Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
SRI WINDARWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Sri Windarwati
NRP : F351074011
ABSTRACT
SRI WINDARWATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. Prof. Dr. Fransisca R. Zakaria, M.Sc.
Ketua Anggota
Diketahui
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga tugas akhir penelitian yang
berjudul: “Pemanfaatan Fraksi Aktif Ekstrak Tanaman Jarak Pagar
(Jatropha curcas Linn.) sebagai Zat Antimikroba dan Antioksidan dalam
Sediaan Kosmetik” dapat diselesaikan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pelaksanaan penelitian dan penyusunan thesis
tidak mungkin selesai tanpa peran serta berbagai pihak yang telah membantu.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. selaku Ketua Komisi
Pembimbing dan Prof. Dr. Fransisca R. Zakaria, M.Sc selaku Anggota Komisi
Pembimbing atas bimbingan dan arahannya; Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku
dosen penguji atas arahan dan masukannya, teman-teman seperjuangan di SBRC
LPPM IPB atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian, staf
dan laboran di Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB serta
rekan-rekan di Departemen Teknologi Industri Pertanian angkatan 2007 dan 2008.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ecoscience Investments
dan SBRC LPPM IPB atas kesempatan beasiswa yang diberikan. Ucapan terima
kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, Kakak dan Adik-
Adik dan seluruh keluarga atas segala dukungan dan doanya.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan agar
dapat memberikan informasi dalam pengembangan karya tulis ini lebih lanjut.
Sri Windarwati
iv
v
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN…. ............................................................................. 1
1.1 Latar belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 3
Halaman
3.4.6 Uji alergenitas ekstrak jarak pagar ........................................ 35
3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................ 37
3.6 Hipotesis Penelitian.......................................................................... 38
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi kimia kernel dan cangkang biji jarak pagar ................................ 7
2. Kandungan phorbol ester pada beberapa bagian tanaman jarak pagar ......... 10
3. Tingkat kepolaran beberapa jenis pelarut ..................................................... 15
4. Klasifikasi potensi iritasi kulit ...................................................................... 21
5. Evaluasi reaksi kulit metode Draize .............................................................. 35
6. Hasil analisa proksimat bahan baku penelitian ............................................. 40
7. Rendemen proses ekstraksi ........................................................................... 42
8. Persentase fraksi-fraksi pelarut dari ekstrak ................................................. 43
9. Rendemen ekstrak dan fraksi ekstrak jarak pagar ......................................... 44
10. Kandungan ester forbol ekstrak dan fraksi ekstrak ....................................... 56
11. Pemilihan ekstrak sebagai zat antioksidan .................................................... 58
12. Identifikasi senyawa kimia fraksi metanol ekstrak daun jarak pagar ........... 59
13. Pemilihan ekstrak sebagai zat antimikroba ................................................... 62
14. Identifikasi senyawa kimia fraksi etil asetat ekstrak daun jarak pagar ......... 62
15. Bahan pembuatan krim beserta fungsinya .................................................... 65
16. Formula penambahan fraksi aktif terpilih dalam produk krim ..................... 66
17. Nilai cemaran mikroba pada formula produk krim ....................................... 71
18. Pengaruh suhu penambahan ekstrak terhadap karakteristik krim ................. 74
19. Formula produk krim dengan penambahan ekstrak jarak pagar ................... 75
20. Hasil Primary Skin Irritation Testing ........................................................... 79
x
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tanaman dan bagian tanaman jarak pagar .................................................... 6
2. Struktur tetradecanoyl phorbol-13-acetate (TPA) ......................................... 9
3. Respon peradangan dari senyawa ester forbol ............................................. 11
4. Mekanisme alergi .......................................................................................... 26
5. Diagram alir kegiatan penelitian ................................................................... 31
6. Diagram alir pembuatan produk hand and body cream ................................ 34
7. Daun, bungkil biji dan batang tanaman jarak pagar ...................................... 39
8. Fraksi metanol daun, bungkil dan kulit batang jarak pagar .......................... 45
9. Diameter zona penghambatan ekstrak dan fraksi ekstrak jarak pagar
terhadap Bakteri S. aureus ............................................................................ 46
10. Aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak daun, bungkil dan kulit
batang jarak pagar ......................................................................................... 50
11. Total fenol ekstrak dan fraksi ekstrak jarak pagar ........................................ 54
12. Struktur senyawa yang teridentifikasi pada fraksi metanol daun jarak......... 59
13. Perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak terpilih dengan BHT ................ 61
14. Struktur senyawa yang teridentifikasi pada fraksi etil asetat daun jarak ...... 64
15. Produk krim hasil formulasi dengan fraksi ektrak jarak pagar ..................... 67
16. Histogram pengaruh formulasi produk krim terhadap nilai pH .................... 68
17. Histogram pengaruh formulasi produk krim terhadap total mikroba............ 70
18. Histogram pengaruh formulasi ekstrak terhadap aktivitas antioksidan krim 73
19. Produk krim dengan perbedaan suhu penambahan ekstrak .......................... 74
20. Histogram pengaruh formulasi ekstrak jarak terhadap aktivitas antioksidan
krim ............................................................................................................... 76
21. Histogram pengaruh formulasi ekstrak jarak terhadap total mikroba ........... 77
22. Produk krim yang terkontaminasi mikroorganisme ...................................... 77
23. Hasil deteksi IgE dalam serum darah subyek ............................................... 82
24. Hasil ELISA penentuan alergenitas ekstrak jarak pagar ............................... 83
xii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur analisa bahan baku ......................................................................... 95
2. Prosedur analisa ekstrak dan fraksi ekstrak .................................................. 97
3. Prosedur analisis produk krim ....................................................................... 100
4. Data proses pemisahan partisi pelarut ........................................................... 101
5. Data hasil analisa ekstrak dan fraksi ekstrak................................................. 102
6. Kurva standar uji total fenol.......................................................................... 105
7. Analisis ragam untuk uji aktivitas antimikroba fraksi ekstrak ...................... 106
8. Analisis ragam untuk uji aktivitas antioksidan fraksi ekstrak ....................... 107
9. Analisis ragam untuk total fenol fraksi ekstrak............................................. 108
10. Kromatogram HPLC analisa ester forbol ...................................................... 109
11. Analisis ragam untuk pemilihan ekstrak sebagai zat antioksidan ................. 112
12. Analisis ragam untuk rendemen fraksi ekstrak ............................................. 113
13. Kromatogram komposisi kimia fraksi ekstrak terpilih dengan GCMS......... 114
14. Data hasil pengamatan uji tingkat iritasi kulit .............................................. 116
15. Hasil hasil pengamatan uji sifat alergi dengan ELISA ................................. 117
xiv
xv
I. PENDAHULUAN
pengujian aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol, metanol dan ekstrak air kulit
batang jarak pagar. Kemampuan ekstrak kasar dalam menghambat pertumbuhan
bakteri dan kapang merupakan indikasi adanya potensi yang besar sebagai produk
antimikroba. Pase (2009) melakukan pengujian aktivitas antimikroba dari sabun
transparan dan sabun opaque berbahan baku minyak jarak pagar. Adanya aktivitas
antimikroba pada sabun jarak membuka peluang untuk pengembangan sabun
kesehatan alami. Produk lain seperti antioksidan juga dapat dikembangkan dari
jarak pagar. Diwani et al. (2009) mendapatkan bahwa ekstrak metanol dari akar
tanaman jarak pagar menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi yang dapat
meningkatkan stabilitas oksidasi dari minyak dan biodiesel jarak pagar, jelantah
dan minyak zaitun.
Dalam pengembangan produk-produk turunan senyawa aktif, beberapa
negara telah mengembangkan beberapa produk seperti antibiotik, biopestisida,
anti virus dan anti fungi serta isolat protein dari jarak pagar. Berkaitan dengan
pengembangan jarak pagar di Indonesia sebagai bahan baku BBN, maka potensi
senyawa aktif pada jarak pagar perlu mendapatkan perhatian karena berpotensi
untuk menghasilkan produk-produk yang bermanfaat bagi manusia.
Kajian mengenai aktivitas antimikroba dan antioksidan ekstrak kasar
tanaman jarak pagar yang meliputi bagian batang dan daun, kulit buah serta biji
jarak dengan 3 jenis pelarut yaitu metanol, heksan dan etil asetat telah dilakukan.
Hasil uji antioksidan menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan terbesar terdapat
pada sampel ekstrak metanol biji jarak. Hasil uji antimikroba dengan metode
difusi sumur terhadap bakteri uji E.coli dan S. aureus menunjukkan bahwa sampel
yang memiliki aktivitas antimikroba dengan diameter penghambatan 6 mm
antara lain ekstrak biji jarak dengan pelarut metanol dan heksan, ekstrak batang +
daun jarak dengan pelarut metanol dan heksan serta ekstrak kulit buah jarak
dengan pelarut metanol. Ekstrak biji jarak pagar dengan pelarut metanol memiliki
diameter hambat terbesar yaitu 11,9 mm terhadap bakteri E. coli dan 14,83 mm
terhadap bakteri S. aureus (Nurmillah 2009).
Ekstrak tersebut masih berupa ekstrak kasar, untuk mendapatkan aktivitas
biokimia yang lebih tinggi serta untuk mendukung pemanfaatannya dalam produk
turunan, maka perlu dilakukan proses pemurnian untuk memperoleh fraksi aktif
3
dari ekstrak tanaman jarak pagar, yang potensial sebagai agen antimikroba dan
antioksidan. Untuk mengetahui efektivitasnya dalam bentuk sediaan kosmetik
maka perlu dilakukan uji coba pemanfaatan fraksi aktif ekstrak jarak pagar dalam
formula hand & body cream.
1.4 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan produk bioaktif berbasis
senyawa aktif ekstrak tanaman jarak pagar. Secara khusus, tujuan penelitian
adalah:
a. Mendapatkan fraksi aktif ekstrak tanaman jarak pagar sebagai zat
antimikroba dan antioksidan.
b. Identifikasi senyawa kimia yang terdapat pada fraksi aktif ekstrak tanaman
jarak pagar yang diperoleh.
c. Mendapatkan produk sediaan kosmetik yang memanfaatkan fraksi aktif
ekstrak tanaman jarak pagar.
d. Mendapatkan informasi toksisitas kulit dari fraksi aktif ekstrak jarak pagar
dan produk sediaan kosmetik yang dihasilkan (hand& body cream).
e. Mendapatkan informasi sifat alergenitas dari ekstrak jarak pagar.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Bunga
Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk
malai, berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal dan berumah satu
(putik dan benang sari dalam satu tanaman). Bunga betina 4-5 kali lebih
banyak dari bunga jantan. Bunga jantan maupun bunga betina tersusun
dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau
ketiak daun. Bunganya mempunyai 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan
panjang kurang lebih 4 mm. Benang sari mengumpul pada pangkal dan
berwarna kuning. Tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik
6
2.1.3. Buah
Buah tanaman jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat
telur dengan diameter 2-4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar
1 cm. Buah berwarna hijau ketika muda dan berubah menjadi hijau
kekuningan dan coklat atau kehitaman ketika masak. Buah jarak terbagi
menjadi 3 ruang, masing-masing ruang berisi satu biji sehingga dalam
setiap buah terdapat 3 biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna
cokelat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan
rendemen sekitar 35-45% dan beracun.
daging buah mengandung protein 27-32% dan minyak 58-60%. Makkar et al.
(1998) melaporkan adanya total fenol serta tannin pada kernel dan cangkang biji
beberapa varietas jarak pagar (Cape verde, Nicaragua, Ife-Nigeria). Pada bungkil
jarak pagar (meal) ditemukan adanya aktivitas tripsin inhibitor, lektin, saponin,
juga phytat, sedangkan ester forbol ditemukan pada bagian kernel jarak. Senyawa
curcin dan ester forbol yang merupakan senyawa racun dan antinutrisi paling
banyak ditemukan pada bagian biji.
Komponen toksik utama pada bungkil jarak adalah hemaglutinin bernama
curcin. Curcin menghambat sintesis protein in vitro. Senyawa toksik lain adalah
lektin (51-102 mg bungkil/ml uji produksi hemaglutinasi), fitat (8.9-10.1%),
saponin (2.0-3.4% ekuivalen diosgenin) dan inhibitor tripsin (21.1-26.5 mg tripsin
dihambat/gram bungkil kering). Penelitian terhadap berbagai varietas jarak di
Meksiko menunjukkan kandungan tripsin inhibitor 33.1-36.4 mg tripsin/gram
bungkil kering, fitat 8.5-9.3% ekuivalen asam fitat, saponin 2.1-2.9% dan lektin
0.35-1.46 mg/ml sampel dibutuhkan untuk aglutinasi (Martinez-Herrera et al.
2006).
Menurut Aregheore et al. (2003) komponen toksik dan iritan pada biji jarak
adalah β-D-glycoside dari sitosterol, curcin (lektin), flavonoid vitexin, isovitexin
dan 12-deoxyl-16-hydroxyphorbol (ester forbol). Lektin dan inhibitor tripsin
dapat dikurangi dengan pemanasan 121oC, 25 menit (Aderibigbe et al. 1997), fitat
sedikit berkurang dengan iradiasi 10 kGy, sementara ester forbol bersifat stabil
dan tahan terhadap suhu penyangraian sampai 160oC, 30 menit, akan tetapi
perlakuan kimia dapat mengurangi kandungannya (Makkar dan Becker 1997).
Ester forbol merupakan ester dari tiglian diterpen. Komponen penting dari
kelompok senyawa ini adalah tiglian, suatu diterpen tetrasiklik yang memiliki
gugus alkohol. Hidroksilasi senyawa ini dengan berbagai posisi dan jenis asam
melalui ikatan ester menghasilkan sejumlah besar senyawa yang disebut ester
forbol (Goel et al. 2007) (Gambar 2). Terdapat dua kelompok forbol yaitu α dan β
yang dibedakan berdasarkan gugus OH pada cincin C. Yang termasuk β phorbol
aktif yaitu TPA (4ß-12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate) dan PDBU (4ß-
phorbol-12,13-dibutyrate).
9
Tiglian Forbol
Ester forbol telah diidentifikasi sebagai senyawa racun utama pada jarak
pagar. Kandungan ester forbol pada biji dan kernel jarak pagar sangat dipengaruhi
oleh varietas. Makkar et al. (1998) malaporkan kandungan ester forbol untuk
empat varietas jarak pagar yang berbeda. Varietas toksik Cape Verde yang
diperoleh dari Nicaragua mengandung ester forbol paling tinggi yaitu 2.7 mg/g
kernel, sedangkan varietas non toksik Mexico paling rendah yaitu 0.11 mg/g
kernel. Makkar et al. (1998) juga menemukan bahwa biji dari buah muda (belum
matang) mengandung senyawa ester forbol yang lebih tinggi.
Senyawa ester forbol secara alami ditemukan pada tanaman famili
Euphorbiaceae dan Thymelaeaceae. Beberapa tanaman yang dilaporkan
mengandung senyawa toksik ester forbol adalah Sapium indicum, S. japonicum,
10
Tabel 2 Kandungan ester forbol pada beberapa bagian tanaman jarak pagar
Bagian tanaman Ester forbol (mg/g sampel kering)*
Kernel 2,00 – 6,00
Daun 1,83 – 2,75
Batang 0,78 – 0,99
Bunga 1,39 – 1,83
Bud (tunas) 1,18 – 2,10
Akar 0,55
Getah tidak terdeteksi
Kulit (bagian luar, coklat) 0,39
Kulit (bagian dalam, hijau) 3,08
Kayu 0,09
* equivalent dengan phorbol 12 myristate 13 acetate
Sumber : Makkar dan Becker (2009)
Selain cara fisik dan kimia, penggunaan larva Hyles euphorbiae dapat
memetabolisme 70-90% ester forbol (Hundsdoerfer et al. 2005). Selain itu enzim
liver carboxylesterase dari tikus juga dapat mendetoksifikasi senyawa forbol
(Mentlein 1986).
Selain memiliki efek negatif pada manusia dan hewan, senyawa ester forbol
juga memiliki sifat-sifat yang bermanfaat. Beberapa senyawa forbol alami mampu
menghambat tumor, menghambat replikasi virus (HIV) dan memiliki aktivitas
antileukemic yang potensial sebagai obat kanker darah. Dilaporkan bahwa TPA
merupakan satu-satunya penghambat potensial HIV-1 yang diinduksi CPEs
(cytopathic effects ) dengan nilai IC100 0.48 ng/ml. TPA juga dapat menghasilkan
perubahan struktur pada parasit Leishmania amazonensis pada konsentrasi 20
ng/ml (Chan-Bacab dan Pe˜na-Rodr´ıguez 2001).
Senyawa ester forbol bertanggung jawab terhadap reaksi iritasi kulit,
inflamasi (peradangan) dan pembentukan tumor. Mekanisme peradangan yang
disebabkan oleh senyawa ester forbol disajikan pada Gambar 3.
Ester forbol
Pelepasan histamin
Bengkak, panas,
Rasa sakit
kemerahan
diikuti dengan pelepasan plasma yang bisa mengakibatkan tumor, kemerahan dan
rasa panas. Aktivasi integrin pada leukosit menyebabkan migrasi sel
transendotelial, sedangkan pelepasan interleukin (IL-2) menyebabkan ekspansi
klonal. Adapun pelepasan protease, sitokin dan aktivasi NADPH oksidase
menyebabkan kerusakan jaringan yang akhirnya menyebabkan rasa sakit (Goel et
al. 2007).
Sebagai promotor tumor, senyawa ester forbol sendiri tidak menyebabkan
tumor, akan tetapi memicu pertumbuhan tumor bagi sel/jaringan yang telah
terpapar dengan senyawa karsinogen pada dosis tertentu ataupun yang telah
mengalami mutasi. Dengan kata lain senyawa ester forbol merupakan ko-
karsinogen. Sifat ko-karsinogen ini menjadi jelas dengan adanya penelitian
Berenblum (1941), diacu dalam Goel et al. (2007), yang mendapatkan bahwa
minyak croton (Croton tiglium) dapat meningkatkan pembentukan tumor ketika
diaplikasikan pada kulit tikus bersamaan ataupun terpisah dengan aplikasi dosis
subefektif karsinogen hydrocarbon 3,4-bezpyrene. Lebih lanjut, Berebblum and
Shubik (1947), diacu dalam Goel et al. (2007) mendapatkan bahwa peningkatan
produksi tumor hanya terlihat ketika minyak croton diaplikasikan setelah aplikasi
karsinogen, bukan sebelumnya.
(C10) hingga delapan unit (C40). Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa
mulai dari komponen minyak atsiri yaitu monoterpen dan seskuiterpen yang
mudah menguap (C10 dan C15), diterpen yang lebih sukar menguap (C20) sampai
ke senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid dan sterol (C30) serta pigmen
karotenoid (C40) (Harborne 1999).
Sifat umum senyawa terpenoid adalah larut dalam lemak, dan pada
tanaman sebagian besar terdapat pada bagian sitoplasma sel, sebagian kecil
terdapat dalam sel kelenjar khusus permukaan daun, daun dan daun bunga.
Ekstraksi terpenoid dari jaringan tanaman dilakukan menggunakan eter minyak
bumi, eter atau kloroform serta dapat dipisahkan secara kromatografi
menggunakan pelarut-pelarut tersebut. Senyawa terpenoid umumnya tidak
berwarna kecuali senyawa karotenoid (Harborne 1987).
Salah satu golongan terpenoid yang berpotensi sebagai antimikroba adalah
triterpenoid. Triterpenoid termasuk senyawa yang merupakan komponen aktif
dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit gangguan kulit,
berfungsi sebagai antifungi, insektisida, antibakteri atau virus (Robinson 1995).
Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa
yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (Harborne
1987).
Senyawa triterpenoid yang terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi adalah
fitosterol yang terdiri dari sitosterol ( - sitosterol), stigmasterol, dan kampesterol.
Steroid merupakan golongan dari senyawa triterpenoid (Harborne 1987). Steroid
alami berasal dari berbagai transformasi kimia dua triterpen yaitu lanosterol dan
sikloartenol. Pada umumnya, steroid tumbuhan berasal dari sikloartenol. Senyawa
steroid dapat digunakan sebagai dasar untuk pembuatan obat.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang dihasilkan dari grup
steroid atau triterpen yang berikatan dengan gula, senyawa ini memiliki pengaruh
biologis yang menguntungkan yaitu bersifat sebagai hipokolesterolemik dan
antikarsinogen serta dapat meningkatkan sistem imun (Meskin et al. 2002).
Saponin menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dengan cara
berinteraksi dengan membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah
pelepasan protein dan enzim dari dalam sel (Zablotowicz et al. 1996).
14
atau subkronik, dan kronik. Pengujian toksisitas khusus meliputi uji potensiasi,
karsinogenik, mutagenik, teratogenik dan reproduksi serta toksisitas kulit dan
mata serta perilaku (Loomis 1978).
Uji toksisitas akut yang berhubungan dengan kulit (acute dermal toxicity
testing) dirancang untuk menyediakan informasi mengenai efek-efek lokal,
terutama iritasi dan korosi pada kulit (Barile 2007). Metode umum yang
digunakan adalah Draize Skin Test. Draize skin test pertama kali dipublikasikan
oleh Draize et al. (1944) yang merupakan kajian kuantitatif iritasi kulit sebagai
panduan untuk keamanan produk. Draize et al. (1944) mendefinisikan iritant lokal
utama sebagai senyawa yang menghasilkan reaksi radang kulit. Proses peradangan
yang tergolong sebagai iritasi kulit dicirikan dengan adanya edema (akumulasi
cairan di bawah kulit dan ruang interstisial) dan erythema (kemerahan kulit akibat
peningkatan aliran darah lokal).
Kajian iritasi kulit dirancang untuk meniru pemaparan pada manusia dan
biasa dilakukan pada kelinci. Uji ini dilakukan untuk mendapatkan nilai indek
iritasi kulit/PDII (Primary Dermal Irritation Index) dari suatu bahan. Klasifikasi
potensi iritasi kulit disajikan pada Tabel 4 berikut.
Yang termasuk uji invitro antara lain pengukuran total IgE serum, IgE
spesifik alergen, pengukuran total eosinofil darah, level triptase sel mastosit,
pelepasan histamin dll. Pengukuran IgE spesifik umum dilakukan untuk
mengkonfirmasi status alergi dan mengidentifikasi alergen tertentu.
IgE merupakan salah satu jenis dari lima kelompok antibodi yang
diproduksi manusia (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE). Menurut Baratawidjaja (2006)
IgE memiliki sifat utama dalam pengerahan agen antimikroba dan berperan pada
gejala alergi atopi. IgE mudah diikat sel mastosit, basofil dan eusinofil karena
pada permukaanya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. Dalam keadaan
normal IgE terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah pada serum yaitu 17-
450 nm/ml dan hanya sebagian kecil dari sel plasma dalam tubuh yang
membentuknya (Roitt 1990).
IgE berperan dalam reaksi alergi. Hawrylowicz dan O’Garra (2005)
menggambarkan mekanisme alergi sebagai berikut. Ketika seseorang terpapar
dengan alergen untuk pertama kalinya, maka IgE yang spesifik terhadap alergen
tersebut akan diproduksi oleh sel B dengan bantuan sel T. IgE tersebut terikat
pada sel mastosit dan basofil karena pada sel-sel tersebut terdapat reseptor untuk
fraksi Fc dari IgE. Pada pemaparan selanjutnya, alergen akan berikatan dengan
IgE yang menyebabkan cross linking dari dua molekul IgE yang berdekatan.
Adanya pengikatan dengan allergen/antigen ini menyebabkan degranulasi sel
basofil dan sel mastosit yang akan melepaskan histamin dan mediator lain seperti
leukotrien, sitokin dan faktor kemotaksis yang dapat menyebabkan perubahan
permeabilitas vaskular, kontraksi otot polos dan produksi lendir (Gambar 4).
26
pada siang hari dan berfungsi untuk memberikan kelembutan dan kesan dingin di
kulit, cream dasar bedak yang dapat membantu agar bedak tidak mudah luntur,
cream tangan dan badan untuk mencegah kekeringan pada kulit serta cream
pembersih untuk membersihkan atau menghapus kotoran dari wajah yang
disebabkan oleh debu ataupun sisa tata rias. Menurut Mitsui (1997), cream
berfungsi melindungi kulit dari perubahan cuaca, radiasi ultraviolet dan membuat
kulit tampak indah dan sehat. Untuk melindungi kulit dari radiasi ultraviolet
dikenal sunscreen cream (krim tabir surya).
Sebagaimana produk lotion, produk krim juga disusun oleh komponen-
komponen emulsifier (pengemulsi), humektan, emolien, bahan aktif, dan air.
Komponen bahan pengawet dan pewangi juga penting untuk ditambahkan, namun
harus stabil pada suhu, pencahayaan dan kelembaban. Penambahan bahan
pengawet pada skin lotion adalah sebesar 0.1-0.2% (Schmitt 1996). Pengawet
yang digunakan sebagai tambahan pada produk menyebabkan mikroba tidak dapat
tumbuh karena memiliki sifat antimikroba. Pengawet juga harus ditambahkan
pada suhu yang tepat pada saat pembuatan, yaitu antara 35-45oC agar tidak
merusak bahan aktif dalam pengawet tersebut. Pengawet yang baik memiliki
persyaratan yaitu efektif mencegah tumbuhnya berbagai macam mikroorganisme
yang menyebabkan penguraian bahan, dapat larut dalam berbagai konsentrasi
yang digunakan dan tidak menimbulkan bahaya (racun) secara internal dan
eksternal pada kulit.
Menurut O’Lenick dan Siltech (2010), pengawet pada kosmetik
ditambahkan dengan dua tujuan. Pertama untuk menghentikan mikroba yang
menyebabkan kerusakan produk, dan kedua adalah menghentikan pertumbuhan
mikroba yang dapat menyebabkan penyakit. Mikroba yang dapat menginfeksi
formula produk meliputi bakteri, jamur dan khamir. Bakteri seperti Psedomonas
dapat menyebabkan semua jenis masalah kesehatan seperti infeksi mata dan kulit.
Khamir Candida albicans dapat menyebabkan sariawan dan beberapa bakteri
menyebabkan produk menjadi berbau busuk, dan warna berubah atau dengan kata
lain terjadi kerusakan produk. Beberapa jenis pengawet yang umum digunakan
pada produk kosmetik antara lain: paraben, donor formaldehyde, turunan fenol,
quats, alkohol, isothiazolones, asam organik dan lain-lain.
28
III. BAHAN DAN METODE
Perajangan
Pengeringan
Penggilingan
Ekstrak kasar
Heksan
Etil asetat Fraksinasi (partisi pelarut)
Metanol dan air
Fraksi ekstrak
Fraksi ekstrak
Uji toksisitas kulit
terpilih
Produk krim
pengepresan biji jarak langsung digiling karena sudah dalam keadaan kering.
Sampel serbuk kering dikemas dalam kantong plastik dan disimpan dalam
freezer sebelum proses ekstraksi. Karakterisasi yang dilakukan terhadap sampel
serbuk kering sebelum digunakan dalam penelitian meliputi analisa kadar air,
kadar abu dan kadar lemak. Prosedur analisa proksimat sampel jarak pagar
disajikan pada Lampiran 1.
setelah proses partisi pelarut etil asetat dipisahkan sebagai fraksi metanol air.
Masing-masing fraksi yang diperoleh dipisahkan pelarutnya menggunakan
rotary evaporator pada suhu 50oC hingga diperoleh ekstrak kental dan
dikeringkan dengan pengeringan beku selama 24 jam hingga diperoleh fraksi
ekstrak. Perhitungan rendemen proses ekstraksi dan persentase fraksi pelarut
adalah sebagai berikut:
Pengadukan dan
Adonan A Pemanasan 45oC
pencampuran
Zat antimikroba,
Pengadukan suhu 40oC
zat antioksidan
Homogenisasi
perban dan dilekatkan menggunakan perekat. Sekitar 24, 48 dan 72 jam setelah
aplikasi, kulit kelinci diamati tanda-tanda iritasi dan dilakukan pemberian skor
dari eritema dan edema yang terbentuk berdasarkan Metode Draize (Tabel 5)
(Draize et al. 1944). Sebagai kontrol positif digunakan surfaktan SDS (Sodium
Dodecyl Sulfate) dengan konsentrasi 20%.
Tabel 5 Evaluasi reaksi kulit Metode Draize
No Reaksi Kulit Skor
1 Eritema dan Pembentukan Kerak
Tanpa eritema 0
Eritema sangat sedikit (hampir tidak nampak) 1
Eritema berbatas jelas 2
Eritema moderat sampai berat 3
Eritema berat (merat bit) sampai sedikit membentuk 4
kerak (luka dalam)
Total Skor Eritema yang mungkin 4
2 Pembentuka edema
Tanpa edema 0
Edema sangat sedikit (hampir tidak nampak) 1
Edema sedikit (tepi daerah berbatas jelas) 2
Edema moderat (tepi naik kira-kira 1 mm) 3
Edema berat (naik lebih dari 1 mmdan meluas keluar 4
daerah pajanan)
Total skor edema yang mungkin 4
Respon reaksi kulit = Jumlah maksimal skor eritema dan pembentukan kerak +
jumlah maksimal skor edema/Jumlah kelinci
statistik terhadap data aktivitas antimikroba, aktivitas antioksidan, total fenol serta
rendemen ekstrak. Analisis statistik menggunakan Rancangan Petak Terbagi
dengan petak utama disusun secara acak lengkap (Steel dan Torrie 1995). Faktor
utama adalah bagian tanaman yang terdiri dari 3 perlakuan (daun, bungkil, kulit
batang), sedangkan anak petak adalah jenis ekstrak (ekstrak kasar, fraksi metanol,
fraksi heksan dan fraksi etil asetat). Model rancangan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Yijk = µ + Ai + єik + Bj + ABij + єijk
Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan pada faktor utama (A) taraf ke-i, faktor tambahan taraf
ke-j dan ulangan ke-k
µ : Rataan umum
Ai : Pengaruh utama pada taraf ke-i
єik : Pengaruh acak dari petak utama
Bj : Pengaruh faktor tambahan pada taraf ke-j
Abij : Interaksi antara faktor utama dengan faktor tambahan
єijk : Pengaruh acak dari faktor tambahan
batang dan daun jarak pagar yaitu Fe (111,26 mg/kg b.b), Zn (71,37 mg/kg b.b),
Ca (2,75%), K (2,63%) dan Mg (0,44%).
Pengukuran kadar lemak dengan cara ekstraksi pelarut selain
menunjukkan banyaknya kandungan trigliserida dalam bahan juga menunjukkan
kandungan bahan-bahan lain seperti steroid, vitamin, zat warna/pigmen yang ikut
terekstrak dalam pelarut non polar heksan. Hasil penelitian menunjukkan nilai
kadar lemak untuk daun adalah 12,47 %bk, bungkil 22,64 %bk dan kulit batang
4,96 %bk. Bungkil jarak pagar menunjukkan kadar lemak paling tinggi, yang
disebabkan karena biji jarak mengandung kadar minyak yang tinggi mencapai 30-
50%. Proses pengepresan biji jarak menggunakan mesin press tipe ulir (screw
press) untuk memisahkan minyak umumnya mendapatkan rendemen proses 15-
25%, tergantung pada kinerja mesin. Dengan demikian masih cukup banyak
minyak yang tertinggal dalam bungkil. Adapun pada daun jarak pagar, kandungan
pigmen dan lilin menyebabkan cukup tingginya kadar lemak daun.
tanin, glikosida, alkaloid, dan flavonoid teridentifikasi pada kulit batang (Igbinosa
et al. 2009). Daun jarak pagar teridentifikasi mengandung senyawa tanin,
alkaloid, steroid dan saponin (Akinpelu et al. 2009), sedangkan dalam bungkil biji
jarak pagar teridentifikasi senyawa fitat, saponin dan tripsin inhibitor (Makkar dan
Becker 2009). Dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut metanol, maka
senyawa-senyawa tersebut relatif dapat terekstrak semua karena metanol
merupakan pelarut universal yang mampu melarutkan semua jenis senyawa baik
polar, semi polar maupun non polar.
berat senyawa metabolit sekunder sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman dan
bagian tanaman, (buah, biji, batang, kulit batang, kayu, bunga, daun) tetapi pada
umumnya kurang dari 10%.
Ekstrak daun menghasilkan rendemen ekstraksi sebesar 5.08%, sedangkan
ekstrak bungkil menghasilkan rendemen sebesar 6,55%. Besarnya rendemen
proses juga dipengaruhi oleh teknik ekstraksi yang dilakukan. Penelitian Sriprang
et al. (2007) mendapatkan perbedaan rendemen ekstrak bungkil jarak mencapai
51.24%, yaitu 2.67% untuk Cold extraction dan 35.03% untuk Hot extraction
dengan waktu ekstraksi selama 72 jam. Penggunaan Hot extraction dapat
melarutkan lebih banyak senyawa karena adanya bantuan panas yang dapat
meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam jaringan tanaman. Meskipun demikian
waktu proses juga berpengaruh. Nurmillah (2009) mendapatkan ekstrak kasar
ranting dan daun jarak sebesar 8.85% dengan tehnik sokletisasi selama 5-6 jam.
Ekstrak kasar yang dihasilkan selanjutnya difraksinasi menggunakan
teknik partisi pelarut yaitu pelarut heksan dan etil asetat. Tujuan dari proses ini
adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya.
Hasil persentase proses pemisahan dengan partisi pelarut disajikan pada Tabel 8.
Dari proses partisi pelarut yang dilakukan, untuk ekstrak daun jarak,
fraksi terbanyak yang diperoleh adalah fraksi metanol diikuti oleh fraksi heksan
dan fraksi etil asetat. Begitu juga untuk ekstrak kulit batang, sedangkan untuk
ekstrak bungkil jarak, fraksi terbanyak dimiliki oleh fraksi heksan diikuti oleh
fraksi metanol dan fraksi etil asetat. Dari 100% ekstrak daun jarak kasar, 14,90%
adalah fraksi non polar (heksan), 8,11% fraksi semi polar (etil asetat), 72,56%
fraksi polar (metanol) dan 4,43% adalah loss proses dan padatan yang tersaring.
Jika persentase fraksi ini dikonversi ke dalam nilai rendemen (Tabel 9), maka
44
untuk bagian tanaman daun jarak akan mendapatkan nilai rendemen sebesar
5,08% (ekstrak kasar); 3,68% (fraksi metanol); 0,76% (fraksi heksan) dan 0,41%
(fraksi etil asetat)
proses penguapan sisa pelarut yang dilakukan pada suhu 50oC dan pengeringan
beku yang dilakukan selama 24 jam. Reaksi pencoklatan ini terjadi karena dalam
fraksi metanol-air tersebut terlarut senyawa-senyawa prekursor reaksi Maillard
yaitu asam amino, protein serta senyawa gula yang memang bersifat larut dalam
pelarut polar. Semakin tinggi kandungan senyawa protein dan gula dalam fraksi
metanol-air, reaksi pencoklatan yang terjadi semakin besar. Hal ini terlihat dari
lebih gelapnya warna coklat pada fraksi metanol bungkil jarak dibanding fraksi
metanol daun dan kulit batang (Gambar 8).
a b c
Gambar 8 Fraksi metanol daun (a), bungkil (b) dan kulit batang (c)
jenis bagian tanaman dan jenis ekstrak memberikan pengaruh yang sangat
nyata ( =0.01) (Lampiran 7). Fraksi etil asetat memiliki aktivitas paling tinggi
dan berbeda sangat nyata dengan jenis ekstrak lainnya.
Masing-masing fraksi dari ekstrak daun jarak memiliki aktivitas
antimikroba yang berbeda nyata ( =0.05), dengan aktivitas tertinggi dimiliki
oleh fraksi etil asetat. Untuk ekstrak bungkil jarak, aktivitas ekstrak kasar
tidak berbeda nyata dengan fraksi metanol, akan tetapi berbeda nyata dengan
fraksi etil asetat. Adapun fraksi heksan tidak menunjukkan aktivitas
penghambatan. Diantara ekstrak kasar, ekstrak daun memiliki aktivitas
penghambatan paling tinggi, berbeda nyata dengan ekstrak kulit batang tetapi
tidak berbeda dengan ekstrak bungkil jarak pagar. Untuk masing-masing
fraksi, aktivitas penghambatan dari semua jenis ekstrak bagian tanaman tidak
berbeda nyata.
Fraksi etil asetat memiliki aktivitas antibakteri yang paling tinggi
disebabkan karena pelarut semi polar ini mampu melarutkan beberapa
senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba seperti sterol dan terpenoid,
saponin, tanin, flavanoid serta senyawa fenol (Oyi et al. 2007). Fraksi heksan
memiliki aktivitas penghambatan paling rendah dibandingkan fraksi ekstrak
lainnya yang disebabkan karena pelarut tersebut hanya melarutkan sedikit
senyawa metabolit sekunder dengan aktivitas antimikroba. Senyawa lipid dan
pigmen tanaman seperti klorofil yang relatif tidak memiliki aktivitas
antimikroba akan terlarut sempurna dalam pelarut heksan. Hal inilah yang
menyebabkan tidak adanya aktivitas penghambatan mikroba pada fraksi
heksan bungkil jarak karena fraksi ini didominasi oleh komponen lemak yaitu
trigliserida. Pada ekstrak daun dan kulit batang, senyawa dengan aktivitas
antimikroba seperti sterol, steroid, dan triterpenoid relatif bisa ditemukan
dibandingkan pada ekstrak bungkil jarak.
Hasil penapisan fitokimia ekstrak metanol daun jarak pagar oleh
Akinpelu et al. (2009) menunjukkan keberadaan senyawa tanin, alkaloid,
steroid dan saponin. Igbinosa et al. (2009) membuktikan adanya senyawa
saponin, steroid, tanin, glikosid, alkaloid dan flavanoid pada ekstrak kulit
batang dengan penapisan fitokimia. Senyawa fitokimia tersebut berkontribusi
48
adalah 2,5% atau 25 mg/ml. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka aktivitas
penghambatan mikroba yang diperlihatkan akan semakin besar.
Konsentrasi terendah senyawa yang dapat menunjukkan aktivitas
penghambatan mikroba dikenal dengan MIC (Minimum Inhibitory
Concentration). MIC akan berbeda-beda untuk jenis ekstrak dan jenis
mikroba. Akinpelu et al. (2009) mendapatkan MIC yang cukup rendah dari
ekstrak metanol daun jarak pagar terhadap S.aureus dan E.coli yaitu 5 mg/ml.
Adapun Ogueke et al. (2007) mendapatkan MIC ekstrak etanol daun
Euphorbia hirta untuk S.aureus dan E.coli, P.aeruginosa dan B.subtilis
masing-masing adalah 22,55 mg/ml; 58,09 mg/ml; 57,64 mg/ml dan 74,61
mg/ml. Dari penelitian Ogueke tersebut terlihat bahwa MIC E.coli memiliki
nilai lebih dari dua kali lebih besar dibandingkan MIC S.aureus, yang berarti
konsentrasi ekstrak perlu ditingkatkan hingga dua kali lipat agar diperoleh
aktivitas penghambatan yang sama antara E.coli dengan S.aureus.
senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, maka DPPH akan tereduksi
dan akan kehilangan warna ungunya. Semakin banyak senyawa antioksidan
dalam sampel, kehilangan warna unggu akan semakin besar. Aktivitas
peredaman DPPH ekstrak dan fraksi ekstrak jarak pagar disajikan pada
Gambar 10.
Hasil sidik ragam terhadap total fenol menunjukkan bahwa jenis bagian
tanaman (daun, bungkil, kulit batang) berpengaruh nyata ( =0.05), sedangkan
jenis ekstrak (ekstrak kasar, fraksi metanol, fraksi heksan, fraksi etil asetat)
berpengaruh sangat nyata ( =0.01) (Lampiran 9). Adapun interaksi antara
jenis bagian tanaman dan jenis ekstrak tidak memberikan pengaruh yang
nyata. Fraksi etil asetat memiliki total fenol paling tinggi, berbeda sangat
nyata dengan ketiga jenis ekstrak lainnya. Total fenol fraksi etil asetat daun
jarak pagar menunjukkan nilai paling tinggi yaitu sebesar 88,53 mg asam
tanat/g ekstrak, berbeda nyata dengan ketiga fraksi ekstrak lainnya. Untuk
ekstrak bungkil jarak pagar dan kulit batang, fraksi etil asetat menunjukkan
kondisi yang sama, yaitu memiliki kandungan total fenol paling tinggi
masing-masing 83,57 dan 65,34 g asam tanat/g ekstrak.
Tingginya kandungan total fenol pada fraksi etil asetat inilah merupakan
salah satu alasan mengapa fraksi etil asetat tersebut menunjukkan aktivitas
antimikroba dan antioksidan yang tinggi. Meskipun tidak semua senyawa
fenol menunjukkan aktivitas antioksidan dan antimikroba. Hal ini terlihat dari
fraksi etil asetat daun jarak pagar memiliki total fenol paling tinggi, akan
tetapi aktivitas antioksidannya masih lebih rendah dibanding fraksi etil asetat
bungkil dan kulit batang. Senyawa-senyawa fenol menunjukkan sifat
55
fisiologis yang sangat luas seperti antialergi, anti arterogenik, anti inflamasi,
antimikroba, antioksidan, antitrombotik dan juga efek cardioprotective dan
vasodilatory (Balasundram et al. 2006).
pada ekstrak kasar dan fraksi metanol tidak terdeteksi senyawa PE secara jelas
sedangkan pada fraksi etil asetat terdeteksi peak dengan waktu retensi 3.6 yang
diduga sebagai senyawa PE. Konsentrasi PE fraksi etil asetat daun dan kulit
batang masing-masing adalah 13,41 mg/g ekstrak dan 1,55 mg/g ekstrak (Tabel
10). Kromatogram HPLC untuk analisa ester forbol disajikan pada Lampiran
10.
Ester forbol telah diidentifikasi sebagai senyawa racun utama pada jarak
pagar. Kandungan ester forbol pada biji dan kernel jarak pagar sangat
dipengaruhi oleh varietas. Makkar et al. (1998) melaporkan kandungan ester
forbol untuk empat varietas jarak pagar yang berbeda. Varietas toksik Cape
Verde yang diperoleh dari Nicaragua mengandung ester forbol paling tinggi
yaitu 2.7 mg/g kernel, sedangkan varietas non toksik Mexico paling rendah
yaitu 0.11 mg/g kernel. Makkar et al. (1998) juga menemukan bahwa biji dari
buah muda (belum matang) mengandung senyawa ester forbol yang lebih
tinggi.
Distribusi senyawa ester forbol dalam biji jarak yang telah matang
sebagaimana dikemukakan oleh peneliti University Of York adalah sebagai
berikut: cangkang biji 0.33 ± 0.11 μg/mg, kulit ari biji 25.23 ± 1.45 μg/mg,
57
kernel / endosperma 4.71 ± 0.71 μg/mg, sedangkan embrio biji adalah 0.55 ±
0.03 μg/mg. Bungkil jarak pagar yang digunakan adalah bungkil biji utuh jarak
pagar, sehingga walaupun telah terekstraksi sebagian minyaknya, senyawa
ester forbol masih tertinggal dalam konsentrasi tinggi pada bungkil jarak.
Senyawa ester forbol terdistribusi pada tanaman jarak pagar dengan konsentrasi
yang berbeda-beda mulai dari akar hingga biji jarak (Makkar dan Becker
2009).
Biji jarak pagar mengandung ester forbol dengan konsentrasi tertinggi. Hal
ini karena kandungan minyak dalam biji dimana senyawa ester forbol bersifat
larut dalam minyak, dan sebagian besar terikut dalam minyak setelah proses
pengepresan. Sifat larut dalam lemak inilah yang menyebabkan tingginya
kandungan ester forbol dalam fraksi heksan bungkil jarak.
Setyaningsih (2010) menguji kandungan ester forbol pada bungkil jarak
pagar terdetoksifikasi. Bungkil jarak pagar yang diberi perlakuan pemanasan
basah (autoclave) mengandung ester forbol dengan konsentrasi 73,92 mg/g
bungkil, adapun perlakukan transesterifikasi yang diikuti pencucian heksan
dapat menurunkan kadar ester forbol menjadi 1,04±0,26 mg/g bungkil dan
tidak terdeteksi untuk pencucian dengan metanol.
4.4 Pemilihan Fraksi Ekstrak Jarak Potensial sebagai Zat Antioksidan dan
Zat Antimikroba
Pemilihan jenis ekstrak yang potensial sebagai zat antioksidan dan zat
antimikroba didasarkan pada aktivitas yang tinggi dengan memperhatikan
rendemen dan kandungan senyawa toksik ester forbol. Aktivitas antioksidan dan
aktivitas antimikroba yang dimiliki oleh ekstrak merupakan parameter
keampuhan/khasiat bahan. Rendemen berhubungan dengan pertimbangan
kelayakan proses dan kelayakan ekonomi, sedangkan kandungan ester forbol
berhubungan dengan tingkat keamanan penggunaan.
Tabel 12. Identifikasi senyawa kimia fraksi metanol ekstrak daun jarak pagar
No Retention Keterangan
Nama Senyawa
Time
1 6.76 2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl, 4H-pyran-4-One Senyawa piran
2 7.38 5-hydroxymethyl-2-furancarboxaldehyde Seyawa fural
3 8.97 3-Pyridinecarboxamide Nicotinamide
4 9.20 3-dimethylamino-2-methyl-2-cyclopenten-1-one
5 10.42 4-methyl-2,5-dimethylbenzaldehyde
6 13.19 n-Hexadecanoic acid
7 13.73 9H-Pyrido[3,4] indole senyawa alkaloid
Pyridinecarboxamide
Gambar 12 Struktur senyawa yang teridentifikasi pada fraksi metanol daun jarak
(www. pubchem.ncbi.nlm.nih.gov)
60
Nilai EC50 ekstrak terpilih adalah 0.13 mg/ml yang berarti bahwa untuk
meredam DPPH sebesar 50% diperlukan konsentrasi ekstrak sebesar 0.13
mg/ml. Konsentrasi ini masih lebih tinggi dibanding BHT yang hanya
memerlukan konsentrasi 0.012 mg/ml untuk proses peredaman. Pada
konsentrasi 0.04 mg/ml BHT sudah dapat meredam DPPH sebesar 85,15%.
Fraksi etil asetat bungkil jarak pagar memiliki rendemen yang paling
tinggi. Meskipun demikian fraksi ini tidak dipilih sebagai zat antimikroba
karena ditakutkan adanya kandungan ester forbol yang lebih tinggi. Kandungan
ester forbol pada fraksi etil asetat bungkil jarak tidak diketahui, akan tetapi
dapat diperkirakan kandungan senyawa ini jauh lebih tinggi dibanding dua
fraksi etil asetat lainnya karena tingginya kandungan ester forbol pada ekstrak
kasar dan fraksi heksan. Senyawa ester forbol khususnya forbol 12-miristat 13
asetat dilaporkan oleh Sigma bersifat larut dalam aseton, DMSO, etil asetat,
etanol dan metilen klorida.
Tabel 14 Identifikasi senyawa kimia fraksi etil asetat ekstrak daun jarak pagar
No Retention
Nama Senyawa Keterangan
Time
1 6.46 Benzeneethanol alkohol aromatik
2 7.24 2,3-dihydro benzofuran fenol
3 7.41 3 ethyl, 4 methyl 1 H-pyrole-2,5 dione alkaloid
4 8.14 Indole alkaloid
5 8.26 4 vinyl 2 methoxy phenol fenol
6 8.51 4 hydroxy benzaldehyde fenol
7 8.92 Niacinamide Senyawa vitamin
8 9.15 4 hydroxy benzeneethanol fenol
9 9.25 1-(4-hydroxyphenyl) ethanone senyawa keton, fenol
10 9.36 4-hydroxy benzoic acid methyl ester ester
11 10.04 1-Naphthalenol fenol
12 11.50 12-methyl- tridecanoic acid methyl ester ester
13 11.62 9 hydroxy-4-megastigmen-3-one senyawa glikosida
14 11.97 4-methoxy-3-methylbenzofuran-6-ol
15 12.18 (-) –Loliolide Senyawa terpene
4-hydroxy-3,5,6-trimethyl-4-(3-oxo-1-butenyl)-2-
12.23
cyclohexen-1-one
16 12.36 Neophytadiene
17 12.42 1H-Indole-3-carboxaldehyde alkaloid
18 12.54 (E)-6,6-dimethylcyclooct-4-en-1-one
19 12.95 hexadecanoic acid methyl ester Metil ester
20 14.22 9 Octadecenoic acid (Z) methyl ester Metil ester
21 14.37 16-methyl- heptadecanoic acid methyl ester Metil ester
63
Hasil uji GC-MS terhadap fraksi etil asetat daun jarak pagar mendapatkan
beberapa senyawa yang dapat teridentifikasi dengan baik (Tabel 14). Senyawa-
senyawa yang teridentifikasi meliputi senyawa fenol, aldehid serta terpene
yang cukup mendominasi fraksi etil asetat ekstrak daun jarak. Kromatogram
GC-MS fraksi etil asetat juga disajikan pada Lampiran 13.
Senyawa terpen yang teridentifikasi adalah Loliolide yang merupakan
senyawa monoterpen. Senyawa ini juga telah diisolasi dari tanaman Euphorbia
supine oleh Tanaka dan Matsunaga (1988), daun Equisetum arvense oleh
Hiraga et al. (2010) dengan aktivitas penghambatan terhadap germinasi biji
lettuce, ekstrak kloroform daun Eucommia ulmoides (Okada et al. 2001) yang
menunjukkan aktivitas immunosuppressive dan diisolasi dari ekstrak etanol
daun M.whitei (Apocynaceae) dimana Neergaard et al. (2010) melaporkan
bahwa senyawa ini bertanggung jawab terhadap aktivitas mirip antidepressant
dan menunjukkan afinitas terhadap serotonin transporter.
Senyawa-senyawa alkaloid yang teridentifikasi adalah 3 ethyl, 4 methyl 1
H-pyrole-2,5 dione, indole dan 1H-Indole-3-carboxaldehyde. Adapun senyawa
fenol yang teridentifikasi meliputi 2,3-dihydro benzofuran, 4 vinyl 2 methoxy
phenol, 4 hydroxy benzaldehyde, 4 hydroxy benzeneethanol dan 1-
Naphthalenol. Senyawa lain yang ditemukan adalah 9-hydroxy-4-
megastigmen-3-one yang merupakan senyawa glikosida. Senyawa-senyawa
turunan megastigmen telah tercatat ditemukan pada beberapa family tanaman
yang berbeda-beda antara lain Apocynaceae, Aquifoliaceae, Betulaceae,
Cupressaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae, Leguminosae, Magnoliaceae,
Pinaceae, Podocarpaceae, Rhamnaceae, Rosaceae, Simaroubaceae,
Solanaceae, and Vitaceae. Senyawa ini menunjukkan aktivitas antimikroba
sehingga tanaman yang mengandung senyawa ini banyak digunakan sebagai
obat herbal untuk beberapa jenis penyakit.
Niasinamid merupakan senyawa aromatik heterosiklik yang umum
digunakan dalam produk kosmetik yaitu berfungsi sebagai conditioning agents
pada rambut dan kulit. Niasinamid merupakan senyawa vitamin larut air, dan
merupakan bagian dari golongan vitamin B. Senyawa ini menunjukkan
aktivitas anti inflamasi yang berguna bagi pasien dengan kondisi kulit
64
benzofuran 1H-Indole-3-carboxaldehyde
Gambar 14 Struktur senyawa yang teridentifikasi pada fraksi etil asetat daun jarak
(www. pubchem.ncbi.nlm.nih.gov)
kosmetik dan produk personal care. Bahan ini merupakan ester dari asam
hidroksibenzoat.
Bahan pengawet dalam produk kosmetik harus bersifat larut dalam
konsentrasi yang digunakan. Hal ini terkait dengan fungsi pengawetan yang
diberikan dalam produk, dimana agar bisa memberikan fungsi yang maksimal,
senyawa pengawet harus bisa terlarut sempurna di dalam bahan yang akan
diawetkan. Meskipun demikian perlu dipertimbangkan beberapa persyaratan zat
pengawet dalam fungsi pengawetan produk kosmetik antara lain kesesuaian
dengan komponen lain dalam formula produk, khasiat, keamanan, kelarutan bahan
serta ketahananan terhadap lingkungan luar dan kondisi proses. Dalam hal ini
kesesuaian ekstrak jarak pagar terpilih sebagai zat antimikroba dan zat antioksidan
dievaluasi melalui uji coba formulasi dalam produk krim.
Formula I Formula II
Produk hand and body cream hasil formulasi dengan fraksi ektrak jarak pagar
terpilih disajikan pada Gambar 15. Untuk mengetahui pengaruh penambahan
ekstrak terpilih dalam produk kosmetik dan untuk melihat efektivitas aktivitas
antimikroba dan antioksidan yang dimilikinya maka dilakukan analisa nilai pH,
stabilitas emulsi, aktivitas antioksidan dan cemaran mikroba terhadap produk
yang telah disimpan pada suhu 37oC selama 15 hari.
Pada uji total mikroba terhadap produk krim (Gambar 17), diperoleh
jumlah mikroorganisme yang bervariasi dari 5,0 x 102 hingga 1,3 x 104.
Formula I yang merupakan formula kontrol memiliki jumlah mikroorganisme
1,4 x 103. Setelah dilakukan penyimpanan selama 15 hari pada suhu 37oC,
untuk semua formula krim menunjukkan peningkatan total mikroba. Total
71
mikroba formula III meningkat dari 5,0 x 102 menjadi 1,0 x 104 atau sebesar
19%, sedangkan formula IV mengalami peningkatan paling kecil yaitu
sebesar 0,15% yaitu dari 1,3 x 104 menjadi 1,5 x 104. Formula kontrol
menunjukkan peningkatan total mikroba sebesar 12,57%. Total mikroba
paling kecil pada awal dan akhir penyimpanan dimiliki oleh formula krim III
(Tabel 17).
Pada formulasi krim tahap I ini juga dilakukan uji coba penambahan
ekstrak pada suhu lebih tinggi dari penambahan bahan pengawet pada
umumnya (40oC). Ekstrak antioksidan ditambahkan pada suhu 60oC yaitu
pada fase air, sedangkan ekstrak antimikroba ditambahkan pada suhu 50 oC
yaitu pada fase minyak. Hasil analisa produk krim disajikan pada Tabel 18.
antioksidan krim
Uji total mikroba menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan diperoleh
total mikroba tertinggi dimiliki oleh formula II yaitu sebesar 1,3 x 104 (Gambar
21). Total mikroba terendah dimiliki oleh formula III yaitu sebesar 2,0 x 103.
Adapun setelah dilakukan penyimpanan selama 30 hari pada suhu 37oC, total
mikroba tertinggi dimiliki oleh krim kontrol yaitu sebesar 6,1 x 104. Produk krim
formula kontrol yang disimpan menunjukkan pertumbuhan mikroba pada hari ke-
12, sedangkan pada ketiga formula lainnya tidak.
hanya menyebabkan iritasi yang bisa diabaikan (PII 0,25). Hal ini menunjukkan
bahwa bentuk sediaan aplikasi mempengaruhi tingkat iritasi. Bentuk krim yang
padat dapat meningkatkan penetrasi pada kulit dibandingkan bentuk larutan
karena bahan dapat menempel lebih lama pada kulit. Selain itu adanya interaksi
senyawa dalam ekstrak dengan senyawa lain dalam formula kosmetik juga
memungkinkan untuk menimbulkan reaksi iritasi.
Fraksi etil asetat ekstrak daun jarak pagar menunjukkan tingkat iritasi yang
cukup besar. Hal ini disebabkan karena senyawa-senyawa dalam fraksi tersebut
memiliki sifat toksik/iritasi antara lain senyawa benzeneethanol, senyawa fenol
serta senyawa terpen.
Senyawa diterpen yaitu ester forbol merupakan senyawa toksik jarak pagar
yang bersifat mengiritasi kulit. LD50 pada mencit jantan adalah 27.34 mg/kg berat
badan. Adolf et al. (1984) mengkaji tingkat iritasi turunan senyawa forbol dari
empat species Jatropha dengan menggunakan prosedur distribusi kromatografi
dan countercurrent. Komponen dengan tingkat iritasi tinggi yang diisolasi dari
jarak pagar adalah senyawa ester forbol (12-deoxy-16-hydroxyphorbol). Iritasi
kulit yang teridentifikasi pada larutan fraksi etil asetat ekstrak daun jarak serta
produk krim yang mengandung ekstrak tersebut dapat disebabkan oleh kandungan
ester forbol.
Gejala toksisitas jarak pagar tergantung pada jenis ekstrak,
dosis/kosentrasi, cara pemberian/cara aplikasi serta sensitivitas hewan yang
digunakan. Fraksi toksik dari minyak jarak pagar yang diaplikasikan pada kulit
kelinci dengan dosis 100μl menunjukkan reaksi eritema dan edema, yang
kemudian menjadi nekrosis dan teregenerasi. Skor eritema dan edema yang
dihasilkan adalah 5,83 dari total skor 8, adapun aplikasi minyak jarak pagar
menghasilkan skor iritasi 0,58. Fraksi toksik yang sama yang diaplikasikan pada
mencit dengan dosis 50 μl menunjukkan pembengkakan wajah, mata berdarah,
diare dan eritema kulit sebelum terjadi kematian. Sedangkan aplikasi pada kulit
tikus (4 jam) pada dosis 50 μl menunjukkan edema dan eritema yang kemudian
menyebabkan scaling/pembentukan kerak yang parah dan terjadi penebalan kulit
(Gandhi et al., 1995).
81
pengujian ELISA adalah reaksi antara antibodi dan antigen, dimana reaksi yang
terbentuk diamati berdasarkan perubahan warna yang terjadi pada substrat
pereaksi sesuai dengan konjugat enzim/label yang digunakan.
Tehnik ELISA yang digunakan adalah metode Sandwich, yaitu ekstrak
jarak pagar diikat oleh 2 molekul Ab serum subjek penderita alergi (IgE) sehingga
membentuk lapisan seperti ”sandwich”. Banyaknya IgE yang mengikat ekstrak
dideteksi menggunakan Ab sekunder yang berkonjugasi dengan enzim HRP.
Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 100 μg/well (200 μg/ml, 50 μl/well),
sedangkan serum subjek langsung dilapiskan pada lempeng tanpa pengenceran
dengan pertimbangan konsentrasi IgE dalam serum yang cukup rendah.
Pada tahap awal pengujian dilakukan deteksi IgE dalam serum subjek.
Serum subjek dilapiskan dalam lempeng mikrotiter. Adanya IgE dalam serum
dideteksi dengan IgG kelinci anti IgE manusia, dan IgG kelinci dideteksi dengan
anti IgG kelinci yang terkonjugasi dengan HRP. Hasil deteksi IgE dalam serum
subjek disajikan pada Gambar 23.
Tiga dari enam serum terbukti positif mengandung IgE (Nilai OD lebih
besar dari blanko/kontrol negatif) dan digunakan lebih lanjut untuk pengujian
ekstrak jarak pagar. Tiga serum terpilih adalah serum A, serum W dan serum S,
83
(a)
(b)
Gambar 24 Hasil ELISA penentuan alergenitas ekstrak jarak pagar
(a) pengenceran 1:100, (b) pengenceran 1:300
84
alergen harus membentuk paling sedikit 2 epitop yang bisa beraksi sebagai
jembatan yang menghubungkan 2 molekul antibodi (Blumenthal dan Rosenberg
2004).
86
V. SIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Simpulan
Fraksi polar dari ekstrak metanol daun jarak pagar berpotensi sebagai zat
antioksidan dengan aktivitas peredaman DPPH 89,42%, kandungan total fenol
32,76±0,58 mg asam tanat/g bk ekstrak dan tidak teridentifikasi senyawa toksik
ester forbol. Sedangkan fraksi etil asetat dari ekstrak yang sama berpotensi
sebagai zat antimikroba dengan diameter penghambatan terhadap S.aureus 12,50
mm, dengan kandungan total fenol 88,53±10,89 mg asam tanat/g bk ekstrak.
Senyawa kimia yang teridentifikasi dalam fraksi metanol ekstrak daun antara
lain 1 senyawa fural, 1 senyawa alkaloid, 1 senyawa piran dan 1 nicotinamida.
Dalam fraksi etil asetat ekstrak daun teridentifikasi 1 senyawa terpene, 6 senyawa
fenol, 3 senyawa alkaloid, 1 senyawa glikosidan dan 5 senyawa ester. Senyawa-
senyawa tersebut berasal dari metabolisme tanaman dan produk turunannya yang
timbul akibat proses penyiapan ekstrak.
Formulasi produk krim dengan penambahan fraksi etil asetat 1,25% sebagai
substitusi metil paraben dan propil paraben merupakan formula terbaik yang
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dan nilai cemaran mikroba terendah.
Formulasi produk krim dengan penambahan fraksi metanol daun jarak 0,064%
sebagai substitusi BHT memiliki aktivitas antioksidan yang lebih rendah dari
formula komersial.
Penggunaan fraksi metanol daun jarak pagar sebagai antioksidan dalam
formula produk krim masih mungkin untuk ditingkatkan konsentrasinya karena
fraksi ekstrak ini dalam bentuk larutan 0,064%-1% dan pengenceran 1:1 (50%)
tidak menyebabkan reaksi iritasi kulit, dan diklasifikasikan sebagai bahan “non
irritant”. Larutan fraksi etil asetat daun jarak dengan konsentrasi 1,25% tidak
menyebabkan reaksi iritasi kulit (PII=0), sedangkan konsentrasi 2,5% dapat
menyebabkan iritasi lemah (PII=0,25) dan dengan pengenceran 1:1 menyebabkan
iritasi ringan (PII=2,25). Ekstrak kasar daun jarak pagar juga menyebabkan iritasi
kulit ringan (PII 1,25). Hasil uji sifat alergenitas ekstrak jarak pagar menggunakan
IgE manusia menunjukkan bahwa ketiga ekstrak kasar (daun, bungkil, kulit
batang) bereaksi positif dengan IgE serum subyek dan berpotensi menyebabkan
reaksi alergi.
88
5.2 Saran
Proses fraksinasi dengan partisi pelarut telah berhasil mendapatkan fraksi
ekstrak terpilih sebagai zat antimikroba dan zat antioksidan. Meskipun demikian
fraksi etil asetat ekstrak daun masih memiliki hambatan penggunaan dalam
produk kosmetik karena pada konsentrasi ≥ 2,5% menyebabkan reaksi iritasi kulit.
Oleh karena itu diperlukan kajian lanjut teknik pemisahan fraksi aktif yang bisa
meningkatkan khasiat/aktivitas dan menghilangkan senyawa toksik.
Aspek keamanan penggunaan ekstrak/fraksi ekstrak jarak pagar sebagai
“ingredient baru” dalam kosmetik masih perlu dikaji lebih luas seperti kajian
toksisitas akut, iritasi kulit kumulatif, iritasi mata, dan uji mutagenik serta uji
sensitisasi. Pengujian sifat alergi fraksi ekstrak masih perlu dilanjutkan untuk
mengidentifikasi senyawa allergen pada ekstrak/fraksi ekstrak jarak pagar.
DAFTAR PUSTAKA
Houghton, P.J. dan A. Raman. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation
of Natural Extract. Chapman and Hall, London. .
Hundsdoerfer, A. K., J. N. Tshibangu1, B. Wetterauer, dan T. Wink. 2005.
Sequestration of phorbol esters by aposematic larvae of Hyleseuphorbiae
(Lepidoptera:Sphingidae). J Chemoecology 15:261–267.
Igbinosa, O.O., E.O. Igbinosa dan O.A. Aiyegoro. 2009. Antimicrobial activity
and phytochemical screening of stem bark extracts from Jatropha curcas
(Linn). African J Pharmacy Pharmacol 3(2) : 058-062.
Jadhav, S.J., S.S. Nimbalkar, A.D. Kulkarni, D.L. Madhavi. 1996. Lipid oxidation
in biological and food systems. Di Dalam: Madhavi, D.L., S.S. Deshpande
dan D.K. Salunkhe, editor. Food Antioxidant, Technological, Toxicological,
and Health Perspectives. Marcel Dekker Inc, New York.
Javanmardi, J., C. Stushnoff, E. Locke, dan J.M. Vivanco. 2003. Antioxidant
activity and total phenolic content of Iranian Ocium Accessions. J Food
Chem 83:547-550
Jung Ok Ban, I.G. Hwang, T.M. Kim, B.Y. Hwang, U.S.Lee, H.S. Jeong, Y.W.
Yoon, D.J. Kim dan J.T. Hong. 2007. Anti-proliferate and pro-apoptotic
effects of 2,3-Dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4H-pyranone through
inactivation of NF-κB in human colon cancer cells. Arch Pharm Res
30(11): 1455-1463.
Kochhar, S.P. dan Ressel, B. 1990. Detection, estimation and evaluation of
antioxidants in food system. Di Dalam: Hudson, B.J.F., editor. Food
Antioxidants. Elsevier Applied Science, London.
Kumar, P.P., S. Kumaravel dan C. Lalitha. 2010. Screening of antioxidant
activity, total phenolics and GC-MS study of Vitex negundo. African J
Biochem Res 4(7): 191-195.
Lanigan, R.S. dan Yamarik, T.A. 2002. Final report on the safety assessment of
BHT(1). [Abstrak]. Int J Toxicol. 21 Suppl 2:19-94.
www.ncbi.nlm.nih.gov /pubmed/12396675. [4 Juli 2011]
Liyana-Pathiranan, CM dan Shahidi, F. 2005. Antioxidant activity of commercial
soft and hard wheat (Triticum aestivum L) as affected by gastric pH
conditions. J Agric Food Chem 53: 2433-2440.
Loomis, TA. 1978. Essential of Toxicology, ed ke-3. Philadelpia: lea nd Febiger.
Maciel, F.M., M.A. Laberty, N.D. Oliveira, S.P. Felix, A.M.S. Soares, M.A.
Vericimo dan O.L.T. Machado. 2009. A new 2S albumin from Jatropha
curcas L. seeds and assessment of its allergenic properties. Peptides 30:
2103-2107.
Mailbach, HI dan Watkins, S.A. 2009. The hardening phenomenon in irritant
contact dermatitis: Cosmetic Implication. Cosmetic and Toiletries [Artikel].
www.cosmeticandtoiletries.com. [Desember 2010].
Makkar, H.P.S., A.O. Aderibigbe, dan K.Becker. 1998. Comparative evaluation of
non-toxic and toxic varieties of Jatropha carcas for chemical composition,
93
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wong, D.W.S. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. Van Nostrand
Reinhold, New York.
www. id.wikipedia.org/wiki/Fenol. [4 Juli 2011]
Yoshimura, Y., Iijuma, T., Watanabe, T dan Nakazawa, H. 1997. Antioxidative
effect of Maillard reaction products using glucose-glycine model system. J
Agric Food Chem 45: 4106-4109.
Zablotowitcz, R. M., R. E. Hoagland, S. C. Wagner. 1996. Effect of Saponin on
The Growth and activity of Rizophere Bacteria. CRC Press, USA.
97
Diameter penghambatan (mm) = diameter zona bening (mm) – diameter sumur (mm)
campuran disimpan diruang gelap pada suhu ruang selama 30 menit, kemudian
absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm.
BHT dan asam askorbat digunakan sebagai pembanding. Sebagai kontrol
disiapkan tanpa penambahan ekstrak sampel dan metanol digunakan sebagai
koreksi. Kapasitas antioksidan diekspresikan sebagai % peredaman dan dihitung
dengan rumus sebagai berikut.
Phorbol ester
Lampiran 5. Data hasil analisis ekstrak dan fraksi ekstrak jarak pagar
a. Aktivitas Antioksidan
Jenis Bagian
Jenis ekstrak Ulangan % Peredaman DPPH Rata-Rata
Tanaman
1 78.98
Ekstrak kasar 79.20
2 79.43
1 88.16
Fraksi metanol 88.21
2 88.26
Daun
1 35.32
Fraksi heksan 43.51
2 51.70
1 49.72
Fraksi etil asetat 60.18
2 70.64
1 94.60
Ekstrak kasar 94.98
2 95.36
1 87.97
Fraksi metanol 87.26
2 86.55
Bungkil
1 23.11
Fraksi heksan 21.92
2 20.74
1 92.23
Fraksi etil asetat 91.34
2 90.44
1 43.75
Ekstrak kasar 40.50
2 37.25
1 31.63
Fraksi metanol 29.69
2 27.75
Kulit batang
1 65.44
Fraksi heksan 66.90
2 68.37
1 73.77
Fraksi etil asetat 80.97
2 88.16
1 95,36
BHT 95,36
2 95,36
1 96,60
Asam askorbat 96,60
2 96,60
105
b. Aktivitas Antimikroba
Diameter Hambat Rata Diameter Hambat Rata
Sampel Jenis ekstrak Ulangan
(mm)a (mm) (mm)b (mm)
1 0,00 0,00
Kontrol Air + DEA 0,00 0,00
2 0,00 0,00
1 6,00 0,00
Ekstrak kasar 9,17 0,00
2 12,33 0,00
1 4,06 0,00
Fraksi metanol 6,31 0,00
2 8,56 0,00
Daun
1 0,00 0,00
Fraksi heksan 1,92 0,00
2 3,83 0,00
1 8,44 0,00
Fraksi etil asetat 12,50 0,00
2 16,56 0,00
1 5,22 0,00
Ekstrak kasar 5,22 0,00
2 5,50 0,00
1 5,67 0,00
Fraksi metanol 6,08 0,00
2 6,50 0,00
Bungkil
1 0,00 0,00
Fraksi heksan 0,00 0,00
2 0,00 0,00
1 14,45 0,00
Fraksi etil asetat 14,45 0,00
2 16,06 0,00
1 0,00 0,00
Ekstrak kasar 0,00 0,00
2 0,00 0,00
1 0,00 0,00
Fraksi metanol 0,00 0,00
Kulit 2 0,00 0,00
batang 1 3,56 0,00
Fraksi heksan 2,78 0,00
2 2,00 0,00
1 11,67 0,00
Fraksi etil asetat 12,42 0,00
2 13,17 0,00
Keterangan: a : S.aureus
b
: E.coli
106
c. Total Fenol
Jenis Bagian Total fenol (mg
Tanaman Jenis Ekstrak Ulangan asam tanat/g) Rata-rata
1 37.78
Ekstrak kasar 36.93
2 36.09
1 33.17
Fraksi metanol 32.76
2 32.35
Daun
1 16.54
Fraksi heksan 12.81
2 9.08
1 80.83
Fraksi etil asetat 88.53
2 96.23
1 8.28
Ekstrak kasar 9.10
2 9.93
1 7.85
Fraksi metanol 7.36
2 6.86
Bungkil
1 4.91
Fraksi heksan 5.26
2 5.26
1 83.57
Fraksi etil asetat 83.57
2 83.57
1 4.14
Ekstrak kasar 4.49
2 4.83
1 2.78
Fraksi metanol 2.72
2 2.66
Kulit batang
1 7.50
Fraksi heksan 8.03
2 8.55
1 86.19
Fraksi etil asetat 65.34
2 44.49
107
Nilai dengan huruf yang berbeda kearah baris (huruf kecil) dan kolom (huruf
besar) menunjukkan berbeda nyata(P<0.01), sebaliknya huruf yang sama kearah
baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.01).
109
Nilai dengan huruf yang berbeda kearah baris (huruf kecil) dan kolom (huruf
besar) menunjukkan berbeda sangat nyata(P<0.01), sebaliknya huruf yang sama
kearah baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda sangat nyata (P>0.01).
110
a. Fraksi Metanol dan Fraksi Etil asetat Ekstrak Daun Jarak Pagar
Fraksi Heksan
Fraksi metanol
Ekstrak Kasar
113