Sie sind auf Seite 1von 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN APPENDICITIS ACUTE DI RUANG IGD RSUD


TUGUREJO SEMARANG

ENGGAR FITRIA NUR SUSANTI

P1337420114019

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017
ASUHAN KEPERAWATAN APPENDICITIS ACUTE DI RUANG IGD RSUD
TUGUREJO SEMARANG

I. Konsep Apendisitis
A. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cancing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2005).
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 3, yakni :
a. Apendisitis akut radang mendadak umbai cancing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.
b. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak pernah
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
c. Apendisitis kronik memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik
(fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosandan infiltasi sel inflamasi
kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.
Dalam penanganan kasus appendisitis, dilakukan tindakan appendiktomi yaitu
tindakan pembedahan yang dilakukan untuk memotong jaringan appendiks yang
mengalami peradangan. (Smeltzer dan Bare 2002).
B. Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun,
apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir ke muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis. Selain itu hiperplasi limfe, tumor apendiks
dan cacing askarris dapat pulsa menyebabkan penyumbatan.
C. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri
samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrum di sekitar umbilikus atau periumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada
umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam bebrapa jam, nyeri akan beralih
ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan
jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun, terkadang, tidak
dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrum, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya performasi. Terkadang apendisitis juga disertai
dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38.5ºC.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika
meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut :
a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitonial yaitu di belakang sekum (terlindung
oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut kanan atau nyeri timbul
pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk dan
mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang
mengang dari dorsal.
b. Bila pendiks terletak di rongga pelvis. Bila apendiks terletak di dekat atau
menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum,
sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan lebih menjadi lebih
cepat dan berulang-ulang (diare).
c. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, sehingga karena rangsangannya dindingnya.
D. Patofisiologi
Appendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks
oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen
apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan
terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan.Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mucus (Mansjoer, 2000).
Pada saat ini terjadi Appendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium,
nausea, muntah.invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan
mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis
terjadilah peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus
terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di area kanan bawah.Keadaan ini yang kemudian disebut dengan Appendisitis
supuratif akut. (Mansjoer, 2000).
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan Appendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan Appendisitis perforasi. Bila
proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan
menghilang. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis.Keadaan demikian ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh (Mansjoer,
2000)

Pathway (Mansjoer, 2007)


Apendiks

Hiperplasi Benda Erosi Fekalit Striktur Tumor


folikel asing mukosa
limfoid apendiks

Obstruksi
Ulserasi dan invasi bakteri
Ke peritonium
Peritonitis Resiko bakteri
Ansietas infeksi pada
Appendiktomi
Tekanan
Aliran
Luka
Mukosa
Apendiks dinding
Appendisitis
darah
insisi apendiks
intraluminal
terbendung
teregang
terganggu Resiko
Thrombosis
Nyeri
hipotermi
kekurangan
pada vena
Perforasi volluminal
cairan
Nyeri

E. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum
terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 oC
atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang
kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2002).

F. Pemeriksaan Penunjang
Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di
sekum atau ileum).
1. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan Appendisitis infiltrat.
2. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
3. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
4. Pada enema barium apendiks tidak terisi.
5. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks

G. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas
fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan
dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi
yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi
Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya
tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila
terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat
segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah sebagai berikut:
a. Tindakan medis
1) Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering
tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang
cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui
mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan
pemberian narkotik jika memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural
atau penenang tidak karena merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen
dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu
dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis,
diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah dalam
waktu 24 jam setelah timbul gejala.
2) Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas
yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada
penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita dibawa
kekamar operasi dengan pipa tetap terpasang.
3) Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan
toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
b. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah
terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik
lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang
direncanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer
angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya disebabkan oleh
komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.
c. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde
lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam
tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih
besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai
fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama
4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan
saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi
pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada
hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan
dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

II. Konsep Asuhan Keperawatan Appendisitis


A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan,
Agama, Bangsa.
b. Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan,
Agama, Bangsa dan hubungan dengan pasien.

2. Pengkajian Primer
a. Airway
Kaji :
Bersihan jalan nafas
Adanya/ tidaknya jalan nafas
Distres pernafasan
Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
b. Breathing
Kaji :
Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
Suara nafas melalui hidung atau mulut
Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c. Circulation
Kaji :
Denyut nadi karotis
Tekanan darah
Warna kulit, kelembapan kulit
Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
d. Disability
Kaji :
Tingkat kesadaran
Gerakan ekstremitas
GCS ( Glasgow Coma Scale )
Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e. Eksposure
Kaji :
Tanda-tanda trauma yang ada.
3. Dasar Data Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna
kulit, suhu dingin
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
e. Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
f. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan
retinal optic
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat, nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi
napas tambahan, sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura
j. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau
hormone.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan NANDA (2015) (Herdman & Kamitsuru (Eds), 2016) dapat
disimpulkan diagnosa keperawatan pada apendisitis adalah
1. Nyeri akut b.d penekanan respon inflamasi
2. Hipertermia b.d penyakit/trauma

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d penekanan respon inflamasi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection  Batasi pengunjung bila
- Prosedur Infasif control perlu
- Kerusakan jaringan dan  Risk control  Cuci tangan setiap sebelum
peningkatan paparan Setelah dilakukan dan sesudah tindakan
lingkungan tindakan keperawatan keperawatan
- Malnutrisi selama…… pasien tidak  Gunakan baju, sarung
- Peningkatan paparan mengalami infeksi dengan tangan sebagai alat
lingkungan patogen kriteria hasil: pelindung
- Imonusupresi  Klien bebas dari tanda  Ganti letak IV perifer dan
- Tidak adekuat dan gejala infeksi dressing sesuai dengan
pertahanan sekunder  Menunjukkan petunjuk umum
(penurunan Hb, kemampuan untuk  Gunakan kateter intermiten
Leukopenia, penekanan mencegah timbulnya untuk menurunkan infeksi
respon inflamasi) infeksi kandung kencing
- Penyakit kronik  Jumlah leukosit dalam  Tingkatkan intake nutrisi
- Imunosupresi batas normal  Berikan terapi
- Malnutrisi  Menunjukkan perilaku antibiotik:............................
- Pertahan primer tidak hidup sehat .....
adekuat (kerusakan  Status imun,  Monitor tanda dan gejala
kulit, trauma jaringan, gastrointestinal, infeksi sistemik dan lokal
gangguan peristaltik) genitourinaria dalam  Pertahankan teknik isolasi
batas normal k/p
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap 4
jam
2. Hipertermia b.d penyakit
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil

Hipertermia NOC: NIC :


Berhubungan dengan : Thermoregulasi  Monitor suhu sesering
- penyakit/ trauma mungkin
- peningkatan Setelah dilakukan  Monitor warna dan suhu
metabolisme tindakan keperawatan kulit
- aktivitas yang selama………..pasien  Monitor tekanan darah,
berlebih menunjukkan : nadi dan RR
- dehidrasi Suhu tubuh dalam batas  Monitor penurunan
normal dengan kreiteria tingkat kesadaran
DO/DS: hasil:  Monitor WBC, Hb, dan
 kenaikan suhu tubuh  Suhu 36 – 37C Hct
diatas rentang normal  Nadi dan RR dalam  Monitor intake dan
 serangan atau rentang normal output
konvulsi (kejang)  Tidak ada perubahan  Berikan anti piretik:
 kulit kemerahan warna kulit dan tidak  Kelola Antibiotik:

 pertambahan RR ada pusing, merasa ………………………..

 takikardi nyaman  Selimuti pasien


 Berikan cairan intravena
 Kulit teraba panas/
 Kompres pasien pada
hangat
lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi
udara
 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)

Das könnte Ihnen auch gefallen