Sie sind auf Seite 1von 7

KONSEP PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PUSAT

KOTA PONOROGO

Dirthasia Gemilang Putri1


3208 303 003
Bambang Soemardiono2
Rimadewi Suprihardjo3

ABSTRAK
Kawasan pusat kota Ponorogo merupakan pusat pemerintahan dan pusat kegiatan
masyarakat kota Ponorogo, akan teteapi seiring dengan perkembangan kota penambahan
jumlah penduduk ruang terbuka hijau di kawasan pusat kota Ponorogo juga semakin
berkurang dan tidak lagi memenuhi fungsinya sebagai penunjang kualitas ekologis, estetika,
sosial, budaya dan ekonomi kota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan
komposisi proporsi dan distribusi Ruang Terbuka Hijau terutama pada kawasan pusat kota
Ponorogo yang sesuai sehingga dihasilkan sebuah konsep penataan Ruang Terbuka Hijau
Kota yang sesuai dengan fungsinya sebagai penunjang kualitas ekologis kota yang juga
sesuai dengan tipologi kota Ponorogo. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan positivistik dimana teknik analisa
yang digunakan adalah analisa deskriptif, analisa delphi dan triangulasi data untuk
menghasilkan suatu konsep ruang terbuka hijau kawasan pusat kota Ponorogo yang mampu
menunjang kualitas ekologi, penunjang estetika serta keberlangsungan kota.

Kata kunci : Ruang terbuka hijau, Pusat Kota, Proporsi dan distribusi, Ekologis, Estetika,
Sosial budaya dan ekonomi

PENDAHULUAN

Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian penting dari struktur pembentuk kota, dimana
ruang terbuka hijau kota memiliki fungsi utama sebagai penunjang ekologis kota yang juga
diperuntukkan sebagai ruang terbuka penambah dan pendukung nilai kualitas lingkungan dan
budaya suatu kawasan. Keberadaan ruang terbuka hijau kota sangatlah diperlukan dalam
mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Ruang terbuka hijau
memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi intrinsik sebagai penunjang ekologis dan fungsi
ekstrinsik yaitu fungsi arsitektural (estetika), fungsi sosial dan ekonomi. Ruang terbuka hijau
dengan fungsi ekologisnya bertujuan untuk menunjang keberlangsungan fisik suatu kota
dimana ruang terbuka hijau tersebut merupakan suatu bentuk ruang terbuka hijau yang
berlokasi, berukuran dan memiliki bentuk yang pasti di dalam suatu wilayah kota. Sedangkan
ruang terbuka hijau untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan
ruang terbuka hijau pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota
tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota (Dirjen PU,
2005). Proporsi 30% luasan ruang terbuka hijau kota merupakan ukuran minimal untuk
menjamin keseimbangan ekosistem kota baik keseimbangan sistem hidrologi dan
keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, ruang terbuka bagi aktivitas publik
serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota (Hakim,2004). Kawasan pusat Kota
Ponorogo merupakan kawasan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat kegiatan
masyarakat kota Ponorogo akan tetapi fungsi kawasan tersebut pada kenyataannya tidak
didukung oleh adanya ruang terbuka hijau kota yang mampu berfungsi 2 secara ekologis,
estetika maupun sosial budaya dan ekonomi, hal tersebut terjadi dikarenakan adanya
ketidakseimbangan proporsi dan distribusi ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota
Ponorogo sehingga diperlukan adanya konsep ruang terbuka hijau yang mampu memenuhi
proporsi dan distribusi ruang terbuka hijau sehingga mampu memenuhi fungsinys sebagai
penunjang kualitas ekologis, estetika, serta sosial budaya dan ekonomi dari kawasan pusat
kota Ponorogo.

RUANG TERBUKA HIJAU


Lawson (2001) mengungkapkan bahwa sebuah ruang memiliki dua fungsi yang
signifikan, ruang dapat menyatukan sekelompok orang dan juga secara simultan ruang juga
dapat memisahkan sekelompok orang satu sama lainnya. Ruang merupakan hal yang sangat
esensial juga fundamental dan universal dari bentuk komunikasi. Ruang yang mengelilingi
kita dan objekobjek yang berada di dalamnya dapat menentukan seberapa jauh kita dapat
bergerak, seberapa hangat atau dingin kita merasa, seberapa banyak yang dapat kita lihat dan
dengar, dan dengan siapa kita dapat berinteraksi. Dimana ruang terbuka didefinisikan sebagai
bagian peruntukkan penggunaan tanah dalam wilayah kota yang disediakan untuk
difungsikan sebagai daerah ruang terbuka yang dapat berupa lahan terbuka hijau, lapangan,
pemakaman, tegalan, persawahan dan bentuk-bentuk lainnya. De Chiara (1982) membagi
ruang kota dalam beberapa klasifikasi yaitu ruang terbuka utilitas yang didasarkan pada
fungsi ruang terbuka sebagai lahan yang memiliki kapasitas produksi dan berproduksi serta
sebagai lahan cadangan, ruang terbuka hijau yang didasarkan pada ruang terbuka yang
bersifat alamiah/natural yang dapat digunakan untuk rekreasi publik serta sebagai
penyeimbang bangunan yang bersifat tidak permanen, ruang terbuka koridor yang merupakan
ruang untuk pergerakan yang membentuk suatu sistem sirkulasi, serta ruang dengan
klasifikasi dengan penggunaan yang beragam dimana dalam kategori ini ruang terbuka yang
ada memiliki fungsi ganda, sebagai contoh hutan tadah hujan yang juga berfungsi sebagai
ruang rekreasi.
Secara definitif, ruang terbuka hijau adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang
didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau
sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya
pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah,
ruang terbuka hijau di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan
kualitas lansekap kota (Hakim, 2004). Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi
di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan
10 tahun kemudian (2002, Rio + 10), telah disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya
memiliki luas RTH minimal 30 persen dari total luas kota. Penyediaan ruang terbuka hijau
pada wilayah perkotaan menurut Pedoman penyediaan dan pemanfaatan RTH di Kawasan
Perkotaan terbagi menjadi ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat dimana
proporsi ruang terbuka hijau yang sesuai adalah sebesar 30% dari keseluruhan luas lahan
yang komposisinya terbagi atas 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau
privat. Ruang terbuka hijau pada suatu kota harus memenuhi luasan minimal ruang terbuka
hijau sehingga dapat memenuhi fungsi dan memberikan manfaatnya dalam suatu kawasan
kota dimana penyelenggaraan ruang terbuka hijau kota menurut Purnomohadi (2006)
bertujuan untuk menjaga kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang
meliputi unsur-unsur lingkungan, sosial dan budaya, sehingga diharapkan dengan adanya
Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan dapat berfungsi untuk mencapai identitas kota,
upaya pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, mengatasi
genangan air, ameliorasi iklim, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan
keindahan, sebagai habitat burung serta mengurangi masalah stress (tekanan mental) pada
masyarakat kawasan perkotaan. Dalam kaitannya dengan lansekap kota, ruang terbuka hijau
kota merupakan suatu bagian penting dari keseluruhan lansekap kota, dimana ruang terbuka
hijau berfungsi sebagai penunjang kualitas ekologis lansekap kota. Jika dalam suatu wilayah
perkotaan proporsi dan distribusi ruang terbuka hijau Kota sesuai dengan kebutuhan kota
terutama kebutuhan masyarakat, maka kualitas ekologis lansekap kota akan terpenuhi dan
kualitas hidup masyarakat kota akan semakin meningkat. Molnar (1986) menyatakan bahwa
untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau bagi masyarakat perkotaan ada beberapa
aspek utama yang harus 3 dipertimbangkan yaitu hubungan antar ruang terbuka hijau dengan
lingkungan sekitar, ruang terbuka hijau harus ditujukan untuk kepentingan masyarakat yang
tetap memperhatikan aspek estetika dan fungsional, mengembangakan pengalaman
substansial dari ruang terbuka hijau (efek dari garis, bentuk, tekstur dan warna), disesuaikan
dengan karakter lahan dan karakter pengguna, memenuhi semua kebutuhan teknis dan
pengawasan yang mudah. Melalui penjabaran referensi tentang ruang terbuka hijau tersebut
untuk dapat mewujudkan ruang terbuka hijau didalam suatu wilayah perkotaan yang mampu
berfungsi secara ekologis, estetis dan memiliki nilai sosial budaya dan ekonomi maka
dibutuhkan adanya proporsi dan distribusi ruang terbuka hijau yang ideal terhadap suatu
wilayah perkotaan, akan tetapi tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna
serta kebutuhan kota tersebut.

RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PUSAT KOTA PONOROGO


Proporsi dan Distribusi Ruang Terbuka Hijau Kota Ponorogo secara keseluruhan
memiliki luas lahan sebesar 5.119.905 Ha yang terbagi menjadi lima bagian wilayah kota
(BWK) yaitu:
a. Bagian wilayah pusat kota (BWK-PK) yang merupakan pusat pelayanan utama kota
dengan luas wilayah sebesar 500,98 Ha
b. Bagian wilayah kota A dengan luas wilayah1.202,55 Ha
c. Bagian wilayah kota B dengan luas wilayah 1.219,69 Ha
d. Bagian wilayah kota C dengan luas wilayah 1.235,05
e. Bagian wilayah kota D dengan luas wilayah 961,64 Ha
(RUTRK Kota Ponorogo tahun 1997/1998-2007/2008).
Dari data tersebut diatas disebutkan bahwa kawasan yang menjadi objek penelitian
yaitu kawasan pusat kota memiliki luas lahan sebesar 500,98 Ha sehingga kebutuhan Ruang
Terbuka Hijau kawasan pusat kota Ponorogo jika disesuaikan dengan pendapat Budiharjo
(2003) yang menyatakan bahwa 30% hingga 50% dari keseluruhan luas kawasan kota
diperuntukkan bagi ruang terbuka kota adalah sebesar ±150 Ha dari luas kawasan pusat kota
secara keseluruhan. Kawasan Pusat Kota Ponorogo terbagi atas 6 kelurahan yaitu kelurahan
Banyudono, kelurahan Mangkujayan, kelurahan Taman Arum, kelurahan Pakundean,
kelurahan Bangunsari dan kelurahan Surodikaran kawasan pusat kota ini merupakan kawasan
yang strategis dan cenderung berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi sehingga
banyak kawasan yang mengalami perubahan fungsi yaitu menjadi kawasan campuran/Mix-
use area (perumahan, perdagangan dan perkantoran) dan mengakibatkan kurangnya luasan
Ruang Terbuka Hijau Kota pada kawasan pusat kota Ponorogo.
Ruang Terbuka Hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo (gambar 1) terbagi menjadi
5 bentuk ruang terbuka hijau kota yaitu:

a) Alun-alun kota Ponorogo dengan luas 1,6 Ha


b) Taman kota Kabupaten dengan luas 850 m²
c) Taman makam Pahlawan dengan luas 4.772 m²
d) Taman kota Jl. SoekarnoHatta dengan luas 525 m²
e) Jalur hijau dan pulau jalan sepanjang jalan protokol dengan luas 2,05 Ha

Dimana apabila dijumlahkan keseluruhan luas ruang terbuka pada kawasan pusat kota akan
didapat luas total ruang terbuka hijau sebesar 42.647 m² atau sebesar 4,25 Ha. Dari keseluruhan
kawasan pusat kota dengan luas 500.98 Ha jika dihitung dengan membandingkan luas keseluruhan
kawasan pusat kota dengan luas keseluruhan ruang terbuka hijau maka akan didapatkan proporsi
eksisting dari ruang terbuka hijau, penghitungan tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
L. kawasan pusat kota : 500,98 Ha
L. Ruang terbuka hijau : 4.25 Ha
sehingga untuk menemukan proporsi dan distribusi ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota
Ponorogo dilakukan penghitungan sebagai berikut :
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa dari keseluruhan luas kawasan pusat kota Ponorogo, Ruang
terbuka hijau kota hanya menempati komposisi penggunaan ruang sebesar 0,8 % dimana proporsi
penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau seharusnya sebesar 30% dari keseluruhan kawasan,
dimana terbagi atas 20% ruang terbuka hijau pada areal perkotaaan dan 10% ruang terbuka hijau
pekarangan. Sehingga untuk mencapai proporsi Ruang terbuka hijau yang ideal dibutuhkan komposisi
penggunaan lahan sekitar ± 20% dari keseluruhan luas kawasan pusat kota yaitu sebesar ±100.18 Ha.

Ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo terdiri dari beberapa karakteristik yaitu:
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa dari keseluruhan luas kawasan pusat kota Ponorogo,
Ruang terbuka hijau kota hanya menempati komposisi penggunaan ruang sebesar 0,8 % dimana
proporsi penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau seharusnya sebesar 30% dari keseluruhan
kawasan, dimana terbagi atas 20% ruang terbuka hijau pada areal perkotaaan dan 10% ruang terbuka
hijau pekarangan. Sehingga untuk mencapai proporsi Ruang terbuka hijau yang ideal dibutuhkan
komposisi penggunaan lahan sekitar ± 20% dari keseluruhan luas kawasan pusat kota yaitu sebesar
±100.18 Ha.
Ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo terdiri dari beberapa karakteristik
yaitu:
a. Ruang terbuka hijau publik dengan bentuk alun-alun kota dan taman kota yang terletak di area
pusat pelayanan pada kawasan pusat kota dengan luas keseluruhan sebesar 1,7 Ha
b. Ruang terbuka hijau sebagai pelengkap infrastruktur kota yang berupa jalur hijau dan pulau jalan di
sepanjang jalan utama pada kawasan pusat kota dengan luas keseluruhan sebesar 2, 05 Ha.
c. Ruang terbuka hijau pemakaman yang berupa Taman Makam Pahlawan dengan luas 4.772 m2

Kawasan pusat kota Ponorogo sendiri terbagi atas 6 kelurahan yaitu kelurahan Banyundono,
kelurahan Mangkujayan, Kelurahan Taman Arum, Kelurahan Pakundean, Kelurahan Bangunsari dan
Kelurahan Surodikaran. Dari 6 kelurahan tersebut kelurahan Taman Arum merupakan kawasan yang
memiliki ruang terbuka hijau publik dengan luasan yang cukup besar yaitu sebesar 1, 68 Ha yang
terdiri dari alun-alun kota dan taman kota Pemkab Ponorogo (Rencana Umum Tata Ruang Kota
Ponorogo dengan kedalaman Rencana Detail Tata Ruang Kota, 2008 ).
Ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo (gambar 2) jika ditinjau dari distribusi dan
penyebaran lokasinya masih terpusat pada area yang merupakan pusat pelayanan kawasan pusat
kota, yaitu pada kawasan di sekitar pusat pemerintahan kota dan di sepanjang jalan utama kawasan
tersebut

Das könnte Ihnen auch gefallen