Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
akbar.sokola@gmail.com
Muhusman1948@gmail.co.id
ery.iswari@gmail.com
Abstract
This study aims to explain the forms of ecological wisdom in the lexicon of jungle language
regarding forest ecosystems, subsistence fulfillment, and naming and interpreting flora and
fauna. This research was a qualitative research. The research data were in the form of the
jungle lexicon related to forest ecosystems, subsistence, flora and fauna. Data were obtained
from the Jungle people gathered in Ketemenggungan Makekal Hulu. Data were collected
using ethnographic interviewing techniques, participant observation, and the application of
ecolinguistic knowledge in praxis. The data analysis technique used in this study refered to
the principle of the ethnographic method proposed by Spradley (2006), namely the research
data that had been obtained through interviews and participant observation was coded so that
the data source can still be traced. Then the data inside contained some local terms in the
language of the jungle lexicon being transliterated. Furthermore, data were classified and
analyzed based on ecolinguistic theory. After that, the data were presented in the form of in-
depth descriptions and conclusions based on the results of the study. The discussions of the
results of this study outlines three problems based on the formulation of the problem, namely
(1) forms of ecological wisdom in the Jungle language lexicon relating to forest ecosystems
including: changes in weather and disasters, about types of rain, time according to jungle
people, rivers and regulation, and the classification and treatment of forest areas; (2) forms of
ecological wisdom in the jungle lexicon that are related to subsistence fulfillment, namely
behuma ‘farming’, beburu ‘hunting’, gathering (collecting forest product); and (3) the forms
of ecological wisdom in the lexicon of the jungle language, which relates to the naming and
meaning of flora and fauna, out of the fifteen flora described the origin of their names and
meanings, seven of which have no scientific names yet, as well as the fifteen outlined, eleven
of them have also not been identified.
LATAR BELAKANG
Sejak ratusan tahun yang lalu Orang Bukit Duabelas yang mencakup tiga
Rimba telah mendiami kawasan Hutan sungai besar, yaitu: Air Hitam, Makekal,
Bukit Duabelas. Jika merujuk pada daerah dan Kejasung ditemukan sebuah anggapan
utama sebaran Orang Rimba di Hutan bahwa daerah tersebut sebagai asal Orang
31 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
Rimba yang kemudian menyebar ke namun ciri-ciri yang melekat pada fisik
berbagai daerah. Ada dua hipotesis yang Orang Asli dan Orang Batek, dapat
mengawali perihal asal usul Orang Rimba, ditemukan pada beberapa Orang Rimba.
berdasarkan catatan sejarah: Pertama, Sebagaimana yang ditemukan pada bagian
mengenai sekelompok penduduk yang lain tulisan Bellwood (2000:103-104) yang
tidak ingin dikuasai oleh Kerajaan Chola tidak menampik bahwa Negrito (Orang
kemudian melarikan diri ke dalam hutan Asli dan Orang Batek) maupun Mongoloid
(Saudagar, 1993:5; Andaya dalam Selatan pernah mengalami perkawinan
Rokhdian, 2012:55-56). Kedua, akibat campur (hibridisasi) yang berlangsung
dari Sriwijaya dikalahkan oleh Majapahit sekitar 4.000 tahun terakhir.
pada tahun 1377 sehingga banyak Saat ini hanya beberapa rombong (sub
penduduknya menyingkir ke pedalaman, kelompok) Orang Rimba yang mendiami
sebagian di antaranya menjadi Suku Kubu hutan yang tersisa di Kawasan Hutan
(Majid dan Umarrudin, 1993:5). Bukit Duabelas. Di antaranya Rombong
Penyebutan Kubu yang disematkan pada Sungai Pengelaworon dan Rombong
Orang Rimba, dianggap kasar karena Makekal Hulu. Kedua rombong tersebut
berasosiasi dengan sesuatu yang bermakna tergabung dalam Ketemenggungan
kafir, kotor, terbelakang, dan cenderung Makekal Hulu. Di tengah arus perubahan
merendahkan Orang Rimba sebagaimana yang mengubah tatanan Kawasan Hutan
yang terkonstruksi pada persepsi Orang Bukit Duabelas, kedua rombong tersebut
Melayu. masih mempraktikkan pola hidup
Dalam tuturan Orang Rimba sendiri, tradisional seperti nenek moyang mereka
ditemukan beragam versi mengenai asal dahulu. Secara ekologis Hutan Bukit
usul mereka. Salah satunya berdasarkan Duabelas sangatlah unik memicu tumbuh
penuturan Bepak Penguasai (Kepala Adat kembangnya suatu kearifan ekologis atau
Orang Rimba) yang identik dengan asal pengetahuan tradisional yang diwujudkan
usul Orang Rimba Makekal, tempat dalam lambang bahasa berupa leksikon
penulis melakukan penelitian. Bahwa bahasa Rimba. Bentuk kearifan ekologis
Orang Rimba berasal dari buah kelumpang itu, seperti pengklasifikasian dan
(Sterculia foetida). Beberapa keterangan perlakuan Kawasan Hutan Bukit Duabelas
yang ada tentang asal usul Orang Rimba di mana terdapat beberapa istilah lokal,
masih bersifat spekulatif dan sulit seperti Tano Nenek Puyang yang
dipastikan kebenarannya. Adapun dari segi merupakan tempat bersejarah bagi Orang
perspektif rasa banyak ahli meyakini Rimba. Kawasan tersebut tidak boleh
bahwa asal usul Orang Sumatera pada dibuka atau dijadikan huma ‘ladang’,
umumnya berasal dari dua ras yang hingga saat ini kawasan tersebut masih
berbeda, yakni ras veddoid (Orang Rimba) bervegetasi rapat. Kemudian Sepelayongon
dan ras mongoloid (Orang Melayu). Doun istilah ini merujuk pada sebuah area
Namun Prasetijo (2011:20) yang ditumbuhi sialong ‘pohon tempat
mengemukakan bahwa para ahli lebah bersarang’, merupakan kategori
membantah pandangan tersebut, ia pohon yang dilarang dilukai atau
berlandaskan pada pernyataan Bellwood ditumbang. Beberapa bentuk leksikon
(2000) bahwa ras veddoid yang berada di dalam bahasa Rimba yang ditampilkan
Asia Tenggara hanya ditemukan di sebelumnya dari sekian leksikon yang ada
wilayah Semenanjung Malaysia (Orang nantinya dijelaskan lebih lengkap pada
Asli) dan wilayah pantai dan pedalaman bagian pembahasan.
Filipina (Orang Batek). Meskipun Orang Pemilihan kajian ekolinguistik
Rimba dikatakan bukan ras veddoid, bukanlah tanpa alasan ini merupakan salah
32 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
Kearifan Ekologis (Pengetahuan bahwa ada bagian inti dari sistem budaya
Ekologis Tradisional) manusia yang sangat responsif terhadap
adaptasi ekologis. Ia memberikan contoh
Kearifan ekologis merupakan bagian pada masyarakat tradisional yang hidup
dari kearifan lokal yang memiliki peranan dengan berburu, ada kecenderungan hidup
penting pada manajemen sumber daya di lingkungan yang sulit, agar dapat
alam lokal, dalam pengelolaan keragaman menangkap binatang buruan tersebut,
hayati, dan menyediakan model pelestarian mereka harus mengenal lingkungan alam
konservasi tradisional untuk tempat mereka berburu.
keberlangsungan hidup. Richardson
(2008:1) menjelaskan, penduduk asli METODE PENELITIAN
(indigenous peoples) atau masyarakat
tradisional, dipandang sebagai teladan Metode penelitian yang dimaksud
dalam kehidupan berkelanjutan oleh penulis dalam penelitian ini, yakni
lingkungan. Pengaruh kehidupan mereka berkenaan dengan penggambaran kembali
selaras dengan hukum adat yang atau perekonstruksian ulang dan
menjadikan mereka hidup selaras dengan pendokumentasian kearifan ekologis
hukum alam. Senada dengan hal tersebut dalam leksikon bahasa Rimba di Hutan
Gising (2010:22-23) menyatakan bahwa Bukit Duabelas.
kearifan ekologis berisi tentang kebijakan-
kebijakan pengelolaan lingkungan. Pendekatan Penelitian
Kearifan ekologis bersumber dari sistem
pengetahuan lokal, yang berkenaan dengan Penelitian ini menggunakan
sistem pengelolaan lingkungan dan sumber pendekatan kualitatif yang memiliki
daya alam yang ada disekitar lingkungan maksud untuk memahami fenomena
manusia. Tidak mengherankan bila tentang apa yang dialami oleh subjek
beberapa ahli cenderung menggunakan penelitian, misalnya perilaku, persepsi,
kearifan lokal dan ekologis secara motivasi, dan tindakan secara holistik,
bergantian (bersubtitusi). Berkes (dalam serta dengan cara deskripsi dalam bentuk
Inglis, 1993:1) menggunakan terma kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
pengetahuan ekologis tradisional, ia khusus yang alamiah. Dengan
mengatakan bahwa pengetahuan semacam memanfaatkan berbagai metode alamiah.
itu merupakan sebuah pengalaman yang
diperoleh ribuan tahun lebih dari kontak Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti
manusia dan lingkungan. Lebih lanjut
Berkes menjelaskan bahwa meskipun Penulis dalam penelitian ini memiliki
terma pengetahuan ekologis tradisional peran ganda, yakni pengamat dan sebagai
baru dipergunakan pada tahun 1980-an, pemeran serta. Penulis berperanserta
namun praktik pengetahuan ekologis dalam kehidupan sehari-hari Orang Rimba,
tradisional sama tuanya dengan pada setiap situasi dan kondisi tertentu,
kebudayaan berburu dan mengumpulkan sesuai adat istiadat yang berlaku.
makanan (meramu). Apa yang
diungkapkan oleh Berkes pada intinya Lokasi Penelitian
sejalan dengan konsep cultural ecology
yang dipakai J.H Steward (dalam Peneltian ini dilaksanakan di Hutan
Poerwanto, 2010:68-69) meskipun tidak Bukit Duabelas pada wilayah
secara langsung menyinggung kearifan Ketemenggungan Makekal Hulu. Kawasan
ekologis. J.H Steward mengemukakan ini masuk dalam tiga wilayah administratif
34 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
‘disamarkan dengan daun kering’. (b) dipasang. Selain itu, banyaknya jumlah
Jorot louk kocik merupakan jenis jerat jerat yang dipasang disebabkan oleh ciri
yang diperuntukkan untuk buruan kecil. dari binatang kancil dan landak yang
Jenis jerat ini terbagi menjadi dua, yaitu: sangat liar dan sulit diprediksi
Pertama, jorot kaki artinya jerat tersebut pergerakannya.
bekerja dengan menjeret kaki binatang
buruan. Jenis jerat ini diperuntukkan untuk Meramu (mengumpulkan hasil hutan)
binatang kancil, jerat ini menggunakan
ketijaon ‘pijakan’ merupakan komponen Meramu merupakan satu rangkaian
yang terbuat dari anyaman rotan berfungsi dari remayow, sebagaimana berburu yang
sebagaimana gelogoh ‘susunan kayu’ pada di dalamnya terdapat berbagai macam
jenis jerat buruan besar dan jerat leher bentuk pemenuhan subsistensi selain
(jerat landak). Bentuk pijakan tersebut berladang dan menangkap binatang
disesuaikan dengan ukuran kaki kancil buruan. Berikut beberapa bentuk
agar kinerjanya optimal. Selain itu jerat subsistensi yang dimaksud: (a) Ngambek
kancil juga dikombinasikan dengan sawor maney rapah do sialong merupakan
‘susunan ranting dan kayu’ yang aktivitas mengambil madu di pohon
merupakan kamuflase yang dipasang tempat madu bersarang. Aktivitas ini
memujur ‘melintang’ di area subon ‘rawa’ diawali dengan memperhatikan tanda-
atau lebak ‘area yang menyerupai tanda musim madu, seperti berbunganya
kubangan’ tempat kancil minum dan di durion (Durio zibethinus), rambuton
area yang terdapat bekol ‘bekas tapak kaki’ (Nephelium lappaceum), pedero
binatang tersebut. Kedua, jorot sidi (Dimocarpus longan), dan bebuahan
merupakan jerat leher yang diperuntukkan lainnya. Kemudian nyongoi sialong
untuk binatang landok (Hystrix sumatrae) ‘mengecek keberadaan lebah dan madu di
dan kuya (Varanus salvator). Tali pada pohon sialang’. Jika tanda-tanda itu sudah
jerat ini dipasang secara vertikal, hal jelas dan kondisi telah memungkinkan
tersebut dilakukan demikian karena Orang untuk memanen madu maka dibuatlah
Rimba menyesuaikan bentuk tubuh dan perkakas yang mendukung aktivitas
perilaku pergerakan dari binatang tersebut. tersebut, seperti lantok ‘pijakan’ yang
Jerat ini kadang-kadang dipasang secara terbuat dari kayu pisang (Carallia
bekoliling atau beputah-putah ‘berkeliling’ brachiata) digunakan untuk memanjat
mengelilingi pohon, seperti kedundung pohon sialang, geganden ‘palu godam’
kepalo sebodo (Dacryodes rugosa) atau yang terbuat dari akar pohon sungori
potoy (Archidendron clypearia), khususnya (Kompassia malaccensis) yang tidak
untuk binatang landak. Ketiga, pelabuh diperuntukkan dalam ritual kelahiran,untuk
atau jorot tikuy (Rhizomys sumatrensis) memukul lantok, tembelong ‘keranjang
dan tupoy (Tupaia glis). Dikatakan kulit kayu’ yang terbuat dari kulit kayu
pelabuh karena cara kerjanya, berpusat koroi (Aquilaria malaccensis) wadah
pada bagian penempah ‘pemberat’ yang untuk menyimpan sarang lebah,
labuh ‘jatuh’ menimpa tikus atau tupai kemenyang ‘tali pengendali’ yang terbuat
yang masuk dalam perangkap tersebut. dari routon soni dipasang pada wadah
Terkait dengan jumlah jerat ketika tersebut, dan tali hanyot ‘tali utama’ yang
dipasang, hanya jorot kancil dan jorot sidi terbuat dari routon temiyang digunakan
yang jumlahnya lebih dari satu buah untuk mengulur wadah yang berisih sarang
bahkan dapat mencapai puluhan jerat. lebah dari atas pohon sialang. Apabila
Tergantung kebutuhan dan kondisi perkakas telah dibuat maka pemanjatan
lingkungan area di mana jerat tersebut perintis pun dilakukan oleh seorang
39 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
buah durian jatuh bukan karena hembusan seolah-olah menyentuh babi hutan yang
angin, tetapi karena panas matahari. (4) kurus tak berdaging.
Mutir Durion do tano merupakan aktivitas 5) Kedundung kepalo sebodo (Dacryodes
memungut durian yang telah jatuh ke tanah rugosa) dinamakan demikian karena
dan siap di isi ke dalam ambung ‘wadah aroma dan tekstur buahnya seperti buah
yang terbuat dari anyaman rotan’. kedondong, selain itu bentuk buahnya
menyerupai kepala kura-kura.
Bentuk-bentuk Kearifan Ekologis Sebagaimana kata kepalo yang berarti
Dalam Leksikon Bahasa Rimba Yang kepala dan sebodo yang berarti sejenis
Berkaitan Dengan Penamaan dan kura-kura.
Pemaknaan Flora Dan Fauna. 6) Beronoy (Antidesma Montanum)
bermakna permai, dinamakan demikian
Penamaan merupakan sebuah proses karena pohon tersebut memiliki buah yang
perlambangan suatu konsep untuk berwarna bagus dan enak dipandang.
mengacu pada suatu referen (benda). 7) Brisil tupoy (Pometia pinnata)
Manusia dalam kehidupannya acap kali dinamakan demikian karena kulit pohon
memberikan nama-nama pada suatu benda ini sering dicakar-cakar oleh binatang
yang ada di lingkungan tempatnya tupai.
bermukim. Seperti binatang, pohon, dan 8) Belom (Plaquium hexandrum)
tetumbuhan. Adapun pemaknaan dapat dinamakan demikian karena pohon
diartikan sebagai hakikat atau inti sesuatu tersebut beraroma busuk, sebagaimana
yang bersifat konseptual dan secara kata belom dalam bahasa Rimba yang
linguistik hasil dari pemaknaan itu berarti busuk.
(makna) apa-apa yang diartikan atau 9) Larok malong (Tidak teridentifikasi)
dimaksudkan oleh kita. Berikut uraian dinamakan demikian karena kayu pohon
terkait penamaan dan pemaknaan flora dan tersebut menurut kepercayaan Orang
fauna dalam leksikon bahasa Rimba. Rimba dapat membawa sial. Sebagaimana
kata malong yang berarti bernasib buruk.
Flora 10) Rontoi bantas (Tidak teridentifikasi)
merupakan jenis tumbuhan yang
1) Abong Pucuk (Aglaia grandis) pohon digunakan untuk obat mulas. Dinamakan
ini dinamakan demikian karena pada demikian karena tekstrurnya lembut.
pucuknya atau puncak pohon tersebut 11) Ukar kelekatai (Tidak teridentifikasi)
berwarna abong ‘merah’. merupakan jenis tumbuhan yang
2) Tukakon (Antrhocarpus anisophillus) digunakan untuk mengobati diare.
dinamakan demikian karena buah pohon Dinamakan demikian karena tumbuhan
tersebut ketika hendak dimakan dotukak tersebut berbulu.
‘dikupas’. Tanpa melewati proses yang 12) Pelekupon Mungsong (Tidak
panjang. teridentifikasi) dinamakan demikian
3) Beluluk (Diospyros sp) merupakan karena buah tumbuhan tersebut sering
pohon berkulit tebal, ketika ditebang dimakan oleh binatang musang.
kulitnya luluk ‘luruh’ atau berjatuhan ke 13) Doun semasom (Tidak
tanah sehingga dinamakan demikian. teridentifikasi) dinamakan demikian
4) Beby kuruy (Litsea elliptica) karena buahnya sangat asam, sebagaimana
dinamakan demikian karena permukaan kata semasom yang bermakna asam.
pohon tersebut berwarna gelap dan 14) Goam godong (Tidak teridentifikasi)
bololorung ‘tidak rata’ ketika disentuh dinamakan demikian karena akar
41 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
tumbuhan tersebut berukuran besar, herong ‘arang’ dan dedo ‘dada’ atau
sebagaimana kata godong berarti besar. bagian bawah tempurung kura-kura.
15) Bengkuang kilat (Tidak 8) Pato dedo (Tidak teridentifikasi)
teridentifikasi) merupakan jenis pandan, dinamakan demikian karena bagian bawah
dinamakan demikian karena bagian bawah tempurungnya membentuk pola patahan,
daunnya berwarna merah mengkilap. seperti dada yang patah.
Menyerupai cahaya kilat yang berkilau. 9) Pecekang (Tidak teridentifikasi)
merupakan spesies katak, dinamakan
Fauna demikian karena katak tersebut ketika
berbunyi seolah-olah menyebut namanya.
1) Merego (Panthera tigris sumatrae) 10) Kereroa (Tidak teridentifikasi)
merupakan spesies harimau, kata merego merupakan spesies kodok, dinamakan
bermakna sulit diprediksi, seperti sifat demikian karena ketika berbunyi seperti
binatang tersebut yang sulit ditebak menyebut namanya ‘oa, oa’.
keberadaannya. 11) Goang (Tidak teridentifikasi)
2) Kukuy mabuk (Mephitidae) merupakan spesies kodok, dinamakan
dinamakan kukuy mabuk karena gas yang demikian karena bunyinya ‘goang, goang’.
keluar dari anus binatang tersebut berbau 12) Bertung padi (Tidak teridentifikasi)
busuk. Sehingga orang yang merupakan spesies kodok kecil yang
menghirupnya merasa pusing seperti orang berkerabat dengan spesies Kaloula
mabuk. baleata. Dinamakan demikian karena
3) Ulor gerom (Naja sumatrana) selalu muncul pada musim bertanam padi
merupakan jenis ular kobra, dinamakan 13) Mangki (Tidak teridentifikasi)
ulor gerom karena menurut Orang Rimba dinamakan demikian karena katak tersebut
daging ular tersebut berasa asin meskipun bertubuh besar menyerupai raksasa.
tanpa diberi garam ketika dikonsumsi. 14) Brerenget (Tidak teridentifikasi)
4) Kukulum (Cuora amboinensis) dinamakan demikian karena ikan tersebut
merupakan jenis kura-kura, dinamakan sering berbunyi ‘bre, nget’.
demikian karena kura-kura tersebut 15) Katok tungku (Tidak Teridentifikasi)
memiliki ciri kadang-kadang dinamakan demikian karena katak tersebut
mengeluarkan kepalanya dan terkadang hanya tecangkung ‘diam di tempat’
pula menyembunyikan kepalanya rapat- meskipun ada manusia yang mendekat ke
rapat atau dalam bahasa Rimba disebut habitatnya, katak tersebut tidak lari atau
kulum. menyingkir. Diibaratkan tungku api
5) Pangkak (Tidak teridentifikasi) pembakaran yang tidak akan kemana-
merupakan spesies kura-kura, dinamakan mana.
demikian karena kura-kura tersebut mirip
bejuku ‘jenis kura-kura’ yang dapat hidup KESIMPULAN
di dua alam.
6) Hahanget (Tidak teridentifikasi) Ruang hidup Orang Rimba berupa
dinamakan demikian karena kura-kura ekosistem hutan hujan tropis di Kawasan
tersebut berbau sangat anyir, sebagaimana Hutan Bukit Duabelas, memicu munculnya
kata hanget yang berarti bau. beragam bentuk kearifan ekologis yang
7) Herong dedo (Tidak teridentifikasi) dikodekan dalam wujud leksikon-leksikon
dinamakan demikian karena bagian bahasa Rimba, seperti leksikon tentang
plastronnya berwarna hitam seperti arang ekosistem hutan yang memunculkan
sisa pembakaran. Sebagaimana kata leksikon yang terkait dengan jenis-jenis
hujan dan Pengklasifikasian Kawasan
42 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294