Sie sind auf Seite 1von 44

Fiksi

si Paralaks
Paralaks

parallax fic·tion
noun
noun
1. literature in the form of prose, that de-
noun: the effect whereby the position or
scribes imaginary events and people.
direction of an object appears to differ when
viewed from different positions, e.g., through
synonyms: novels, stories, (creative) writing,
the viewfinder and the lens of a camera.
(prose) literature; informallit
the angular amount of parallax in a particular
“the popularity of South American fiction”
case, especially that of a star viewed from
different points in the earth's orbit.
invention or fabrication as opposed to fact.
plural noun: parallaxes

plural noun: fictions


Origin
"he dismissed the allegation as absolute
late 16th century (also in the general sense
fiction"
‘fact of seeing wrongly’): from French paral-
laxe, from Greek parallaxis ‘a change,’ from
fabrication, invention, lies, fibs, untruth,
parallassein ‘to alternate,’ based on allassein
falsehood, fantasy, nonsense
‘to exchange’ (from allos ‘other’).
"the president dismissed the allegation as
--DICTIONARY.COM
absolute fiction"

a belief or statement that is false, but that is


Parallax (from Ancient Greek (parallaxis),
often held to be true because it is expedient
meaning ‘alternation’) is a displacement or
to do so.
difference in the apparent position of an ob-
"the notion of that country being
ject viewed along two different lines of sight,
a democracy is a polite fiction"
and is measured by the angle or semi-angle of
--DICTIONARY.COM
inclination between those two lines
--WIKIPEDIA
an encoded rules or law of a system within a
story in which its organize society to behave
“the redoubling of the gap or in a certain way
antagonism—the two opposed moments
are ‘reconciled’ when the gap that separates 3 of collective consensus that forms a c
them is posited as inherent to one of the terms.” oherent story that informs a collective of
value how a story progresses
“it is appearance which is the asymmetrical
encompassing term: the difference between
essence and appearance is internal to appear-
ance, not to essence.” posited as inherent
to one of the terms
--Parallax View, SLAVOJ ZIZEK
2
3
pameran, kertas
dan pedagogi
Paralaks fiksi:

Paralaks fiksi berangkat dari rangkaian


pertanyaan panjang yang tak nyaman. Kenapa
saya berpameran/kenapa saya merancang
sekolah? Apa itu pameran/sekolah? kenapa dia
berfungsi dan masih bertahan? Bias dan titik
buta apa yang saya cenderung saya produksi
dalam konteks pameran/sekolah?

Apa yang ingin saya hadirkan lewat fiksi permainan pameran/


Cecil Mariani
sekolah? bagaimana saya membingkai pameran/sekolah
ketika saya tidak tahu persis bias fiksi-fiksi saya sendiri?
Dengan konteks kelangkaan akses ruang berproduksi dan
ruang belajar non-fiksi dominan, bagaimana saya menyiasati
ruang belajar, bekerja dan berkarya itu sendiri? kenapa
harus ruang? Bagaimana subyektifitas saya terbingkai dan
ditaklukan oleh konteks pameran/sekolah dan jejaring
sosialnya? Suara, kenangan, pikiran, nilai-nilai siapakah yang
saya reproduksi dengan mengira bahwa itu adalah suara,
kenangan, pikiran dan nilai nilai saya sendiri? Bagaimana
saya mengagas pameran/sekolah di bingkai itu? Bagaimana
menimbang keterhubungan banyak hal yang membuat
sebuah fiksi bernama pameran/sekolah terselenggara,
disepakati nilainya dan saya bagian dari komponen di
alur permainannya? Bagaimana menyampaikan binatang
tawaran pameran/sekolah atau fiksi-fiksinya dalam bingkai
komunikasi, konsensus, media kertas, media pameran/
sekolah, relasi keterhubungan yang memungkinkannya?
dan lantas apa? Saya tentu belum bisa menjawabnya semua
dan masih mereka-reka.

Narasi membutuhkan suatu konsensus hukum dan aturan


realitas, nalar umum yang sebenarnya sebentuk fiksi. Narasi
adalah aplikasi. Fiksi, sistem operasi. Dibalik fiksi ada sejenis
sistem mekanika dan semua sistem adalah serangkaian
permainan.

Fiksi adalah kedok sekaligus antarmuka navigasi. Seperti baju


perlengkapan selam atau jelajah antariksa, direka dengan
mengasumsikan alam jelajah yang keras dan tak tertebak juga
4 mengancam. Kita mengenakan fiksi dan pengantar pameran misalnya. Tambalan
mempercayai integritasnya agar kita apa yang kemudian bocor dari jahitan
bisa bergerak dan menjelajah. Agar kita realitas pameran? Ketika penghidupan
tak cemas terlahap oleh pengalaman dilimpahi dengan makna kedaruratan
dahsyat di luar sana, yang lolos dari dan krisis sosial, kenapa pameran/
proses pemaknaan kita. Tapi seringkali sekolah yang diupayakan/ditambalkan?
kita yang kemudian dikenakan oleh Apakah argumen isu-isu sosial
fiksi--kedok dan tambalan kita sendiri, dan gagasan cukup untuk menutup
dan diprogram olehnya agar bergerak gerowongnya?
sesuai alur fungsi-fungsi nya. fiksi juga
membuat kita mengabaikan hal-hal di Paralaks adalah dugaan, perihal
luar hukum fiksi, Kita lupa bahwa fiksi- bagaimana menggeser pembentukan
fiksi besar adalah fiksi yang kita sepakati fiksi-fiksi tentang apa yang saya kerjakan
dan turut bermain melanggengkannya, dan mengapa saya mengerjakannya?
lalu kita lebih sering jadi perkakas Bahwa saya berpameran dan berkarya
untuk fiksi-fiksi bisa bekerja. Hidup tapi secara paralel saya juga mengagas
dikondisikan oleh sejenis fiksi. fiksi sekolah. Paralaks bukan situasi paralel
menciptakan permainan makna-makna melainkan spekulasi permainan guna
atas kondisi hidup kita. Lalu tanpa daya mengkorsletkan fiksi yang paralel.
kita menyebutnya non-fiksi.
Dalam paralaks ada komponen “geser”
Saya dikondisikan oleh pameran, namun “sumbu”, “arah”, “alterasi” dan yang
kecemasan saya terhadap pengkondisian tidak tunggal dalam hal posisi, sudut
yang mengkondisikan fiksi pameran pandang, asal muasal. Dari sini kita
membuat saya justru mengambil format bisa bermain soal; bagaimana sebab
pameran, label desainer, kesan perupa (fiksi) memproduksi akibat (paralaks)
dan pula bentuk sekolah/lokakarya lalu akibat juga mengubah sebab dan
sebagai kedok-kedok penambalnya. memproduksi variasi sebab.
Pameran/sekolah ini fiksi. Ia tambalan
siap pakai atas apa yang bocor dari Menggabungkan dugaan paralaks dengan
realitas. Saya merekanya, mengenakan fiksi adalah pilihan menjangkarkan
lalu serta-merta menjalaninya. kemungkinan membicarakan tentang
cara meringkus, menggeser fiksi-fiksi,
Ada fiksi yang saya suapkan ke diri saya non-fiksi juga gap dan bias. Bukan hanya
sendiri soal kenapa saya mempraktekan untuk refleksi tapi juga difraksi.
ini, menampilkan ini, berbuat itu,
menggambar ini dst. Ada gap antara Kedok Pameran Gambar
pengalaman saya dan bagaimana saya Paralaks fiksi serupa kerja dari kata
menambal jurangnya dengan makna benda ‘pameran’. Pameran adalah
dan merasionalisasinya. fiksi pun yang salah satu praktek kita bersama di
niscaya akan saya sodorkan ke publik kesenian bersepakat untuk asyik
dalam rangka menunaikan norma tambal-menambal, menegosiasikan
peristiwa kesenian, berhubung ada sudut pandang dan merangkaikan
gap lagi antara yang saya maknai dan fiksi-fiksi yang bocor seputar realitas,
batasan bahasa untuk menjelaskannya. keseharian, pengkondisian. Fiksi yang
Fiksi bukan semata kebohongan. Ia tulus tengah populer kini seputar pengalaman
dan jujur berpretensi mendamaikan pribadi seniman, menulis ulang sejarah,
kecemasan. Kecemasan akan absennya arsip, kolektifitas dan praktek-praktek
isu, konteks dan pemaknaan dari melibatkan masyarakat serta ragam
fiksi heroik yang baik lainnya. Fiksi-fiksi teritori baru walau sayangnya dengan 5
yang terproduksi dalam Pameran adalah peta lama. Tapi dengan perspektif
gejala dari kerombengan sekaligus paralaks fiksi, peta bisa mengubah
koherensi fiksi-fiksi yang lebih berkuasa. teritori. Dengan kedok pameran saya
sesungguhnya mencari-cari fiksi baru
Pameran, atau juga kerja-kerja kita yang plastis untuk sebuah pameran/
sehari-hari adalah fiksi-fiksi yang efektif sekolah dan banyak hal hal lainnya.
dan produktif namun tak memuaskan.
Pameran merupakan suatu konsensus/ Peristiwa Kertas
konvensi fiksi yang kokoh tentang Kertas dan Galerikertas adalah titik
satu mekanika platform, suatu sistem mula paralaks pameran maupun sekolah.
kesepakatan yang dibangun atas operasi Rangkaian keterpautan yang turut
rupa-rupa kerja pemain, aktor, agen, dan menciptakan atau justru mendiktekan
relasi antar obyek-obyek tertentu di keserta-mertaan gagasan tentang
atasnya bisa merepetisi, memproduksi paralaks fiksi. Di fiksi lazim saya kertas
dan mereproduksi ragam fiksi-fiksi adalah media, tapi ia juga tatanan yang
lewat kerja fiksi, lewat kerja imajinasi. tak hanya media atau platform tapi
Sangking kokohnya ia otonom sebagai juga peristiwa dan perangkat jelajah
nilai, dan diselenggarakan dimana-mana sekaligus agen aktif dalam fiksi pameran
tanpa pusat kekuasaan yang kentara dan bagian dari fiksi yang lebih besar
jelas menginstruksikannya--Kekuasan lagi. Ia agen otonom yang menyodorkan
yang saya maksud sering bercokol di pola difraksi yang di antaranya saya
titik buta kita--. Tentu ia terkait dengan ringkus dan namai paralaks fiksi. Ia
rantai berantai mekanika platform juga ia gagasan yang lolos/bocor dari
mesin fiksi lainnya; fiksi ekonomi, fiksi teknologi yang dominan sekarang
fiksi kebangsaan, fiksi ketergantungan yang bertumpu pada listrik (api) dan
pada sistem finansial, fiksi tentang logam. Suatu fiksi dengan bocoran
asal usul dan obsesi akan identitas yang melimpah untuk dispekulasikan
dan identifikasi. Fiksi adalah abstraksi dan didekati dengan paralaks sebagai
peta tatanan yang menginformasikan bagian dari diskursus program sekolah.
nilai suatu permainan sekaligus wajah Kebenaran apa yang tak disangka
antarmuka dan baju perlengkapan yang dari kertas?
memungkinkan interaksi-aturan main-
tatanan terbentuk. Sekolah Paralaks/ Institut Paralaksis
Kita memproduksi dan mengenakan
Kembali ke pertanyaan kenapa saya fiksi sebagai baju perlengkapan jelajah
berpameran/membuat sekolah? fiksi karena ingin tahu dan ingin menjelajahi.
internal selalu bias dan tak murni Berhubung paralaks adalah cara
internal, karenanya daripada saya beroperasi ia berpotensi diurai dan
menjawab dengan bias yang koheren, diiterasi menjadi sebuah eksperimen
saya berikthiar memparalakskan fiksinya. pedagogis. Cita-citanya untuk
menjelajah cara belajar dan beroperasi;
fiksi apa dan siapa yang saya jalani? difraksi paralaks, meringkus fiksi dan
Dan dari apa saya menciptakan kedok keserta-mertaan biasnya. Bagaimana
ini? kedok semacam jembatan mediasi memproduksi realitas baru? Menjadikan
terhadap realitas yang nampaknya tak bias dari fiksi-fiksi justru sebagai bahan
bisa saya navigasi tanpa kedok, baju dasar pengembangan teknologinya
perlengkapan jelajah antariksa. Pameran dengan sedari awal kita sadar
ini adalah kedok saya belajar, mencari memproduksi fiksi, fiksi bisa kemudian
6 medikte kita dan memproduksi bias,
dan paralaks bisa jadi metode jelajah
spekulatif, menerka dan mereka jurang
dan bias bukan hanya menghindarinya,
dan kita mungkin bisa memproduksi
sesuatu yang lebih asing lagi dari
praktek ko-kreasi yang kita bisa
repetisi bersama.

Institut Paralaksis dalam fiksi ini


bisa dikatakan salah satu dari karya
pameran. Fiksi proyek ini adalah
eksperimen dalam metode mereka
fiksi-fiksi dalam praktek pameran dan
praktek sekolah untuk menjadi fiksi
yang berbeda. Fiksi apa yang bisa kita
produksi, fungsikan, atau paralakskan?
Bagaimana mengkorsletkan fiksi
dengan sengaja dan disadari hingga ia
bergeser dan atau mentransformasi?
Banyak pertanyaan yang belum selesai
hingga peristiwa ganjil pameran/
sekolah tunggal ini mesti dikemas. Saya
tak ingin menjelajah dan menjawab
jalan pedang ini sendirian. Paralaks fiksi
seperti halnya fiksi perlu keterlibatan,
perlu disangkut pautkan dengan banyak
keterhubungan dan dikonsensuskan
agar jadi yang non-fiksi. Institut
Paralaksis adalah gerak melanjutkan
permainan dalam fiksi-fiksi setelah
membeberkannya, selagi reka-cipta
meloloskan diri dari fiksi belum
terformulasikan.

Fiksi agenda karya ini; belajar lebih


banyak dari dan sambil menyeret
orang lain belajar lebih banyak juga.
Pertanyaan-pertanyaan yang belum
terjawab adalah pemandu uji-coba dan
penjelajahan lanjutan. Semoga anda
berkenan turut serta menduga-duga,
sambil bongkar pasang, dan merekayasa
paralaks fiksi-fiksi.
7
8
9

Dirinya Sendiri
Membocorkan
Fiksi yang

Pameran Cecil Mariani “Paralaks Fiksi”


mencoba membuat perkara dengan
cara kita melihat kenyataan. Dalam
konsep pamerannya, Cecil menegaskan
bahwa segalanya adalah fiksi. Kata
Heru Joni Putra
fiksi yang diajukan Cecil tidak dalam
pengertian benar atau bohong. Ia jelas
tak berurusan dengan kategori itu.
Fiksi lebih dilihat sebagai sesuatu
yang keberadaannya mensyaratkan
adanya rekaan.

Konsekuensi ketika kita mengatakan segalanya


adalah fiksi, dalam pengertian seperti itu, adalah
pertanyaan tentang apa itu realitas. Dan Cecil sudah
mengantisipasinya. Baginya, realitas adalah fiksi
yang kita sepakati bersama. Artinya, antara kita dan
dunia yang serba fiksi ini diperantarai oleh konsensus.
Konsesuslah yang membuat sesuatu yang pada mulanya
berupa fiksi yang disadari menjadi realitas (fiksi yang
tidak disadari). Konsensus, dengan begitu, dimaknai
suatu sistem—entah itu sistem bahasa, sistem hukum,
sistem sosial, dst—yang berfungsi untuk menyelubungi
segala sifat-sifat fiksi atas entitas tertentu sehingga
entitas tersebut tampak seakan-akan tidak fiksi lagi.
Dengan begitu, konsensuslah yang menjadi jembatan
kita untuk masuk ke realitas.

Seperangkat konsep yang dipakai Cecil perihal fiksi


tersebut diartikulasikannya ke dalam bentuk karya
seni. Salah satunya adalah berupa pemosisian ‘ruang
pameran’ sebagai ‘ruang bekerja’ atau konseptualisasi
10 atas ‘aktivitas di ruang bekerja’ susah mengakses proses penciptaan
sebagai ‘karya seni yang dipamerkan’. suatu karya, dari masih berbentuk
Ruang pameran dalam hal ini tak material belaka hingga menjadi
hanya dalam artian ruang galeri, sesuatu yang disebut karya seni,
tetapi juga seperangkat aktivitas kecuali bila kita benar-benar sengaja
pameran berserta isinya. Sementara mengikuti proses kerja seorang
itu, ruang bekerja tidak sekedari seniman.
dimaknai sebagai studio, namun juga Minimnya produksi pengetahuan
seperangkat kerja-kerja penciptaan. perihal kompleksitas proses, tak
Dalam pola umum, ada jarak yang dapat dielakkan bahwa salah satu
tegas antara ‘ruang bekerja’ dan efeknya bagi masyarakat bisa saja
‘ruang pameran’ seorang seniman. berupa penyepelean yang dilakukan
Penyebutan ruang bekerja ini ketika melihat karya seni. Kasus-
seringkali digantikan dengan kasus penghancuran karya patung
“dapur” ataupun “laboratorium” di ruang publik dengan alasan yang
ataupun “studio”. Apapun istilah tidak menyertakan pandangan
yang digunakan, yang jelas istilah itu tentang seni itu sendiri dapat kita
berusaha mengakomodir eksperimen jadikan sebagai salah satu contohnya.
seniman. Sementara itu, “ruang Atau mungkin bagi seniman pemula,
pameran” merupakan suatu destinasi kurangnya penyerapan pengetahuan
untuk melihat hasil dari eksperimen perihal dinamika penciptaan karya
seniman tersebut. Tentu banyak di belakang layar dapat mendukung
seniman yang menjadikan ruang gejala maraknya penciptaan karya
pameran sebagai perpanjangan dari seni yang cepat-saji, kuat di wacana
eksperimen yang dilakukannya di lemah di keterampilan, terlalu
ruang bekerja, namun yang jelas nalar condong mencari-cari isu di luar karya
ruang pameran diperuntukkan pada daripada menggali isi di dalam karya
segala temuan yang diperoleh seorang itu sendiri, dan seterusnya. Tanpa
seniman dalam berbagai ujicoba mengalami proses yang penuh resiko
yang dilakukan sebelumnya. Untuk dan tantangan, menciptakan sebuah
mengartikulasikan nalar seperti itu, karya seni seakan-akan hanya kerja-
tak jarang ruang pameran juga disebut sekali-jadi atau seakan-akan bisa
sebagai “etalase”, “beranda”, dan bermodalkan kemampuan meniru
sebagainya. ataupun memodif belaka.

Sebagai destinasi untuk melihat hasil Dalam konteks terpisahnya “ruang


akhir, suatu ruang pameran umumnya bekerja” dan “ruang pameran”
tidak sepenuhnya membocorkan atau ketidakseimbangan produksi
serba-serbi kerja di belakang layar. pengetahuan dari belakang layar dan
Bahkan tak jarang, kerja belakang depan layar itulah yang membuat
layar itu menjadi rahasia. Kalaupun pameran Paralaks Fiksi ini menarik
pada akhirnya rahasia itu akan untuk ditelisik lebih dalam. Cecil
terbuka juga, itu butuh waktu lama tampak berusaha melenyapkan
untuk membeberkannya. Kadangkala jarak antar kedua ruang tersebut
pun, cerita-cerita belakang layar itu sehingga antara ruang bekerja dan
hanya dikeluarkan sedikit-sedikit, ruang pameran menjadi transparan.
dari satu orang ke orang lain, dengan Bagaimana strategi Cecil untuk
pereduksian di sana sini yang tak menunjukkan transparasi antar kedua
terelakkan. Singkatnya, kita terlanjur ruang tersebut?
Cecil dengan jelas menunjukkannya dan ruang pameran: Cecil di saat 11
melalui sebuah “karya ruang ” yang yang sama sedang membuat karya
berjudul “Shrine for Fiction Re- sekaligus sedang memamerkan
productions”. Dalam karya ini, karyanya
salah satu ruang pameran tidak Selain itu, setali dengan “karya
diisi oleh karya yang sudah jadi ruang ” tersebut, karya berjudul
atau tidak diperuntukkan sebagai “Map for Fictional Teritorry:
pemajangan hasil akhir penciptaan. Reality Abstracted” mencoba
Penataan ruang ini pun tidak mengusung sisi lain dari proses
diarahkan untuk menjadi suatu penciptaan suatu karya seni. Bila
etalase yang akan menitik-fokuskan tadi mengandalkan keberadaan
pandangan kita kepada susunan ruang, partisipasi, dan aktivitas
karya-karya. Cecil justru menata lainnya, karya ini justru lebih kalem.
galeri menjadi “studio”. Seperangkat Beberapa karya origami-abstrak
perkakas yang berada di dalam yang dibuat dengan kertas sewarna
galeri tersebut menunjukkan suatu dipasang sejajar di dinding galeri.
karakteristik tempat bekerja atau Tiap origami tersebut berbeda
ruang eksperimen seniman. Apakah corak lipatannya. Ada yang sangat
strategi Cecil menghadirkan sisi sederhana dan ada yang lebih banyak
transparan antara ruang bekerja dan mengandung detail. Dengan cara
ruang pameran hanya berhenti pada yang sederhana, pemandangan
kerja menata ruang belaka? Tentu origami-abstrak dalam posisi paralel
saja tidak. seperti itu menunjukkan bagaimana
sebuah evolusi suatu material
Ikhtiar Cecil untuk menjadi sebuah karya seni. Kita
memperkuat aspek transparan dapat melihat bahwa perubahan
tersebut dilanjutkan dengan dari material menuju hasil akhir
mengonseptualisasi sebuah aktivitas bukanlah sebuah kerja sekali-lalu,
lokakarya sebagai bagian dari melainkan penuh reka-reka, utak-
“karya ruang” tersebut. Sejalan atik, ataupun ujicoba.
dengan program galerikertas, Cecil
mengumpulkan beberapa seniman Pada gilirannya, ketika kita sedang
muda untuk mengikuti lokakarya melihat bagaimana sebuah karya
berkala yang diadakannya selama tercipta maka di saat yang sama
pameran. Dalam konteks sebagai karya itu menunjukkan bagaimana
“karya ruang”, tujuan dari lokakarya sebuah fiksi direka. Ketika pameran
ini tak hanya menciptakan ruang Paralaks Fiksi ini mengusung
diskusi antara Cecil dengan para gagasan bahwa segalanya sebagai
seniman yang lebih muda, tetapi juga fiksi—begitu juga pameran inipun
membuat sebuah proyek penciptaan sebuah fiksi—maka dengan begitu,
seni bersama-sama, bahkan pameran ini adalah sebuah fiksi yang
direncanakan dalam waktu jangka membocorkan dirinya atawa fiksi
panjang melebihi durasi pameran yang membuka kedoknya sendiri.
Paralaks Fiksi. Setiap pertemuan
yang diadakan itulah yang menjadi
presentasi kerja belakang layar dari
penciptaan sebuah karya seni. Dan
di momen itulah semakin kentara
transparasi antara ruang kerja
12
13

kekertasan
Peristiwa

PR O L O G

Koneksi kita dengan kertas bakal segera berakhir.


Setidaknya, dalam hal bahwa benda itu takkan
lagi jadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari,
utamanya terkait dengan realitas keinformasian
Ugeng T. Mutidjo kita. Waktu bagi realitas ketermediaan kita yang baru itu
kabarnya akan dimulai pada tahun 2020. Kertas begitu
terhubung dengan pola kita bermedia. Akhir koneksi
dengan media-media konvensional ini kelak menyudahi
seluruh aktifitas dari moda komunikasi kita dengan
menggunakan bahan baku itu dan menuntaskan segala
bentuk keberadaan kita yang ditentukan lewat kertas.
Kertas adalah penopang sekaligus penampang bagi
kata atau citra agar termediasikan ke dalam beragam
fungsi komunikatifnya. Sekarang saja kita sudah mulai
terbiasa melepaskan kertas dari berbagai kebutuhan
dan menggantinya dengan yang bukan kertas, yang
imaterial, yang kita akrabi sebagai media baru. Habit
meniadakan kertas ini sebelumnya sudah diawali dengan
penggantian kata “cetak” ke kata “print”. Pada tataran
sosial, perubahan kata bagi aktifitas yang sama ini
bersifat budaya. Kata yang pertama dipandang merujuk
pada kebiasaan konvensional kita dalam menggandakan
atau memperbanyak dengan berorientasi pada
pendistribusian gagasan atau konsep yang berupaya kita
kekalkan melalui reproduksi mekanis; sementara kata
yang kedua yang diinisiasi oleh mesin printer, menandai
suatu bentuk relasi mekanis yang lebih personal dan
berciri privat kendati baik “cetak” maupun “print” sama-
sama masih mengandaikan lembar pulp. Posisi baru ini
mengubah banyak dari gambaran, memori dan tatapan
kita untuk tidak lagi berlangsung di atas kertas. Kecuali
oleh kebutuhan yang sangat khusus dan mendesak,
14 kini kita relatif di luar gagasan tera—penyimpanan teknologis paling
atau konsep untuk mengarsipkan mutakhir dari geopolitik ingatan. Tera
dokumen-dokumen pribadi pada adalah tanah pada geografi virtual.
materi kertas. Mencetak bukan lagi Dalam wacana kekuasaan internal yang
sangat sentral, geopolitik ingatan ini
prioritas kecuali mungkin sesekali
direproduksi ke dalam buku-buku bacaan
bila kebutuhan mendesak kita masih
sekolah di mana motif dan tujuan dari
mem-print.
wacana yang diproduksinya menempati
ruang dan dominasinya.
L AY E R ME MOR I
Politik kertas oleh orde-orde
Tapi, di tataran ide-ide, kertas masih
pemerintahan, dari orde kolonial
berpeluang menawarkan beberapa
sampai Orde Lama dan Orde Baru,
kemungkinan sebagaimana peranannya
manifestasinya selalu merupakan
dulu. Salah satunya yakni pada layer
propaganda keamanan, ketertiban
ingatan. Sesudah masa pemanfaatannya
dan ketenteraman. Dalam struktur
nanti usai, mungkin gejala yang bisa
propaganda tersebut kertas termasuk
terstimuli oleh hilangnya kertas dari
ke dalam metode identifikasi yang
kebudayaan kita ialah kerja memori
menjalankan mekanisme kontrol
berupa pengingatan kembali segala
terhadap publik. Kertas memiliki
hal dari keterhubungan mutlak kita
makna otomatisnya sebagai perangkat
sebelumnya dengan kebenaran, melalui
yang mendistribusi informasi tentang
kertas. Bayangkan saat kertas sudah
identitas-identitas orang, masyarakat
benar-benar tiada: tak pernah dilihat
atau kelompok. Meksipun demikian,
lagi oleh siapa pun, tak pernah dipegang,
kertas menjadi sekadar alat dari sesuatu
dan ketika itu ingatan tentangnya bisa
yang lebih kuat dan berpengaruh,
menjadi mitos arkais. Pada situasi itu
yaitu: kata-kata dan/atau citra. Dengan
kembali terbayang bagaimana lembar-
kertas, kata-kata dan/atau citra yang
lembar kertas telah mengukuhkan
diterakan di atasnya dapat terdistribusi
nilai-nilai—dari amanat sakral sampai
sebagai ide-ide atau konsep-konsep
sekadar pengetahuan profan—di samping
dalam bentuk yang dapat dibaca secara
kegunaan praktisnya sehari-hari sekadar
visual. Maka, kertas adalah media visual
pembungkus barang. Manakala kertas
yang memediasikan imajinasi maupun
adalah alat kebenaran, ia menjadi media
tindakan-tindakan praktis dan filosofis.
bagi cara kita mengada. Di dalamnya,
Kebenaran pada kertas adalah segala hal
terlacak memori atas seluruh narasi
mengenai sesuatu yang tampil di atasnya
keberadaan manusia. Selain secara
dan mengesahkan kefaktualan peristiwa-
mental, pelacakan itu bisa berlangsung
peristiwa yang terjadi di luarnya.
secara geografis karena gagasan, konsep
Sebaliknya, di tangan personal, kertas
dan gambaran kita tentang tanah yang
adalah fakta dari peristiwa kertas itu
kita tempati, negara yang kita huni
sendiri ketika menjadi medium katarsis
dan dunia yang kita bayangkan, antara
maupun imajinasi seseorang yang telah
lain, tertanam lewat keyakinan akan
melakukan pengubahan tertentu dengan
akurasinya sebagaimana tertera di
meremas-remasnya menjadi benda untuk
atas kertas. Peta pegangan tersebut,
dilemparkan.
sebenarnya, hanya kita kenali dari
lembar kartografis berskala. Geografi
di atas kertas ini sekarang telah mulai
bergeser ke geografi dalam kapasitas
SIRKUIT PARALAKS tersirkulasi di dalam lokakarya. Bagian 15
kedua dan ketiga—ruang besar di lantai
Salah satu tawaran dari kemungkinan bawah—dari Paralaks Fiksi ini tidak
ide dan material dengan kertas dan hanya mempertanyakan dengan sangsi
kemudian kritisisme terhadapnya kepastian-kepastian tertentu, semisal
merupakan peluang yang ingin apa yang dipandang sebagai pengetahuan
dipresentasikan dalam proyek pameran tentang kebenaran, akurasi faktual
Paralaks Fiksi karya Cecil Mariani tersistemnya, tetapi juga tentang kertas
sekarang. Dalam hal ini, laku kritis itu sendiri melalui ragam modus yang
terhadap kertas tersasar pada aspek diterapkan terhadapnya.
kegunaannya. Ada tiga layer yang
dibentangkan oleh Cecil melalui Pada mulanya, kertas merupakan
Paralaks Fiksi: pertama, adalah karya lembaran polos yang rata dan
konvensional dwimatra dalam medium bersih—dan putih. Hampir selalu, kita
kertas; kedua, ‘mereka’ studio kerja; mengidealisasi kertas ke dalam pola
dan ketiga, mengupayakan proyek yang demikian. Konsep pembalikan atau
lokakarya/sekolah paralaks kertas penyimpangan atas gambaran seperti
dengan melibatkan sejumlah partisipan. itu merupakan suatu tindakan yang
Bagian pertama pada pameran ini belakangan terhadap sifat-sifat mudah
bersumber dari citra representasional lentur sekaligus rentan dari kertas.
berbasis garis dari guratan arang Ketika ternyata ia kucal, robek, koyak
dengan sedikit sapuan kuas—dalam dan sebagainya, dapat dianggap telah
nada monokromatis. Bagian yang terjadi sesuatu dengan kertas itu, selalu
kedua—satu ruang kerja semi tertutup dalam relasinya dengan sesosok individu.
di lantai ‘atas’ galeri—diorientasikan Pada azasnya, kertas itu sendiri tidak
sebagai semacam ruang kontemplatif memiliki motif kecuali yang terjadi di
dari mana aktivis mengelaborasi luar dirinya. Ia tidak memproduksi fiksi-
gagasan secara dan berproduski; dan fiksi apa pun ke dalam narasi dirinya
yang ketiga aula bagi ruang kolektif sendiri.
yang menegosiasikan beragam gagasan
peserta untuk memproduksi konsep yang Proyek pameran ini menggiring kita
mengekplorasi sifat-sifat dan potensi dalam mengenali fenomen fisik dan
trimatra medium kertas. psikis kertas untuk memerankan ragam-
ragam model fiksional, justru, melalui
Bagian ketiga dari Paralaks Fiksi ialah fakta-fakta yang kasat mata pada
menguji kapasitas material kertas materialitasnya sendiri. Jadi, kertas
manakala keberadaannya sebagai sarana, diposisikan kembali pada keadaan
alat atau media diposisikan ke dalam awalnya sebagai suatu lembaran yang
pembalikan: dari ciri-ciri fungsionalnya dengan mudah menuruti kelenturan
yang umum ke sifat dasar kertas sebagai wujudnya sendiri ketika materialitasnya
bahan baku semata. Perlakuan terakhir benar-benar dibebaskan dari alihfungsi
ini, mungkin akan tetap memberi yang menjadi bebannya sepanjang
status kertas sebagai medium namun peradaban. Di sini kertas dikembangkan
dalam konteks dan kenyataan yang berdasar kemampuan dari kondisi
berbeda, menghindari rotasi sistem primernya sendiri secara mekanis
normatif menuju sirkuit organisme yang ke perlakuannya secara organis yang
16 menjadi sistem. Pada masanya, kertas digarap. Hal ini dapat menjelaskan
adalah benda teramat penting. Ia alat bagaimana format kerja-kerja personal
komunikasi, penampang informasi. di area kolektif mendefinisikan dan
Jika kertas dilepaskan dari perannya menata hubungan-hubungan yang
sebagai sarana atau alat bagi apa pun— akan berlangsung antara wacana sosial
taruhlah, melepaskannya dari teks dan/ dan budaya dengan tangan-tangan
atau citra yang lekat padanya, apakah yang membuat produksi-produksi itu.
kertas bisa disangsikan perannya ketika Ruang relasional tersebut menunjukkan
ia telah dianggap nirmakna karena bagaimana konsep sensibilitas
berada di luar apa yang secara adekuat memasuki kontak antara tangan dengan
diterimanya. kertas, juga respons anggota-anggota
tubuh lainnya dengan ide-ide dan
Kertas adalah media di mana teks dan/ praktik-praktik kekertasan, kestabilan
atau citra divisualkan, diberadakan, emosi dan keadaan-keadaan psikis
diberdayakan, agar berada dalam pembuat dalam momen-momen kerja
keterbacaan, bahkan secara durabel. produksi—berpengaruh pada bentuk-
Kemungkinan dari layering kertas itu bentuk perlakuan terhadap kertas
adalah konsep tentang tiga layer yang sebagai tindakan personal sekaligus
sama-sama mepresentasikan kertas. publikal. * * *
Dokumen-dokumen arsip seni rupa
yang ditarik dari lembaga-lembaga
kearsipan meski dianggap sebagai arsip
sungguhan, tentu saja, hanya salinan
kertas foto-kopian. Dokumen aslinya,
yang pernah diterbitkan dalam format
kertas cetak, tetap tersimpan di lembaga
terkait. Sementara, salinan dokumen-
dokumen itu dalam format digital sudah
melampaui wujud aslinya dari format
kertas cetak terbitan. Digitalisasi telah
menghapus fenomen fisik dokumen
yang dapat teraba kendati ciri-ciri asli
cetaknya dalam kertas masih dapat
dilihat lewat resolusi citraannya. Apabila
di-print, hasil tampilannya pada kertas
dapat membayangkan citra asalinya.

Tanda-tanda fisikal kertas dapat dilihat


dan diraba dari besarannya, warna,
tekstur, maupun kualitas serat bahan
tapi juga kelenturan serta kegetasannya.
Pengamatan tersebut bisa menentukan
bentuk perlakuan terhadap kertas
sebagai medium kekaryaan untuk proyek
pameran ini. Sebuah jalur komunikasi
dari mana aktivis dan partisipan mulai
mengonstruk bentuk karya yang akan
17
18
19
Tubuh yang Memintal Dirinya

Menggembirakan Paralaks
Pengalaman-pengalaman
dalam Galaksi Fiksi dan

“Bagaimana menurutmu?” Cecil menunjukkan


Fiksi Lainnya

salah satu gambarnya kepada saya. Saya kontan


menyukainya. Namun, kata-kata, yang dapat
menyampaikan impresi saya atas gambar tersebut,
tak teranyam secepat perasaan saya terpantik
olehnya. Perasaan saya terpukau. Isi kepala saya
kosong. Gambar Cecil meninggalkan pengalaman
yang intens, campur aduk, dan menggebu-gebu,
saya tahu, tetapi saya tak tahu apa ekspresi logis
dan verbal yang dapat meringkusnya.
Tentu saja, saya akhirnya menemukan ungkapan yang dapat
mengartikulasikan perasaan saya. Hanya saja, ia tak lebih dari
Geger Riyanto satu kata.
“Grotesque,” ujar saya ke Cecil.
Benar. Grotesque yang padanannya dalam bahasa Indonesia
adalah menjijikan. Grotesque yang sama pengertiannya
dengan tidak karuan. Grotesque—sebuah perasaan yang
meluap tak tertahankan kala seseorang menonton film horor.
Cecil senyum-senyum saja mendengar jawaban saya
tersebut. Saya tak tahu ia puas atau tidak dengannya. Saya
membayangkan, ia sudah menantikan respons intelektual
yang tajam, eksploratif, bernas. Ujung-ujungnya, ia malah
memperoleh tanggapan yang irit dan pelit.
Buat saya sendiri, pastinya, respons awal saya tersebut sama
sekali tidak memuaskan.
Akan tetapi, grotesque, betapapun iritnya respons
ini, merupakan pintu masuk yang tak keliru kala
memperbincangkan gambar-gambar Cecil. Ia juga merupakan
satu kata yang menjelaskan mengapa gambar-gambarnya jauh
lebih cepat beresonansi dengan perasaan ketimbang pikiran
saya—demikian juga yang akan dialami orang lain yang
mencermatinya, saya percaya.
Apa yang menjadikan film Alien, yang akan terus dikenal
20 sebagai telur emas Ridley Scott, kepejalan ini secara mendasar.
horor yang sukses? Dan dengan Citra-citranya mengingatkan kita,
kata horor yang sukses, artinya, tubuh tak selamanya utuh dan tidak
ia horor yang mencangkokkan tercampur baur. Ia rentan dimutilasi,
mimpi buruk yang sebelumnya tak dilanggar, dan dihancurkan. Ia
terbayangkan ke imajinasi khalayak rentan menjadi subjek deformasi
luas? Saya kira, ia tak lain dari apa sekaligus transgresi. Namun, apakah
yang disampaikan Dan O’Bannon, yang paling pertama tersayat,
penggarap naskah Alien sendiri, dan tergentayangi oleh citra-citranya?
kritikus Ximena Gallardo. “Film ini,” Ketika saya berbicara Alien
ujar O’Bannon, “merupakan film menghadapkan diri dengan ancaman
tentang perkosaan antarspesies.” ontologis, siapakah yang paling peka
Sosok Xenomorph, sang alien, dengan ancamannya?
menurut Gallardo, merupakan
perpaduan mimpi buruk seks dan Tubuh. Tubuh yang disadarkan
kematian. dengan kefanaannya—yang kontan
mencecap ngilu, syok, kegamangan
Saya masih ingat dengan perasaan mendapati padanannya di layar
saya ketika pertama kali menonton kaca bisa dilumat, dicabuli dengan
Alien puluhan tahun silam. Saya sebegitu semena-mena.
terganggu. Saya merasa tidak Tubuh yang mengatakan film Alien:
aman dalam derajat yang sangat “grotesque.”
ekstrem—bukan karena saya merasa
akan ada Xenomorph yang akan ***
menerkam saya dari kegelapan Bukan kebetulan, saya rasa, saya
melainkan karena saya tak pernah merespons gambar-gambar Cecil
membayangkan sebelumnya dengan idiom yang sama ketika saya
manusia dapat dihancurkan dengan menonton Alien—grotesque.
cara yang demikian mengerikan. Gambar-gambar Cecil menampilkan
Tubuh-tubuh para tokoh tak hanya tubuh manusia dan bagian-
dikoyak-koyak melainkan juga bagiannya yang meliuk dan melekuk
dikoyak-koyak dengan cara dicabuli. dengan tak seharusnya. Tubuh satu
Tubuh pria-pria sehat, perkasa, dan tubuh lain saling melingkupi,
dewasa ditaklukkan dan disusupi saling bertumbukan secara tidak
paksa benih Xenomorph, menjadi wajar. Dua tubuh, terkadang,
tempat bernaung dan membesarnya berjalin kelindan menjadi satu tubuh
embrio ini, dan porak-poranda dengan rupa bercabang-cabang
ketika Xenomorph menggerogot riuh, mencekam. Terkadang pula,
keluar tubuh yang menjadi rahimnya tubuh termutilasi dan terempas ke
untuk beberapa jam. mana-mana dalam peragaan yang
Boleh jadi, benar, kita mendamba nyaris spektakuler. Berbagai fitur
kemantapan ontologis, yang manusiawi pun absen dari figur-
bayangan paling mula-mulanya figurnya.
adalah tubuh yang utuh, tak
tercampur baur dengan yang Apa yang paling sigap mencerap
bukan-tubuh, dan citra-citra yang kejanggalan-kejanggalan tubuh
disajikan Alien menggoyahkan semacam itu kalau bukan tubuh
sendiri? Citra tubuh yang meliuk tak anak sebaiknya tidak jalan-jalan 21
masuk akal—otot saya dapat kontan sembarangan karenanya. Makalua
merasakan nyeri keterpuntirannya. dapat menculik dan mencuri organ
Pundak, leher, kepala yang terlipat- (?) mereka untuk dijual.
lipat bagai kertas—tubuh saya,
kendati tak mungkin mengalaminya, Cerita ini tidak pernah terbukti.
tercekam ketika citra-citranya Pun, tak jelas bagaimana ceritanya
terbayang. Jasad-jasad yang tembus- orang-orang ditakuti yang tradisinya
menembus, sambung-menyambung— memburu kepala sekonyong-
saya, meski sadar ia mustahil terjadi, konyong beralih menjadi bagian dari
gusar melihat deformasi tubuh yang sindikat perdagangan organ. Namun,
semacam itu. Jauh sebelum parade ketika saya berhadapan dengan
geometri ganjil gambar-gambar Cecil mereka yang termakan cerita ini,
menganyamkan tafsiran-tafsiran saya tak berhadapan dengan orang-
konseptual, citra-citranya melecut orang yang tidak memberdayakan
ketidaknyamanan yang serius. akal sehatnya. Kepala dusun,
Dan apa yang merangkum segenap katakanlah, insaf, tidak ada bukti
pengalaman tak nyaman ini, yang yang membenarkan adanya Makalua.
terjadi tak lebih dari sekejap, adalah Ia meragukan bahwa ada orang yang
idiom yang sudah saya sampaikan benar-benar bisa memperdagangkan
kepada Cecil sejak awal. Grotesque. organ jauh di pelosok Seram. Ia,
kendati demikian, tidak dapat
Akan tetapi, saya kira, tidak menarik sepenuhnya skeptis. Ia tetap merasa
bila paparan barusan berujung ada kemungkinan cerita tersebut
kesimpulan, tubuh adalah penentu benar.
atau ada pengalaman jasmaniah yang Alasannya? Ia takut cerita tersebut
murni dan ia mendikte keterpikatan benar.
manusiawi kita dengan sekelumit Makalua, yang telah menjadi
penanda tertentu. Sebaliknya, penanda fiktif sejak puluhan tahun
tubuh, saya ingin mengatakan, silam, kembali menjadi fakta sosial
merupakan situs produksi fiksi akibat citra hilang, dirampas organ
yang paling ampuh sekaligus yang dijejalkan oleh kasak-kusuknya.
perkakas yang memungkinkan fiksi Sebagai sebuah informasi, cerita
berdampak tak ayalnya kenyataan. tentang Makalua yang merampas
Tubuh merupakan poros di mana organ para warga Seram Utara
pengalaman ragawi dan tatanan tidak meyakinkan. Ia tidak memiliki
rekaan, penanda konkret dan keutuhan logis. Ia tidak memiliki
penanda mengambang dapat terpaut korespondensi empiris. Kendati
dalam asemblase yang pejal. demikian, kegamangan yang
Ilustrasinya? Saya bagikan saja diantarkannya nyata. Perasaan
dengan salah satu pengalaman yang dipantiknya tak bisa ditampik.
terdekat saya ketika saya menulis Penanda yang tertaut dengannya,
esai ini. Saya menulis esai ini di konsekuensinya, menjadi seolah
sebuah kampung di Seram Utara. benar-benar hadir.
Hari-hari ini beredar kabar,
Makalua, pengambil kepala, tengah Xenomorph jelas-jelas adalah
berkeliaran di sekitar desa. Anak- rekaan. Akan tetapi, mengapa
22

1-22 (detail)
One dreams collectively
and wakes up in
individualized nightmares
2018

Charcoal, acrylics on various paper


selepas menontonnya banyak yang dan transgresi. Saya berdiri di 23
tak bisa menghindari kegusaran hadapan bahaya ontologis tanpa
akan disergap oleh monster ini saya sendiri terancam punah
di rumahnya sendiri? Mengapa olehnya. Konsekuensinya, saya
mereka—termasuk saya sebenarnya— dapat menyesap dan mengapresiasi
tidak berpikir bahwa mereka lebih dampaknya mengguncang
mungkin mati tersedak kudapan sensibilitas saya lantaran tidak
ketimbang diterkam oleh Xenomorph dikuasai oleh kengerian yang
di rumahnya? Kemungkinan- meluap-luap. Sebagaimana yang
kemungkinan mengerikan yang disampaikan Edmund Burke, toh,
ditayangkan dialami tubuh di syarat terpantiknya pengalaman
Alien, pasalnya, menghadirkan sublim adalah sensasi teror—teror
kegamangan yang akan mendekam yang berjarak.
lama. Dan selama tubuh kita gentar Pertanyaan spekulatifnya, apa
karenanya, selama itu pula fiksi yang yang terjadi seandainya kita
menggelayut kepada sensasi ini tak menghilangkan keberjarakan ini?
akan kurang nyata dibandingkan
kenyataan-kenyataan paling dekat Pernahkah kita berpikir mengapa
kita sekalipun. lukisan-lukisan neraka dari
abad pertengahan—sebut saja
Akhirnya, demikian juga yang Penghakiman Terakhir karya
dilakukan oleh gambar-gambar Cecil. Jan Van Eyk—melukiskan tubuh
Citra yang dipaparkannya kepada telanjang terhambur, berimpitan
sensibilitas, betapapun mustahilnya sesak, menyakitkan, serta tak karuan
ia mewujud dalam aktualitas kita, satu sama lain? Kontras dengan
adalah pengalaman-pengalaman surga di mana tubuh-tubuh Tuhan,
ketubuhan. Ia membawakan tubuh para rasul, para malaikat serta
yang terpelanting, terpilin, terlipat orang-orang terselamatkan terjajar
seakan tak ada bedanya dengan dengan rapih?
plastik. Tubuh tak mungkin menjadi
plastik, tentu. Hanya saja, selama Neraka dan surga, sebagai sebuah
tubuh digelisahkan dengan citra gagasan, tak pernah berjarak
tersebut—selama ia terhantui dengan dengan kita. Kita tak pernah
kerentanan-kerentanan peluruhan aman dari ancaman dan iming-
serta pelanggaran keutuhannya— imingnya. Dan lukisan-lukisan
kemungkinan yang dibawakan tersebut menunjukkan, apa yang
gambar-gambar ini akan terus hadir. mematerialisasikan gagasan yang
paling berhasil mencengkeram
Namun, memang, keberjarakan manusia ini bukan semata konsep
saya dengan situasi mencekam keselamatan dan keterbuangan kekal
yang dibawakan gambar-gambar melainkan apa yang melanda tubuh
Cecil memungkinkan saya, alih- dalam kurun yang bergulir hingga
alih benar-benar ketakutan akhir waktu tersebut: kenyamanan
dengannya, merengkuhnya sebagai dan penderitaan kekal, keleluasaan
pengalaman estetik. Saya menatap dan ketercekikan kekal, keamanan
deformasi dan transgresi namun dan ketercabik-cabikan kekal.
tak menjadi sasaran dari deformasi
24 Menariknya, visualisasi penderitaan merajalelanya fiksi? Mereka pun
yang mengemuka pada lukisan-lukisan dimotivasi oleh fiksi. Karya-karya
medieval ini dapat dibandingkan yang paling tajam mendedah cara
dengan citra yang mendominasi beroperasi ideologi bersemi di institusi
gambar-gambar Cecil. Tubuh-tubuh yang memiliki keyakinan buta bahwa
yang kait-mengait tanpa aturan. publikasi adalah segalanya dan
Kepaduan yang tidak manusiawi dan pemahaman ilmiah lebih baik dari
menggelisahkan dari tubuh-tubuh yang pemahaman-pemahaman lainnya:
saling berbaur tersebut. Ada sensasi perguruan tinggi. Pun, pameran
horor yang kurang-lebih serupa yang ini sendiri, yang digelar untuk
dibawakan oleh kedua representasi ini menginterogasi fiksi, Cecil sadar,
dan pengalaman tersebut, saya taksir, beranjak dari motivasi yang sejatinya
terbersit oleh citra terlanggar dan fiktif (yang, persisnya, Anda seyogianya
luluhnya keutuhan manusia-manusia menanyakan kepadanya sendiri).
dalam gambarannya.
Fiksi lebih keras kepala dari yang kita
Mungkin saja, karenanya, ketika duga. Jauh lebih keras kepala. Cecil,
keberjarakan kita dengan karya karenanya, sedari awal tak berambisi
Cecil dihilangkan, ia akan menjadi muluk-muluk mencoba keluar dari jagat
monumen yang menghadirkan fiksi- raya yang tak terjumpai ujungnya ini.
fiksi berbahaya sebagai kenyataan pada Ia, sebaliknya, berusaha melakukan
segenap perkakas pencerapan kita. bongkar pasang lapisan-lapisan
fiksi yang persisten. Ia menambal
Fiksi semacam neraka, pembuangan fiksi-fiksi yang sudah ada dan saling
yang kekal. terpaut dengan fiksi baru alih-alih
menyingkapnya yang, ia tahu, tak
*** akan membawanya ke mana-mana.
Cecil, tentu saja, tak menginginkan Dengan usaha ini, mungkin saja ia bisa
skenario semacam itu terjadi. Tetapi, meraba posisi menerawang baru dari
apa yang tepatnya dikehendakinya? antara konstelasi fiksi di mana subjek
memperoleh sudut pandang yang secara
Cecil percaya bahwa kita terkepung drastis dan radikal berbeda.
fiksi. Kita hidup di dalam galaksi fiksi
yang bercabang-cabang tak tepermanai. Cecil menyebut kerjanya: paralaks fiksi.
Kehidupan awam berjalan lantaran
iming-iming pelbagai narasi fiksi— Berhasilkah? Jawabannya, dengan
pembuktian diri sebagai manusia, posisi subjek yang berbeda-beda
mengepul amal baik untuk di akhirat, terhadap konstelasi fiksi yang ada dan
hingga mengembalikan kedigdayaan intervensi yang diemban Cecil, saya
bangsa. Namun, para pengembang yakin, bukan “ya” atau “tidak.”
fiksi yang mengeruk keuntungan
dari keterbiusan orang-orang pun Buat saya, saya lega pilihan Cecil
melakukannya karena fiksi. Para politisi adalah bergelut intens dengan citra-
penyemai narasi-narasi kebangkitan citra tubuh serta pengalaman ragawi.
umat atau rakyat? Mereka mengejar Saya tak percaya bahwa segenap
posisi lebih tinggi yang menggiurkan anasir yang mengonstitusi aktualitas
semata-mata karena kesepakatan sosial. kita adalah fiksi. Tubuh, katakanlah,
tak bisa direduksi dalam ekspektasi-
Dan inisiatif-inisiatif kritis memeriksa ekspektasi naratif kita. Namun, apa
25

1-22 (detail)
One dreams collectively
and wakes up in
individualized nightmares
2018

Charcoal, acrylics on various paper


26 yang dilakukan Cecil dengan menambal melainkan keberadaan konkret? Senyata
citra-citra yang sudah kita akrabi terkait kayu dan batu yang dapat tersentuh oleh
tubuh dengan watak plastis, memaksanya tangan kita?
terpampat dalam postur yang surealistis
sekaligus sensual mengingatkan saya Apakah saya tergiring dalam paralaks
dengan bagaimana fiksi senantiasa fiksi sebagaimana diharapkan Cecil?
diproduksi dalam persekutuannya Mungkin saja. Posisi menerawang ke
dengan korporealitas kita. Geometri mana saya dibawa olehnya mengingatkan
ganjilnya yang membekas kuat dan lama saya agar tidak terlalu naif dan dungu.
menegaskan bahwa penanda-penanda Ia mengingatkan saya bahwa daya
yang beresonansi dengan tubuh akan mengelabui fiksi tidak bertumpu pada
dihadirkan oleh sensibilitas kita sebagai koherensinya melainkan buaian-buaian
kenyataan, tak peduli ia penanda fiktif afektifnya dan saya, jelas, setiap saat juga
sekalipun. menjadi mangsanya.

Ia mengingatkan saya bahwa waktu di Dan saya cukup gembira dapat


mana kita hidup sekarang ini bukanlah mengingat hal-hal ini. Bahwa saya,
tikungan sejarah yang diada-adakan. di antara galaksi fiksi ini, bukanlah
Orang-orang membicarakan negara, bukanlah potret yang gagah melainkan
jejalin relasi sosial-politik yang ruwet, karikatur. Bahwa saya adalah ulat yang
seakan ia insan manusia yang hidup, memintal diri dalam kepompong fiksi
bertindak, mengindra, dan tidak ada yang tetapi untuk selamanya terselimut di
merasa keliru dengannya. Para demagog dalamnya.
yang berkoar-koar negara lembek dan
tidak tegas, seolah negara adalah sesosok
ayah dan seharusnya ia bertangan
besi, bahkan dapat mengerek daya
tawar politiknya dengannya. Kejayaan
dan kejatuhan bisnis-bisnis besar
ditentukan oleh penilaian-penilaian
yang memperlakukan entitas ini seolah
manusia. Ia nampak murah hati, rela
berkorban, dan mempertaruhkan diri
demi kebaikan banyak orang? Tesla, yang
mencitrakan dirinya demikian, dalam
waktu tak lama memiliki salah satu
valuasi paling megah sebagai perusahaan
otomotif.

Peristiwa-peristiwa spektakuler dan


menentukan hari-hari ini secara
ganjil dan telanjang mengorbit di atas
fiksi. Namun, dalam pameran ini saya
diingatkan, kita mau apa seandainya fiksi
bersangkutan bersahutan intim dengan
tubuh kita dan diperlakukan olehnya
bukan lagi sebagai keberadaan spektral
27
28
29
30
31
32

Paralaksis institut adalah bagian


dari proyek paralaks fiksi berbentuk
program sekolah dan residensi
Paralaks 33
Paralaksis institut adalah
eksperimen pedagogi untuk reka
cipta kritis. Bekerja di simpangan
antara praktek seni, desain,
teknologi dan teori.
Digagas atas landasan bahwa di tiap fiksi
memiliki logika sistem dan semua sistem
berbentuk permainan. Paralaksis menyediakan
ruang perbincangan, studi dan eksperimentasi
reka rancang sistem dan Imajinasi fiksi untuk
kemungkinan realitas baru lewat ragam
manifestasi gagasan, praktek dan karya.

Program pertama akan diselenggarakan


tanggal 15-30 Desember sebagai bagian
Bersama Cecil Mariani di Kampus Paralaksis.
si

INSTITUT
SENI DAN Menyoal kertas sebagai gagasan teknologi
R E K A C I P TA lewat program hibrid berkarya sambil meneliti
di pengkolan temu antar praktek desain, seni,
teknologi dan teori.

Bentuk kegiatan:
Open Call pendaftaran
peserta residensi Paralaksis Jalur 1. workshop, ceramah dan diskusi umum
Institut! seputar, perspektif sistem dan design fiction
15-19 desember / 26-30 Desember 2018
dikusi terbuka untuk umum 20 Desember 2018
untuk pendaftaran kirimkan kuliah terbuka untuk umum 16,17 Desember dan 27
biodata, dan portfolio serta 3 Desember pukul 14:00
paragraf alasan ketertarikan
untuk ikut serta Jalur 2. Merancang jalur pembelajaran bersama dan
proses berkarya sesuai minat dan proyek
ke studio.hanafi72@gmail.com
masing-masing.
Narahubung: Selvi Agnesia
+62857 2194 1986
Jalur 3. Berpikir dengan menggambar. (terbuka
untuk publik) tanggal 16-19 Desember / 26-30
Desember 2018
34
35
36
Cecil Mariani

Bagi yang berlangganan fiksi peradaban modern yang


memaknai identitas dari hasil bentuk karya dan pem-
bagian kerja seseorang dalam struktur
masyarakat industrial, Cecil berperan sebagai seo-
rang desainer grafis. Karena fiksi tersebut disepakati,
tertulis, dan termaktub dalam bentuk ijazah S1, S2,
serta pada kontrak-kontrak kerja sebagai tukang tata
letak dan desain selama bertahun tahun di fiksi In-
dustri, maupun di fiksi seni budaya. Walau Cecil men-
yangsikan fiksi ini, ia ikut saja bermain dan tidak ingin
menyebabkan keresahan sosial dengan melawan label
identifikasi pembagian kerja--setidaknya belum
sekarang. Adapun rupa-rupa kerja gagas rancang
yang tak jelas identifikasinya, juga kerja-kerja non
produktif yang tak terindentifikasi atau tak dinilai
dengan tolok ukur yang disepakati, hal-hal lain yang
tidak diaggap produktif atau bernilai dimasyarakat,
bentuk-bentuk kerja yang luput, kerja yang lolos
bocor dari identifikasi fiksi-fiksi umum ini, bisa dike-
lompokan jadi fiksi kerja serabutan-- yang walau
masih meleset, nampaknya lebih dekat dengan yang
pengalaman peran sesungguhnya.

Walau meragukan efektifitas realitas fiksi


pendidikan formal, Cecil juga bekerja pada realitas
fiksi ini. Ia mengajar di Institut Kesenian Jakarta
di fakultas Seni Rupa, program studi desain sejak
2014. Selain itu ia berupaya walau dengan kewalahan,
kadang frustasi dan kelelahan, merancang dan mem-
paralaks-kan fiksi-fiksi jadi asumsi maupun hipotesis
fiksi lain, baik secara pribadi maupun berkolaborasi
kawan dan jejaring yang tertarik dengan kerja-kerja
ini. Selain itu saat ini Cecil tergabung dalam koperasi
riset purusha dan Serikat Pekerja Media dan Industri
Kreatif untuk demokrasi (SINDIKASI).
37
Beberapa Pameran Bersama
2013 Onelab, TerreformOne, Brooklyn Navy
2017 OK Video-OKPangan, Warung Kolektif yard, New York. kurator: Mitchell Joachim,
& Bank Kolektif, an experiment of food and Christian Hubert and Maria Aiolova, karya:
complementary currency, Open Kitchen and Aqua-fermentarium
Banko Pars (a complementary currency based
participation on instagram platform bank) 2013 “Hatched”, MFAD Thesis exhibition,
School of Visual Arts, kurator: Ada Whitney,
2016 Frankfurt Book Fair. “Visual Kata”; De- New York
sign re-interpretation for Indonesia literature
books: “On God and other unfinished Things”, 2013 DGI Online Exhibition #24 Cecil Mariani
Goenawan Mohamad Online Solo Design Exhibition, Design Grafis
Indonesia
2016 Joint exhibition Seek-a-seek Graphic http://dgi-indonesia.com/dgi-online-exhibi-
design exhibition, BEKRAF, ADGI, Dia.Lo.Gue tion-24-cecil-mariani/
gallery, Kemang
2012 “Re-Elect”, School of Visual Arts,
2016 Joint Exhibition, EXTRA-CURRICULAB, kurator: Kevin O’Callahan, New York
Serrum, Kurators: Angga Wijaya and
Grace Samboh, Gudang Sarinah Ekosistem, 2011 “Culture Counts” International Year
Jakarta. Karya: LKS -Lembar Kerja Seniman for the Rapprochement of Cultures, Unesco,
United Nation, New York
Arcolabs Surya + Serrum, Kurators: Evelyn
Huang and Angga Wijaya, Space Gallery, 2009 Jakarta Biennale, “ARENA” Jakarta
Jl. Terogong Raya, Jakarta. Karyas: LKS - Art Council, Jakarta, kurator: Agung Hujatnika
Lembar Kerja Seniman: series or critical point & Ade Dharmawan. karya: “Taman Menteng
of view on space and site specific research ’s Ghost of the Past ” Billboard Installation at
materials Taman Menteng Jakarta.

2016 Irama visual Exhibition. ADGI Jakarta, 2007 “One Globe One Flag ” Poster, Joint
Irama Nusantara + QUBE JAKARTA CULTUART, Poster exhibition FGDexpo 2007, 8th-12th
Vinyl cover design for Bubi Chen, August, Jakarta
Sunset Limited, Kemang, Jakarta
2005 Carte Blanches #6, “dis-as trum diag
2015, “Unjuk Rasa. Protes dan Afirmasi ramma” Modified Snake & Ladder Board
Politis Game, Carte Blanches #6, Vague, Centre
dalam poster”, kurator: Antariksa 2 Culturel Francais (CCF), Jakarta, currator: Rifki
3-30 October 2015, c2o Library & Collabtive, Effendi
www.diysub.com, Surabaya.
Karya: Upacita--an alternatif funding platform 2015 URBAN/CULTURE, CP Biennale 2005
for the arts and cultural actors. “Imagining Jakarta” Card Game Karya,,
Jakarta
2015 OK Video, Indonesia Media Arts Festival
2015 “Orde Baru”, Indonesia National Galery, 2004 “Imagining Jakarta” Card Game Karya,
14 June-14 July 2015 Jakarta. Imagining Jakarta 2005, Cemara6 Gallery
Kurator: Mahardika Yudha currator: Marco Kusumawijatya & Rifki
karyas: “lecture presentation video on; Effendi
Heroes with 200 millions faces”
2003 “Melihat Indonesia Damai”
—Joint Graphic Poster, FGD expo.
2015 FGD EXPO, TECH PROVOKE,
6-9 August 2015, ADGI Designer’s Pavilliun, 2001 Pameran Finalis Philip Morris
Jakarta Convention Center, Jakarta Indonesian Art Award exhibition,
Galeri Nasional, Jakarta
2015 Designer’s Response: Jakarta City,
ADGI (Asociation of Indonesian Graphic
Designers) exhibition, Co-Workinc, Kemang,
Jakarta
38

LARING PROJECT :
Laring project adalah ruang kekaryaan bersama Gema Swaratyagita dalam
bermedium bunyi yang dibentuk oleh karya “Alice(s) in the Wonderland” yang
Gema Swaratyagita (komponis) sejak dipentaskan di Bentara Budaya Jakarta
tahun 2012. Diawali dengan sekuel (2016). Pada tahun 2018 ini, Laring
karya pertunjukkan berjudul Laring Project juga menampilkan salah satu
: Sound of Differences (2012) dan karya Gema yang berjudul “Tuwakatsa”
Laring 2 : Ragahulu (2013) yang banyak untuk gong, vokal dan dalang pada
mengeksplorasi bunyi bambu, Gema International Gamelan Festival 2018 di
melihat bahwa menelusuri bunyi itu Solo, Jawa Tengah; Pementasan hibah
sebegitu menariknya, hingga seperti seni karya inovatif Kelola dengan karya
bertamasya dan terus antusias melihat “Tubuka” (kolaborasi dengan Firsty Soe-
setiap hal menarik yang ditemui. Lighting Artists dan Fiameta Gabriela-
Melalui pengalaman 2 karya tersebut Visual Artist) untuk vokal dan tubuh di
lah kemudian Gema berupaya untuk Bentara Budaya Jakarta ; dan terakhir
melanjutkan ruang berkarya tersebut Gema membawa Laring project untuk
dalam sejumlah karya berbasis seni mementaskan karyanya yang berjudul
kontemporer, terutama yang berkaitan “Ngangon Kaedan” yang dipentaskan
dengan kerja kolaborasi antar seniman pada Pekan Komponis Indonesia di
lintas seni, sekaligus menjadi wadah Salihara Jakarta.
musisi dan seniman untuk mengeksplorasi
bunyi. Sebut saja Sekartaji Suminto
(Visual Artist-Yogyakarta), pernah
berkolaborasi bersama laringproject
dalam karya berjudul “Benang
Merah” untuk instalasi visual art dan
performance, yang dipentaskan di Perak
Project, Surabaya (2015). Selain itu, Atieq
SS Listyowati (performance artist), juga
berkolaborasi
39

G EM A S WAR ATYAGITA
residensi Pegiat Budaya ke New Zealand
(komponis di balik Laring Project)
ini juga memimpin sebuah organisasi
nirlaba yang terfokus pada pendidikan
Gema Swaratyagita, lahir di Jakarta,
dan komunitas musik, bernama
1984. Dia adalah seorang komponis,
Pertemuan Musik, berbasis di Surabaya,
performer dan pengajar musik. Sebagai
Jakarta, Pekanbaru dan Bogor. Sejak
komponis, karya-karyanya pernah
tahun 2012, Gema mulai merintis Laring
dimainkan di sejumlah event nasional
Project, sebagai aktivitas kekaryaan
dan internasional, sebut saja YCMF
berbasis bunyi dan seni kontemporer,
(Yogyakarta Contemporary Music
yang diawali dengan karya Laring : Sound
Festival), Festival Musik Tembi, October
Of Difference (2012) dan Laring 2 :
Meeting (Yogyakarta), Indonesia
Ragahulu (2013). Terakhir, Ia bersama
Lab (Frankfurt) dan Holland Festival
Laring Project menampilkan karya
(Amsterdam). Perempuan yang pernah
“Tuwakatsa” untuk gong, vokal dan
meraih EWA Kelola 2012-2013 dan
dalang pada Solo International Gamelan
Hibah Seni Karya Inovatif 2018 ini juga
Festival 2018; “Tubuka” untuk vokal dan
pernah berkolaborasi dengan sejumlah
Tubuh (kolaborasi dengan Firsty Soe-
musisi dan seniman, seperti Ensemble
Lighting Artists dan Fiametta Gabriela-
Modern (Frankfurt), Dorris Hochschied
Visual Artist) di Bentara Budaya Jakarta;
dan Frans van Ruth (Belanda), Jerome
dan terakhir karyanya yang berjudul
Kavanagh (New Zealand), dan sejumlah
“Ngangon Kaedan” dipentaskan pada
kolaborasi lainnya dengan theater, visual
acara Pekan Komponis Indonesia 2018 di
art dan performance art. Karyanya yang
Salihara Jakarta.
berjudul “Da-Dha-Dah” untuk ansambel
dan alat musik bambu dimainkan oleh
Karya yang akan ditampilkan di Pameran
Ensemble Modern (Frankfurt) di
‘Paralaks Fiksi’ karya Cecil Mariani di
Frankfurt, Indonesia dan Amsterdam.
Galeri Kertas Studio Hanafi :
Gema pernah belajar komposisi dengan
“Ngangon Kaedan” untuk vokal,
Slamet Abdul Sjukur, Dieter Mack,
mainan anak, suling dan bel
Roderik de Man, Manfred Stahnke, dan
musisi : Gema Swaratyagita, Tessa Prianka dan
Gatot Danar Sulistiyanto. Selain aktivitas
Ronal Lisand.
berkarya, saat ini perempuan yang
pernah menjalani
40 G A L ER I KE RTAS

Galerikertas merupakan ruang Selanjutnya, untuk menjalankan


edukasi sekaligus promosi yang fungsi sebagai ruang promosi, dialog
disediakan Studiohanafi untuk antar seniman di galerikertas
seniman muda di Indonesia yang diperdalam dalam bentuk penciptaan
berkarya menggunakan kertas, karya yang kemudian dilakukan oleh
baik kertas sebagai medium, seniman muda itu sendiri. Karya-
material, atau apapun kemungkinan karya mereka, pada gilirannya,
penciptaan lainnya. akan didiskusikan dan dikurasi oleh
seniman berpengalaman tersebut
Secara berkala kami akan dan kemudian dipamerkan di galeri
mengundang seniman kertas pada waktu berikutnya.
berpengalaman untuk berkarya
dan kemudian berpameran di Dengan begitu, galerikertas
galerikertas. Dalam proses berkarya sebenarnya sedang berusaha
itu, kami akan mengajak beberapa mencari jalan yang tak terlalu kusut
seniman muda yang juga berkarya dari jalan umum yang selama ini
dengan kertas untuk melakukan memposisikan ruang edukasi dan
pengamatan dan dialog intensif ruang promosi terlalu jauh sehingga
bersama seniman berpengalaman tampak berada di dua wilayah yang
tersebut secara langsung. Pada sangat bertolak belakang. Maka, di
gilirannya, karya seniman muda galerikertas, keterlibatan seniman
tersebut akan dibahas dan dikurasi berpengalaman dan seniman muda
oleh seniman berpengalaman lalu dalam satu ruang dialog menjadi
dipamerkan pada bulan berikutnya. bagian dari proses mempromosikan
Sirkulasi seperti inilah yang berbagai gagasan atau percobaan
menjadikan galerikertas sebagai penciptaan yang sedang berkembang
ruang edukasi. secara dua arah.
T E NTANG STUDIO HANAFI 41

Studiohanafi berdiri pada tahun 1999, berbagai kelompok lintas disiplin.


sebagai komunitas nirlaba-non profit. Studiohanafi lebih terasa “sebagai
Awalnya Studiohanafi merupakan “dapur kreatif ” tempat segala ramuan
sebuah studio pribadi bagi Hanafi diolah-matangkan, siap disajikan di
berkarya— terletak di bibir sungai panggung-panggung, galeri-galeri,
Pesanggrahan, Parung Bingung- lembaga-lembaga kesenian
Depok, Jawa Barat. Studiohanafi dan komunitas.
memulai langkah berkesenian
dengan pertanyaan, dari mana dan Tahun 2005, studiohanafi membuka
hendak kemana? perpustakaan dan tempat belajar tari,
teater, musik, menulis dan melukis
Studiohanafi semacam gerakan bagi anak-anak dan remaja. Sebuah
sosial untuk menumbuhkembangkan komunitas anak-anak dan remaja,
kesenian melalui studi ekologi berlatih setiap akhir pekan pada
(mempelajari interaksi antara sabtu dan minggu.
organisme dengan lingkungannya)
dengan pendekatan kultural. Studiohanafi, masih berjalan,
semoga melebar dan jauh, dalam
Visi misi studiohanafi adalah berjalan keterbatasan banyak hal. Akhirnya,
bersama dalam kesenian dan ihtiar mudah-mudahan dapur kreatif
melakukan regenerasi lewat kesenian studiohanafi mampu menjalankan
dan kebudayaan. Dengan memakai fungsinya sebagai penghormatan
pola residensi, diskusi, pendekatan terhadap kebebasan berkarya.
masalah untuk konsep, festival Kebebasan bukanlah hadiah dari
kesenian, dan karyashop. pemerintah, bukan jua pemberian
yang harus diminta kepada Negara,
Datangnya reformasi sebagai koreksi tetapi merupakan hak yang melekat
terhadap Orde Baru, gaungnya dalam kodrat seseorang sebagai
seperti suara yang menghormati manusia, sebagai seniman. Serta
kebebasan manusia dan sebagai bermanfaat terhadap siapa saja yang
modal utama untuk dapat bergerak peduli terhadap kesenian. Untuk
maju secara terbuka. Studiohanafi informasi lebih lanjut tentang kerja
makin ramai dengan datangnya studiohanafi, bisa dilihat di www.
42 G A L ER I K E RTAS / ST UDIO HANAFI

HA N AFI A D IN DA LU TH VIA N TI R AT U SE LV I AG NE SI A
Perupa sekaligus pendiri Stu- Adinda Luthvianti, lahir di Lahir di Bandung, 30 November
diohanafi. Dalam program-pro- Purwakarta, 30 Agustus 1962. 1986, lulusan Magister Antro-
gram Studiohanafi, ia sering Aktif berkesenian sejak remaja pologi, Universitas Indonesia.
melakukan kolaborasi dengan di Bandung. Bergabung dengan Bekerja sebagai penulis lepas
seniman lintas disiplin dan group teater Bel Bandung seni budaya dan art manager.
memberikan pendampingan pro- pada tahun 1982. Mendirikan Sejak 2015 bergabung dengan
gram seni rupa di daerah-daerah Studiohanafi bersama suaminya, manajemen Studiohanafi se-
pemekaran. Hanafi secara Hanafi pada tahun 1999. bagai asisten manajer program,
formal belajar seni rupa di SSRI humas dan pengelola galeriker-
Yogyakarta tahun 1976-1979. Ia Membuat komunitas teater anak tas studiohanafi.
termasuk Top 10 Phillip Morris Studiohanafi pada tahun 2006.
Award tahun 1997. Sejak 1992, ia Menulis naskah teater anak,
telah melakukan pameran tung- menyutradarai, sekaligus mel-
gal dan bersama lebih dari atih teater anak. Bergabung di
100 kali, baik di dalam Dewan Kesenian Jakarta, komite
ataupun di luar negeri. teater, sambil menjalankan
program Studiohanafi sebagai
konseptor program studiohanafi.

Menyelenggarakan pameran
T I AR A S ASMI TA
Hanafi di dalam dan di luar negri
Lahir di Solok, Sumatera Barat,
sejak tahun 1994 –sampai seka-
31 Desember 1991.
rang. Pada tahun 2015 bersama
Lulusan Sastra Inggris,
teman-teman di Studiohanafi
Universitas Andalas.
membuat ekosistem kesenian di
Tiara merupakan pengelola
daerah pemekaran baru di Tuba-
galerikertas.
ba-Lampung. Atas undangan
dari British Council Indonesia
menghadiri Edinburgh Festival
Fringe 2017.
43

S E MI IKR A A N G G A RA M ILLIYA HE R U JO NI P UT R A
Semi Ikra Anggara, lahir di Lulusan Komunikasi Jurnalistik Lahir 13 Oktober 1990 di
Surabaya 28 Desember 1985. UIN Bandung, pernah mengikuti Payakumbuh (Sumatra
Menulis puisi, bermain teater, kelas teater di Studiklub Teater Barat). Lulusan Sastra Inggris
menyutradarai, dramaturg Bandung. Ia bergabung di Universitas Andalas dan kini
dan menjadi stage manager Studiohanafi di tahun 2014 bergiat Pascasarjana Cultural
di beberapa pameran Hanafi, untuk mengelola Teater Anak Studies Universitas Indonesia.
di antaranya “Oksigen Jawa” Studiohanafi. Kini, ia bertang- Buku puisi-naratifnya Badrul
(2015) dan “Derau Jawa (2017). gungjawab pada kesekretaria- Mustafa Badrul Mustafa Badrul
Empat tahun terakhir tinggal tan manajemen dan keuangan Mustafa (2017) beroleh daftar
dan mengkoordinir program studiohanafi dan galerikertas. pendek Kusala Sastra Khatulis-
kesenian di Tubaba, Lampung. tiwa untuk kategori Buku Perta-
ma dan kategori Buku Puisi, dan
mendapat penghargaan Tokoh
Seni 2017 oleh Majalah TEMPO,
serta diikutkan dalam London
Book Fair 2018. Heru menjadi
penanggungjawab galerikertas
studiohanafi.
44 Galerikertas- Studio Hanafi Dan
Cecil Mariani Mengucapkan Terima Kasih
Kepada:
Faber- Castell Bubun Anggraeni Widiasih
Paperina komunitas Salihara Eka Fathma
Laring Project dan Gema Ratu Selvi Agnesia Fazar Sargani
Swaratyagita Milliya Larasati Utomo
Majalah Dewi Tiara Sasmita Hizkia Yosie Polimpung
Media Indonesia Victor EPS Priska Sabrina Luvita
Whiteboardjournal.com Zulfikar Arief Yogi Ishabib
Indoartnow Hari Wibowo Alexandra Elkbakya
www.Mugos.Tv Hafidh Ahmad Irfanda Sean Dockray
Thinkarchipelago.com Napiun Evita Sukajadi
Depok24jam.com Dedeng Budi Sulistio
Keluarga Cecil Mariani Fajar Francy Vidriani
Ugeng T. Moetidjo Ibra Aghari
Geger Riyanto Ary Sendi ‘Jimged’ Seluruh pihak yang membantu
Agung Hujatnika Sari Julia dalam pameran,
Peter Natadihardja Idaman Andarmosoko “Paralaks Fiksi” Cecil Mariani
Goenawan Mohamad Aini Willinsen

rekanan media

Das könnte Ihnen auch gefallen