Sie sind auf Seite 1von 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue, merupakan masalah kesehatan global. Dalam tiga dekade
terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai negara
yang dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 100. Kejadian luar biasa
penyakit telah sering dilaporkan dari berbagai negara. Penyakit dengue terutama
ditemukan di daerah tropis dan subtropis dengan sekitar 2,5 milyar penduduk yang
mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit ini. Diperkirakan setiap tahun sekitar 50
juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan rawat
inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia Tenggara
dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan daerah endemis, Indonesia
bersama dengan Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan
Timor Leste termasuk ke dałam kategori endemik A (endemik tinggi). Di negara
tersebut penyakit dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu
penyebab utama kematian pada anak.Tabel I menunjukkan jumlah kasus dan angka
kematian (casefatality rate atau CFR) demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia
dari tahun 2008 sampai tahun 20121.

Tabel I. Jumlah Kasus dan Angka Kematian DBD di Indonesia, Tahun 2008-20122.
Tahun Jumlah kasus Angka kematian (%)

2008 137.469 0,86


2009 154.855 0,89
2010 0,87
156.086
2011 0,80
65.725
2012 0,88
90.245

Tabel 2. Angka kematian DD, DBD dan DSS yang dirawat di enam rumah sakit
pendidikan, tahun 2008-2013
Manifestasi Klinis Jumlah Kasus Meninggal
Kasus %
Demam Dengue 5.931 5 0,08
Demam berdarah dengue 5.844 21 0,36
Sindrom syok sindrom 2.165 169 7,81
2

Jumlah 13.940 195 1,39


Sumber: Data departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan
Sadikin, RSUD Dr. Soetomo, RSUP Dr. Sardjito, RSUP Dr. Kariadi dan RSUP Dr. Mohammad Husein
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga
tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.2
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas
daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas
dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di
kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit
ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Di Indonesia DBD telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir.1
Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan
382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai
tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah
kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.
Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh
mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim,
perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang
masih memerlukan penelitian lebih lanjut.1

2.2 Definisi Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever)


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Demam
Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga ditularkan oleh Aedes
albopictus, yang ditandai dengan : Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
4

berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji


Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/µl), hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa perbesaran hati.2
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan
menyebabkan kematian pada banyak orang penyakit ini di sebabkan oleh virus
dengue dan di tularkan oleh nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini tersebar luas di
rumah-rumah, sekolah dan tempat-tempat umum lainnya seperti tempat ibadah,
restoran, kantor, balai desa dan lain-lain sehingga setiap keluarga dan masyarakat
mengandung risiko untuk ketularan penyakit DBD. Obat untuk penyakit DBD belum
ada, dan vaksin untuk pencegahannya juga belum ada, sehingga satu-satunya cara
untuk memberantas penyakit ini adalah dengan memberantas nyamuk aedes aegypti.2

2.3 Penyebab Demam Berdarah Dengue


Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang
merupakan virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang
diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut
adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul
saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue
mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.3
Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama
justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat
terinfeksi untuk ke dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis
virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat
menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.3
Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor
pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes
albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan
penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang
yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk
selama 8 - 10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue
tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.3
Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke
keturunannya melalui telur (transovarial). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta dapat pula berperan sebagai
5

sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk. Tingkat risiko
terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang yang memiliki
antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama. Selain itu, risiko demam
berdarah juga lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun,
atau seseorang yang berasal dari ras Kaukasia2.
2.4 Patogenesis
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan:
1. Faktor virus, vaitu serotipe, jumlah, virulensi.
2. Faktor pejamu, genetik, usia, status gizi, penyakit komorbid dan interaksi
antara virus dengan pejamu.
3. Faktor lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan penduduk,
mobilitas penduduk, dan kesehatan lingkungan.2
Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi berbagai
komponen dari respons imun atau reaksi inflamasi yâng terjadi secara terintegrasi. Sel
imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue yaitu sel dendrit,
monosit atau makrofag, sel endotel, dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan
dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan aktivasi sistem
komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun tersebut
berlebihan, akan diproduksi sitokin (terutama proinflamasi), kemokin, dan mediator
inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat tersebut
akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai bentuk
tanda dan gejala infeksi virus dengue. Untuk lebih memahami imunopatogenesis
infeksi virus dengue, berikut ini diuraikan mengenai respons imun humoral dan
selular, mekanisme autoimun, peran sitokin dan mediator lain, serta peran sistem
komplemen1.
2.5 Manifestasi Klinis
2.5.1 Demam Dengue
Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja, dan dewasa.
Setelah melalui masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala berupa demam, mialgia, sakit punggung, dan gejala konstitusional
lain yang tidak spesifik seperti rasa lemah (malaise), anoreksia, dan gangguan rasa
kecap. Demam pada umumnya timbul mendadak, tinggi (390C-400 C), terus-
menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2-7
hari. Pada hari ketiga sakit pada umumnya suhu tubuh turun,namun masih di atas
6

normal, kemudian suhu naik tinggi kembali, pola ini disebut sebagai pola demam
bifasik. Demam disertai dengan mialgia, sakit punggung (karena gejala ini,
demam dengue pada masa lalu disebut sebagai breakbone fever), artralgia,
muntah, fotofobia (mata seperti silau walau terkena cahaya dengan intensitas
rendah) dan nyeri retroorbital pada saat mata digerakkan atau ditekan. Gejala lain
dapat ditemukan berupa gangguan pencernaan (diare atau konstipasi), nyeri perut,
dan sakit tenggorok.4
Pada hari sakit ke-3 atau 4 ditemukan ruam makulopapular atau rubeliformis,
ruam ini segera berkurang sehingga sering luput dari perhatian orang tua. Pada
masa penyembuhan timbul ruam di kaki dan tangan berupa ruam makulopapular
dan petekie diselingi bercak bercak putih (white islands in the sea of red), dapat
disertai rasa gatal yang disebut sebagai ruam konvalesens. Manifestasi perdarahan
pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif (210 petekie
dalam area 2,8 x 2,8 cm) atau beberapa petekie spontan. Pada beberapa kasus
demam dengue dapat terjadi perdarahan massif 1.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit yang normal,
namun pada beberapa kasus ditemukan leukositosis pada awal demam, namun
kemudian terjadi leukopenia dengan jumlah PMN yang turun, dan ini berlangsung
selama fase demam. Jumlah trombosit dapat normal atau menurun (100.000-
150.000/mm3), jarang ditemukan jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm.
Peningkatan nilai hematokrit sampai 100/70 mungkin ditemukan akibat dehidrasi
karena demam tinggi, muntah, atau karena asupan cairan yang kurang.
Pemeriksaan serum biokimia pada umumnya normal, SGOT, dan SGPT dapat
meningkat 1.
Diagnosis Banding Demam Dengue
Berbagai penyakit baik yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, maupun
parasit pada fase awal penyakit menyerupai DD seperti tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Diagnosis banding demam dengue1.

Infeksi virus : Virus chikungunya, dan penyakit infeksi virus lain


seperti campak, campak Jerman, dan virus lain yang
menimbulkan ruam; virus eipstein-barr, enterovirus,
influenza, hepatitis A dan hantavirus
Infeksi bakteri: Meningokokus, leptospirosis, demamtifoid,
meiloidosis, penyakit riketsia, demam scarlet
Infeksi parasit: Malaria
7

Perjalanan Penyakit Demam Dengue


Lama sakit dan beratnya penyakit bervariasi di antara individu. Masa konvalesens
berlangsung singkat dan sembuh segera, namun rasa lemah dan mialgia kadang
berlangsung lama. Pada pasien remaja masa penyembuhan dapat terjadi dalam
waktu beberapa minggu yang sering disertai dengan rasa letih dan depresi.
Bradikardia dapat ditemukan pada masa konvalesens. Manifestasi perdarahan
berat seperti perdarahan saluran cerna, epistaksis masif, hipermenore jarang sekali
ditemukan, namun apabila ditemukan dapat merupakan penyebab kematian
terutama pada anak besar. Demam dengue dengan manifestasi perdarahan berat
harus dibedakan dari demam berdarah dengue1.
2.5.2 Demam Berdarah Dengue
Manifestasi klinis DBD dimulai dengan demam yang tinggi, mendadak,
kontinua, kadang bifasik, berlangsung antara 2-7 hari. Demam disertai dengan
gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan
(facial jlllshing), anoreksia, mialgia dan artralgia. Gejala lain dapat berupa nyeri
epigastrik, mual, muntah, nyeri di daerah subkostal kanan atau nyeri abdomen
difus, kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva yang kemerahan
(pharyngeal injection dan ciliary injection) dapat ditemukan pada pemeriksaan
fisis. Demam dapat mencapai suhu 40°C, dan dapat disertai kejang demam1.
Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet yang positif, petekie
spontan yang dapat ditemukan di daerah ekstremitas, aksila, muka dan palatum
mole. Epistaksis dan perdarahan gusi dapat ditemukan, kadang disertai dengan
perdarahan ringan saluran cerna, hematuria lebih jarang ditemukan. Perdarahan
berat dapat ditemukan1.
Ruam makulopapular atau rubeliformis dapat ditemukan pada fase awal sakit,
namun berlangsung singkat sehingga sering luput dari pengamatan orang tua.
Ruam konvalesens seperti pada demam dengue, dapat ditemukan pada masa
penyembuhan. Hepatomegali ditemukan sejak fase demam, dengan pembesaran
yang bervariasi antara 2-4 cm bawah arkus kosta. Perlu diperhatikan bahwa
hepatomegali sangat tergantung dari ketelitian pemeriksa. Hepatomegali tidak
disertai dengan ikterus dan tidak berhubungan dengan derajat penyakit, namun
hepatomegali lebih sering ditemukan pada DBD dengan syok (sindrom syok
dengue/SSD Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk
8

efusi pleura, apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites.
Pemeriksaan rontgen foto dada posisi lateral dekubitus kanan, efusi pleura
terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan yang sering dijumpai. Derajat
luasnya efusi pleura seiring dengan beratnya penyakit. Pemeriksaan ultrasonografi
dapat dipakai untuk menemukan asites dan efusi pleura. Penebalan dinding
kandung empedu (gall blader wall thickening) mendahului manifestasi klinis
kebocoran plasma lain. Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari data dasar) dan
penurunan kadar protein plasma terutama albumin serum (>0,5 g/dL dari data
dasar) merupakan tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat
menimbulkan berkurangnya volume intravaskular yang akan menyebabkan syok
hipovolemi yang dikenal sebagai sindrom syok dengue (SSD) yang memperburuk
prognosis 1.
Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue
Manifestasi klinis DBD terdiri atas tiga fase yaitu fase demam, kritis, serta
konvalesens. Setiap fase perlu pemantauan yang cermat, karena setiap fase
mempunyai risiko yang dapat memperberat keadaan sakit 1.
Fase Demam
Fase ini ditandai dengan demam yang mendadak tinggi, disertai nyeri kepala,
nyeri otot seluruh badan, nyeri sendi, kemerahan pada wajah (flushing), dan
eritema kulit. Gejala nonspesifik lain seperti anoreksia, nausea, dan muntah sering
ditemukan. Pada pemeriksaan laboratorium darah, penurunan jumlah leukosit
merupakan kelainan yang paling awal ditemukan. Jumlah trombosit dan nilai
hematokrit sering kali masih dalam batas normal. Fase ini biasanya berlangsung
selama 2-7 hari3.
Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan
menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh
menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai
berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupakan
gangguan ringan sistem sirkulasi akibat kebocoran plasma yang tidak berat. Pada
kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang bermakna sehingga
akan menimbulkan hipovolemi dan bila berat menimbulkan syok dengan
mortalitas yang tinggi 1.
Fase kritis (fase syok)
9

Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time offever defervescence), pada
saat ini terjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok
hipovolemi. Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok
yaitu dengan mengenal tanda dan gejala yang mendahului syok (warning signs).
Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari
sakit ke 3-7 (paling sering hari ke 4-6)3.
Muntah terus-menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal
perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan syok.
Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Gejala tersebut
dapat menetap walaupun sudah terjadi syok. Kelemahan, pusing atau hipotensi
postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan di
tempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan penting.
Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit
yang cepat dan progresif menjadi di bawah 100.000 sel/mm serta kenaikan
hematokrit dl atas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan pada
umumnya didahului oleh leukopenia (65.000 sel/mm3 ) 1.
Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda
paling awal yang sensitif dalam mendeteksi perembesan plasma yang pada
umumnya berlangsung selama 24-48 jam. Peningkatan hematokrit mendahului
perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu, pengukuran
hematokrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat berarti kebutuhan
cairan intravena untuk mempertahankan volume intravaskular bertambah,
sehingga penggantian cairan yang adekuat dapat mencegah syok hipovolemi 1.
Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi), namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan
jatuh ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan
profound shock yang menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ progresif,
dan koagulasi intravaskular diseminata. Perdarahan hebat yang terjadi
menyebabkan penurunan hematokrit, dan jumlah leukosit yang semula leukopenia
dapat meningkat sebagai respons stres pada pasien dengan perdarahan hebat.
Beberapa pasien masuk ke fase kritis perembesan plasma dan kemudian
mengalami syok sebelum demam turun, pada pasien tersebut peningkatan
hematokrit serta trombositopenia terjadi sangat cepat. Selain itu, pada pasien DBD
baik yang disertai syok atau tidak dapat terjadi keterlibatan organ misalnya
10

hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan/atau perdarahan hebat, yang dikenal


sebagai expanded dengue syndrome 1.
Fase penyembuhan (fase konvalesens)
Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48
jam, terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang
intravaskular yang berlangsung secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya1,3.
Keadaan umum dan nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status
hemodinamik stabil, dan diuresis menyusul kemudian. Pada beberapa pasien
dapat ditemukan ruam konvalesens, beberapa kasus lain dapat disertai pruritus
umum. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi pada umumnya terjadi pada
tahap ini. Hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi
cairan yang direabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah
penurunan suhu tubuh akan tetapi pemulihan jumlah trombosit umumnya lebih
lambat. Gangguan pernapasan akibat efusi pleura masif dan ascites, edema paru
atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase
pemulihan jika cairan intravena diberikan berlebihan 1,3.
Penyulit dapat terjadi pada fase demam, fase kritis, dan fase konvalesens
tertera Tabel 4.
Tabel 4. Penyulit pada fase demam, kritis dan konvalesens1.

Gejala klinis

Demam Dehidrasi,
Demam tinggi dapat menyebabkan gangguan neurologi dan
kejang demam
Kritis Syok akibat perembesan plasma,
Perdarahan masif,
Gangguan organ
Konvalesens Hipervolemia Oika terapi cairan intravena diberikan
secara berlebihan dan/atau dilanjutkan sampai fase
konvalesens) Edema paru akut

2.5.3 Sindrom Syok Dengue (SSD)


Syok biasanya terjadi saat atau segera setelah demam turun, yaitu antara hari
ke 3-7. Penderita awalnya nampak letargi atau gelisah, kemudian jatuh dalam
keadaan syok yang ditandai dengan kulit dingin, lembab, sianosis sekitar mulut,
nadi cepat lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien
masih sadar walaupun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan
11

penggantian cairan yang adekuat biasanya syok dapat teratasi, namun bila
terlambat dapat menimbulkan penyulit lainnya yang dapat memperburuk
prognosis. Penyulit lainnya antara lain: asidosis metabolik, perdarahan hebat
saluran cerna, infeksi (pneumonia, sepsis, phlebitis), over hidrasi, gagal hati
(WHO, 1997).Dari fase klinis yang telah disampaikan diatas pada beberapa kasus
gejala yang timbul cukup ringan dan membaik tanpa perlu dirawat. Bahkan pada
beberapa kasus yang berat perawatan intensif sangat diperlukan.4

2.6 Diagnosis DBD


Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1999
terdiri dari kriteria klinis dan laboratories. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).4
a. Kriteria Klinis:
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: Uji

tourniquet positif. petechiae, ekimosis, puerpura, perdarahan mukosa,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, pembesaran hati, syok, ditandai

nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan

tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.2

Derajat penyakit Demam Berdarah Dengue dapat diklasifikasikan dalam 4


derajat:

 Derajat I: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet.

 Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan

atau perdarahan lainnya.

 Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan

lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,

sianosis di sekitar mulut, kaki dingin dan lembab dan tampak gelisah.

 Derajat IV: Adanya syok yang berat dengan nadi tak teraba dan tekanan

darah tidak terukur.


12

b. Laboratories:

Trombositopenia (100.000/uI atau kurang), hemokonsentrasi. Dua kriteria

pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan

hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan

atau hipoalbumnemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien

anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hemotokrit

dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.

c. Pemeriksaan serologi IgM dan lgG anti dengue


Imunoglobulin M anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat
terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah sembilan puluh hari.
Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan
dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar
IgG anti dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik NS-1 antigen virus dengue dan
IgG serta IgM antidengue, merupakan petunjuk dalam menentukan Jenis
pemeriksaan dan untuk membedakan antara infeksi primer dengan infeksi sekunder.

2.6.1 Kriteria Diagnosis Infeksi Dengue


Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan
kriteria diagnosis laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan
kasus, tata laksana kasus, memperkirakan prognosis kasus, dan surveilans. Kriteria
diagnosis laboratoris yaitu kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang
penting dalam pelaporan, surveilans, dan langkah-langkah tindakan preventif dan
promotif1.
2.6.2 Kriteria Diagnosis Klinis
Manifestasi klinis infeksi dengue sangat bervariasi dan sulit dibedakan dari
penyakit infeksi lain terutama pada fase awal perjalanan penyakitnya. Dengan
meningkatnya kewaspadaan masyarakat terhadap infeksi dengue, tidak jarang
pasien demam dibawa berobat pada fase awal penyakit, bahkan pada hari pertama
demam. Sisi baik dari kewaspadaan ini adalah pasien demam berdarah dengue dapat
diketahui dan memperoleh pengobatan pada fase dini, namun di Sisi lain pada fase
ini sangat sulit bagi tenaga kesehatan untuk menegakkan diagnosis demam berdarah
13

dengue. Oleh karena itu diperlukan petunjuk kapan suatu infeksi dengue harus
dicurigai, petunjuk ini dapat berupa tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan
laboratorium rutin. Tanpa diberikan petunjuk akan menyebabkan keterlambatan
bahkan kesalahan dalam menegakkan diagnosis dengan segala akibatnya. Di Sisi
lain menyebabkan pemeriksaan laboratorium berlebih dan bahkan perawatan yang
tidak diperlukan sehingga akan merugikan baik bagi pasien maupun dalam
peningkatan beban kerja rumah sakit1.
14

Berdasar petunjuk klinis tersebut dibuat kriteria diagnosis klinis, yang terdiri atas
kriteria diagnosis klinis demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), demam
berdarah dengue dengan syok (sindrom syok dengue/SSD), dan expanded dengue
syndrome (unusual manifestation).
Tabel 5. Diagnosis klinis demam dengue1.
Diagnosis klinis demam dengue

Demam 2—7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik.


Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun
berupa uji tourniquet positif.
Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital.
Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar
rumah.
Leukopenia <4.000/mm3
Trombositopenia <100.000 mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih
tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan.

Perlu mendapat perhatian bahwa yang disebut mendadak adalah tidak didahului oleh
demam ringan, seperti misalnya anak pulang sekolah belum demam, kemudian tidur,
bangun tidur anak menderita demam tinggi di atas 38,5°C. Demam bersifat terus-menerus
berarti perbedaan suhu terendah dengan suhu tertinggi kurang dari 1°C. Masalah yang
timbul dalam menilai pola demam ini adalah tidak selalu orang tua mengukur tingginya
demam dan pengaruh pemberian obat penurun panas oleh orang tua. Tingginya demam
dapat diperkirakan melalui pertanyaan mengenai akibat demam terhadap pasien, seperti
anak rewel/gelisah, kulit kemerahan terutama pada wajah (flushing) dan fotofobi. Efek
obat penurun panas, pada umumnya hanya sebentar, paling lama sesuai dengan masa
kerja obat, setelah itu demam kembali meningkat tinggi. Adanya epistaksis pada anak
yang biasa mengalami epistaksis, harus dicari petunjuk lain, misalnya pemeriksaan uji
tourniquet atau tanda dan gejala manifestasi perdarahan lain1.
2.6.3 Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue
Tanda dan gejala demam berdarah dengue pada fase awal sangat menyerupai demam
dengue, tanda dan gejala yang karakteristik berupa tanda kebocoran plasma baru timbul
15

beberapa hari kemudian. Oleh karena itu pada pasien dengan diagnosis klinis demam
dengue yang ditegakkan pada saat masuk, baik yang kemudian diperlakukan sebagai
pasien rawat jalan maupun rawat inap (lihat Bab Tata Laksana), masih perlu dievaluasi
lebih lanjut apakah hanya demam dengue atau merupakan demam berdarah dengue fase
awal. Pasien demam berdarah dengue memiliki risiko untuk mengalami syok, sehingga
harus menjalani rawat inap dengan tatalaksana yang berbeda dari demam dengue1.
Tabel 6. Diagnosis klinis demam berdarah dengue1.
Diagnosis klinis demam berdarah dengue

• Demam 2—7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus


(kontinua)

• Manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura,


ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena;
maupun berupa uji Tourniquette yang positif

• Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital


• Dijumpai kasus Demam Berdarah Dengue baik di lingkungan sekolah,
rumah atau di sekitar rumah

• Hepatomegali
• Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu
tanda/gejala: Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan
awal atau dari data populasi menurut umur Ditemukan adanya efusi
pleura, asites
Hipoalbuminemia, hipoproteinemia

• Trombositopenia <100.000/mm3
Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan
diagnosis
DBD.
16

Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok


pada penderita DBD tertera pada Boks C.
Tabel 7. Tanda bahaya (warning signs)1.
Tanda bahaya (Warning Signs)

Klinis Demam turun tetapi keadaan anak memburuk


Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
Muntah yang menetap
Letargi, gelisah
Perdarahaan mukosa
Pembesaran hati
Akumulasi cairan
Oliguria
Laboratorium Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan
penurunan cepat jumlah trombosit Hematokrit
awal tinggi

2.6.4 Kriteria Diagnosis Laboratoris


Kriteria Diagnosis laboratoris diperlukan untuk survailans epidemiologi, terdiri
atas:
 Probable dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan
serologi anti dengue
 Confirmed dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi genome
virus Dengue dengan pemeriksaan RT-PCR, antigen dengue pada
pemeriksaan NS-1, atau apabila didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG
dan IgM (dari negatif menjadi positif) pada pemeriksaan serologi
berpasangan.
 Isolasi virus dengue memberi nilai yang sangat kuat dalam konfirmasi
diagnosis klinis, namun karena memerlukan teknologi yang canggih dan
prosedur yang rumit pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan yang
rutin dilakukan1.
17

2.7 Tatalaksana Terapi


Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatis, yaitu mengatasi keadaan
sesuai keluhan dan gejala klinis pasien dan suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD
dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang
memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila
diperlukan. Perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan, pasien yang pada waktu
masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan
tidak tertolong.4
Semua pasien DBD harus dirawat, untuk menghindari syok yang dapat terjadi
kemudian observasi ketat dan berkala terhadap keadaan umum, tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan diuresis sangat penting. Kebocoran plasma
yang dapt diketahui dengan peningkatan nilai hematokrit dan didapatkannya efusi di
dalam rongga pleura. Bila kebocoran plasma dari pembuluh darah ke jaringan
interstisial cukup banyak maka akan terjadi hemokonsentrasi. Nilai hematokrit perlu
dikerjakan berkala (tiap 4-6 jam sekali), sehingga dapat menentukan saat
diperlukannya pemberian infus observasi nilai hematokrit, kadar hemoglobin dan
jumlah trombosit harus dikerjakan sampai masa kritis terlampaui (hari sakit 3-7).4
a. Fase demam
 Antipiretik: paracetamol 10 – 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari.
 Perbanyak asupan cairan oral (jus buah, sirup,susu disamping air putih),
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
 Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu
turun. Monitor trombosit dan hematokrit secara berkala.
b. Penggantian volume plasma
Anak cenderung menjadi dehidrasi. Penggantian cairan sesuai status dehidrasi
pasien dilanjutkan dengan terapi cairan rumatan.3
18

A. Demam Berdarah Dengue tanpa syok


Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.
Penderita perlu diberi minum banyak, 1 ½-2 liter dalam 24 jam, berupa air teh
dengan gula, sirup atau susu. Pada beberapa penderita diberikan gastroenteritis oral
solution (oralit). Pada orangtua penderita diikutsertakan dalam kegiatan ini.
Pemberian minum secara gastronasal tidak dilakukan. Hiperpireksia (suhu 400C atau
lebih) diatasi dengan antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan memberikan
kompres es dan alkohol 70%. Kejang yang mungkin timbul diberantas dengan
antikonvulsan. Anak berumur lebih dari 1 tahun diberikam luminal 75 mg dan
dibawah 1 tahun 50 mg secara intramuskuler. Bila dalam waktu 15 menit kejang
tidak berhenti pemberian luminal diulangi dengan dosis 3 mg/kgbb. Anak diatas 1
tahun diberikan 50 mg dan dibawah 1 tahun 30 mg dengan memperhatikan adanya
depresi fungsi vital.4

Pemberian intravenous fluid drip (IVFD) pada penderita DBD tanpa syok
dilaksanakan apabila :

a. Penderita terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberikan

makanan peroral, sedangkan muntah itu mengancam terjadinya dehidrasi

dan asidosis.

b. Didapatkannya hematokrit yang bertendensi terus meningkat jenis cairan

yang digunakan sebagai IVFD ialah Laktat Ringer yang mengandung Na+

130 mEq/liter, K+ 4 mEq/liter, Cl- 109 mEq/liter, dan Ca++ 3 mEq/liter.

Hematokrit mencerminkan derajat kebocoran plasma dan biasanya secara

teknis didahului dengan munculnya perubahan fungsi vital (hipotensi,

penurunan tekanan nadi) sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya

didahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu pada pasien yang diduga

menderita DBD harus diperiksa hematokrit, hemoglobin dan trombosit pada


19

hari ketiga sampai demam telah turun 1-2 hari. Nilai hematokrit itulah yang

menentukan apakah pasien perlu dipasang infus atau tidak.4

Menurut Soedarto untuk pengobatan demam berdarah tanpa syok adalah

sebagai berikut:

1) Penggantian cairan dengan memberinya minum banyak (1,5-2 liter

dalam waktu 24 jam). Jika penderita terus muntah atau hematokrit

terus meningkat, diberikan infus dengan Ringer’s Lactate atau

NaCl 0,9%-glukosa 10%.

B. Demam Berdarah Dengue disertai syok/ DSS (Dengue Shock Syndrome)

1. Penggantian cairan
Cairan Ringer’s lactate atau NaCl 0,9% dan glukosa 10% masing-

masing dengan kecepatan tetesan 20 ml perkilogram berat badan per jam.

Bila syok sudah teratasi diberikan cairan 10 ml/kgBB. Plasma atau

ekspander plasma diberikan apabila penderita mengalami syok berat dan

tidak dapat diatasi dengan Ringer’s lactate. Darah diberikan bila terdapat

hematemesis dan melena atau diduga terdapat pendarahan

gastrointestinal.1

2. Pemberian plasma/koloid

Bila syok tidak dapat diatasi dalam waktu 1 jam (maksimal 90 menit)

harus diberikan plasma atau cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam untuk

membantu memperbaiki permeabilitas kapiler. Plasma yang diberikan

melalui jalur infus yang berbeda dengan ringer laktat.1


20

3. Koreksi asidosis
Syok pada DBD akan siikuti oleh asidosis yang harus segera

ditanggulangi karena dapat menyebabkan kematian. Walaupun larutan

ringer laktat mengandung basa, sering kali bila syok berat (stadium IV)

perlu ditambahkan larutan bikarbonat; tetapi pada syok DBD stadium III

asidosis dapat diatasi dengan pemberian larutan ringer laktat saja.1

4. Terapi oksigen
Kegagalan kemampuan mengalir oksigen ke seluruh jaringan sebagai

akibat syok akan mengakibatkan kerusakan organ lain dengan segala

akibatnya. Oleh karena itu, oksigen 2-4 L/menit mutlak harus diberikan

pada syok. Bila hipoksia tidak diatasi dengan baik, akan muncul

terjadinya DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) sehingga

terjadi perdarahan pasif.3

5. Pemberian obat-obatan

a. Antibiotika

Diberikan atas indikasi adanya komplikasi infeksi bakterial.

b. Kortikosteroid

Belum ada kepastian perlu atau tidaknya obat ini diberikan pada

pengobatan syok pada anak dengan dengue syok sindrome (DSS).

c. Heparin

Penderita dengan kadara trombosit dan fibrinogen yang rendah

disertai peningkatan kadar fibrinogen degradation products (FDP) dan

kelainan hemostatik, penggunaan heparin dapat dipertimbangkan.


21

6. Monitoring

Observasi penderita dengan keadaan umum setiap ½ jam, memeriksa

Hb dan Hematokrit setiap 6 jam dan mengawasi pemberian cairan secara

teliti
22
23
24
25
26

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Diagnosis dan Tata laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak :
UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI 2014. Jakarta
2. Data Dirjen PP-PL Kemenkes RI. 2012.
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-5 :
Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran RSUP Dr. Hasan Sadikin. 2014
4. IDAI. Infeksi Virus Dengue. In: Pudjiadi, A.H., Badriul, H., Setyo, H.,
Nikmah, S.I., Ellen, P.G. & Eva, D.H., Pedoman Pelayanan Medis, P.143-
153, Palembang, Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009

Das könnte Ihnen auch gefallen