Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRACT
In Indonesia principal of activity control program Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF) currently now
include epidemiological surveillance, discovery and case management, vector control, community
participation, early warning system (EWS), outbreaks, dissemination of information, partnerships, capacity
building, research, monitoring and evaluation. However, these activities not yed the expected results, it is
indicates the need for other measures in order to improve the program in the prevention of dengue. The
process of transmission of dengue is a dynamic process, the study of the transmission of the disease need to
involve the dynamic aspects of the dependence on time, which has been neglected in many studies that have
been conducted relating to DHF. By involving the dynamic aspects of the transmission process will be to
obtain a more precise conclusion in determining the disease control policies. For reasons these research
has been done on the development of a model dengue control more specific and dynamic in Indramayu
district, West Java. The purpose of the study to gain control model that can lower DHF Infection Rate
( IR ) to zero percent. Results showed the free larvae index which reflect environmental hygiene at distric
of Indramayu West Jawa 60,0%. This illustrates that the breeding places eradication program in the
district well doing, was being in the district foging implementation in Indramayau was able to reduce the
incidence of DHF either primary infection ( detectable IgM) and secondary infection ( IgG and IgM
detected ). Insect repellent can be used as an alternative for the prevention of the spread of dengue fever
can reduce the increase in the number of dengue infections. Basically Insect repellent use can reduce IR.
The combination of fogging and insect repellent will be more effective in reducing the number of infections.
RDT implementation and then immediately responded by conducting fogging or the use of insect repellent
to prevent the spread of dengue fever so that the number of infection will be reduced.
ABSTRAK
Di Indonesia kegiatan pokok program pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) saat sekarang
meliputi surveilans epidemiologi, penemuan dan tatalaksana kasus, pengendalian vektor, peningkatan peran
serta masyarakat, sistim kewaspadaan dini (SKD), penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB),
penyuluhan, kemitraan, capacity building, penelitian,survei, monitoring dan evaluasi. Namun berbagai
kegiatan tersebut belum memberikan hasil yang diharapkan, hal ini mengindikasikan masih perlunya upaya
lain dalam rangka perbaikan program dalam penanggulangan DBD. Proses penularan DBD merupakan
proses dinamik, dengan demikian kajian tentang penularan penyakit tersebut perlu melibatkan aspek
dinamik tersebut ketergantungan terhadap waktu, yang selama ini diabaikan dalam berbagai penelitian yang
telah, dilakukan berkaitan dengan DBD. Dengan melibatkan aspek dinamik dari proses penularan tersebut
akan diperoleh suatu kesimpulan lebih tepat dalam menentukan kebijakan penanggulangan penyakit
tersebut. Dengan alasan tersebut telah dilakukan penelitian tentang pengembangan model pengendalian
DBD yang lebih spesifik dan dinamis di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian
untuk mendapatkan model pengendalian DBD yang dapat menurunkan Infection Rate (IR) menjadi nol
persen. Hasil penelitian menunjukkan angka bebas jentik (ABJ) yang mencerminkan kebersihan
lingkungan di Kabupaten Indramayu tertinggi 83,2%. Hal ini menggambarkan bahwa program
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di kabupaten tersebut berjalan dengan baik. Pelaksanaan foging di
lokasi penelitian tersebut ternyata dapat menurunkan insidensi DBD baik itu infeksi primer (terdeteksi
IgM) maupun infeksi sekunder (terdeteksi IgG dan IgM). Insect repellent dapat dijadikan alternative
pencegahan menularnya DBD karena dapat menurunkan peningkatan jumlah infeksi DBD. Pada dasarnya
253
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 4, Desember 2013: 253 — 268
penggunaan Insect repellent dapat menurunkan IR. Kombinasi fogging dan insect repellent akan lebih
efektif dalam menurunkan jumlah infeksi, karena dengan fogging 20% dan 40% Insect repellent , IR
menjadi satu orang. Pelaksanaan program kontainer tertutup dapat menurunkan peningkatan jumlah infeksi
DBD pada saat outbreak dengan bertambahnya tingkat insect repellent menjadi 40%, dan tingkat fogging
20% saja, nilai IR menjadi nol setelah hari ke 100. Pelaksanaan RDT dan kemudian segera ditanggapi
dengan dilakukan fogging atau penggunaan insect repellent dapat mencegah penyebaran DBD sehingga
jumlah infeksi akan berkurang.
255
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 4, Desember 2013 : 253 — 268
256
Model intervensi pengendalian demam...(A Munif, D Anwar M & Kasnodihardjo)
direction. Hubungan dikatakan negatif jika apabila perkalian semua hubungan antar
variabel sebab tinggi dan variabel akibat variabel melingkar itu negatif. Notasi dalam
turun atau jika variabel sebab turun dan permodelan untuk hubungan ini adalah (-)
variabel akibat tinggi maka permodelan atau balancing loop disebut juga negative
untuk hubungan ini adalah bertanda (-) atau feedback loop.
opposite direction.
Analisis dinamika perlu suatu
Hubungan lingkar sebab akibat penyederhanaan, dikembangkan menjadi pola
dalam struktur ini adalah blok pembentuk struktur dinamis. Setiap pola struktur
model yang disebut juga sebagai lingkar memiliki perbedaan pola perilaku yang
umpan-balik. Struktur ini menyatakan dinyatakan melalui simpal-simpal umpan
hubungan sebab-akibat variabel-variabel balik (causal loop). Banyaknya simpal
yang melingkar, bukan menyatakan menggambakan semakin banyak pula
hubungan korelasi statistik. variabel atau unsur dan parameter yang
berarti semakin rinci dan dinamis. Dengan
Hubungan dikatakan positif apabila
perkalian tanda semua hubungan antar perilaku dinamis bersumber dari keunikan
struktur model yang dikenali dari hasil
variabel yang melingkar itu positif. Notasi
simulasi model. Simulasi model adalah upaya
dalam permodelan untuk hubungan ini adalah
untuk menirukan bekerjanya suatu sistem
(+)atau reinforcing loop disebut juga positive
dengan menggunakan suatu model.
feedback loop. Hubungan dikatakan negatif
LINGKUNGAN Kasus
Vektor
endemis
Tempat Kepadatan
Tempat perindukan Penampungan Penduduk
ABJ, CI, HI
Vann
Aedes Penular
KASUS Laju
DBD Transmisi
Dalam skenario dasar sesuai tujuan dominan. Pada skenario ini ada tiga
penelitian variabel yang berpengaruh subsistem antara lain nyamuk, manusia dan
terhadap lingkungan adalah faktor yang penyakit DBD. Pada subsistem lingkungan
257
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 4, Desember 2013 : 253 — 268
dimana banyak ditemukan temp at dengan kasus DBD dapat melalui Aedes
penampungan akibatnya banyak nyamuk penular banyak maka manusia terinfeksi
vektor hubungan positif, hubungan vektor banyak hubungan ini positif. Dapat juga
banyak dengan kasus endemis kesempatan hubungan vektor dan kasus melalui keaktifan
menularkan banyak sehingga kasus tinggi induvidu yang mempunyai hubungan positif.
juga hubungan positif. Hubungan kasus Adanya keaktifan masyarakat yang tinggi
banyak maka kapadatan penduduk berkurang maka laju infeksi (EIR) rendah sehingga
sehingga hubungannya negatif. Hubungan hubungan ini negatif. Laju infeksi yang
banyak penduduk akibatnya banyak rendah maka manusia penular juga rendah
penampungan, hubungan ini positif.( sehingga hubungan positif. Hubungan
Gomez-et al, 1992) Banyaknya manusia rentan banyak maka manusia
penampungan air yang positif larva terinfeksi banyak hubungan ini positif
menyebabkan rendahnya angka bebas jentik, sebaliknya manusia terinfeksi banyak maka
House indeks, Container Indeks sehingga manusia rentan sedikt hubungan ini negatif.
hubungan positif. Hubungan lingkar sebab Banyaknya manusia terinfeksi maka manusia
akibat dalam struktur ini negatif karena penular banyak hubungan positif, manusia
perkalian semua hubungan antar variabel penular banyak maka manusia terinfeksi
melingkar itu negatif. Notasi dalam sedikit. Sedangkan hubungan manusia
permodelan untuk hubungan ini adalah (-) penular dengan manusia sakit mempunyai
atau balancing loop disebut juga negative hubungan positif dan negatif Hubungan
feedback loop ditunjukan pada gambar manusia sakit dan manusia imun mempunyai
causal loop dasar. Sistem lingkungan hubungan positif dan negatif pada gambar
berhubungan dengan vektor melalui Aedes dasar causal loop. Hubungan lingkar sebab
yang mempunyai hubungan positif akibat dalam struktur ini positif karena
perkalian semua hubungan antar variabel
Pada subsistem vektor dalam
melingkar itu positif. Notasi dalam
skenario dasar sesuai tujuan penelitian permodelan untuk hubungan ini adalah (+).
variabel yang berpengaruh terhadap vektor
Notasi dalam permodelan ini untuk
adalah faktor yang dominan, hubungan hubungannya bertanda (+) atau same
banyaknya telur maka larva banyak sehingga direction ditunjukan pada gambar causal
hubungannya positif, larva banyak maka
loop diagram dasar (Muhamamadi, 2001)
pupa banyak maka hubungannya positif,
pupa banyak menimbulkan banyak nyamuk
hubungan positif . Banyaknya nyamuk maka PEMBAHASAN
nilai Man Hours Density (MHD) tinggi
hubungan sebab-akibat positif. Banyaknya Distribusi angka DBD di daerah penelitian
nyamuk tingkat infektif tinggi juga hubungan Distribusi IR di kabupaten
positif, Aedes infektif banyak mempunyai Indramayu tertinggi pada tahun 2009 (72,8
hubungan dengan MHD tinggi pula sehingga permil) dan terendah pada tahun 2010
hubungan ini positif. Aedes infektif banyak (31,49). Perkembangan angka kesakitan
berhubungan dengan Aedes penular banyak DBD hubungannya dengan waktu di
pula sehingga hubunganya positif. Hubungan kabupaten Indramayu menunj ukkan
lingkar sebab akibat dalam struktur ini positif hubungan negatif. Namun sejauh mana angka
karena perkalian semua hubungan antar kesakitan (IR) menujukan nilai penurunan
variabel melingkar itu positif. Notasi dalam bila dilihat dari nilai IR setiap tahunnya, juga
permodelan untuk hubungan ini adalah (+). seberapa lama untuk menurunkan IR menjadi
Notasi dalam permodelan ini untuk nol. Sehingga dalam hal ini diperlukan model
hubungannya bertanda (+) atau same intervensi yang dapat mempercepat
direction ditunjukan pada gambar causal penurunan.( Gambar 2).
loop diagram dasar. Hubungan vektor
258
Model intervensi pengendalian demam...(A Munif, D Anwar M & Kasnodihardjo)
80
70
y = -4,808x + 9707,9
60
= 0,1175
50
40
30
20
10
0
2006 2007 2008 2009 2010
Gambar 2 : Hubungan Kasus DBD dengan waktu di Kabupaten Indramayu
Propinsi Jawa Barat, 2007-2010
259
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 4, Desember 2013 : 253 — 268
Kontainer_Teraltup
PSNPI
260
Model intervensi pengendalian demam...(A Munif, D Anwar M & Kasnodihardjo)
Keterangan:
Rate 14 Kelahiran Alami pada manusia
Rate 16 Laju infeksi primer pada manusia
Rate 17 Laju kesembuhan pada manusia terinfeksi primer
Rate 18 Laju infeksi sekunder pada manusia
Rate 19 Kematian alami pada manusia terinfeksi sekunder
Rate 20 Recruitment Nyamuk
Rate 21 Laju infeksi pada nyamuk terinfeksi
Rate 22 Kematian alami pada nyamuk
Rate 23 Kematian Alami Pada manusia Sehat/Rentan
Rate 24 Kematian alami pada manusia terinfeksi primer
Rate 25 Kematian alami pada manusia yang sembuh
Rate 26 Laju kesembuhan pada manusia terinfeksi sekunder
Rate 27 Kematian alami pada nyamuk tidak terinfeksi
Sh adalah manusia Rentan
adalah manusia yang terdeksi IgM
12 adalah manusia yang terdeksi IgG dan IgM
Rh adalah manusia yang terdeksi IgG
Sy adalah nyamuk Rentan (jumlah
nyamuk dewasa); I. adalah nyamuk
terinfeksi
Populasi manusia/host (NH) dibagi Dengue. Infected host kedua (1H2), yaitu
menjadi empat kompartemen, yaitu : recovered host yang terinfeksi kembali oleh
Susceptible host (SO yang merupakan virus Dengue.Pada populasi nyamuk/vector
manusia sehat dan berpeluang untuk dibagi menjadi dua kompartemen, yaitu
terinfeksi penyakit DBD. Infected host susceptible vector (Sr) yang merupakan
pertama (1H1), yaitu sejumlah susceptible nyamuk dewasa yang belum terinfeksi virus
host yang terinfeksi penyakit DBD. Dengue dan infected vector (Iv) yang
Recovered host (R), yaitu infected host merupakan susceptible vector yang terinfeksi
pertama yang mengalami kesembuhan dan virus Dengue.( Tabachnick,W.J. and
berpeluang terinfeksi kembali oleh virus William,C.B.1998)
261
Junta' Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 4, Desember 2013 : 253 — 268
(a) (d)
30,0
20,0 _ _ 102
2 102 1
1172 2
10,0
20 40 60 100 O 20 40 60 100
Time TIME
(b)
60,0
50,0
40,0
1._1n1
3 2 1 01_1
30,0
1111_2
4 _ 101_3
20.0 \
1\
10,0
0 20 40 60 100
Time
Gam
bar 4. Perbandingan model tanpa fogging (merah) dan model dengan fogging, dengan tingkat fogging
H
20% (hijau),40% (biru), dan 60% (coklat). (a) H) (b) 1, (c) RH, (d) 2
262
Model intervensi pengendalian demam...(A Munif, D Anwar M & Kasnodihardjo)
1.500.000 '''''
8 8_21 4 4 - 4 4 4
-''---
1,400 2 -- 3
S1r 1 ,2
2
1,300.000- Z 2 SI-, 2 1,2_1
2 2
- °,. . sn,
-_,_ 1112 2
4. SO 8
1.200,000
2 1.
1.100,000 . 1- r'— — __
20 40 60 100 •0 20 40 60 80 100
-1-inrc Time
(b) (e)
60 •
400.000 I
S
50,0
300.000
1 1M11 SY
r
30.0 2 1 111 1 2 Sv,
200,000
.- °- 1,1 2
20.0 • 4 -. .4 Sv 3
3 .
100.000
2
-
—
I— -t
/ • -- 2-, , ,•••••••••--a•
--,
0 20 40 60 SO 100 O 20 40 60 80 100
Time Time
(() (1)
1
600,000- 1
606 000
r-.. \
2 2 I/
2
400, 000-
2 2
4 Rh
1,1, 1
20.0*. , 2
,Y
1v_1
4 F2,_ 2 , 1 v,
300,00- 4.
4 4
r -r -, , ..1 2 ..,
O 20 - •
40 '''' '''')
100 O 20 40 GO 80 100
T rn E Tim
Gambar 5. Perbandingan model tanpa insect repellent (merah) dan model dengan insect repellent,
dengan tingkat repellent 20% (hijau), 40% (biru), dan 60% (coklat). (a) SEr, (b) /H1,
(c) RH , (d) hr 2
263
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 4, Desember 2013 : 253 — 268
populasi kelompok manusia ini tidak terlalu lebih kecil dibandingkan tanpa dilakukan
drastis. Kurva biru, hij au dan cokelat intervensi (Soewono dan Supriatna,2010)
menunjukkan presentase penggunaan insect Gambar 5.d. Gambar ini memperlihatkan
repellent yang semakin besar. Grafik tersebut grafik kelompok manusia yang terdeteksi
memperlihatkan bahwa dengan semakin IgG dan IgM. Kurva merah (model dasar
besarnya tingkat intervensi berupa tanpa intervensi) memperlihatkan kelompok
penggunaan insect repellent, maka ini akan mengalami outbreaks pada sekitar
pengurangan populasi kelompok manusia ini hari ke 35.0utbreaks tidak akan terjadi jika
dapat direduksi. Gambar 5.b. Gambar ini dilakukan intervensi penggunaan insect
memperlihatkan grafik kelompok manusia repellent dengan tingkat 20% atau
yang terdeteksi IgM. Kurva merah (model lebih.Gambar 5.e. memperlihatkan kelompok
dasar tanpa intervensi) memperlihatkan nyamuk sehat dan Gambar 5.f. merupakan
kelompok ini akan mengalami outbreaks kelompok nyamuk terinfeksi . Kurva merah
pada sekitar hari ke 20. Jika dilakukan memperlihatkan tidak dilakukan intervensi.
intervensi dengan penggunaan insect Kelompok nyamuk sehat akan mengalami
repellent, outbreaks masih tetap terjadi, penurunan, karena terdapat sejumlah nyamuk
namun dengan jumlah infeksi yang sehat yang terinfeksi. Penurunan populasi
berkurang cukup drastis, sesuai dengan nyamuk sehat akan berkurang jika dilakukan
presentase penggunaan insect repellent. intervensi dengan penggunaan insect
Dengan kata lain, semakin banyak penduduk repellent, walaupun relatif kecil
yang menggunakan insect repellent, angka (Muhamamadi, et al, 2001). Pada kelom pok
populasi yang terdeteksi IgM pada saat nyamuk terinfeksi, terjadi outbreaks pada
outbreaks akan semakin berkurang. (DitJen sekitar hari ke 20 jika tanpa
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan interven si.P enggunaan insect repellent
lingkungan ,2008) Bahkan jika tingkat insect menurunkanoutbreaks pada populasi nyamuk
repellent mencapai 40% atau lebih, outbreaks terinfeksi di Kabupaten Indramayu. Grafik
tidak akan terjadi.Gambar 5.c. Gambar ini diatas menunjukkan bahwa penggunaan
memperlihatkan kelompok manusia yang insect repellent dapat menurunkan
tedeteksi IgG. Kurva merah (model dasar IR.Semakin banyak penduduk Kabupaten
tanpa intervensi) memperlihatkan semakin Indramayu yang menggunakan insect
meningkatnya kelompok manusia ini. Jika repellent, nilai IR semakin kecil.Bahkan IR
dilakukan intenvensi maka pertambahan mencapai nol hanya dengan tingkat insect
kelompok manusia yang terdeteksi IgG akan repellent 60% saja.
264
Model intervensi pengendalian demam...(A Munif, D Anwar M & Kasnodihardjo)
30,0
20,0 Ih2
_ 2___ Ih21
„Ih2_2
„Ih2_3
10,0
O 20 40 60 100
Tin) E
(b)
60,0
50,0
40,0
\
'"1
30,0 . 2 _ 8-11_1
Ih1_2
101_3
20,
10,0 2\
— -
0 234
0 20 40 60 80 100
Tim,
(c)
1
600,00
4 4
500,00
. - Rh
---- -2 2- 2
400,00 2 Rh l
„Rh 2
Rh 3
330,00
200,00 1
0 20 40 .30 80 100
Tim(
Gambar 6. Perbandingan model standar (merah) dan model dengan fogging, dengan tingkat
fogging40%. Fogging dilakukan pada hari ke 5 (hijau), hari ke 10 (biru) dan hari ke
20 (cokelat). (a) SH, (b) 1, (c) RH, (d) 412, (d) v, dan (e)
265
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 4, Desember 2013 : 253 — 268
(a) (d)
1,500
1,400,
2 2
a— 3 9.h 3,2
2 $n_1 2 1 h21
1.30o.000t
a Sh 2 , 1 h2 2
4_ Sh3 4 I h23
1.200,000-
1.100,000
O 20 40 60 100 20 40 60 80 100
Tim TirnE
(b) (e)
Sv
11,1_1 2 Sv_ 1
2
1 Sv 2
Sv 3
4, !hi 3 4
80 00 O 20 40 60 80 100
60
TimE TIME
(c) (0
30,0
Fin 20,0
3-- 3 2. Rh_ 1
10,0
40 60 80 100 40 60 60 100
TimE TimE
Gambar 7. Perbandingan model standar (merah) dan model dengan insect repellent, dengan
tingkat insect repellent 40%. Penggunaan insect repellent dilakukan pada hari ke 5
(hijau), hari ke 10 (biru) dan hari ke 20 (cokelat). (a) (b) 411, (c) RN, (d) IH2 , (d)
Sv, dan (e) .
266
Model intervensi pengendalian demam...(A Munif, D Anwar M & Kasnodihardjo)
baru diketahui pada hari ke 10 atau 20, maka UCAPAN TERIMA KASIH
insidensi saat outbreaks akan tinggi, seperti
Ucapan terimakasih kami sampaikan
telihat pada kurva warna biru dan cokelat .
pada. Bapak Kepala Badan Penelitian
Pengembangan Kesehatan dan juga kami
ucapkan kepada Kepala Puslit PTIKM yang
KESIMPULAN DAN SARAN
telah memberi kesempatan biaya penelitian.
Kesimpulan Ucapan terimakasih kami, sampai Kepala
Model intervensi dilakukan fogging Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu,
dengan tingkat. 20 % saja, IR • berkurang yang banyak membantu kelancaran
drastis menjadi 8 setelah 100 hari. Jika penelitian. Begitu juga kami sampaikan
tingkat fogging ditambah, IR akan semakin ucapan terima kasih kepada Bupati
kecil, bahkan mencapai nol jika fogging Indramayu, Camat Indramayu, Karangampel
dilakukan dengan tingkat 40% atau lebih. yang telah membantu mengumpulkan tokoh
Dengan demikian pelaksanaan fogging dapat masyarakat, kader, lurah, LSM dalam
menurunkan insidensi DBD di Kabupaten pencanangan PSN yang melibatkan berbagai
Indratimyu, baik itu infeksi primer (terdeteksi lintas sektor.
IgM) maupun infeksi sekunder (terdeteksi
IgG dan IgM).
DAFTAR PUSTAKA
Penggunaan insect repellent Alto dan Juliano (2010). Precipit ation and temperatur
menurunkanoutbreaks pada populasi nyamuk effect on population of Aedes; Implication
terinfeksi . di Kabupaten Indramayu. Grafik for Range expansion. Journal of Medical -
diatas menunjukkan bahwa penggunaan Entomology, vol. 38, no 5., Entomological
insect repellent dapat menurunkan Society of Amerca, Florida
Christophers,S.S.R., 1960. Aedes aegypti (L),
IR.Semakin banyak penduduk Kabupaten Cambridge Univ.Press.London, 739
Indramayu yang menggunakan insect Dep.Kes.RI. Indikator Indonesia sehat 2010 dan
repellent, nilai IR semakin kecil.Bahkan IR Pedoman Penetapan Indikator Propinsi sehat
mencapai nol hanya dengan tingkat insect dan Kabupaten/Kota seha,t Kep.Men.Kes no
1202/Men Kes/SKNIII/2003 Dep.Kes.R.I.,
repellent 60% saja. Jakarta
Dengan demikian dapat disimpulkan Dinkes Kabupaten Indramayu, 2009; Profil Kesehatan
Kabupaten Indramayu,
bahwa pelaksanaan RDT dan kemudian Dit. Jen P2M dan PLP, (2006), Program dan Kebijakan
segera ditanggapi dengan dilakukan fogging Pengendalian Vekto r/ Reservoir
atau penggunaan insect repellent dapat Dit.Jen P2M dan PLP, 2006). Program dan Kebijakan
menurunkan penyebaran penyakit DBD, Pengendalian Vektor/Reservoir Penyakit di
sehingga jumlah infeksi akan berkurang. Indonesia. Simposium Nasional Pengendalian
vektor dan Reservoar, 17 Desember .
Saran DitJen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
lingkungan (2008). Modul pelatihan bagi
Perlu melakukan RDT, karena pelatih Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
infeksi dapat diketahui dengan cepat disuatu DBD dengan pendekatan komunikasi
perubahan perilaku/KPP
wilayah endemis DBD. Misalnya pada hari
Eng-Eong Ooi, Kee-Tai Goh and Duane J.Gubler 2011.
ke 5 diketahui adanya seseorang yang Dengue Prevention and 35 years of Vector
terinfeksi DBD melalui. RDT, kemudian Control in Singapore.
segera dilakukan fogging atau penggunaan Gomez-Dantez Htapia-Conyer R, 1992;
insect repellent , maka jumlah infeksi saat Surveillance of dengue — the
identification of a public health problem;
outbreaks akan rendah, ditunjukkan oleh In' Halstead SB dan Comez-Dantes (eds):
gambar hasil analisis . Namun jika RDT tidak Dengue- A Worldwide Problem, a
dilakukan, akan terjadi keterlambatan dalam Common Strategy; Proceedings
mengetahui adanya infeksi. Misalkan infeksi Community based-Control; 29-39.
Gabler DJ, Trent. Emergence of epidemic
baru diketahui pada hari ke 10 atau 20, maka
dengue/dengue hemoragic fever as public
insidensi saat outbreaks akan tinggi. health problem. Infectious Agent Diseases,
1984; 83-93
Horsfal, W.R. (1955), Mosquitoes Their Bionomic and
Relation to disease. The Roland Press. Comp.
New York. 72
267
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 4, Desember 2013 : 253 — 268
Laria S.E., James E., DarnellJ.R., David B., and Allan Penyakit di Indonesia. Simposium Nasional
C., 1988. General Virology. Jhon Wiley and Pengendalian vektor dan Reservoar, 17
Sons. Desember
Malole, M, 1987, Virologi. Pusat antar Universitas, Schliessmann DJ, Callheirros LB. A review of the
Intsitut Pertanian Bogor Bekerja sama status of Yellow fever and Aedes aegypti
dengan Lembaga Sumberdaya Informasi- eradication programs in the Americas. Mosq
IPB. New. 1974 34; 1-9
Muhamamadi, Erman Aminullah dan Budi Susilo, Soewono,E & A.K. Supriatna: A Two-dimensional
2001.Analisis Sistem dinamika Lingkungan Model for the Transmission of Dengue Fever
hidup,social, manajemeni. Penerbit UMJ Disease, Bull. Malaysian Math. Soc. 24,
PRESS, Jakarta 2010, 49-57
Nelson M.J., Pant CP., Self LS., and Salim Usman. Tabachnick,W.J. and William,C.B.(1998),Population
1976; Observations on the breeding habitats genetics in vector biology. Paper Training
of Aedes aegypti (L) in Jakarta, Indonesia. Course , The Biology of Disease vectors,
Southeast Asian J.Trop.Med. Pub.Hlth 7 (3); New Delhi.,417-437
424-429. UNICEF / UNDP / World Bank / WHO, 2007. Special
Nelson,NJ, Self,L.S., Pant,CP and Usman S.1978. Programme for Research and Training in
Diurnal periodicity of attraction to human Tropical Diseases (TDR), WHO, TDR News
bait of Aedes aegypty (Diptera ; Culicidae) in no 78, Geneva.
Jakarta Indonesia.J.Med.Entomol. 14 ; 504-
510.
268