Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue, merupakan masalah kesehatan global. Dalam tiga dekade
terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai negara
yang dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 100. Kejadian luar biasa
penyakit telah sering dilaporkan dari berbagai negara. Penyakit dengue terutama
ditemukan di daerah tropis dan subtropis dengan sekitar 2,5 milyar penduduk yang
mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit ini. Diperkirakan setiap tahun sekitar 50
juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan rawat
inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia Tenggara
dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan daerah endemis, Indonesia
bersama dengan Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan
Timor Leste termasuk ke dałam kategori endemik A (endemik tinggi). Di negara
tersebut penyakit dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu
penyebab utama kematian pada anak.Tabel I menunjukkan jumlah kasus dan angka
kematian (casefatality rate atau CFR) demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia
dari tahun 2008 sampai tahun 20121.
Tabel I. Jumlah Kasus dan Angka Kematian DBD di Indonesia, Tahun 2008-20122.
Tahun Jumlah kasus Angka kematian (%)
Tabel 2. Angka kematian DD, DBD dan DSS yang dirawat di enam rumah sakit
pendidikan, tahun 2008-2013
Manifestasi Klinis Jumlah Kasus Meninggal
Kasus %
Demam Dengue 5.931 5 0,08
Demam berdarah dengue 5.844 21 0,36
Sindrom syok sindrom 2.165 169 7,81
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga
tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.2
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas
daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas
dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di
kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit
ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Di Indonesia DBD telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir.1
Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan
382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai
tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah
kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.
Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh
mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim,
perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang
masih memerlukan penelitian lebih lanjut.1
sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk. Tingkat risiko
terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang yang memiliki
antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama. Selain itu, risiko demam
berdarah juga lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun,
atau seseorang yang berasal dari ras Kaukasia2.
2.4 Patogenesis
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan:
1. Faktor virus, vaitu serotipe, jumlah, virulensi.
2. Faktor pejamu, genetik, usia, status gizi, penyakit komorbid dan interaksi
antara virus dengan pejamu.
3. Faktor lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan penduduk,
mobilitas penduduk, dan kesehatan lingkungan.2
Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi berbagai
komponen dari respons imun atau reaksi inflamasi yâng terjadi secara terintegrasi. Sel
imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue yaitu sel dendrit,
monosit atau makrofag, sel endotel, dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan
dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan aktivasi sistem
komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun tersebut
berlebihan, akan diproduksi sitokin (terutama proinflamasi), kemokin, dan mediator
inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat tersebut
akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai bentuk
tanda dan gejala infeksi virus dengue. Untuk lebih memahami imunopatogenesis
infeksi virus dengue, berikut ini diuraikan mengenai respons imun humoral dan
selular, mekanisme autoimun, peran sitokin dan mediator lain, serta peran sistem
komplemen1.
2.5 Manifestasi Klinis
2.5.1 Demam Dengue
Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja, dan dewasa.
Setelah melalui masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala berupa demam, mialgia, sakit punggung, dan gejala konstitusional
lain yang tidak spesifik seperti rasa lemah (malaise), anoreksia, dan gangguan rasa
kecap. Demam pada umumnya timbul mendadak, tinggi (390C-400 C), terus-
menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2-7
hari. Pada hari ketiga sakit pada umumnya suhu tubuh turun,namun masih di atas
6
normal, kemudian suhu naik tinggi kembali, pola ini disebut sebagai pola demam
bifasik. Demam disertai dengan mialgia, sakit punggung (karena gejala ini,
demam dengue pada masa lalu disebut sebagai breakbone fever), artralgia,
muntah, fotofobia (mata seperti silau walau terkena cahaya dengan intensitas
rendah) dan nyeri retroorbital pada saat mata digerakkan atau ditekan. Gejala lain
dapat ditemukan berupa gangguan pencernaan (diare atau konstipasi), nyeri perut,
dan sakit tenggorok.4
Pada hari sakit ke-3 atau 4 ditemukan ruam makulopapular atau rubeliformis,
ruam ini segera berkurang sehingga sering luput dari perhatian orang tua. Pada
masa penyembuhan timbul ruam di kaki dan tangan berupa ruam makulopapular
dan petekie diselingi bercak bercak putih (white islands in the sea of red), dapat
disertai rasa gatal yang disebut sebagai ruam konvalesens. Manifestasi perdarahan
pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif (210 petekie
dalam area 2,8 x 2,8 cm) atau beberapa petekie spontan. Pada beberapa kasus
demam dengue dapat terjadi perdarahan massif 1.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit yang normal,
namun pada beberapa kasus ditemukan leukositosis pada awal demam, namun
kemudian terjadi leukopenia dengan jumlah PMN yang turun, dan ini berlangsung
selama fase demam. Jumlah trombosit dapat normal atau menurun (100.000-
150.000/mm3), jarang ditemukan jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm.
Peningkatan nilai hematokrit sampai 100/70 mungkin ditemukan akibat dehidrasi
karena demam tinggi, muntah, atau karena asupan cairan yang kurang.
Pemeriksaan serum biokimia pada umumnya normal, SGOT, dan SGPT dapat
meningkat 1.
Diagnosis Banding Demam Dengue
Berbagai penyakit baik yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, maupun
parasit pada fase awal penyakit menyerupai DD seperti tertera pada Tabel 3.
efusi pleura, apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites.
Pemeriksaan rontgen foto dada posisi lateral dekubitus kanan, efusi pleura
terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan yang sering dijumpai. Derajat
luasnya efusi pleura seiring dengan beratnya penyakit. Pemeriksaan ultrasonografi
dapat dipakai untuk menemukan asites dan efusi pleura. Penebalan dinding
kandung empedu (gall blader wall thickening) mendahului manifestasi klinis
kebocoran plasma lain. Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari data dasar) dan
penurunan kadar protein plasma terutama albumin serum (>0,5 g/dL dari data
dasar) merupakan tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat
menimbulkan berkurangnya volume intravaskular yang akan menyebabkan syok
hipovolemi yang dikenal sebagai sindrom syok dengue (SSD) yang memperburuk
prognosis 1.
Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue
Manifestasi klinis DBD terdiri atas tiga fase yaitu fase demam, kritis, serta
konvalesens. Setiap fase perlu pemantauan yang cermat, karena setiap fase
mempunyai risiko yang dapat memperberat keadaan sakit 1.
Fase Demam
Fase ini ditandai dengan demam yang mendadak tinggi, disertai nyeri kepala,
nyeri otot seluruh badan, nyeri sendi, kemerahan pada wajah (flushing), dan
eritema kulit. Gejala nonspesifik lain seperti anoreksia, nausea, dan muntah sering
ditemukan. Pada pemeriksaan laboratorium darah, penurunan jumlah leukosit
merupakan kelainan yang paling awal ditemukan. Jumlah trombosit dan nilai
hematokrit sering kali masih dalam batas normal. Fase ini biasanya berlangsung
selama 2-7 hari3.
Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan
menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh
menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai
berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupakan
gangguan ringan sistem sirkulasi akibat kebocoran plasma yang tidak berat. Pada
kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang bermakna sehingga
akan menimbulkan hipovolemi dan bila berat menimbulkan syok dengan
mortalitas yang tinggi 1.
Fase kritis (fase syok)
9
Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time offever defervescence), pada
saat ini terjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok
hipovolemi. Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok
yaitu dengan mengenal tanda dan gejala yang mendahului syok (warning signs).
Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari
sakit ke 3-7 (paling sering hari ke 4-6)3.
Muntah terus-menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal
perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan syok.
Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Gejala tersebut
dapat menetap walaupun sudah terjadi syok. Kelemahan, pusing atau hipotensi
postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan di
tempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan penting.
Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit
yang cepat dan progresif menjadi di bawah 100.000 sel/mm serta kenaikan
hematokrit dl atas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan pada
umumnya didahului oleh leukopenia (65.000 sel/mm3 ) 1.
Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda
paling awal yang sensitif dalam mendeteksi perembesan plasma yang pada
umumnya berlangsung selama 24-48 jam. Peningkatan hematokrit mendahului
perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu, pengukuran
hematokrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat berarti kebutuhan
cairan intravena untuk mempertahankan volume intravaskular bertambah,
sehingga penggantian cairan yang adekuat dapat mencegah syok hipovolemi 1.
Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi), namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan
jatuh ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan
profound shock yang menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ progresif,
dan koagulasi intravaskular diseminata. Perdarahan hebat yang terjadi
menyebabkan penurunan hematokrit, dan jumlah leukosit yang semula leukopenia
dapat meningkat sebagai respons stres pada pasien dengan perdarahan hebat.
Beberapa pasien masuk ke fase kritis perembesan plasma dan kemudian
mengalami syok sebelum demam turun, pada pasien tersebut peningkatan
hematokrit serta trombositopenia terjadi sangat cepat. Selain itu, pada pasien DBD
baik yang disertai syok atau tidak dapat terjadi keterlibatan organ misalnya
10
Gejala klinis
Demam Dehidrasi,
Demam tinggi dapat menyebabkan gangguan neurologi dan
kejang demam
Kritis Syok akibat perembesan plasma,
Perdarahan masif,
Gangguan organ
Konvalesens Hipervolemia Oika terapi cairan intravena diberikan
secara berlebihan dan/atau dilanjutkan sampai fase
konvalesens) Edema paru akut
penggantian cairan yang adekuat biasanya syok dapat teratasi, namun bila
terlambat dapat menimbulkan penyulit lainnya yang dapat memperburuk
prognosis. Penyulit lainnya antara lain: asidosis metabolik, perdarahan hebat
saluran cerna, infeksi (pneumonia, sepsis, phlebitis), over hidrasi, gagal hati
(WHO, 1997).Dari fase klinis yang telah disampaikan diatas pada beberapa kasus
gejala yang timbul cukup ringan dan membaik tanpa perlu dirawat. Bahkan pada
beberapa kasus yang berat perawatan intensif sangat diperlukan.4
nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan
lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut, kaki dingin dan lembab dan tampak gelisah.
Derajat IV: Adanya syok yang berat dengan nadi tak teraba dan tekanan
b. Laboratories:
hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan
anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hemotokrit
dengue. Oleh karena itu diperlukan petunjuk kapan suatu infeksi dengue harus
dicurigai, petunjuk ini dapat berupa tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan
laboratorium rutin. Tanpa diberikan petunjuk akan menyebabkan keterlambatan
bahkan kesalahan dalam menegakkan diagnosis dengan segala akibatnya. Di Sisi
lain menyebabkan pemeriksaan laboratorium berlebih dan bahkan perawatan yang
tidak diperlukan sehingga akan merugikan baik bagi pasien maupun dalam
peningkatan beban kerja rumah sakit1.
14
Berdasar petunjuk klinis tersebut dibuat kriteria diagnosis klinis, yang terdiri atas
kriteria diagnosis klinis demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), demam
berdarah dengue dengan syok (sindrom syok dengue/SSD), dan expanded dengue
syndrome (unusual manifestation).
Tabel 5. Diagnosis klinis demam dengue1.
Diagnosis klinis demam dengue
Perlu mendapat perhatian bahwa yang disebut mendadak adalah tidak didahului oleh
demam ringan, seperti misalnya anak pulang sekolah belum demam, kemudian tidur,
bangun tidur anak menderita demam tinggi di atas 38,5°C. Demam bersifat terus-menerus
berarti perbedaan suhu terendah dengan suhu tertinggi kurang dari 1°C. Masalah yang
timbul dalam menilai pola demam ini adalah tidak selalu orang tua mengukur tingginya
demam dan pengaruh pemberian obat penurun panas oleh orang tua. Tingginya demam
dapat diperkirakan melalui pertanyaan mengenai akibat demam terhadap pasien, seperti
anak rewel/gelisah, kulit kemerahan terutama pada wajah (flushing) dan fotofobi. Efek
obat penurun panas, pada umumnya hanya sebentar, paling lama sesuai dengan masa
kerja obat, setelah itu demam kembali meningkat tinggi. Adanya epistaksis pada anak
yang biasa mengalami epistaksis, harus dicari petunjuk lain, misalnya pemeriksaan uji
tourniquet atau tanda dan gejala manifestasi perdarahan lain1.
2.6.3 Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue
Tanda dan gejala demam berdarah dengue pada fase awal sangat menyerupai demam
dengue, tanda dan gejala yang karakteristik berupa tanda kebocoran plasma baru timbul
15
beberapa hari kemudian. Oleh karena itu pada pasien dengan diagnosis klinis demam
dengue yang ditegakkan pada saat masuk, baik yang kemudian diperlakukan sebagai
pasien rawat jalan maupun rawat inap (lihat Bab Tata Laksana), masih perlu dievaluasi
lebih lanjut apakah hanya demam dengue atau merupakan demam berdarah dengue fase
awal. Pasien demam berdarah dengue memiliki risiko untuk mengalami syok, sehingga
harus menjalani rawat inap dengan tatalaksana yang berbeda dari demam dengue1.
Tabel 6. Diagnosis klinis demam berdarah dengue1.
Diagnosis klinis demam berdarah dengue
• Hepatomegali
• Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu
tanda/gejala: Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan
awal atau dari data populasi menurut umur Ditemukan adanya efusi
pleura, asites
Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
• Trombositopenia <100.000/mm3
Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan
diagnosis
DBD.
16
Pemberian intravenous fluid drip (IVFD) pada penderita DBD tanpa syok
dilaksanakan apabila :
dan asidosis.
yang digunakan sebagai IVFD ialah Laktat Ringer yang mengandung Na+
didahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu pada pasien yang diduga
hari ketiga sampai demam telah turun 1-2 hari. Nilai hematokrit itulah yang
sebagai berikut:
1. Penggantian cairan
Cairan Ringer’s lactate atau NaCl 0,9% dan glukosa 10% masing-
tidak dapat diatasi dengan Ringer’s lactate. Darah diberikan bila terdapat
gastrointestinal.1
2. Pemberian plasma/koloid
Bila syok tidak dapat diatasi dalam waktu 1 jam (maksimal 90 menit)
3. Koreksi asidosis
Syok pada DBD akan siikuti oleh asidosis yang harus segera
ringer laktat mengandung basa, sering kali bila syok berat (stadium IV)
perlu ditambahkan larutan bikarbonat; tetapi pada syok DBD stadium III
4. Terapi oksigen
Kegagalan kemampuan mengalir oksigen ke seluruh jaringan sebagai
akibatnya. Oleh karena itu, oksigen 2-4 L/menit mutlak harus diberikan
pada syok. Bila hipoksia tidak diatasi dengan baik, akan muncul
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotika
b. Kortikosteroid
Belum ada kepastian perlu atau tidaknya obat ini diberikan pada
c. Heparin
6. Monitoring
teliti
22
23
24
25
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Diagnosis dan Tata laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak :
UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI 2014. Jakarta
2. Data Dirjen PP-PL Kemenkes RI. 2012.
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-5 :
Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran RSUP Dr. Hasan Sadikin. 2014
4. IDAI. Infeksi Virus Dengue. In: Pudjiadi, A.H., Badriul, H., Setyo, H.,
Nikmah, S.I., Ellen, P.G. & Eva, D.H., Pedoman Pelayanan Medis, P.143-
153, Palembang, Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009