Sie sind auf Seite 1von 20

GEOARKEOLOGI KARST SAROLANGUN, JAMBI

Geoarchaeology of Karts Sarolangun, Jambi


M. Fadhlan S. Intan
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Jl. Raya Condet Pejaten, No. 4, Jakarta, Indonesia
geobugis@yahoo.co.id

Naskah diterima: 21/02/2018; direvisi: 31/03-14/05/2018; disetujui: 20/07/2018


Publikasi ejurnal: 31/07/2018

Abstract
Sarolangun Karst belongs to the Sarolangun Regency, preserving the cultural remains of the mesolithic
period, which has not been too concerned by environmental researchers, especially geoarchaeology.
This is the issue that covers general geological conditions. The purpose of this research is to mapping
the surface geology in general as an effort to present geological information related to archeological
site. The aim is to know the geomorphological, stratigraphic aspects of the archaeological sites. The
research method is done through literature review, survey, field data analysis and interpretation.
Environmental observations provide information on the landscape of the study area consisting of
terrestrial morphology units, weak wavy morphology, strong corrugated morphology units, and karst
morphology units. The rivers are dendritic and rectangular, along with the mature-old river, the Old
River, Periodic/Permanent River and the Episodic/Intermittent River. The rocks of prehistoric cave
compilers are limestones. The geologic structure is a fracture of the shear fault type. Exploration at
Sarolangun Karst has listed 6 cave sites. From the classification of petrology, litik tools made of jasper,
chert, basalt and andesite rocks. Rock as a raw material litik, found around caves in both the outcrop
and boulder. For obsidian sources are located in Bukit Hulu Simpang and Bukit Legal Tinggi.
Keyword: geology, holocene, mesolithic, closed sites, lithic materials.

Abstrak
Karst Sarolangun termasuk wilayah Kabupaten Sarolangun, menyimpan tinggalan budaya yang berasal
dari masa mesolitik, yang selama ini belum terlalu diperhatikan oleh peneliti lingkungan, khususnya
geoarkeologi. Hal inilah yang menjadi pokok permasalahan yang mencakup kondisi geologi secara
umum. Adapun maksud penelitian ini adalah melakukan pemetaan geologi permukaan secara umum
sebagai salah satu upaya menyajikan informasi geologi terkait dengan situs arkeologi. Tujuannya adalah
untuk mengetahui aspek-aspek geomorfologi, stratigrafi di situs-situs arkeologi. Metode penelitian
dilakukan melalui kajian pustaka, survei, analisis data lapangan dan interpretasi. Pengamatan
lingkungan memberikan informasi tentang bentang alam daerah penelitian yang terdiri dari satuan
morfologi dataran, satuan morfologi bergelombang lemah, satuan morfologi bergelombang kuat, dan
satuan morfologi karst. Sungainya berpola aliran dendritik dan rektangular, berstadia Sungai Dewasa-
Tua, Sungai Tua, Sungai Periodik/Permanen, dan Sungai Episodik/Intermittent. Batuan penyusun gua
prasejarah adalah batugamping. Struktur geologi berupa patahan dari jenis patahan geser. Eksplorasi di
Karst Sarolangun telah mendata 6 situs gua. Dari klasifikasi petrologi, alat-alat litik terbuat dari batuan
jasper, chert, basal dan andesit. Batuan sebagai bahan baku alat litik, banyak ditemukan di sekitar gua-
gua baik dalam bentuk singkapan maupun boulder. Untuk sumber obsidian terdapat di Bukit Hulu
Simpang dan Bukit Legal Tinggi.
Kata Kunci: geologi, holosen, mesolitik, situs tertutup, b ahan alat litik.

PENDAHULUAN astronomi 102003’39” -- 103013’17” Bujur


Sarolangun merupakan salah satu Timur dan 01053’39” -- 02046’24” Lintang
kabupaten dalam wilayah Provinsi Jambi. Selatan. Batas-batas administrasi adalah a)
Secara geografis berada pada posisi Sebelah Utara dengan Kabupaten

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 1, Juni 2018: Hal. 1-20 | 1


Gambar 1. Lokasi Penelitian di wilayah Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi
(Sumber: Dokumentasi Bakosurtanal, 2003 dengan modifikasi)

Batanghari; b) Sebelah Timur dengan Statistik, 2017). Kabupaten Sarolangun


Kabupaten Musi Rawas; c) Sebelah Selatan beriklim tropis dengan suhu rata-rata
dengan Kabupaten Rejang Lebong berkisar antara 230C -- 320C, kelembaban
(Provinsi Bengkulu) dan; d) Sebelah Barat udara rata-rata 78% dan curah hujan rata-
dengan Kabupaten Merangin. Luas rata sebesar 260 mm/tahun. Curah hujan
wilayahnya 6.174 km² dan luas wilayah berkisar antara 2000 – 4000 mm/tahun.
Kecamatan Limun 799 km² (12,94%). Sedangkan jumlah hari hujan rata-rata 140 –
Secara administratif, Kabupaten Sarolangun 270 hari/tahun. Bulan-bulan yang paling
terbagi ke dalam 10 Kecamatan, 9 sedikit hari hujan adalah bulan Juni, Juli dan
Kelurahan, dan 149 Desa. Kecamatan Limun Agustus, sedangkan yang paling banyak
terdiri dari 16 Desa, dengan ketinggian 20- curah hujannya yaitu pada bulan Oktober,
1.950 meter dari permukaan laut (dpl) (Bada November, Desember dan Januari dengan
Pusat Statistik, 2017). distribusi curah hujan cukup merata (Badan
Bentang alam Kecamatan Limun Pusat Statistik, 2017).
sebagai wilayah penelitian, berbentuk Menurut Fauzi et al., (2015) wilayah
wilayah berbukit, dengan lereng 25-40%, da Sumatra yang menjadi bagian paling barat
luas 73.487 Ha (11,90%), atau mencapai dari Kepulauan barat dari kepulauan di
50% dari luas keseluruhan. Bentang alam Indonesia masih menyimpan misteri terkait
seperti ini terlihat mulai dari Dusun Bukit hunian gua tertua. Bukti tertua kehadiran
Melintang, Desa Napal Melintang, Desa manusia di pulau ini muncul dari koleksi
Lubuk Bedorong, Bt. Tinjaulimun (667 m) fauna yang diperoleh oleh E. Dubois di situs
sampai Dusun Kampung Manggis hingga ke gua Lida Ajer melalui ekskavasi tahun 1908
Dusun Simpang Melako (Badan Pusat (Fauzi et al., 2015; Hooijer, 1948, pp. 175–

2 | Geoarkeologi Karts Sarolangun ……..M. Fadhlan S. Intan


Gambar 3. Sebaran gua-gua (titik biru) di Wilayah Karst Sarolangun
dalam Peta Rupa Bumi Indonesia
(Sumber: Dokumentasi Bakosurtanal, 1986 dengan modifikasi)

301; Vos, 1983). Koleksi fosil dari dataran terbakar dan pecah segar yang intensional.
tinggi Padang (yaitu Lida Ajer, Djambu dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional baru-
Sibrambang) berumur lebih tua dari Holosen baru ini bahkan berhasil menemukan gambar
(Dubois, 1908, pp. 1235–1270). Sebuah cadas untuk pertama kalinya di wilayah
incisor 1 dengan bagian lingual agak Sumatra (Simanjuntak, Saptomo, &
menembilang (semi-shoevel) serta molar Abdillah, 2009). Bukti-bukti arkeologis
kedua, diidentifikasi milik Homo sapiens. tersebut menunjukkan gua dan ceruk di
Berdasarkan pertanggalan Amino Acid Sumatra masih menyimpan misteri sekaligus
Racemization (AAR) himpunan fauna dari akan potensi temuan-temuan baru yang
Lida Ajer diperkirakan berasal dari 60-70 penting peranannya dalam rekonstruksi
ribu tahun yang lalu (Fauzi et al., 2015; Vos, kebudayaan nusantara, khususnya dari masa
Ostende, & Bergh, 2007, pp. 417–425). prasejarah (Fauzi et al., 2015).
Selain itu, dinyatakan bahwa himpunan Hasil penelitian penulis memberikan
fauna tersebut menunjukkan karakter gambaran tentang lokasi penelitian berupa,
lingkungan hutan hujan tropis berdasarkan morfologi yang khas dengan litologi yang
kemunculan fosil primata arboreal seperti mudah larut, dan penyaluran yang tidak
Pongo pygmaeus, Symphalangus teratur. Umumnya situs-situs gua
syndactylus dan Presbtis (Fauzi et al., 2015; mempunyai pintu yang umumnya rendah,
Vos et al., 2007, pp. 417–425). namun ruangannya lebar dan atapnya tinggi,
Bukti paling jelas adanya hunian gua lorong gua panjang dan tembus di kedua sisi
prasejarah di wilayah Sumatera berasal dari bukit. Wilayah penelitian yang mengalami
situs gua Tiangko Panjang (Jambi), gua Togi gangguan struktur geologi, namun
Ndrawa (Nias), dan gua Pandan (Sumatra dampaknya terhadap situs-situs gua, dari
Selatan) (Bronson & Asmar, 1975, pp. 128– segi ketinggian dari muka airlaut tidak
145; Simanjuntak, Forestier, Driwantoro, mengalami perubahan, sama seperti pada
Jatmiko, & Siregar, 2006, pp. 21–34). Pada saat batugamping tersebut muncul ke
gua-gua tersebut ditemukan sisa-sisa permukaan bumi. Namun akibat pergerakan
aktivitas manusia seperti artefak serpih dari batugamping ini, menyebabkan sebagian
batuan jenis obsidian dan rijang serta tulang besar pintu-pintu gua tersebut menjadi
vertebrata dengan jejak pemanfaatan seperti runtuh atau tertutup oleh blok-blok

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 1, Juni 2018: Hal. 1-20 | 3


batugamping, tetapi ruang gua tetap luas mengenai jenis batuan (batuan beku,
atau lebar. batuan sedimen dan batuan metamorf)
Batasan masalah dalam penelitian dan nama batuan (andesit, batugamping,
ini, mengkaji lingkup Karst Sarolangun. sekis dan lain sebagainya).
Rumusan masalah dalam penelitian ini ◆ Geomorfologi, penentuan bentuk
adalah: a) bagaimana kondisi bentang alam bentang alam akan mempergunakan
daerah telitian (satuan geomorfik, pola dan Sistem Desaunettes (Todd, 1980), yang
stadia sungai); b) bagaimana stratigrafi didasarkan atas besarnya kemiringan
daerah telitian (kontak antar satuan batuan) lereng dan beda tinggi relief suatu
dan; c) bagaimana permasalahan struktur tempat. Hasilnya adalah pembagian
geologi daerah telitian (struktur geologi apa wilayah berdasarkan ketinggian dalam
saja yang mengontrol daerah telitian). bentuk prosentase lereng. Pengamatan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk sungai dilakukan untuk melihat pola
melakukan pemetaan geologi permukaan pengeringan (drainage basin), misalnya
secara umum sebagai salah satu upaya untuk klasifikasi berdasarkan atas kuantitas
menyajikan informasi geologi berdasarkan air, pola dan stadia sungai.
analisa pada daerah penelitian. Tujuannya ◆ Struktur Geologi, pengamatan struktur
adalah untuk mengetahui kondisi geologi geologi di lapangan akan dilanjutkan
yang meliputi aspek geomorfologi, melalui analisis jenis struktur, misalnya
stratigrafi, struktur geologi, dan sumber patahan (fault) apakah jenis patahan
bahan alat-alat litik. Lokasi Penelitian normal (normal fault), patahan naik
tercantum pada Peta Rupa Bumi Indonesia (thrust fault), patahan geser (strike fault)
Lembar 0913 Sarolangun, Edisi 1-1986 dan sebagainya. Lipatan (fold) apakah
berskala 1:250.000. sinklin ataukah antiklin. Kekar (joint)
apakah kekar tiang (columnar joint)
METODE PENELITIAN atau kekar lembar (sheet joint).
Metode penelitian yang digunakan Data dari kajian pustaka dengan hasil
adalah Kajian Pustaka, dengan mempelajari lapangan dan laboratorium dikompilasikan
lokasi penelitian dari peneliti terdahulu, dengan hasil penelitian penulis, sebagai
melalui buku, jurnal, maupun dari internet; bahan interpretasi peta geologi dan peta
survei, dengan mengamati keadaan topografi.
geomorfologinya yang mencakup bentuk
bentang alam, dan bentuk sungai. HASIL DAN PEMBAHASAN
Selanjutnya analisis litologi yang mencakup 1. Geologi Wilayah Sarolangun
jenis batuan, batas penyebaran batuan, dan Penelitian tektonostratigrafi di
urut-urutan pengendapan. Selama survei bagian selatan Pulau Sumatera menunjukkan
akan dilakukan pengambilan sampel batuan adanya kompleks melange tektonik dari
yang akan dianalisis secara laboratoris, dan bongkah batuan metamorfisme dan batuan
pembuatan peta (peta geologi, peta beku berupa kompleks batuan acak yang
geomorfologi). Langkah analisis akan terpengaruh oleh tektonisasi pada Akhir
disesuaikan dengan kebutuhan dan urutan Kapur. Sedangkan batuan pratersier di
kerja geologi, yaitu: Sumatera bagian selatan boleh dikatakan
◆ Lithologi, sampel batuan di analisis, hingga sekarang belum cukup banyak
melalui petrologi, unsur batuan yang di diketahui, jika dibandingkan dengan
analisis adalah jenis batuan, warna, endapan tersier yang kaya akan minyak
kandungan mineral, tekstur, struktur, bumi (Sartono, 1988, pp. 1–24).
fragmen, matriks, semen. Hasil analisis Wilayah Sarolangun dibentuk oleh
diharapkan akan memberikan informasi morfologi bukit-bukit berbentuk kerucut

4 | Geoarkeologi Karts Sarolangun ……..M. Fadhlan S. Intan


dengan relief sedang, kemiringan lereng Kampung Mersip yang berumur Yura Akhir
kurang lebih 36°, ketinggiannya berkisar sampai Kapur Awal. Struktur geologi yang
270 – 330 m di atas muka laut. Karakteristik berkembang pada batugamping berupa sesar
bentuk bentang alam kerucut ini sangat khas naik dengan arah baratlaut–tenggara
dan mudah dikenal, baik di lapangan (Oktariadi & Tarwedi, 2011, pp. 1–19).
maupun pada potret udara. Sebagian besar Geologi wilayah Karst Sarolangun,
batugamping di daerah ini telah mengalami yang akan diuraikan adalah tentang kondisi
karstifikasi, terutama batugamping yang geologi dan aspek-aspek geologi lainnya
terletak di bagian barat sedangkan (bentang alam, stratigrafi, dan struktur
batugamping di bagian timur karsifikasi geologi), yang erat kaitannya dengan
eksokarsnya terdapat di bagian tengah. keberadaan situs-situs di wilayah tersebut
Secara regional batugamping kompleks dan sekitarnya. Uraian tentang kondisi
Bukit Bulan termasuk Anggota Mersip Dari geologinya mencakup bentang alam,
Formasi Peneta (Suwarna et al., 1992). stratigrafi, dan struktur geologi adalah
Anggota Mersip tersusun oleh batugamping sebagai berikut:
malihan dengan sisipan serpih gampingan.
Batugamping setempat sebagai marmer, a. Geomorfologi
kelabu hingga kelabu muda, terkekarkan Morfologi atau bentuk bentang alam
kuat sehingga mengaburkan pelapisan asal, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a)
mengandung koral. Urat halus kuarsa dan Lithologi; b) Struktur geologi; c) Stadia
kalsit sejajar perdaunan. Serpih gampingan, daerah dan; d) Tingkat perkembangan erosi
kelabu kecoklatan, terdapat tufan dan atau (Thornbury, 1964). Berdasarkan hal tersebut
karbonan, terkekarkan kuat dengan urat-urat diatas, maka secara umum bentang alam
halus sejajar perdaunan. Tebal formasi Ini (morfologi) di wilayah Sarolangun pada
kurang lebih 300 m, diendapkan pada pengamatan lapangan, memperlihatkan
lingkungan laut dangkal dengan kemiringan kondisi dataran bergelombang. Kondisi
70º – 80º arah barat daya. Lokasi tipe di bentang alam seperti ini, apabila di

Gambar 4. Bentang alam situs gua di Karst Sarolangun


(Sumber: Dokumentasi Jarvis et al., 2008, dengan modifikasi)

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 1, Juni 2018: Hal. 1-20 | 5


klasifikasikan dengan mempergunakan meter), Sungai Kulur (berhulu Bukit Rasa
Sistem Desaunettes (Desaunetes, 1977; 849 meter), dan Sungai Batang Asai
Todd, 1980), yang berdasarkan atas (berhulu Bukit Bukok 778 meter),
besarnya prosentase kemiringan lereng dan sedangkan anak-anak sungainya adalah
beda tinggi relief suatu tempat, maka Sungai Rebah, Sungai Anak Singkut, Sungai
wilayah penelitian terbagi atas empat satuan Melinau, Sungai Merendang dan beberapa
morfologi yaitu: sungai kecil lainnya yang tak bernama.
Satuan Morfologi Dataran, dicirikan Sungai induk dan anak sungai
dengan bentuk permukaan yang sangat termasuk pada kelompok sungai yang
landai dan datar, dengan prosentase berstadia Sungai Dewasa-Tua (old-mature
kemiringan lereng antara 0%-2%. Satuan river stadium), dan Stadia Sungai Tua (old
morfologi dataran, pada umumnya ditempati river stadium) (Lobeck, 1939; Thornbury,
oleh penduduk sebagai wilayah pemukiman, 1964). Berpola pengeringan Dendritik, dan
dan pertanian. Pola Pengeringan Rectangular (Lobeck,
Satuan Morfologi Bergelombang 1939; Thornbury, 1964). Berdasarkan
Lemah, dicirikan dengan bentuk bukit yang klasifikasi atas kuantitas air, maka sebagian
landai, relief halus, lembah yang melebar dari sungai-sungai tersebut, termasuk pada
dan menyerupai huruf "U", bentuk bukit Sungai Periodik/Permanen. Sedangkan
yang agak membulat dengan prosentase sungai-sungai lainnya termasuk pada Sungai
kemiringan lereng antara 2%-8%. Satuan Episodik/Intermittent (Lobeck, 1939;
morfologi bergelombang lemah, pada Thornbury, 1964).
umumnya berupa hutan yang ditumbuhi oleh
pohon-pohon besar, dan semak belukar. b. Stratigrafi
Satuan Morfologi Bergelombang Wilayah Sarolangun tersusun oleh
Kuat, dicirikan dengan lereng yang terjal, batuan tertua adalah Formasi Peneta
bentuk relief masih agak kasar dengan berumur Jura-Kapur, dan batuan termuda
prosentase kemiringan lereng antara 8%- adalah Aluvium yang berumur Holosen.
16%. Satuan morfologi ini pada umumnya Secara umum batuan-batuan tersebut dapat
merupakan hutan belukar dan pada beberapa disebutkan sebagai berikut.
tempat dimanfaatkan sebagai lahan Aluvial, Aluvial terdiri dari pasir, lanau, dan
perkebunan kelapa sawit. lempung serta merupakan hasil pelapukan
Satuan Morfologi Karst, tersusun batuan penyusun wilayah penelitian. Satuan
oleh batugamping, dengan kenampakan batuan ini terhampar di satuan morfologi
khas seperti bentuk bukit bulat dengan dataran dan di sepanjang sungai-sungai
lereng tegak, dolena, pipa karst, stalaktit dan induk di wilayah penelitian. Aluvial
stalagmit, travertin, sungai bawah tanah, berumur Holosen (Suwarna et al., 1992).
voclus, ponore, gua-gua sisi lereng dan gua- Batu Gamping, berdasarkan klasifikasi
gua kaki bukit (clift foot cave). Ketinggian petrologi, batugamping (limestone) di lokasi
wilayah penelitian dan sekitarnya, secara penelitian, termasuk jenis batuan sedimen
umum adalah 100 – 500 meter diatas yang berwarna segar putih, kelabu dan
permukaan air laut. kecoklatan, dan lapuk berwarna coklat putih
Pola pengeringan permukaan kekuningan. Batugamping ini termasuk pada
(surface drainage pattern) di Wilayah Batuan Sedimen Kimia dan Batuan Sedimen
Sarolangun berarah aliran ke selatan-utara, Non Klastik serta tersusun atas kalsium
dan utara-selatan menuju ke Sungai Batang Karbonat CaCO3 (Huang, 1962). Batu
Tembesi, mengikuti bentuk bentang alam gamping teramati dengan baik di seluruh
lokasi penelitian. Sungai induk adalah gua-gua yang diteliti di Desa Limun atau di
Sungai Limun (berhulu Bukit Lepesuh 822 Karst Sarolangun (Intan, 2015).Penentuan

6 | Geoarkeologi Karts Sarolangun ……..M. Fadhlan S. Intan


Gambar 5. Peta geologi regional wilayah Karst Sarolangun dan sebaran situs gua
(Sumber: Dokumentasi Suwarna, 1992 dengan modifikasi)
umur batugamping, dilakukan dengan cara atas genesanya batulanau ini termasuk pada
korelasi antar batuan yang didasarkan atas kelompok Batuan Sedimen Mekanik
ciri-ciri litologi, kondisi daerah dan (epyclastic) (Huang, 1962).
persebaran batuan serta memenuhi Prinsip
Stratigrafi Indonesia. Berdasarkan hal Batulanau teramati dengan baik di
tersebut, maka batugamping dapat Dusun Sungai Beduri (Desa Maribung),
disebandingkan dengan Anggota Mersip Desa Napal Melintang, dan di Sungai Ketari
Formasi Peneta yang terdiri dari Besar (Dusun Napal Melintang) (Intan,
batugamping kelabu muda-tua kristalin. 2015). Penentuan umur batulanau, dilakukan
Atas dasar kesebandingan batuan, maka dengan cara korelasi antar batuan yang
batugamping di Karst Sarolangung berumur didasarkan atas ciri-ciri litologi, kondisi
Jura-Kapur (Suwarna et al., 1992). daerah dan persebaran batuan serta
Batu Lanau, berdasarkan klasifikasi memenuhi Prinsip Stratigrafi Indonesia.
petrologi, batulanau (siltstone) di lokasi Berdasarkan hal tersebut, maka batulanau
penelitian, termasuk jenis batuan sedimen dapat disebandingkan dengan Formasi
yang berwarna segar putih keabu-abuan dan Peneta (Suwarna et al., 1992) yang terdiri
lapuk berwarna coklat keabu-abuan serta dari batusabak, serpih, batulanau dan
bertekstur klastik (lutit), dan berstruktur batupasir, sisipan batugamping,
berlapis (stratified) (perlapisan sejajar). mengandung fosil Clodocoropsisi mirabilis.
Berukuran butir (grainsize) 1/256 - 1/128 Atas dasar kesebandingan batuan, maka
mm (very fine silt-fine silt) dan sortasi batulanau berumur Jura-Kapur.
(sorting) butiran termasuk dalam sortasi
sedang hingga baik, dengan bentuk butiran c. Struktur Geologi
subrounded-rounded. Komposisi mineral Wilayah Sarolangun secara regional,
adalah kuarsa, dan feldspar. Berdasarkan merupakan suatu wilayah dari Sesar Besar

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 1, Juni 2018: Hal. 1-20 | 7


Gambar 6. Sebaran Situs Gua di Wilayah Kabupaten Sarolangun dalam Peta Rupa Bumi Indonesia
(Sumber: Dokumentasi Bakosurtanal, 1986 dengan modifikasi)

Sumatera. Kegiatan tektonik di daerah ini masa lalu. Di Asia Tenggara, kehidupan di
menghasilkan struktur-struktur geologi gua (cave) atau ceruk (rock shelter)
seperti Sesar. Sesar/patahan (fault) yang mencapai puncaknya pada Kala Holosen
melalui daerah penelitian termasuk pada (Nurani, 2005, pp. 1–10). Survei di
jenis Sesar Geser (strike fault) (Billing, Kabupaten Sarolangung dilaksanakan di
1972), dengan indikasi primer berupa Kecamatan Limun, dan Tim Penelitian telah
Cermin Sesar (slickenside) yang teramati di berhasil mendata 22 lokasi Situs Tertutup
Bukit Bulan, (gua). Adapun hasil survei yang telah
Struktur geologi yang melintasi dilaksanakan di wilayah Karst Sarolangun
wilayah Sarolangun dan sekitarnya yang adalah sebagai berikut:
dapat diidentifikasi adalah
◆ Sesar geser (strike fault), berarah barat a. Gua Air Lului
laut – tenggara, yang teramati di Gua Air Lului merupakan tipe gua
wilayah Mersip, Maribung, Muara kaki bukit yang termasuk wilayah Dusun
Kutu, Sungai Batang Asai, Bukit Dalam, Desa Napal Melintang, Kecamatan
Tekalakanin, Dusun Bukit, Lubuk Mas Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi
dan Sungai Beduri. Jambi. Gua Air Lului terletak pada
◆ Sesar geser (strike fault) berarah, timur 2°39’30,5” Lintang Selatan dan
timurlaut – barat baratdaya, terlihat di 102°26’51,7” Bujur Timur, dengan
wilayah Bukit Bukok, Sungai Beduri, ketinggian 194 meter diatas permukaan
Maribung, Napal Melintang, dan Dusun airlaut, dengan arah hadap N220°E (Barat
Bukit. daya) (Intan, 2015).
Adanya pilar membuat Gua Air
2. Situs Gua Karts Sarolangun Lului mempunyai 3 pintu. Pintu-1 berukuran
Survei di Kabupaten Sarolangun lebar mulut gua 3,7 meter, tinggi mulut gua
dilakukan terhadap “Situs Tertutup” atau 4,5 meter, dan panjang kedalam 6,6 meter.
gua-gua yang mempunyai indikasi hunian Pintu-2 berukuran lebar mulut gua 1,7 meter,

8 | Geoarkeologi Karts Sarolangun ……..M. Fadhlan S. Intan


tinggi mulut gua 2,6 meter, dan panjang persyaratan untuk disebut sebagai gua
kedalam 7,4 meter. Pintu-3 berukuran lebar hunian masa lalu, serta ditemukannya
mulut gua 1,9 meter, tinggi mulut gua 2,5 artefak dan non artefak, berupa alat-alat litik
meter, dan panjang kedalam 6,3 meter. dari batuan andesit, bongkah getah damar,
Ukuran ruang gua panjang 8,2 meter, lebar dan fragmen tulang, serta gambar cadas
7,3 meter, dan tinggi 6,6 meter. Di dalam (Intan, 2015)
gua mengalir sungai bawah tanah dengan
arah barat-timur. Sirkulasi udara dan c. Ceruk Semedi
intensitas sinar termasuk sedang-baik. PH Ceruk Semedi merupakan tipe gua
dan kelembaban 6,4/40%, dengan ornamen tebing yang termasuk wilayah Dusun Napal
berupa stalaktit, stalagmit, pilar, dan batu Melintang, Desa Napal Melintang,
alir (flowstone), kemiringan lantai (dip) 3°. Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun,
Di depan Gua Air Lului dengan jarak 2 meter Provinsi Jambi. Ceruk Semedi terletak pada
mengalir Sungai Ketari (Intan, 2015). 2°39’41,4” Lintang Selatan dan
Dari hasil pengamatan, gua ini 102°26’23,4” Bujur Timur, dengan
memenuhi persyaratan untuk disebut ketinggian 222 meter diatas permukaan
sebagai gua hunian masa lalu, serta airlaut. dengan arah hadap N200°E (Selatan
ditemukannya gambar cadas, namun tidak baratdaya) serta kemiringan lereng (dip) 25°.
berhasil menemukan artefak dan non artefak Ceruk Semedi berukuran lebar 14,4 meter,
(Intan, 2015). tinggi 13,2 meter, dan panjang kedalam 5,9
meter. Sirkulasi udara dan intensitas sinar
b. Gua Kerbau termasuk baik, pH dan kelembaban 6,5/40%,
Gua Kerbau-1 merupakan tipe gua dengan ornamen berupa stalagmit,
kaki bukit yang termasuk wilayah Dusun kemiringan lantai (dip) 5°. Tinggi gua dari
Dalam, Desa Napal Melintang, Kecamatan dataran adalah 20 meter. Dari hasil
Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi pengamatan, gua ini memenuhi persyaratan
Jambi. Gua Kerbau-1 terletak pada untuk disebut sebagai gua hunian masa lalu,
2°39’12,9” Lintang Selatan dan ditunjang dengan pengamatan permukaan
102°26’36,2” Bujur Timur, dengan yang dilakukan secara sepintas serta
ketinggian 220 meter diatas permukaan pengaisan di beberapa bagian mulut gua
airlaut, dengan arah hadap N240°E (Barat ditemukan adanya indikasi tinggalan artefak
baratdaya) (Intan, 2015). berupa alat-alat litik (obsidian, chert, alat
Pintu Gua Kerbau-1 berukuran lebar penggerus atau mortar dari batu andesit),
11,4 meter, dan tinggi 4,2 meter. Ruang gua fragmen tembikar (berhias), dan fragmen
berukuran lebar 2,8 meter, tinggi 1,6 meter, moluska (Intan, 2015).
dan panjang 6,2 meter. Gua ini mempunyai
dua lorong, lorong pertama berarah hadap d. Gua Mene Tinggi
N20°E, dan lorong kedua berarah hadap Gua Mane Tinggi merupakan tipe
N70°E. Sirkulasi udara dan intensitas sinar gua kaki bukit yang termasuk wilayah
termasuk baik, pH dan kelembaban 6,5/40%, Dusun Dalam, Desa Napal Melintang,
dengan ornamen berupa stalaktit, stalagmit, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun,
dan pilar, serta kemiringan lantai (dip) Provinsi Jambi. Gua Mane Tinggi terletak
3°(Intan, 2015) pada 2°39’57,3” Lintang Selatan dan
Gua Kerbau-1 terdapat lukisan gua, 102°26’55,3” Bujur Timur, dengan
yang oleh tim peneliti memberi nama Galeri ketinggian 215 meter diatas permukaan
Wahyu, tinggi lukisan gua bervariasi dari 1 airlaut, dengan arah hadap N185°E
meter hingga 4 meter dari lantai gua. Dari (Selatan).
hasil pengamatan, gua ini memenuhi Ruang Gua Mane Tinggi berukuran

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 1, Juni 2018: Hal. 1-20 | 9


lebar 51,3 meter, tinggi 2,8 meter, dan Dari hasil pengamatan, gua ini
ukuran panjang kedalam 8,8 meter. Sirkulasi memenuhi persyaratan untuk disebut
udara dan intensitas sinar termasuk baik. PH sebagai gua hunian masa lalu, ditunjang
dan kelembaban 6,5/50%, dengan ornamen dengan pengamatan permukaan yang
berupa stalaktit, dan stalagmit, kemiringan dilakukan secara sepintas serta pengaisan di
lantai (dip) 10°. Tepat di depan Gua Mane beberapa bagian mulut gua ditemukan
Tinggi terdapat Sungai Mane Tinggi dengan adanya indikasi tinggalan artefak berupa
lebar 6 meter (Intan, 2015). alat-alat litik (obsidian, chert, jasper),
Dari hasil pengamatan, gua ini fragmen tembikar, dan fragmen moluska
memenuhi persyaratan untuk disebut (Intan, 2015).
sebagai gua hunian masa lalu, ditunjang
dengan pengamatan permukaan yang f. Gua Pelaminan Dewa
dilakukan secara sepintas serta pengaisan di Gua Pelaminan Dewa merupakan
beberapa bagian mulut gua ditemukan tipe gua tebing yang termasuk wilayah
adanya indikasi tinggalan artefak berupa Dusun Sungai Beduri, Desa Maribung,
alat-alat litik, berupa serpih dari batuan Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun,
basal, dan jasper (Intan, 2015). Provinsi Jambi. Gua Pelaminan Dewa
terletak pada 2°38’59,9” Lintang Selatan
e. Gua Mesiu dan 102°26’42,2” Bujur Timur, dengan
Gua Mesiu merupakan tipe gua ketinggian 224 meter diatas permukaan
tebing yang termasuk wilayah Dusun Napal airlaut. dengan arah hadap N30°E (Utara
Melintang, Desa Napal Melintang, timurlaut) serta kemiringan lereng (dip) 27.
Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Gua Pelaminan Dewa berukuran
Provinsi Jambi. Gua Mesiu terletak pada berukuran lebar mulut gua 11,2 meter, tinggi
2°39’10,2” Lintang Selatan dan mulut gua 5 meter. Ukuran ruang gua lebar
102°25’28,1” Bujur Timur, dengan 7,5 meter, panjang 10,3 meter, dan tinggi 4,9
ketinggian 254 meter diatas permukaan meter. Sirkulasi udara dan intensitas sinar
airlaut. Gua Mesiu mempunyai dua buah termasuk baik. PH dan kelembaban
pintu yaitu pintu-1 berarah hadap N225°E 6,5/60%, dengan ornamen berupa stalaktit,
(Barat daya), pintu-2 berarah hadap N180°E stalagmit, pilar, batu alir (flowstone),
(Selatan). Gua Mesiu mempunyai kemiringan lantai (dip) 10°. Tinggi gua dari
kemiringan lereng (dip) 47°. dataran adalah 12 meter.
Pintu-1 Gua Mesiu berukuran lebar Dari hasil pengamatan, gua ini
9,2 meter,dan tinggi 6,5 meter, dengan memenuhi persyaratan untuk disebut
ukuran ruang panjang 10,1 meter, lebar 17,3 sebagai gua hunian masa lalu, ditunjang
meter, dan tinggi 9,1 meter. Pintu-2 Gua dengan pengamatan permukaan yang
Mesiu berukuran lebar 10,3 meter, dan dilakukan secara sepintas serta pengaisan di
tinggi 4,3 meter, dengan ukuran ruang beberapa bagian mulut gua ditemukan
panjang 20 meter, tinggi 23,1 meter, dan adanya indikasi tinggalan artefak berupa
lebar 13,8 meter. Sirkulasi udara dan fragmen tembikar (tepian, badan), fragmen
intensitas sinar termasuk baik. PH dan tulang, dan fragmen moluska (Intan, 2015).
kelembaban 6,5/60%, dengan ornamen
berupa stalaktit, stalagmit, pilar, dan batu g. Lokasi Survei Lainnya
alir (flowstone), kemiringan lantai (dip) 3°. Lokasi gua lainnya di wilayah Karst
Di dalam Gua Mesiu terdapat sungai bawah Sarolangun, yang dikunjungi selama survei
tanah. Tinggi Gua Mesiu dari dataran adalah berjumlah 16 lokasi yang tersebar di wilayah
25 meter. Desa Napal Melintang (Dusun Dalam,
Dusun Napal Melintang Desa Maribung

10 | Geoarkeologi Karts Sarolangun ……..M. Fadhlan S. Intan


Gambar 7. Lokasi gambar cadas di salah satu lorong di Gua Sungai Lului (kiri),
gambar cadas berwarna hitam (kanan atas), gambar cadas berwarna putih (kanan bawah)
(Sumber: Dokumentasi Balar Sumsel, 2015)
(Dusun Sungai Beduri, dan Dusun Tinggi). Komering Ulu, Sumatera Selatan), oleh
Meskipun kondisi lokasi dinilai layak untuk Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
dihuni, namun tidak terdapat temuan yang Penemuan gua dengan gambar cadas sangat
mengindikasikan adanya aktivitas manusia mengesankan, karena selama ini tinggalan
masa lalu. Adapun lokasi yang dikunjungi sejenis belum pernah ditemukan di Sumatra
adalah: Gua Colo Petak (No.7), Gua Hendra- dan Jawa. Penemuan ini jelas meruntuhkan
1 (No.8), Gua Hendra-2 (No.9), Ceruk Siti teori para ahli, bahwa seni cadas tidak
Agak-1 (No.10), Gua Hendra-3 (No.11), mencapai Sumatera dan Jawa, tetapi lebih
Ceruk Siti Agak-2 (No.12), Gua Bapak Kica tersebar di Indonesia Timur dan wilayah
(No.13), Gua Kerbau-2 (No. 14), Gua lainnya. Posisi kronologi seni cadas ini
Kerbau-3 (No.15), Gua Parit (No.16), Gua memang belum diketahui, namun jika
Acis (No.17), Gua Lubuk Karib (No.18), dibandingkan dengan seni cadas serupa di
Gua Asmadi (No.19), Gua Kandang-1 wilayah Indonesia Timur, bukan tidak
(No.20), Gua Kandang-2 (No.21), dan Gua mungkin merupakan bagian dari budaya
Colo Petak (No.22) (lihat lampiran tabel). preneolitik yang berkembang pada paruh
pertama Holosen (Simanjuntak et al., 2009).
3. Gambar Cadas Gua dengan gambar cadas yang
Gua dengan gambar cadas, pertama ditemukan tahun 2015 di Karst Sarolangun,
kali ditemukan pada tahun 2009 di Gua merupakan penemuan yang kedua di
Harimau (Desa Padang Bindu, Kecamatan Sumatera, yaitu di Gua Air Lului dan Gua
Semidang Aji, Kabupaten Ogan Kerbau-1.

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 1, Juni 2018: Hal. 1-20 | 11


Gambar 8. Gambar cadas berwarna hitam di Gua Kerbau-1 (kiri),
gambar cadas berwarna putih (kanan atas), gambar cadas berwarna putih (kanan bawah)
(Sumber: Dokumentasi Balar Sumsel, 2015)

Gambar cadas di Gua Sungai Lului (Fauzi et al., 2015). Terdapat cerita yang
terdiri atas 23 gambar berwarna hitam dan 1 dituangkan dalam gambar sebagai bahasa
gambar berwarna putih. Gambar cadas rupa. Hal ini tidak terlepas dari adanya
dengan figur antropomorfik, binatang (?), interaksi dari kondisi lingkungan,
dan motif geometris, terletak di dinding gua mewujudkan kehidupan yang bisa terjaga,
dengan ketinggian 0,9-2 meter di atas lestari dengan bahasa tanda simbolik
permukaan lantai gua, pada sebuah lorong (Mas’ud, 2015).
masuk gua yang penuh lukisan (Fauzi et al.,
2015). Gambar cadas berwarna hitam 4. Klasifikasi Petrologi Alat Litik
didominasi oleh oleh gambar garis-garis Salah satu hasil industri pendukung
dinamis, figur antropomorfik, reptil, hewan budaya gua-gua Karst Sarolangun, adalah
melata, sarang lebah, serta bentuk geometrik alat-alat litik. Alat-alat litik yang ditemukan
(lingkaran, bujur sangkar dan persegi tersebut, berdasarkan atas hasil klasifikasi
panjang) yang tidak (Fauzi, 2016). petrologi, ternyata mereka memilih batuan-
Gambar cadas di Gua Kerbau-1 batuan yang mempunyai sifat-sifat khusus
terdiri atas 1 gambar berwarna hitam dan 9 antara lain, struktur batuan yang kompak
lainnya yang berwarna putih. Gambar- (massive), sifat mudah terbelah
gambar tersebut terletak di langit-langit gua (breakability) yang baik, tidak mempunyai
dengan ketinggian 4 meter meter diatas pecahan (fracture), mempunyai kekerasan
permukaan lantai gua, berupa gambar (hardness) yang tinggi, kesamaan mineral
berwarna hitam menyerupai figur binatang (homogenity), dan beberapa sifat fisik lain
yang ditunggangi oleh manusia, yang yang mendukung (Intan, 2004, pp. 153–
diwarnai secara penuh (block) tanpa ada 256).
ruang kosong di tengahnya. Selain itu, Klasifikasi petrologi dilakukan
terdapat gambar bermotif antropomorfik dan terhadap semua alat-alat litik yang
geometris yang menggunakan pigmen putih ditemukan selama penelitian, yang bertujuan

12 | Geoarkeologi Karts Sarolangun ……..M. Fadhlan S. Intan


Gambar 9. Obsidian yang ditemukan di Gua Mesiu
(Sumber: Dokumentasi Balar Sumsel, 2015)

untuk mengetahui jenis batuan yang memberikan kenampakan warna segar


dimanfaatkan sebagai alat-alat litik. Hasil hitam kelam dan lapuk berwarna hitam
klasifikasi tersebut, maka batuan yang keabu-abuan. Bertekstur kristalinitas
terpilih sebagai alat-alat litik adalah jasper, holohyalin, tekstur granularitas afanitik,
chert, basal, andesit, dan obsidin, sebagai tektur fabrik (bentuk kristal) subhedral-
berikut: anhedral, dan relasi hypidiomorphic-
◆ Jasper, berdasarkan klasifikasi allotriomorphic. Berstruktur kompak
petrologi, jasper termasuk batuan (massive) hingga kekar (joint), dengan
sedimen yang memberikan kenampakan komposisi mineral utama kuarsa,
warna segar coklat, merah, hitam dan plagioklas, olivin, piroksen,
lapuk berwarna merah kehitaman. hornblende, biotit, dan komposisi
Bertekstur non klastik, dengan struktur mineral tambahan apatit, iron ore,
tidak berlapis (non stratified). spinel, rutil, zircon, khromit dan mafic
Komposisi mineral adalah hematit. mineral. Klasifikasi berdasarkan tempat
Berdasarkan atas genesanya, maka terbentuknya termasuk pada batuan
jasper termasuk pada batuan sedimen beku lelehan (vulcanic rocks),
kimia (Huang, 1962). sedangkan klasifikasi berdasarkan sifat
◆ Chert, berdasarkan klasifikasi petrologi, kimia dan komposisi mineralnya
chert termasuk batuan sedimen yang termasuk pada batuan beku basa
memberikan kenampakan warna segar (Huang, 1962).
putih kuning keabu-abuan dan lapuk ◆ Andesit, berdasarkan klasifikasi
berwarna abu-abu pudar kehitaman. petrologi, andesit termasuk batuan beku
Bertekstur non klastik, dengan struktur yang memberikan kenampakan warna
tidak berlapis (non stratified). segar abu-abu muda dan lapuk berwarna
Komposisi mineral adalah silikat atau hitam keabu-abuan. Bertekstur
opal. Berdasarkan atas genesanya, maka hipokristalin, afanitik-porfiroafanitik,
chert termasuk pada batuan sedimen subhedral-anhedral, hypidiomorphic-
kimia (Huang, 1962). allotriomorphic. Berstruktur kompak
◆ Basal, berdasarkan klasifikasi petrologi, (massive). Komposisi mineral utama
basal termasuk batuan beku yang adalah kuarsa, plagioklas, hornblende,

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 1, Juni 2018: Hal. 1-20 | 13


Gambar 10. Gua Mesiu dan Ceruk Semedi dan Lokasi obsidian di Wilayah
Sarolangun dalam Peta Geologi
(Sumber: Dokumentasi Suwarna, 1992 dengan modifikasi)

biotit, dan piroksen. Sedangkan mineral Alat-alat litik dari obsidian yang hanya
tambahan adalah apatite, zircon, sphene, ditemukan di Gua Mesiu dan Ceruk
dan iron ore (Huang, 1962). Semedi, sedangkan di gua-gua lainnya
◆ Obsidian, berdasarkan klasifikasi tidak ditemukan. Lokasi sumber
petrologi adalah, obsidian termasuk obsidian di wilayah Sarolangun,
batuan beku, berwarna segar hitam ditemukan di sebelah barat dan barat
mengkilat dan lapuk berwarna hitam. laut dari situs-situs gua tersebut. Lokasi
Berstruktur kompak (massive), dengan obsidian yang dekat dari situs-situs
tekstur holohialin, gelas silika. Berat adalah Bukit Hulu Simpang dan Bukit
jenisnya 3,36-2,5 gram/cm3, dengan Legal Tinggi. Jarak terjauh dari situs ke
kekerasan 5-5,5 Skala Mohs. lokasi obsidian adalah 40 km (garis
Berdasarkan klasifikasi tempat lurus) dan jarak terdekat adalah 33 km
terbentuknya termasuk dalam batuan (garis lurus).
beku lelehan (volkanic rocks) yaitu
magma yang membeku secara tiba-tiba 5. Bentang Alam Karts Salorangun
dipermukaan bumi. Berdasarkan Kawasan kars adalah kawasan yang
klasifikasi atas dasar sifat kimia dan terdiri dari bentangalam yang secara khusus
komposisi mineral, termasuk pada terjadi pada batuan karbonat (batugamping
batuan beku asam yaitu mengandung dan dolomit) yang disebabkan oleh proses
silikat lebih besar dari 60%, kaya akan karstifikasi. Formasi batuan kawasan karst
unsur alkali dan miskin terhadap memiliki ciri morfologis yang berada di
kalsium/kapur dan mineral bawah permukaan bumi (endokars) maupun
ferromagnesian, umumnya berwarna yang berada di permukaan (eksokars).
muda atau terang. Obsidian terbentuk Bentukan morfologis endokarst dan
dari magma yang bersifat rhyolitis, eksokarst kawasan karst antara lain adalah
dasitis, mengandung air kurang dari 1%, bukit-bukit kerucut, lereng-lereng nyaris
bila kandungan airnya kira-kira 10% tegak (tower karst), danau, mata air, lorong-
maka disebut pitchstone (Huang, 1962). lorong sungai bawah tanah, luweng (dolina),
dan gua-gua (Nasruddin, 2016, pp. 1–16).

14 | Geoarkeologi Karts Sarolangun ……..M. Fadhlan S. Intan


Bentang alam Karst Sarolangun, consolidasi kemudian dilanjutkan ke proses
morfologinya termasuk dalam satuan lithifikasi yang disertai dengan sementasi
morfologi karst tersusun oleh batugamping (Pettijohn, 1975). Atau dengan kata lain,
dengan bentuk permukaan yang kasar, serta gua-gua hanya dapat dibentuk dari batuan
kenampakan khas seperti bentuk bukit bulat yang terlitifikasi, dan jelas bahwa karakter
dengan lereng tegak, dolena, pipa kras, sedimen awal dan sejarah diagenetik adalah
stalaktit dan stalagmit, travertin, sungai faktor-faktor yang mengontrol lokasi sebuah
bawah tanah, voclus, ponore, gua-gua sisi gua. Proses kelahiran sebuah gua biasa
lereng dan gua-gua kaki bukit (clift foot disebut dengan speleogenesis, dan fitur dari
cave). Pembentukan bentang alam ini geologi sangat besar pengaruhnya di sini.
berkaitan dengan bidang retakan
(sesar/patahan) yang arahnya berkedudukan 7. Pengaruh Struktur Geologi
tegak atau hampir tegak. Tinggi menara Struktur geologi yang bekerja di
antara 100-300 meter, berlereng terjal dan wilayah penelitian Sarolangun dan
datar pada puncaknya. Di antara bukit-bukit sekitarnya, dalam pengamatan lapangan
tersebut terdapat lembah sempit yang datar, ditemukan adanya patahan atau sesar (fault)
serta berbentuk memanjang. dari jenis sesar geser (strike fault) (Billing,
Bentuk bentang alam karst 1972).
Sarolangun adalah suatu topografi yang Di Wilayah Sarolangun struktur
terbentuk pada daerah dengan litologi geologi berupa sesar geser (strike fault)
berupa batuan yang mudah larut, membagi dua batuan dari Formasi Peneta
menunjukkan relief yang khas, penyaluran dan Anggota Mersip Formasi Peneta. Sesar
tidak teratur, aliran sungai secara tiba-tiba geser (strike fault) ini berarah relatif barat
masuk ke dalam tanah dan meninggalkan laut-tenggara. Batugamping tempat
lembah kering dan muncul kembali di keletakan gua-gua tersebut termasuk pada
tempat lain sebagai mata air yang besar. Anggota Mersip Formasi Peneta.
Sesar geser (strike fault) ini membuat
6. Batu Gamping dan Gua blok barat dari batugamping bergerak
Batugamping (limestone) penyusun mendatar ke arah barat laut. Blok yang
gua-gua di Wilayah Karst Sarolangun bergerak inilah ditemukan banyak gua-gua
termasuk dalam Anggota Mersip Formasi hunian masa prasejarah. Dampak dari sesar
Peneta, yaitu batugamping kelabu muda-tua geser (strike fault) terhadap keletakan gua-
kristalin umur Jura-Kapur. Sedangkan gua yang diteliti dari segi ketinggian dari
Formasi batuan induknya termasuk pada muka airlaut tidak mengalami perubahan,
Formasi Peneta yang terdiri dari batusabak, sama seperti pada saat batugamping tersebut
serpih, batulanau dan batupasir, sisipan muncul ke permukaan bumi. Namun akibat
batugamping, mengandung fosil pergerakan batugamping ini, menyebabkan
Clodocoropsisi mirabilis umur Jura-Kapur sebagian besar pintu-pintu gua tersebut
(Suwarna et al., 1992). menjadi runtuh atau tertutup oleh blok-blok
Gua-Gua di Wilayah Sarolangun, batugamping, tetapi ruang gua tetap luas
beberapa pintu gua umumnya rendah, atau lebar.
namun ruangannya lebar dan atapnya tinggi,
lorong gua panjang dan tembus di kedua sisi 8. Ancaman Karts Sarolangun
bukit, tampak depan dari beberapa gua yang Kawasan Karst Sarolangun, selain
lebar, umumnya ada sungai bawah tanah memiliki tinggalan kepurbakalaan yang
baik yang berair maupun yang dalam kondisi sangat potensial (situs gua-gua prasejarah),
kering. Suatu gua akan terbentuk setelah ternyata juga menyimpan sumber daya
batuan karbonat mengalami proses mineral (potensi tambang) yang sangat

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 1, Juni 2018: Hal. 1-20 | 15


melimpah, misalnya batugamping, batuan mampu bukan hanya menyesuaikan tetapi
beku dan lempung. Salah satu potensi memodifikasi lingkungan sesuai dengan
tambang yang melimpah tersebut, adalah kebutuhan yang diperlukan. Berbagai proses
batugamping yang termasuk dalam yang memungkinkan manusia bertahan
Kelompok Bahan Galian Golongan "C". (survive) terhadap tantangan kondisi
Menurut data dari Badan Pusat Statistik lingkungan membuktikan kemampuan
Kab. Sarolangun. Jambi, singkapan manusia untuk beradaptasi (Eriawati, 1999),
batugamping, terbanyak ditemukan di sedangkan Saptomo (2008) menyatakan
daerah Napal Melintang Kecamatan Limun bahwa manusia membutuhkan sejumlah
dengan Kadar CaO (54,86–55,85 %) dan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Oleh
cadangan diperkirakan sebesar 57,8 juta karena itu pemilihan lokasi untuk bertempat
(Sarolangun Dalam Angka, 2017). tinggal menjadi salah satu pertimbangan
pokok yang selalu diperhatikan. Umumnya
Di Kabupaten Sarolangun, mereka memilih lokasi yang memiliki
khususnya masyarakat di Kecamatan sumberdaya lingkungan yang melimpah,
Limun, diresahkan tentang rencana lokasi yang nyaman dan aman (Eriawati,
penghancuran pegunungan kapur di wilayah 1999).
Karst Sarolangun, yang memiliki potensi
tambang untuk dikelola menjadi sumber PENUTUP
bahan baku semen. Berita ini tentunya Kehidupan manusia masa prasejarah
menjadi berita duka bagi fihak khususnya kala Plestosen akhir sampai awal
kepurbakalaan, karena dibalik itu terdapat Holosen, dalam mempertahankan hidupnya
malapetaka yang akan turut memusnahkan masih sangat bergantung pada ketersediaan
sejumlah tinggalan masa lalu yang tersimpan lingkungan alam sekitarnya. Seiring dengan
didalam gua-gua pada ratusan bahkan ribuan tingkat kecerdasan dan teknologi yang
tahun silam. Olehnya itu, instansi yang dikenalnya, manusia saat itu lebih mampu
berwenang terhadap tinggalan mempertahankan hidupnya dan
kepurbakalaan di wilayah Karst Sarolangun, mengeksploitasi alam daripada masa
seharusnya keberatan apabila investor sebelumnya yang masih mengembara. Hal
melakukan kegiatan penambangan di dalam tersebut ditunjukkan dalam pola hidup
wilayah situs arkeologi. mereka untuk bertempat tinggal yang lebih
menetap dengan memanfaatkan gua atau
9. Adaptasi Lingkungan ceruk sebagai tempat tinggal mereka. Di
Bentang alam Karst Sarolangun di Asia Tenggara, kehidupan di gua (cave) atau
kontrol oleh gejala struktur, sehingga ceruk (rock shelter) mencapai puncaknya
masyarakat pendukung situs tersebut, pada Kala Holosen.
memanfaatkan konsep adaptasi. Eriawati Secara umum bentang alam
(1999), menyatakan bahwa manusia dalam (morfologi) di wilayah Sarolangun terbagi
beradaptasi saling terkait dengan atas empat satuan morfologi yaitu, Satuan
lingkungan. Keterkaitan itu sifatnya dinamis morfologi dataran, Satuan morfologi
sehingga manusia secara terus menerus bergelombang lemah, Satuan morfologi
memodifikasi perilakunya yang terpilih agar bergelombang kuat, dan Satuan morfologi
dapat menjawab setiap tantangan yang ada, karst. Ketinggian wilayah penelitian dan
sehingga dapat menyesuaikan diri (adaptif) sekitarnya, secara umum adalah 100 – 500
terhadap lingkungannya. Salah satu pilihan meter di atas permukaan airlaut. Sungai-
yang paling tepat untuk menjawab tantangan sungai besar dan kecil di Wilayah
lingkungan itu adalah kemampuan Sarolangun termasuk pada kelompok sungai
teknologinya. Dengan teknologi manusia yang berstadia Sungai Dewasa-Tua (old-

16 | Geoarkeologi Karts Sarolangun ……..M. Fadhlan S. Intan


mature river stadium), dan Stadia Sungai alat-alat litik adalah jasper, chert, basal dan
Tua (old river stadium). Berpola andesit. Batuan-batuan tersebut banyak
pengeringan Dendritik, dan Pola ditemukan di sekitar lokasi penelitian, baik
Pengeringan Rectangular, serta termasuk dalam bentuk singkapan maupun boulder.
Sungai Periodik/Permanen, dan Sungai Lokasi sumber obsidian di wilayah
Episodik/Intermittent. Batuan penyusun Sarolangun, ditemukan di sebelah barat dan
Wilayah Sarolangun dan sekitarnya adalah, barat laut dari situs-situs gua tersebut.
Aluvial (berumur Holosen), Batuan Lokasi obsidian yang dekat dari situs-situs
Terobosan (berumur Miosen Tengah), adalah Bukit Hulu Simpang dan Bukit Legal
Granit Arai (berumur Kapur Akhir- Paleosen Tinggi. Jarak terjauh dari situs ke lokasi
Awal), Anggota Mersip Formasi Peneta obsidian adalah 40 km (garis lurus) dan jarak
(berumur Jura-Kapur), Formasi Peneta terdekat adalah 33 km (garis lurus). Bentang
(berumur Jura-Kapur), dan Formasi Asai alam Karst Sarolangun di kontrol oleh gejala
(berumur Jura). Struktur geologi yang struktur, sehingga masyarakat pendukung
melintasi wilayah Sarolangun dan sekitarnya situs tersebut, memanfaatkan konsep
yang dapat diidentifikasi adalah Sesar geser adaptasi.
(strike fault).
Survei di Kabupaten Sarolangun, Ucapan Terima Kasih
berhasil mendata 22 lokasi yang termasuk Terima kasih kepada Bapak M. Ruly Fauzi
dalam wilayah Kecamatan Limun, namun M.Sc. (Ketua Tim Penelitian Survei
ada 6 lokasi gua yang dapat disebut sebagai Arkeologis Potensi Gua Di Provinsi Jambi -
gua hunian masa lalu, dengan ditemukan Tahap II) yang telah memberikan izin untuk
adanya indikasi tinggalan artefak dan non mempublikasikan tulisan ini
artefak. Batuan yang dimanfaatkan sebagai

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2017). Sarolangun Dalam Angka. Jambi: Badan Pusat Statistik Kab.
Sarolangung.
Billing, M. P. (1972). Structural Geology. In New jersey. New Jersey: Inc. Englewood.
Bronson, B., & Asmar, T. (1975). Prehistoric Investigation at Tiangko Panjang Cave, Sumatra.
Asian Perspectives, 18(2), 128–145.
Desaunetes, J. R. (1977). Catalogue of Landforms for Indonesia": Examples of a Physiographic
Approach to Land Evaluation for Agricultural Development. Bogor: Trust Fund of
the Government of Indonesia Food and Agriculture Organization.
Desaunettes, J. R. (1977). Catalogue of landforms for Indonesia : examples of a physiographic
approach to land evaluation for agricultural development (unpublished). Bogor:
Trust Fund of the Government of Indonesia Food and Agriculture Organization.
Dubois, E. (1908). Das geologische alter der Kendeng-oder Trinil-Fauna. Aardijkskundig
Genot: Tijdschr. Van Het K. Ned.
Eriawati, Y. J. (1999). Adaptasi Penghuni Gua Prasejarah Leang Burung, Kabupaten Maros,
Provinsi Sulawesi Selatan. Universitas Indonesia.
Fauzi, M. R. (2016). Beberapa Hasil Awal Penelitian Arkeologi Di Kawasan Kars Bukit Bulan,
Sarolangun. Siddhayatra Jurnal Arkeologi, 21(1), 1–12.
Fauzi, M. R., Prasetyo, E. S., Andhifani, R. W., Ade, A. O. H. O., & Intan, M. F. S. (2015).
Laporan Penelitian Arkeologi: Survei Arkeologis Potensi Gua Di Provinsi Jambi

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 1, Juni 2018: Hal. 1-20 | 17


(Tahap II). Palembang.
Hooijer, D. A. (1948). Prehistoric teeth of man and of the orang utan from central Sumatra,
with notes on the fossil orang utan from Java and Southern China. Meded:
Overgedrukt Uit Zool.
Huang, W. T. (1962). W.T. Huang. McGraw-Hill Book Company.
Intan, M. F. S. (2004). Eksploitasi Sumber Daya Batuan. In T. Simanjuntak, R. Handini, & B.
Prasetyo (Eds.), Buku Prasejarah Gunung Sewu (pp. 153–156). Ikatan Ahli
Arkeologi Indonesia.
Intan, M. F. S. (2015). Laporan Penelitian Geologi Wilayah Merangin-Sarolangun, Kabupaten
Merangin Dan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Palembang.
Lobeck, A. K. (1939). Geomorphology, An Introduction To The Study of Landscape. New York
and London: Mc Graw Hill Book Company Inc.
Mas’ud, Z. (2015). Direktori Gambar Tebing Di Kawasan Situs Maimai, Kabupaten Kaimana.
Jayapura.
Nasruddin. (2016). Artefak manik-manik dalam perspektif arkeologi. Jurnal Papua, 8(1), 81–
94.
Nurani, I. A. (2005). Pola Pemanfaatan Gua Pada Kehidupan Manusia Prasejarah di Jawa
Timur. In PIA-Kongres IAAI X. Yogyakarta.
Oktariadi, O., & Tarwedi, E. (2011). Klasifikasi kars untuk kawasan lindung dan kawasan budi
daya: Studi Kasus Kars Bukit Bulan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Jurnal
Lingkungan Dan Bencana Geologi, 2(1), 1–19.
Pettijohn, P. J. (1975). Sedimentary Rocks. New York: Harper and Brothers.
Sartono, S. (1988). Kompleks Melange di Sumatera Selatan. In Pertemuan Ilmiah Tahunan.
Bandung: IAGI.
Simanjuntak, T., Forestier, H., Driwantoro, D., Jatmiko, & Siregar, D. (2006). Daerah Kaki
Gunung, Berbagai Tahap Zaman Batu. In G. Dominique (Ed.), Menyelusuri Sungai
Merunut Waktu, Penelitian Arkeologi di Sumatera Selatan (pp. 21–34).
Simanjuntak, T., Saptomo, E. W., & Abdillah, D. (2009). Penelitian Hunian Prasejarah di
padang Bindu, Baturaja, Sumatera Selatan. Jakarta.
Suwarna, N., Suharsono, Gafoer, S., Amin, T. C., Kusnama, & Hermanto, B. (1992). Peta
Geologi Lembar Sarolangun, Sumatera. Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
Thornbury, W. D. (1964). Principle of Geomorphology. New York and London: John Wiley
and Sons, inc.
Todd, D. K. (1980). Groundwater Hydrology (Second Edi). New York: John Willey and Son’s.
Vos, D. J. (1983). The pongo faunas from Java and Sumatra and their significance for
biostratigraphical and paleo-ecological interpretations. Paleontol. Proc., 88, 417–
425.
Vos, D. J., Ostende, L. W. van den H., & Bergh, G. D. Van Den. (2007). Patterns in insular
evolution of mammals: a key to island palaeogeography. In R. W. (Ed.),
Biogeography, Time, and Place: Distributions, Barriers, and Islands (pp. 315–
245). Dordrecht: Spriger.

18 | Geoarkeologi Karts Sarolangun ……..M. Fadhlan S. Intan


Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 1, Juni 2018: Hal. 1-20 | 19
20 | Geoarkeologi Karts Sarolangun ……..M. Fadhlan S. Intan

Das könnte Ihnen auch gefallen