katalisator.

- Katalis Negatif

Katalis negatif berfungsi untuk memperkuat laju reaksi. Katalis negatif disebut juga
inhibator.

Adapun Jenis-jenis katalis yaitu :

- Katalis homogen

Wujud katalis homogen ini sama dengan wujud pereaksi. Jenis katalis ini umumnya ikut
beraksi tetapi pada akhirnya akan kembali lagi ke bentuk semula.

- Katalis Heterogen

Wujud katalis homogen ini berbeda dari wujud pereaksi. Jenis katalis ini umumnya
berupa logam-logam dan bereaksi yang dipercepat adalah reaksi gas-gas katalis ini tidak
ikut bereaksi, tetapi melalui reaksi permukaan yaitu permukaan logam menyerap
molekul-molekul udara hingga apabila dua molekul gas yang dapat bereaksi terserap
maka gas-gas itu akan mudah bereaksi katalis ini kebanyakan digunakan dalam reaksi
industri.
- Katalis biokimia

Katalis biokimia ini berfungsi untuk mempercepat reaksi-reaksi yang terjadi pada
makhluk hidup. Katalis ini berupa enzim-enzim.

Dalam laju reaksi terdapat pula teori tumbukan, reaksi berlangsung sebagai hasil
tumbukan antara partikel pereaksi. Akan tetapi tidaklah setiap tumbukan antara partikel
menghasilkan reaksi, melainkan hanya tumbukkan antar partikel yang memiliki energi
yang cukup serta arah tumbukan yang tepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa laju reaksi
dapat bergantung pada 3 hal, yaitu:

 Frekuensi Tumbukan

 Fraksi tumbukan yang melibatkan partikel dengan energi cukup

 Fraksi partikel dengan energi cukup yang tumbuhannya dengan arah yang tepat.

Tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut dengan tumbukan efektif, energi


minimum yang harus dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan
efektif yang disebut juga energi pengaktifan untuk memahami arti dari energi pengaktifan
perlu diperhatikan pelan-pelan benda yang ada di sekitar kita yang dapat terbakar.

Adapun persamaan laju reaksi dan orde reaksi yaitu sebagai berikut:

mA + nB pC = qD

Persamaan laju : V = K [A] x [B]x

Dengan ketetapan rumus :

- K : Ketetapan Jenis Reaksi

- X : Orde Reaksi terhadap pereaksi A

- Y : Orde reaksi terhadap pereaksi B

- m,n,p,q : Koefisien masing-masing zat yang terlihat dalam reaksi

Ketetapan jenis reaksi (K) adalah salah satu tetapan yang harganya bergantung pada jenis
pereaksi dan suhu., setiap reaksi mempunyai harga K tertentu pada suhu tertentu. Harga
K berubah jika suhu berubah, kenaikan suhu dan katalisator umumnya dan memperbesar
harga K.
IV. ALAT DAN BAHAN

 ALAT

- Gelas ukur 100 ml


- Erlenmeyer
- Thermometer
- Hotplate
- Pipet Mohr 5 ml
- Pipet tetes
- Labu Takar 500 ml
- Labu Takar 100 ml
- Gelas Piala 100 ml (2)
- Gelas Piala 500 ml
- Tabung Reaksi
- Kaca Arlogi
- Spatula
- Batang Pengaduk
- Corong
- Botol Semprot
 BAHAN

1. Na2S2O3+5H2O

2. HCL 1 M

V. CARA KERJA
A. Bagian A

- 50 ml natrium tiosulfat 0,25 M ditempatkan ke dalam gelas ukur yang


beralas rata, setelah itu dituangkan ke dalam gelas piala 250 ml
- Gelas piala tadi ditempatkan diatas sehelai kertas putoh tepat diatas tanda
silang hitam yang dibuat pada kertas tersebut, sehingga terlihat dari atas
melalui larutan tiosulfat, tanda silang itu terlihat jelas
- Tambahkan 2 ml HCl 1 M dan tepat ketika penambahan dilakukan nyalakan
stopwatch atau timer. Larutan diaduk agar campuran menjadi rata. Timer
dimatikan setelah tepat tanda silang tidak terlihat dari atas
- Suhu larutan diukur dan dicatat
- Langkah-langkah diatas diulangi dengan volume larutan tiosulfat yang
berbeda-beda
B. Bagian B

- 10 ml larutan natrium tiosulfat 0,25 M dimasukkan kedalam gelas ukur,


lalu encerkan sampai volumenya 50 ml
- 2 ml HCl 1 M, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, gelas ukur dan tabung
reaksi ditempatkan pada penangas air (gelas piala yang berisi air sebanyak
300 ml) dipanaskan hingga 350C digunakan hotpalte. Suhu diukur dengan
thermometer dan dicatat.
- Stelah suhu yang diingikan diperoleh, gelas ukur tempatkandiatas kertas
yang memiliki tanda silang hitam, HCl ditambahkan kedalam larutan
tiosulfat, stopwatch atau timer dinyalakanpada waktu yang sama.larutan
diaduk hingga tanda silang hitam tidak dapat terlihat,waktu yang dibutuhkan
dicatat sampai tanda silang tidak terlihat lagi dari atas.
- Langkah diatas diulangi sampai suhu maksimal 600C(lakukan untuk suhu
yang berbeda)
a. Laju reaksi sebagai fungsi konsentrasi tiosulfat

Berdasarkan kurva diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat


konsentrasi natrium tiosulfat maka semakin cepat pula laju reaksi dan proses
pengadukan yang cepat juga berpengaruh terhadap proses laju reaksi. Waktu paling
sedikit yang diperlukan terdapat pada tiosulfat dengan konsentrasi 75 ml dengan waktu
yang diperlukan 13,37 sekon. Waktu yang diperlukan paling banyak terjadi pada
konsentrasi tiosulfat 55 ml yaitu 35,02 detik.
Berdasarkan kurva diatas, laju reaksi terendah terjadi pada suhu 350C dengan
waktu yang diperlukan yaitu 60,45 sekon. Laju reaksi tertinggi terjadi pada suhu 650C
dengan waktu yang diperlukan 16,53 .

VI. DATA PENGAMATAN

N VOL Na2S2O3+5H2O VOL. HCL 1 WAKTU SUHU (˚C)


O (ml) M (ml) (Sekon)
1 50 2 33:35 30
2 55 2 35:02 30
3 60 2 34:42 30
4 65 2 32:10 30
5 70 2 28:64 30
6 75 2 13:37 30

NO VOL Na2S2O3+5H2O VOL. HCL 1 WAKTU SUHU (˚C)


(ml) M (ml) (Sekon)
1 10 2 60:14 35˚C
2 10 2 51:67 45˚C
3 10 2 27:00 55˚C
4 10 2 16:53 65˚C

VII. PERHITUNGAN

- Pembuatan larutan Na2S2O3+5H2O


Mr Na2S2O3+5H2O = Ar Na + Ar S + Ar O + Ar 5H + Ar 5O

Mr Na2S2O3+5H2O = (23×2)+(32×2)+(16×3)+(5×1×2)+(5×16)= 248

Gram= =

Timbang Na2S2O3+5H2O(natrium tiosulfat) sebanyak 31 gram dengan kaca arlogi dan


larutkan dalam labu takar 500 ml.

- Pembuatan larutan HCL 1 M


Mr HCl = Ar H + Ar Cl HCl = 1,38

Mr HCl = 1 + 35 = 36 HCl 35%

M =

V1 × C1 = V2 × C2

V1 × 13,4 = 100 × 1

V1 =
Masukkan kedalam labu takar yang berisi 1/3 aquades, kemudian di aduk dan
tambahkan aqudes sampai berhimpit dengan tanda tera.

VIII. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi
pada laju reaksi dan mempelajari pengaruh suhu pada laju reaksi. Untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi, digunakan 6 macam konsentrasi yaitu dengan melarutkan
natrium tiosulfat sebanyak 50 ml, 55 ml, 60 ml, 65 ml 70 ml dan 75 ml dan setiap
larutan ditambah dengan 2 ml HCl. Dan untuk mengetahui pengaruh suhu digunakan 4
macam suhu yaitu 350C, 450C, 550C, dan 650C yang diambil tiap suhu 10 ml natrium
tiosulfat lalu ditambahkan aquades selanjutnya dicampur atau ditambah dengan 2 ml
HCl.

Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan larutan natrium tiosulfat yang


sebelumnya telah di encerkan menjadi 0,25M lalu dituang ke gelas piala 250ml,
kemudian ditempatkan pada kertas putih tepat diatas tanda silang hitam. Lalu
tambahkan 2 ml HCl 1 M dan tepat ketika penambahan dilakukan nyalakan stopwatch
dan segera aduk sampai tanda silang tidak terlihat lagi, selanjutnya matikan stopwatch
ketika tanda silang tidak terlihat dari atas dan catat waktunya.

Teori yang menyatakan bahwa Laju reaksi dapat di percepat atau diperlambat
dengan mengubah suhunya adalah benar. karena Ketika suhu dinaikkan maka laju
reaksi akan meningkat pula. Teori yang menyatakan jika konsentrasi zat semakin besar
maka laju reaksinya semakin besar, dan sebaliknya jika konsentrasi pula, dan
sebaliknya jika sentrasi suatu zat semakin kecil maka laju reaksinya pun semakin kecil
adalah benar dan cepat tidaknya mengaduk larutan juga berpengaruh karena ketika
praktek ke 2 kali dan mengaduk sedikit lambat waktu juga justru bertambah.

Pembuatan larutan Natrium tiosulfat 0,25 M didapatkan dengan cara mencari massa

nya terlebih dahulu dengan rumus yang digunakan Gram= . dari

perhitungan tersebut diperoleh hasil massa Natrium tiosulfat yang harus dtimbang yaitu
31gram. Saat ingin membuat larutan HCl 1 M dibuat dengan menggunakan rumus dasar
V1 × C1 = V2 × C2dan dari perhitungan diperoleh 7,4626 ml lalu dibulatkan menjadi
7,5 ml.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN


9.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
- pengaruh suhu sangat besar pada laju reaksi, semakin tinggi suhu pada suatu larutan
maka semakin cepat tanda silang di kertas tersebut tidak terlihat.

- semakin cepat kita mengaduk larutan maka waktu yang diperlukan agar tanda silang
tidak terlihat lagi semakin singkat.

- faktor yang mempengaruhi laju reaksi dipercobaan ini yaitu suhu dan konsentrasi

Pertanyaan :
1. Beri komentar mengenai bentuk kurva yang diperoleh
Jawab: berdasarkan kurva yang diperoleh semakin tinggi suhu maka semakin
cepat larutan berubah warna, sehingga tanda silang hitam tidak terlihat. Dan
semakin tinggi tingkat konsentrasi maka semakin cepat tanda silang hitam
tidak terlihat.
2. Faktor apa yang mempengaruhi kecepatan reaksi?
Jawab: faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah suhu dan tingkat
konsentrasi.
3. Apa yang dimaksud dengan konstanta kecepatan reaksi?
Jawab: Konstanta laju reaksi (k) adalah perbandingan antara laju reaksi
dengan konsentrasi reaktan.

9.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan praktikan yaitu :


- Sebelum membuat larutan hendaknya bertanya terlebih dahulu jika
kurang paham, agar tidak ada larutan yang masih di butuhkan terbuang sia-
sia
- Praktikkan harus menguasai langkah-langkah sesuai prosedur yang benar
sehingga tidak terjadi kesalahan
X. DAFTAR PUSTAKA

Khairiah, hanifah. 2016. Modul Praktikum Kimia Fisika. Politeknik Kampar. Hal 45-
47.

laporan praktikum kimia dasar ( laju reaksi ).Alex Kimia.

http://alexschemistry.blogspot.co.id/2013/10/laporan-praktikum-kimia-dasar-laju.html

Laporan Praktikum : Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi Serta Penentuan


Orde Reaksi Dan Laju Reaksi. Syarif Hidayat
.http://rifnotes.blogspot.co.id/2013/06/laporan-praktikum-pengaruh-konsentrasi.html

Posted 24th March 2016 by Sis Wanto

Add a comment

7.

Mar

24

kata-kata Sindiran terbaru Maret 2016


ASSALAMUALAIKUM WR.WB.

Kali ini Siswow akan sedikit berbagi Sindiran2 buat orang-orang yang mungkin kesal
tapi tanpa harus mengeluarkan kekesalannya dengan kata-kata kasar. Ya seiring
berjalannya waktu lah nak main alus dikit kito mank., yo tau dewek lah biasonyo men
wonk kito lah marah keluar galo isi utan thu ;-) apolagi isi badan. Nah tanpa banyak
omong lagi simak lah kali aza ada yank cocok  .
Kuliah itu cari nilai bukan cari muka

Emang muka lho ilang

Orang suka cari muka itu

Mending suruh minta ke orang yang bermuka dua biar berbagi

Mending muka tembem dari pada muka dua...

Biarlah Ibadah mu menjadi rahasia mu .,

Sebagaimana kamu merahasiakan dosa mu.

Selamat pagi...

Jangan lupa sarapan semen Padang biar kuat menghadapi kenyataan.

“Ribet banget ngurusin urusan orang., kaya Pak RT aza!!!

“Jangan suka ngomentarin hidup orang lain

Kesannya NORAK!!!

“Daripada debat sama cewek., mending nguras sumur pake gelas aqua.,

CAPEKNYA SAMA.

“Cewek cerdas itu bukan yang gak pernah marah.,

Tapi dia yang bisa ngendaliin emosi saat dia marah.


“Cowok dan cewek itu nggak pernah bisa murni sahabatan.

Pasti diam2 ada yang naruh hati.

“’Alis bukan Cita-cita., jadi tolong jangan tinggi-tinggi amat.

“Katanya sih TEMAN., tapi Cuma datang waktu ADA MAUNYA DOANG

Ada ya TEMEN kayak gitu., ada lah... ;-)

Kalau Teman mau pinjam uang thu beda ya.,,,,

Kayak ada manis-manisnya gitu...

“Besok-besok kalau mau janji pake GULA!!!

Biar manisan dikit

‘Enak ya jadi lo, kalo butuh tinggal dateng ke gue aja.,.,

Tapi giliran gue butuh, lo gak pernah ada.

“’Maaf permisi mau tanya., ini akunya masih dibutuhin gakkk?!?

‘Jaman sekarang , semakin baik malah semakin dimanfaatin.

“Jika cinta harus diperjuangkan., lalu sampai kapan aku harus berjuang sendirian?!?

‘Karena cocok makanya jadian., kenapa waktu putus bilangnya udah gak cocok.,
Emanknya cocok ada masa tenggangnya?!?

“Mencintai itu tidak seperti kentut., tak perlu diam-diam.

‘Selalu ada buat kamu, itu yang bisa aku lakuin buat kamu’

Buat nunjukin kalo aku emang sayang.

“Sama kayak pemilu pilpres.,hubungan juga perlu dideklarasikan.

Masa iya mau gitu2 doang gx ada kejelasan.

“Namanya juga perasaan., kadang gak dibales., kadang gx dipeduliin., kadang harus
mendem., kadang harus ngalah :’)., ya sudahlah jalani aza..

“Aku pergi yaa... anggap saja perhatian ku kemarin adalah sebuah perkenalan kita
saja 

*Perasaan ku seperti lilin saat ini.,

Biarkanlah habis, karena setidaknya ada yang telah aku korbankan

“Katanya mau cari pasangan yang seriuzzz.,

Udah ada yang deketin mau seriuz tapi jelek, ngga direspon.. aneh :-/

“Setidaknya aku pernah membuatmu tertawa.

Walaupun pada akhirnya aku akan terlupakan.

*Denger kata hati aja., jangan kata orang lain.,


Soalnya gak semua orang punya hati.

#Ini kamu yang sibuk atau aku yang gak penting?!?

“Kadang Dia suka lupa., kalau aku nunggu balesan chat dari dia.

Percuma punya bbm kalo buat dibaca doang.

Beli aja koran.

Tolong bedakan ya

Mana koran yang buat dibaca dan mana sms yang harusnya dibalas
‘IG: Seru2an Bareng

“IG: Sindiran Jenius

“’IG: Lucu Aja

*IG: Justparody

#IG: Keepsmileindoo

cukup sekian kali ini. lain kali diupgrade lagi

Posted 24th March 2016 by Sis Wanto

Add a comment

8.

Nov

26

Laporan : TEKNIK PENGGUNAAN


DAN PEMBACAAN BURET
Kelas
TPS 1

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA DASAR

PERCOBAAN VI

TEKNIK PENGGUNAAN DAN PEMBACAAN BURET

Nama Praktikum NIM Tanggal Tanda Tangan


Kumpul Praktikum Instruktur
1. DEWI SARTIKA 201511006 30 oktober
2. SILVA.M 201511 2015
3. SISWANTO 201511009

Nama Penilai Tanggal Koreksi Nilai Tanda Tangan

HANIFAH

KHAIRIAH, S.ST

PROGRAM STUDY TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT

POLITEKNIK KAMPAR

2015

II. TUJUAN

1.Mengetahui jenis-jenis buret dan peruntukkannya

2.Mempersiapkan jenis buret dan peruntukkannya

3.Membaca volume cairan yang dikeluarkan buret dengan benar (pembacaan


hasil buret)
III. DASAR TEORI

Buret adalah sebuah peralatan gelas laboratorium berbentuk silinder yang


memiliki garis ukur dan sumbat keranpada bagian bawahnya. Buret digunakan untuk
meneteskan sejumlah reagen cair dalam ekspremen yang memerlukan persisi,seperti
pada eksperimen titrasi. Buret sangatlah akurat,buret kelas A memiliki akurasi sampai
kurang lebih 0,05 cm3.

Sebuah buret digunakan untuk memberikan larutan tepat-terukur, vulume


variabel. Buret digunakan terutama untuk titrasi,untuk memberikan salah satu reaktan
sampai titik akhir reaksi (titik ekivalen) tercapai.

Buret dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung


kapasitasnya,fungsi,dan jenisnya.

Berdasarkan ukurannya buret dibagi menjadi beberapa macam yaitu :

1. Buret makro yaitu buret yang kapasitas 50 ml dan skala terkecilnya dapat dibaca sampai
0,10 ml

2. Buret semimikro mempunyai volume 25 ml dengan skala terkecilnya dapat dibaca


sampai 0,05 ml

3. Buret makro mempunyai volume 10 ml skala terkecilnya 0,02 ml

Jenis buret berdasarkan peruntukkannya :

1. Buret asam (dengan cerat kaca) digunakan untuk larutan yang bersifat
asam,netral dan larutan pengoksida
2. Buret basa (dengan cerat karet dan bola kaca) digunakan untuk larutan yang
bersifat basa
3. Buret schellbach. Dinding dalam bagian belakang dilengkapi dengan garis biru
diatas garis putih
4. Buret amberglass yang digunakan untuk larutan yang mudah teroksidasi seperti
larutan permanganat atau iodium

Selain itu buret juga dibagi berdasarkan tingkat ketelitiannya. Ada 2 tingkat
kelas ketelitian buret yaitu :

1. Buret kelas A, mempunyai ketelitian yang tinggi dan umumnya digunakan


dalam penelitian. Buret ini dibuat dari kaca yang mempunyai nilai muai panjang
yang sangat kecil sehingga pemuainnya hanya sedikit dipengaruhi oleh
perbedaan suhu.
2. Buret kelas B, mempunyai ketelitian lebih rendah dari buret kelas A dan
biasanya hanya digunakan pada kegiatan analisis
Cara Menggunakan Buret

Buret sebelum diisi dengan larutan baku, harus direndam terlebih dahulu dalam
larutan asam sulfat kalium dikromat, kemudian dicuci(5 kali),dibilas berturut-turut
dengan air suling(2-3kali) dan akhirnya dangan larutan baku yang akan digunakan.
Kemudian buret diklem pada tiang buret dalam posisi tegak .baru diisi dengan larutan
baku hingga sedikit diatas nol. Udara yang terkurung dalam kran atau bagian bawah
harus dihilangkan. Pada bagian atas buret, diatas permukaan cairan diseka dangan
kertas saring sampai kering. Lalu permukaan cairan dimpitkan pada garis nol. Pada
pengamatan garis buret, mata dan garis buret harus sama tinggi atau sejajar.

Teknik Membersihkan Buret

Buret harus dibershkan dengan hati-hati untuk menjamin keringnya larutan


yang merata pada permukaan dalamnya. Larutan deterjen yangpanas dan encer dapat
digunakan untuk membersihkan buret terutama dengan bantuan sikat buret yang
bertangkai panjang. Larutan pencuci dipilih sesuai dengan penggunaan buret. Larutan
sisa pakai dalam buret harus dibuang, dan buretnya dibilas dengan air suling. Jika
menggunakan larutan alkali/basa tidak dibenarkan ada didalam buret terlalu lama stelah
pemakaiannya, harus langsung dibersihkan karena dapat menyebabkan kran tutup
membeku atau sulit untuk dibuka, sehingga buret dapat menjadi
IV. ALAT DAN BAHAN

1. Buret mikro
2. Buret semimikro
3. Buret makro
4. Buret schellbach
5. Buret amberglass

V. CARA KERJA

a. Baca masing-masing buret yang telah disediakan beserta angka taksirannya.


Gunakan kertas/kartu putih bergaris hitam untuk membantu pembacaan. Catat hasil
pembacaan pada laporan harian

VI. DATA PENGAMATAN

NO Hasil sebenarnya (ml) Hasil pembacaan (ml)


1 8,17 8,13
2 5,70 5,70
3 4,10 4,10
4 4,70 4,73
5 5,90 5,90
6 7,70 7,70
7 8,23 8,23
8 10,10 10,10
9 19,10 19,10
10 20,70 20,70
11 23,09 23,09
12 23,80 23,80
13 14,40 14,40
14 09,03 09,00
15 27,03 27,03
16 14,40 14,40
17 27,75 25,70
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam percobaan ini kami mengetahui macam-macam buret dan fungsinya. Kami

mengetahui bagaimana cara kerja dan apa saja langkah-langkah pada penggunaan

buret. Kami juga tahu bagaimana cara pembacaan buret.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Buret digunakan untuk memberikan larutan tepat-terukur, volume

variabel. Buret digunakan terutama untuk titrasi, untuk memberikan salah satu

reaktansampai titik akhir reaksi (titik ekivalen) tercapai. Jadi, ketika membaca

buret, mata kita harus tegak lurus dengan permukaan cairan untuk menghindari

galat paralaks. Bahkan ketebalan garis ukur juga mempengaruhi bagian bawah

miniskus cairan harus menyentuh bagian atas garis.

SARAN

Dalam praktek ini kita harus berhati-hati dalam menggunakan buret, dan

juga kita harus teliti dalam melakukan pembacaan buret. Sebelum praktek

periksalah buret yang akan digunakan, apa bersih atau tidak nya buret yang kita

gunakan tersebut, dan itu bisa kita lihat dengan ada nya gelembung pada buret,

kalau ada buret tersebut belum bersih.


IX. DAFTAR PUSTAKA

Khairiah, hanifah. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Dasar. Politeknik Kampar

Bangkinang.

http://chakie09.blog.com/2011/01/29/tugas-mata-kuliah-teknik-laboratorium-
neraca- digitalelektronik/

Posted 26th November 2015 by Sis Wanto

Add a comment

9.

Nov

23

Laporan Praktikum ( TEKNIK


TITRASI )
Kelas
TPS 1

KIMIA DASAR

PERCOBAAN VII

TEKNIK TITRASI

Nama Praktikum NIM Tanggal Tanda Tangan


Kumpul Praktikum Instruktur
1. DEWI.S 201511006 30/10/2015
2. SISWANTO 201511009
3. SILVA.M

Nama Penilai Tanggal Koreksi Nilai Tanda Tangan

HANIFAH

KHAIRIAH, S.ST

PROGRAM STUDY TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT

POLITEKNIK KAMPAR

2015
II. TUJUAN

1. Merangkai peralatan titrasi


2. Memilih jenis indikator sesuai dengan jenis titrasi
3. Melakukan titrasi dengan benar sesuai intruksi kerja

III. DASAR TEORI

Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan


suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui
konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam
basa. Titik equivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah zat asam
tepat dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan.
Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah diamati adalah
titik akhir yang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus
dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai,yang ditandai dengan perubahan warna
indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan
pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi. Pada titrasi
asam kuat dan basa kuat,asam lemah dan basa lemah dalam air akan terurau dengan
sempurna. Oleh karena itu ion hidrogen dan ion hidrogsida selama titrasi dapat
langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan. Pada titik equivalen
dari titrasi asam ke air,yaitu sama dengan 7.

Pada titrasi juga memerlukan indikator asam basa untuk mengetahui


konsentarsinya. Indikator asam basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan
dalam jumlah kecil ke dalam sampel,umumnya adalah larutan yang akan memberikan
warna yang sesuai dengan kondisi larutan tersebut.
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus,baik
reaktan maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan
sebagai “ indikator”. Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium
permanganat (merah muda / ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indokator.
Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik
ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan. Titik ekivalensi
didentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat
kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir dalam
reaksi; titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah
warna). Dalam titrsi asam basa sederhana, indikator pH dapat digunakan, sebagai
contoh adalah fenolftalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika larutan
mencapai pH sekitar 8,2 atau melewatinya. Contoh lainnya dari indikator pH yang
dapat digunakan adalah metil jingga, yang berubah warna menjadi merah dalam asam
serta menjadi kuning dalam larutan alkali.

IV. ALAT DAN BAHAN

1. Pipet transfer 25ml


2. Bulb karet
3. Buret dan klem buret
4. Statif
5. Erlenmeyer 25 ml
6. Indikator PP
7. Larutan NaOH 0,1 N dan larutan HCL 0,1 N

V. CARA KERJA
 Persaiapan larutan peniter (NaOH 0,1 N)
1. Mula-mula buret dibilas dengan air suling kemudian dengan beberapa ml
larutan peniter paling sedikit dua kali. Setelah larutan pembilas dibuang,
cairan yang masih tertinggal pada buret dikeringkan dengan kertas saring.
2. Buret yang telah dibilas dan kering, diisi dengan larutan peniter sampai
larutan sedikit diatas nol. Perhatikan bagian bawah buret jangan sampai ada
gelembung udara.
3. Ujung buret diatas permukaan larutan dikeringkan dengan gulungan kertas
saring. Kemudian larutan diturunkan hingga berhimpit dengan skala nol.

 Persiapan larutan yang akan dititar (HCl 0,1 N)


1. Mula-mula pipet dibilas dengan beberapa ml larutan HCl 0,1 N yang telah
dibuat, pembilasan paling sedikit dua kali. Kemudian pipet diisi dengan
larutan HCl dengan cara menghisap menggunakan bulb karet secara hati-
hati sampai melewati tanda tera.
2. Dikeringkan bagian bawah pipet dengan kertas saring lalu cairan
diturunkan hati-hati sampai permukaan larutan miniskus berhimpit dengan
tanda garis tera.
3. Dengan posisi pipet tegak lurus ditempelkan ujung pipet pada erlenmeyer
dengan sudut 45 . Larutan dialirkan kedalam erlenmeyer sampai semua
larutan berhenti mengalir.
4. Dilakukan duplo.

 Titrasi Asam Basa


1. Ditambahkan 2-3 tetes indikator pp kedalam erlenmeyer yang bersisi
larutan yang akan dititrasi.
2. Kemudian alirkan peniter (dari dalam buret) tetes demi tetes kedalam
larutan yang berada didalam erlenmeyer (larutan yang akan dititrasi)
sambil digoyang-goyangkan.
3. Penitaran dilakukan sampai timbul warna merah muda yang stabil dari
indikator pp yang menunjukkan titik akhir titrasi tercapai.
4. Baca skala permukaan larutan yang menunjukkan jumlah ml larutan
yang terpakai.
5. Agar permukaan cairan terlihat jelas,diletakkan kertas putih yang
setengah nya telah dihitamkan dibelakang buret, hingga kehitaman itu
terefleksi oleh permukaan cairan yang jelas.
6. Dilakukan dua kali pengulangan.

VI. DATA PENGAMATAN

NO Uraian Hasil

0,4162 gr
1 NaOH massa
0,4112 gr

25 ml
2 Volume HCl 0,1 N
25 ml

84,77ml
3 Volume NaOH
84,50 ml

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam percobaan kali ini kami dapat mengetahui cara-cara teknik titrasi. Dan
kami juga mengetahui bagaimana cara kerja dan langkah-langkah melakukan teknik
titrasi tersebut.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan
Dari hasil kehiatan pratikum baik dalam pengamatan, perhitungan serta
pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Larutan baku dibagi 2, yaitu larutan primer, dan sekunder, larutan baku dibuat
dengan menimbang dan dilarutkan dengan pelarut (aquades), konsentrasi HCl dapat
ditentukan dari proses titrasi dengan mereaksikan HCl dengan NaOH, titrasi dihentikan
ketika warnanya berubah menjadi merah muda denganbantuan PP, dan volum zat
NaOH digunakan untuk menentukan konsentrasi HCl.

8.2 Saran
Dalam melakukan pratikum, sebaiknya harus hati-hati dalam menggunakan latrutan
yang ada dilaboratorium dan dalam melakukan pratikum kali ini kita juga harus
memperhatikan ketelitian dalam mengukur dan menentukan banyak nya suatu larutan
dengan konsentrasi yang telah diketahui.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Khairiah, hanifah. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Dasar. Politeknik Kampar

Bangkinang.

http://chakie09.blog.com/2011/01/29/tugas-mata-kuliah-teknik-laboratorium-neraca-
digitalelektronik/

Posted 23rd November 2015 by Sis Wanto

Add a comment
Loading

Das könnte Ihnen auch gefallen