Sie sind auf Seite 1von 41

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN ANEMIA PEMBULUH

DARAH PERIFER Commented [u1]: Acc siap print

Disusun oleh:

Punistriana Dwi Darmareta (14.401.16.073)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI 2016/2017

1
1.1 Latar Belakang
Eritrosit tidak berinti, mengandung Hb (protein yang mengandung
senyawa hemin dan globin yang mempunyai daya ikat terhadap O2 dan CO2),
bentuk bikonkav dibuat dalam susmsum merah tulang pipih sedang pada bayi
dibentuk dalam hati. Dalam 1 mm terkandung± 5 juta eritrosit (laki-laki) dan
±4 juta eritrosit (wanita). Setelah tua sel darah merah akan dirombak oleh hati
dan dijadikan zat warna empedu (bilirubin). Pembentukan sel darah merah
(eritropoesis). Pembentukan darah dimulai dari adanya sel induk plurifoten.
Sel induk plurifoten berdifisiensial menjadi sel induk myeloid dan sel induk
lympohoid, yang selanjutnya melalui proses yang kompleks dan rumit akan
berbentuk sel-sel darah. Sel-sel darah eritroid akan menjadi eritrosit,
granulositik, dan monositik akan menjadi granulosit dan monosit serta
megakariositik menjadi trombosit (Wijaya, 2013, p. 126)
Dalam pembentukan darah memrlukan bahan-bahan seperti vitamin B12,
asam folat, zat besi, cobalt magnesium, tembaga, senk( Zn), asam amino,
vitamin C dan B kompleks. Kekurangan salah satu unsur atau bahan
pembentukan sel darah merah mengakibatkan penurunan produksi atau
anemia. eritrosit berasal dari sel induk primitive myeloid dalam sumsum
tulang. Proses difisiensiasi dari sel primitif menjadi eritroblast ini distimulasi
oleh sel eritropoietin yang diprosuksi oleh ginjal. Jika terjadi penurunan kadar
oksigen dalam darah atau hipoksia maka produksi hormon ini meningkat dan
produksi sel darah merah meningkat. Eritrosit hidup dan beredar dalam darah
tepi rata-rata 120 hari. Setelah 120 hari akan mengalami proses penuaan.
Apabila dekstruksi sel darah merah terjadi sebelum waktunya atau kurang dari
120 hari disebut hemolisis yang biasanya terjadi pada thalasemia (Wijaya,
2013, p. 126)
1.2 Batasan Masalah
Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit (red ceel mass) sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi
tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggalan tempat tinggal serta keadaan
fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan.

2
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa definisi anemi?
2. Bagaimana etiologi anemia
3. Apa saja manifestasi klinis anemia?
4. Bagaimana patofisiologi anemia?
5. Apa saja klasifikasi anemia?
6. Apa saja komplikasi anemia?
1.4 Tujuan
Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit anemia
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit anemia?
2. Untuk mengetahui patofisiolgi penyakit anemia?
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit anemia?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Anemia
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel
darah merah kadar hematokrit dibawa normal. Anemia bukan penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit
(gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila
terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangut oksigen
kejaringan. Anemia tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan
akibat dari berbagai proses patologik yang mendasari (Wijaya, 2013,
hal. 127)
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit
hitung eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas
pengungkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus diingat pada keadaan
tertentu dimana ketiga parameter akut, dan kehamilan.oleh karena itu
dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai kepada label
anemia tetapi harus dapat ditatapkan penykit dasar anemia tersebut
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 35)
Kriteria anemia menurut WHO
Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
Laki-laki dewasa <13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12g/dl
Wanita hamil <11g/dl
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 35)
2. Etiologi Anemia
a. Anemia pasca pendarahan
Terjadi sebagai akibat pendarahan yang masif seperti kecelakaan,
oerasi dan persalinan dengan pendarahan atau menahun seperti
pada penyakit cacingan.

4
b. Anemia defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
c. Anemia hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena
1) Faktor intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobnopatia (talasemia Hbe, sickle
cell anemia), sferosits, defesiensi enzim eritrosit (G-6PD,
piiruvatkinase, glutation reduktase.
2) Faktor ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis
(inkompatibilitas golongan darah, reaksi hemolitik pad tranfusi
darah).
d. Anemia aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darh sumsum tulang
kerusakan sumsum tulang (Wijaya, 2013, pp. 129-130)
3. Tanda dan Gejala
Menurut Horison, presentase klinis dari pasien yang anemia
tergantung pada penyakit yang mendasari, demikian juga dengan
keparahan serta kronisitisnya anemia. manisfestasi anemia dapat
dijelaskan melalui prinsip-prinsip patofisologik, sebagai besar tanda
dan gejala anemia mewakili penyusuaian kardiovaskular dan ventilasi
yang mengompensasi penurunan massa sel darah merah
Derajat saat gejala-gejala timbul pada pasien anemia tergantung
pada beberapa faktor pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat,
mungkin tidak cukup waktu untuk berlangsungnya penyesuaian
kompensasi. Dan pasien akan mengalami gejala yang lebih jelas
daripada jika anemia dengan derajar kesakitan yang sama, yang timbul
secara tersamar. Lebih lanjut, keluhan pasien tergantung pada adanya
penyakit vaskuler setempat. Misalnya, angina pektoris, klaudikasio
intermiten, atau leukemia serebal sepintas yang tersamar oleh
perjalanan anemia (Bararah, 2013, hal. 202-203)

5
Karena sistem organ dapat terken, makan pada anemia dapat
menimbulkan manisfestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan
timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingkat aktivitasnya,
keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. secara
umum gejala anema adalah:
1. Hb menurun (<10 g/dl), trombositosis/ trombositopenia,
pansitopenia
2. Penurunan BB, kelemahan
3. Takikardia, TD menurun, pengisian kapiler lambat, extermitas
dingan, palpitasi, kulit pucat
4. Mudah lelah: sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang
buruk (bayi)
5. Sakit kepala pusing kunang-kunang, peka rangsang (Wijaya, 2013,
pp. 132-134)
Tanda dan gejala berdasarkan jenis anemia
a. Anemia karena pendarahan
Pendarahan akut akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflex
kardovaskuler yang fisiologis berupa kontraxi arteriola,
pengurangan aliran darah atau komponenya keorgan tubuh yang
kurang vital (anggota gerak, ginjal). Gejala yang timbul tergantung
dari cepat dan banyakknya darah yang hilang dan apakah tubuh
masih dapat mengadakan kompensasi. Kehilangan darah sebanyak
12-15% akan memperlihatkan gejala pucat, transpirasi, takikardia,
TD rendah dan normal. Kehilangan darah sebanyak 15-20% akan
mengakibatkan TD menurun dandapat terjadi shock yang masih
reversible
b. Anemia defisiensi besi (DB) pucat tanda yang paling sering,
pagofagia( keinginan untuk makan bahan yang tidak biasa seperti es
batu atau tanah), bila Hb menurub sampai 5 g/Dl iritabilitas dan
anorexia. Takikardia dan bising sistolik. Perubahan kulit dan
mukosa yang progresif seperti lodah yang halus, keilosis, terdapat
tanda-tanda mal nutrisi.

6
c. Anemia hemolitik
Terdapat keluhan fatigue dapat terlihat bersama gagal jantung
kongestif dan angina. Biasanya ditemukan ikterus dan spleno
megali. Apabila pasein mempunyai penyakit dasar seperti LES atau
leukemia limfositik kronik gambar klinis penyakit tersebut dapat
terlihat. Pada kasus hemolisis berat, penekanan pada sumsum tulang
dapat mengakibatkan SDM yang terpecah-pecah
d. Anemia aplastik
Awitan anemia aplastik biasanya khas dan bertahap ditandai oleh
kelemahan, pucat, sesak napas pada saat latihan. Temuan
laboratorium biasanya ditmukan pansitopenia sel darah merah
normositik artinya ukuran dan warna norma;, pendarahan abnormal
akibat trombositopenia (Wijaya, 2013, pp. 132-134)
4. Patofisiologis Anemia
Menurut Wiwik dan Hariwibowo, patofisiologis apada klien anemia
adalah timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum
tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.
Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi.
Pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui pendarahan atau
hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagostik atau dalam
sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai
hasil sampingan dari proses tersebut, billirubin terbentuk dalam
fagosit akan memaski aliran darah. Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam
glumerulus ginjal dan ke dalam urine. Pada dasarnya gejala anemia
timbul karena dua hal, anoksia organ target karena berkurangnya
jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan
mekanisme kompensasi terhadap anemia (Bararah, 2013, pp. 201-202)

7
Pendarahan saluran Defisiensi besi, vit,B12, Overaktif RES,
cerna uterus, As Folatdepresi produksi SDM
hidung, luka sumsum tulang abnormal
eritropoiten menurun

Kehilangan sel darah Penghancuran SDM


v pa
merah menurun

penurunan sekunder
Produksi SDMtidak Resiko infeksi
adekuat

Penurunan jumlah
Penurunan kadar Hb Efek GI
eritrosit

Gangguan
Kompensasi paru penyerapan nutrisi
Kompensasi
jantung

Peningkatan Diare, lidah


frekuensi napas meradang
Beban kerja jantung
meningkat
Dyspnea Nutrisi turun

Nyeri dada, takikardia


Penurunan O2 Ketidakseimban
gan nutrisi
Ketidakefektifan jaringan
perifer Hipoksia

kontraktilitas
Lemah lesu Ketidakefektipan
napas
palpitasi
Defisit perawatan diri
Penebalan didinding ventrikel intoleransi aktivitas

(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 40)

8
5. Klasifikasi Anemia
Berdasarkan faktor morfologik SDM dan indeksnya
a. Anemia makroskopik/ normositik Makrositik
Memiliki SDM lebih besar dari normal (MCV>100) tetapi
normokromik karena konsentrasi hemoglobin normal (MCHC
normal). Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya atau
terhentinya sitesis asam deoksibonukleut (DNA) seperti yang
ditemukan pada defesiensi B12, atau asam folat dan bisa juga
terhadi pada pasien yang mengalami kemoterapi kanker karena
agen-agen menggangu sintesis DNA (Wijaya, 2013, pp. 128-129)
1) Anemia yang Megaloblastic berkaitan dengan kekurangan dari
vitamin B12 dan asam folic (atau kedua-keduanya) tidak
cukup atau penyerapan yang tidak cukup. Kekurangan folate
secara normal todak menghasilkan gejala, selagi B12 cukup.
Anemia yang Megaloblastic adalah paling umum penyebab
anemia yang macrocytic
2) Anemia pernisiosa adalah suatu kondisi autoimmune yang
melawan sel pariental dari perut. Sel pariental menghasilkan
faktor intrinsik, yang diperlukan dalam menyerap vitamin B12
dari makanan. Oleh karena itu penghancuran dari sel pariental
menyebabkan suatu ketidaan faktor intrinsik, mendorong
penyerapan yang buruk dari vitamin B12 (Wijaya, 2013, pp.
128-129)
3) Yang sakit karena banyak minum
4) Methotrexate, zidovudine, dan lain obat yang menghalangi
repliksi DNA. Ini adalah etiologi yang paling umum pada
pasien yang tanpa alkohol (Wijaya, 2013, pp. 128-129)
b. Anemia Mikrositik
Anemia hipokromik mikrositik, mikrositik: sel kecil, hipokkronik:
pewarnaan yang berkurang, karena darah nerasal dari Hb, sel-sel
ini mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari

9
jumlah normal. Kedaan ini umunya mencerminkan isufisiensi
sintesis heme/ kekurangan zat besi, seperti anemia pada defesiensi
besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronis dan
gangguan sintesis globin (Wijaya, 2013, pp. 128-129)
1) Anemia kekurangan zat besia dalah jenis anemia paling umum
dari keseluruhan dan yang paling sering adalah microcytic
hypochromic. Anemia kekurangan besi disebabkan karena
ketika penyerapan atau masukan dari besi tidak cukup. Besi
adalah suatu bahan penting dari hemoglobin, dan kekurangan
besi mengakibatkan berkurangnya hemoglobin kedalam sel
darah merah. Di Amerika Serika, 20% dari semua wanita-
wanita dari umur yang mampu melahirkan mempunyai anemia
kekurangan zat besi, bandingkan dengan hanya 2% dari orang
tua. Penyebab dari anemia kekurangan zat besi pada wanita-
wanita premenopausal adalah darah hilang selama haid. Stusi
sudah menjukkan bahwa kekurangan zat besi menyebabkan
prestasi sekolah lemah dan menurunnya IQ pada gadis remaja.
Pada pasien yang lebih tua, anemia kekurangan zat besi
disebabkan karena pendarahan saluran pencernaan: tes darah
pada BAB, endoskopi atas dan endoskopi bawah sering
dilakukan untuk mengidentifikasi lesi dan pendarahan yang
bisa malignan (Wijaya, 2013, pp. 128-129)
2) Hemoglobinnopathies lebih jarang (terlepas dari masyarakat
dimana kondisi-kondisi ini adalah lazim) anemia sel sabit,
thalasemia
c. Anemia Normositik
SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah
hemoglobin normal. Kekurangan darah merah yang Normacytic adalah
ketika cadangan Hb dikurangi, tetapi ukuran sel darah yang merah
(MCV) sisa yang normal. Penyebab meliputi: pendarahan yang akut,
anemia dari penyakit kronis, anemia yang aplastic kegagalan sumsum
tulang (Wijaya, 2013, pp. 128-129)

10
6. Komplikasi
Hemoglobin memiliki peran penting dalam mengantar oksigen
keseluruh tubuh untuk konsumsi dan membawa kembalo
karbondioksida kembali ke paru menghembuskan nafas keluar dari
tubuh. Jika kadar hemoglobin terlalu rendah, proses ini dapat
terganggu, sehingga tubuh memiliki tingkat oksigen yang rendah
(hipoksia).
Anemia umumnya memilki prognosis yang sangat baik dan
mungkin dapat disembuhkan dalam banyak hal. Prognosis keseluruhan
tergantung pada penyebab anemia, tingkat keparahan, dan kesehatan
seluruh pasien. Anemia yang paraah akan menyebabkan rendahnya
kadar oksigen pada organ-organ vital seperti jantung, dan dapat
menyebabkan serangan jantung (Proverawati, 2011, p. 36)
A. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a. Identitas pasien dan keluarga
Nama, umur, TTL, nama ayah/ibu, pekerjaan ayah/ibu, agama,
pendidikan, pasien yang sering terserah anemia biasanya pada
orang dewasa,produksi sel darah merah terjadi disumsum tulang.
Pada perempuan muda terapat dua kali lebih mungkin untuk
mengalami anemia dibanding laki-laki muda karena pendarahan
menstruasi yang teratur. Anemia dalam kehamilan terjadi
hiperplasia erythroid dari sumsum tulang belakangdan peningkatan
massa RBC. Jadi selama kehamilan, anemia didefinisikan sebagai
Hb 10 </dL (Ht 30%). alamat (Proverawati, 2011, p. 127)
b. Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluahan pucat,
kelelahan, kelemahan, pusing. (Wijaya, 2013, p. 137)
c. Riwayat kehamilan dan persalinan

11
1) Prenatal: ibu selama hamil pernah menderita penyakit berat,
pemeriksaan kehamilan berapa kali, kebiasaan pemakaian obat-
obatan dalam jangka waktu lama.
2) Intranasil: usia kehamilan cukup proses persalinan dan berapa
panjang dan berat badan waktu lahir.
3) Postnatal: keadaan bayi setelah masa neonatorum,ada trauma
post parturn akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan
pemberian ASI (Wijaya, 2013, pp. 137-140)
d. Riwayat kesehatan dahulu
1) Adanya penderita anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.
2) Adanya riwayat trauma, pendarahan.
3) Adanya riwayat demam tinggi. (Wijaya, 2013, p. 137)
e. Keadaan kesehatan saat ini
Pasien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala
gelisah, diaforesis tachikandia, dan penurunan kesadaran.
1. Riwayat keluarga
Riwayat anelia dalam keluarga
Riwayat penyakit-penyakit seperti: kanker, jantung hepatitis,
DM, asthma, penyakit-penyakit infeksi saluran pernafasan
(Wiyaja, 2013, hal. 137-140)
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:keadaan tampak lemah sampai sakit berat
b. Kesadaran: compos mentis kooperatif sampai terjadi
penurunan tingkat kesadaran apatis, samnoles-sopor-coma.
c. Tanda-tanda vital
TD: Tekanan darah menurun
Nadi: frekuensi nadi meningkat, kuat sampai lemah (N=60-
100 kali/menit
Suhu: bisa meningkat atau menurun (N= 36,5-37,2C)
Pernapasan: meningkat (anak N= 20-30 kali/ menit
(Wijaya, 2013, pp. 137-140)
d. Body sistem

12
1. Sistem penapasan
Keluhan: napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda
sesak napas (Bararah, 2013, hal. 205-206)
Inspeksi: pemeriksaan dilakukan dari bentuk dada yang
simetris, napas pendek
Palpasi: pemeriksaan dilakukan dengan cara meraba dengan
nyeri tekan
Pekusi: jika hanya ada kelainan jantung maka bunyi normal
Auskultasi: mengkaji rongga pleura
2. Sistem Kardiovaskuler
a. Keluhan: riwayat penyakit kronis misalnya menstruasi
berat, kerja jantung berlebih. Riwayat endokarditis infeksi
kronis. Tanda peningkatan sistol dengan diastol, tekanan
nadi melebar, pucat pada kulit (Bararah, 2013, hal. 205-
206)
b. Inspeksi: dilihat dari bentuk dada dan denyut jantung
c. Palpasi: pemeriksaan dilakukan dengan cara meraba
mengetahui dengan mengenal denyut jantung karena
kurangnya oksigen
d. Perkusi: untuk menentukan batas jantung kanan kiri.
Adanya sonor, timpani, redup
e. Aukultasi: pemeriksaan menggunkan stetoskop.
Mengetahui bunyi jantung, bunyi bising jantung yang
disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup jantung
yang tidak sempurna. Kenyaringan (keras-lemah) (Bararah
T. , 2013)
3. Sistem persyarafan
a. Keluhan: sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo,
penurunan penglihatan dan bayangan mata, kelemahan,
keseimbangan buruk (Bararah, 2013, hal. 205-206)
Inspeksi: melihat dari kondisi pasien
4. Sistem perkemihan

13
a. Keluhan: riwayat piclonefritis gagal ginjal,
hematemasis, feses dengan darah segar, diare atau
konstipasi (Bararah, 2013, hal. 205-206)
b. Inspeksi: adanya pembesaran pada daerah pinggang
atau abdomen sebelah atas
5. Sistem pencernaan
a. Keluhan: penurunan masukan diet, masukan diet
protein hewani rendah atau masukan produk sereal
tinggi, nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan,
mual muntah, penurunan berat badan (Bararah, 2013,
hal. 205-206)
b. Inspeksi: pemeriksaan bentuk abdomen, warna
c. Palpasi: pemeriksaan dilakukan dengan meraba
daerah abdomen ada keluhan sakit atau tidak
d. Perkusi: melakukan ketukan pada daerah abdomen
e. Auskultasi: pemeriksaan dengan menggunkan
stetoskop ada bunyi bising atau tidak
6. Sistem integrument
a. Keluhan: teraba dingin, keringat yang berlebihan,
pucat, terdapat pendarahan dibawah kulit (Wijaya,
2013, hal. 138)
b. Inspeksi: melihat warna kulit pucat dan bentuk kulit
kering atau tidak
c. Palpasi: meraba kulit kering atau tidak, bersih
7. Sistem reproduksi
a. Keluhan:perubahan aliran menstruasi. Tanda serviks
dan dinding vagina pucat (Bararah, 2013, hal. 205-
206)
b. Inspeksi: melihat kondisi pasien pucat
8. Sistem endokrin
a. Keluhan: haus atau dehidrasi, lapar berlebihan
(Bararah, 2013, hal. 205-206)

14
b. Inspeksi: melihat mukosa bibir pasien
9. Sitem pengindraan
a. Keluhan: kelainan bentuk tidak ada, kkonjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, terdapat pendarahan sub
konjungtiva keadaan pupil, pelpebra, refleks cahaya
biasanya tidak ada kelainan (Wijaya, 2013, hal. 138)
b. Inspeksi: pemeriksaan dilihat dari bentuk mata sama
atau tidak, warna mata
c. Palpasi: pemeriksaan dengan meraba ada benjolan atu
tidak (Bararah T. , 2013)
10. Sistem muskuluskletal
a. Keluhan: terjadi kelemahan umum, nyeri ekstermitas,
tonus otot kurang, akral dingin (Wijaya, 2013, hal.
139)
b. Inspeksi: melihat kondisi pasien dalam melakukan
aktivitas
(Handayani, 2008, hal. 35)
11. Sistem imunitas
a. Keluhan: pecahnya pembuluh darah dan penurunan
eritrosit pada pasien kecelakaan
b. Inspeksi: melihat kondisi pasien, pucat melihat luka
yang atau menstruasi.
TB dan BB: menurut rumus dari Behermen, pertambahan BB
anak adalah sebagai berikut:
1) Lahir 3,25 kg
2) 3-12 bulan = umur (bulan)-9:2
3) 1-6 tahun = umur (tahun) x2-8
4) 6-12 tahun = umur (tahun)x 7-5:2
Tinggi badan rata-rata waktu lahir adalah 50cm. Secara
garis besar, tinggi badan anak dapat diperkirankan,
sebagai berikut:
1 tahun =1,5x TB lahir

15
4 tahun = 2x TB lahir
6 tahun = 1,5x TB setahun
13 tahun = 3x TB lahir
Dewasa = 3,5x TB lahir (2x TB tahun) (Wijaya, 2013,
hal. 138)
d. Kulit
Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat,
terdapat pendarahan dibawah kulit (Wijaya, 2013, pp. 137-
140)
e. Kepala
Biasanya bentuk dalam batas normal (Wijaya, 2013, hal.
138)
f. Mata
Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, terdapat pendarahan sub congjungtiva, keadaan
pupil, palpebra, refleks cahaya biasanya tidak ada kelainan.
g. Hidung
Keadaan/bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari
hidung, fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan
h. Telinga
Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan (Wiyaja,
2013, hal. 137-140)
i. Mulut
Bentuk, mukosa kering, pendarahan gusi, lidah kering, bibir
pecah-pecah atau pendarahan (Wiyaja, 2013, hal. 137-140)
j. Leher
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tiroid tidah
membesar, tidak ada distensi vena yugularis (Wiyaja, 2013,
hal. 137-140)
k. Thoraks
Pergerakan dada biasanya penafasan cepat irama tidak
teratur. Fremitus yang meninggi, perusi sonor, suara nafas

16
bisa vesikular atau ronchi, wheezing. Frekuensi nafas
neonatus 40-60 kali/ menit anak 20-30 kali/ menit irama
jantung tidak teratur, frekuensi pada anak 60-100 kali/menit
(Wiyaja, 2013, hal. 137-140)
l. Abdomen
Cekung, pembesaran hati, nyeri, bising usu normal, dan
bisa juga dibawah normal dan bisa juga meningkat
m. Genetalia
Laki-laki: testis sudah turun ke dalam skroturn
Perempuan: labia minora tertutup labia mayora
n. Ekstermitas
Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstermitas, tonus otot
kurang, akral dingin
o. Anus
Keadaan anus posisinya anus (+)
p. Neurologis
Refleks fasiologis (+) seperti refleks patella, refleks
patologi (-) seperti babinski, tanda kerniq (-) dan bruzinki I-
II= (-)
3. Pemeriksaan penunjang
Kadar Hb menurun, pemeriksaan darah: eritrosit dan
berdasarkan penyebab keluarga (Wiyaja, 2013, hal. 137-140)
4. Riwayat sosial
Siapa yang mengasuh pasien dirumah kebersihan didaerah
tempat tinggal, orang yang terdekat dengan pasien. Kedaan
lingkungan pekarangan, pembuangan sampah keluarga
(Wiyaja, 2013, hal. 137-140)
5. Kebutuhan dasar
Meliputi kebutuhan nutrisi pasien sehubungan dengan
anoreksia, diet yang harus dijalani, pasang HGT, cairan IVFD
yang digunakan jika ada. Pola tidur bisa tergannggu. Mandi
dan aktifitas: dapat terganggu berhubungan dengan kelemahan

17
fisik. Eliminasi: biasanya terjadi perubahan frekuensi,
konsistensi bila diare atau konstipasi keluarga (Wiyaja, 2013,
hal. 137-140)
6. Pemeriksaan tingkat perkembangan
Bergantung pada usia. Terdiri dari motorik kasar, halus,
kognitif, dan bahasa keluarga (Wiyaja, 2013, hal. 137-140)
7. Data psikologis
Akibat dampak hospitalisasi, anak menjadi cengeng, menangis
dan terlihat cemas atau takut. Orangtua: reaksi orangtua
terhadap penyakit anaknya sangat bervariasi. Psikologis
orangtua yang harus diperhatikan:
a. Keseriusan ancaman penyakit terhadap anak
b. Pengalaman sebelumnya terhadap penyakit dan
hospitalisasi
c. Prosedur medik yang akan dilakukan
d. Adanya support sistem
e. Kemampuan koping orangtua
f. Agama, kepercayaan, adat
g. Pola komunikasi dalam keluarga (Wiyaja, 2013, hal. 137-
140)
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap
kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan
adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-
komponen berikut ini: kadar hemoglobin, indeks eritrosit,
(MCV,MCV, dan MCHC), asupan darah tepi (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 37)
2) Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju
endap darah (LED) dan hitung retikulosit. Sekarang sudah
banyak dipakai automatic hematology analizer yang dapat

18
memberikan presisi hasil yang baik (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 37)
3) Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan
informasi mengenai adanya sistem hematopoesis. Pemeriksaan
ini dibutuhkan utuk diagnosa difinitif pada beberapa jenis
anemia. pemeriksaan sumsum tulang belakang mutlak
diperlukan diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik,
serta pada kelainan hemotologik yang dapat mensupresi sistem
eritroid (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 37)
4) Pemeriksaan atas indeksi khusus: pemeriksaan ini untuk
mengomfirmasikan dugaan diagnosis awal yang memilki
komponen berikut ini:
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan
feritin serum.
Anemia megalobalistik: asam folat darah / eritrosit, vitamin B12
Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coomb, dan elektroforesis
Hb.
Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia.
b. Pemeriksaan laboratorium non hematologis: faal ginjal, faal
endokrin, asam urat, faal hati, biakan kuman.
c. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi
d. Pemeriksaan sitogenik
e. Pemeriksaan biologi molekul (PCR = polymerase chain raction,
FISH= fluorescense in situ hybridization (Nurarif & Kusuma,
2015, hal. 37)
C. Penatalaksanaan
a. Anemia karen pendarahan
Pengobatan terbaik adalah tranfusi darah. Pada pendarahan kronik
diberikan tranfusi packed cell. Mengatasi renjatan dan penyebab
pendarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena

19
dengan cairan infuse apa saja yang tersedia (Wijaya, 2013, hal.
135-136)
b. Anemia defisiensi
Anemia defisiensi besi (DB) respon regular DB terhadap sejumah
besi cukup mempunyai arti diagnostik, pemberian oral garam ferro
sederhana ( sulfat, glukonat, fumarat) merupakan terapi yang
murah dan memuskan. Preprt besi parental ( dekstran besi) adalah
bentuk yang efektif dan aman digunakan bila perhitungan dosis
tepat, sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet
penderita, dan komsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500 Ml/ 24
jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni
jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan
darah karena intoleransi protein susu sapi tercegah. Anemia
defisiensi asam folat meliputi terhadap penyebabnya dan dapat
dilakukan pula dengan pemberian/ suplementasi asam folat oral 1
mg perhari (Wijaya, 2013, hal. 135-136)
c. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik autoimun terapi insial dengan menggunakan
prednison 1-2 mg/Kg BB/hari. Jika anemia mengancam hidup,
tranfusi harus diberikan dengan hati-hati. Apabila predison tidak
efektif dalam menanggulangi kelainan ini, atau penyakit
mengalami kekambuhan dalam periode taperingoff dari prednisone
maka dilakukan splenektomi. Apabila kedunya tidak menolong,
maka dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis obat
imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500 mg/kg
BB/hari selama 1-4 hari). Namun efek pengobatan ini hanya
sebentar (1-3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan
demikian pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat
darurat dan bila pengobatan dengan prednisone merupakan kontra
indikasi (Wijaya, 2013, hal. 135-136)
Anemia hemolitik karena kekurangan enzim pencegahan hemolisi
adalah cara terapi yang paling penting. Tranfusi ukur mungkin

20
terindikasi untuk hiperbillirubinemia pada neonatus. Tranfusi
eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik.
Jika anemia terus menerus berat atau jika diperlukan tranfusi yang
sering, splenektomi haarus dikerjakn setelah umur 5-6 tahun
(Wijaya, 2013, hal. 135-136)

D. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan
anemia menurut SDKI adalah sebagai berikut:
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
Definisi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
menggangu metabolisme tubuh (PPNI, 2016, hal. 37)
Penyebab
1. Hiperglikemia
2. Penurunan konsentrasi hemoglobin
3. Peningkatan tekanan darah
4. Kekurangan volume cairan
5. Penurunan aliran arteri dan atau vena
6. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat misalnya
merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam
imobilitas.
7. Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit misalnya
diabetes militus, hiperlipidemia
8. Kurang aktivitas fisik (PPNI, 2016, hal. 56)
Gejala dan tanda mayor
Sujektif
Tidak tersedia (PPNI, 2016, hal. 56)
Objektif
1. Pengisian kapiler >3 detik
2. Nadi perifer menurun atau tidak teraba
3. Akral terasa dingin

21
4. Warna kulit pucat
5. Turgor kulit menurun (PPNI, 2016, hal. 56)

Gejala dan tanda minor


Subjektif
1. Parastesia
2. Nyeri ekstermitas (klaudikasi intermiten) (PPNI, 2016, hal. 56)

Objektif
1. Edema
2. Penyembuhan luka lambat
3. Indeks ankle-brancial <0,90
4. Bruit femoral (PPNI, 2016, hal. 56)
Kondisi klinis terkait
a. Tromboflebitis
b. Diabetes militus
c. Anemia
d. Gagal jantung kongestif
e. Kelainan jantung kongenital
f. Trombosis arteri
g. Varises
h. Trombosis vena dalam
i. Sindrom kompartemen (PPNI, 2016, hal. 56)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme (PPNI, 2016, hal. 56)
Penyebab
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidamapuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi

22
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi misalnya finansial tidak mencukupi
Faktor psikologis misalnya stres, keengganan untu makan (PPNI,
2016, hal. 56)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Tidak tersedia (PPNI, 2016, hal. 56)
Objektif
Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal (PPNI,
2016, hal. 56)

Gejala dan tanda minor


Subjektif
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Kram/nyeri abdomen
Nafsu makan menurun (PPNI, 2016, hal. 56)
Objektif
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot penguyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare (PPNI, 2016, hal. 56)
Kondisi klinis terkait
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius sindrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip

23
6. Cleft palate
7. Amvotropic lateral sclerosis
Referensi
1. Luka bakar
2. Kanker
3. Infeksi
4. AIDS
Penyakit crohn’s (PPNI, 2016, hal. 56)
3. Nyeri akut
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambatdan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang 3 bulan (PPNI, 2016, hal. 172)

Penyebab
1. Agen pencedera fisiologis misal inflamasi, iskemia, neoplasma
2. Agen pencedera kimiawi misal terbakar, bahan kimia iritasi
3. Agen pencedera fisik misal abses, amputasi, terbakar, terpotong
(PPNI, 2016, hal. 172)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeluh nyeri (PPNI, 2016, hal. 172)
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif misal waspada, posisi menghindari nyeri
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif

24
1. Tidak tersedia
Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis (PPNI, 2016, hal. 172)
Kondisi klinis terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma (PPNI, 2016, hal. 172)
Keterangan
Pengkajian nyeri dapat menggunakan instrumen skala nyeri, seperti
1. FLACC behavioral pain scale untuk usia kurang dari 3 tahun
2. Baker-wong-FACES scale untuk usia 3-7 tahun (PPNI, 2016,
hal. 172)
4. Defisit perawatan diri makan
Definisi
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan
diri (PPNI, 2016, hal. 240)
Penyebab
1. Gangguan muskuloskeletal
2. Gangguan neuromuskuler
3. Kelemahan
4. Gangguan psikologis dan atau psikotik
5. Penurunan motivasi atau minat (PPNI, 2016, hal. 240)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif

25
1. Menolak melakukan perawatan diri
Objektif
1. Tidak mampu mandi atau mengenakan pakaian atau minum
atau ke toilet atau behias secara mandiri
2. Minat melakukan perawatan diri kurang (PPNI, 2016, hal. 240)
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Tidak tersedia
Objektif
1. Tidak tersedia (PPNI, 2016, hal. 240)
Kondisi klinis terkait
1. Stroke
2. Cedera medula spinalis
3. Depresi
4. Artritis reumatoid
5. Retardasi mental
6. Delirium
7. Demensia
8. Gangguan amnestik
9. Skizofrenia dan gangguan psikotik lain
10. Fungsi penilaian terganggu (PPNI, 2016, hal. 240)
Keterangan
Diagnosis ini dispesifikasi menjadi salah satu atau lebih dari:
1. Mandi
2. Berpakaian
3. Makan (PPNI, 2016, hal. 240)
5. Intoleransi aktivitas
Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitasi sehari-hari
(PPNI, 2016, hal. 128)
Penyebab
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

26
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton (PPNI, 2016, hal. 128)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeluh lelah (PPNI, 2016, hal. 128)
Objektif
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Dispenia saat atau setelah aktivitas
2. Merasatidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah (PPNI, 2016, hal. 128)
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat gambaran
EKG
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat atau setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis (PPNI, 2016, hal. 128)
E. Intervensi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Tujuan/kriteria hasil
a. Menunjukkan status sirkulasi yang dibuktikan oleh indikator
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada
penyimpangan dari rentang normal:
1) PaO2 dan PaCO2 atau tekanan parsial oksigen dan karbon
dioksida pada darah arteri.
2) Nadi karotis, kiri kanan, brakial, radial femoral dan pedal
3) Tekanan darah sistolik dan diastol, tekanan nadi, tekanan
darah terata, CVP, dan tekanan baji pulmonal
(M.Wilkinson, 2016, hal. 446)

27
b. Menunjukkan status sirkulasi dibuktikan oleh indikator suara
nafas tambahan, distensi vena eher, edema, atau bising
pembuluh besar. Kelelahan dan edema perifer dan asites
(M.Wilkinson, 2016, hal. 446)
c. Menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membran mukosa
yang dibuktikan oleh indikator berikut suhu, sensasi elastisitas
hidrasi, keutuhan dan ketebalan kulit. Perfusi jaringan
(M.Wilkinson, 2016, hal. 446)
d. Menunjukkan perfusi jaringan: perifer yang dibuktikan oleh
indikator berikut pengisian ulang kapiler (jari tangan dan jari
kaki), warna kulit, sensasi, integritas kulit (M.Wilkinson,
2016, hal. 446)
Contoh lain
Pasien akan:
a. Menunjukkan fungsi otonom yang utuh
b. Melaporkan kecukupan energi
c. Berjalan 6 menit dengan tidak merasakan nyeri ekstermitas
bawah (M.Wilkinson, 2016, hal. 446)
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
a. Kaji ulkus statis dan gejala selulitis yaitu nyeri, kemerahan.
b. Perawatan sirkulasi (Insufisiensi Arteri dan Vena)(NIC):
1) Lakukan penilaian komprehensif sirkulasi perifer misalnya
memeriksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna
dan suhu
2) Pantau derajat ketidaknyamanan atau nyeri dengan latihan,
dimalam hari, atau ketika istirahat (arteri) (M.Wilkinson,
2016, hal. 447)
c. Manajeman sensasi perifer (NIC)
1) Pantau diskriminasi tajam atau tumpul atau panas atau
dingin

28
2) Pantau paresterisa baal, kesemutan, hiperesteria, dan
hipoestesia
3) Pantau tromboflebitis dan trombosis vena dalam
4) Pantau tingkat kecocokan alat bebat, protesis, sepatu, dan
pakain (M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
d. Pantau pemeriksaan koagulasi misal waktu protombin (PT)
waktu tromboplastin parsial (PIT) dan hitung trombosit
(M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
e. Pantau nilai elektrolit yang berkaitan dengan disritmia misal
kadar kalium dan magnesium serum (M.Wilkinson, 2016, hal.
447)
f. Lakukan pengkajian komprehensif sirkulasi perifer misal nadi
perifer, edema, pengisian, warna kulit, suhu kulit
(M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
g. Kaji integritas kulit perifer
h. Kaji tonus otot , pergerakan motorik, gaya berjalan, dan
propriosepsi (M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
i. Pantau asupan dan haluran (M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
j. Pantau status hidrasi misal membran mukosa lembab,
keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik, jika perlu
(M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
k. Pantau hasil lab yang berkaitan dengan retensi cairan misal
peningkatan berat jenis, peningkatan BUN, penurunan
hematokrit, dan peningkatan kadar osmolalitas urine
(M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
l. Pantau indikasi kelebihan beban atau retensi cairan misal
crackle¸ peningkatan CVP atau tekanan baji kapiler pulmonal,
edema, distensi vena leher dan asites, jika perlu (M.Wilkinson,
2016, hal. 447)
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
a. Ajarkan manfaat latihan fisik pada sirkulasiperifer
b. Ajarkan efek merokok pada sirkulasi perifer

29
c. Hindari suhu eksterim ke ekstremitas
d. Pentingnya mematuhi program diet dan medikasi
e. Melaporkan tanda dan gejala yang mungkin pernah
dilaporkan ke dokter
f. Ajarkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian
tubuh ketika mandi, duduk, berbaring,
g. Memeriksa kulit setiap hari untuk perubahan integritas kulit
(M.Wilkinson, 2016, hal. 447)
Aktivitas kolaboratif
a. Berikan medikasi berdasarkan instruksi atau protokol
b. Beri tahu dokter jika nyeri tidak mereda
c. Perawatan sirkulasi (insufisiensi arteri dan vena) (NIC):
berikan medikasi antikoagulasi, jika perlu (M.Wilkinson, 2016,
hal. 448)
Aktivitas lain
a. Distribusi asupan cairan yang diprogramkan secara tepat
selama periode 24 jam
b. Pertahankan batas cairan dan diet misal tanpa garam, rendah
natrium
c. Hindari trauma kimia, mekanis, atau panas yang melibatkan
ekstremitas
d. Kurangi rokok dan penggunaa stimulan
e. Letakkan ekstermitas pada posisi menggantung
f. Lakukan modalitas terapi kompresi (M.Wilkinson, 2016, hal.
448)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuan tubuh
Tujuan/krateria evaluasi
Memperlihatkan status nutrisi yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut:
a. asupan gizi
b. Asupan makanan
c. Asupan cairan

30
d. Energi
Contoh: menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
(M.Wilkinson, 2016, hal. 284)
Contoh lain
Pasien akan:
a. Mempertahankan berat badan
b. Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
c. Mungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d. Menoleransi diet yang dianjurkan
e. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dala batas
normal
f. Memiliki nilai laboratorium misal transferin, albumin, dan
elektrolit dalam batas normal
g. Melaporkan tingkat energi yang adekuat (M.Wilkinson, 2016,
hal. 284)
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
a. Tentukan motivasi paasien untuk mengebuah kebiasaan makan
b. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhn nutrisi
c. Pantau nilai laboratorium, khusunya transferin, albumin, dan
elektrolik
d. Manajeman nutrisi (NIC):
Mengetahui makanan kesukaan pasien
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
Timbang pasien pada interval yang tepat (M.Wilkinson, 2016,
hal. 284)
Penyuluhan untuk pasien/ keluarga
a. Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
b. Ajarkan pasien atau keluarga tentang makanan yng bergizi dan
tidak mahal
c. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya (M.Wilkinson, 2016, hal. 284)

31
Aktivitas kalaboratif
a. diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuan
protein pasien yang mengalami ketidak adekuatan asupan
protein atau kehilangan protein
b. diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makan lengkap, pemberian makanan malalui siang, dan nutrisi
paraenta total asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
c. rujukan kepada dokter untuk menentukan penyebab gangguan
nutrisi (M.Wilkinson, 2016, hal. 285)
Aktivitas lain
a. buatlah perencanaan makanan dengan pasien yang masuk
dalam jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan dan
ketidaksukaan pasien, serta suhu tubu
b. dukung anggota keluarga untuk membawa makanan
kesukaan pasien dari rumah
c. bantua pasien untuk menulias tujuan mingguan yang
realistis untuk latihan fisik dan asupan makanan
d. anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makanan dan
latihan fisik dilokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap
hari
e. tawarkan makanan porsi besar disinag hari ketika nafsu
makan tinggi (M.Wilkinson, 2016, hal. 285)
3. Nyeri akut
Tujuan/ kriteria
a. Memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh
indikator mengenli awitan nyeri, menggunakan tindakan
pencegahan, melaporkan nyeri dapat dikendalikan
b. Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibutuhkan oleh indikator
ekspresi nyeri pada wajah, gelisah tau ketegangan otot, durasi
episode nyeri, merintih dan menangis, gelisah (M.Wilkinson,
2016, hal. 297)
Contoh lain

32
Pasien akan:
a. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mncapai kenyamanan
b. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang dengan skala
0-10
c. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
d. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor tersebut
e. Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
(M.Wilkinson, 2016, hal. 297)
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
a. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilkihan pertama
untuk mengumpulkan informasi pengkajian
b. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyaman pada
skala 0 samapai 10
c. Gunakan bagan aliir nyeri untuk memantau peradangan nyeri
oleh analgesik dan kemungkinan efek samping.
d. Manajemen nyeri (NIC)
Lakukan pengkajian nyeri yang khomprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekunsi, kualitas,
intensitas atau keparahan nyeri dan faktor presipitasnya
(M.Wilkinson, 2016, hal. 298)
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang
harus diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek
samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus
saat mengonsumsi obat tersebut misal pembatasan aktivitas
fisik, pembatasan diet dan nama orang yang harus dihubungi
bila mengalami nyeri membandel
b. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat
jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai

33
c. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawaraan strategi koping yang
disarankan (M.Wilkinson, 2016, hal. 298)
Aktivitas kalobaratif
a. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberin opiat yang
terjadwal
b. Manajeman nyeri (NIC)
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi
lebih kuat
Laporkan tindakan kepada dokter jika berhasil atau jika keluhan
saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman
nyeri pasien dimasa lalu (M.Wilkinson, 2016, hal. 298)
Aktivitas lain
a. Sesuaikan frekuensi dosis sesuai dengan indikasi melalui
pengkajian nyeri dan efek samping
b. Bantu pasien mengidentifikasi tindakan tidaknyamanan yang
efektitif di masa lalu, seperti distraksi, relaksai, atau kompres
hangat dingin
c. Bantu pasien untuk lebih befokus pada aktivitas, bukan pada
nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan
melalui televisi, radio, tape, dan interkasi dengan pengunjung
d. Manajeman nyeri (NIC)
Libatkan keluarga dalam modalitas peredaran nyeri jika
memungkinkan
Kendalikan foktor lingkungan yang dapat memepengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyaman misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, dan kegaduhan (M.Wilkinson, 2016, hal. 298)
4. Defisit perawatan diri makan
Tujuan
a. Menunjukkan perawatan diri makan dibuktikan oleh indikator
berikut meletakkan makanan kepiring, mengarahkan makanan

34
kemulut dengan jari, menguyah makanan, menelan cairan,
menghabisakan makanan
b. Menerima asupan dari pemberi asuhan
c. Mampu makan secara mandiri
d. Membuka wadah makanan dan menyiapakan makanan
(M.Wilkinson, 2016, hal. 367)

Contoh lain
a. Menerima asupan dari pemberi asuhan
b. Mampu makan secara mandiri
c. Mengungkapkan kepuasan makan dan terhadap kemampuan
untuk makan sendiri
d. Menunjukkan asupan makanan dan cairan yang adekuat
e. Menggunakan alat bantu adaptif untuk makan
f. Membuka wadah makanan dan menyiapkan makanan
(M.Wilkinson, 2016, hal. 367)
Aktivitas keperawataan
Pengkajian
a. Kaji kemampuan menggunakan alat batu
b. Kaji tingkat energi dan toleransi terhadap aktivitas
c. Kaji peningkatan atau penurunan kemampuan untuk makan
sendiri
d. Kaji unutk menguyah dan menelan (M.Wilkinson, 2016, hal.
367)
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
a. Tunjukkan penggunaa alat bantu dan aktivitas adaptif
b. Ajarkan pasien menggunakan metode alternatif untuk makan
dan minum , sebutkan metode dan rencana penyuluhan
(M.Wilkinson, 2016, hal. 367)
Aktivitas kalaboratif

35
a. Rujukan pasien dan keluarga pada pelayanan sosial untuk
mendapatkana layanan bantuan kesehatan dirumha
b. Gunakan terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam
perencanaa tindakan keperawatan pasien
c. Defisit perawatan diri makan (NIC)
Lakukan tindakan untuk meredakan rasa nyeri sebelum makan,
jika diperlukan (M.Wilkinson, 2016, hal. 367)

Aktivitas lain
a. Hindari menggunakan peralatan makan yang tajam
b. Periksa makan dipipi
c. Makan dilingkungan yang tenang untuk menguragi distraksi
d. Pertahankan komunikasi verbal yang singkat dan sederhana
e. Sediakan makanan dalam porsi kecil setiap kali makan
f. Kenali dan beri penguatan terhadap pencapaina pasien
(M.Wilkinson, 2016, hal. 367-368)
5. Intolerasi aktivitas
Tujuan
a. Menolerasi aktivitas yang biasa digunakanyang dibuktikan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energi, tingkat
kelelahan, energi psikomotorik, istirahat, dan perawatan diri
b. Menunjukkan toleransi aktivitas yang ditunjukkan oleh
indikator saturasi oksigen saat beraktivitas, frekuensi
pernapasan saat beraktivitas, kemampuan untuk berbicara saat
berktivitas fisik (M.Wilkinson, 2016, hal. 16)
Contoh lain
a. Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang
menimbulkan kecemasan yang dapat mengakibatkan
toleransi aktivitas
b. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan
dengan peningkatan denyut jantung, frekuensi

36
pernapasan, dan tekana darah serta memantau pola
dalam batas normal.
c. Pada tanggal target akan mencapai tingkat aktivitas
d. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang
kebutuhan oksigen, obat, dan peralatan yng dapat
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
(M.Wilkinson, 2016, hal. 16)

Aktivitas keperawatan

Pengkajian
a. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari
tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan melakukan AKS dan
AKSI
b. Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktivitas
c. Manajeman energi (NIC)
d. Tentukan penyebab keletihan misalnya perawatn nyeri
dan pengobatan (M.Wilkinson, 2016, hal. 17)
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
a. Penggunaan nafas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
b. Mengenali tanda atau gejala intoleran aktivitas,
termasuk kondisi yang perlu dilaporkan kepada dokter
c. pentingnya nutrisi yang baik
d. penggunaan peralatan seperti oksigen, selama aktivitas
e. dampak intoleransi aktivitas terhadap tanggung jawab
peran dalam keluarga dan tempat kerja (M.Wilkinson,
2016, hal. 17)
Aktivitas kalobaratif
a. berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas
kolaborasikan dengan ahli okupasi
b. kolaborasikan dengan terapi okulasi, fisik tau rekreasi
untuk merencanakan dan memantau program aktivitas

37
c. untuk pasien yang mengalami sakit jiwa rujuk ke
layanan kesehatan jiwa dirumah (M.Wilkinson, 2016,
hal. 18)

Aktivitas lain
a. bantu pasien dalam mengubah posisi secara berkala,
bersandar, duduk, berdiri dan ambuasi sesuai
toleransi
b. pantau tanda tanda vital sebelum dan sesudah
aktivitas
c. (M.Wilkinson, 2016, hal. 18)
F. Pengobatan
Pengobatan harus ditujukan pada penyebab anemia, dan mungkin
termasuk:
a. Tranfusi darah
b. Kortikosteroid atau obat-obatan lainnya yang menekan sistem
kekebalan tubuh
c. Erythropoietin, obat yang membantu sumsum tulang membantu
sel-sel darah
d. Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin dan
mineral lainnya (Proverawati, 2011, hal. 34-35)
G. Pencegahan Anemia
e. Beberapa bentuk umum dari anemia yang paling mudah dicegah
dengan makan-makanan yang sehat dan membatasi penggunakan
alkohol. Semua jenis anemia sebaiknya dihindari dengan
memriksakan diri ke dokter secara teratur dan ketika masalah itu
timbul. Darah para lanjut usia secara rutin diperintahkan oleh
dokter untuk selalu dikontrol, bahkan jika tidak ada gejala,
sehingga dapat terdeteksi adanya anemia dan meminta dokter
untuk mencari penyebab yang mendasari (Proverawati, 2011, hal.
37)

38
H. Implementasi
Pelaksanan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncankan dalam rencna tindkan
keperwatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal
diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik
komuniasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang
hak-hak dari pasein serta dalam memeahami tingkat perkembangan
pasien (Bararah, 2013, hal. 213)

I. Evaluasi
Langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara malakuan
indentifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki
pengetahan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan
tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada riteria hasil (Bararah, 2013, hal. 213)

39
Daftar Pustaka

Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakarya.

Handayani, W. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan


Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

M.Wilkinson, J. (2016). Dignosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
Mediaction.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnois Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Proverawati, A. (2011). Anemia dan Anemia kehamilan . Yogyakrta: Nuha


Medika.

40
Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha
Medika.

41

Das könnte Ihnen auch gefallen