Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
SKRIPSI
MOCHAMAD ARSYAD
F14063075
1
PRODUCTION COST ANALYSIS OF ORTHODOX BLACK TEA AT
PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN CISARUNI, GARUT JAWA BARAT
Mochamad Arsyad
Departement of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Tecnology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,
Indonesia.
ABSTRACT
This study has several purposes namely: (1) Study of tea production cost structure at PTPN VIII,
Kebun Cisaruni. (2) Determined the break event point using cost analysis. (3) Feasibility study of tea
production using Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Benefit Cost
Ratio(B/C) approch. The method of study used was descriptive method through case study. .Data
collected were in form interviews with Managerial level and employe of the company and secondary
data in form of literature study.
The main results of this study are (1) Cost analysis shown that total cost production was IDR
19,627,388,655 and base price of tea production was IDR 10,141/kg that is still lower than selling
price IDR 14,720/kg that give company margin IDR 4,579 of each kg of tea sales. (2) This study also
shown the break even point of tea production at 1,333,382 kg, while total production of tea at the
company reach 1,935,400 kg. That means tea production already at profit level. (3) While feasibility
study of tea production shown that the business is feasible with NP Value IDR 33,24,.363,263 at
discount factor 12% for 10 years period. While the IRR is 44,7 % and Net B/C ratio 1,254.
Keywords: Black tea, PT.Perkebunan Nuasantara, Cost structure Analysis, Feasibility study,
sensitivity analysis.
2
MOCHAMAD ARSYAD. F14063075. Analisis Biaya Pada Produksi Teh Hitam Orthodox Di
PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut Jawa Barat. Di bawah bimbingan
Bambang Pramudya. 2010
RINGKASAN
Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian
Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp 1,2
triliun (0,3% dari total PDB non migas). Untuk menjaga fungsi hidrolis dan pengembangan
agroindustri, perkebunan teh juga menjadi sektor usaha unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang besar.
Potensi yang dimiliki industri teh cukup besar, sama halnya dengan ekspor produk pertanian
Indonesia lainnya ke pasar internasional, komoditi teh juga menghadapi banyak permasalahan seperti
penurunan volume, nilai, pangsa pasar ekspor dan rendahnya harga teh Indonesia memberikan
dampak buruk pada perkembangan industri teh. Dengan permasalahan-permasalahan yang semakin
kompleks, komoditi teh dapat merugikan kehidupan petani/buruh dan industri. Oleh karena itu
diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk membantu para petani/buruh dan sektor industri teh
dalam menemukan jalan keluar seperti analisis biaya produksi teh.
Kebun Cisaruni merupakan salah satu unit kebun dari 45 unit yang ada di bawah naungan PT.
Perkebunan Nusantara VIII yang berkantor pusat di Jl. Sindangsirna No. 4 Bandung, Jawa Barat.
Komoditi yang diusahakan tanaman teh, dengan produk berupa teh hitam orthodoks. Produk-produk
yang dihasilkan oleh perusahaan di pasarkan dalam skala nasional dan sebagian besar untuk ekspor.
PTPN merupakan salah satu pusat perindustrian teh di Indonesia sehingga penting untuk
melihat stuktur biaya yang digunakan dalam proses produksi teh. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mempelajari struktur biaya produksi teh pada PTPN VIII Kebun Cisaruni, menghitung
nilai titik impas dengan menggunakan analisis biaya, mengetahui kelayakan produksi teh dengan
metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio(B/C).
Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni Jawa Barat.
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dimulai pada bulan april 2010 sampai juni 2010.
Perusahaan ini dipilih dengan pertimbangan bahwa PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni
adalah perusahaan yang bergerak dibidang pertanian dengan mengembangkan usaha perkebunan dan
berpengalaman cukup lama. Penelitian ini dititikberatkan pada struktur biaya produksi yang
dikeluarkan selama proses produksi.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain modal investasi, tingkat produksi teh selama 1 tahun, biaya tetap produksi
teh, biaya variabel produksi teh dan tingkat bunga yang berlaku.
Dalam penelitian ini analisa biaya yang dilakukan pada PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun
Cisaruni antara lain analisis biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya total
dan biaya pokok, titik impas produksi, analisis kelayakan yang meliputi Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit Cost Ratio (B/C), serta analisis sensitivitas.
Analisis biaya yang dilakukan di PTPN VIII Kebun Cisaruni menunjukkan biaya total produksi
teh yaitu sebesar Rp 19.627.388.655. Sedangkan nilai biaya pokok produksi teh yang didapat sebesar
Rp 10.141/kg. Nilai tersebut masih berada di bawah harga jual yang sebesar Rp 14.720/kg sehingga
penjualan teh dapat memberikan untung sebesar Rp 4.579 untuk setiap kg yang terjual.
3
Analisis titik impas yang dilakukan menghasilkan titik impas sebesar 1.333.382 kg, dengan
total produksi sebesar 1.935.400 kg. Berarti perusahaan mendapatkan keuntungan setelah jumlah
produksi melampaui 1.333.382 kg.
Analalisis kelayakan finansial yang dilakukan menghasilkan nilai yang memenuhi syarat
kelayakan untuk kelangsungan suatu proyek. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai NPV yang didapat
yaitu sebesar Rp 33.245.363.263 pada discount factor sebesar 12% untuk periode usaha 10 tahun.
Sedangkan nilai IRR yang didapat sebesar 44,7 %. dan nilai Net B/C sebesar 1,254.
Dengan melihat ketiga nilai hasil analisis kelayakan finansial yaitu nilai NPV yang positif,
nilai IRR yang lebih besar dari discount factor dan nilai Net B/C yang lebih besar dari satu. Dapat
simpulkan bahwa proyek PTPN VIII Kebun Cisaruni untuk periode 10 tahun kedepan adalah layak
untuk dikembangkan.
Analisis sensitivitas menunjukkan kemampuan perusahaan yang masih dapat bertahan dengan
adanya kenaikan terhadap biaya yang dikeluarkan. Hal ini perlu diperhatikan, untuk menjaga segala
hal kemungkinan yang terjadi. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, didapatkan bahwa proyek masih
dapat dilanjutkan dengan penurunan harga jual 10 % sampai 20% dan proyek tidak layak untuk
kepenurunan harga jual 30 %. Untuk analisis sensitivitas dengan kenaikan biaya tidak tetap, proyek
masih layak untuk dilanjutkan dengan kenaikan hingga 30 %. Untuk analisis sensitivitas dengan
penurunan harga jual sebesar 10% yang diikuti dengan kenaikan biaya tidak tetap sebesar 10%,
proyek masih layak tetapi tidak layak untuk penurunan harga 10% yang diikuti kenaikan biaya tidak
tetap sebesar 20%.
Dimasa mendatang untuk dapat mencapai keuntungan jangka panjang secara
berkesinambungan perlu adanya peningkatan efisiensi biaya produksi dengan sebaik mungkin,
sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Efisiensi biaya yang dapat dilakukan antara
lain penggunaan bahan bakar alternatif dalam proses pengeringan, penggunaan pupuk organik,
mengarahkan upah buruh dalam investasi ternak sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan buruh
dan limbah ternak tersebut dapat digunakan sebagai pupuk.
Selain itu perusahaan juga dapat melakukan terobosan-terobosan baru dalam proses bisnis
usaha teh seperti mengembangkan bisnis industri hilir (produk akhir) melalui pembianaan koperasi
kepegawaian/buruh. Selain dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai/ buruh, bisnis industri hilir
melalui koperasi juga dapat membantu perusaahaan dalam keterbatasan modal dan tetap fokus pada
kompetensi inti yang dimiliki.
4
ANALISIS BIAYA PADA PRODUKSI TEH HITAM ORTHODOX
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN CISARUNI, GARUT
JAWA BARAT
I. SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MOCHAMAD ARSYAD
F14063075
5
Judul Skripsi : Analisis Biaya Pada Produksi Teh Hitam Orthodox di PT.
Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut
Jawa Barat
Nama : Mochamad Arsyad
NIM : F14063075
Menyetujui,
Pembimbing,
Mengetahui :
Ketua Departemen Teknik Pertanian
6
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Biaya Pada
Produksi Teh Hitam Orthodox Di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut
Jawa Barat adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum
diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Mochamad Arsyad
F14063075
7
BIODATA PENULIS
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penelitian yang berjudul “ANALISIS BIAYA PADA PRODUKSI TEH HITAM
ORTHODOX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN CISARUNI, GARUT JAWA
BARAT” dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian penelitian ini. Ucapan terimakasih disampaikan kepada :
1. Bapak Ir. Rahmat Supriadi selaku Administratur dan Ir. R Diki Abdulkadir Kepala Tanaman kebun
Cisaruni PT. Perkebunan Nusantara VIII, yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan izin
penulis untuk melakukan kegiatan penelitian.
2. Bapak Dasep Nurudin, seluruh Staf dan Karyawan PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun
Cisaruni yang tidak dapat penulis sebut satu per satu atas bantuan dan suasana kekeluargaan yang
diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian di kebun Cisaruni.
3. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis.
4. Kedua orang tua dan keluarga penulis atas segala doa dan dukungannya selama ini.
5. Taopik Setiawan atas dukungan serta bantuannya selama penelitian di Perkebunan Cisaruni.
6. Teman-teman Teknik Pertanian yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram alir budidaya tanaman teh ............................................................................8
Gambar 2. Diagram alir proses penanaman tanaman teh di lahan................................................9
Gambar 3. Bagan alir proses pengolahan pucuk teh di kebun Cisaruni .......................................11
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah produksi teh dunia dari tahun 2006 – 2008 ................................. .....................2
Tabel 2. Produksi teh tahun 2000 – 2008 ............................................................. ......................2
Tabel 3. Tingkat konsumsi teh terbesar per kapita ......................................................................4
Tabel 4. Perbandingan antara cara pengolahan teh hitam sistem orthodox
dan sistem CTC....................................................... ...................................................6
Tabel 5. Perbedaan antara hasil pengolahan teh hitam sistem orthodox
dan sistem CTC ...........................................................................................................7
Tabel 6. Komposisi kimia daun teh dan teh hitam ......................................................................7
Tabel 7. Luas konsensi HGU (Hak Guna Usaha) kebun Cisaruni, Garut ...................................21
Tabel 8. Rincian biaya perawatan tanaman .................................................................................28
Tabel 9. Rincian biaya panen ......................................................................................................29
Tabel 10. Rincian biaya pengangkutan ........................................................................................29
Tabel 11. Daftar mesin penggilingan ...........................................................................................30
Tabel 12. Rincian biaya pengolahan ............................................................................................30
Tabel 13. Rincian biaya biaya pengepakan dan penyimpanan .....................................................31
Tabel 14. Biaya pemeliharaan pabrik ...........................................................................................31
Tabel 15. Perhitungan biaya pokok ..............................................................................................32
Tabel 16. Perhitungan titik impas.................................................................................................32
Tabel 17. Hasil analisis sensitivitas penurunan harga ..................................................................33
Tabel 18. Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya tidak tetap ....................................34
Tabel 19. Hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan harga dan
kenaikan biaya tidak tetap ........................................................................................34
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta Lokasi Kebun Cisaruni, Garut ........................................................................38
Lampiran 2. Daftar rincian dan nilai investasi tanaman menghasilkan,
bangunan perusahaan, bangunan rumah, sertifikat HGU,
jalan dan jembatan milik PTPN VIII Kebun Cisaruni
tahun 2008 ..........................................................................................................39
Lampiran 3. Daftar rinciandan nilai alat angkutan milik PTPN VIII Kebun Cisaruni
tahun 2008 .............................................................................................................40
Lampiran 4. Daftar rincian dan nilai investasi mesin dan perlengkapan
milik PTPN VIII Kebun Cisaruni tahun 2008 .......................................................41
Lampiran 5. Daftar rincian dan nilai inventaris lainnya milik PTPN VIII
Kebun Cisaruni tahun 2008 ...................................................................................43
Lampiran 6. Perhitungan total investasi ......................................................................................44
Lampiran 7. Daftar rincian dan nilai biaya umum tahun 2008 ....................................................45
Lampiran 8. Perhitungan biaya penyusutan ................................................................................46
Lampiran 9. Rincian perhitungan biaya tetap, biaya tidak tetap dan
biaya total ..............................................................................................................47
Lampiran 10. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C dengan DF 12 % ..................................48
Lampiran 11. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 10% ..............49
Lampiran 12. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 20%..............50
Lampiran 13. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 30% ..............51
Lampiran 14. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah
kenaikan biaya tidak tetap 10 % ............................................................................52
Lampiran 15. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah
kenaikan biaya tidak tetap 20% .............................................................................53
Lampiran 16. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah
kenaikan biaya tidak tetap 30% .............................................................................54
Lampiran 17. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan
harga 10 % dan kenaikan biaya tidak tetap 10% ...................................................55
Lampiran 18. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan
harga 10 % dan kenaikan biaya tidak tetap 20%....................................................56
vii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian
Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp 1,2
triliun (0,3% dari total PDB non migas). Komoditi ini juga menyumbang devisa sebesar 110 juta
dollar AS setiap tahunnya (www.csrreview-online.com).
Untuk menjaga fungsi hidrolis dan pengembangan agroindustri, perkebunan teh juga menjadi
sektor usaha unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Rasio
perbandingan tenaga kerja dengan luas lahannya 0,75. Oleh karena itu, perkebunan teh digolongkan
sebagai industri padat karya. Tahun 1999 industri ini mampu menyerap 300.000 pekerja dan
menghidupi sekitar 1,2 juta jiwa (Suprihatini, 2005).
Teh saat ini merupakan salah satu tanaman industri masyarakat Indonesia, dan salah satu
minuman berkhasiat yang dikonsumsi sehari-hari oleh sebagian kalangan masyarakat di Indonesia.
Dari data yang didapat menunjukkan, pada tahun 1999 pasokan teh dunia diperoleh dari India (sekitar
30%), Cina (23,5%), Srilanka (9,5%), Kenya (7,5%), Indonesia (5%) dan Turki (4%). Dengan begitu
kesempatan Indonesia untuk meningkatkan produksi dan ekspornya masih sangat bagus. Pada tahun
2000 Indonesia mampu mengekspor teh sebanyak 99.847 ton setara 8% dari total keseluruhan ekspor
teh dunia yang sebanyak 1.244.426 ton. Pada awal tahun 2006 produksi teh di Indonesia meningkat
mencapai 167.881 ton dari 166.091 ton pada tahun 2005. Namun volume ekspor teh Indonesia terus
menurun, pada tahun 2006 Indonesia mampu mengekspor 95.000 ton dan pada tahun 2007 hanya
mampu mengekspor 83.000 ton, hal ini disebabkan kualitas teh yang terus menurun. Negara-negara
pengimpor teh dari Indonesia adalah Inggris, Pakistan, Irak, Amerika, Belanda, dan India (Suprihatini,
2005).
Potensi pengembangan komoditi teh Indonesia sangat besar. Produksi teh yang tinggi
menempatkan Indonesia pada urutan kelima sebagai negara produsen teh curah, setelah India, Cina,
Sri Lanka dan Kenya. Indonesia juga menduduki posisi kelima sebagai negara eksportir teh curah
terbesar dari segi volume setelah Sri Lanka, Kenya, Cina dan India (Suprihatini, 2005).
Potensi yang dimiliki cukup besar, sama halnya dengan ekspor produk pertanian Indonesia
lainnya ke pasar internasional, komoditi teh juga menghadapi persoalan-persoalan yang selalu
berulang. Banyaknya permasalahan seperti penurunan volume, nilai, pangsa pasar ekspor dan
rendahnya harga teh Indonesia memberikan dampak negatif pada perkembangan industri teh. Kondisi
ini membuat usaha perkebunan teh rakyat semakin merugi. Para petani harus menjual teh dengan
harga Rp 400 – 500 per kilogram sementara biaya perawatan teh mencapai Rp 700 per kg sehingga
petani merugi dari tahun ke tahun (www.csrreview-online.com).
Menurut Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) jumlah produksi
teh negara Indonesia menempati urutan ke tujuh setelah Cina, India, Kenya, Sri Lanka, Turki, dan
Vietnam. Jumlah produksi dapat dilihat pada Tabel 1.
1
Tabel 1. Jumlah produksi teh dunia dari tahun 2006 – 2008
Negara 2006 2007 2008
(ton) (ton) (ton)
Cina 1,047,345 1,183,002 1,257,384
India 928,000 949,220 805,180
Kenya 310,580 369,600 345,800
Sri Lanka 310,800 305,220 318,470
Turki 201,866 206,160 *1,100,257
Vietnam 151,000 164,000 174,900
Indonesia 146,858 150,224 150,851
Jepang 91,800 94,100 94,100
Argentina 72,129 76,000 76,000
Iran 59,180 60,000 60,000
Bangladesh 58,000 58,500 59,000
Malawi 45,009 46,000 46,000
Uganda 34,334 44,923 42,808
Negara-negara lain 189,551 193,782 205,211
Sumber : The Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations as of January 2010 in
www.wikipedia.com
Komoditi teh mampu menjadi sumber pendapatan bagi negara dan masyarakat Indonesia.
Namun dengan permasalahan-permasalahan yang semakin berlarut-larut, komoditi teh dapat
merugikan kehidupan petani/buruh dan industri. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih
lanjut untuk membantu para petani/buruh dan sektor industri teh dalam menemukan jalan keluar
seperti analisis biaya produksi teh.
Penurunan areal teh di Indonesia telah mempengaruhi jumlah produksi teh nasional.
Penurunan pertumbuhan produksi teh pada tahun 2004 berkisar 2,95%. Meski demikian, di beberapa
propinsi seperti Jawa Tengah, DIY dan Sumatera Barat, penurunan areal tidak berpengaruh pada
produksi mereka, bahkan produksi teh mengalami peningkatan.
Dalam hal produksi, Jawa Barat merupakan penghasil teh terbesar di Indonesia. Propinsi ini
menghasilkan 70% dari total produksi teh nasional. Propinsi lain yang juga merupakan penghasil teh
terbesar adalah Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Produksi teh di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel
2.
2
1. Ekspor Teh
Penjualan komoditi teh Indonesia sangat bergantung pada ekspor. Enam puluh lima
persen produksi teh Indonesia ditujukan pada pasar ekspor. Kondisi ini tidak lepas dari peran dan
kebijakan pemerintah yang ingin menggalakkan penerimaan devisa dengan mendorong produsen
untuk berorientasi pada ekspor.
Ketergantungan ini menimbulkan implikasi yang buruk pada perkembangan teh di
Indonesia. Harga teh di Indonesia sangat dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan ketersediaan
komoditi teh di tingkat dunia. Apabila pasokan dunia berlimpah, maka harga teh Indonesia akan
turun drastis. Akibatnya, banyak petani yang mengalami kerugian karena menjual teh dengan
harga di bawah biaya perawatan akhirnya menjual tanah perkebunan tehnya atau mengkonversi
menjadi perkebunan kelapa sawit, sayuran dan lain-lain.
Perkembangan ekspor teh mengalami penurunan selama sembilan tahun terakhir ini yaitu
dari tahun 1993 dengan jumlah 123.900 ton menjadi 100.185 ton pada tahun 2002. Rata-rata
perkembangan ekspor teh menurun 2,1% per tahun. Hal ini disebabkan oleh lemahnya daya saing
teh Indonesia di pasar dunia. Lonjakan ekspor teh baru terjadi pada tahun 2003.
Lonjakan ekspor teh pada tahun 2003 tidak diteruskan pada tahun 2004. Pada tahun 2004
Indonesia mengalami penurunan ekspor teh dan hanya mencapai volume sebesar 88.176 ton.
Penurunan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor termasuk adanya penurunan konsumsi di
Inggris dan negara-negara Eropa lainnya.
Pangsa pasar teh Indonesia terus mengalami penurunan. Bahkan beberapa pasar utama teh
yang dikuasai Indonesia telah diambil alih oleh negara produsen teh lainnya. Pasar-pasar yang
kurang dapat dipertahankan Indonesia adalah Pakistan, Inggris, Belanda, Jerman, Irlandia, Rusia,
Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Siria, Taiwan, Mesir, Maroko, dan Australia (Suprihatini,
2000). Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar dari 5,4% di tahun 1997 menjadi 3,9% pada
tahun 2001. Dari data penguasaan pangsa nilai ekspor seluruh jenis teh, pada tahun 2001 Indonesia
merupakan negara pengekspor teh terbesar pada urutan ketujuh di dunia setelah India (18,9%),
Cina (17,1%), Sri Lanka (15,2%), Kenya (7,9%), Inggris (7.9%) dan Uni Emirat Arab (4%).
Dengan jumlah pangsa pasar ekspor yang semakin kecil dan sebagian besar produk
ekspor berupa produk hulu yaitu teh curah, nilai ekspor Indonesia semakin jauh tertinggal
dibanding dengan negara-negara lain. Berbeda dengan negara-negara seperti Jepang, Inggris,
Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab, meskipun mereka mengimpor teh, tetapi mereka mampu
memberikan nilai tambah pada teh dengan mengolahnya menjadi produk hilir dan mengekspornya
dengan harga lebih tinggi. Kurang berkembangnya industri hilir teh di dalam negeri menyebabkan
harga jual teh Indonesia tetap rendah.
Ekspor tertinggi teh Indonesia adalah teh hitam curah. Ekspor komoditi jenis ini mencapai
85,5%. Sementara itu, sebagian besar pertumbuhan pasar teh hitam curah dunia justru mengalami
penurunan. Hanya negara-negara tertentu saja yang mengalami peningkatan pertumbuhan pasar,
misalnya negara Uni Emirat Arab, Federasi Rusia, Jepang dan Polandia. Pasar teh hitam curah di
Ingris, Jerman dan Amerika Serikat diduga telah menglami kejenuhan yang tercermin dari
pertumbuhan pasarnya yang negatif (Suprihatini, 2005).
Pertumbuhan pasar teh hijau curah dunia justru menunjukkan kecenderungan meningkat.
Namun jumlah ekspor Indonesia untuk komoditi teh hijau curah masih kecil, hanya 8,4%. Secara
umum kondisi daya saing teh hijau curah Indonesia di pasar teh dunia relatif lebih baik dibanding
dengan komoditas teh hitam curah. Indonesia masih mempunyai peluang untuk meningkatkan
ekspor teh hijau curah karena potensi pasar dunia untuk komoditi ini masih cukup besar.
3
Beberapa negara di dunia mengalami kecenderungan penurunan pertumbuhan pasar teh
hitam kemasan. Meski demikian, ada beberapa negara yang mempunyai pertumbuhan pasar teh
hitam tinggi antara lain Saudi Arabia, Amerika Serikat, Kanada dan Perancis. Pertumbuhan pasar
teh hitam kemasan tertinggi adalah Saudi Arabia. Sayangnya, pada tahun 1997 dan 2001 belum
terdapat ekspor teh hitam kemasan Indonesia ke pasar Saudi Arabia.
Pasar utama produk teh hijau kemasan yang memiliki pertumbuhan pasar tinggi adalah
Jepang, Maroko, Perancis, Amerika Serikat, Saudi Arabia dan Kanada. Diantara negara-negara
tersebut, hanya Saudi Arabia yang menjadi negara tujuan utama ekspor teh hijau kemasan
Indonesia. Padahal di dalam pasar ini, Indonesia hanya menguasai pangsa pasar sebesar 2,5% dan
kalah bersaing dengan teh hijau kemasan asal Sri Langka (Suprihatini, 2005).
Tabel Tingkat konsumsi teh dunia per kapita/tahun menunjukkan besarnya permintaan teh
dunia. Ini merupakan peluang pasar bagi negara-negara produsen untuk memperoleh pendapatan.
Negara-negara dengan tingkat konsumsi teh terbesar dapat menjadi pilihan target ekspor negara-
negara produsen teh.
Tingkat konsumsi teh negara Indonesia kecil dibanding negara-negara lain di dunia.
Meskipun mengalami kenaikan tiap tahunnya, jumlah konsumsi teh Indonesia belum memberikan
kontribusi yang signifikan bagi penjualan domestik komoditi teh. Salah satu sebab rendahnya
konsumsi teh dalam negeri adalah kurangnya informasi manfaat teh sebagai minuman kesehatan.
Harga komoditi Indonesia sangat ditentukan oleh supply dan demand teh internasional.
Harga teh Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002, harga teh
Indonesia lebih tinggi dibanding dengan harga pada tahun 2003. Harga teh kembali naik pada
tahun 2004 (www.csrreview-online.com).
B. TUJUAN PENELITIAN
4
C. RUANG LINGKUP
Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni Jawa Barat.
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dimulai pada bulan april 2010 sampai juni 2010.
Perusahaan ini dipilih dengan pertimbangan bahwa PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Cisaruni
adalah perusahaan yang bergerak dibidang pertanian dengan mengembangkan usaha perkebunan dan
berpengalaman cukup lama. Penelitian ini dititikberatkan pada struktur biaya produksi yang
dikeluarkan selama proses produksi.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN TEH
Tanaman teh (Thea sinensis L) merupakan salah satu tanaman keras dikelola secara
perkebunan yang termasuk family Theaceae, ordo Guttaferales dan kelas Thalaniflora (Benson, 1959
dalam Setiawan, 2009). Hasil tanaman teh ini berupa ranting muda dengan daun-daun, lazim disebut
pucuk teh. Pucuk teh inilah yang selanjutnya akan diolah menjadi teh kering yang dikenal umum
sebagai bahan minuman.
Pucuk teh yang baru dipetik dari tanamannya mengandung kadar air sekitar 75 – 80 % dari
berat total daun dan sisanya berupa bahan-bahan selain air yang umum disebut sebagai bahan kering.
Sebagian bahan kering tersebut bersifat dapat larut dalam air, dan sebagian lainnya bersifat tidak dapat
larut. Daun yang bermutu baik adalah daun yang kandungan tannin dan aktivitas enzimnya tinggi
serta mempunyai sifat fisik jaringan daun yang kuat. Makin tua daun makin rendah kandungan tannin-
nya dan makin tidak elastis (Pramono, 1993 dalam Setiawan, 2009).
Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem orthodox
(orthodox murni dan orthodox rotorvane) serta sistem baru khususnya sistem CTC. Sistem orthodox
murni sudah jarang sekali digunakan dan yang umum saat ini adalah sistem orthodox rotorvane.
Sistem CTC (Crushing, Tearing, Curling) merupakan sistem pengolahan teh hitam yang relatif baru di
Indonesia.
Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000), memberikan
gambaran tentang kedua cara pengolahan.
Tabel 4. Perbandingan antara cara pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC
No Sistem orthodox Sistem CTC
1 Derajat layu pucuk 44%-46% Derajat layu pucuk 32%-35%
2 Ada sortasi bubuk basah Tanpa dilakukan sortasi bubuk basah
3 Tangkai/tulang terpisah, disebut badag Bubuk basah ukuran hampir sama
Diperlukan pengeringan ECP Pengeringan cukup FBD
4 Cita rasa air seduhan kuat Cita rasa air seduhan kurang kuat, air
seduhan cepat merah
5 Tenaga kerja banyak Tenaga kerja sedikit
6 Tenaga listrik besar Tenaga listrik kecil
7 Sortasi kering kurang sederhana Sortasi kering sederhana
8 Fermentasi bubuk basah 105-120 menit Fermentasi bubuk basah 80-85 menit
9 Waktu proses pengolahan berlangsung lebih Waktu proses pengolahan berlangsung
dari 20 jam kurang dari 20 jam
Sumber : PPTK Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000)
Akibat cara pengolahan yang berbeda, maka teh orthodox dan CTC memiliki perbedaan-
perbedaan baik bentuk maupun cita rasanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
6
Tabel 5. Perbedaan antara hasil pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sistem CTC
No Uraian Orthodox CTC
1 Bubuk Agak pipih Butiran
2 Cita rasa Kuat Kurang kuat
3 Penyajian Lambat Cepat
4 Kebutuhan penyajian 400-500 cangkir/kg 800-1000 cangkir/kg
Sumber : Achmad Imron (2001) dalam Setiawan (2009)
Komposisi kimia daun teh sangat berpengaruh terhadap mutu bubuk teh yang dihasilkan
yaitu pada strength, warna, flavour dan rangsangan seduhan teh. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
reaksi enzimatis selama pengolahannya. Komposisi kimia daun teh segar dan teh hitam disajikan pada
Tabel 6.
Dalam proses pengolahan teh hitam ada beberapa faktor yang sangat menentukan dalam
mendapatkan teh hitam dengan mutu yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah varietas tanaman teh,
keadaan dan struktur tanah, tata cara pemeliharaan, keadaan iklim, ketinggian, pengawasan mutu
terhadap teh yang dihasilkan, dan tata cara pengolahan. Pengolahan yang sebaik apapun tidak akan
mendapatkan mutu bubuk teh hitam yang baik apabila mutu daunnya itu sendiri tidak baik.
Pada tahapan kegitan budidaya tanaman teh untuk menghasilkan pucuk teh sangat penting
dalam menentukan kualitas teh yang akan dihasilkan. Budidaya tanaman teh merupakan titik awal
penyediaan bahan baku dalam proses produksi teh, sehingga perlu perhatian khusus pada proses ini.
Adapun tahapan budidaya tanaman teh meliputi kegiatan pembibitan, penyiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan tanaman (pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma, penyulaman dan
pemangkasan) sampai pemanenan yaitu pemetikan pucuk teh.
7
Pembibitan
Penyiapan lahan
Penanaman
Pemeliharaan tanaman
belum menghasilkan
Pemeliharaan tanaman
menghasilkan
Pemetikan
1. Pembibitan (Persemaian)
Proses pembibitan merupakan hal yang sangat penting penting yang bisa menentukan
keberhasilan dari mutu tanaman teh yang dihasilkan, selain itu pembibitan yang baik pun akan
menghasilkan kualitas pucuk yang baik.
Ada beberapa cara perbanyakan tanaman teh, yang secara umum dapat dilakukan melalui
dua cara, yaitu perbanyakan secara generative melalui biji dan perbanyakan secara vegetatif
melalui akar, stek batang, sambungan dan okulasi. Pembibitan teh dengan stek berupa klon
merupakan cara yang paling cepat dan popular untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah
yang banyak dan mempunyi sifat-sifat sama yang dimiliki oleh tanaman induknya. Meskipun
demikian, pembibitan teh dengan menggunakan biji dari teh itu sendiri sesungguhnya mempunyai
beberapa keuntungan yaitu adaptabilitasnya lebih luas, potensi produksi baik, dan keanekaragaman
perdu mempunyai pengaruh yang baik terhadap mutu teh jadi, karena pucuk teh yang dihasilkan
mengandung zat penentu kualitas yang tercampur secara alami pada tipa-tiap perdu.
Bagian tanaman yang dijadikan bahan stek adalah tunas dari ranting dengan sehelai daun.
Persyaratan sebelum dilakukan penanaman, bibit harus dekat dengan areal yang akan ditanami
dengan tujuan untuk memudahkan pemindahan dari kebun pembibitan menuju lahan yang akan
8
ditanami, topografi sebaiknya rata dan apabila miring sebaiknya menghadap ke timur agar
mendapat sinar matahari, sehingga stek yang dihasilkan akan lebih baik.
Bangunan pembibitan yang akan digunakan adalah dengan sungkup plastik. Tujuan dari
penggunaan sungkup plastik ini adalah untuk mempertahankan kelembaban yang lebih besar dari
90% dengan suhu yang lebih hangat sekitar 27o C.
2. Penanaman di Lahan
Langkah awal sebelum melakukan penanaman adalah persiapan lahan. Persiapan lahan
ada dua macam yaitu persiapan lahan yang belum pernah ditanami teh sebagai penanaman baru
(new planting), dan persiapan lahan bekas tanaman teh atau peremajaan yang biasa dikenal
dengan kegitan penanaman ulang (replanting).
Untuk setiap macam penanaman, intensitas atau cara penanamannya tentu berbeda-beda.
Namun, pada prinsipnya hampir sama. Yang harus diperhatikan pada semua cara tersebut yaitu
pada proses pengolahan tanah yang baik, agar tanaman baru berlangsung secara optimal.
Untuk mencapai hal tersebut, lahan harus diolah sampai kedalaman tertentu (biasanya 60
cm), tanah bersih dari sisa-sisa akar, erosi yang tejadi sekecil mungkin, dan permukaan tanah
harus rata agar penanaman dapat dilaksanakan dengan baik. Secara umum urutan kerja persiapan
lahan bagi penanaman baru adalah seperti Gambar 2.
Pembongkaran pohon
dan tungggul
Pembersihan semak
belukar dan gulma
Jalan blok
Pembuatan jalan dan Jalan kontrol
drainase Jalan produksi
Pengolahan tanah
9
3. Pemeliharaan Tanaman
Kunci utama keberhasilan pada semua usaha pertanaman adalah pemeliharaan yang baik
dan teratur. Dengan pemeliharaan ini, tanaman akan tumbuh sehat, segar, dan produksi daun
tinggi. Sebaliknya tanpa perawatan, tanaman teh akan tumbuh merana, diserang hama penyakit,
tumbuh gulma, dan lahan kotor. Akibatnya, produksi daun teh pun sedikit dan tanaman bisa saja
mati.
Pembuatan dan pemeliharaan saluran air pada lahan miring, bertujuan untuk mengurangi
bahaya erosi. Pembenahan jalan serta saluran air dilakukan secara berkala untuk kelancaran
pengawasan serta pengaturan pengairan. Selain itu juga penyiangan dapat dilakukan secara manual
ataupun kimiawi. Penyiangan kimiawi dilakukan jika tanaman sudah cukup tinggi agar tidak
mengenai daun.
Pelaksanaan pemeliharaan dengan cara pemangkasan termasuk kegiatan eksploitasi yang
bertujuan untuk mencegah tanaman agar tidak terlalu tinggi juga untuk memperbanyak jumlah
ranting pada tanaman yang membentuk pucuk-pucuk baru sehingga dapat meningkatkan produksi
dan mempermudah pengambilan pucuk selama pemetikan. Ada tiga cara pemangkasan
berdasarkan ketinggiannya dari permukaan tanah adalah
1) Pemangkasan tinggi dengan ketinggian 70 cm – 80 cm dari permukaan tanah,
2) pemangkasan sedang dengan ketinggian 45 cm – 65 cm dari permukaan tanah,
3) dan pemangkasan rendah dengan ketinggian 15 cm – 45 cm dari permukaan tanah.
Pemetikan merupakan kegiatan pemetikan daun/pucuk teh yang terdiri dari kuncup,
ranting muda, dan daunnya. Kegiatan pemetikan selain bertujuan memungut hasil tanaman yang
sesuai dengan tujuan pengolahan, juga merupakan usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar
mampu meningkatkan produksi yang bekesinambungan (Tobroni, 1985 dalam Setiawan, 2009).
Pemetikan mempunyai aturan tersendiri untuk menjaga agar produksi daun teh tetap
tinggi dan tanaman tidak rusak karena petikan. Selain itu, pemetikan yang tidak teratur
menyebabkan tanaman teh menjadi cepat tinggi, bidang petik tidak rata, dan jumlah petikan tidak
banyak. Hal tersebut, tentu akan berpengaruh terhadap nilai ekonomi dari pucuk yang dihasilkan.
Dalam proses pelaksanaannya, pemetikan daun teh dibedakan atas dua macam basis
dasar, yaitu berdasarkan jumlah helaian daun dan waktu pemetikan (Paimin, 1993 dalam Setiawan,
2009).
Proses pengolahan teh hitam orthodox dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu pengolahan
basah dan pengolahan kering. Proses pengolahan teh hitam tersebut sudah menggunakan alat dan
mesin. Sedangkan tenaga manusia hanya diperlukan untuk mengontrol mesin dan memindahkan
bubuk basah atau kering selama proses pengolahan berlangsung. Kecuali pada proses sortasi, tenaga
manusia masih sangat banyak diperlukan untuk menjaga kualitas bubuk teh hitam orthodox. Secara
garis besar diagram alir proses pengolahan teh hitam orthodox disajikan pada Gambar 3.
10
Bahan baku (pucuk teh segar)
Pelayuan
Pengeringan
Sortasi kering
Adapun tahapan pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox adalah penerimaan bahan
baku, pembeberan dan pelayuan, penggilingan dan fermentasi awal, fermentasi, pengeringan, sortasi
kering, pengepakan dan penyimpanan.
Mutu teh hitam hasil pengolahan terutama ditentukan oleh bahan bakunya yaitu daun
segar hasil petikan. Mutu teh hitam yang baik sebenarnya akan lebih mudah dicapai apabila bahan
segarnya (pucuk) bermutu baik. Secara fisik, pucuk yang bermutu adalah daun muda yang utuh,
segar, dan berwarna kehijauan. Menurut beberapa ahli pengolahan, 75% mutu teh ditentukan di
kebun (ketinggian tempat, jenis petikan, dan penanganan hasil petikan), sisanya 25% ditentukan
oleh proses pengolahan.
Tahap awal pada proses pengolahan adalah penerimaan bahan baku, yaitu penimbangan
dengan menggunakan timbangan mekanis. Kemudian hasil penimbangan dicatat setelah itu
diturunkan dengan bantuan monorail untuk mengangkut teh dari truk ke withering trough.
Aspek fisik pelayuan ialah suatu proses dimana pucuk teh melepaskan air yang
dikandung ke udara bebas tanpa terjadi kerusakan pada pucuk teh. Oleh karena itu, udara pada
ruangan pelayuan hendaknya kering dengan suhu tidak terlalu rendah. Pada proses pelayuan tahap
pertama yang dilakukan adalah pembeberan pucuk yang mana pucuk disebar merata sampai
palung (trough) penuh dengan ketebalan ± 30 cm atau bisa disebut 30 cm pucuk per m2. Sementara
itu udara segar akan dialirkan untuk menghilangkan panas dan air pada pucuk dengan pintu palung
terbuka. Setiap selesai membeberkan pucuk dalam satu palung, pintu palung akan ditutup dan
udara terus dialirkan. Setelah pucuk layu maka segera diisi ke bak kayu untuk ditimbang lalu
dibawa ke jubung (lubang/saluran pemasukan pucuk teh layu ke mesin penggilingan) untuk proses
turun layuan dan dilanjutkan ke penggilingan.
11
Pengaturan suhu udara yang baik untuk digunakan dalam proses pelayuan adalah udara
bersih dengan kelembaban rendah yang berkisar antara 60% - 75%, dimana suhu tidak melebihi
28o C (optimum 26,7o C atau 80o F), dan volume yang cukup sesuai dengan kapasitas palung
withering trough. Untuk memperoleh suhu yang diharapkan diperlukan mesin pemanas.
Menurut Werkhoven (1974) dalam Eka Priatna (1989), dapat dipastikan bahwa selama 6
jam pertama pelayuan, kadar air yang hilang sebagian berasal dari pucuk pertama dan pucuk teh
kedua, sekitar 25% air diuapkan. Pada 12 jam kemudian sekitar 10% air akan mengalir dari batang
menuju pucuk untuk diuapkan. Pengalaman memperlihatkan bahwa pelayuan kimia berlangsung
antara 16 – 20 jam, akan menghasilkan kualitas teh yang baik (Trincik 1977 dalam Eka Priatna
1989).
3.1. Penggulungan
Pada proses penggulungan (rolling) akan membuat daun memar dan dinding sel
rusak, sehingga cairan sel keluar di permukaan dengan merata, dan pada saat itu sudah mulai
terjadi proses oksidasi enzimatis (fermentasi). Dengan adanya penggulungan, secara fisik
daun yang sudah digulung akan memudahkan tergiling dalam proses penggilingan.
Penggulungan dilaksanakan dalam alat penggulung yang disebut open top roller selama 30 –
40 menit yang mempunyai kapasitas 350 kg.
3.2. Penggilingan
Pada proses penggilingan, gulungan akan tergiling menjadi partikel yang lebih kecil
sesuai dengan yang dikehendaki konsumen, gulungan akan berukuran lebih pendek, cairan
sel keluar semaksimal mungkin, dan dihasilkan bubuk basah sebanyak-banyaknya.
Mesin penggilingan yang biasa dipakai dalam proses pengolahan teh hitam orthodox
adalah press cap roller dan rotor vane. Pada alat press cup roller pucuk akan digiling
sekaligus dipotong, selain itu juga alat ini berfungsi sebagai penggencet pucuk teh, sehingga
pucuk akan mengeluarkan cairan yang nantinya akan berpengaruh pada aroma dan rasa
produk teh.
12
4. Fermentasi
Fermentasi atau proses oksidasi enzimatis merupakan proses oksidasi senyawa polifenol
dengan bantuan enzim polifenol oksidase. Fermentasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kadar air dalam bahan (hasil sortasi basah), suhu dan kelembaban relatif, kadar enzim, jenis bahan,
serta tersedianya oksigen.
5. Pengeringan
Tujuan utama pada proses pengeringan adalah menghentikan proses fermentasi senyawa
polifenol dalam bubuk teh pada saat komposisi zat-zat pendukung kualitas mencapai keadaan
optimal dan menentukan mutu akhir teh hitam yang dihasilkan. Dengan adanya pengeringan, kadar
air dalam teh bubuk akan berkurang, sehingga teh kering akan tahan lama dalam penyimpanan.
Proses pengeringan yang dilakukan di pabrik Cisaruni menggunakan mesin pengering
jenis two stage dryer yang dilengkapi dengan trays konveyor. Prinsip kerja alat ini adalah
mengalirkan udara panas yang masuk berlawanan arah dengan masuknya bubuk teh ke dalam
dryer yang diperoleh dari heat exchanger yang diatur dengan bukaan valve. Panas yang diperoleh
tersebut akan merambat ke dinding tungku yang terdapat di ruang bakar, dan mengalir kedalam
pipa api akibat tarikan exhaust fan. Panas yang dihasilkan tadi akan diserap oleh udara segar yang
kemudian ditarik oleh main fan untuk disalurkan ke ruang pengering (Setiawan, 2009).
6. Sortasi Kering
Meskipun telah dilakukan proses sortasi basah, bentuk dan ukuran partikel teh kering
yang dihasilkan oleh mesin pengering masih heterogen, oleh sebab itu perlu dilakukan sortasi
kering. Pada prinsipnya proses sortasi kering adalah kegiatan memisah-misahkan teh bubuk kering
menjadi jenis-jenis tertentu. Tujuan sortasi kering adalah mendapatkan ukuran dan warna partikel
teh kering yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen meliputi memisah-
misahkan teh kering menjadi beberapa tingkat mutu (grade) yang sesuai dengan standar
perdagangan teh, menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna masing-masing grade, dan
membersihkan teh dari tangkai, serat dan bahan-bahan lain (debu, logam dan lain-lain).
Proses pertama sortasi yang dilakukan pabrik perkebunan Cisaruni adalah proses
pemisahan tulang daun serta daun-daun yang tua menggunakan alat midleton. Selanjutnya bahan
yang tersaring akan memasuki vibro, bubuk teh yang masuk ke alat ini akan mengalami pemisahan
serat dan juga proses pengayakan. Bubuk badag yang lolos dari ayakan selanjutnya mengalami
gencetan pada druck roll. Fungsi alat ini untuk mengecilkan ukuran bubuk teh yang masih terlalu
besar dengan sistem penggencetan. Semua bubuk teh yang dihasilkan pada proses sortasi
sebelumnya akan diproses selanjutnya berdasarkan jenis teh masing-masing untuk dipisahkan
berdasarkan berat jenis dengan menggunakan mesin winower. (Setiawan, 2009).
Bubuk teh yang telah selesai disortasi kering kemudian dilakukan penimbangan dan
dimasukan ke dalam peti miring untuk penyimpanan bubuk teh sementara sesuai masing-masing
jenis teh tersebut dengan tujuan untuk menjaga kualitas teh hitam orthodox yang telah dihasilkan,
yang selanjutnya akan dimasukan kedalam tea bulker dan dilakukan pengepakan.
13
D. PENGAWASAN MUTU
Standar mutu teh hitam merupakan dasar untuk menetapkan persyaratan minimum yang
harus dipenuhi, serta pedoman untuk menetapkan jenis-jenis mutu teh hitam untuk kepentingan
industri perdagangan teh dengan memperhatikan faktor kultur teknik pengolahannya.
Pengawasan mutu teh ini meliputi analisa petik dan analisa pucuk, kerataan layuan, green
dhool test, pengujian kadar air, pengujian berat jenis, pengujian inner dan outer quality.
Tujuan analisa petik dan analisa pucuk adalah untuk mengevaluasi mutu pucuk teh yang
merupakan dasar pendugaan mutu hasil olahan dan penentuan perhitungan harga bagi pemetik.
Saat ini, jenis petikan yang menghasilkan daun segar hasil petikan yang baik berdasarkan standar
operasional PT. Perkebunan Nusantara VIII kebun Cisaruni, Garut adalah medium murni dengan
hasil analisis pucuk minimal 60% dan analisa petik 55%.
2. Kerataan Layuan
Pengujian mutu teh pada saat teh masih basah yaitu pada proses oksidasi enzimatis yang
meliputi rasa, warna air, dan kenampakan ampas seduhan untuk menentukan lama waktu yang
ideal untuk oksidasi enzimatis.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui waktu fermentasi yang optimal, dimana bubuk teh
ditimbang sebanyak 56 g lalu dimasukan ke dalam cangkir yang berukuran 220 cc dan
didiamkan selama 6 menit setelah itu dituangkan ke mangkuk. Penilaian uji ini meliputi warna
air, light, colourly dan dull, rasa seduhan, kesegaran, rasa sepet dan ampas seduhan.
Pengujian kadar air ini bertujuan untuk mengetahui kandungan air baik pucuk teh ataupun
bubuk teh kering yang diukur dengan alat halogen moisture analyser (Alat yang digunakan untuk
mengukur kadar air pucuk dan bubuk teh basah atau kering dengan sistem kerja menguapkan air
yang terkandung dalam pucuk dan bubuk teh), kemudian dengan sensor digital dapat terbaca
jumlah air yang diuapkan. Nilai kadar air pucuk teh layu di pabrik Cisaruni 49– 55% dan bubuk
teh siap ekspor sekitar 4,5 %, sedangkan untuk lokal 6 %.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis teh kering sebelum pengepakan, yang
dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak 100 g dan kemudian dimasukan ke dalam gelas
ukur untuk dilihat berat jenisnya.
14
6. Pengujian Inner dan Outer Quality
Pengujian ini meliputi kenampakan bubuk teh jadi seperti warna, kerataan, kebersihaan dari
tulang dan serat, bentuk dan tipe air seduhan seperti warna air, kekuatan (strength), aroma dan
kenampakan ampas.
Menurut SNI 01-1902-1990 tentang teh hitam syarat mutu teh hitam ditentukan oleh ukuran
partikel, kenampakan, air seduhan, dan kenampakan ampas seduhan.
6.2.1. Kenampakan
Warna dinyatakan dengan kehitaman/kecoklatan/kemerahan/ keabuan.
Bentuk dinyatakan dengan tergulung/tidak tergulung; keriting/tidak keriting.
Bau dinyatakan dengan normal/tidak normal/berbau asing.
Tekstur dinyatakan dengan rapuh/tidak rapuh; padat/tidak padat.
Benda asing dinyatakan dengan ada atau tidak ada.
6.2.2. Penilaian terhadap Tip meliputi jumlah, warna, dan keadaan.
Warna dinyatakan dengan kemerahan/keperakan.
Jumlah dinyatakan dengan banyak (tippy)/sedang (some tips)/sedikit (few tips).
Keadaan tips dinyatakan sesuai hasil pengamatan seperti cerah, hidup dan berambut
rapat.
6.2.3. Penilaian kenampakan teh kering dinyatakan dengan nilai
A = Sangat baik (very good)
B = Baik (good)
C = Sedang (fair)
D = Kurang baik (unsatisfactory)
E = Tidak baik (bad)
15
6.3.2. Rasa air seduhan
Penilaian air seduhan meliputi unsur-unsur kesegaran (briskness), kekuatan
(strenght), aroma, dan rasa asing. Kesegaran adalah teh yang segar merupakan
kebalikan dari teh lunak (soft). Kekuatan adalah kombinasi antara kepekatan, rasa
sepat yang mengigit dan segar tetapi tidak pahit. Aroma adalah kombinasi antara
rasa dan bau yang spesifik yang dimiliki oleh kebun teh tertentu. Rasa asing adalah
rasa yang menyimpang dari khas teh seperti tainted (tercemar).
Nilai 20-29; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan tidak enak (bad) sampai
kurang enak (unsatisfactory).
Nilai 21-39; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan sedang (fairly good)
sampai enak (good).
Nilai 41-49; apabila unsur-unsur penilaian rasa dinyatakan enak (good) sampai
sangat enak dan memuaskan (very good/body).
E. PENGANGKUTAN
Dalam proses pengangkutan, sarana transportasi merupakan hal yang sangat penting, dimana
sarana ini digunakan pada saat panen atau untuk mengangkut bubuk teh yang sudah jadi. Di kebun
Cisaruni proses pengangkutan hasil panen menggunakan truk untuk masing-masing besar blok dari
tiap afdeling. Kondisi jalan juga sangat berpengaruh terhadap waktu yang diperlukan pada saat proses
pengangkutan berlangsung. Di kebun Cisaruni jalan menuju ke kebun masih berbatu dengan jalur
jalan yang melingkar, menanjak dengan lebar 2 – 2.5 meter sehingga dalam kondisi tertentu pada
proses pengangkutan harus berhati-hati karena bisa mengakibatkan kecelakaan fatal seperti
terbaliknya badan truk dan sebagainya. (Setiawan, 2009).
1. Biaya
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang yang telah terjadi
atau kelak terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat digolongkan dalam beberapa cara,
antara lain penggolongan atas objek pengeluaran, penggolongan atas dasar fungsi pokok pada
perusahaan, penggolongan atas hubungannya dengan pusat biaya dan penggolongan biaya
berdasarkan perubahan biaya terhadap perubahan volume produk atau kegiatan (Simangunsong,
1989 dalam Revinaldo, 1992).
16
Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya digolongkan atas biaya produksi,
biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. Biaya langsung dan biaya tidak langsung adalah
penggolongan biaya berdasarkan hubungan dengan produk, sedangkan penggolongan biaya
menurut perubahannya terhadap volume produksi adalah biaya tetap, biaya variabel dan biaya
semi variabel.
Selanjutnya William (1973) dalam Revinaldo (1992) menyatakan, bahwa biaya tetap
adalah biaya yang totalnya tetap sampai batas kapasitas tertentu, meskipun volume produksi
berubah. Biaya variabel merupakan biaya yang sebanding dengan perubahan volume produksi,
sedangkan biaya semi variabel berubah tidak sebanding dengan volume produksi.
Biaya utama dalam proses produksi adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung. Biaya overhead pabrik meliputi biaya bahan pembantu, biaya tenaga kerja tidak
langsung dan biaya tidak langsung lainnya seperti asuransi, listrik, sewa pabrik, penyusutan,
reparasi dan peralatan (Simangunsong, 1989 dalam Revinaldo, 1992).
2. Analisis Biaya
Analisis biaya merupakan suatu kegiatan meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi
dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam suatu perusahaan. Prosedur pemilihan
biaya menurut William (1973) dalam Revinaldo (1992) dapat dibagi empat, yaitu memecah total
biaya menurut fungsinya, semua biaya diperkirakan digunakan untuk tujuan khusus ;
menghubungkan biaya dengan kapasitas perusahaan, jumlah bisnis atau kombinasi dari kedua
elemen tersebut ; menentukan secara tepat sumberdaya yang digunakan untuk melayani kegiatan
dan mengidentifikasi biaya khusus yang bergabung dengan tiap sumber daya ; dan
mengalokasikan biaya ke berbagai produk atau pelayanan sesuai dengan kewajibannya masing-
masing.
Menurut Manullang (1980) dalam Adhipratiwy (2001), biaya pokok produkasi adalah
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang, ditambah biaya lainnya sehingga
barang tersebut dapat digunakan. Sedangkan menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwy (2001),
biaya pokok adalah biaya yang tidak dapat dihindarkan yang dapat dipakai dalam proses produksi
yang dapat diperhitungkan.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya pokok adalah jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk barang dan jasa sampai barang tersebut dapat
digunakan atau dijual di pasar. Menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwy (2001), tujuan
perhitungan biaya pokok adalah
a. Untuk menentukan harga penjualan,
b. Untuk menentukan laba atau rugi perusahaan,
c. Untuk menetapkan kebjaksanaan perusahaan,
d. Untuk memberikan penilaian di dalam neraca,
e. Untuk menentukan efisiensi perusahaan.
Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi,
volume penjualan, harga jual, biaya produksi dan biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun
17
variabel dan laba atau rugi. Titik impas adalah volume atau jumlah penjualan dan volume
produksi, dimana perusahaan yang bersangkutan tidak menderita kerugian dan juga tidak
mendapatkan laba. Untuk dapat melakukan perhitungan analisis titik impas produksi, perlu
diketahui hubungan antara biaya, jumlah produksi, dan harga penjualan. Ketiga unsur tersebut
sangat erat kaitannya dalam menentukan laba perusahaan. Biaya akan menentukan harga
penjualan, harga jual akan mempengaruhi jumlah penjualan dan jumlah penjualan akan
mempengaruhi jumlah produksi yang nantinya akan langsung mempengaruhi biaya.
Dalam perhitungan titik impas produksi diperlukan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi
agar perhitungan titik impas produksi dapat dilakukan. Asumsi ini merupakan dasar pemikiran
yang harus diterapkan. Menurut Ryanto (1993) dalam Adhipratiwy (2001), asumsi yang digunakan
dalam analisis titik impas produksi adalah
a. Biaya didalam perusahaan diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsional dengan volume
produksi atau penjualan.
c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah, meskipun ada perubahan volume
produksi atau penjualan.
d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode analisa
e. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila diproduksi lebih dari satu jenis
produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk adalah konstan.
Menurut Limbong dan Sitorus (1989) dalam Adhipratiwy (2001), kegunaan dari analisis
titik impas produksi antara lain
a. Untuk mengetahui kaitan antara volume produksi dan penjualan, harga jual, biaya produksi,
biaya lainnya serta laba dan rugi.
b. Sebagai landasan untuk merencanakan kegiatan operasional dalam usah mencapai laba
tertentu.
c. Sebagai landasan untuk mengendalikan kegiatan yang berjalan.
d. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan harga penjualan.
Dengan adanya asumsi tersebut, maka dalam gambar titik impas, garis hasil penjualan
dan garis biaya total akan berupa garis lurus, karena semua perubahan dianggap sebanding dengan
volume penjualan. Analisis yang digunakan dalam konsep ini adalah titik impas produksi dengan
satuan unit (kg). Titik impas produksi dapat ditentukan setelah diadakan pengklasifikasian biaya
tetap dan biaya variabel.
18
III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH PERKEMBANGAN
Kebun Cisaruni merupakan salah satu unit kebun dari 45 unit yang ada di bawah naungan
PT. Perkebunan Nusantara VIII yang berkantor pusat di Jl. Sindangsirna No. 4 Bandung, Jawa Barat.
Kebun Cisaruni merupakan gabungan dari 2 (dua) perkebunan besar yaitu perkebunan
Cisaruni dan perkebunan Giriawas, yang dimulai sejak tanggal 27 Desember 1957 yang bertepatan
dengan pengambil alihan Irian Barat dari wilayah Belanda menjadi wilayah Republik Indonesia.
Perkebunan Giriawas diambil alih dari perusahaan milik Belanda yaitu Fawatering dan Loober dengan
pimpinan kebunnya atau Administratur Somawinata. Perkebunan Giriawas mencakup 3 (tiga) afdeling
yaitu afdeling Situayu, afdeling Cikembar, dan afdeling Cisaruni lama dengan pusat kegiatannya di
Cisaruni lama (Desa Cikandang). Afdeling adalah bagian kebun sebagai pemasok bahan baku pucuk.
Setiap afdeling terdiri dari beberapa blok kebun dan dipimpin oleh seorang sinder. Hasil
penggabungan 2 (dua) perkebunan besar diberi nama Kebun Cisaruni, yang terdiri dari 4 (empat)
afdeling yaitu afdeling Cisaruni, afdeling Situayu, afdeling Jayasana, dan afdeling Cikembar. Kantor
Induk Kebun Cisaruni pada waktu itu terletak di Desa Margamulya, Kecamatan Cikajang.
Perkembangan Kebun Cisaruni terbagi dalam 3 (tiga) periode, yaitu periode zaman Belanda,
periode zaman Jepang, dan periode setelah kemerdekaan Republik Indonesia.
Perkebunan Cisaruni didirikan pada tahun 1829 oleh seorang Belanda bernama Van
Holle. Pertama kali ditanami kopi dan tebu kemudian kina. Karena alam dan iklim yang tidak
sesuai dengan jenis tanaman tersebut maka komoditi yang diusahakan diganti dengan tanaman teh
dengan produk berupa teh hitam orthodoks.
Masa kepemimpinan perusahaan zaman Belanda berlangsung selama 113 tahun mulai
tahun 1829 – 1942 hingga datangnya bangsa Jepang tahun 1942.
Pada tahun 1942 perkebunan Cisaruni dikuasai oleh bangsa Jepang. Pada masa
pendudukan Jepang perkebunan ini tidak terpelihara, bahkan sebagian besar dibongkar untuk
ditanami jagung, kentang, dan sayur-sayuran. Teh di perkebunan tersebut sering kali diambil
bangsa Jepang untuk dibuat teh hijau. Masa kepemimpinan zaman Jepang hanya berlangsung
selama 3 tahun yaitu tahun 1942 – 1945.
19
pada tahun 1948 – 1950 dan oleh Van de Wall pada tahun 1951 – 1957. Selama kurun waktu 39
tahun sejak penggabungan perkebunan Cisaruni dan perkebuanan Giriawas. Pada tahun 1957
Kebun Cisaruni mengalami beberapa perubahan bentuk badan hukum, pembangunan pabrik baru,
penambahan jenis tanaman teh, dan perubahan pimpinan Kebun Cisaruni.
Lokasi perkebunan Cisaruni terletak di daerah kaki Gunung Cikuray dan Papandayan dengan
ketinggian (elevasi) antara 1100 – 1640 m dpl (di atas permukaan laut). Dengan suhu udara rata-rata
180C – 240C dan curah hujan rata-rata per tahun 4.011 mm dengan rata-rata 158 hari hujan.
Pusat kegiatan Kebun Cisaruni terletak di Desa Giriawas, Kecamatan Cikajang, Kabupaten
Garut dan mempunyai areal konsensi hak guna usaha (HGU) yang tersebar di 5 (lima) Desa di 2 (dua)
Kecamatan yaitu Kecamatan Banjarwangi dan Kecamatan Cikajang. Luas konsensi HGU Kebun
Cisaruni disajikan pada Tabel 7 berikut.
20
Tabel 7. Luas konsensi HGU (Hak Guna Usaha) Kebun Cisaruni, Garut
No Nama Desa Luas area (ha)
1 Giriawas 366,178
2 Margamulya 239,570
3 Cikandang 245,715
4 Mekarjaya 473,533
5 Tanjungjaya 398,540
Sumber : PT. PN VIII Kebun Cisaruni, 2009
Suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya harus memiliki struktur organisasi yang
jelas agar semua pegawai mengetahui tanggung jawabnya masing-masing. Pada PT. Perkebunan
Nusantara VIII, Kebun Cisaruni, Garut struktur organisasi sangat dibutuhkan dalam pengelolaan
tanaman dan pengolahan hasil tanam agar diperoleh hasil (produk) sesuai dengan yang diinginkan
baik kualitas maupun kuantitas. Adapun struktur organisasi di Kebun Cisaruni dipimpin oleh seorang
Administratur (ADM) yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur PTPN VIII. Dalam
menjalankan tugasnya Administratur dibantu oleh Sinder Kepala, Sinder Pabrik, Sinder Tata Usaha
Keuangan, Sinder Teknik, dan Sinder Afdeling. Sinder adalah Kepala bagian dibawah administratur.
Karyawan di Kebun Cisaruni digolongkan menjadi staf (Golongan IIIA – IVD, I.B – II.D,
I.A), non staf (karyawan tetap dan karyawan lepas). Adapun tugas dari masing-masing jabatan staf
adalah Sinder Kepala, Kepala Unit Kebun, Sinder Pabrik, Sinder Tata Usaha Keuangan, Sinder
Teknik.
1. Sinder Kepala
Bertugas dalam bidang teknik budidaya tanaman yang meliputi pengadaan tanaman,
persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan mengusahakan tenaga pemetik yang
sifatnya karyawan harian, bulanan, ataupun borongan. Sinder Afdeling langsung bertanggung
jawab kepada Sinder Kepala mengenai tugas-tugasnya dan dibantu oleh beberapa mandor besar
yang khusus menangani sub-sub dari tiap-tiap pekerjaan di kebun.
3. Sinder Pabrik
Bertugas membantu Administratur dalam bidang pengolahan pucuk teh, dengan dibantu
oleh beberapa mandor besar basah dan mandor besar kering mulai dari pucuk teh sampai menjadi
produk teh yang siap dipasarkan dan bertanggung jawab terhadap mutu teh yang dihasilkan.
4. Sinder Tata Usaha Keuangan (TUK)
21
Membantu Administratur dalam bidang administrasi kantor dan mengelola data-data yang
masuk, baik penggunaan dana, hasil produksi pucuk, hasil produksi teh jadi, kemudian
mengirimkannya ke kantor Direksi yang dibantu oleh beberapa petugas dan juru tata usaha yang
khusus menangani sub pekerjaan.
5. Sinder Teknik
Adapun fasilitas-fasilitas yang disediakan bagi karyawan tetap dan staf PTPN VIII di Kebun
Cisaruni adalah sebagai berikut :
a. Perumahan dengan fasilitas listrik dan air yang telah disediakan.
b. Sarana peribadatan berupa masjid untuk umat Islam.
c. Sarana kesehatan berupa Usaha Kesehatan Karyawan (UKK) untuk melayani karyawan dan
keluarga.
d. Antena parabola dan sarana internet yang dapat digunakan oleh karyawan dan masyarakat sekitar
kebun.
e. Sarana olahraga berupa lapangan voli dan tenis.
f. Sarana pendidikan berupa sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) untuk melayani pendidikan putra-
putri karyawan.
Dengan luas areal konsensi 1.625,2297 ha, Kebun Cisaruni mampu memproduksi rata-rata 30
- 40 ton pucuk teh hitam orthodox per hari dalam kondisi normal, dengan pembagian unit kebun
seperti yang terlihat pada Tabel 7, tetapi jika musim kemarau tiba, Kebun Cisaruni hanya dapat
memproduksi pucuk rata-rata 20 ton per hari dan 60 – 70 ton pucuk per hari jika musim flush atau
musim dengan produktivitas tanaman tinggi, sehingga jumlah pucuk yang dihasilkan meningkat dan
biasanya terjadi saat musim hujan. Selain itu juga Kebun Cisaruni mampu memproduksi teh hijau
Jepang dengan rata-rata 2 – 3 ton pucuk teh Jepang per hari, akan tetapi pabrik pengolahnnya terpisah
dengan pengolahan teh hitam orthodox yang terdapat di Kebun Cisaruni lama.
Saat ini kegiatan di Kebun Cisaruni sedang melakukan kegiatan exploitasi (pemeliharaan,
pemanenan dan pemangkasan) dan kegiatan investasi (replanting tanaman teh, program penanaman
hutan tanaman energi). Pucuk dipetik secara manual oleh pemetik dengan menggunakan tangan,
namun ketika musim flush diperbolehkan menggunakan gunting petik sebagai alat bantu memetik
(dengan catatan bongkolnya tidak boleh ikut dipotong). Setelah pucuk dipetik kemudian pucuk
dimasukkan ke waring (alat yang digunakan untuk mengemas pucuk teh oleh pemetik sebelum
ditimbang ) kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam yutsak (alat yang digunakan untuk
mengemas pucuk teh setelah ditimbang di kebun untuk dibawa ke pabrik), selanjutnya pucuk teh
diangkut dengan menggunakan truk ke pabrik untuk diolah.
Pucuk yang tiba di pabrik di timbang, dibeber, kemudian dilakukan analisa pucuk dan analisa
petik terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas pucuk yang datang dari kebun saat itu. Kemudian teh
diolah menjadi produk teh hitam orthodox, dengan memperhatikan parameter suhu dan kelembaban
dalam ruang pengolahan selama proses berlangsung. Produk kemudian diambil contohnya untuk
22
bahan uji mutu yang dilakukan 2 (dua) tahap, yaitu pertama oleh pihak Kebun Cisaruni dan
selanjutnya diuji lagi di kantor pusat (PTPN).
Produk teh yang dihasilkan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Produk yang dihasilkan harus memiliki kualitas rasa, aroma, warna, dan ampas yang baik. Kegiatan
produksi teh Kebun Cisaruni pada musim kemarau ini per harinya mencapai 20.520 kg pucuk teh per
hari setara dengan 4.560 kg bubuk teh hitam, dengan kadar air antara 4% – 4,5% atau dengan standar
rendemen 22% di PTPN VIII kebun Cisaruni. Apabila teh yang diuji mutu telah dikatakan layak,
maka contoh produk teh selanjutnya dikirim ke Kantor Pemasaran Bersama (KPB), begitupun sama
halnya dengan teh hijau Jepang.
Pemasaran produk dilakukan dengan cara dilelang untuk mendapatkan harga yang paling
bagus. Pelelangan seluruh produk yang dihasilkan oleh Perkebunan Nusantara VIII dilakukan di
Kantor Pemasaran Bersama, setelah mendapat harga yang bagus produk dijual. Pengiriman produk
dilakukan setelah mendapat perintah dari kantor direksi untuk dikirim. Pembeli teh merupakan utusan
dari perusahaan negara tetangga maupun perusahaan dalam negeri.
Sarana peralatan untuk pengolahan terdiri dari alat pelayuan, penggilingan, alat sortasi basah,
tempat fermentasi, pengeringan dan alat pengepakan. Sedangkan sarana produksi yang berupa
bangunan antara lain adalah bangunan pelayuan, ruang giling dan fermentasi, ruang pengeringan,
ruang kantor, ruang sortasi dan pengepakan, bengkel, gudang (bahan bakar, gudang paper sack,
gudang obat-obatan, gudang pupuk, dan gudang cangkang sawit), ruang diesel, dan garasi.
Sarana pendukung lain sistem produksi yang terdapat di Kebun Cisaruni adalah penyedia air,
sarana transportasi berupa kendaraan truk yang digunakan untuk pengangkutan pucuk dan hasil juga
kendaraan penumpang, sarana penyedia energi, sarana pengujian mutu dan sarana penanganan limbah.
23
IV. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan Cisaruni, PT. Perkebunan Nusantara VIII, Garut,
Jawa Barat. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian adalah selama periode bulan April 2010 sampai
dengan Juni 2010.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui wawancara dengan staf dan karyawan bagian produksi pada PT. Pekebunan Nusantara VIII
Kebun Cisaruni. Disamping itu dilakukan pula pengamatan langsung di lapangan untuk informasi
tambahan guna mendukung data yang diperoleh. Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan PT.
Pekebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, dokumen-dokumen di bagian produksi dan informasi
tambahan dari instansi terkait serta bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini.
Data yang diperlukan adalah
a. Modal investasi awal
b. Tingkat produksi teh selama 1 tahun
c. Biaya tetap produksi teh
d. Biaya variabel produksi teh
e. Tingkat bunga yang berlaku
C. METODE ANALISIS
Biaya produksi dihitung berdasarkan kapasitas normal yang nyata dicapai dalam kondisi
normal dengan mempertimbangkan kapasitas terpasang dan kondisi normal pabrik seperti hari
dan jam kerja, hari-hari libur, perawatan, pergantian alat, dan pola pergantian kerja (Soesarsono,
2003 dalam Nataprawira, 2005).
a) Biaya Tetap
Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya.
Biaya ini tidak tergantung pada jumlah produk yang dihasilkan (jumlah jam kerja suatu alat /
mesin). Meskipun alat atau mesin tersebut bekerja dalam waktu yang berbeda, atau bahkan
tidak digunakan untuk bekerja, biaya ini tetap ada dan harus diperhitungkan, dan besarnya
relatif tetap. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap adalah biaya penyusutan, biaya
bunga modal, biaya asuransi, biaya pajak, dan biaya gudang/bangunan (Pramudya dan Dewi,
1992).
Biaya tidak tetap adalah biaya-biaya yang tergantung pada volume kegiatan antara
lain biaya tenaga kerja (borongan), bahan baku, bahan pembantu, listrik, transportasi, dan
sebagainya (Soesarsono, 2003 dalam Nataprawira, 2005).
24
c) Biaya total
Biaya total merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap (Pramudya
dan Dewi, 1992). Biaya total dapat dirumuskan :
B = BT + BTT.......................................................(1)
Keterangan,
B = Biaya Total (Rp/ tahun)
BT = Biaya Tetap (Rp/ tahun)
BTT = Biaya Tidak Tetap (Rp/ tahun)
d) Biaya pokok
Biaya pokok produksi adalah biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unit
produk yang dihasilkan. Biaya pokok terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Menurut Pramudya dan Dewi (1992), biaya pokok dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
BT
BP = PT .......................................................................(2)
Keterangan,
BP = Biaya Pokok (Rp/unit)
BT = Biaya Total (Rp/tahun)
PT = Produksi Total (unit/ tahun)
Titik Impas (break even point) adalah suatu titik dimana terjadi keseimbangan antar dua
alternatif berbeda. Penggunaan titik impas dapat digunakan untuk penentuan volume produksi.
Suatu perusahaan dikatakan mencapai titik impas, apabila dari suatu analisis laba dan rugi dalam
suatu periode kerja/kegiatan tertentu, perusahaan tersebut tidak memperoleh untung, tapi juga
tidak menderita rugi (impas) (Pramudya dan Dewi, 1992). Untuk menghitung titik impas produksi
dapat digunakan rumus:
BT
TIP = .........................................................(3)
HJ −BTT
Keterangan,
TIP = Titik Impas Produksi (unit/tahun)
BT = Biaya Tetap (RP/tahun)
HJ = Harga Jual (Rp/unit)
BTT = Biaya Tidak Tetap (Rp/unit)
3. Analisis Kelayakan
25
a) Net Present Value
Net Present Value (NPV) yaitu seluruh angka net cash flow yang digandakan dengan
discount factor pada tahun dan discount factor yang telah ditentukan. Menurut Gray et al
(1985), untuk menghitung NPV dapat digunakan rumus :
𝑛 𝐵𝑡−𝐶𝑡
𝑁𝑃𝑉 = 𝑡=1 1+𝑖 𝑡 .................................................(4)
Keterangan :
NPV = Net Present Value (Rp)
n = Umur Produksi (tahun)
t = Tahun ke-t
B = Manfaat (Rp/tahun)
C = Biaya (Rp/tahun)
i = Discount factor (%tahun)
Jika : NPV > 0 proyek menguntungkan
NPV = 0 proyek tidak menguntungkan
NPV < 0 proyek merugikan
Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian internal, yaitu suatu tingkat
pengembalian yang dinyatakan dalam persen yang identik dengan biaya investasi.
Menurut Gray et al (1985), untuk menghitung IRR dapat digunakan rumus :
𝑁𝑃𝑉𝑖 1
IRR = 𝑖1 + X i2 − i1 ..........................(5)
𝑁𝑃𝑉𝑖 1 −𝑁𝑃𝑉𝑖 2
Keterangan :
IRR = Internal Rate of Return (IRR)
i1 = Tingkat bunga pada saat NPV yang didapat positif (%)
i2 = Tingkat bunga pada saat NPV yang didapat negatif (%)
IRR adalah tingkat bunga yang membuat NPV = 0
Jadi, bila IRR ≥ discount factor proyek menguntungkan
sehingga proyek layak untuk dikembangkan
Dan bila IRR < discount factor proyek merugikan
sehingga proyek tidak layak untuk dikembangkan
Benefit Cost Ratio (B/C), yaitu nilai perbandingan antara jumlah nilai manfaat dan
nilai biaya. Nilai manfaat didapat dari hasil penjualan dan nilai sisa alat. Sedangkan nilai
biaya adalah didapat dari biaya investasi dan biaya tahunan untuk perawatan dan
pemeliharaan.
Benefit Cost Ratio (B/C) terdiri dari dua jenis, yaitu Net B/C dan Gross B/C. Namun
Gross B/C dianjurkan untuk tidak digunakan analisis benefit cost. Menurut Gray et al (1985),
untuk menghitung Net B/C dapat digunakan rumus :
26
+𝑁𝑃𝑉
𝐵 −𝐶 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
Net 𝐵/𝐶 = ..............................................(6)
−𝑁𝑃𝑉 𝐵 −𝐶 𝑛𝑒 𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓
dimana,
𝑛
Bt −Ct
NPVB−C positif = t
...........................................(7)
𝑡=1 (1+i)
𝑛
Ct −Bt
NPVB−C negatif = t
...........................................(8)
𝑡=1 (1+i)
Net B/C merupakan nilai perbandingan antara jumlah nilai sekarang yang bernilai
positif dengan jumlah nilai sekarang yang bernilai negatif.
Jika : B/C > 1 proyek menguntungkan.
B/C = 1 proyek tidak menguntungkan dan tidak merugikan, manfaat yang diperoleh
hanya cukup untuk menutup biaya (tercapai titik impas).
B/C < 1 proyek merugikan,
sehingga proyek tidak layak untuk dikembangkan.
4. Analisis Sensitivitas
27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis biaya dilakukan mulai dari pemeliharaan tanaman, panen, proses pengangkutan,
proses pengolahan hingga pengepakan.
Biaya perawatan tanaman yaitu biaya-biaya yang dibutuhkan untuk merawat tanaman.
Biaya perawatan tanaman meliputi gaji pimpinan, gaji pegawai non staf, upah pengawas,
pemeliharaan jalan, saluran air dan teras, penyiangan, pemberantasan hama penyakit, pemupukan,
pemangkasan, dan biaya untuk membeli alat dan perlengkapan. Untuk besar nilai biaya yang
dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 8. Dari tabel dapat dilihat biaya terbesar adalah untuk
pemupukan yaitu sebesar Rp 2.184.524.560 per tahun. Setelah semua biaya perrawatan dijumlah
didapat total biaya untuk perawatan adalah sebesar Rp 4.123.340.568 per tahun.
2. Biaya Panen
Pemanenan merupakan kegiatan pemetikan daun/pucuk teh yang terdiri dari kuncup,
ranting muda, dan daunnya. Kegiatan pemetikan selain bertujuan memungut hasil tanaman yang
sesuai dengan tujuan pengolahan Pada proses panen dilakukan dengan cara manual menggunakan
alat atau menggunakan tangan. Upah panen dibayarkan menurut hasil petikan yang didapat sebesar
Rp 614 untuk setiap kg teh basah yang didapat.
28
Tabel 9. Rincian biaya panen per tahun
No Uraian Rp/kg kg basah Nilai (Rp)
1 Gaji non staf 225.521.025
2 Upah pengawas 79.249.271
3 Upah panen 614 8.716.901 5.349.244.801
4 Alat perlengkapan panen 91.834.200
Jumlah 5.745.849.297
Dari tabel diatas dapat dilihat biaya yang dibutuhkan untuk panen yaitu gaji non staf,
upah pengawas, upah panen, dan biaya untuk perlengkapan panen. Biaya terbesar untuk panen
adalah upah panen yaitu sebesar Rp 614 x 8.716.901 kg atau Rp 5.349.244.801. Setelah dijumlah
semua biaya didapat total biaya panen yaitu Rp 5.745.849.297 per tahun.
3. Biaya Pengangkutan
Biaya pengangkutan adalah biaya yang dibutuhkan untuk mengangkut hasil panen dari
tiap afdeling dan untuk mengangkut bubuk teh yang sudah jadi. Di kebun Cisaruni proses
pengangkutan hasil panen menggunakan truk untuk masing-masing besar blok dari tiap afdeling.
Terdapat 5 truk yang dimiliki Kebun Cisaruni, truk-truk yang difungsikan sudah tidak memiliki
nilai ekonomis lagi dengan nilai akhir sebesar Rp 174.390.000. Selain menggunkan truk milik
sendiri, Kebun Cisaruni juga menyewa kendaraan dari pihak ketiga. Untuk rincian biaya
pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 10.
Dari tabel dapat dilihat biaya pengangkutan yaitu berupa biaya angkut, sewa kendaraan
pihak ketiga dan upah bongkar muat lepas. Total biaya pengangkutan adalah sebesar Rp
671.730.181.
4. Biaya Pengolahan
Proses pengolahan teh hitam orthodox dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu pengolahan
basah dan pengolahan kering. Proses pengolahan teh hitam tersebut sudah menggunakan alat dan
mesin. Sedangkan tenaga manusia hanya diperlukan untuk mengontrol mesin dan memindahkan
bubuk basah atau kering selama proses pengolahan berlangsung. Kecuali pada proses sortasi,
tenaga manusia masih sangat banyak diperlukan untuk menjaga kualitas bubuk teh hitam
orthodox.
Tahap awal pada proses pengolahan adalah penerimaan bahan baku, yaitu penimbangan
dengan menggunakan timbangan mekanis. Kemudian hasil penimbangan dicatat setelah itu
diturunkan dengan bantuan monorail untuk mengangkut teh dari truk ke withering trough. Mesin-
sesin yang digunakan dalam proses ini sudah tidak ekonomis dengan nilai akhir untuk monorail
Rp 21.760.977 dan 23 mesin withring trough dengan senilai Rp 170.766.045. Kemudian
dilakukan proses penggulungan.
29
Pada proses penggulungan (rolling) menggunakan 5 mesin giling open top roller yang
sudah tidak ekonomis dengan nilai Rp 210.707.710. Dengan adanya penggulungan, secara fisik
daun yang sudah digulung akan memudahkan tergiling dalam proses penggilingan.
Mesin penggilingan yang biasa dipakai dalam proses pengolahan teh hitam orthodox
adalah press cap roller dan rotor vane. Nilai mesin-mesin yang digunakan dapat dillihat di Tabel
11.
Setelah digiling, daun teh kemudian difermentasi. Fermentasi atau proses oksidasi
enzimatis merupakan proses oksidasi senyawa polifenol dengan bantuan enzim polifenol oxsidase.
Hasil fermentasi kemudian akan dikeringkan.
Proses pengeringan yang dilakukan di pabrik Cisaruni menggunakan mesin pengering
jenis two stage dryer yang dilengkapi dengan trays konveyor. Prinsip kerja alat ini adalah
mengalirkan udara panas yang masuk berlawanan arah dengan masuknya bubuk teh ke dalam
dryer yang diperoleh dari heat exchanger yang diatur dengan bukaan valve. Mesin two stage
drier/monarch yang dimiliki berjumlah 3 dengan nilai akhir Rp 242.864.609. Mesin pengering
yang digunakan sudah melewati umur ekonomis. Setelah proses pengeringan selesai, hasilnya
akan disortasi kemudian di-packing.
Mesin-mesin yang digunakan dalam proses pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Total nilai investasi mesin dan perlengkapannya saat dilakukan penelitian adalah sebesar Rp
2.899.277.263. Mesin-mesin yang digunakan pabrik Cisaruni sebagian besar telah melewati nilai
ekonomisnya, tetapi masih digunakan.
Biaya-biaya yang digunakan dalam proses pengolahan yaitu gaji pimpinan, gaji
karyawan, upah pengwas, upah pengolah basah, upah sortasi, upah anaisa, alat-alat perlengkapan
pengolahan, bahan bakar, listrik dan biaya pengangkutan. Total biaya pengolahan adalah sebesar
Rp 3.800.610.483. Untuk rincian dan ialai biaya proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 12.
30
11 BBTK 1.801 kg 605 1.089.605
12 Listrik PLTA/PLTD 87.523 kwh 2.977 260.526.645
13 Listrik PLN 827.425 kwh 680 562.577.931
14 Biaya pengangkutan 21.442.466
Jumlah 3.800.610.483
Bubuk teh yang telah selesai disortasi kering kemudian dilakukan penimbangan dan
dimasukan ke dalam peti miring untuk penyimpanan bubuk teh sementara sesuai masing-masing
jenis teh tersebut dengan tujuan untuk menjaga kualitas teh hitam orthodox yang telah dihasilkan,
yang selanjutnya akan dimasukan kedalam tea bulker dan dilakukan pengepakan. Tea bulker yang
dimiliki Kebun Cisaruni telah melewati umur ekonomis dengan nilai akhir Rp 9.750.000. Biaya-
biaya yang dibutuhkan untuk proses pengepakan dan penyimpanan adalah gaji karyawan, upah
karyawan, dan biaya untuk membeli bahan baku dan perlengkapan untuk pengepakan. Untuk
rincian biayanya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rincian biaya biaya pengepakan dan penyimpanan per tahun
No Uraian Jumlah Rp/kg Nilai (Rp)
1 Gaji karyawan 8.164.569
2 Upah karyawan 1.935.400 kg 33 63.793.445
3 Bahan baku dan perlengkapan 740.764.479
Jumlah 812.722.493
Biaya pokok produksi teh didapat dari persamaan (2), yaitu biaya total produksi dibagi
dengan produksi total. Diketahui biaya total produksi sebesar Rp 19.627.388.655 (Lampiran 9),
sedangkan total produksi yaitu sebanyak 1.935.400 kg. Maka didapat besar biaya pokok produksi teh
sebesar Rp 10.141/kg (Tabel 15).
31
Tabel 15. Perhitungan biaya pokok
Uraian Nilai
Biaya Tetap (Rp/tahun) 4.146.124.055
Biaya Tidak Tetap (Rp/tahun) 15.480.736.053
Kapasitas Produksi (kg/tahun) 1.935.400
Biaya Pokok (Rp/kg) 10.141
Diketahui biaya pokok produksi teh yaitu Rp 10.141/kg, sedangkan harga jual teh ditetapkan
sebesar Rp 14.720/kg. Dengan harga jual Rp 14.720/kg dan biaya pokok Rp 10.141/kg, maka
perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4.579 dari setiap penjualan per kg teh.
Dalam suatu industri, titik impas dapat dicapai pada saat perusahaan tidak memperoleh laba
dan tidak menderita kerugian. Analisis titik impas perlu dihitung untuk mengetahui berapa jumlah
minimal teh yang harus diproduksi agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Analisis titik impas
dilakukan dengan menggunakan komponen biaya tetap dan biaya tidak tetap per kg dan total produksi
per tahun.
Biaya tetap total yang dikeluarkan perusahaan tiap tahun untuk memproduksi teh adalah
sebesar Rp 4.146.124.055 (Lampiran 9). Sedangkan biaya tidak tetap yang dikeluarkan perusahaan
untuk memproduksi teh adalah Rp 7.999 per kg (Lampiran 9).
Dengan menggunakan persamaan (3), didapat nilai titik impas produksi teh adalah 1.333.382
kg. Jumlah tingkat produksi perusahaan (1.935.400 kg) ternyata lebih besar dari nilai titik impas yaitu
sebesar 1.333.382 kg. Hal ini menunjukkan bahwa PTPN VIII Kebun Cisaruni selama periode
tersebut berada pada posisi menguntungkan.
D. ANALISIS KELAYAKAN
Untuk menilai kelayakan suatu industri, dapat dilakukan dengan analisis kelayakan. Analisis
kelayakan meliputi perhitungan nilai sekarang dan keuntungan bersih (NPV), tingkat bunga bank yang
menyebabkan nilai penerimaan bersih sama dengan nol (IRR), serta perbandingan nilai manfaat dan
biaya (Net B/C). Analisis kelayakan dilakukan dengan mengetahui besarnya biaya pengeluaran dan
pendapatan dalam 10 tahun produksi. Data-data yang digunakan berupa biaya investasi dan tingkat
bunga kredit yang berlaku sebesar 12 %.
Biaya investasi meliputi tanaman menghasilkan, bangunan perusahaan, mesin dan
perlengkapannya, jalan dan jembatan, alat pengangkutan, sertifikat HGU dan inventaris lainnya.
32
Besarnya nilai investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk usahanya sebesar Rp 19.755.126.726
(Lampiran 6). Perincian tentang besarnya biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 6.
Dengan menggunakan persamaan (4) didapat nilai NPV yang dihitung berdasarkan
akumulasi selisih biaya dan manfaat dikalikan dengan discount factor sebesar 12%. NPV yang
diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar Rp 33.245.363.263 (Lampiran 10) yang berarti,
nilai NPV yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa usaha produksi teh ini secara mekanis
layak untuk dikembangkan. Perhitungan nilai NPV disajikan pada Lampiran 10.
Berdasarkan Lampiran 10 dengan menggunakan persamaan (5) nilai IRR dapat dihitung
yaitu sebesar 44,7 %. Apabila dibandingkan dengan dengan besarnya discount factor yang
digunakan sebesar 12%, maka nilai IRR masih berada di atas discount factor. Hal ini dapat
dikatakan bahwa perusahaan tersebut mengalami keuntungan, dengan demikian usaha produksi teh
tersebut layak untuk dikembangkan.
Nilai Net B/C dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (6), nilai Net B/C yang
didapat yaitu sebesar 1,254 (Lampiran 10). Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa dengan
discount factor sebesar 12% perusahaan mampu menghasilkan tambahan manfaat sebesar Rp
1,254 pada setiap tambahan biaya sebesar Rp 1,00. Berdasarkan syarat dari kelayakan, nilai Net
B/C tersebut menunjukkan bahwa usaha produksi teh tesebut menguntungkan sehingga layak
untuk dikembangkan karena nilai Net B/C lebih besar dari 1.
E. ANALISIS SENSITIVITAS
Pada suatu usaha industri atau proyek, sering sekali terjadi kesalahan-kesalahan yang
disebabkan karena adanya dua faktor yaitu faktor manusia dan faktor lingkungan, maka dari itu dalam
hal ini sangat dibutuhkan suatu analisis sensitivitas. Faktor dari manusia biasanya karena manusia
sering kali melakukan kesalahan dalam memperhitungkan segala sesuatunya, sedangkan untuk faktor
lingkungan dikarenakan kemungkinan adannya kenaikan harga mendadak ketika suatu usaha atau
proyek sedang dilaksanakan, faktor lingkungan seperti keadaan cuaca juga bisa berpengaruh terhadap
tingkat produksi dalam suatu industri pertanian.
Menurut Pramudya dan Dewi (1992), dalam melakukan analisis sensitivitas, perhitungan
yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi.
Hal ini perlu dilakukan karena dalam analisis proyek umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi
yang mengandung unsur ketidakpastian tentang apa yang terjadi pada waktu yang akan datang.
33
Analisis sensitivitas dilakukan untuk penurunan harga 10 %, didapatkan nilai NPV sebesar
Rp 17.148.393.155, IRR 29,5 % dan Net B/C 1,131 (Lampiran 11) berati perusahaan masih layak
untuk dikembangkan dengan penurunan harga 10 % dan masih dapat bertahan pada penurunan harga
20 % (lampiran 12), akan tetapi perusahaan tidak dapat bertahan pada penurunan harga 30 %
(Lampiran 13). Untuk hasil analisis sensitivitasnya dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 18. Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya tidak tetap
Perubahan NPV IRR Net
(Rp) (%) B/C
Kenaikan biaya tidak tetap 10% 24.498.103.488 36,6 1,176
Kenaikan biaya tidak tetap 20 15.750.843.712 27,9 1,106
Kenaikan biaya tidak tetap 30% 7.003.583.937 19,4 1,045
Analisis sensitivitas dilanjutkan dengan kemungkinan biaya tidak tetap 10%, sehingga
didapat nilai NPV sebesar Rp 24.498.103.488, IRR 36,6 % dan Net B/C 1,176 (Lampiran 14), dari
nilai tersebut dapat diketahui perusahaan mendapatkan nilai keuntungan yang menurun dengan
kenaikan biaya tidak tetap 10%. Dengan kenaikan biaya tidak tetap 20% perusahaan mendapatkan
nilai NPV sebesar Rp 15.750.843.712, IRR 27,9% dan Net B/C 1,106 (Lampiran 15) dan perusahaan
masih dapat bertahan dengan kenaikan biaya tidak tetap sebesar 30%. Untuk hasil analisis
sensitivitasnya dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 19. Hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan harga dan kenaikan biaya tidak tetap
Perubahan NPV IRR Net
(Rp) (%) B/C
Penurunan harga 10 % dan kenaikan biaya 8.401.133.380 20,7 1,060
tidak tetap 10%
Penurunan harga 10 % dan kenaikan biaya -346.126.395 11,6 0,997
tidak tetap 20%
Selain itu dilakukan pula analisis sensitivitas untuk penurunan harga yang diikuti kenaikan
biaya tidak tetap . Penurunan harga jual ditetapkan sebesar 10% sedangkan untuk kenaikan biaya tidak
tetap yaitu sebesar 10% dan 20%. Dari perbandingan tersebut didapatkan nilai NPV sebesar Rp
8.401.133.380 (Lampiran 17) untuk kenikan biaya tidak tetap 10 % dan NPV sebesar Rp -346.126.395
(Lampiran 18) untuk kenaikan biaya tidak tetap 20 %, hal ini menunjukkan perusahaan tidak dapt
bertahan pada penurunan harga 10 % yang diikuti kenaikan biaya tidak tetap 20%. Untuk hasil analisis
sensitivitasnya dapat dilihat pada Tabel 19.
Dari hasil perhitungan analisis sensitivitas dapat terlihat bahwa kondisi pendugaan yang
dilakukan, yaitu nilai NPV, IRR dan Net B/C masih berada di atas syarat kelayakan sehingga usaha
layak untuk dikembangkan selama periode 10 tahun ke depan.
34
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Analisis biaya yang dilakukan di PTPN VIII Kebun Cisaruni menunjukkan biaya total
produksi teh yaitu sebesar Rp 19.627.388.655. Sedangkan nilai biaya pokok produksi teh yang didapat
sebesar Rp 10.141/kg. Nilai tersebut masih berada di bawah harga jual yang sebesar Rp 14.720/kg
sehingga penjualan teh dapat memberikan untung sebesar Rp 4.579 untuk setiap kg yang terjual.
Analisis titik impas yang dilakukan menghasilkan titik impas sebesar 1.333.382 kg, dengan
total produksi sebesar 1.935.400 kg. Berarti perusahaan mendapatkan keuntungan setelah jumlah
produksi melampaui 1.333.382 kg.
Analalisis kelayakan finansial yang dilakukan menghasilkan nilai yang memenuhi syarat
kelayakan untuk kelangsungan suatu proyek. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai NPV yang didapat
yaitu sebesar Rp 33.245.363.263 pada discount factor sebesar 12% untuk periode usaha 10 tahun.
Sedangkan nilai IRR yang didapat sebesar 44,7 %. dan nilai Net B/C sebesar 1,254.
Dengan melihat ketiga nilai hasil analisis kelayakan finansial yaitu nilai NPV yang positif,
nilai IRR yang lebih besar dari discount factor dan nilai Net B/C yang lebih besar dari satu. Dapat
dikatakan bahwa proyek PTPN VIII Kebun Cisaruni untuk periode 10 tahun kedepan adalah layak
untuk dikembangkan.
Analisis sensitivitas menunjukkan kemampuan perusahaan yang masih dapat bertahan
dengan adanya kenaikan terhadap biaya yang dikeluarkan. Hal ini perlu diperhatikan, untuk menjaga
segala hal kemungkinan yang terjadi. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, didapatkan bahwa proyek
masih dapat dilanjutkan dengan penurunan harga jual 10 % sampai 20% dan proyek tidak layak untuk
penurunan harga jual 30 %. Untuk analisis sensitivitas dengan kenaikan biaya tidak tetap, proyek
masih layak untuk dilanjutkan dengan kenaikan hingga 30 %. Untuk analisis sensitivitas dengan
penurunan harga jual sebesar 10% yang diikuti dengan kenaikan biaya tidak tetap sebesar 10%,
proyek masih layak tetapi tidak layak untuk penurunan harga 10% yang diikuti kenaikan biaya tidak
tetap sebesar 20%.
B. SARAN
1. Perlu adanya peningkatan efisiensi biaya produksi dengan sebaik mungkin, sehingga dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan. Meskipun hasil dari analisis sensitivitas menunjukkan
bahwa perusahaan dapat bertahan terhadap kenaikan biaya tidak tetap sebesar 30%, tetapi
peningkatan efisiensi biaya produksi tetap perlu dilakukan agar dapat menjamin terciptanya
keuntungan jangka panjang secara berkesinambungan. Efisiensi biaya yang dapat dilakukan antara
lain penggunaan bahan bakar alternatif dalam proses pengeringan, penggunaan pupuk organik,
mengarahkan upah buruh dalam investasi ternak sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
buruh dan limbahnya dapat digunakan sebagai pupuk.
2. Perusahaan disarankan mencari terobosan baru, terhadap perkembangan usaha produksi teh. Demi
mencapai keuntungan jangka panjang secara berkesinambungan diperlukan terobosan-terobosan
dalam proses bisnis usaha teh seperti mengembangkan bisnis industri hilir (produk akhir) melalui
pembianaan koperasi kepegawaian/buruh. Selain dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai/
buruh, bisnis industri hilir melalui koperasi juga dapat membantu perusaahaan dalam keterbatasan
modal dan tetap fokus pada kompetensi inti yang dimiliki.
35
DAFTAR PUSTAKA
Adhipratiwy, N S. 2001. Analisis Biaya Produksi Pada Usaha Krisan Pot. Skripsi. Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Gray, C., L.K. Sabur, P. Simajuntak, dan F.P.L. Maspaitella. 1985. Pengantar Evaluasi Proyek .
Penerbit Gramedia. Jakarta.
Nasution, Z. Dan T. Wachyuddin. 1985. Pengolahan Teh. Agro Industri Press. Jurusan Teknik
Pertanian, FATETA, IPB. Bogor.
Nataprawira, R. 2005. Analisis Kelayakan Pengembangan Industri Nata De Coco. Skripsi. Jurusan
Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Pramudya, B. dan N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. Jurusan Mekanisasi Pertanian. Fateta. IPB.
Priatna, Eka. 1989. Analisis Efisiensi Alat Pelayu Teh “withering trough” pada Pengolahan Teh
Hitam CTC di PT. Teh Nusamba Tasikmalaya. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian,
FATETA. Institut Pertanian Bogor.
Revinaldo, D. 1992. Analisis Biaya Pengolahan Kelapa Parut Kering. Skripsi. Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Setiawan, T. 2009 .Mempelajari Proses Produksi Teh Hitam Ortodox di PT. Perkebunan Nusantara
VIII Cisaruni, Garut Jawa Barat. Laporan Praktek Lapang. Jurusan Teknik Pertanaian,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Setyamidjaja, D. 2000. Teh Budidaya dan Pengolahan Pascapsanen. Penerbit Konisius, Yogyakarta.
Soemarsono. 1984. Peranan Harga Pokok dalam Penentuan Harga Jual. ESG. Jakarta.
Suprihatini, R. 2005. Daya Saing Ekspor Teh Indonesia di Pasar Teh Dunia. Jurnal Agro Ekonomi.
(Online), Volume 23, no.1, (http://pse.litbang. deptan.go.id/ind/pdffiles/JAE%2023-1a.pdf,
diakses 5 April 2010)
www.database.deptan.go.id. 2009. “Basis Data Statistik Pertanian”. Diakses tanggal 5 April 2010.
www.wikipedia.com. 2004. ” List of Countries By Tea Consumption Per Capita”. Diakses tanggal 20
Juli 2010.
www.wikipedia.com. 2010. “The Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations
for Tea Production”. Diakses tanggal 20 Juli 2010.
36
LAMPIRAN
37
Lampiran 1. Peta Lokasi Kebun Cisaruni, Garut
38
Lampiran 2. Daftar rincian dan nilai investasi tanaman menghasilkan, bangunan
perusahaan, sertifikat HGU, jalan dan jembatan milik PTPN VIII
Kebun Cisaruni tahun 2008
Jumlah 16.113.212.044
39
Lampiran 3. Daftar rincian dan nilai alat angkutan milik PTPN VIII Kebun
Cisaruni tahun 2008
Jumlah 190.644.546
40
Lampiran 4. Daftar rincian dan nilai investasi mesin dan perlengkapan milik PTPN
VIII Kebun Cisaruni tahun 2008
41
51 DIBN/konveyor 2 20.000.000
52 Mesin RRB/konveyor 2 25.000.000
Jumlah 2.899.277.263
42
Lampiran 5. Daftar rincian dan nilai investaris lainnya milik PTPN VIII Kebun
Cisaruni tahun 2008
43
Lampiran 6. Perhitungan total investasi
No Uraian Nilai(Rp)
1 Tanaman menghasilkan 14.758.966.827
2 Bangunan perusahaan 915.399.149
3 Mesin dan perlengkapannya 2.899.277.263
4 Jalan jembatan dan saluran air 244.060.227
5 Alat pengangkutan 190.644.546
6 Inventaris lainnya 551.992.873
7 Sertifikat HGU 194.785.841
Jumlah 19.755.126.726
44
Lampiran 7. Daftar rincian dan nilai biaya umum tahun 2008
No Uraian Nilai(Rp)
1 Gaji pegawai staf 111.097.112
2 Gaji pegawai non staf 430.232.975
3 Honorarium 8.033.191
4 Pemeliharaan bangunan perusahaan 238.881.667
5 Pemeliharaan mesin dan instalasi 147.078.298
6 Pemeliharaan jalan jembatan & saluran air 151.926.120
7 Pemeliharaan alat peranian & inventaris kecil 22.289.164
8 Iuran & sumbangan 14.950.908
9 Pajak & sewa tanah 467.966.767
10 Asuransi 86.064.867
11 Biaya keamanan 262.603.193
12 Biaya penerangan 340.159.782
13 Biaya persediaan air 8.479.884
14 Biaya lain-lain 344.484.008
Jumlah 2.634.247.936
45
Lampiran 8. Perhitungan biaya penyusutan
No Uraian Jumlah Nilai Umur ekonomis Penyusutan per Nilai sisa Nilai sisa setelah
(Rp) (tahun) tahun (Rp) 10 tahun
(Rp) (Rp)
1 Bangunan perusahaan 476.872.000 5 85.836.960 47.687.200 0
2 Mesin pemotong daun teh 2 67.980.000 5 66.620.400 6.798.000 0
merk.kawasaki
3 Computer server p4 compaq 1 11.990.000 5 11.750.200 1.199.000 0
4 Sumur dalam (submersible) 1 158.466.000 5 28.523.880 15.846.600 0
5 Jalan/jembatan 1 81.997.000 10 7.379.730 8.199.700 8.199.700
6 Pemindahan bak penampung air 1 39.841.500 10 3.585.735 3.984.150 3.984.150
& instalasi
7 Mesin pcr 4 155.660.000 10 14.009.400 15.566.000 15.566.000
8 Press cup roller 1 315.000.000 10 28.350.000 31.500.000 31.500.000
9 Rotor vane 15 type end plate 1 193.683.743 10 17.431.537 19.368.374 19.368.374
10 Humidifier 1 30.000.000 10 2.700.000 3.000.000 3.000.000
11 Press cup roller 1 315.000.000 10 28.350.000 31.500.000 31.500.000
12 Cerobong asap heater drier 1 54.000.000 10 4.860.000 5.400.000 5.400.000
13 DIBN 1 20.000.000 10 1.800.000 2.000.000 2.000.000
14 Sertifikat HGU 194.785.841 15 12.985.723 0 64.928.614
15 Jumlah Tanaman menghasilkan 1091,17 ha 14.758.966.827 25 584.455.086 147.589.668 8.914.415.964
Jumlah 898.638.651 9.099.862.801
46
Lampiran 9. Rincian perhitungan biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya total
Biaya Total
No Uraian Nilai (Rp)
1 Biaya tetap per tahun 4.146.124.055
2 Biaya tidak tetap per tahun 15.480.736.053
Jumlah 19.626.860.108
47
Lampiran 10. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C dengan DF 12 %
Tahun Penerimaan Pengeluaran Arus kas bersih DF NPV 12% DF NPV 45%
ke- (Rp) (Rp) (Rp) 12 % (Rp) 45 % (Rp)
0 19.755.126.726 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726)
1 28.489.088.000 19.627.388.655 8.861.699.345 0,893 7.912.231.558 0,690 6.111.516.790
2 28.489.088.000 19.627.388.655 8.861.699.345 0,797 7.064.492.463 0,476 4.214.839.165
3 28.489.088.000 19.627.388.655 8.861.699.345 0,712 6.307.582.556 0,328 2.906.785.631
4 28.489.088.000 19.627.388.655 8.861.699.345 0,636 5.631.770.139 0,226 2.004.679.746
5 28.489.088.000 19.627.388.655 8.861.699.345 0,567 5.028.366.196 0,156 1.382.537.756
6 28.489.088.000 19.627.388.655 8.861.699.345 0,507 4.489.612.675 0,108 953.474.314
7 28.489.088.000 19.627.388.655 8.861.699.345 0,452 4.008.582.745 0,074 657.568.493
8 28.489.088.000 19.627.388.655 8.861.699.345 0,404 3.579.091.737 0,051 453.495.512
9 28.489.088.000 19.627.388.655 8.861.699.345 0,361 3.195.617.622 0,035 312.755.526
10 37.588.950.801 19.627.388.655 17.961.562.146 0,322 5.783.142.299 0,024 437.183.822
33.245.363.263 (320.289.972)
NPV = Rp 33.245.363.263
IRR = 44,7 %
NET B/C = 1,254
48
Lampiran 11. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 10%
Tahun Penerimaan Pengeluaran Arus kas bersih DF NPV 30% DF NPV 15%
ke- (Rp) (Rp) (Rp) 12 % (Rp) 30 % (Rp)
0 19.755.126.726 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726)
1 25.640.179.200 19.627.388.655 6.012.790.545 0,893 5.368.562.987 0,769 4.625.223.496
2 25.640.179.200 19.627.388.655 6.012.790.545 0,797 4.793.359.809 0,592 3.557.864.228
3 25.640.179.200 19.627.388.655 6.012.790.545 0,712 4.279.785.544 0,455 2.736.818.637
4 25.640.179.200 19.627.388.655 6.012.790.545 0,636 3.821.237.093 0,350 2.105.245.105
5 25.640.179.200 19.627.388.655 6.012.790.545 0,567 3.411.818.833 0,269 1.619.419.312
6 25.640.179.200 19.627.388.655 6.012.790.545 0,507 3.046.266.815 0,207 1.245.707.163
7 25.640.179.200 19.627.388.655 6.012.790.545 0,452 2.719.881.085 0,159 958.236.279
8 25.640.179.200 19.627.388.655 6.012.790.545 0,404 2.428.465.254 0,123 737.104.830
9 25.640.179.200 19.627.388.655 6.012.790.545 0,361 2.168.272.549 0,094 567.003.715
10 34.740.042.001 19.627.388.655 15.112.653.346 0,322 4.865.869.911 0,073 1.096.243.920
17.148.393.155 (506.260.041)
NPV = Rp 17.148.393.155
IRR = 29,5 %
NET B/C = 1,131
49
Lampiran 12. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 20%
Tahun Penerimaan Pengeluaran Arus kas bersih DF NPV 12% DF NPV 14%
ke- (Rp) (Rp) (Rp) 12 % (Rp) 14 % (Rp)
0 19.755.126.726 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726)
1 22.791.270.400 19.627.388.655 3.163.881.745 0,893 2.824.894.415 0,877 2.775.334.864
2 22.791.270.400 19.627.388.655 3.163.881.745 0,797 2.522.227.156 0,769 2.434.504.267
3 22.791.270.400 19.627.388.655 3.163.881.745 0,712 2.251.988.533 0,675 2.135.530.059
4 22.791.270.400 19.627.388.655 3.163.881.745 0,636 2.010.704.047 0,592 1.873.271.981
5 22.791.270.400 19.627.388.655 3.163.881.745 0,567 1.795.271.470 0,519 1.643.221.036
6 22.791.270.400 19.627.388.655 3.163.881.745 0,507 1.602.920.956 0,456 1.441.421.961
7 22.791.270.400 19.627.388.655 3.163.881.745 0,452 1.431.179.425 0,400 1.264.405.229
8 22.791.270.400 19.627.388.655 3.163.881.745 0,404 1.277.838.772 0,351 1.109.127.394
9 22.791.270.400 19.627.388.655 3.163.881.745 0,361 1.140.927.475 0,308 972.918.767
10 31.891.133.201 19.627.388.655 12.263.744.546 0,322 3.948.597.524 0,270 3.308.069.173
1.051.423.047 (797.321.995)
NPV = Rp 1.051.423.047
IRR = 13,1 %
NET B/C = 1,008
50
Lampiran 13. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 30%
Tahun Penerimaan Pengeluaran Arus kas bersih DF NPV 12% DF NPV 14%
ke- (Rp) (Rp) (Rp) 12 % (Rp) 14% (Rp)
0 19.755.126.726 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726)
1 19.942.361.600 19.627.388.655 314.972.945 0,893 281.225.844 0,877 276.292.057
2 19.942.361.600 19.627.388.655 314.972.945 0,797 251.094.503 0,769 242.361.454
3 19.942.361.600 19.627.388.655 314.972.945 0,712 224.191.521 0,675 212.597.766
4 19.942.361.600 19.627.388.655 314.972.945 0,636 200.171.001 0,592 186.489.269
5 19.942.361.600 19.627.388.655 314.972.945 0,567 178.724.108 0,519 163.587.078
6 19.942.361.600 19.627.388.655 314.972.945 0,507 159.575.096 0,456 143.497.437
7 19.942.361.600 19.627.388.655 314.972.945 0,452 142.477.765 0,400 125.874.944
8 19.942.361.600 19.627.388.655 314.972.945 0,404 127.212.290 0,351 110.416.618
9 19.942.361.600 19.627.388.655 314.972.945 0,361 113.582.402 0,308 96.856.682
10 29.042.224.401 19.627.388.655 9.414.835.746 0,322 3.031.325.137 0,270 2.539.593.660
(15.045.547.060) (15.657.559.761)
NPV : Rp -15.045.547.060
IRR : -
Net B/C Ratio : 0,884
51
Lampiran 14. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah kenaikan biaya tidak tetap 10 %
Tahun Penerimaan Pengeluaran Arus kas bersih DF NPV 12% DF NPV 37%
ke- (Rp) (Rp) (Rp) 12 % (Rp) 37% (Rp)
0 19.755.126.726 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726)
1 28.489.088.000 21.175.515.115 7.313.572.885 0,893 6.529.975.790 0,730 5.338.374.369
2 28.489.088.000 21.175.515.115 7.313.572.885 0,797 5.830.335.527 0,533 3.896.623.627
3 28.489.088.000 21.175.515.115 7.313.572.885 0,712 5.205.656.720 0,389 2.844.250.822
4 28.489.088.000 21.175.515.115 7.313.572.885 0,636 4.647.907.786 0,284 2.076.095.491
5 28.489.088.000 21.175.515.115 7.313.572.885 0,567 4.149.917.666 0,207 1.515.398.168
6 28.489.088.000 21.175.515.115 7.313.572.885 0,507 3.705.283.631 0,151 1.106.130.050
7 28.489.088.000 21.175.515.115 7.313.572.885 0,452 3.308.288.956 0,110 807.394.197
8 28.489.088.000 21.175.515.115 7.313.572.885 0,404 2.953.829.425 0,081 589.338.830
9 28.489.088.000 21.175.515.115 7.313.572.885 0,361 2.637.347.701 0,059 430.174.328
10 37.588.950.801 21.175.515.115 16.413.435.686 0,322 5.284.687.012 0,043 704.683.051
24.498.103.488 (446.663.792)
NPV = Rp 24.498.103.488
IRR = 36,6 %
NET B/C = 1,176
52
Lampiran 15. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah kenaikan biaya tidak tetap 20%
Tahun Penerimaan Pengeluaran Arus kas bersih DF NPV 12% DF NPV 28%
ke- (Rp) (Rp) (Rp) 12 % (Rp) 28% (Rp)
0 19.755.126.726 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726)
1 28.489.088.000 22.723.641.575 5.765.446.425 0,893 5.147.720.022 0,781 4.504.255.020
2 28.489.088.000 22.723.641.575 5.765.446.425 0,797 4.596.178.591 0,610 3.518.949.234
3 28.489.088.000 22.723.641.575 5.765.446.425 0,712 4.103.730.885 0,477 2.749.179.089
4 28.489.088.000 22.723.641.575 5.765.446.425 0,636 3.664.045.433 0,373 2.147.796.163
5 28.489.088.000 22.723.641.575 5.765.446.425 0,567 3.271.469.137 0,291 1.677.965.753
6 28.489.088.000 22.723.641.575 5.765.446.425 0,507 2.920.954.586 0,227 1.310.910.744
7 28.489.088.000 22.723.641.575 5.765.446.425 0,452 2.607.995.166 0,178 1.024.149.019
8 28.489.088.000 22.723.641.575 5.765.446.425 0,404 2.328.567.113 0,139 800.116.421
9 28.489.088.000 22.723.641.575 5.765.446.425 0,361 2.079.077.779 0,108 625.090.954
10 37.588.950.801 22.723.641.575 14.865.309.226 0,322 4.786.231.725 0,085 1.259.140.669
15.750.843.712 (137.573.661)
NPV = Rp 15.750.843.712
IRR = 27,9 %
NET B/C = 1,106
53
Lampiran 16. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah kenaikan biaya tidak tetap 30%
Tahun Penerimaan Pengeluaran Arus kas bersih DF NPV 12% DF NPV 20%
ke- (Rp) (Rp) (Rp) 12 % (Rp) 20% (Rp)
0 19.755.126.726 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726)
1 28.489.088.000 24.271.768.035 4.217.319.965 0,893 3.765.464.254 0,833 3.514.433.304
2 28.489.088.000 24.271.768.035 4.217.319.965 0,797 3.362.021.656 0,694 2.928.694.420
3 28.489.088.000 24.271.768.035 4.217.319.965 0,712 3.001.805.050 0,579 2.440.578.683
4 28.489.088.000 24.271.768.035 4.217.319.965 0,636 2.680.183.080 0,482 2.033.815.570
5 28.489.088.000 24.271.768.035 4.217.319.965 0,567 2.393.020.607 0,402 1.694.846.308
6 28.489.088.000 24.271.768.035 4.217.319.965 0,507 2.136.625.542 0,335 1.412.371.923
7 28.489.088.000 24.271.768.035 4.217.319.965 0,452 1.907.701.377 0,279 1.176.976.603
8 28.489.088.000 24.271.768.035 4.217.319.965 0,404 1.703.304.801 0,233 980.813.836
9 28.489.088.000 24.271.768.035 4.217.319.965 0,361 1.520.807.858 0,194 817.344.863
10 37.588.950.801 24.271.768.035 13.317.182.766 0,322 4.287.776.438 0,162 2.150.799.365
7.003.583.937 (604.451.851)
NPV = Rp 7.003.583.937
IRR = 19,4 %
NET B/C = 1,045
54
Lampiran 17. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 10 % dan kenaikan biaya tidak tetap 10%
Tahun Penerimaan Pengeluaran Arus kas bersih DF NPV 12% DF NPV 20%
ke- (Rp) (Rp) (Rp) 12 % (Rp) 20% (Rp)
0 19.755.126.726 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726)
1 25.640.179.200 21.175.515.115 4.464.664.085 0,893 3.986.307.219 0,826 3.689.805.029
2 25.640.179.200 21.175.515.115 4.464.664.085 0,797 3.559.202.874 0,683 3.049.425.644
3 25.640.179.200 21.175.515.115 4.464.664.085 0,712 3.177.859.709 0,564 2.520.186.482
4 25.640.179.200 21.175.515.115 4.464.664.085 0,636 2.837.374.740 0,467 2.082.798.746
5 25.640.179.200 21.175.515.115 4.464.664.085 0,567 2.533.370.304 0,386 1.721.321.278
6 25.640.179.200 21.175.515.115 4.464.664.085 0,507 2.261.937.771 0,319 1.422.579.568
7 25.640.179.200 21.175.515.115 4.464.664.085 0,452 2.019.587.296 0,263 1.175.685.594
8 25.640.179.200 21.175.515.115 4.464.664.085 0,404 1.803.202.942 0,218 971.640.986
9 25.640.179.200 21.175.515.115 4.464.664.085 0,361 1.610.002.627 0,180 803.009.080
10 34.740.042.001 21.175.515.115 13.564.526.886 0,322 4.367.414.624 0,149 2.016.280.489
8.401.133.380 (302.393.831)
NPV = Rp 8.401.133.380
IRR = 20,7 %
NET B/C = 1,060
55
Lampiran 18. Perhitungan nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah penurunan harga 10 % dan kenaikan biaya tidak tetap 20%
Tahun Penerimaan Pengeluaran Arus kas bersih DF NPV 12% DF NPV 20%
ke- (Rp) (Rp) (Rp) 12 % (Rp) 20% (Rp)
0 19.755.126.726 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726) 1,000 (19.755.126.726)
1 25.640.179.200 22.723.641.575 2.916.537.625 0,893 2.604.051.451 0,901 2.627.511.374
2 25.640.179.200 22.723.641.575 2.916.537.625 0,797 2.325.045.938 0,812 2.367.127.364
3 25.640.179.200 22.723.641.575 2.916.537.625 0,712 2.075.933.873 0,731 2.132.547.175
4 25.640.179.200 22.723.641.575 2.916.537.625 0,636 1.853.512.387 0,659 1.921.213.671
5 25.640.179.200 22.723.641.575 2.916.537.625 0,567 1.654.921.774 0,593 1.730.823.127
6 25.640.179.200 22.723.641.575 2.916.537.625 0,507 1.477.608.727 0,535 1.559.300.114
7 25.640.179.200 22.723.641.575 2.916.537.625 0,452 1.319.293.506 0,482 1.404.774.878
8 25.640.179.200 22.723.641.575 2.916.537.625 0,404 1.177.940.631 0,434 1.265.562.953
9 25.640.179.200 22.723.641.575 2.916.537.625 0,361 1.051.732.706 0,391 1.140.146.804
10 34.740.042.001 22.723.641.575 12.016.400.426 0,322 3.868.959.337 0,352 4.231.989.721
(346.126.395) 625.870.455
NPV = Rp -346.126.395
IRR = 11,6 %
NET B/C = 0,997
56