Sie sind auf Seite 1von 16

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/317014688

MODEL BISNIS KANVAS: ALAT UNTUK


MENGIDENTIFIKASI PELUANG BISNIS BARU
BAGI PENGUSAHA UKM...

Conference Paper · May 2017

CITATIONS READS

0 84

2 authors:

Ismiriati Nasip Eka Sudarmaji


Binus University Pancasila University
8 PUBLICATIONS 2 CITATIONS 9 PUBLICATIONS 1 CITATION

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Thesis View project

government View project

All content following this page was uploaded by Eka Sudarmaji on 19 May 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

MODEL BISNIS KANVAS: ALAT UNTUK MENGIDENTIFIKASI


PELUANG BISNIS BARU BAGI PENGUSAHA UKM INDONESIA

Ismiriati Nasip1 dan Eka Sudarmaji2


Universitas Bina Nusantara (BINUS), Jakarta & Universitas Pancasila, Jakarta
E-mail: ismiriati.nasip@binus.ac.id , ismi.nasip@gmail.com & esudarmaji@univpancasila.ac.id

Abstract: The generation of new business ideas is becoming an important element for Indonesian Small-
Medium Enterprises (“SMEs”). The ability to identify business opportunities is expected to encourage
them to seek the best idea in developing their current business. The purpose of this study is to test the
ability of Indonesian entrepreneurs to generate new business opportunities when they participate in
entrepreneurship course, especially in creativity development course. Business Canvas Model is used as
a tool of ‘entrepreneur alertness” in recognition, evaluation, and development of entrepreneurship. It
also identifies entrepreneur’s orientation as antecedents of the opportunity identification capabilities.
Pre vs. post-test comparisons showed the Indonesian entrepreneur who has a good orientation
subsequently have a higher level of divergent thinking. The outcome also indicates that the course has a
significant effect on individuals’ abilities to generate a greater number and more innovative business
ideas inside the experimental group. The implications of the result for developing opportunity
identification competence and entrepreneurship education will be presented.
Keywords: Business Model Canvas, Entrepreneurship Education, Indonesian Entrepreneur, Opportunity
Identification Capability.

Abstrak: Menghasilkan ide-ide bisnis baru sudah menjadi elemen penting bagi para pengusaha Usaha
Kecil-Menengah (“UKM”) di Indonesia. Dengan kemampuan mengidentifikasi peluang bisnis,
diharapkan dapat mendorong mereka untuk mencari ide terbaik dalam mengembangkan bisnis mereka
saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kemampuan para pengusaha Indonesia untuk
menghasilkan peluang bisnis baru ketika mereka berpartisipasi dalam pelatihan kewirausahaan, terutama
dalam pelatihan mengembangkan kreatifitas. Bisnis Model Kanvas digunakan sebagai alat untuk
‘identifikasi kemampuan pengusaha’ dalam mengenali, mengevaluasi dan mengembangkan kemampuan
kewirausahaan. Hal ini juga untuk menguji orientasi para pengusaha UKM sebagai prasyarat dari
kemampuan mengidentifikasikan peluang bisnis. Perbandingan dari pengujian sebelum dan sesudah
pelatihan menunjukkan bahwa pengusaha Indonesia yang memiliki orientasi yang baik dan mempunyai
cara berfikir yang berbeda untuk mencapai tingkat yang lebih maju. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa pelatihan tersebut memiliki dampak yang signifikan pada kemampuan pengusaha di
dalam kelompoknya (kelompok eksperimen) untuk menghasilkan ide-ide bisnis yang lebih besar dan
lebih inovatif. Implikasi dari hasil pelatihan untuk mengembangkan kemampuan melihat peluang akan
disajikan dalam penelitian ini.
Kata kunci: Model Bisnis Kanvas, Pelatihan Kewirausahaan, Pengusaha Indonesia, Kemampuan
Mengidentifikasi Peluang.

PENDAHULUAN

Banyak literatur yang menghubungkan antara kewirausahaan dengan kemakmuran ekonomi negara.
Lingkungan yang memudahkan pengusaha untuk mendirikan atau memulai bisnis penting dalam
menciptakan perusahaan tersebut untuk unggul dan tumbuh berkembang, sehingga pada akhirnya
keberhasilan para pengusahanya akan memberikan nilai tambah bagi keberhasilan ekonomi secara
keseluruhan. Richard Cantillon (1755), adalah orang yang pertama kali menjelaskan bahwa pengusaha
adalah orang-orang yang berani mengambil resiko. Sementara Joseph Schumpeter (1911) melihat bahwa
pengusaha adalah individu pencipta inovasi dan sebagai mesin pertumbuhan sebuah negara. Kebijakan untuk
menciptakan pengusaha baru sebagai mesin pertumbuhan merupakan kendala utama bagi para pembuat
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

kebijakan, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu hambatan
yang timbul adalah bahwa terlalu banyak biaya overhead terjadi, dan lokasi dimana biaya overhead yang
rendah akan memiliki lebih banyak pengusaha dan akan mencipatkan lebih banyak perusahaan baru untuk
memulai bisnisnya.
Keberhasilan pengusaha juga dipengaruhi oleh kesempatan belajar [1]. Ada banyak cara bagi individu
untuk dapat belajar bagaimana untuk menjadi seorang pengusaha dan bagaimana menjadi sukses (misalnya
dari orang tua, teman, sekolah, dll). Individu yang dibesarkan disebuah lokasi dimana kewirausahaan
berkemnbang, lebih mungkin untuk menjadi pengusaha (Guiso 2016). Apakah ada aspek kewirausahaan
yang penting untuk dipelajari? Literatur modern tentang kewirausahaan menyatakan bahwa untuk menjadi
seorang pengusaha, maka perlu untuk memiliki berbagai keterampilan atau karakter khusus [2]. Teori Klasik
soal karakter kewirausahaan menitik beratkan pada kemampuan untuk berinovasi [3], dan keberanian
menanggung ketidakpastian serta resiko [4]–[6].
Kemampuan kewirausahaan adalah sebuah usaha komprehensif yang memiliki beberapa komponen
penting dan masih harus terus dipelajari sejauh mana mereka masih bisa dipelajarinya. Sementara itu,
kemampuan manajerial lebih mungkin untuk dipelajari secara terbatas. Guiso L (2016) juga menemukan
bahwa pengusaha yang dibesarkan di lokasi dimana kewirausahaan berkembang, akan memiliki praktek
manajerial yang jauh lebih baik. Di Indonesia ada begitu banyak pengusaha sukses, baik di sektor formal
maupun informal. Ada banyak faktor dibalik kesuksesan sebuah perusahaan di Indonesia, dimana faktor
utama dan penting adalah pendirinya atau pengusaha itu sendiri.
Tom Grasty (2012) menyatakan bahwa "penemuan” sebuah produk dapat didefinisikan sebagai
penciptaan sebuah produk baru atau pengenalan proses baru untuk pertama kalinya. Sementara itu "inovasi"
produk terjadi jika seseorang meningkatkan atau membuat kontribusi yang signifikan terhadap produk yang
sudah ada atau proses baru yang terjadi atau jasa baru yang diberikan. Menjadi seorang pengusaha, tidak bisa
hanya fokus kepada “inovasi” produk saja atau pada sebuah “penemuan” produk baru saja. Para pengusaha
didorong untuk mencari dan mengidentifikasikan ide-ide bisnis atau sebuah peluang bisnis, yang dapat
mengubah sebuah “penemuan” produk baru atau sebuah “inovasi” produk, agar produk tersebut menjadi
besar dan berguna dimasa depan.
Penemuan sebuah produk baru berasal dari kombinasi sebuah pengetahuan umum, kesempatan,
kemampuan menciptakan, dan kapasitas dari para pengusaha tersebut serta teknik yang mendukung proses
penciptaan tersebut. Oleh karena itu, penemuan produk menjadi lebih penting pada tahap awal sebagai
bentuk pengetahuan, seperti dalam bidang manufaktur, pengolahan industri makanan dan lain-lain.
Sementara itu, sebuah inovasi produk adalah penggabungan pengetahuan termasuk didalam disiplin banyak
ilmu pengetahuan dimana ide-ide cerdas terjadi, baik itu meningkatkan kegunaan yang ada pada produk
tersebut atau produk tersebut dapat dipakai untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Fenomena kebangkrutan sebuah perusahaan banyak dimulai ketika bisnis yang dijalani oleh para
pengusaha tidak lagi menjadi menarik dan mengalami siklus penurunan seperti yang terjadi dalam siklus
‘umur sebuah product’ atau ‘product life cycle’. Pada saat itu para pengusaha dipaksa untuk memikirkan
jalan keluar melalui solusi penciptaan ide-ide bisnis baru dalam usaha meremajakan produk atau layanan
yang dijalankannya. Tidak jarang dari pengusaha tidak dapat meremajakan bisnis dan perusahaannya karena
tidak tahu harus memulai dari mana dan kehilangan arah bagaimana harus melahirkan ide-ide bisnis baru.
Persaingan yang tajam memerlukan sebuah terobosan dan ide bisnis yang berbeda. Dengan demikian,
masing-masing pengusaha mencoba untuk menjadi unik dari yang lainnya dalam usaha mereka untuk
mencari pangsa pasar baru.
Studi ini dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan: Bagaimana ‘bisnis model kanvas’ digunakan
untuk melihat kemajuan dari tambahan kemampuan yang didapat bagi para pengusaha dalam
mengindentifikasikan sebuah peluang baru yang menjanjiakn dimasa depan? Apa yang membuat startegi
‘Bisnis Model Canvas’ atau ‘BMC’ ini berbeda dan unik dibanding dengan startegi bisnis-plan lainnya?
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi atau berdampak pada terhentinya penciptaan ide-ide bisnis baru yang
dihasilkan oleh pengusaha? Apa dampak dari terjadinya perubahan lingkungan bisnis yang terus berubah
yang mendorong pengusaha unutk menghasilkan bisnis baru dengan terlebih dahulu mampu melihat semua
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

faktor yang ada diperusahaan, baik itu internal faktor dan eksternal faktor terhadap kinerja bisnis dan
keuangan perusahaan saat ini?
Dilain pihak, pemerintah baik itu pemerintah nasional, pemerintah regional atau pemerintah daerah,
lembaga-lembaga swadaya masyarakat, asosiasi-asosiasi perusahaan, perushaan-perusahaan milik negara
atau BUMN-BUMD dan institusi-instititusi pendidikan sudah banyak membantu dalam melakukan pelatihan
pada para pengusaha nasional khususnya adalah para pengusaha UKM. Hasil akhir dari pelatihan ini,
banyak yang tidak tepat sasaran dan kurang menghasilkan dampak yang besar dibandingkan dengan tujuan
yang diharapkan. Target dan prioritas pengusaha sebagai peserta pelatihan adalah hal yang paling penting
yang harus diperhatikan oleh institusi-institusi tersebut diatas, mengingat keterbatasan sumber daya yang
dimilikinya. Seleksi awal pengusaha sebagai peserta latihan diharapkan akan memunculkan hanya
pengusaha-pengusaha yang mempunyai orientasi berbisnis yang lebih baik serta pengusaha yang mempunyai
kemampuan untuk melihat ide bisnis. Pada akhirnya, diharapkan bahwa pengusaha-pengusaha ini dapat
memberikan dampak yang besar bagi masyarakat sekitarnya dan perekonomian secara luas.
Dengan menggunakan analisa sembilan blok ‘Bisnis Model Canvas’ atau BMC’, studi ini akan
mengkaji seberapa besar tingkat ‘orientasi-pengusaha’ peserta pelatihan kewirausahaan yang diselenggrakan
oleh sebuah institusi BUMN. Hasil penyeleksian dan pengukuran tahap pertama unutk tingkat ‘orientasi-
pengusaha’ ini kemudian dilanjutkan pada tahap kedua berikutnya yaitu untuk menganalisa kemampuan
peserta pengusaha untuk mengidentifikasi peluang bisnis saat ini dan masa depan. Diharapkan bahwa
pengusaha yang mempunyai orientasi bisnis yang lebih baik mampu menghasilkan kemampuan untuk
menghasilkan banyak ide-ide bisnis. Dengan demikian, semakin banyak pengusaha yang mampu
mengidentifikasi peluang bisnis dan menghasilkan ide bisnis, semakin tinggi kemungkinan pengusaha
tersebut sukses dimasa depan.

TINJAUAN PUSTAKA

Peluang Bisnis
Banyak UKM yang sukses saat ini tergantung pada para pengusahanya untuk terus belajar,
beradaptasi, dan menyesuaikan keahlian mereka pada perubahan lingkungan internal dan eksternal yang
berubah sangat cepat saat ini. Ini akan menjadi penting bagi para pengusaha UKM untuk mendapatkan
keunggulan kompetitif bagi perusahaannya dalam menentukan pasar yang dipilihnya, dengan sumber daya
terbatas yang dimilikinya saat ini, terutama dalam upaya untuk memanfaatkan peluang bisnis di masa depan.
Keahlian manajemen strategis dalam lingkungan yang terus berubah seperti saat ini diperlukan oleh para
pengusaha UKM. Perubahan lingkungan eksternal yang cepat merupakan awal untuk memahami manajemen
strategis terutama dalam menjalankan perusahaan UKM seperti yang dirasakan sebagaimana proses
kewirausahaan terjadi pada saat para pengusha tersebut memulainya.
Para pengusaha UKM membutuhkan strategi manajemen, sebagaimana tujuan mereka berikutnya
adalah bagaimana para pengusaha ini menjalankan perusahaan mereka untuk mendapatkan pertumbuhan
yang berkelanjutan. Kemampuan manajemen strategi dapat digunakan untuk mengembangkan produk baru,
layanan baru dan masuk ke pasar baru. Dengan kata lain, pengusaha sukses UKM memerlukan keahlian
untuk mengatur dan mengelola kegiatan yang melibatkan aktivitas inovasi dan mengelola perubahan
lingkungan eksternal yang menyertainya. Ini adalah bidang manajemen strategis yang pada awalnya terjadi
di bisnis skala besar dan tidak terjadi pada unit skala UKM. Kesempatan untuk melihat masa depan, adalah
sebuah proses yang tidak terjadi murni melalui analisis bisnis formal atau melalui proses peramalan, tetapi
terjadi melalui proses perencanaan strategis. Kesempatan untuk melihat peluang bisnis masa depan bisa
melalui inspirasi dan imajinasi para pengusaha dimana kebanyakan orang lain tidak dapat melihatnya. Selalu
ada gairah, misi, visi, dan kesenangan yang bercampur dalam menciptakan sebuah peluang bisnis, dan
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

penciptaan sebuah peluang bisnis tidak dapat dijelaskan lebih detail oleh teori ekonomi dan teori-teori
lainnya.
Menciptakan sebuah peluang bisnis memerlukan sebuah antusiasme, keterampilan, sumber daya,
birokrasi, komitmen, dan juga strategi yang harus dipunyai oleh banyak individu dan perusahaan. Peluang
bisnis tidak dapat dibuat hanya karena faktor lingkungan dan/atau faktor pribadi, meskipun kedua faktor
tersebut terkait erat. Penciptaan kesempatan bisnis dapat dijelaskan dan memerlukan hampir semua disiplin
ilmu; ekonomi, psikologi dan ilmu kognitif, manajemen strategi, sumber daya, serta teori kontingensi yang
digabungkan secara bersama-sama, selaras dan membentuk serta menciptakan sesuatu yang baru dalam
bentuk “ide bisnis”. Aspek pentingnya adalah kemampuan melihat peluang bisnis untuk melihat pertama
kalinya, bertindak pertama kalinya dan sebelum orang lain melakukannya. Proses ini terjadi karena fungsi
panca indera bekerja dan bagaimana cara memandang dunia luar, serta memproses semua informasi yang
telah diperolehnya sekaligus. Sesuatu yang dihasilkan oleh intuisi, visi, wawasan, penemuan, atau penciptaan
ide berkembang menjadi sebuah kamampuan melihat sebuah peluang yaitu sebuah peluang bisnis.
Banyak individu membuat kesalahan tentang bagaimana mereka melihat dan melaksanakan peluang
bisnis tersebut. Disektor UKM, baik pemilik dan/atau perusahaannya memiliki nilai-nilai atau norma-norma
yang sama dalam melihat peluang bisnis. Oleh karena itu, peluang bisnis dipengaruhi oleh aspirasi pemilik,
keluarga mereka, dan motivasi yang tidak dapat dengan mudah dilepaskan dari tujuan awalnya. Jadi hirarki
melihat peluang datang dari tujuan pribadi, keluarga, dan bisnis. Setiap kisah seorang pengusaha sukses atau
pengusaha yang gagal adalah bersifat sangat unik / khas, dimana cerita dan alasan dibaliknya adalah hanya
mereka sendiri yang tahu - kenapa mereka berhasil atau kenapa mereka gagal. Keberhasilan dan kegagalan
akan tergantung pada kesempatan, keterampilan, fokus, waktu yang tepat, sumber daya, kompetensi individu,
dan strategi yang dijalankan saat ini yang mungkin cocok atau tidak untuk mengeksekusi peluang bisnis
tersebut. Beberapa perusahaan dapat berkembang pesat sejak mereka didirikan, karena mungkin mereka telah
mampu mengidentifikasi peluang bisnis yang tepat, memiliki keterampilan yang tepat untuk itu, memiliki
jaringan dan sumber daya yang cukup, serta menyusun strategi yang paling tepat untuk mengeksploitasi
peluang bisnis secara efektif, sementara perusahaan lain mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk
mencapainya.

Bisnis Model Kanvas


Definisi UKM diambil dari Peraturan Pemerintah No: 8/2008, yang mendefinisikan bahwa usaha kecil
dan menengah sebagai kegiatan bisnis independen yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau cabang lain dari perusahaan atau dikendalikan atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dari unit usaha menengah atau perusahaan besar. Nilai bersih dari
kedua jenis bisnis teresebut juga didefinisikan secara jelas, termasuk didalamnya adalah kekayaan bersih dan
nilai penjualan.
Fokus dari penelitian ini terletak pada visualisasi dan kemampuan mengidentifikasikan peluang bisnis
dan melakukan inovasi. Kemampuan melakukan inovasi pada kualitas produk, inovasi skala produksi atau
inovasi logistik belum dirasakan cukup bagi semua pengusaha. Kemampuan berinovasi pada bisnis model
saat ini menjadi penting, apalagi ketika pengusaha dipaksa untuk berinovasi karena persaingan bisnis yang
sangat ketat. Ada beberapa alasan mengapa inovasi bisnis model adalah topik yang menghangat saat ini bagi
manajer, pengusaha, dan para peneliti maupun akademisi. Pertama, karena inovasi bisnis model adalah
merupakan bahasan pokok yang sering kurang dimanfaatkan selama ini. Kedua, inovasi bisnis model
merupakan hal yang paling sulit ditiru bagi pesaing, karena mereka harus dapat meniru seluruh sistem
kegiatan bisnisnya menjadi baru, dan bukan hanya sekedar mempunyai proses baru atau produk baru saja.
Inovasi pada tingkat bisnis model dapat diubah menjadi keunggulan bisnis yang berkelanjutan karena lebih
mudah untuk mengukurnya, bahkan lebih mudah dari pengukuran tingkat pengembalian atas inovasi produk
baru atau inovasi proses baru. Ketiga, manajer harus terbiasa dengan kemungkinan upaya pesaing di pasar
yang khusus, karena inovasi bisnis model mungkin saja diperlukan sebagai alat untuk memenangkan
persaingan dan mencapai keunggulan kompetitif perusahaan.
Bisnis model perusahaan adalah sebuah mata rantai sistem yang saling berhubungan dan saling
tergantung tentang bagaimana cara mengontrol perusahaan untuk "berbisnis", baik dengan konsumen,
melakukan kemitraan dan berhubungan dengan pemasok. Kesimpulannya, bisnis model adalah sekumpulan
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

sistem kegiatan tertentu yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar, serta hal-hal
khusus yang dipunyai perusahaan atau mitra perusahaan saat ini dalam melakukan kegiatan bisnis, dan
bagaimana kegiatan ini terhubung satu sama lain. Bisnis model yang inovatif dapat menciptakan pasar baru
atau membantu perusahaan membuat dan memanfaatkan peluang bisnis baru di pasar yang sebelumnya tidak
ada.
Raphael Amit dan Christoph Zott Bisnis (2012) mengidentifikasi bahwa inovasi bisnis model terjadi
dengan cara: 1) menambahkan kegiatan baru, karena mengacu sebagai “ciri”, 2) menghubungkan kegiatan
dengan cara baru; karena merujuk sebagai “inovasi proses baru”, 3) mengubah satu atau lebih pihak yang
melakukan kegiatan, "struktur."; karena mengacu pada "pemberdayaan" sumber daya perusahaan [7].
UKM dapat memanfaatkan dan mencari peluang bisnis model baru dalam upaya mereka
memperbaharui siklus hidup bisnisnya atau produknya yang mungkin saja mengakibatkan penurunan
pendapatan dan terjadinya tekanan pada margin keuntungan perusahaan saat ini. Raphael Amit dan Christoph
Zott Bisnis (2012) mengemukakan bahwa pengusaha UKM perlu memeriksa enam pertanyaan kunci soal
inovasi bisnis model: 1) apakah kebutuhan pokok perusahaan saat ini dapat terpenuhi?, 2) apakah diperlukan
kegiatan baru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut?, 3) bagaimana kegiatan baru tersebut
terhubung dengan sistem yang ada dan dengan cara seperti apa?, 4) siapa yang harus melakukan setiap
kegiatan tersebut yang merupakan bagian dari bisnis model baru?, haruskah seluruh orang-orang yang ada
diperusahaan? rekanan? pelanggan? dan apakah pengaturan tata-kelola yang baru dapat dijalankan distruktur
perusahaan saat ini?, 5) bagaimana nilai perusahaan dapat diciptakan melalui bisnis model baru ini untuk
masing-masing peserta?, 6) apa model pendapatannya sesuai dengan bisnis model baru?
Model Bisnis Kanvas ("BMC") yang diciptakan Osterwalder & Yves Pigneur (2010) adalah alat
'bagaimana perusahaan dapat menciptakan nilai'. Melalui BMC, pengusaha bisa melihat bagaimana mereka
dapat menjalankan bisnis mereka; yang akan melibatkan banyak unit, baik dalam proses produksi, pemasaran
dan departemen lainnya; dan bagaimana perusahaan menjaga hubungan mereka dengan para pelanggannya,
sehingga mereka juga dapat mempertahankan kelanjutan perusahaan mereka. Keuntungan dari BMC adalah
sebagai alat untuk perencanaan dan pengembangan strategis; alat untuk mengekspresikan ide-ide; alat untuk
mengetahui segmentasi pelanggan; sebagai dashboard atau alat indikator; alat untuk mengetahui bagaimana
usaha pesaing (seperti tingkat persaingan). Disamping semua itu, BMC juga bisa digunakan sebagai alat
untuk analisa bisnis model portofolio; perencanaan inovasi; dan juga sebagai alat untuk menyelaraskan pola
pikir individu yang ada di dalam organisasi tersebut [8].

Orientasi Pengusaha
Orientasi pengusaha didefinisikan sebagai kesiapan pengusaha untuk menemukan dan menerima
peluang baru, mengambil tanggung jawab baru, dan membuat perubahan didalamnya. Miller (1983)
mendefinisikan orientasi pengusaha dalam tiga dimensi yaitu: inovasi, pengambilan risiko dan proaktif.
Kemudian Lumpkin dan Dess, (1996) menambahkan upaya daya saing yang agresif dan kemampuan mandiri
yang ditambahkan pada definisi Miller yang disebutkan diatas. Sementara itu, ada banyak dimensi lain yang
digunakan untuk mengukur orientasi pengusaha, yang sebagian besar peneliti menggunakan “perilaku
orientasi pengusaha” atau “sikap orientasi pengusaha, yang dibuat oleh Robinson, Stimpson, Huefner, dan
Hunt (1991).
Dimensi orientasi pengusaha didasarkan pada model perilaku manusia, yaitu melalui pengakuan,
pengaruh dan kesadaran kognitif sebagai tiga komponen utama perilaku. Dimensi ini diambil dari empat sub-
dimensi yaitu prestasi, inovasi, kontrol pribadi dan harga diri, yang memberikan perbedaan antara pengusaha
dan bukan pengusaha [9]. Konsensus tentang penyebab dan konsekuensi atas orientasi pengusaha, atau alat
ukurnya menjadi dilema sendiri dan sampai saat ini masih belum mencapai kesepakatan diatara para peneliti
dan praktisi [10]. Memahami semua dimensi orientasi pengusaha dapat dicapai melalui sebuah keputusan
perekrutan atau dalam sebuah keputusan kemitraan atau sebuah keputusan investasi, atau dalam pekerjaan
dimana sikap kewirausahaan menjadi sangat penting, seperti alokasi sumber daya atau pada tingkat yang
lebih luas yaitu untuk mengidentifikasi cara-cara pengusaha untuk meningkatkan aktivitas perusahaannya
kearah pertumbuhan yang lebih berarti.

Kemampuan Mengidentifikasikan Peluang Bisnis


1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

Dalam konteks pendidikan, beberapa bukti empiris menunjukkan bahwa kemampuan untuk
mengidentifikasi peluang dapat dipelajari melalui pelatihan kewirausahaan, pendidikan dan lokakarya, yang
dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kemampuan siswa [11], [12]. Begitu juga kemampuan
melihat peluang bisnis bagi pengusaha dapat ditingkatkan melalui pemberian pelatihan dan pendidikan
kewirausahaan, sehingga diharapkan terjadinya peningkatan kinerja ekonomi perusahaan tersebut. Ketika
kemampuan mengidentifikasi peluang itu dapat ditingkatkan, selalu ada faktor-faktor khusus yang melekat
disetiap individu yang menjadi subjek perubahan selama proses pelatihan tersebut, dimana hanya ada
pengusaha tertentu yang lebih mampu mengidentifikasi peluang bisnis. Beberapa peneliti menemukan bahwa
kemampuan pengusaha untuk mengidentifikasi peluang bisnis dapat dikaitkan dengan karakter individu
[13]–[15]. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengidentifikasi peluang bisnis tersebut harus dikembangkan
dari waktu ke waktu, ini yang mungkin menjelaskan mengapa pengusaha mampu memahami realitas yang
berbeda ketimbang individu lainnya. Pengusaha dapat menghubungkan informasi yang mereka peroleh dari
lingkungan luar dan bagaimana mengidentifikasi peluang bisnis tersebut. Karakter individu menjadi peranan
penting dalam mengidentifikasi peluang, terutama selama proses pengidentifikasian tersebut berjalan.
Munoz et al (2011) dalam penelitiannya, mewawancarai 12 mahasiswa dari 15 siswa terbaik dari 1.800
mahasiswa yang berasal dari tiga kampus Universitas Nottingham yang berbeda: 850 mahasiswa di Inggris,
700 mahasiswa di Cina, dan 250 mahasiswa di Malaysia, yaitu dengan membandingkan perubahan
representasi visual dan wawancara lisan untuk melihat perubahan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi
peluang bisnis dan pemahaman tentang kewirausahaan. Melalui pelatihan, Munoz et all membuktikan bahwa
dua belas mahasiswa dari lima belas mengalami perubahan karakter, dan dapat meningkatkan kemampuan
kewirausahaan mereka. Karimi et al (2014), mengembangkan model khusus dan juga memberikan pelatihan
yang dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan individu untuk membangun cara berpikir secara
berbeda, jadi orang-orang yang telah dilatih tersebut dapat memiliki kemampuan untuk menghasilkan ide-ide
bisnis dan kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan ini bisa menjadi keterampilan baru untuk dapat
bertindak secara kreatif dan mampu mengidentifikasi ide-ide bisnis baru atau peluang baru.
Dalam penelitian ini, sample eksperimental yang dipakai adalah dari 33 pengusaha yang terdiri dari 23
orang perempuan dan 10 orang laki-laki, yang semuanya mengambil pelatihan dasar kewirausahaan.

METODE PENELITIAN

Praktek pengunaan sembilan blok yang ada pada ‘bisnis model canvas’ banyak digunakan oleh banyak
perusahaan besar atau perusahaan skala kecil akhir-akhir ini. Pengunaan sembilan blok ini dianggap lebih
mudah dalam memahami kerumitan didalam operasional sebuah perusahaan, sembilan blok BMC ini terbagi
menjadi dua faktor yang mempengaruhi lingkungan bisnis perusahaan yaitu; faktor internal dan faktor
eksternal. Dalam rangka untuk menguji sembilan blok ‘BMC’ ini kepada para peserta pelatihan, penulis
menggunakan analisis campuran antara kualitatif dan kuantitatif untuk mengeksplorasi kegiatan pelatihan
pengusaha ini. Studi ini meliputi studi kasus, wawancara semi-terstruktur, dan analisis dokumen yaitu
visualisasi bisnis model canvas dan pengisian kwesioner terstruktur. Meskipun data dalam studi ini berasal
dari observasi dan kwesioner terstruktur, tetapi seluruh penelitian banyak dilakukan dengan menganalisa
dokumen berupa visualisasi BMC [19]. Dokumen BMC yang diberikan pada awal pelatihan dan setelah
pelatihan dianalisa untuk mengecek perubahaan yang terjadi baik dari sisi kemajuan ‘orientasi-pengusaha’
atau kemajuan dalam melihat masalah yang terjadi didalam perusahaan yang mereka pimpin dan ide-ide
bisnis baru yang dihasilkan untuk mengatasi persoalam mereka saat ini.
Studi ini merupakan bagian dari penelitian yang lebih luas mengenai studi mengenai jebakan
informalitas ‘informality-trap’ yang menyelidiki aspek penting bagi para pengusaha MUKM di Indonesia
dalam mentransformasikan perusahaannya dari yang bersifat informal menjadi formal, Nasip & Pradipto
(2016). Formalitas keberadaan perusahaan dipengaruhi juga oleh ‘orientasi-pengusaha’ dan keyakian akan
kemampuan pengusaha tersebut untuk membawa perubahan dan kemajuan saat ini dan masa depan.
Sehingga pada akhirnya, para pengusaha ini mempunyai strategi untuk mendorong perusahaan mereka
mampu membuka pasar baru, mempromosikan produk dan layanannya secara luas dan pada akhirnya
menjaga kinerja perusahaan untuk tetap tumbuh secara berkesinambungan.
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

Hipotesis atas study ini digambarkan sebagai berikut:

1. Kerangka Pemikiran 1: tahap eksplorasi mengulas konteks dan menguji masalah ‘orientasi-
pengusaha’ para peserta pelatihan, orientasi pengusaha yang rendah hanya akan menghasilkan
tingkat keberhasilan perusahaan yang rendah juga. Kemajuan perusahaan didapat dari kemampuan
untuk menyerap perubahaan yang terjadi pada lingkungan termasuk didalamnya adalah kemajuan
tekhnologi. Dengan orientasi yang rendah, pengusaha dipastikan tidak mempunyai kemampuan
untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks, mengorganisasikan sumberdaya perusahaan
yang ada dan meresponse atau memenuhi perubahan pasar yang sangat cepat. Grounded Teori
digunakan lewat wawancara semi-terstruktur dan kwesioner terstruktur. ‘Grounded Theory’
digunakan untuk mengeksplorasi apa yang ada dibalik fenomena [16], [17]. Dalam metode ini,
pengumpulan data, analisa, dan teori akhirnya saling berhubungan satu dengan lainnya. Teori ini
berfokus pada kebutuhan untuk mengumpulkan informasi pada kejadian dan fakta aktual. Tomkins
dan Groves menunjukkan bahwa mengumpulkan informasi menggunakan studi kasus dan
wawancara memenuhi prinsip-prinsip “langsung dan tanpa-hambatan” [20].
Proposisi 1: Tingkat orientasi pengusaha dapat mempengaruhi kesiapan pengusaha dalam melihat
kemampuan untuk mengidentifikasi peluang bisnis saat ini dan masa depan.

2. Kerangka Pemikiran 2: Kemampuan untuk beradaptasi pada lingkungan yang berubah sangat
cepat dan meremejakan siklus produk dan layanan yang ada pada perushaan saat ini adalah kunci
untuk mencapai keunggulan kompetitive yang terus menerus. Grounded Teori digunakan lewat
observasi pada seluruh penelitian dilakukan dengan menganalisa dokumen ‘BMC’ berupa
visualisasi ‘BMC’ [19]. Teknik membandingkan "visualisasi presentasi" seperti ini dikembangkan
oleh Ambrosini dan Bowman (2001); Nadkarni, (2003). Perubahan presentasi visualisasi di dalam
data isian ‘BMC’, diasumsikan bahwa peserta telah bereaksi terhadap perubahan pengetahuan
Proposisi 2: Kemampuan pengusaha mengindentifikasi peluang bisnis masa saat ini dan masa
depan menjadi kunci keberhasilan pengusaha. Basis pengetahuan pengusaha sebelumnya menjadi
dasar kesiapan peserta sebagai dasar penyaringan, dimana diharapkan bahwa hanya pengusaha
yang mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi peluang bisnis masa depan saja yang lolos
seleksi dan mampu untuk menjadi pengusaha sukses dikemudian hari.

Pendekatan dan pemetaan kognitif dilakukan dengan mempelajari orientasi para peserta, yaitu
pengusaha UKM yang sedang melakukan lokakarya dan pelatihan bisnis di PT ”T” di Bandung-Indonesia.
Pendekatan yang mungkin saja berbeda pada setiap individu diberikan secara khusus, dimana hal ini karena
adanya perbedaan kelas sosial, usia, kebiasaan dan budaya. Setelah mengetahui orientasi para peserta,
langkah berikutnya adalah dengan memberikan pelatihan bisnis serta memberikan informasi-informasi yang
terkait dengan kondisi ekonomi dan suasana bisnis saat ini. Semua informasi diberikan dalam rangka
meningkatkan kemampuan kewirausahaan para peserta. Melalui pelatihan diharapkan bahwa kemampuan
mengidentifikasi peluang bisnis akan meningkat dan pada akhirnya para pengusaha diharapkan mampu
meningkatan kinerja bisnis mereka, serta dapat memvisualisasikan kemampuan mereka untuk mengejar
peluang bisnis saat ini dan masa depan.
Desain model dan teori yang dipakai dalam penelitian ini mengunakan desain “Corong” [16], dimana
model corong ini dipakai dalam penelitian yang digunakan untuk menyeleksi para pengusaha dan mendorong
pengusaha sektor informal untuk keluar dari perangkap sektor informal. Model desain ini dipakai untuk
menilai orientasi pengusaha atau dalam hal ini adalah orientasi para peserta pelatihan dan setelahnya proses
penyaringan dilakuan berdasarkan penilain atas kemampuan para peserta untuk melihat kemampuan
mengidentifikasi peluang bisnis saat ini dan masa depan.
Desain model hipotetis di atas dapat digambarkan kedalam “corong” yang menggambarkan hubungan
antara “Orientasi-Pengusaha” dan “Kemampuan Mengidentifikasi Peluang” [17].
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

Tahap  ke-­‐1:  Orientasi  Pengusaha Tahap  ke-­‐2: Kemampuan  Mengidentifikasi  Peluang

Mengeliminasi  
Pengusaha

35  
Penilaian
Pengusaha 26   Evaluasi  
Untuk  
18  
Pemilihan
Pengusaha Menyesuaikan Pengusaha
Penerimaan  Bantuan  
Untuk  Pengembangan  
Bisnis
8  Pengusaha  
Informasi  Baru
9  Pengusaha   (BMC,  Pasar,   Tereliminasi
Tereliminasi Kemungkinan)

Gambar.1 Modifikasi dari sumber: [16]

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosedur Pengolahan Data


Data sampel diambil dari para pengusaha yang berpartisipasi dalam lokakarya dan pelatihan yang
diselenggarakan oleh PT. "T". Untuk tujuan publikasi ilmiah, maka nama perusahaan PT. "T" telah diubah
untuk menjaga kerahasiaan dan dicantumkan sebagai PT “T” untuk memberikan gambaran tentang penelitian
yang dilakukan secara deskriptif. Proses pemilihan peserta ditentukan oleh PT. "T". Pada sesi pertama, para
peserta diminta untuk menyelesaikan dua penilaian, yaitu mengisi kuesioner dan tanya-jawab untuk
mengevaluasi perusahaan mereka [18]. Peserta kemudian juga diminta untuk mengisi data BMC dengan
informasi yang terbatas, sembilan data isian dari BMC diharuskan untuk diisi sesuai dengan keadaan bisnis
mereka saat ini. Jadi pengisisan BMC berkaitan dengan pemahaman mereka tentang kewirausahaan dan
persepsi mereka tentang kemampuan mereka untuk mengidentifikasi peluang saat ini. Mereka juga diminta
untuk menjelaskan apa saja yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya, salah satunya
adalah menimbulkan aspek berpikir kreatif, dan/atau bagaimana mereka mampu mengidentifikasi peluang
bisnis saat ini dan masa depan.
Pada sesi pertama, peserta mendengarkan penjabaran tentang situasi binis saat ini, manajemen mutahkir,
situasi ekonomi, dan juga motivasi serta bimbingan untuk menjelaskan apa yang pengusaha harus lakukan
dan bagaimana melakukannya. Dengan informasi ini para peserta diharapan memiliki keinginan untuk maju
dan memperbaiki situasi bisnis mereka saat ini. Setelah sesi penjabaran selesai, kemudian dilanjutkan dengan
latihan, diskusi dan tanya-jwab, kemudian peserta mulai diarahkan untuk mengisi kuesioner dan BMC tahap
ke-1. Hasil kuesioner tahap ke-1 diberikan dan didiskusikan diantara para peserta dan dimoderasi oleh
penulis.
Kemudian tambahan pengetahuan tentang informasi, solusi atas bisnis mereka saat ini diberikan,
starategi bisnis alternatif yang mungkin bisa diambil dan informasi tambahan tentang bagaimana pengusaha
dapat menggunakan BMC dipaparkan lebih lanjut. Peserta kemudian diarahkan untuk menyelesaikan
permasalahan yang timbul seperti yang mereka hadapi dan tergambarkan dari kuesioner tahap ke-1.
Kemudian peserta diberikan kembali BMC untuk tahap ke-2, pengisian BMC tahap ke-2 pada dasarnya
berisi tentang perubahan konsep atau cara berpikir yang terjadi, termasuk didalamnya peserta mulai
memperlihatkan perubahan persepsi mereka tentang bisnis mereka, kemampuan mereka dan pemahaman
mereka tentang bisnis dimana mereka tinggal.

Perubahan Orientasi Pengusaha (Tahap ke-1)


1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

Setelah tanya-jawab yang berlangsung seiring dalam pengisian kuesioner, maka kuesioner yang telah
terisi tersebut dianalisa dan diringkas oleh penulis. Penulis dibantu oleh pemeriksa independen melakukan
pemeriksaan kondisi bisnis dari peserta pada sesi latihan ke-1 dan sesi latihan ke-2. Pada tahap ke-1,
kuesioner diberikan dalam bentuk cek-list untuk melihat apakah para peserta bisnis saat ini melihat dan perlu
memperbaharui bisnis model mereka. Para peserta dapat melihat referensi kuesioner pada modul yang
diberikan oleh PT. “T”. Kuesioner dilakukan dengan melingkari pertanyaan dengan kondisi bisnis peserta
saat ini. Nilai kuesioner diberikan bobot sebagai berikut: "tidak sama” = 1, “serupa/hampir sama” = 2, dan
“sama” = 3", kecuali untuk pertanyaan organisasi, "tidak sama” = 0, “serupa/hamper sama = 5, dan “sama” =
10. Total jawaban kuesioner masing-masing peserta kemudian dihitung dan dibandingkan dengan
rekomendasi yang diberikan dalam strategi bisnis yang dirancang didalam modul pelatihan berikutnya.
Dari 35 peserta yang menghadiri sesi lokakarya dan pelatihan, hanya 26 peserta yang mengembalikan
dan mengisi kuesioner dan tugas yang diberikan (74,29% responden). Hal ini dapat dilihat dalam Gambar.1.
Sementara itu di Gambar.2, bahwa hasil dari nilai rata-rata jawaban yang diberikan atas kuesioner yang
dikembalikan peserta mempunyai ‘mean’=66,56 dengan median=65,00. Dari hasil analisa jawaban tersebut,
ada 22 dari 26 peserta memberikan jawaban bahwa mereka harus “mempertimbangkan untuk memperbaharui
bisnis model” meraka saat ini. Sementara sisanya 4 peserta menyatakan “harus segera merubah bisnis
model” mereka saat ini juga karena kondisi bisnis mereka yang sedang bermasalah. Melalui analisa
kuesioner tahap ke-1 ini, didapati bahwa rata-rata para pengusaha UKM tersebut mengidentifikasi bahwa
bisnis mereka memerlukan pembaharuan – memerlukan bisnis model baru dengan peluang bisnis baru.
Kuesioner untuk mengindentifikasi terlampir.

Gambar.2 Ringkasan Hasil Kuesioner – Alternatif dari Usulan Strategi


Analisa kriteria tahap ke-1 menilai perubahan dengan analisa sederhana dimana perubahan diamati
melalui perbedaan visual kuesioner dan modul BMC. Tahap ke-1 menjadi kriteria yang paling signifikan
untuk mengamati bagaimana para peserta memberikan persepsi tentang bisnis mereka secara nyata saat ini.
Para pengusaha yang mampu mengembangkan kemampuan mengidentifikasi peluang saat pelatihan, secara
radikal mampu mengubah representasi mereka tentang aktivitas bisnis mereka, dan sementara yang tidak
mampu menambah kemampuan mereka hanya dapat memberikan perubahan visualisasi yang tidak
signifikan.

Perubahan Kemampuan Mengidentifikasikan Peluang (Tahap ke-2)


Beberapa studi sebelumnya menyarankan bagaimana mengukur kemampuan pengusaha untuk
mengidentifikasikan peluang dan juga bagaimana menilai kualitas dan kuantitas peluang bisnis. Perbaikan
dalam kemampuan ini telah digunakan untuk mengukur dampak dari pendidikan kewirausahaan yang ada
selama ini [11], [12]. Pendekatan ini diterapkan oleh penulis untuk para peserta yang ikut pelatihan di PT.
“T”, penilaian dilakukan ditahap awal pelatihan ke-1 dan setelah akhir pelatihan tahap ke-2. Yang
dibutuhkan untuk penelitian ini adalah para peserta membuat daftar dari setiap peluang bisnis yang mereka
bisa pikirkan. Kualitas kemampuan mengidentifikasikan peluang kemudian dievaluasi oleh penulis dan juga
direview oleh pemeriksa independen seperti yang disebutkan diatas. Dalam penelitian ini, sejumlah kriteria
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

digunakan untuk mengevaluasi kemampuan pengusaha UKM Indonesia dalam rangka melihat kemampuan
mereka mengidentifikasi peluang baru saat ini dan dimasa depan.
Penelitian ini dilakukan menurut analisa kualitatif. Logika kualitatif menurut penulis adalah didasarkan
pada gagasan bahwa "penelitian kualitatif melibatkan kedua pengumpulan dan analisis data kualitatif dan
kuantitatif” [19], dan penulis berharap bahwa gagasan kekinian yang ada pada penelitian ini akan
memberikan wawasan yang menarik.

Gambar 3. Median & Percentage of Improvement – BMC Assessment

Kemajuan kemampuan mengidentifikasi peluang bisnis dapat dilihat pada Gambar.3, peningkatan
kemampuan untuk menilai peluang bisnis pengusaha UKM melalui BMC telah terjadi. Sayangnya hanya 18
peserta dari 35 pengusaha yang mengikuti pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan mereka.
Peningkatan bervariasi terjadi karena pengetahuan yang dimiliki sebelumnya oleh para peserta juga beragam.
Batas tengah (median) kemampuan peningkatan terletak pada angka 33,33% (persentase peningkatan).
Penulis mengelompokkan peningkatan kemampuan menjadi tiga level peningkatan sesuai dengen penelitian
yang dilakukan Munoz et all (2011). Peningkatan kemampuan paling besar adalah sebanyak 38,89% peserta
dari seluruh peserta pelatihan yang mengalami peningkatan secara radikal tertinggi dan dikategorikan
sebagai perbaikan yang bersifat "kualitatif", yang berarti peningkatan kemampuangnya sangat baik. Diikuti
oleh peningkatan secara moderat sebanyak 33,33% peserta dan 27,78% peserta hanya mengalami
peningkatan terendah.

Representasi Visual
Untuk menangkap perubahan yang terjadi, penulis menggunakan "visual-presentasi", sebagai teknik
penelitian untuk menangkap dinamika yang terjadi, prosesnya, dan pengalamannya. Melalui konsep dan
pengisian BMC, pola visual presentasi dari pengusaha sebelum pelatihan, pada saat pelatihan dan sesudah
diberikan pelatihan, dianalisa secara visual. Penulis dapat melihat dan memberikan peta gambaran
bagaimana para pengusaha berubah, bagaimana mereka mampu melihat kegiatan bisnis mereka dalam dua
tahap pembelajaran yang berbeda, sehingga perubahan ini memungkinkan evaluasi perubahan yang terjadi
pada para pengusaha dapat ditangkap, terutama dalam rangka melihat apakah para pengusaha tersebut
mampu mengidentifikasi peluang bisnis saat ini dan dimasa depan.
Pelatihan ini ditujukan untuk melihat peningkatan kemampuan melihat peluang bisnis yang diukur
melalui perbandingan perubahan mentalitas (lewat tulisan) mereka, diukur dengan melihat perubahan
representasi visual. Perubahan visualisasi presentasi itu dapat membuktikan dan mengkonfirmasi secara kuat
perubahan yang muncul. Hanya 18 dari 35 pengusaha yang mengikuti pelatihan yang secara signifikan
terlihat mampu mengembangkan kemampuan mereka mengidentifikasikan peluang selama pelatihan dengan
cara melihat representasi visual yang berubah terutama pada modul BMC yang diberikan pada tahap ke-1
dan tahap ke-2. Untuk menganalisa perubahan, penulis menggunakan tiga level peningkatan untuk
mengamati perbedaan antara tahap ke-1 dan tahap ke-2. Penulis menggunakan ketiga level kriteria itu untuk
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

memberikan perspektif yang berbeda dari analisa perubahan. Perubahan level visualisasi digunakan sebagai
pendekatan analisa.

Jumlah  Data   Status  Peningkatan


Isian  BMC  Yang   %  Peningkatan   Tingkat  
No Peserta
Mengalami   BMC Peningkatan   Tahap  Peningkatan
Peningkatan (1,  2  &  3)
1 Bengkel  Mobil  "45"  -­‐  SOLO 2 22.22% 1 Tidak  tahu  ke  tahu
2 Toko  Mega  Gasindo  -­‐  PONTIANAK 2 22.22% 1 Tidak  tahu  ke  tahu
3 Batik  Sasirangan  "Banjarmasin" 3 33.33% 2 Mempunyai  pengetahuan
4 Jasa  jahit  "Masrifah" 3 33.33% 2 Sedikit  tahu  ke  banyak  tahu
5 Perdagangan  Umum  "Sadmono"  (Tunai/Kredit) 6 66.67% 3 Mempunyai  pengetahuan
6 CV.  Intan  Mandiri  Sejahtera  "Yuswari"  -­‐  KEDIRI 2 22.22% 1 Tidak  tahu  ke  tahu
7 Perkebunan  Kelapa  Sawit  "Widi  Arga"-­‐  Pontianak 5 55.56% 3 Mempunyai  pengetahuan
8 Toko  Aksesoris  Telephone  "Fikran"  -­‐  Padang 2 22.22% 1 Tidak  tahu  ke  tahu
9 Toko  Buah  "Rizki"   2 22.22% 1 Tidak  tahu  ke  tahu
10 Usaha  Meubel  "Samsudin"  -­‐  Makasar 3 33.33% 2 Sedikit  tahu  ke  banyak  tahu
11 Pengrajin  Telur  Asin  "Arauf  Saleh"  -­‐  Karawang 4 44.44% 3 Mempunyai  pengetahuan
12 Tas  &  Aksesoris  "Breeta  Ethnique" 5 55.56% 3 Mempunyai  pengetahuan
13 Perhiasan  Aksesoris  "Nini  Accesories" 5 55.56% 3 Mempunyai  pengetahuan
14 Perdagangan  Ikan  &  Hasil  Laut  "Ririn"  -­‐  Lampung 3 33.33% 2 Sedikit  tahu  ke  banyak  tahu
15 Toko  "Oleh-­‐Oleh"  -­‐  NurRiakan" 3 33.33% 2 Sedikit  tahu  ke  banyak  tahu
16 Rumah  Kos  &  Penginapan  -­‐"  Suratman" 1 11.11% 1 Tidak  tahu  ke  tahu
17 Usaha  Tenun  Songket  "Achmad"  -­‐  Palembang 5 55.56% 3 Mempunyai  pengetahuan
18 Kerajinan  Tas  'Winoto" 4 44.44% 3 Mempunyai  pengetahuan
Konsep  dimodifikasi  dari  :  Munoz  et  all  (2011)

Table.1 Ringkasan Status Peningkatan

Dari Tabel.1 di atas, penulis bersama pemeriksa independen mengidentifikasi peningkatan kemampuan
peserta pengusaha dalam mengidentifikasikan atau melihat peluang bisnis masa depan. Peserta pengusaha
yang mengikuti pelatihan dinilai kedalam tiga tingkat level penilaian: level ke-1, dari tidak tahu sama sekali
menjadi sedikit tahu; level ke-2, dari sedikit tahu menjadi lebih banyak tahu; dan level ke-3, mempunyai
pengetahuan yang berkualitas. Dari perbedaan disiplin ilmu, orientasi kewirausahaan, pengetahuan yang
dimiliki, jenis kelamin, dan latar belakang budaya peserta, penulis mengamati bahwa peserta pelatihan
memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Bukti empiris di dalam literatur dan
penelitian sebelumnya mendukung laporan bahwa hasil peningkatan kemampuan peserta pelatihan berbeda
satu dengan yang lain, karena didasarkan atas latar belakang masing-masing peserta yang berbeda juga.
Berdasarkan penilaian seperti yang tercantum di dalam table.1, 7 dari 18 pengusaha mengalami
peningkatan kemampuan secara signifikan dalam melihat peluang bisnis. Jumlah angka yang ada di dalam
tabel "jumlah data isian dari BMC" mewakili jumlah data isian didalam BMC yang telah mengalami
peningkatan dalam isian-nya (visualisasinya). Setiap peserta memiliki tiga level tingkat penilaian; pertama
mewakili skor penilaian terendah atas peningkatan yang terjadi, dan yang kedua mewakili peningkatan
kemampuan yang moderat, sedangkan yang terakhir adalah peserta secara signifikan telah mengalami
meningkatkan kemampuan yang sangat berarti dan mereka menyadari bahwa kemungkinan peningkatan
bisnis mereka saat ini dan masa depan. Pada saat pengusaha dapat menunjukkan peningkatan kemampuan
mengidentifikasikan peluang, ini menunjukkan kemampuan perkembangan dirinya sekaligus. Sementara itu
5 dari 18 pengusaha hanya mampu mengidentifikasi peluang dengan secara moderat dan diikuti oleh sisanya
sebanyak enam pengusaha dengan nilai terendah.
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

Figure 4. Nine Blocks Business Canvas Model

BMC digunakan sebagai visualisasi untuk melihat peningkatan kemampuan peserta pelatihan PT. “T”
melalui penyediaan data isian BMC. Pada tahap ke-2, para peserta diminta untuk mengisi data isian BMC
sekali lagi dengan kemungkinan mengembangkan bisnis mereka dimasa depan. Tambahan informasi,
pengetahuan, dan referensi bisnis alternatif diberikan pada tahap ke-2 ini. Dengan membandingkan kedua
BMC (BMC pada tahap ke-1 awal sesi pelatihan dan BMC pada tahap ke-2 akhir pelatihan), penulis dapat
memberikan gambaran visualisasi singkat peningkatan kemampuan bisnis para peserta lewat BMC. Teknik
membandingkan "visualisasi presentasi" seperti ini dikembangkan oleh Ambrosini dan Bowman (2001);
Nadkarni, (2003). Dengan perubahan presentasi visualisasi di dalam data isian BMC, diasumsikan bahwa
peserta telah bereaksi terhadap perubahan pengetahuan terutama dalam konsep bisnis mereka saat ini. Peserta
yang tidak bereaksi terhadap masukan pengetahuan dapat dianggap bahwa peserta tersebut belum mampu
untuk menerima atau memahami perubahan yang terjadi, dan dapat disimpulkan bahwa kemampuan untuk
meningkatkan peluang bisnis pada bisnis mereka saat ini tersebut tidak terjadi.
Dari 26 pengusaha yang mengembalikan kuesioner dan data isian BMC awal, diidentifikasi sebagai
calon peserta yang berprospek dan mempunyai kemampuan awal, kemudian mereka dimasukkan ke dalam
program pelatihan berikutnya (tahap ke-2), yaitu pelatihan kemampuan untuk mengidentifikasi peluang
bisnis. Hasilnya pada tahap ke-2 adalah hanya 18 pengusaha yang mengembalikan lanjutan kuesioner dan
termasuk di dalamnya adalah data isian BMC (69,23% responden). Penekanan masalah atau kemampuan
yang timbul setelah pelatihan tahap ke-2 seperti terlihat dalam Figure.4 diatas. Para pengusaha (means)
menitik beratkan kesadaran mereka pada data isian "proposisi nilai" (produk atau layanan) sebanyak 20%,
diikuti oleh data isian "segmen pelanggan" sebanyak 18% dan data isian “distribusi” sebanyak 13,33%. Pada
ketiga data isian BMC tersebut para pengusaha melihat dan memahami bahwa kebanyakan bisnis mereka
saat ini mempunyai masalah dan mengharapkan perubahan yang mamadai. Kesadaran untuk merubah dan
memberikan inovasi pada segmen atau data isian “proposisi nilai”, “segmen pelanggan” dan “distribusi”
menandakan adanya kemajuan kemampuan para pengusaha dalam melihat kemungkinan alternatif strategi
untuk perubahan dalam bisnis mereka termasuk didalamnya penambahan kemampuan mereka dalam
mengidentifikasi peluang bisnis saat ini dan dikemudian hari.

PENUTUP

Kesimpulan

Ide utama dari penelitian ini adalah bahwa ada begitu banyak pengusaha UKM yang harus diseleksi
sebelum diberikan bantuan atau insentif; keputusan untuk memberikan hanya dapat dilakukan kepada
pengusaha yang memenuhi syarat saja. Langkah-langkah yang diambil dalam penyeleksian seperti gambar
"corong" di atas memenuhi dua tahapan sebagai berikut: Tahap 1) proses penyeleksian pengusaha UKM
dimulai dengan "bagaimana meningkatkan kemampuan pengusaha untuk mengidentifikasikan ide-ide bisnis
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

baru, inovasi baru atau pengusaha yang memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi peluang bisnis hari ini
atau peluang bisnis masa yang akan datang. Tahap 2) dilanjutkan dengan memperluas basis pengetahuan
para pengusaha dengan cara memberikan informasi-informasi yang berkaitan bagi bisnis mereka. Tahapan
penyeleksian pengusaha seperti terlihat dalam gambar corong di atas, memungkinkan pemerintah atau badan
usaha negara untuk dapat menyeleksi pengusaha. Sumber daya bantuan yang terbatas harus difokuskan pada
pengusaha yang mempunyai kemampuan dalam mengidentifikasi peluang bisnis saja. Dengan memberikan
akses bisnis, tambahan informasi bisnis, dan memberikan pelatihan, para pengusaha yang diberikan bantuan
diharapkan dapat menemukan kemampuan dan memvisualisasikan peluang bisnisnya saat ini dan masa
depan.
Kompetisi bisnis adalah kendala terbesar bagi pengusaha dalam melakukan dan mengembangkan bisnis
mereka saat ini, yang merupakan salah satu dari sepuluh hambatan yang dihadapi oleh pengusaha UKM saat
ini. Menganalisa kemampuan untuk mengidentifikasi peluang melalui presentasi "visualisasi" dengan
membandingkan BMC tahap ke-1 dan tahap ke-2 selama pelatihan kewirausahaan pada para pengusaha
UKM yang berada dibawah bimbingan PT. "T", dapat memberikan gambaran tentang perlunya kemampuan
mengidentifikasi peluang bisnis untuk memenangkan kompetisi bisnis saat ini. BMC dapat digunakan
sebagai indikator dalam menganalisa strategi bisnis perusahaan, yaitu melihat pengamatan atas persaingan,
pelanggan, pemasok, dan lain-lain termasuk di dalamnya semua sumber daya yang terlibat dalam aspek
bisnis secara keseluruhan.
Studi ini membantu memahami bagaimana aspek ‘orientasi-pengusaha’ dan kemampuan
mengindentifikasikan peluang bisnis melalui penciptaan ide-ide bisnis baru yang menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari seri-seri pelatihan yang harus dilakukan oleh para penyelenggara pelatihan kewirausahaan.
Sementara itu pengunaan ‘BMC’ digunakan sebagai alat ukur dan monitoring dalam melihat dan mengukur
kemampuan pengusaha dalam berinovasi pada bisnisnya dimasa depan atau biasa disebut sebagai ‘model
binis inovasi’. Menyesuaikan, membuat dan menjalankan model bisnis inovasi penting bagi para pengusaha
karena beberapa alasan. Pertama, bisa jadi binis inovasi yang pengusaha pilih saat ini, merupakan sumber
penghasilan yang kurang dimanfaatkan oleh pengusaha termasuk kompetitor tetapi menjadi sangat penting di
masa depan. Kedua, pada akhirnya para kompetitor atau pesaing mungkin akan sulit untuk meniru hasil
keluaran (produk atau jasa) pengusaha dan menjadi lebih sulit ketika meraka harus meniru seluruh sistem
operasi yang pengusaha punyai; kegiatan baru, produk baru atau bahkan proses baru. Ketiga, karena model
bisnis inovasi dapat dijadikan sebagai alat untuk berkompetitif, pengusaha juga harus waspada kemungkinan
upaya pesaing melakukan hal yang sama di tempat lain. Model bisnis inovasi adalah suatu sistem kegiatan
yang saling berhubungan dan saling tergantung yang menentukan cara perusahaan "melakukan bisnis"
dengan pelanggan, mitra dan vendor.

Keterbatasan Penelitian

Sementara itu kemampuan untuk menganalisa peluang bisnis tidak semata-mata berdasarkan pada
peningkatan konsep presentasi "visualisasi" kewirausahaan, tetapi ada begitu banyak faktor yang
mendukungnya. Orientasi para pengusaha UKM menjadi seleksi awalnya. Tanpa orientasi yang jelas,
termasuk motivasi pengusaha untuk bergerak maju, tidak ada pelatihan manapun yang dapat mengubah atau
mempengaruhi kemampuan pengusaha untuk mengidentifikasi peluang bisnis. Orientasi dan motivasi
berbeda dari satu pengusaha ke pengusaha lainnya, itu bisa jadi karena pengaruh pendidikan yang berbeda
serta budaya dan latar belakang sosial yang berbeda dari masing-masing pengusaha. Penulis menyadari
bahwa kualitas dari “orientasi pengusaha”, “motivasi” dan “ kemampuan mengidentifikasi peluang bisnis”
adalah konsep sangat sulit untuk diukur secara kuantitatif. Oleh karena itu, penulis menggunakan
kemampuan mengidentifikasi peluang bisnis dengan menggunakan indikator “visualisasi presentasi” seperti
yang penulis jabarkan di atas. Penulis percaya ada banyak kemungkinan variabel yang tidak dapat penulis
temukan pada penelitian ini, terutama pada hal-hal umum yang menyangkut hubungan antara “orientasi
pengusaha”, “motivasi” dan “kemampuan mengidentifikasi peluang bisnis” yang tidak dapat penulis
temukan disini (tersembunyi), dan yang tidak dapat penulis hitung atau gambarkan secara statistik atau
secara kuantitatif.
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

Saran

Penelitian ini diyakini akan membantu asosiasi, perguruan tinggi, dan pemerintah terkait dalam
menemukan pengusaha yang harus dibantu, dimana kemampuan untuk mengidentifikasi peluang bisnis
sebagai alat seleksinya. Diperlukan lebih banyak variabel atau masukan untuk dapat ditambahkan ke dalam
penelitian yang sama dimasa depan, agar dapat mengevaluasi lebih detail, memberikan hasil nyata dan
bagaimana implikasinya atas praktek-praketk yang mungkin saja dilakukan setelah kemampuan para
pengusaha mengidentifikasi peluang bisnis itu terbentuk dan meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

[1] L. Guiso, “Is entrepreneurship contagious  ?,” pp. 1–10, 2016.


[2] E. P. Lazear, “Entrepreneurship,” J. Labor Econ., vol. 23, no. 4, pp. 649–680, 2005.
[3] J. A. Schumpeter, “The Theory of Economic Development: An Inquiry into Profitd, Capital,
Credit, Interest and the Business Cycle, translated from the German by Redvers Opie News
Brunswick (U.S.A) and London (U.K.): Transaction Publishers.,” J. Comp. Res. Anthropol.
Sociol., 1934.
[4] R. Cantillon, An Essay on Economic Theory. 1755.
[5] R. E. Kihlstrom and J.-J. Laffont, “A General Equilibrium Entrepreneurial Theory of Firm
Formation Based on Risk Aversion.” 1979.
[6] F. H. Knight, “Risk, uncertainty and profit,” p. 381, 2002.
[7] R. Amit and C. Zott, “Creating value through business model innovation,” MIT Sloan
Manag. Rev., vol. 53, no. 3, pp. 1–14, 2015.
[8] A. Osterwalder, Y. Pigneur, A. Smith, and T. Movement, You ’ re holding a handbook for
visionaries , game changers , and challengers striving to defy outmoded business models and
design tomorrow ’ s enterprises . It ’ s a book for the … written by co-created by designed by,
vol. 30, no. 5377. 2010.
[9] J. C. Huefner, H. K. Hunt, and P. B. Robinson, “A Comparison of Four Scales Predicting
Entrepreneurship,” Acad. Entrep. J., vol. 1, no. 2, pp. 56–80, 1996.
[10] D. Miller, “Miller (1983) revisited: A reflection on EO research and some suggestions for the
future,” Entrep. Theory Pract., vol. 35, no. 5, pp. 873–894, 2011.
[11] J. O. Fiet, “A prescriptive analysis of search and discovery,” J. Manag. Stud., vol. 44, no. 4,
pp. 592–611, 2007.
[12] D. R. DeTienne and G. N. Chandler, “Opportunity Identification and Its Role in the
Entrepreneurial Classroom: A Pedagogical Approach and Empirical Test.,” Acad. Manag.
Learn. Educ., vol. 3, no. 3, pp. 242–257, 2004.
[13] C. M. Gaglio and J. A. Katz, “The Psychological Basis of Opportunity Identification:
EntrepreneurialAlertness. Small Business Economics,” CEUR Workshop Proc., vol. 1225,
no. February, pp. 41–42, 2001.
[14] R. a. Baron, “Opportunity recognition: A cognitive perspective.,” Acad. Manag. Proc., pp.
A1–A6, 2004.
[15] N. F. Krueger, The Cognitive Psychology of Entrepreneurship, no. November. 2004.
[16] I. Nasip and Y. D. Pradipto, “Informality Trap Policy in Indonesia,” pp. 218–228, 2016.
[17] I. Nasip and Y. D. Pradipto, “Informality Trap Policy Revisited: Framework for Policy
Design in Indonesia,” 2016.
[18] L. Hopf and W. Welter, 12 Strategies To Renew Your Business And Boost Your Bottom Line.
Adams Business, 2010.
1st National Conference on Business and Entrepreneurship
“Building Indonesia Business and Entrepreneurial Platform”
Fakultas Manajemen dan Bisnis – Universitas Ciputra
Surabaya, 18-19 Mei 2017

[19] R. P. Gephart, “Qualitative research and the Academy of Management Journal,” Academy of
Management Journal, vol. 47, no. 4. pp. 454–462, 2004.

View publication stats

Das könnte Ihnen auch gefallen