Sie sind auf Seite 1von 16

JURNAL

PENELITIAN KOMUNIKASI
DAN PEMBANGUNAN Vol. 17 No. 1 Juni 2016

DEMOKRASI DI MEDIA SOSIAL: KASUS POLEMIK


RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH
DEMOCRACY IN SOCIAL MEDIA: CASE OF
DRAFT BILL OF THE LOCAL ELECTIONS
Christiany Juditha
Puslitbang Aplikasi Telematika dan Informasi Komunikasi Publik
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta (10110)
christiany.juditha@kominfo. go. id

Diterima : 4 Mei 2016 Direvisi : 18 Mei 2016 Disetujui : 10 Juni 2016

ABSTRACT
Now, public can freely to express their opinion about anything by online media. If not satisfied with the
condition,example politic or government’s case, it can easily be uploaded via social media. Democracy
has grown in the virtual realm. Social media provide public space for users, but also provide new
problem that often occurs war status, debate and teasing between pro and contra groups about a
problem. One case is the draft bill of the local elections that had become a trending topic on social
media. The purpose of this study is to get an idea of democracy that is built up in social media
addressing the case of polemic of the draft bill of the local elections. This study uses content analysis with
a qualitative approach. The object of research is the content of the message on social media about the
draft bill of the local elections. The unit of analysis is the whole message on Facebook and Twitter
timeline during September 2014. The data was analyzed descriptively. The research concludes that
democracy in social media has enhanced retrieval and exchange of information; supports public debate,
deliberation and formation of community groups; and have increased participation in political decision-
making by the majority of netizens are firmly rejects the enactment of the draft bill of the local elections.
Keywords: democracy, social media, draft bill of the local the elections

ABSTRAK
Saat ini publik bebas menyampaikan pendapat mereka tentang apapun juga melalui media online. Jika tidak
puas terhadap suatu kondisi seperti masalah politik dan pemerintahan maka dengan mudah disampaikan
melalui media sosial. Hal ini menumbuhkan demokrasi di ranah virtual. Satu sisi, media sosial memberikan
ruang bagi publik, sisi lain juga memberikan masalah baru yaitu sering terjadi perang status, perdebatan
serta saling mengejek antara kelompok yang pro maupun kontra tentang suatu masalah. Salah satunya
tentang polemik Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang sempat menjadi
trending topic di media sosial. Karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
demokrasi yang terbangun di media sosial menyikapi kasus polemik RUU Pilkada. Penelitian ini
menggunakan metode analisis isi dengan pendekatan kualitatif. Objek penelitian adalah isi pesan pada
media sosial tentang RUU Pilkada. Unit analisis adalah isi pesan pada timeline Facebook dan Twitter
selama September 2014. Teknik analisis data secara deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
demokrasi di media sosial telah meningkatkan pencarian dan pertukaran informasi; mendukung debat publik,
musyawarah dan pembentukan kelompok masyarakat; serta telah meningkatkan partisipasi dalam

1
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 1 Juni 2016 : 1 - 15

pengambilan keputusan politik oleh sebagian besar netizen yaitu dengan tegas menolak pemberlakuan RUU
Pilkada.
Kata Kunci : demokrasi, media sosial, RUU Pilkada

PENDAHULUAN di mana ranah demokrasi ikut terbangun di


Perkembangan media sosial yang sana.
begitu pesat berdampak pada cara Barber (2003) mengungkapkan bahwa
berkomunikasi masyarakat. Lahirnya web 2. 0 internet menawarkan sebuah alternatif
memungkinkan orang membangun hubungan komunikasi di mana masyarakat saling
sosial serta berbagi informasi, karena memang berkomunikasi dan bersuara tanpa perantara
media sosial didesain untuk memudahkan elit politik. Hal ini menimbulkan wacana yang
interaksi sosial yang bersifat interaktif dan dua menentang pola komunikasi hirarki dalam
arah. Media sosial berbasis pada teknologi politik, sehingga media baru dianggap
internet yang mengubah pola penyebaran mendorong demokrasi secara langsung. Di
informasi dari yang sebelumnya bersifat satu sini dialog antar masyarakat terjalin begitu
ke banyak orang, kini dari banyak orang ke kuat sehingga institusi politik kadang
lebih banyak orang. Dapat dikatakan bahwa terlewatkan oleh proses ini. Secara demokrasi,
setiap orang dapat berpengaruh bagi orang proses ini sangat efektif untuk menjalin relasi
lain. Di media sosial tidak lagi berlaku one yang kuat antar masyarakat sipil sehingga
man one vote, tetapi satu orang bisa memiliki peran institusi politik yang kadang korup dan
kekuatan setara banyak orang (Sugiarto, 2014). elitis tersebut terlimitasi oleh komunitas
Pengguna internet atau yang dikenal virtual. Dalam ruang ini, masyarakat saling
dengan internet citizen (netizen) seakan berinteraksi satu sama lain tanpa takut ekspresi
mendapatkan ruang untuk mengungkapkan mereka tidak diakomodir baik oleh politisi
pendapatnya melalui media sosial. Selain maupun pemangku kebijakan.
dianggap lebih demokratis, setiap orang dapat Fenomena ini melahirkan masalah baru
berpartisipasi di dalamnya secara interaktif. di mana sering terjadi perang status antara
Dengan sifat-sifatnya yang demikian, media kelompok yang pro maupun kontra tentang
sosial dapat dikategorikan sebagai ruang suatu masalah. Dan tidak sedikit terjadi perang
publik. status dan juga saling mengejek dalam
Selama ini demokrasi dianggap sebagai komentar-komentar pengguna karena membela
interaksi antara elit dan masyarakat melalui pihak tertentu dan bersikap kontra terhadap
wakilnya baik eksekutif maupun legislatif di pihak lainnya. Inilah yang semakin menambah
mana suara mereka diharapkan menjadi riuhnya ruang media sosial ini. Contoh
masukan bagi kebijakan negara. Namun keriuhan yang terjadi saat pemilihan umum
terkadang masyarakat merasa tidak puas (pemilu) presiden lalu di media sosial. Banyak
karena suara mereka tidak terwakili. Hal ini pendukung Prabowo melancarkan hujatan bagi
mengakibatkan masyarakat mencari saluran pendukung Jokowi jika mendukung
lain untuk mengekspresikan suara mereka, pilihannya, begitu pun sebaliknya. Akibatnya,
salah satunya dengan melalui media sosial. hubungan pertemanan yang awalnya baik di
Media sosial menjadi ruang publik alternatif, media sosial, menjadi retak hingga sampai di

2
Demokrasi di Media Sosial: Study Kasus Polemik RUU Pilkada
Christiany Juditha

ranah kehidupan nyata, hanya gara-gara media sosial merupakan fenomena baru dalam
perbedaan pendapat dan pilihan calon presiden. berdemokrasi.
Polemik Rancangan Undang-Undang Penelitian lain juga dilakukan oleh
(RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Khotimah (2013) yang berjudul “Berdemokrasi
beberapa waktu lalu, sebelum ditetapkan di Ruang Publik: Langsung, Umum, Bebas dan
menjadi Undang-Undang (UU) banyak Tanpa Rahasia dalam Media Sosial Twitter
dibicarakan orang. Media massa baik media @triomacan2000”. Hasil penelitian ini
elektronik maupun cetak ikut menjadikan menyimpulkan bahwa ruang publik media
masalah ini sebagai berita terhangat. Tidak sosial seperti halnya akun Twitter
ketinggalan media online ikut juga @triomacan2000 merupakan arena demokrasi
meramaikan masalah ini dalam berita-berita di mana pertukaran makna terjadi melalui
mereka. Bahkan yang tidak kalah ramainya penolakan, dukungan dan kritikan antar
membahas masalah ini adalah media sosial individu yang terlibat dan seringkali individu
seperti Facebook dan Twitter. Polemik RUU satu menekan individu lainnya. Meski sama-
Pilkada sempat menjadi trending topic di sama membahas tentang demokrasi di media
media sosial. Topik ini menjadi perhatian sosial, namun perbedaan penelitian ini dengan
netizen karena dinilai akan membawa kembali penelitian-penelitian sebelumnya yang telah
Indonesia ke rezim Orde Baru. disebutkan di atas terletak pada kasus yang
Hal ini kemudian menarik untuk diteliti diangkat yaitu mengenai RUU Pilkada yang
bagaimana proses demokrasi juga terjadi di belum pernah diteliti.
ranah publik seperti media sosial. Berdasarkan Kata demokrasi berasal dari bahasa
latar belakang di atas, maka penting untuk Yunani yaitu demos yang artinya rakyat dan
dilakukan penelitian tentang demokrasi di kratein yang artinya pemerintah. Secara
media sosial. Oleh karena itu, rumusan sederhana, demokrasi berarti pemerintahan
masalah dari penelitian ini adalah bagaimana oleh rakyat, atau kekuasaan tertinggi berada
gambaran demokrasi di media sosial ditangan rakyat. Mantan Presiden Amerika
menyikapi polemik RUU Pilkada? Tujuan Serikat, Abraham Lincoln pernah mengatakan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan bahwa makna demokrasi adalah pemerintahan
gambaran tentang demokrasi di media sosial yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan
menyikapi polemik RUU Pilkada. untuk rakyat. Sedangkan pandangan klasik
Penelitian-penelitian tentang demokrasi Barat tentang demokrasi mengungkapkan
di media sosial sebelumnya sudah banyak bahwa demokrasi adalah tentang konstitusi dan
dilakukan. Di antaranya berjudul “Twitter dan undang-undang serta peraturan lainnya sebagai
Masa Depan Politik Indonesia: Analisis dasar demokrasi. Tiga prinsip dasar adalah
Perkembangan Komunikasi Politik Lokal pemisahan kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif
Melalui Internet” yang dilakukan oleh Fatanti dan yudikatif (Van Dijk, 2013).
(2014). Hasil penelitian ini menyimpulkan Tidak terdapat dominasi pemerintah
bahwa aktivitas Twitter yang aktif tidak yang berlebihan, dalam prinsip negara
berkorelasi dengan kemenangan pasangan demokrasi. Artinya, tidak setiap aspek
calon pemimpin, namun gejala-gejala kekinian kehidupan dikendalikan secara monopolistik
dari komunikasi politik kontemporer melalui dan terpusat oleh negara. Karena itu warga

3
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 1 Juni 2016 : 1 - 15

negara seharusnya terlibat dalam hal tertentu konvensional salah satunya melalui media
seperti pembuatan keputusan-keputusan massa kini beralih ke media baru (internet)
politik, baik secara langsung maupun melalui bahkan hingga media sosial seperti Facebook
wakil-wakil rakyat. Selain itu, masyarakat dan Twitter yang biasa disebut demokrasi
memiliki kebebasan untuk berpartisipasi dan digital. Demokrasi digital didefinisikan
memperoleh informasi serta berkomunikasi. sebagai praktek demokrasi yang menggunakan
Adapun prinsip-prinsip demokrasi yang media digital secara online dalam komunikasi
berlaku universal mencakup keterlibatan warga politiknya (Van Dijk, 2013). Sedangkan
negara dalam pembuatan keputusan politik; Wahono (Sinaga, 2011) menyebutkan bahwa
tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu di web 2. 0 telah memberi hak partisipatif kepada
antara warga negara; tingkat kebebasan atau penggunanya dan memberi pengaruh ke
kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai berbagai bidang termasuk di bidang politik
oleh para warga negara; serta penghormatan dengan munculnya istilah diplomacy 2.0,
terhadap supremasi hukum. Secara singkat, democracy 2.0 dan government 2.0.
Robert A. Dahl, mengemukakan bahwa Pertumbuhan media sosial di Indonesia
dengan demokrasi akan memberikan memang sangat cepat. Banyak kalangan
kesempatan kepada rakyat untuk partisipasi berpendapat bahwa media sosial merupakan
yang efektif; persamaan dalam memberikan barometer demokratisasi di Indonesia,
suara; mendapatkan pemahaman yang jernih; terutama jika dilihat dari partisipasi publik
melaksanakan pengawasan akhir terhadap yang sangat luas dan tidak terbentur oleh aspek
agenda; dan pencakupan warga dewasa. teritori. Media sosial telah memberikan
Konsekuensi demokrasi tersebut akan kesempatan bagi masyarakat awam untuk
memberikan standar ukuran umum dalam menjadi bagian dan diperhatikan dalam
melihat suatu negara sebagai negara demokrasi pengambilan kebijakan di tingkat
(Darma, 2012). pemerintahan. Media sosial telah menjadi
Indonesia merupakan salah satu negara ruang bagi masyarakat untuk mengekspresikan
yang mulai mencoba membangun demokrasi diri, menggali informasi, bahkan memobilisasi
setelah keluar dari otoritarianisme Orde Baru massa. Situs jejaring sosial seperti Facebook
pada 1998. Meski demikian, hingga kini dan Twitter merupakan sarana promosi diri
banyak orang berpendapat bahwa Indonesia yang ideal karena memiliki kemampuan
belum sepenuhnya dapat menerapkan memberikan ruang bagi politisi untuk
demokrasi secara lebih mantap. Masih banyak menginformasikan banyak hal terutama yang
hal yang perlu dibangun, bukan saja yang berkaitan dengan aktivitas politiknya kepada
berkaitan dengan sistem politik, tetapi juga khalayak dengan seketika (Aharony, 2012).
budaya, hukum, dan perangkat-perangkat lain Demokrasi melalui internet atau yang
yang penting bagi tumbuhnya demokrasi. disebut cyberdemocracy adalah sebuah konsep
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang melihat internet sebagai teknologi yang
(TIK) khususnya internet semakin berkembang memiliki pengaruh sosial transformatif dan
pesat saat ini. Seiring dengan perkembangan memperluas partisipasi demokrasi (Hague dkk,
jaman dan kemajuan TIK ini, demokrasi yang 1999). Menurut Hartley (2002),
dulunya diperjuangkan rakyat secara cyberdemocracy adalah sebuah konsep optimis

4
Demokrasi di Media Sosial: Study Kasus Polemik RUU Pilkada
Christiany Juditha

yang muncul sejak awal-awal kehadiran media sosial yang digunakan dalam penelitian
internet. Asal mula konsep ini berkaitan ini mengacu pada demokrasi digital menurut
dengan konsep awal dari electronic Tsagarousianou (1999), yaitu meningkatkan
democracy. pencarian informasi serta meningkatkan
Menurut Tsagarousianou (1999) ada partisipasi dalam pengambilan keputusan
tiga klaim yang mendukung demokrasi cyber politik oleh warga.
dalam kurun 25 tahun terakhir yaitu 1).
Demokrasi digital meningkatkan pencarian METODOLOGI PENELITIAN
informasi politik dan pertukaran antara Penelitian ini menggunakan metode
pemerintah, administrasi publik, perwakilan, analisis isi kualitatif. Berelson dkk
organisasi politik dan masyarakat dan warga (Kriyantono, 2013) mengatakan analisis isi
negara; 2). Digital demokrasi mendukung merupakan suatu metode untuk mempelajari
debat publik, musyawarah dan pembentukan dan menganalisis komunikasi secara
masyarakat; dan 3). Demokrasi digital sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap
meningkatkan partisipasi dalam pengambilan pesan yang tampak. Sedangkan Budd
keputusan politik oleh warga. mengatakan analisis isi adalah teknik
Saat ini, konsep yang sangat populer sistematis untuk menganalisis isi pesan atau
dalam kaitannya dengan munculnya Web 2.0 suatu alat untuk mengobservasi dan
dan user-generated content adalah e- menganalisis isi perilaku komunikasi yang
participation atau e-partisipasi. Konsep ini terbuka dari komunikator yang dipilih. Tujuan
lebih luas dari demokrasi digital atau e- analisis isi adalah untuk mendeskripsikan isi
democracy. Istilah terakhir mengacu pada isu- komunikasi, memperkirakan gambaran media
isu politik dan hubungan warga dengan terhadap kelompok tertentu, membandingkan
pemerintah atau perwakilan politik. E- isi media, membandingkan isi media dengan
partisipasi merupakan isu kebijakan yang realitas sosial (isi media adalah refleksi nilai
menghubungkan antara warga dengan sosial budaya) dan juga mengetahui fungsi dan
pemerintah dan administrasi publik. E- efek media.
partisipasi dapat didefinisikan sebagai Penelitian ini menggunakan pendekatan
penggunaan media online untuk menengahi kualitatif. Penekanan utama analisis isi
dan mengubah hubungan warga kepada kualitatif adalah untuk memperoleh
pemerintah dan administrasi publik ke arah pemahaman makna-makna, penonjolan, dan
yang lebih kepada partisipasi warga (Van Dijk, tema-tema dari pesan dan untuk memahami
2010). Isu-isu yang dipertaruhkan tidak hanya organisasi dan proses bagaimana
isu politik dalam arti yang luas, tetapi juga direpresentasikan dalam media. Adapun unit
masalah pelayanan publik yang membentuk analisis yang merupakan fokus riset adalah
hubungan sehari-hari antara warga dan negara seluruh isi pesan yang dikirim (posting) pada
pada umumnya. timeline media sosial Facebook dan Twitter
Paparan konsep-konsep tersebut di atas Bulan September 2014. Penentuan waktu ini
kemudian dielaborasi menjadi kerangka disesuaikan dengan isu penetapan RUU
pemikiran yang akan menjawab permasalahan Pilkada yang semakin dekat oleh DPR dan hal
penelitian. Adapun kategori demokrasi di tersebut banyak mendapat perhatian dari

5
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 1 Juni 2016 : 1 - 15

pengguna media sosial. Isi pesan ini kemudian Setelah data terkumpul secara lengkap,
diambil secara acak yang disesuaikan dengan hasilnya kemudian disusun dengan
kategori konsep yang diteliti. membandingkannya dengan data-data lainnya
Kategori merupakan hal yang penting seperti hasil penelitian sebelumnya, konsep-
dalam penelitian analisis isi, karena kategori konsep teori yang relevan serta fenomena
digunakan sebagai acuan dalam menjawab demokrasi masyarakat atau keterbukaan
permasalahan. Kategori dalam penelitian ini berpendapat yang sedang marak (triangulasi).
meliputi tiga bagian dengan mengacu pada Hasil perbandingan ini kemudian dianalisis
konsep demokrasi umum dan demokrasi digital guna menghasilkan gambaran yang
yang telah dipaparkan para ahli. Ketiga menyeluruh tentang permasalahan yang dicari.
kategori ini adalah meningkatkan pencarian
informasi politik dan pertukaran antara HASIL DAN PEMBAHASAN
pemerintah, administrasi publik, perwakilan, Saat ini proses demokratisasi masih
organisasi politik dan masyarakat dan warga terus berlangsung di Indonesia. Salah satu
negara; mendukung debat publik, musyawarah kondisi proses demokrasi yang
dan pembentukan masyarakat; dan menggembirakan adalah peran aktif politik
meningkatkan partisipasi dalam pengambilan warga negara dalam kegiatan politik. Karena
keputusan politik oleh warga. Kategori dalam banyak kasus, proses partisipasi politik
Demokrasi dalam Isi Pesan di Facebook dan saat ini telah berhasil mendorong
Twitter tentang Polemik RUU Pilkada ditunjukkan penyempurnaan bentuk dan ragam warga
pada Tabel 1. negara yang aktif, dan yang memiliki
kemandirian dalam ranah politik. Gramsci
Tabel 1. Kategori Demokrasi dalam Isi Pesan di mengatakan bahwa masyarakat sipil atau
Facebook dan Twitter tentang Polemik
warga negara bebas dari monopoli kekuasaan
RUU Pilkada
dan hegemoni. Ide dasarnya adalah bagaimana
No. Kategori Keterangan
terbangunnya ruang publik yang bebas namun
1. Meningkatkan pencarian Memasang atau memberikan
informasi politik dan komentar tentang hal-hal yang
memiliki komitmen sosial politik untuk saling
pertukaran informasi antara dapat meningkatkan pencarian membantu demi kemajuan dan keadilan
pemerintah, administrasi informasi politik dan pertukaran
publik, perwakilan, informasi antara pemerintah, masyarakat, menciptakan masyarakat yang
organisasi politik dan administrasi publik, perwakilan,
masyarakat dan warga organisasi politik dan masyarakat sejahtera, beradab, santun dan memiliki sikap
negara dan warga negara; serta sifat terbuka dalam menghadapi dinamika
2. Mendukung debat publik, Memasang atau memberikan perubahan. Demokrasi ini pun mulai dan
musyawarah dan komentar tentang hal-hal yang
pembentukan kelompok dapat mendukung debat publik, sedang terbangun di media sosial di mana
masyarakat musyawarah dan pembentukan
kelompok masyarakat internet telah menjadi ruang bagi masyarakat
untuk mengekspresikan diri, menggali
3. Meningkatkan partisipasi Memasang atau memberikan
dalam pengambilan komentar tentang tentang hal-hal informasi, bahkan memobilisasi massa.
keputusan politik oleh yang dapat meningkatkan
warga partisipasi dalam pengambilan Meningkatkan Pencarian Informasi Politik
keputusan politik oleh warga
dan Pertukaran Informasi
Sumber: Data diolah
Demokrasi di media sosial yang meningkatkan
pencarian informasi politik dan pertukaran
informasi tentang polemik RUU Pilkada,

6
Demokrasi di Media Sosial: Study Kasus Polemik RUU Pilkada
Christiany Juditha

terbangun di ranah media sosial Facebook dan penelitian menunjukkan bahwa hal ini sangat
Twitter yang dikaji. Beberapa saat sebelum mungkin terjadi dan sifatnya masif. Para
penetapan RUU tersebut menjadi UU, banyak netizen mengambil peran dalam demokrasi di
netizen yang mengemukakan pendapat mereka ranah maya. Tidak hanya sekedar memberikan
melalui media sosial baik Facebook maupun komentar tentang sebuah pernyataan, namun
Twitter. Alasannya sederhana, yaitu Pilkada juga berupaya menampilkan informasi-
melalui DPRD akan membuat Indonesia informasi dari berbagai sumber khususnya dari
kembali ke zaman Orde Baru. Namun alasan media massa (online) yang notabene menjadi
dasar penetapan RUU ini seperti yang sumber yang dapat dipercaya. Beberapa
diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal PPP, contoh sampel akun netizen yang mengirim
Romahurmuziy bahwa pengembalian hak berita dari kompas. com dengan judul “Nur
pemilihan kepala daerah ke DPRD dapat Mahmudi Ismail: Pilkada Dipilih DPRD
memotong biaya pemilihan langsung yang adalah Kemunduran”. Pemilik akun pun
membebankan negara, dan rawan money menuliskan status sebagai berikut:
politics. Pilkada langsung hanya bisa diikuti “Mhn diperiksa Jangan biarkan hidayat
oleh calon yang bermodal besar, banyak kepala nur wahid berkelahi dg nur mahmudi
daerah yang dipilih langsung terjerat kasus ismail. Sesama PKS dilarang beda
hukum, dan menyuburkan nepotisme dan sikap. Pastikan makan tetap dan tangan
politik dinasti. kanan dan pilkada lewat tangan rakyat.”
Anggota Dewan Penasehat Partai
Gerindra Martin Hutabarat mengatakan,
Pilkada langsung dapat menjadi ajang
popularitas yang berujung korupsi, karena
biaya pilkada langsung yang harus dikeluarkan
masing-masing kandidat tidaklah sedikit, bisa
mencapai ratusan miliar rupiah. Jika terpilih,
calon tersebut harus berusaha keras untuk
mengembalikan modal kampanye yang Gambar 1. Kiriman netizen di timeline
didapatkannya. Berdasarkan data dari Facebook yang menolak RUU
Kementerian Dalam Negeri, sudah ada 327 Pilkada (Share berita dari
bupati, gubernur, hingga walikota yang media online lainnya)
tersangkut korupsi selama pelaksanaan pilkada
langsung ini (Rappler, 2014). Ada pula akun milik Dwipo Pramudyo
Pendapat-pendapat anggota dewan Jati yang mengirim berita dari tribunnews. com
dengan judul “Ridwan Kamil Ajak Walikota
tersebut justru berseberangan dengan
dan Bupati Demo Pilkada-Wartakota”.
mayoritas pendapat yang terbangun di media Pemilik akun ini juga menuliskan status
sosial. Kategori demokrasi digital pertama diatasnya:”Mantap, pak Ridwan Kamil. ” Hal
yang diteliti dalam kajian ini adalah bagaimana yang sama juga terjadi di media sosial Twitter.
media sosial memungkinkan para penggunanya Akun dengan nama @nandaatyanta, misalnya,
dalam meningkatkan pencarian informasi juga membagi berita dari surat kabar online
politik dan pertukaran informasi. Hasil republika.co.id tentang para kepala daerah
yang menolak RUU Pilkada. Begitu pula

7
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 1 Juni 2016 : 1 - 15

dengan akun @EsterinaWidya yang mengirim gugatan ke Mahkamah Konstitusi (Irham,


berita dari tempo.co tentang dua syarat agar 2014).
pemerintah bisa menarik RUU Pilkada Sesuai dengan pantauan Evello (Irham,
(Gambar 2).
2014), bentuk penolakan dan ekspresi
masyarakat di media sosial Twitter memiliki
pola yang sama dengan pemberitaan di media
online. Share index masyarakat yang menolak
UU Pilkada mencapai 41,84 persen.
Sementara 21,5 persen menyatakan siap
Gambar 2. Kiriman netizen di timeline mendukung atau melakukan gugatan ke
Twitter yang menolak RUU Mahkamah Konstitusi. Berbeda dengan surat
Pilkada (Share berita dari kabar online, di media sosial Twitter,
media online lainnya) masyarakat langsung mengekspresikan
penolakannya dengan bentuk kritik terhadap
Hal ini merupakan gambaran para DPR RI yang mencapai 8,77 persen dan
netizen yang mengungkapkan perasaan menyatakan kecewa mencapai 6,58 persen.
mereka untuk mendukung pilkada langsung Bentuk ekspresi lainnya adalah adanya
tetap berlaku dan dengan tegas menolak perasaan bahwa DPR sudah merampas hak
pemberlakuan UU Pilkada. Sistem perangkat rakyat yang mencapai 4, 05 persen.
lunak untuk melakukan pencarian dan Melihat pola yang sama antara pesan
pemantauan terhadap beragam topik sesuai yang disampaikan para netizen melalui media
kebutuhan di media sosial, Evello System, sosial dan berita di surat kabar online tentang
mencatat ada 61. 800 tweet yang menyatakan penolakan RUU Pilkada, terlihat jelas bahwa
tidak setuju dengan sistem pilkada lewat netizen mengkolaborasi pendapat pribadi
DPRD. Jumlah itu berdasarkan hasil dengan berita yang dimuat pada berita online
pemantauan selama tiga hari sejak 24-26 sehingga memperkaya anggapan dan pendapat
September 2014. mereka. Ini berarti terjadi peningkatan
CEO Evello System, Dudy Rudianto pencarian informasi politik dan pertukaran
mengatakan Evello melakukan pemantauan di informasi terjadi di dunia maya yang
media sosial Facebook, Twitter, dan berita di mengakibatkan proses demokrasi digital juga
media online dua hari sebelum keputusan berjalan.
paripurna dan sehari setelah putusan UU Harus diakui bahwa fenomena media
Pilkada. Jumlah tweet yang mendukung sosial bukan tanpa alasan. Keberadaannya ikut
gugatan terhadap UU Pilkada meningkat tajam menyemarakkan sejarah perpolitikan di dunia
mencapai 16.440 tweet meskipun jumlah dalam mengubah sebuah kebijakan.
tersebut masih kalah dengan masyarakat yang Mengambil contoh pada gerakan sosial di
menolak dengan 32.000 tweet. Bentuk Tunisia pada 2011 yang lalu ketika internet
ketidaksetujuan masyarakat ditunjukkan dalam menjadi penggerak mobilisasi massa yang
ekspresi yang beragam, ada yang kecewa dan kemudian menjadi pemicu bagi munculnya
marah hingga mendukung untuk melakukan demonstrasi besar di Mesir, Libya, dan Syria
yang secara tidak langsung mempengaruhi

8
Demokrasi di Media Sosial: Study Kasus Polemik RUU Pilkada
Christiany Juditha

kondisi sosial politik di Timur Tengah. Selain


di dunia Arab tersebut, aksi protes juga terjadi
di negara Eropa seperti Yunani, Inggris, dan
negara lainnya akibat krisis ekonomi yang
melanda negara-negara tersebut. Sementara di
Rusia juga terjadi aksi menentang Putin
kembali menjadi presiden dan Amerika Serikat
dengan aksi pengepungan wall street yang
menginspirasi gerakan occupy di seluruh dunia
untuk menduduki pusat-pusat ekonomi. Aksi
protes yang terjadi di belahan dunia tersebut
merupakan buah dari keterbukaan informasi
yang terdapat dalam media internet, sehingga
media ini menjadi ruang baru bagi demokrasi Gambar 3. Kiriman netizen di timeline
rakyat (Budiasa, 2012). Hal ini pula yang Facebook dan Twitter yang
disebut Hague dkk, (1999) bahwa menolak dan menerima RUU
Pilkada (terjadi debat publik,
demokrasi melalui internet adalah sebuah
musyawarah dan pembentukan
konsep yang melihat internet sebagai teknologi komunitas)
yang memiliki pengaruh sosial transformatif
dan memperluas partisipasi demokrasi. Bukan kali pertama para netizen
berpendapat secara ekstrim tentang sebuah
Mendukung Debat Publik, Musyawarah masalah. Kasus pertama yang paling
dan Pembentukan Komunitas menghebohkan jagad dunia maya di Indonesia
adalah kasus Prita Mulia Sari yang berpolemik
Demokrasi di media sosial juga dengan Rumah Sakit Omni Internasional yang
mendukung debat publik, musyawarah dan dituduh melakukan pencemaran nama baik
pembentukan komunitas merupakan demokrasi institusi kesehatan tersebut melalui internet.
digital yang berlangsung di media sosial. Hal Prita juga didukung hebat oleh para pengguna
ini terlihat dari hasil penelitian di mana akun- media sosial waktu itu. Bahkan hasil
akun netizen ada yang saling mendukung baik penelitian yang dilakukan oleh Juditha (2010)
yang menolak maupun yang menerima RUU
dengan judul “Simbol-Simbol Kepedulian
Pilkada. Dari sini juga tercipta debat publik
yang panjang, ada yang berujung pada Sosial dalam Situs Jejaring Sosial (Analisa
perbedaan pendapat dan ada juga yang Semiotika terhadap Teks dalam Group
berakhir dengan musyawarah mufakat yaitu Facebook Koin Peduli Prita)” menyimpulkan
tetap menolak RUU Pilkada. Bahkan ada pula bahwa melalui akun grup Facebook ribuan
yang sangat ekstrim di mana membentuk orang tergerak untuk mendukung kasus Prita
komunitas baru yang dengan tegas mengajak dan dimaknai sebagai simbol kepedulian sosial
netizen lain untuk menandatangani petisi dari masyarakat kepada Prita dengan upaya
“Menolak RUU Pilkada”. mengumpulkan koin untuk membantu Prita

9
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 1 Juni 2016 : 1 - 15

Muliasari yang sedang berseteru dengan Media baru, dengan karakteristiknya


Rumah Sakit Omni Internasional. yang mudah diakses dan partisipatif,
Kasus lainnya yaitu Bibit-Candra dan menjadikannya sebuah ruang demokrasi yang
juga perseteruan KPK vs Polisi yang ikut ideal di mana orang dapat berkomunikasi
membangunkan netizen untuk bersuara secara secara bebas dan berpartisipasi dalam forum
aktif melalui media sosial. Penelitian yang yang dibangun untuk pengambilan keputusan
berjudul “Opini Publik Pada Media Sosial kolektif. Demokrasi di ruang cyber juga
(Kasus KPK vs Polisi dalam Twitter)” juga mendorong adopsi teknologi internet dan
menggambarkan demokrasi melalui media mendorong terjadinya etos pertukaran bebas
sosial terbangun dan berproses. Hasil informasi, yang akan memudahkan orang
penelitian yang dilakukan oleh Juditha (2014) untuk mengakses informasi, dan mendorong
ini menyimpulkan bahwa isi tweet/status terjadinya demokratisasi. Sebagaimana yang
dengan hashtag #saveKPK dan #saveindonesia diungkapkan oleh Negroponte (Hartley) bahwa
mayoritas mendukung kinerja KPK dan tidak akses, mobilitas dan kemampuan untuk
mendukung institusi Polri. Isi pesan tweet melakukan perubahan adalah apa yang akan
juga banyak yang tidak mendukung kinerja membuat masa depan berbeda dengan saat ini,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan dan bahwa informasi digital akan menjadi
mempertanyakan keberadaan presiden di saat- “empowering force” di luar harapan banyak
saat perseteruan antara KPK vs Polisi itu orang.
sedang berlangsung. Opini-opini pribadi pada
Twitter ini dengan cepat saling mempengaruhi Meningkatkan Partisipasi dalam
satu sama lain sehingga dapat membentuk satu Pengambilan Keputusan Politik oleh Warga
kesamaan opini yang menggiring opini pribadi
menjadi opini publik. Demokrasi di media sosial merupakan
Schultz (1998) mengatakan jika kekuatan opini dan kemampuan mendobrak
demokrasi terdiri dari tiga pilar yaitu eksekutif, yang ada di media sosial memungkinkan
legislatif dan yudikatif, maka pilar keempatnya menjadi kekuatan demokrasi. Namun harus
adalah media yang independen. Hal ini berarti diakui bahwa perkembangan demokrasi di
bahwa kebebasan berpendapat di media serta media sosial ini melahirkan juga potensi anti
intensitas diskusi mengenai demokrasi di sosial, anti demokrasi, dan anti nilai serta etika
media menjadi salah satu indikator yang terkadang dimaklumi atas nama
terwujudnya demokrasi. Hingga di sini, kebebasan berpendapat atau berdemokrasi.
faktanya di Indonesia partisipasi masyarakat di Paling tidak sampai di tahap ini demokrasi di
internet dalam diskusi tentang demokrasi mulai media sosial juga melahirkan partisipasi politik
sering terjadi apalagi jika ada masalah atau isu- yang cepat dan cenderung massif. Partisipasi
isu penting yang sementara dialami oleh politik masyarakat merupakan hal terpenting
negara, seperti soal penetapan RUU Pilkada dalam pembangunan negara, yaitu akan
menjadi UU. Artinya demokrasi digital telah menjadi wahana political education yang
berlangsung dan terus akan berkembang di sangat baik (Abe, 2001). Sementara Katz
Indonesia. berpendapat bahwa partisipasi politik
masyarakat diwujudkan melalui partisipasi

10
Demokrasi di Media Sosial: Study Kasus Polemik RUU Pilkada
Christiany Juditha

politik dalam proses pembuatan keputusan, yang diposting di Twitter seperti oleh akun A.
pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi. Riyansyah :”Hak memilih setiap warga negara
Media sosial seperti Facebook dan tidak bisa diwakili.” Atau akun Roro
Twitter ikut menjadi media netizen dalam Maheswari yang men-tweet: “Sehingga saya
memberikan partisipasi politiknya dalam dengan tegas menolak RUU Pilkada tidak
polemik RUU Pilkada. Ini terlihat dalam langsung. ”Kenyataan ini menunjukkan bahwa
sejumlah kiriman (posting-an) netizen yang masyarakat pengguna media sosial ramai-
diambil secara acak melalui Facebook dan ramai mengambil keputusan menolak RUU
Twitter yang sebagian besar menolak Pilkada, meski ada juga netizen yang tetap
disahkannya RUU Pilkada menjadi undang- mendukung RUU ini. Di sini terjadi partisipasi
undang. politik masyarakat. Meski hanya diwadahi
oleh media maya yang tidak secara langsung
bertatap muka dengan pihak-pihak yang
berhubungan langsung dengan penetapan RUU
Pilkada menjadi UU seperti legislatif namun
masyarakat telah mampu menunjukkan
eksistensi demokrasinya melalui partisipasi
politik di media sosial. Dengan partisipasi
Gambar 4. Kiriman netizen di timeline politik warga negara biasa ikut serta dalam
Facebook dan Twitter yang menentukan segala keputusan menyangkut
menolak RUU Pilkada (terjadi atau memengaruhi hidupnya.
partisipasi dalam pengambilan Partisipasi politik berarti keikutsertaan
keputusan politik oleh warga) warga negara biasa yang tidak mempunyai
kewenangan dalam mempengaruhi proses
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik
hak demokrasi warga masyarakat melalui (Surbakti, 1998). Penyebab timbulnya gerakan
dunia maya juga terjadi. Sebuah akun di partisipasi politik menurut Weiner (1994)
Facebook mengirim gambar yang berjudul
‘Revolusi Mental’ yang berisikan kalimat: antara lain karena modernisasi dalam segala
”Tolak RUU Pilkada, Dukung Pilkada bidang kehidupan yang menyebabkan
Langsung. Mari kita suarakan agar kedaulatan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut
kembali ke tangan rakyat, semoga ketua Panja dalam kekuasaan politik serta pengaruh kaum
RUU Pilkada masih punya hati nurani. ” Di intelektual dan kemunikasi masa modern.
bagian yang sama, para netizen juga dengan Artinya bahwa pengalaman perpolitikan di
gencarnya berpartisipasi untuk terus
Indonesia dengan banyaknya faktor-faktor
menggerakkan para netizen lainnya dalam
penandatanganan petisi menolak RUU Pilkada. kegagalan seperti korupsi, ketidakpercayaan
Seperti yang dikirim sebuah akun di Facebook publik terhadap anggota legislatif ikut memicu
yang menuliskan kalimat sebagai berikut: lahirnya partisipasi politik masyarakat. Jika
“Ayo teman-teman ikut tampilkan dahulu masyarakat memiliki pendapat untuk
suara Anda, tolak pemilihan kepada daerah menentang hal tersebut namun tidak memiliki
oleh DPRD (RUU Pilkada). Ayo ikut tanda media yang bisa dengan bebas menyampaikan
tangan petisi ini. ”Sama halnya opini-opini hal tersebut, namun kehadiran media sosial

11
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 1 Juni 2016 : 1 - 15

yang sifatnya sangat bebas ini menjadikan aksi dalamnya dan dibaca oleh banyak orang, mulai
demokrasi ini dapat tersalurkan. Termasuk saat dari informasi bermutu sampai pesan-pesan
RUU Pilkada akan disahkan menjadi RUU yang tidak memiliki mutu alias informasi
oleh anggota legislatif yang kemudian sampah yang bisa membahayakan karena
ditentang banyak masyarakat melalui media mengandung fitnah, olok-olok, isu rasial
sosial. hingga sektarian yang merupakan kelemahan
Hal ini sejalan dengan pendapat yang dari media sosial itu sendiri.
dikemukakan oleh Ferber dkk. (2008) yaitu Partisipasi politik di dunia maya akan
para pendukung demokrasi virtual melihat terus meningkat, maraknya pemanfaatan baik
internet sebagai sarana untuk menyediakan blog-blog pribadi, blog sosial hingga media
kontrol konstituen yang lebih besar atas wakil- sosial yang membahas tentang masalah-
wakil mereka. Sedangkan menurut Hague dkk masalah politik keseharian mencerminkan
(1999) ada dua hal yang menjadi justifikasi kemandirian masyarakat dalam menyelesaikan
utama untuk meninjau kembali praktek masalah. Keterkaitan munculnya jejaringan
demokrasi di era informasi yaitu pertama sosial dalam dunia maya (virtual community)
menyangkut persepsi yang berkembang bahwa dengan penguatan civil society merupakan
lembaga-lembaga politik saat ini, aktor sebuah proses demokrasi yang otentik dari
maupun praktek demokrasi liberal yang sudah masyarakat. Kecenderungan menggunakan
maju berada dalam kondisi lemah dan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan
diselenggarakan dengan cara yang buruk. Dan suatu masalah secara bebas, proaktif dan penuh
yang kedua, berkaitan dengan keyakinan inisiatif serta tidak tergantung pada orang lain
bahwa periode perubahan sosial, ekonomi dan (Broto, 2010). Meski akhirnya DPR
politik yang cepat, yang menandakan melakukan pengesahan RUU Pilkada menjadi
kemunculan abad informasi, memberikan Undang-Undang namun masyarakat khususnya
kesempatan kesempatan sampai untuk netizen pengguna media sosial sebelumnya
memikirkan kembali dan, jika perlu, secara sudah berpartisipasi dalam pengambilan
radikal merombak atau mengganti lembaga- keputusan politik mereka untuk tetap menolak
lembaga tersebut; baik aktor maupun praktek pengesahan RUU Pilkada.
demokrasi.
Harus diakui bahwa perkembangan KESIMPULAN DAN SARAN
demokrasi di media sosial ini melahirkan juga Penelitian ini menyimpulkan bahwa
potensi anti sosial, anti demokrasi, dan anti demokrasi melalui media sosial khususnya
nilai serta etika yang terkadang dimaklumi atas mengkritisi RUU Pilkada telah terbentuk dan
nama kebebasan berpendapat atau sifatnya masif. Ini terlihat dari para pengguna
berdemokrasi. Keberadaan media sosial yang media sosial yang berupaya meningkatkan
tanpa struktur serta tidak mengenal hirarkis pencarian dan pertukaran informasi politik di
memungkinan siapa saja bebas dari panduan ranah tersebut. Para netizen mengambil peran
nilai-nilai kelaziman sosial seperti etika sopan dalam demokrasi dengan tidak hanya sekedar
santun dan saling menghargai. Media sosial memberikan komentar tentang sebuah kiriman,
juga merupakan media yang memungkinkan namun juga berupaya menampilkan informasi-
sumber informasi jenis apapun bisa masuk ke informasi dari berbagai sumber khususnya dari

12
Demokrasi di Media Sosial: Study Kasus Polemik RUU Pilkada
Christiany Juditha

media massa (online) yang notabene menjadi tentang Undang-Undang Informasi dan
sumber yang dapat dipercaya tentang Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai
penolakan terhadap RUU Pilkada. payung hukum dan pedoman hukum positif
Demokrasi virtual dalam penelitian ini yang berkaitan dengan segala aktivitas di dunia
juga merupakan proses yang mendukung debat maya.
publik terjadi, tercipta musyawarah dan juga
pembentukan komunitas. Ini terlihat di mana UCAPAN TERIMA KASIH
akun-akun netizen ada yang saling mendukung Penelitian ini dapat terselesaikan
baik yang menolak maupun yang menerima karena bantuan berbagai pihak. Karena itu
RUU Pilkada. Dari sini juga tercipta debat diucapkan terima kasih kepada semua pihak
publik yang panjang, yang berujung pada yang telah memberikan bantuannya baik
perbedaan pendapat namun ada juga berakhir berupa ide, referensi serta sumber-sumber
dengan musyawarah mufakat yaitu tetap bacaan sehingga penelitian dan karya tulis ini
menolak RUU Pilkada. Bahkan membentuk dapat diselesaikan dengan baik.
komunitas baru yang dengan tegas mengajak
netizen lain untuk menandatangani petisi DAFTAR PUSTAKA
Menolak RUU Pilkada. Abe, A. (2001). Perencanaan Daerah
Hasil penelitian juga menunjukkan Pemperkuat Prakarsa Rakyat Dalam
bahwa hak demokrasi warga masyarakat Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lappera
melalui dunia maya juga terjadi secara serentak Pustaka Utama.
dengan mengambil keputusan menolak RUU Aharony, N. (2012). Twitter Use By Three
Pilkada. Di sini masyarakat telah mampu Political Leaders: An Exploratory
menunjukkan eksistensi demokrasinya melalui Analysis. Emerald Online Information.
partisipasi politik di media sosial dengan ikut 589.
serta dalam menentukan segala keputusan Barber, B. (2003). Which Democracy and
menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Which Technology? Democracy and New
Penelitian ini juga merekomendasikan Media. (Eds. ) Henry Jenkins and David
beberapa hal antara lain agar media sosial Thorburn. Cambridge: Mass: The MIT
menjadi alat kemaslahatan bersama, dan Press.
menumbuhkan demokrasi yang bermartabat Broto, M. F. (2010). Membangun Civil
maka diperlukan literasi (edukasi) para Society, Jejaring Sosial dan Demokrasi
pengguna media sosial, sehingga dapat melalui Citizen Journalism. Diakses
memanfaatkannya sebagai media pada 18 September 2014 dari website:
pengembangan demokrasi namun juga dengan http://www. pustaka. ut. ac.
bertanggungjawab, bijak dan kritis. Di id/dev25/pdfprosiding2/fisip201001. pdf.
samping itu semua pihak juga diharapkan Budiasa, M. (2013). Demokrasi dalam
dapat membiasakan diri untuk memanfaatkan
Media Internet. Diakses pada 15
media sosial dalam program-program kerja
Desember 2014 dari website:
yang produktif dan mengirim isi-isi
https://www. academia.
berita/informasi yang bermanfaat. Pengguna
edu/1844740/Demokrasi_dalam_Media_
media sosial juga wajib mengerti dan paham
Internet

13
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 1 Juni 2016 : 1 - 15

Darma, W. M. (2012). Pemikiran Politik Sosial Twitter. Jurnal Penelitian


Imam Khomeini (Pengaruh Konsep Komunikasi, Informatika dan Media
Wilayat Al-Faqih dalam Perkembangan Massa - Pekommas, Vol. 17 (2) Agustus
Politik Syi’ah di Indonesia. Skripsi. 2014.
Khotimah, S. K. (2013). Berdemokrasi di
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas
Ruang Publik : Langsung, Umum, Bebas
Ilmu Sosial Dan ilmu Politik.
dan Tanpa Rahasia Dalam Media Sosial
Yogyakarta: Universitas Muhammdiyah.
Twitter @TRIOMACAN2000. Malang:
Diakses pada 15 Desember 2014 dari
Universitas Brawijaya. Diakses pada 15
website: http://direktori. umy. ac.
Desember 2014 dari website:
id/uploads/skripsi2/20060520079-Bab-I.
http://www. pustaka. ut. ac.
pdf.
id/dev25/fisip2013/siti_khusnul_khotima
Facebook. Diakses pada 25 Septenber 2014
h. pdf.
dari website: www. Facebook. com.
Kriyantono, R. (2013). Analisis Isi. Diakses
Fatanti, M. N. (2014). Twitter dan Masa
pada 15 September 2014 dari website:
Depan Politik Indonesia: Analisis
http://rachmatkriyantono. lecture. ub. ac.
Perkembangan Komunikasi Politik Lokal
id/files/2013/02/ANALISIS-ISI1. pdf.
Melalui Internet. Jurnal IPTEK-KOM,
Rappler. com. (2014) Polemik RUU Pilkada
Vol. 16 No. 1, Juni 2014. Hal. 17-28.
Masuki Tahap Genting. Diakses pada 15
Hague, B. N. & Brian D. L. (1999). Digital
September 2014 dari website:
Democracy; Discourse and Decision
http://www. rappler.
Making in the Information Age. London
com/world/regions/asia-
: Routledge.
pacific/indonesia/bahasa/68523-polemik-
Hartley, J. (2002). Communication, Cultural
ruu-pilkada-masuki-tahap-genting.
and Media Studies: The Key Concepts.
Schultz, J. (1998). Reviving the Fourth Estate:
London: Routledge. Hal. 57.
Democracy, Accountability and the
Irham, M. (26 September 2014). Evello
Media. Cambridge: Cambridge
System: 61. 800 Tweet Nyatakan Tidak
Uninersity.
Setuju Pilkada Tak Langsung. Diakses
pada 17 September 2014 dari website: Sinaga, L. C. (10 November 2011).
http://www. portalkbr. Workshop Media Sosial dan Demokrasi
com/berita/nasional/3353144_5486. 2. 0. Diakses pada 15 September 2014
html. dari website: http://webcache.
Juditha, C. (2010). Simbol-Simbol googleusercontent.
Kepedulian Sosial dalam Situs Jejaring com/search?q=cache:X58Op6gh1FEJ:w
Sosial (Analisa Semiotika terhadap Teks ww. politik. lipi. go. id/en/events/539-
dalam Group Facebook Koin Peduli workshop-media-sosial-dan-demokrasi-
Prita). Jurnal Penelitian dan 20
Pengembangan Komunikasi dan Sugiarto, T. (2014). Media Sosial dalam
Informatika, Vol. 1 (2), Hal. 97-145. Kampanye Politik. Diakses pada 11
__________ (2014). Opini Publik terhadap Desember 2014 dari website:
Kasus Kasus KPK vs Polisi dalam Media

14
Demokrasi di Media Sosial: Study Kasus Polemik RUU Pilkada
Christiany Juditha

http://lautanopini. wordpress. europa.


com/category/toto-sugiarto/. eu/information_society/eeurope/i2010/do
Surbakti, R. (1992). Memahami Ilmu Politik. cs/eda/social_impact_of_ict. pdf.
Jakarta: Gramedia Widiasarana __________ (2013). Digital Democracy:
Indonesia. Vision and Reality. To be Published in I.
Tsagarousianou, R. (1999). Electronic Snellen & W. van de Donk ‘Public
Democracy: Rhetoric and Reality.
Administration in theInformation Age:
Communications: The European Journal
of Communication Research, 24 (2), pp. Revisited’, IOS- Press. Diakses pada 15
189–208. Desember 2014 dari website:
http://www. utwente.
Twitter. Diakses pada 25 Septenber 2014 dari
nl/bms/vandijk/research/itv/itv_plaatje/D
website: www. Twitter. com.
igital%20Democracy-
Van Dijk, J. A. G. M. (2010). Participation
%20Vision%20and%20Reality. pdf
in Policy Making. In: Study on the
Weiner, M. (1994). Modernisasi Dinamika
Social Impact of ICT. Report for
Pertumbuhan. Yogyakarta: Gadjah
European Commission, Information
Mada University Press.
Society and Media Directorate-General,
pp. 30-70. Luxemburg: European
Communities DOI. Diakses pada 15
Desember 2014 dari website: http://ec.

15
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 1 Juni 2016 : 1 - 15

16

Das könnte Ihnen auch gefallen