Sie sind auf Seite 1von 13

30 | JURNAL ILMU BUDAYA

Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

KEARIFAN EKOLOGIS DALAM LEKSIKON BAHASA RIMBA


DI HUTAN BUKIT DUABELAS JAMBI: KAJIAN EKOLINGUISTIK

Muh Akbar Kurniawan1, Moses Usman2, Ery Iswary3


1,2,3
Program Studi Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin

akbar.sokola@gmail.com
Muhusman1948@gmail.co.id
ery.iswari@gmail.com

Abstract
This study aims to explain the forms of ecological wisdom in the lexicon of jungle language
regarding forest ecosystems, subsistence fulfillment, and naming and interpreting flora and
fauna. This research was a qualitative research. The research data were in the form of the
jungle lexicon related to forest ecosystems, subsistence, flora and fauna. Data were obtained
from the Jungle people gathered in Ketemenggungan Makekal Hulu. Data were collected
using ethnographic interviewing techniques, participant observation, and the application of
ecolinguistic knowledge in praxis. The data analysis technique used in this study refered to
the principle of the ethnographic method proposed by Spradley (2006), namely the research
data that had been obtained through interviews and participant observation was coded so that
the data source can still be traced. Then the data inside contained some local terms in the
language of the jungle lexicon being transliterated. Furthermore, data were classified and
analyzed based on ecolinguistic theory. After that, the data were presented in the form of in-
depth descriptions and conclusions based on the results of the study. The discussions of the
results of this study outlines three problems based on the formulation of the problem, namely
(1) forms of ecological wisdom in the Jungle language lexicon relating to forest ecosystems
including: changes in weather and disasters, about types of rain, time according to jungle
people, rivers and regulation, and the classification and treatment of forest areas; (2) forms of
ecological wisdom in the jungle lexicon that are related to subsistence fulfillment, namely
behuma ‘farming’, beburu ‘hunting’, gathering (collecting forest product); and (3) the forms
of ecological wisdom in the lexicon of the jungle language, which relates to the naming and
meaning of flora and fauna, out of the fifteen flora described the origin of their names and
meanings, seven of which have no scientific names yet, as well as the fifteen outlined, eleven
of them have also not been identified.

Keywords: Ecological Wisdoms, Lexicon, Jungle Language, Ecolinguistics

LATAR BELAKANG

Sejak ratusan tahun yang lalu Orang Bukit Duabelas yang mencakup tiga
Rimba telah mendiami kawasan Hutan sungai besar, yaitu: Air Hitam, Makekal,
Bukit Duabelas. Jika merujuk pada daerah dan Kejasung ditemukan sebuah anggapan
utama sebaran Orang Rimba di Hutan bahwa daerah tersebut sebagai asal Orang
31 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Rimba yang kemudian menyebar ke namun ciri-ciri yang melekat pada fisik
berbagai daerah. Ada dua hipotesis yang Orang Asli dan Orang Batek, dapat
mengawali perihal asal usul Orang Rimba, ditemukan pada beberapa Orang Rimba.
berdasarkan catatan sejarah: Pertama, Sebagaimana yang ditemukan pada bagian
mengenai sekelompok penduduk yang lain tulisan Bellwood (2000:103-104) yang
tidak ingin dikuasai oleh Kerajaan Chola tidak menampik bahwa Negrito (Orang
kemudian melarikan diri ke dalam hutan Asli dan Orang Batek) maupun Mongoloid
(Saudagar, 1993:5; Andaya dalam Selatan pernah mengalami perkawinan
Rokhdian, 2012:55-56). Kedua, akibat campur (hibridisasi) yang berlangsung
dari Sriwijaya dikalahkan oleh Majapahit sekitar 4.000 tahun terakhir.
pada tahun 1377 sehingga banyak Saat ini hanya beberapa rombong (sub
penduduknya menyingkir ke pedalaman, kelompok) Orang Rimba yang mendiami
sebagian di antaranya menjadi Suku Kubu hutan yang tersisa di Kawasan Hutan
(Majid dan Umarrudin, 1993:5). Bukit Duabelas. Di antaranya Rombong
Penyebutan Kubu yang disematkan pada Sungai Pengelaworon dan Rombong
Orang Rimba, dianggap kasar karena Makekal Hulu. Kedua rombong tersebut
berasosiasi dengan sesuatu yang bermakna tergabung dalam Ketemenggungan
kafir, kotor, terbelakang, dan cenderung Makekal Hulu. Di tengah arus perubahan
merendahkan Orang Rimba sebagaimana yang mengubah tatanan Kawasan Hutan
yang terkonstruksi pada persepsi Orang Bukit Duabelas, kedua rombong tersebut
Melayu. masih mempraktikkan pola hidup
Dalam tuturan Orang Rimba sendiri, tradisional seperti nenek moyang mereka
ditemukan beragam versi mengenai asal dahulu. Secara ekologis Hutan Bukit
usul mereka. Salah satunya berdasarkan Duabelas sangatlah unik memicu tumbuh
penuturan Bepak Penguasai (Kepala Adat kembangnya suatu kearifan ekologis atau
Orang Rimba) yang identik dengan asal pengetahuan tradisional yang diwujudkan
usul Orang Rimba Makekal, tempat dalam lambang bahasa berupa leksikon
penulis melakukan penelitian. Bahwa bahasa Rimba. Bentuk kearifan ekologis
Orang Rimba berasal dari buah kelumpang itu, seperti pengklasifikasian dan
(Sterculia foetida). Beberapa keterangan perlakuan Kawasan Hutan Bukit Duabelas
yang ada tentang asal usul Orang Rimba di mana terdapat beberapa istilah lokal,
masih bersifat spekulatif dan sulit seperti Tano Nenek Puyang yang
dipastikan kebenarannya. Adapun dari segi merupakan tempat bersejarah bagi Orang
perspektif rasa banyak ahli meyakini Rimba. Kawasan tersebut tidak boleh
bahwa asal usul Orang Sumatera pada dibuka atau dijadikan huma ‘ladang’,
umumnya berasal dari dua ras yang hingga saat ini kawasan tersebut masih
berbeda, yakni ras veddoid (Orang Rimba) bervegetasi rapat. Kemudian Sepelayongon
dan ras mongoloid (Orang Melayu). Doun istilah ini merujuk pada sebuah area
Namun Prasetijo (2011:20) yang ditumbuhi sialong ‘pohon tempat
mengemukakan bahwa para ahli lebah bersarang’, merupakan kategori
membantah pandangan tersebut, ia pohon yang dilarang dilukai atau
berlandaskan pada pernyataan Bellwood ditumbang. Beberapa bentuk leksikon
(2000) bahwa ras veddoid yang berada di dalam bahasa Rimba yang ditampilkan
Asia Tenggara hanya ditemukan di sebelumnya dari sekian leksikon yang ada
wilayah Semenanjung Malaysia (Orang nantinya dijelaskan lebih lengkap pada
Asli) dan wilayah pantai dan pedalaman bagian pembahasan.
Filipina (Orang Batek). Meskipun Orang Pemilihan kajian ekolinguistik
Rimba dikatakan bukan ras veddoid, bukanlah tanpa alasan ini merupakan salah
32 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

satu bentuk pendokumentasian bahasa. lingkungan bahasa secara metaforis, yakni


Penelitian ini juga dilatarbelakangi oleh lingkungan dipahami sebagai masyarakat
kenyataan bahwa kerusakan ekosistem pengguna bahasa, sebagai salah satu kode
hutan di Kawasan Hutan Bukit Duabelas bahasa.
semakin parah, akibat deforestasi yang Dua dekade setelah kemunculan
begitu masif. Bahasa Rimba sebagai paradigma ‘ekologi bahasa’, barulah
bahasa tanpa ortografi berpenutur ± 1775 muncul istilah ekolinguistik, seperti yang
jiwa terancam punah akibat kerusakan dipaparkan oleh Halliday (1990) pada
ekosistem hutan yang memengaruhi konfrensi AILA di Thessalonik (dalam Fill
bahasa dan ekspresi kultural Orang Rimba. dan Mühlhäusler, 2001: 43) bahwa
Ekolinguistik bukanlah sebuah penyelamat elemen-elemen dalam sistem bahasa yang
di tengah persoalan yang menggerogoti dianggap ekologis (holistic system) dan
Hutan Bukit Duabelas dan kehidupan tidak ekologis (fragmented system).
Orang Rimba, tetapi ekolinguistik Konsep yang dipahami oleh Halliday
merupakan sebuah harapan yang akan berbeda dengan apa yang dipahami oleh
membantu membangkitkan kesadaran Haugen, Halliday menggunakan konsep
dalam menghadapi persoalan yang ekologi sebagai lingkungan biologis.
kompleks dalam memelihara lingkungan. Halliday mengkritisi bagaimana sistem
bahasa berpengaruh pada perilaku
LANDASAN TEORI penggunaannya dalam mengelola
lingkungan. Lebih lanjut Halliday (dalam
Ekolinguistik Fill dan Mühlhäusler, 2001: 175-200)
menjelaskan bahwa bahasa dan lingkungan
Paradigma ekolinguistik adalah suatu merupakan dua hal yang saling
pengembangan terpadu dalam telaah memengaruhi. Perubahan bahasa, baik di
bahasa yang menyoroti keterkaitan antara bidang leksikon maupun gramatika, tidak
bahasa dan lingkungan di lapangan. dapat dilepaskan dari perubahan
Ekolinguistik berkembang dalam suatu lingkungan alam dan sosial budaya
cara yang terpadu dengan memasukkan masyarakatnya. Terdapat dua sisi terkait
disiplin ilmu yang berbeda, dan perubahan lingkungan, yang pertama
menjelaskan bagaimana kombinasi bahasa perubahan lingkungan berdampak pada
dengan ekologi, sosiologi, antropologi, dan perubahan bahasa, dan yang kedua,
biologi (Usman, 2010: 6). Sehubungan perilaku masyarakat terhadap
dengan itu, Haugen dalam sebuah esai lingkungannya dipengaruahi oleh bahasa
yang menandai kemunculan kajian yang mereka gunakan atau tuturkan.
interdisiplin tersebut, dengan judul Terkait dengan hal tersebut, terdapat tiga
Ecology of Language (1972). Lebih parameter ekolinguistik, yakni: (1) adanya
memilih ekologi bahasa daripada ketersalinghubungan (interrelationships),
ekolinguistik, pemilihan terma ekologi interaksi (interaction), dan
bahasa karena luasnya jangkauan dari kesalingtergantungan (interdependence)
kajian ini. Adapun konsep ekologi bahasa (2) adanya lingkungan (environment)
menurut haugen, adalah “Language tertentu, dan (3) adanya keberagaman
ecology may be defined as the study of (diversity) di lingkungan tertentu dapat
interaction between any given language dijadikan pegangan dalam membedah
and its environment” (Haugen dalam Fill bahasa dan lingkungan (Fill dan
dan Mühlhäusler, 2001: 57). Dalam Mühlhäusler, 2001: 1).
konteks ini, Haugen memaknai ekologi
bahasa merupakan suatu konsep
33 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Kearifan Ekologis (Pengetahuan bahwa ada bagian inti dari sistem budaya
Ekologis Tradisional) manusia yang sangat responsif terhadap
adaptasi ekologis. Ia memberikan contoh
Kearifan ekologis merupakan bagian pada masyarakat tradisional yang hidup
dari kearifan lokal yang memiliki peranan dengan berburu, ada kecenderungan hidup
penting pada manajemen sumber daya di lingkungan yang sulit, agar dapat
alam lokal, dalam pengelolaan keragaman menangkap binatang buruan tersebut,
hayati, dan menyediakan model pelestarian mereka harus mengenal lingkungan alam
konservasi tradisional untuk tempat mereka berburu.
keberlangsungan hidup. Richardson
(2008:1) menjelaskan, penduduk asli METODE PENELITIAN
(indigenous peoples) atau masyarakat
tradisional, dipandang sebagai teladan Metode penelitian yang dimaksud
dalam kehidupan berkelanjutan oleh penulis dalam penelitian ini, yakni
lingkungan. Pengaruh kehidupan mereka berkenaan dengan penggambaran kembali
selaras dengan hukum adat yang atau perekonstruksian ulang dan
menjadikan mereka hidup selaras dengan pendokumentasian kearifan ekologis
hukum alam. Senada dengan hal tersebut dalam leksikon bahasa Rimba di Hutan
Gising (2010:22-23) menyatakan bahwa Bukit Duabelas.
kearifan ekologis berisi tentang kebijakan-
kebijakan pengelolaan lingkungan. Pendekatan Penelitian
Kearifan ekologis bersumber dari sistem
pengetahuan lokal, yang berkenaan dengan Penelitian ini menggunakan
sistem pengelolaan lingkungan dan sumber pendekatan kualitatif yang memiliki
daya alam yang ada disekitar lingkungan maksud untuk memahami fenomena
manusia. Tidak mengherankan bila tentang apa yang dialami oleh subjek
beberapa ahli cenderung menggunakan penelitian, misalnya perilaku, persepsi,
kearifan lokal dan ekologis secara motivasi, dan tindakan secara holistik,
bergantian (bersubtitusi). Berkes (dalam serta dengan cara deskripsi dalam bentuk
Inglis, 1993:1) menggunakan terma kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
pengetahuan ekologis tradisional, ia khusus yang alamiah. Dengan
mengatakan bahwa pengetahuan semacam memanfaatkan berbagai metode alamiah.
itu merupakan sebuah pengalaman yang
diperoleh ribuan tahun lebih dari kontak Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti
manusia dan lingkungan. Lebih lanjut
Berkes menjelaskan bahwa meskipun Penulis dalam penelitian ini memiliki
terma pengetahuan ekologis tradisional peran ganda, yakni pengamat dan sebagai
baru dipergunakan pada tahun 1980-an, pemeran serta. Penulis berperanserta
namun praktik pengetahuan ekologis dalam kehidupan sehari-hari Orang Rimba,
tradisional sama tuanya dengan pada setiap situasi dan kondisi tertentu,
kebudayaan berburu dan mengumpulkan sesuai adat istiadat yang berlaku.
makanan (meramu). Apa yang
diungkapkan oleh Berkes pada intinya Lokasi Penelitian
sejalan dengan konsep cultural ecology
yang dipakai J.H Steward (dalam Peneltian ini dilaksanakan di Hutan
Poerwanto, 2010:68-69) meskipun tidak Bukit Duabelas pada wilayah
secara langsung menyinggung kearifan Ketemenggungan Makekal Hulu. Kawasan
ekologis. J.H Steward mengemukakan ini masuk dalam tiga wilayah administratif
34 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

yakni Kabupaten Tebo, Batanghari, dan Bentuk Kearifan Ekologis Dalam


Sorolangun, Provinsi Jambi. Leksikon Bahasa Rimba Yang
Berkaitan Dengan Ekosistem Hutan
Sumber Data Penelitian
Penulis menemukan beberapa bentuk
Sumber penyedia data utama dari terkait dengan kearifan ekologis dalam
penenelitian ini adalah Orang Rimba yang leksikon bahasa Rimba yang berhubungan
terhimpun dalam Ketemenggungan dengan ekosistem hutan di antaranya:
Makekal Hulu yang hidup nomaden tentang jenis-jenis hujan, penamaan,
(mobilitas residensial) di Hutan Bukit pengklasifikasian, dan perlakuan kawasan
Duabelas. hutan.

Teknik Pengumpulan Data Jenis-Jenis Hujan

Teknik yang digunakan dalam 1) Hujan panay ‘hujan yang disertai


pendokumentasian ekolinguistik berupa, matahari’ hujan ini terjadi di siang hari
wawancara etnografi, observasi partisipan, (hujan zenithal), ketika udara cerah terjadi
dan aplikasi pengetahuan ekolinguistik sebuah pemanasan di permukaan bumi
dalam praksis. yang membuat udara mengambang
bersama uap-uap air, naik secara vertikal,
Teknik Analisis Data setelah berada di atas awan uap air
mengalamai pendinginan, kemudian
Analisis data di sini berarti mengatur berubah menjadi titik-titik air yang
secara sistematis bahan hasil wawancara menyebabkan hujan tengah hari.
etnografi dan observasi beserta aplikasi 2) Beso beju ‘hujan rintik-rintik’ sebuah
pengetahuan ekolinguistik dalam Praksis. hujan yang terjadi karena butir air yang
Sebagaimana prinsip yang dikemukakan terdapat di awan sangat kecil. Penamaan
oleh Spradley (2006), yakni data penelitian beso beju karena diameter butiran airnya
yang telah diperoleh dari informan melalui kecil dan tidak membahasahi seluruh
berbagai teknik yang digunakan diberi tubuh, hanya membuat pakaian yang
kode agar sumber datanya tetap dapat dikenakan menjadi lembap.
ditelusuri. Data yang di dalamnya memuat 3) Pengaba ‘hujan dengan durasi lama’
berbagai istilah lokal ditransliterasi, hujan ini berlangsung dari siang hingga
dikalasifikasi, diklasifikasi, dan dianalisis malam. Pengaba juga sering dimaknai
berdasarkan teori ekolinguistik. Setelah sebagai musim hujan yang menjadi
itu, data disajikan dalam bentuk urain yang pembeda dengan musim kemarau.
mendalam dan membuat kesimpulan 4) Tanggol telinga ruso ‘hujan deras
berdasarkan hasil penelitian. yang berdurasi lama’, dikatakan demikian
sebab saking derasnya diumpamakan dapat
PEMBAHASAN membuat telinga atau kuping rusa copot.
5) Hujan siram ‘hujan yang disertai
Ada tiga bentuk kearifan ekologis angin kencang’, untuk penyebutan angin
dalam leksikon bahasa Rimba yang yang membawa hujan (angin muson)
dibahas dalam penelitian ini, berikut Orang Rimba menggunakan istilah
penjelasannya: gunjaron, sedangkan angin kencang yang
dapat menumbangkan pohon dalam bahasa
Rimba disebut gunjaron doray.
35 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Penamaan, Pengklasifikasian, dan untuk menyimpan mayat Orang Rimba di


Perlakuan Kawasan Hutan hutan tersebut.
6) Tano Terban dalam leksikon bahasa
1) Tano Nenek Puyang merupakan Rimba berarti kawasan hutan yang berada
tempat bersejarah bagi Orang Rimba di tepi-tepi sungai, berkontur curam, dan
karena dahulu kawasan tersebut menjadi terbentuk akibat longsoran yang hampir
tempat tinggal nenek puyang ‘nenek menutupi sungai.
moyang’ mereka. Kawasan ini tegakan- 7) Tempelanai dalam leksikon bahasa
tegakan pohonnya masih bagus, begitu Rimba berarti kawasan hutan yang ciri
juga vegetasinya masih rapat, karena tanahnya bergelombang. Kawasan ini
jarang terdapat aktivitas manusia di merupakan dataran luas yang ditumbuhi
dalamnya. pepohonan besar.
2) Bebalai atau Balu Balai merupakan 8) Subon atau susupon dalam leksikon
kawasan hutan yang didominasi oleh bahasa Rimba berarti area yang rendah dan
pepohonan yang tinggi dengan bobot yang digenangi air (rawa). Sedangkan kata
bervarisai dari ringan, sedang, hingga susupon bertalian dengan kata menyuruk,
berat, seperti meranti (Shorea ovalis) dan masuk ke dalam tanah, dan meresap,
joho (Terminalia foetidissima), juga merujuk pada fungsi lain dari rawa, yakni
ditumbuhi bunga-bungaan (tujuh jenis sebagai resapan air.
bunga, seperti bungo antui dan bungo 9) Sepelayongon Doun merupakan
kuning) yang digunakan sebagai perangkat sebuah istilah dalam bahasa Rimba untuk
dalam upacara adat yang dilangsungkan di menyebut area yang ditumbuhi sialong
kawasan tersebut. ‘kelompok pohon yang menjadi tempat
3) Bento Benuaron merupkan sebuah lebah hutan (Apis dorsata) bersarang’.
istilah dalam bahasa Rimba untuk Sepelayongon Doun juga mengandung
menyebut kawasan hutan yang banyak maksud bahwa di area ini hanya terdapat
ditumbuhi benuaron ‘pohon bebuahan’. pohon yang berdiameter besar dan tinggi
Secara umum istilah tersebut dapat (sialong), sehingga ketika daunnya jatuh
diartikan sebagai kebun buah, baik yang akan melayang jauh. Istilah tersebut juga
ditanam oleh nenek moyang Orang Rimba, digunakan sebagai satuan luas dalam
atau tumbuh karena penyebaran biji oleh leksikon bahasa Rimba, untuk menandai
binatang (zookori), serta beberapa proses batas area yang bisa dibuka untuk
persebaran biji lainnya. kepentingan subsistensi perladangan.
4) Tano Peranaon adalah istilah dalam
bahasa Rimba untuk menyebut kawasan Bentuk Kearifan Ekologis Dalam
hutan yang digunakan sebagai tempat Leksikon Bahasa Rimba Yang
melahirkan. Kawasan ini memiliki ciri Berkaitan Dengan Pemenuhan
hutan yang begitu lebat, kadang-kadang Subsistensi
terdapat pohon bebuahan dan berdekatan
dengan sumber air. Dalam pemenuhan kebutuhan
5) Tano Pasoron adalah istilah dalam hidupnya, Orang Rimba memanfaatkan
bahasa Rimba untuk menyebut kawasan hutan penghidupon ‘tempat mencari
hutan yang digunakan sebagai tempat kebutuhan hidup’, untuk memperoleh
pemakaman. Kawasan ini merupakan sumber makanan berupa tumbuhan atau
hutan yang cukup lebat banyak ditumbuhi tanaman tertentu dan beberapa jenis
pohon besar berusia ratusan tahun. Kata binatang buruan.
pasoron sendiri merujuk pada nama rumah
36 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Behuma (berladang) dilakukan. (e) Nobong merupakan aktivitas


menumbangkan pepohonan besar di
Sebagai masyarakat kombinasi sebuah bakal ladang tanpa menebang
behuma ‘peladang berpindah’ dengan pohon buah, sialong ‘pohon tempat lebah
remayow ‘pemburu peramu’, Orang Rimba bersarang’, dan pohon yang dilindungi
memiliki tata cara tersendiri dalam lainnya. Untuk mempermudah kerja-kerja
penerapan kedua ciri subsistensi tersebut. tersebut Orang Rimba menggunakan
Khususnya berladang, mereka menerapkan selampoyon ‘tangga yang terbuat dari kayu
sistem perladangan berpindah dengan yang kukuh, tidak mudah patah, seperti
membuka hutan yang diperbolehkan, kayu mahang (Macaranga triloba) dan
kemudian menanaminya dengan berbagai beyur (Pterospermum javanicum). (f)
varietas tanaman, seperti padi ladang yang Genggongko rabah merupakan masa
memiliki beberapa jenis, yaitu: padi poruk menunggu keringnya semak, akar-akaran,
‘padi berisi lembut’, padi napal ‘padi dedaunan, dan pepohonan yang telah
berisi keras’, padi putih ‘padi berisi putih’, ditebang, sebagaiaman kata genggongko
dan padi hudang ‘padi berisi merah’, ‘menunggu’ dan rabah ‘tumpukan semak’.
kemudian ubi kayu (Manihot esculenta), Untuk mempercepat pelapukan dahan-
dan pilo ‘ubi jalar’ (Ipomoea batatas L). dahan pada pepohonan docancang
Adapun proses dan aktivitas ‘dicincang’ supaya pada saat keseluruhan
perladangan Orang Rimba antara lain: (a) lahan dobekor ‘dibakar’ hasilnya lebih
Melabuhko kayu pada dasarnya berarti optimal. (g) Bekor berarti membakar
menjatuhkan atau menumbang pohon, pepohonan yang telah dotobong
sebagaimana kata labuh ‘jatuh’ dan kayu ‘ditebang’, sisa akar-akaran, dan belukor.
‘pohon’ dengan menggunkan beliung, Proses mbekor ‘membakar’ biasanya
aktivitas ini bertujuan untuk menandai dilakukan secara kolektif tidak seorang
lahan yang nantinya menjadi ladang, diri, agar ada yang membantu mengawasi
setelah sebelumnya telah ditentukan oleh pergerakan api dan dampak buruk yang
dukun. Setelah itu dilakukan prosesi ditimbulkannya, jika hal tersebut terjadi.
ngapakko tano ‘menebaskan parang Mereka membakar secara luruy atau mujur
dengan sekali tebasan ke tanah’ sebagai ‘lurus’, hopi bekoliling ‘tidak berkeliling’,
tanda tanah ini baik untuk ditanami. (b) sehingga mereka yang ikut dalam proses
Mancah merupakan aktivitas tersebut hopi teranjuk ‘tidak terjebak di
mememotong rompot ‘rerumputan’, ukar dalam api’. Mereka membakar
‘akar-akaran’, dan membersihkan somok menggunakan suluh dari bambu atau kulit
‘semak’, atau belolo ‘area yang ditumbuhi kayu kering yang berasal dari pohon
tenggelau (perdu)’ menggunakan parong meranti. Sebelum membakar Orang Rimba
‘golok tebas’. (c) Matiko ukar berarti masa mengawalinya dengan mantau angin
pengeringan akar-akaran, tetumbuhan ‘melihat pergerakan angin atau memanggil
kecil, dan rerumputan yang telah angin’, kemudian membuatkan jalan pada
dibersihkan sebelumnya. Proses ini dapat api, membersihkan dedaunan dan benda
berjalan efektif atau tidak, tergantung yang mudah terbakar di sekitar lahan yang
suplai puang ‘panas’ dari sinar matahari. mengarah ke hutan atau lahan tetangga,
(d) Nobong nabai merupakan aktivitas baru setelah itu dilakukan pembakaran
membabat pepohonan kecil setinggi 1 yang dimulai dari ropohon ‘pinggir lahan’
meter, sambil membersikan kembali hingga bucu ‘sudut lahan’. Tujuan dari
tumbuhan kecil seperti perdu, kemudian pembakaran tersebut selain membersihkan
memastikannya benar-benar bersih lahan sebelum ditanami, abu sisa
sebelum nobong ‘menebang pohon besar’ pembakarannya dipercaya dapat
37 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

menyuburkan tanah tanpa menggunakan ‘upacara syukuran dalam bentuk makan


pupuk kimia. (h) Nugal merupakan bersama’.
aktivitas membuat liang untuk benih
tanaman, masing-masing liang tersebut Beburu (berburu)
berjarak sekitar 50 sentimeter. Biasanya
proses ini dilakukan tiga hari setelah lahan Berburu merupakan salah satu bentuk
dibakar. Liang atau lubang tersebut dibuat dari remayow sebuah kondisi di mana
dengan menggunakan tugal yang terbuat Orang Rimba pada saat sulit dapat
dari batang kayu lurus dan panjang serta bertahan hidup (survive), melepaskan diri
keras, seperti kayu petaling dan pelangoy. dari pola hidup berladang dengan
(i) Nanom berarti menanam benih, namun menggantungkan semua kebutuhan
sebelum menanami keseluruhan lahan hidupnya dari sumber daya hutan.
dengan benih tertentu, diadakan sebuah Penggunaan jorot ‘jerat’ merupakan wujud
ritual pencolung huma ‘tanam pertama’ dari mekanisme atau teknik berburu secara
yakni menanami bagian tengah ladang, tidak langsung (pasif) yang menjadi fokus
dengan tanaman seperti serai dan bawang. pada pembahasan ini. Kebalikan dari
Setelah itu barulah ladang ditanami dengan nyambang ‘berburu langsung’ (aktif)
tanaman utama. (j) Merompot berarti dengan menggunakan senjata, seperti kujur
merawat atau membersihkan ladang dari ‘tombak’ dan kecepek ‘senapan rakitan’.
rumput atau gulma. Pada tahap ini juga Menurut pengetahuan tradisional
merawat tumbuhan dengan pupuk alami Orang Rimba terdapat beberapa jenis jerat
yang berasal dari tumbuhan liar sejenis yang dapat dibedakan berdasarkan bentuk,
pandan dan jamur, seperti paku baloi, fungsi, cara kerja, dan pemasangannya,
tendewon baloi, sebalaoi, dan bengkuang berikut jenis-jenis jerat yang dimaksud: (a)
pandok. Selain itu Orang Rimba juga Jorot louk godong merupakan rangkaian
menggunakan dero ‘darah’, baik dero jerat yang diperuntukkan untuk
memewo ‘darah haid’ maupun darah menangkap buruan besar, seperti bebi (Sus
binatang seperti landak, kancil, dan ikan scrofa), nangoy ‘babi hutan putih’ (Sus
buloton. Pemupukan dilakukan dengan barbatus), kijang (Muntiacus montanus),
berbagai cara. Pertama, untuk pupuk dan ruso (Rusa unicolor) dengan
alami yang berasal dari tumbuhan liar, memanfaatkan bahan-bahan alami yang
tumbuhan tersebut campokko do tano terdapat di hutan. Meskipun dalam
‘dikumpulkan di tanah’, kemudian pembuatan jerat untuk buruan besar, Orang
dobekor do ropu-ropuhon huma ‘dibakar Rimba dapat menggunakan basing kayu
di sekitaran ladang’ hingga hasop ‘kayu apa saja’, tetapi kayu tersebut harus
‘asapnya’ menyebar ke seluruh ladang. dalam kondisi kering atau mati. Jika kayu
Kedua, untuk pupuk cair berupa darah, tersebut sidup ‘basah’, maka keberadaan
darah binatang atau haid docampor aik jerat yang telah dipasang akan mudah
beheru doserako ‘darah dicampur air dikenali oleh binatang buruan tersebut
kemudian disiramkan’ ke tanaman. Untuk lewat indera penciumannya yang tajam.
ikan buloton Orang Rimba butuh beberapa Orang Rimba juga menghindari
ekor, kemudian ikan tersebut doricik-ricik penggunaan kayu jenis seburuk sawor
‘dicincang’, kemudian darahnya dicampur (Walsura sp.), jenis kayu ini sangat tidak
air. Setelah itu doserako ‘disiram dengan disukai oleh binatang, apabila digunakan
menggunakan timba’ ke seluruh tanaman. sebagai bahan jerat maka jerat tersebut
(k) Menuoy berarti memanen hasil tidak akan bingkay ‘menjerat buruan’. Pola
tanaman yang telah ditanam sebelumnya. pemasangan jerat tersebut dalam bahasa
Kemudian dirangkaikan dengan beselang Rimba dikenal dengan istilah doskop
38 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

‘disamarkan dengan daun kering’. (b) dipasang. Selain itu, banyaknya jumlah
Jorot louk kocik merupakan jenis jerat jerat yang dipasang disebabkan oleh ciri
yang diperuntukkan untuk buruan kecil. dari binatang kancil dan landak yang
Jenis jerat ini terbagi menjadi dua, yaitu: sangat liar dan sulit diprediksi
Pertama, jorot kaki artinya jerat tersebut pergerakannya.
bekerja dengan menjeret kaki binatang
buruan. Jenis jerat ini diperuntukkan untuk Meramu (mengumpulkan hasil hutan)
binatang kancil, jerat ini menggunakan
ketijaon ‘pijakan’ merupakan komponen Meramu merupakan satu rangkaian
yang terbuat dari anyaman rotan berfungsi dari remayow, sebagaimana berburu yang
sebagaimana gelogoh ‘susunan kayu’ pada di dalamnya terdapat berbagai macam
jenis jerat buruan besar dan jerat leher bentuk pemenuhan subsistensi selain
(jerat landak). Bentuk pijakan tersebut berladang dan menangkap binatang
disesuaikan dengan ukuran kaki kancil buruan. Berikut beberapa bentuk
agar kinerjanya optimal. Selain itu jerat subsistensi yang dimaksud: (a) Ngambek
kancil juga dikombinasikan dengan sawor maney rapah do sialong merupakan
‘susunan ranting dan kayu’ yang aktivitas mengambil madu di pohon
merupakan kamuflase yang dipasang tempat madu bersarang. Aktivitas ini
memujur ‘melintang’ di area subon ‘rawa’ diawali dengan memperhatikan tanda-
atau lebak ‘area yang menyerupai tanda musim madu, seperti berbunganya
kubangan’ tempat kancil minum dan di durion (Durio zibethinus), rambuton
area yang terdapat bekol ‘bekas tapak kaki’ (Nephelium lappaceum), pedero
binatang tersebut. Kedua, jorot sidi (Dimocarpus longan), dan bebuahan
merupakan jerat leher yang diperuntukkan lainnya. Kemudian nyongoi sialong
untuk binatang landok (Hystrix sumatrae) ‘mengecek keberadaan lebah dan madu di
dan kuya (Varanus salvator). Tali pada pohon sialang’. Jika tanda-tanda itu sudah
jerat ini dipasang secara vertikal, hal jelas dan kondisi telah memungkinkan
tersebut dilakukan demikian karena Orang untuk memanen madu maka dibuatlah
Rimba menyesuaikan bentuk tubuh dan perkakas yang mendukung aktivitas
perilaku pergerakan dari binatang tersebut. tersebut, seperti lantok ‘pijakan’ yang
Jerat ini kadang-kadang dipasang secara terbuat dari kayu pisang (Carallia
bekoliling atau beputah-putah ‘berkeliling’ brachiata) digunakan untuk memanjat
mengelilingi pohon, seperti kedundung pohon sialang, geganden ‘palu godam’
kepalo sebodo (Dacryodes rugosa) atau yang terbuat dari akar pohon sungori
potoy (Archidendron clypearia), khususnya (Kompassia malaccensis) yang tidak
untuk binatang landak. Ketiga, pelabuh diperuntukkan dalam ritual kelahiran,untuk
atau jorot tikuy (Rhizomys sumatrensis) memukul lantok, tembelong ‘keranjang
dan tupoy (Tupaia glis). Dikatakan kulit kayu’ yang terbuat dari kulit kayu
pelabuh karena cara kerjanya, berpusat koroi (Aquilaria malaccensis) wadah
pada bagian penempah ‘pemberat’ yang untuk menyimpan sarang lebah,
labuh ‘jatuh’ menimpa tikus atau tupai kemenyang ‘tali pengendali’ yang terbuat
yang masuk dalam perangkap tersebut. dari routon soni dipasang pada wadah
Terkait dengan jumlah jerat ketika tersebut, dan tali hanyot ‘tali utama’ yang
dipasang, hanya jorot kancil dan jorot sidi terbuat dari routon temiyang digunakan
yang jumlahnya lebih dari satu buah untuk mengulur wadah yang berisih sarang
bahkan dapat mencapai puluhan jerat. lebah dari atas pohon sialang. Apabila
Tergantung kebutuhan dan kondisi perkakas telah dibuat maka pemanjatan
lingkungan area di mana jerat tersebut perintis pun dilakukan oleh seorang
39 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

piawang ‘pemanjat sialang’ untuk begitu melimpah. Sementara untuk


memasang lantok, setelah itu pada malam menyebut aktivitas mencari buah yang
harinya ia kembali noek ‘memanjat’ untuk ditujukan pada bebuahan tertentu, Orang
mengambil bidang rapah ‘sarang lebah’ Rimba cukup menambahkan afiks be- pada
yang berisi madu. nama buah yang dimaksud, seperti
Waktu terbaik menurut Orang Rimba betampuy ‘mencari buah tampui
untuk mengambil madu, ketika bokolom (Baccaurea macrocarpa)’, bepedero
‘cahaya bulan tidak terang’ dan sehabis ‘mencari buah pedero (Dimocarpus
hujan. Pada saat seperti itu lebah tidak longan), bebekil ‘mencari buah bekil
begitu agresif sehingga seorang piawang, (Artocarpus anisophyllus), betayoy
hopi ketabunon ‘tidak diserang oleh ‘Mencari buah tayoy (Mangifera foetida),
lebah’. (b) Bebenor mencari benor (Wild dan betebeda ‘mencari buah cempedak
yam) merupakan cara pemenuhan (Artocarpus integer)’. Sebenarnya semua
subsistensi Orang Rimba yang bebuahan yang tumbuh dan berbuah di
sesungguhnya ketika masa paceklik. Jenis bento benuaron memiliki peranan yang
umbi-umbian ini kadang-kadang disebut sama dalam kehidupan Orang Rimba,
oleh Orang Rimba sebagai makonon urang tetapi buah durian memiliki perlakuan
remayow ‘makanan orang susah’. Orang khusus ketimbang buah lainnya, baik
Rimba lazimnya mencari benor di area ketika mulai berbunga hingga memasuki
yang disebut halom belolo ‘area yang masa di mana buahnya matang. Pohon
merupakan padang akar-akaran yang durian pantang untuk noek ‘dipanjat’,
mencuat ke permukaan tanah’ atau di area dokapok ‘dilukai’, dotobong ‘ditebang’
yang sedikit curam dekat sako ‘sungai dan dotohuko ‘dilempar’ buahnya. Jika
sedang’, serta di tebing-tebing dekat aliran ingin menikmati buah durian Orang Rimba
sungoi godong ‘sungai besar’. Aktivitas ini hanya menunggu buah tersebut jatuh yang
dilakukan tidak di segala kondisi, Orang disebabkan oleh puang ‘panas matahari’
Rimba pantang mencari benor ketika hujan yang memanasi tangkai buah pohon
turun sebab kondisi tersebut membuat durian. Ketika musim buah durian tiba
getah benor menimbulkan gatal pada kulit. Orang Rimba mulai membuat ruma do
Beberapa jenis benor yang sering dicari tano ‘rumah di tanah’ di area yang
oleh Orang Rimba, seperti benor godong ditumbuhi pohon durian, kemudian
‘benor berukuran besar’, benor lilin ‘benor bermukim hingga beberapa bulan sampai
panjang berwarna putih’, benor licin musim durian berakhir. Berikut beberapa
‘benor yang berbatang tanpa duri’ dan istilah terkait bedurion ‘mencari buah
benor lebor ‘benor berdaun dan berbuah durian’: (1) Nunggu durion belajor berarti
lebar’. (c) Bekutel merupakan istilah menunggu durian yang belum labuh ‘jatuh
umum untuk aktivitas mencari pelbagai ke tanah’. (2) Duduk betetotor merupakan
macam buah. Musim bebuahan merupakan aktivitas duduk diam, biasanya dilakukan
hal yang paling dinanti oleh Orang Rimba oleh Orang Rimba di sekitar pohon durian,
selain musim madu. Musim buah juga sembari menanti durian jatuh. Sementara
sering disebut dengan petahunon godong istilah jongkok dalam bahasa Rimba
istilah ini mengandung makna, musim di disebut tecangkung. (3) Doingakko sebuah
mana semua jenis buah di seluruh bento aktivitas duduk sambil memperhatikan
benuaron ‘hutan buah’ berbuah matang sekeliling, biasanya dilakukan oleh Orang
dan siap dinikmati secara beramai-ramai. Rimba sambil memperhatikan beberapa
Adapun kebalikan dari petahunon godong pohon durian. (3) Durion labuh sebuah
adalah petahunon meralang merupakan keadaan di mana durian telah jatuh ke
sebuah kondisi di mana bebuahan tidak tanah. Menurut Orang Rimba, kebanyakan
40 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

buah durian jatuh bukan karena hembusan seolah-olah menyentuh babi hutan yang
angin, tetapi karena panas matahari. (4) kurus tak berdaging.
Mutir Durion do tano merupakan aktivitas 5) Kedundung kepalo sebodo (Dacryodes
memungut durian yang telah jatuh ke tanah rugosa) dinamakan demikian karena
dan siap di isi ke dalam ambung ‘wadah aroma dan tekstur buahnya seperti buah
yang terbuat dari anyaman rotan’. kedondong, selain itu bentuk buahnya
menyerupai kepala kura-kura.
Bentuk-bentuk Kearifan Ekologis Sebagaimana kata kepalo yang berarti
Dalam Leksikon Bahasa Rimba Yang kepala dan sebodo yang berarti sejenis
Berkaitan Dengan Penamaan dan kura-kura.
Pemaknaan Flora Dan Fauna. 6) Beronoy (Antidesma Montanum)
bermakna permai, dinamakan demikian
Penamaan merupakan sebuah proses karena pohon tersebut memiliki buah yang
perlambangan suatu konsep untuk berwarna bagus dan enak dipandang.
mengacu pada suatu referen (benda). 7) Brisil tupoy (Pometia pinnata)
Manusia dalam kehidupannya acap kali dinamakan demikian karena kulit pohon
memberikan nama-nama pada suatu benda ini sering dicakar-cakar oleh binatang
yang ada di lingkungan tempatnya tupai.
bermukim. Seperti binatang, pohon, dan 8) Belom (Plaquium hexandrum)
tetumbuhan. Adapun pemaknaan dapat dinamakan demikian karena pohon
diartikan sebagai hakikat atau inti sesuatu tersebut beraroma busuk, sebagaimana
yang bersifat konseptual dan secara kata belom dalam bahasa Rimba yang
linguistik hasil dari pemaknaan itu berarti busuk.
(makna) apa-apa yang diartikan atau 9) Larok malong (Tidak teridentifikasi)
dimaksudkan oleh kita. Berikut uraian dinamakan demikian karena kayu pohon
terkait penamaan dan pemaknaan flora dan tersebut menurut kepercayaan Orang
fauna dalam leksikon bahasa Rimba. Rimba dapat membawa sial. Sebagaimana
kata malong yang berarti bernasib buruk.
Flora 10) Rontoi bantas (Tidak teridentifikasi)
merupakan jenis tumbuhan yang
1) Abong Pucuk (Aglaia grandis) pohon digunakan untuk obat mulas. Dinamakan
ini dinamakan demikian karena pada demikian karena tekstrurnya lembut.
pucuknya atau puncak pohon tersebut 11) Ukar kelekatai (Tidak teridentifikasi)
berwarna abong ‘merah’. merupakan jenis tumbuhan yang
2) Tukakon (Antrhocarpus anisophillus) digunakan untuk mengobati diare.
dinamakan demikian karena buah pohon Dinamakan demikian karena tumbuhan
tersebut ketika hendak dimakan dotukak tersebut berbulu.
‘dikupas’. Tanpa melewati proses yang 12) Pelekupon Mungsong (Tidak
panjang. teridentifikasi) dinamakan demikian
3) Beluluk (Diospyros sp) merupakan karena buah tumbuhan tersebut sering
pohon berkulit tebal, ketika ditebang dimakan oleh binatang musang.
kulitnya luluk ‘luruh’ atau berjatuhan ke 13) Doun semasom (Tidak
tanah sehingga dinamakan demikian. teridentifikasi) dinamakan demikian
4) Beby kuruy (Litsea elliptica) karena buahnya sangat asam, sebagaimana
dinamakan demikian karena permukaan kata semasom yang bermakna asam.
pohon tersebut berwarna gelap dan 14) Goam godong (Tidak teridentifikasi)
bololorung ‘tidak rata’ ketika disentuh dinamakan demikian karena akar
41 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

tumbuhan tersebut berukuran besar, herong ‘arang’ dan dedo ‘dada’ atau
sebagaimana kata godong berarti besar. bagian bawah tempurung kura-kura.
15) Bengkuang kilat (Tidak 8) Pato dedo (Tidak teridentifikasi)
teridentifikasi) merupakan jenis pandan, dinamakan demikian karena bagian bawah
dinamakan demikian karena bagian bawah tempurungnya membentuk pola patahan,
daunnya berwarna merah mengkilap. seperti dada yang patah.
Menyerupai cahaya kilat yang berkilau. 9) Pecekang (Tidak teridentifikasi)
merupakan spesies katak, dinamakan
Fauna demikian karena katak tersebut ketika
berbunyi seolah-olah menyebut namanya.
1) Merego (Panthera tigris sumatrae) 10) Kereroa (Tidak teridentifikasi)
merupakan spesies harimau, kata merego merupakan spesies kodok, dinamakan
bermakna sulit diprediksi, seperti sifat demikian karena ketika berbunyi seperti
binatang tersebut yang sulit ditebak menyebut namanya ‘oa, oa’.
keberadaannya. 11) Goang (Tidak teridentifikasi)
2) Kukuy mabuk (Mephitidae) merupakan spesies kodok, dinamakan
dinamakan kukuy mabuk karena gas yang demikian karena bunyinya ‘goang, goang’.
keluar dari anus binatang tersebut berbau 12) Bertung padi (Tidak teridentifikasi)
busuk. Sehingga orang yang merupakan spesies kodok kecil yang
menghirupnya merasa pusing seperti orang berkerabat dengan spesies Kaloula
mabuk. baleata. Dinamakan demikian karena
3) Ulor gerom (Naja sumatrana) selalu muncul pada musim bertanam padi
merupakan jenis ular kobra, dinamakan 13) Mangki (Tidak teridentifikasi)
ulor gerom karena menurut Orang Rimba dinamakan demikian karena katak tersebut
daging ular tersebut berasa asin meskipun bertubuh besar menyerupai raksasa.
tanpa diberi garam ketika dikonsumsi. 14) Brerenget (Tidak teridentifikasi)
4) Kukulum (Cuora amboinensis) dinamakan demikian karena ikan tersebut
merupakan jenis kura-kura, dinamakan sering berbunyi ‘bre, nget’.
demikian karena kura-kura tersebut 15) Katok tungku (Tidak Teridentifikasi)
memiliki ciri kadang-kadang dinamakan demikian karena katak tersebut
mengeluarkan kepalanya dan terkadang hanya tecangkung ‘diam di tempat’
pula menyembunyikan kepalanya rapat- meskipun ada manusia yang mendekat ke
rapat atau dalam bahasa Rimba disebut habitatnya, katak tersebut tidak lari atau
kulum. menyingkir. Diibaratkan tungku api
5) Pangkak (Tidak teridentifikasi) pembakaran yang tidak akan kemana-
merupakan spesies kura-kura, dinamakan mana.
demikian karena kura-kura tersebut mirip
bejuku ‘jenis kura-kura’ yang dapat hidup KESIMPULAN
di dua alam.
6) Hahanget (Tidak teridentifikasi) Ruang hidup Orang Rimba berupa
dinamakan demikian karena kura-kura ekosistem hutan hujan tropis di Kawasan
tersebut berbau sangat anyir, sebagaimana Hutan Bukit Duabelas, memicu munculnya
kata hanget yang berarti bau. beragam bentuk kearifan ekologis yang
7) Herong dedo (Tidak teridentifikasi) dikodekan dalam wujud leksikon-leksikon
dinamakan demikian karena bagian bahasa Rimba, seperti leksikon tentang
plastronnya berwarna hitam seperti arang ekosistem hutan yang memunculkan
sisa pembakaran. Sebagaimana kata leksikon yang terkait dengan jenis-jenis
hujan dan Pengklasifikasian Kawasan
42 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 1, Juni 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294

Hutan. Di tengah laju deforestasi yang Inglis, J. T. 1993. Traditional Ecological


akut Orang Rimba tetap mempertahankan Knowledge Concepts And Cases.
identitasnya dengan menjaga dan Ottawa: IDRC.
memanfaatkan sumber daya hutan yang Majid, A. Wahab & Umarrudin. 1993.
tersisa. Begitu bervariasinya kondisi Hubungan Hukum Adat Dengan
ekosistem hutan sehingga Status Tanah Dan Hutan Bagi
menumbuhkembangkan berbagai bentuk Masyarakat Suku Anak Dalam
aktivitas pemenuhan subsistensi yaitu: Provinsi Jambi. Makalah Seminar.
behuma ‘berladang’, beburu ‘berburu’, Lembaga Adat Provinsi Jambi.
Ngambek maney rapah do sialong Majid, A. Wahab dan Umarrudin. 1993.
‘mengambil madu di pohon sialang’, Hubungan Hukum Adat Dengan
bebenor ‘mencari umbi-umbian’, dan Status Tanah dan Hutan Bagi
bekutel ‘mencari buah-buahan’. Selain itu Masyarakat Suku Anak Dalam
kunikan ekosistem hutan juga melahirkan Provinsi Jambi. Makalah Seminar.
kebudayaan yang menonjol berupa bentuk Lembaga Adat Provinsi Jambi.
non-materil dalam hal ini berupa ide-ide Prasetijo, A. 2011. Serah Jajah dan
atau sistem pengetahuan tradisional yang Perlawanan yang Tersisah Etnografi
kemudian menjadi ciri khas dari Orang Orang Rimba. Jakarta: Penerbit
Rimba. Hal tersebut berupa penamaan dan Wedatama Widya Sastra.
pemaknaan terhadap keanekaragaman Rokhdian, D. 2012. Alim Rajo Disembah
flora dan fauna dari 15 flora yang Piado Alim Rajo Disanggah: Ragam
diuraikan asal usul nama dan maknanya, 7 Bentuk Perlawanan Orang Rimba
di antaranya belum teridentifikasi nama Makekal Hulu. Tesis. Depok:
ilmiahnya, begitu pun dengan fauna dari Universitas Indonesia.
15 yang diuraikan, 11 di antaranya belum Spradley, J. P. 2006. Metode Etnografi.
juga teridentifikasi. Yogyakarta: Tri Wacana.
Usman, M. 2010. Etnoekologi Linguistik
DAFTAR PUSTAKA (Ekolinguistik) Suatu Paradigma
Pengembangan Terpadu Bahasa,
Bellwood, P. 2000. Prasejarah Kepulauan Pengetahuan, dan Lingkungan. Pidato
Indo-Malaysia Edisi Revisi. Pengukuhan Guru Besar. Makassar:
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Universitas Hasanuddin.
Fill, A. dan Mühlhäusler. 2001. The
Ecolinguistics Reader Language,
Ecology and Environment. London
and New York: Continum.
Gising, B. 2010. Kearifan Ekologis Tu
Kajang Dalam Pengelolaan Hutan
Adat Lestari Di Wilayah Adat
Kajang Kabupaten Bulukumba.
Disertasi. Makassar: Universitas
Hasanuddin.

Das könnte Ihnen auch gefallen